You are on page 1of 6

Versi file lengkapnya dalam Ms.

Wordnya Bisa Di Ambil Di:


https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

MASALAH HAM DI INDONESIA

Di Indonesia sekarang ini arti hak Asasi Manusia (HAM) sudah kurang berarti di
kalangan masyarakat. Pada dasarnya Hak Asasi Manusia (HAM) terdapat pada UUD
1945 BAB X-A pasal 28-A sampai dengan pasal 28-J. adanya dasar hukum HAM
tersebut membuat masyarakat Indonesia berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum ( UUD
1945 Amandemen ke-2 pasal 28-D ayat 1).

Menteri Hukum dan HAM menyatakan,”Di Indonesia tercatat banyak sekali kasus
yang terjadi khususnya di bidang HAM. Kasus pelanggaran HAM yang terjadi,
contohnya : penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan layang
di Jakarta dan pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para
pengguna jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki”.
Adapun contoh lain dari pelanggaa HAM di Indonesia yang sekarang ini adi
permasalahan atau persoalan di kalangan aktifis HAM, yaitu pembebasan Adelin Lis
dari lembaga permasyarakartan tempat dia ditahan pada beberapa waktu yang lalu.
Menteri Hukum dan HAM menegaskan, “ Bahwa bebasnya Adelin Lis dari lembaga
permasyarakatan tersebut beberapa waktu yang lalu tlah di atur oleh petugas lembaga
permasyarakatan yang bekerja di tempat Adelin Lis di tahan.

Berikut adalah penuturan dari petugas penjaga lembaga permasyarakatan yang


membantu bebasnya Adelin Lis, “ saya membantu Adelin Lis karna dia akan
memberikan uang bila saya dapat mengatur surat pembebasan dirinya”. dari penuturan
tersebut kenyataannya adalah aparat keamanan di Indonesia masih kalah dengan sistem
kolusi yang sering digunakan oleh para peabat yang faktanya bersalah. Disamping itu,
penjaga lembaga pemasyarakatan yang terkait dengan pembebasan Adelin Lis sekarang
ini tlah dinyatakan sebagai tersangka. Yang menjadi perdebatan para aktivis HAM
adalah, “Mengapa aparat keamanan yang berada dilembaga pemasyarakatan tempat
Adelin Lis ditahan mudah sekali terbujuk oleh sebuah kenikmatan dunia sesaat yang
dijanjikan oleh Adelin Lis?
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

Tidak lama setelah Adelin Lis bebas, akhirnya aparat kepolisian berhasil kembali
menangkap Adelin Lis. Adelin Lis adalah salah satu contoh tersangka kasus
pembalakan liar yang banyak terjadi di Indonesia. Adanya kasus Adelin Lis tersebut,
maka di masyarakat terdapat kiasan seperti, “mengapa pembalakan liar harus terjadi?”
untung memang buat para pelaku pembalakan liar tetapi bahayanya tetap masyarakat
tidak berdosa yang tertimpa. Maka dari itu, pemerintah mengimbau kepada masyarakat
Indonesia, maka kita hijaukan kembali tanah air tercinta!. Itulah salah satu imbauan
dikalangan masyarakat. Saya selaku penulis sekali lagi mengimbau, “mari kita cegah
kegiatan pembalakan liar di Indonesia!”. Tujuan dari imbauan itu agar indonesia mejadi
hutannya hijau bukan dikenal sebagai negara yang hutannya gundul tanpa pepohonan.

HAM di Papua

Kalau anda tanya pada tokoh-tokoh terdidik Papua yang sadar politik tentang isu
politik paling penting di Papua, maka jawabannya akan bervariasi. Tapi yang pasti
masalah pelanggaran HAM menjadi salah satunya. Demikian pula dengan demo politik
di Papua, salah satu isu yang diangkat pasti pelanggaran HAM. Bahkan di dalam
Konggres Rakyat Papua II pada 2000, para pemimpin Papua memasukkan masalah
pelanggaran HAM masa lalu sebagai salah satu agenda terpenting yang harus
diselesaikan oleh Presidium Dewan Papua (PDP).

Kalau anda perhatikan kampanye para aktivis Papua Merdeka di forum


internasional, isu yang diangkat pasti terkait dengan pelanggaran HAM. Bahkan ada
wacana genocide dari Yale University dan Sidney University. Belum lagi perhatian
Amnesty Internasional dan Human Rights Watch Group yang selalu membuat laporan
khusus tentang masalah HAM di Papua. Dari Amerika sendiri, akhir-akhir ini, 40
anggota Konggres AS menandatangani petisi yang intinya juga mempersoalkan
komitmen Presiden RI dalam penegakan HAM sipil dan politik di Papua.

Pada saat Perwakilan Komnas HAM Papua terbentuk pertama kali beberapa tahun
yang lalu dan kinerjanya tidak seperti yang diharapkan, banyak orang mengeritiknya
dengan keras. Ketika kantor pusat Komnas HAM di Jakarta hendak mengadakan
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

pemilihan anggota baru perwakilan Papua, banyak orang datang ke Komisi F untuk
memberikan masukan dan bahkan menuntut dibentuknya Komda HAM Papua dengan
harapan bisa lebih berarti untuk penegakan HAM di Papua. Sejumlah pejuang HAM
Papua sendiri bahkan memprotes Komnas HAM agar proses seleksi anggota Perwakilan
Komnas HAM lebih transparan.

Jadi, luar biasa! Dari segi wacana, ini menunjukkan bahwa masalah HAM
dianggap sangat penting di Papua. Tapi, bagaimana kenyataannya?

Pada saat Komnas HAM membuka kesempatan untuk seleksi anggota Perwakilan
Komnas HAM Papua, orang-orang yang saya anggap mampu ternyata tidak tertarik
mendaftarkan diri. Jumlah pendaftarnya juga sangat sedikit. Bahkan batas
pendaftarannya juga kemudian diundur beberapa kali. Belakangan saya memperoleh
informasi bahwa beberapa LSM di Papua juga tidak mengijinkan aktivisnya yang
potensial untuk mendaftar dengan berbagai alasan, termasuk keterbatasan personel.
Calon yang potensial pun mengundurkan diri karena ada posisi yang lebih baik di luar
seperti menjadi anggota KPUD, calon bupati, atau posisi di lembaga negara lainnya.

Salah satu soal terbesar Perwakilan Komnas HAM Papua adalah sumber dana.
Meskipun sudah menyampaikan komitmennya kepada Komnas HAM, Gubernur Bas
Suebu secara konkrit tidak menunjukkan dukungan sedikit pun pada proses seleksi
sehingga Komnas HAM sendiri kekurangan dana untuk seleksi. Di DPRP hanya Ketua
Komisi F Weynand Watori yang aktif memfasilitasi proses seleksi tersebut.

Pada jaman reformasi ini, kesempatan bagi orang Papua untuk masuk dalam
lembaga negara, seperti pemkab, pemkot atau pemprov sangat besar. Selain itu ada
lembaga semacam KPUD, Bawaslu, dan lain-lain yang lebih menarik. Dari segi dana
dan honorarium, Perwakilan Komnas HAM termasuk yang „kering‟. Sudah menjadi
rahasia umum, Komnas HAM tidak memiliki dana yang besar. Oleh karenanya tidak
menjanjikan honor yang layak.
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

Di sektor advokasi dan penegakan HAM di kalangan LSM masalahnya juga


hampir sama. Jika ada kasus politik dan HAM di Papua sekarang ini, siapa yang mau
menjadi penasehat hukum? Banyak pengacara mampu yang dulu berperan penting tidak
lagi menangani perkara politik dan HAM. Beberapa dari mereka mengatakan sudah
jenuh, beberapa lainnya merasa lelah dengan konflik-konflik sesama aktivis HAM.
Beberapa lainnya harus menghidupi keluarganya. Regenerasi pun tidak berjalan baik.

Menjadi penasehat hukum untuk kasus politik dan HAM di Papua sangat
melelahkan baik dari segi pikiran, dana, maupun perasaan. Selain „memiskinkan‟,
begitu banyak gerakan tambahan baik dari yang didampingi maupun dari pihak-pihak
lainnya. Perlu militansi luar biasa dan daya tahan yang kuat untuk bisa bertahan dalam
arena ini. Daya tahan lainnya adalah kemampuan untuk menahan „kantong‟ dalam
keadaan „kering‟, bahkan sangat mungkin nombok uang sendiri.

Kasus penancapan Bintang Kejora di Wamena pada 9 Agustus 2008 yang lalu
menjadi contoh yang aktual. Pengacara yang sudi mendamping tinggal Iwan dan Anum
(ALDP), LBH Jayapura, dan Hari (KontraS). Untungnya masih ada support dari
Poengky Indarti (Imparsial). Selain tidak ada dana, jumlah PH pun terbatas, sehingga
tidak bisa berbagi beban. Nafas dan daya tahan orang-orang ini tidak akan panjang jika
tidak didukung oleh banyak pihak.

Memasuki tahun keempat kepemimpinannya, Presiden Susilo Bambang


Yudhoyono memberi sinyal positif dengan mengatakan bahwa baginya sudah cukup
berwacana dan akan melaksanakan program-program pemerintah yang kongkret dengan
menggunakan bahasa yang jelas serta sederhana. Tentu, salah satu yang kita tunggu
adalah langkah pemerintah dalam menangani masalah HAM, terkait penanganan kasus
Trisakti, tragedi Semanggi I dan II, kasus orang hilang dan penuntasan kasus kematian
alm Munir.

Semua orang maklum bahwa salah satu hambatan terbesar dalam penanganan
masalah HAM adalah watak reformasi kita yang by design tidak lahir dari peralihan
rezim yang tuntas. Pergantian rezim dalam reformasi kita bukan pembalikan total dari
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

rezim lama yang diputus dengan tegas lalu diganti dengan rezim yang sama sekali baru.
Reformasi kita adalah reformasi setengah badan sehingga pilar-pilar penyangga rezim
lama masih banyak yang bercokol lalu dengan cepat menyesuaikan diri dengan gairah
reformasi lalu bermutasi dalam struktur kekuasaan rezim yang baru.

Setelah berlangsung delapan tahun lebih, dengan lenyapnya momentum untuk


melakukan pemutusan rantai kuasa secara radikal dari rezim lama, seiring kian luasnya
arus mutasi tersebut maka kian redup pula berbagai kekuatan reformasi yang murni.
Alih-alih mengembalikan daya reformasi murni, kini kita justru kepayahan untuk
membendung arus mutasi itu sendiri. Bahkan berbagai sumber daya politik yang baru
tak pelak juga terseret pada arus mutasi besar-besaran, dari tingkat pusat hingga di
daerah-daerah.

Yang paling gamblang mencerminkan tarik ulur akibat dari arus mutasi tersebut
adalah proses yang meletihkan pada penanganan kasus-kasus korupsi dan masalah
HAM. Keduanya menjadi problematik bagi pemerintah karena membongkar kasus-
kasus korupsi skala besar dan pelanggaran HAM berat diasumsikan akan mengguncang
struktur kuasa rezim baru yang sebagian masih bertopang pada pilar-pilar lama. Semua
orang maklum bahwa penyelesaian masalah HAM, di negara mana pun, bobot
politiknya selalu jauh lebih kental ketimbang aspek-aspek yang lain.

Dan sebagaimana lazimnya penanganan HAM dalam setting pemerintahan baru


yang tak dapat menyingkirkan proses mutasi politik semacam itu, hukum cenderung
menjadi mandul. Arah dan bobot kehadiran hukum akan sangat tergantung arah bandul
politik yang berkisar pada lapisan kerucut kekuasaan yang bermuara pada lobby-lobby
tingkat tinggi mengikuti irama politik yang berlangsung. Akibatnya, substansi HAM
cenderung dikorbankan demi pragmatisme kaum elite. Atau, bahkan boleh jadi justru
akan dijadikan komoditas politik yang permanen bagi siapa pun yang terlibat dalam
permainan tingkat tinggi tersebut.

Siapa lagi yang akan menjadi pekerja HAM terutama PH pada kasus-kasus yang
akan datang? Di masa depan, pasti masih banyak lagi kasus-kasus semacam Wamena...
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

Siapa peduli HAM di Papua? Maksudku, peduli dalam arti konkrit mau terlibat
dan bekerja...

You might also like