You are on page 1of 11

Versi file lengkapnya dalam Ms.

Wordnya Bisa Di Ambil Di:


https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

TUGAS BAHASA INDONESIA

PENGERTIAN, CIRI – CIRI DAN CONTOH

MANTRA DAN BIDAL

Disusun oleh
 M. Fauzi (20)
 M. Kholid Fathoni (21)
 M. Risbiyanto (22)
 Muntaitul Laeli Auliyah (23)
 Mustofiah (24)
 Musyarofah (25)
 Nur Laily Rahmawati (26)

SMA NEGERI 1 MRANGGEN


DEMAK
2010
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

Mantra

Pengertian Mantra

Mantra berasal dati kata “man”, yang berarti pikiran, dan “tra”, yang berarti alat.
Jadi “mantra” berarti “alat dari pikiran”. Pengertian mantra menurut Mantra Yoga adalah
sebagai berikut :

“Mantras (or mantrams) are words, phrases, or syllables, which are chanted thoughtfully
and with growing attention”

["Mantra/mantram adalah kata-kata, ungkapan atau suku-kata yang secara khusuk


dilagukan berulang-ulang dengan konsentrasi yang semakin meningkat"].

Mantra adalah suatu idiom atau kata khusus yang mempunyai arti tersendiri.
Bahkan, menyimpan kekuatan dahsyat yang terkadang sulit diterima akal sehat. Dan menurut
ajaran agama Hindu, mantra adalah kata- kata yang diyakini sebagai wahyu yang diterima oleh
manusia pilihan, sebagai alat komunikasi khusus dengan Tuhan atau dewa-dewa yang
merupakan manifestasi dari kekuatan-Nya. Karena itu tidaklah mengherankan kalau
mantra begitu dikeramatkan, dan tidak boleh sembarang orang mengucapkannya sebelum
pemah mewinten (disucikan secara ritual). Selain itu, tidak boleh pula diucapkan di tempat-
tempat yang tidak pantas. Demikianlah konsep mantra menurut Hindu.

Ciri – cirri Mantra

Biasanya dalam bahasa Latin kita mengenal kata alpha dan omega. Alpha berarti awal
dan omega, akhir. Dalam agama Hindu kedua kata ini disingkat dengan kata “Om” (awal-
akhir), yang berasal dari kata Aum atau semangat Sabda Allah yang menciptakan melestarikan
dan mentransformasikan mantra Hindu: “Asato Ma Sat Gamayo”, yakni “Bimbinglah aku
dari dunia maya ke dunia Nyata”.
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

Aum terdiri dari tiga huruf yakni A, U, dan M. A adalah simbol Dewa Brahmana, wujud
Tuhan dalam waktu menciptakan alam semesta ini. Konon, pada waktu mengucapkan huruf
“A” itu, bentuk mulut mulai terbuka. Kemudian huruf “u” adalah simbol Dewa Wisnu,
manifestasi Tuhan dalam waktu memelihara dan melindungi alam. Saat
mengucapkan huruf ini, bibir dipanjangkan seperti sikap melindungi bagian dalam dari
mulut itu sendiri. Ada pun huruf “M” adalah simbol Dewa Siwa, manifestasi Tuhan
yang mengembalikan segalanya ke asalnya. Pada waktu mengucapkan huruf ini, bibir
kelihatan terkatup rapat kembali sebagaimana asalnya sebelum terbuka.

Setelah masuknya Islam, pemantraan masih tetap dikenal dalam khasanah mistik kita.
Mungkin, hanya istilah-istilah saja yang berbeda, misalnya ajian, jampi dan lain
sebagainya, seperti dalam Kitab Mujarobat. Sebenarnya istilah-istilah tersebut tetap
mengandung arti sama, yang (dipercaya) menyimpan tuah tertentu. Berkaitan penggunaan
kata “Om”, dalam mantra-mantra bemafaskan Islam umumnya lalu diganti dengan
“Bismillahirrohmanirrohim”, yang hakikatnya sama.

Contoh Mantra

“MUHAMMAD kang mengku Rasa”, demikian bunyi mantra kaligrafis (rajah penolak
bala) di bangsal Kencana Keraton Yogyakarta. Dari sini menjadi jelas, bahwa pengertian
dan penerapan mantra tidak hanya diucapkan atau dinyanyikan, tetapi dapat pula
“dimantrakan” pada berbagai medium, seperti bangunan (disebut rajah, tertulis dalam
aksara Jawa/Arab), pusaka, azimat, gamelan, kereta, bedhaya (misalnya bedhaya Semang),
sesaji dengan segala uba-rampe-nya (Gunungan Sekaten, berbagai kakawin, kitab,
primbon, babad, serat, yang segala uba-rampe-nya ( Gunungan Sekatenlabuhan), serta benda-
bendalain.

Mantra yang awalnya merupakan doa (donga) yang bersifat privat dan vertikal-spiritual –
karena diyakini sebagai wahyu Tuhan (dalam pemahaman agama Hindu)– telah
berkembang ke sifatnya yang horisontal-kuItural. Dalam pengembangan sifatnya yang
kedua ini, mantra dapat menjadi media defensif atau agresif sebagai kanuragan untuk pertahanan
diri atau guna-guna, yang keduanya bisa mengandung tujuan positif atau pun negatif.
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

Mantra di lingkungan Keraton banyak tersebar di berbagai kakawin, kitab, primbon,


babad, serat, yang umumnya diselipkan di dalam isi naskah yang beraksara Jawa dengan
aksara Arab (pegon). Selain itu, ada yang sudah melekat (built-in) pada pusaka Keraton
karena terbawa oleh sejarah pembuatan atau perolehan pusaka itu sendiri.

Sebagai contoh Kumbang Ali-ali yang berbentuk cincin, pusaka Keraton


Kasultanan Yogyakarta. Pusaka ini memang kurang diketahui masyarakat umun.
Bentuknya sederhana tetapi punya nilai historis tinggi. Sebab cincin itu pemah
digunakan Pangeran Mangkubumi ketika masih muda untuk menempa diri. Bersama
pendherek-nya, beliau mesu-raga dan olah-kebatinan di sepanjang Kali Pepe, Surakarta.
Sesungguhnya latihannya sederhana, cincin dilepas dan dilemparkan ke dalam sungai.
Kemudian Pangeran Mangkubumi menyelam mencari cincin tersebut sampai
mendapatkannya kembali.

Mengapa Pangeran Mangkubumi gemar berlatih menyelam di Kali Pepe?


Kalau dicermati mengandung ajaran yang sangat dalam. Bukankah sungai merupakan
sumber hidup bagi semua makhluk di dunia? Air dalam pemahaman Jawa berkaitan
dengan rasa. Dengan demikian sebenarnya Pangeran Mangkubumi melakukan olah-rasa untuk
menemukan sumber hidup sejati, yang tiada lain adalah Sang Maha Pencipta sendiri
sebagai sumber kehidupan adikodrati.

Nama sungainya adalah Kali Pepe. Pepe merupakan perwujudan protes anak manusia
menantang sinar matahari. Ini merupakan perlambang niat dan tekad yang kuat untuk „maneges‟
mencari kehendak Allah yang sejati. Mencari cincin di dalam sungai merupakan sebuah
perlambang pencarian sekaligus membentuk raga, agar siap diri sebagai sosok
pemimpin dalam menghadapi segala cobaan.

Penyelaman yang demikian lama ketika mencari harus menahan nafas, menutup
„babahan hawa sanga‟ atau berkonsentrasi, bertujuan menemukan cincin yang merupakan
tanda ikatan antara Manusia dengan Tuhan Sang Maha Pencipta-Nya. Ikatan batin ini
perlu dijaga, sebab dalam pemahaman Jawa huruf pertama aksara Jawa: „Ha‟ mengandung
makna: “Hananira wahananing Hyang”. Bahwa manusia itu ada, sebenarnya merupakan
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

gambaran dari Allah sendiri. Oleh karena itu manusia wajib menjaga citra Allah di dalam
dirinya.

Ketika menjalankan laku ini Pangeran Mangkubumi mencoba menyelami substansi makna
pitutur-luhur yang termuat dalam tembang lama, seperti ini:

“Urip iku pindha pesate warastra saka gandewa tang pinenthang. Lamun mleset
siikii Lesane mbilaeni”.

[Hidup ibarat anak panah yang melesat dari busur yang direntangkan. Jika tidak
mengenai sasaran, bisa berbahaya].

Konon, pernah terjadi perdebatan tentang berbagai Kitab Jawa Kuna: Arjuna
Wiwaha, Bima Suci, Ramayana, dan ayat-ayat Al-Qur’an yang direkam dalam Serat
Cebolek. Dalam forum itu, Pangeran Mangkubumi datang terlambat karena baru
berperang melawan ama-menthek (setan anak kecil yang dipercaya menyebabkan kerusakan
tanaman padi). Dengan berpegang pada ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagai mantra, beliau
dapat mengalahkan raja menthek, yang kemudian mengabdikan diri kepadanya.

Apabila di kemudian hari Mangkubumi dalam kedudukannya sebagai Sultan


Hamengku Buwono I bertapa di tengah air di kompleks Taman Sari, baginya air bukanlah
sekadar tempat among-suka, melainkan tempat menunaikan laku demi masyarakat petani.
Tradisi pembuatan kolam di sekitar istana, juga sudah terlihat di Keraton Plered yang
dibangun Sultan Agung pada bagian akhir pemerintahannya dengan membendung Sungai
Opak dan Winanga. Sesungguhnya Taman Sari adalah bangunan irigasi dalam konteks
peradaban kota pra-industri dalam membangun oriental despotisme yang membuat
ketergantungan kaum tani kepada para elite kerajaan.

Mengingat pada zaman Serat Cebolek, Mangkubumi dimitoskan sebagai penakluk raja
menthek, kiranya pada waktu pembangunan Taman Sari 25 tahun kemudian, mitos ini
masih tetap melekat. Masjid kecil di Taman Sari yang hanya dapat dimasuki lewat
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

lorong bawah air Sumur Gumuling, diperkirakan berfungsi sebagai tempat samadi beliau
untuk menjinakkan raja menthek yang telah ditundukkan olehnya.

Menurut hemat saya, deskripsi dan analisis Prof. Dr. Alexander Sudewa dalam Pidato
Pengukuhannya itu, perlu kita cermati bersama saat akan melakukan renovasi kompleks
Taman Sari dalam rangka kerjasama dengan Pemerintah Portugal.

Dalam konteks mantra lainnya, dapat diilustrasikan dari Kitab Wedha- Mantra, yang
masih tersimpan di Museum Sanabudaya. Kitab itu memuat ngelmu kebatinan Kangjeng
Sunan Kalijaga. Pada bab “Masaalah Dhikir” yang ada kemiripannya dengan cara
penulisan puisi “Tamba Ati‟” karya Sunan Bonang, seperti di bawab ini:

“Iki bab masaalah dhikir, iku ana nem prakara. Kang sapisan iku dhikir Suwul arane,
tegese dhikir iya anteng ing napas. Kang kapindho iku dhikir Suwul- istilah arane,
dhikir iya tegese anyipta gurune, angadeg ana netrane alise. Kang taping telu iku dhikir
Istilah -ruk-iyat arane, tegese dhikir iya ilange „ilmune. Kang kaping pat iku dhikir
Suwul ngeski arane, tegese ilang birahine.Kang kaping lima iku dhikir Suwul- ngiskiyah
arane, tegese dhikir iya ilange liyepe kari lengude.Kang kaping nem iku dhikir Nakisbandiyah
arane, tegese iya dhikir ngilangake kahanan kabeh, iya kari mung wujudullah, ing
dalem isbat Ian ilange alip, iku dadi lah-hu, Ian ilange lam awal, iku dadi lah-hu, Ian
ilange lam akhir, iku dadi hu, lan ilange hu, iku dadi ora ana lapale iya ora ana jamane, ora ana
tuduhe, iya ora ana maknane, iya mung kari jumeneng ing dzatullah, iya jumeneng kalawan
dhewe” *).

Selanjutnya jika kita membuka Kitab Mantra-Yoga, di sana termuat “Aji


kadigdayan Kasenapaten”, wasiat Kangjeng Panembahan Senapati Ingalaga Matararam
tentang ilmu kekebalan terhadap segala macam senjata api. Untuk mencapai tataran kebal
seperti itu harus disertai laku “nyirik wohing dami kinukus” selama 40 hari 40 malam,
dengan mantra:
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

“Salfa llahu „alaihi wassalam bis ayar-ayar, akas mimis kandut, kita tobat rambut, kita
pasumbon talingan kita, gisig suh, braja ampuh, sira nembaha marang ingsun, hining na‟iyat
sagedining, hining ma‟iyat sagedining, hining ma‟iyat sagedining” *).

Sebagimana telah diuraikan, mantra-mantra yang termuat dalam naskah-naskah


kuna di Keraton tersebar-sebar di berbagai bagian isi naskah, dan umumnya tertulis
dalam aksara Arab. Penelitian yang tuntas, menurut pendapat saya, perlu dilakukan oleh
para ahli, bukan sekadar dengan transliterasi dan translasi ke huruf Latin. Tetapi hendaknya
dapat disusun sedemikian, sehingga kita dapat menggali dan memahami maknanya. Siapa
tahu kelak, isinya bisa menjadi sumbangan dalam mengukuhkan jatidiri bangsa ke
depan.
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

BIDAL

Pengertian Bidal

Bidal adalah salah satu bentuk puisi lama atau puisi Melayu. Sekarang ini bidal dapat
didefinisikan sebagai adalah peribahasa atau pepatah yg mengandung nasihat, peringatan,
sindiran, dsb Menurut pemakaiannya, bidal dapat dirinci menjadi (1) peribahasa, (2) Ungkapan,
(3) perumpamaan, (4) pepatah, (5) ibarat, (6) tamsil, (7) amsal, dan (8) Pemeo.
Puisi lama

Cirri – Cirri / Karakteristik

Pada awalnya, pengertian bidal sebatas nama benda penutup ujung jari tangan yang biasa
dipakai saat menjahit agar tangan tidak tertusuk jarum. Namun dalam perkembangan
selanjutnya, Bidal lebih diartikan sebagai peribahasa atau pepatah yang mengandung nasihat,
peringatan, sindiran, dan sebagainya. bidal biasanya berupa kalimat singkat yang memiliki
makna kiasan atau figuratif yang bertujuan menangkis, menyanggah, atau menyindir.
Pengungkapan pikiran dan perasaan demikian tidak secara langsung, tapi dengan sindiran, ibarat,
dan perbandingan. Dilihat dari bentuknya, bidal tergolong dalam puisi lama. Alasannya bentuk
bidal yang singkat atau tidak sepanjang prosa. Pembagian Bidal 1. Peribahasa Merupakan bahasa
kiasan atau figuratif yang bisa berupa kalimat ataupun kelompok kata yang tetap susunannya.
Contoh:

Bagai api dengan asap artinya utuh dan tidak bisa bercerai lagi/selalu bersama-sama.
Bagai kerbau dicocok hidungnya artinya tidak ada pendirian/selalu mengekor kepada
orang lain.
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

Bagai mencincang air artinya melakukan perbuatan yang sia-sia.


Bahasa menunjukkan bangsa artinya tabiat seseorang dapat dari cara mereka bertutur
kata.
Bagai padi makin berisi makin merunduk artinya semakin tinggi ilmunya semakin rendah
hatinya.
Bagai air titik ke batu artinya sukar sekali memberikan wejangan/nasihat kepada orang
jahat.

2. Pepatah Merupakan peribahasa yang berisi nasihat atau ajaran dari orang tua. Contoh:

Hancur badan dikandung tanah, budi baik dikenang jua artinya budi baik seseorang itu
jangan dilupakan.

3. Perumpamaan Merupakan peribahasa yang berisikan perbandingan-perbandingan, biasanya


menggunakan kata-kata, seperti, bak, laksana, bagai, umpama. Contoh:

Seperti kera mendapat bunga artinya orang yang tidak tahu/tidak dapat menghargai
barang yang berguna.
Bagai ayam bertelur di padi artinya seseorang yang menginginkan hidup yang
bergelimang kesenangan dan kemewahan harta.
Bagai anjing beranak enam artinya orang yang sangat kurus perawakannya.
Bagai kucing lepas senja artinya sangat senang hingga lupa pulang.
Bagai pintu tak terpasak, perahu tak berkemudi artinya sesuatu yang dapat menimbulkan
bahaya di kemudian hari.

4. Pameo Merupakan peribahasa yang berupa semboyan, berfungsi untuk mengobarkan


semangat/menghidupkan suasana. Contoh:

Gantungkan cita-citamu setinggi bintang artinya agar kita tidak pesimis dan berusaha
untuk mencapai cita-cita itu.
Belakang parang pun akan tajam bila diasah terus-menerus artinya betapapun bodohnya
seseorang dapat diubah menjadi pintar bila ia belajar dengan sungguh-sungguh.
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

5. Ungkapan Merupakan peribahasa yang berbentuk kelompok kata. Contoh:

Tebal muka artinya tidak mempunyai malu


Panjang tangan artinya suka mengambil barang milik orang lain (suka mencuri)
Kopi Pahit artinya mendapat teguran
Sesat akal artinya hilang akal atau gila
kaki tangan artinya anak buah atau pesuruh

Contoh Bidal

apa yang tengah kau kerjakan


-bergeming-

sementara suarasuara terus berteriak


saling memaki

di jalanan kau menutup mata


tak peduli lalu lintas yang sarat

teruslah berlari
jadilah pembangkang
karena aku yakin kau tak akan bersetia dengan waktu

apa yang sedang kau lakukan


-berdiam-
ditemani gemuruh petaka
seolah tuli telingamu
dan buta pandanganmu

apa yang hendak kau cipta


kamarkamar kosong
penuh suara asing
Versi file lengkapnya dalam Ms. Wordnya Bisa Di Ambil Di:
https://bisnisbook.wordpress.com
http://ebookloe.wordpress.com

o, hampir saja lupa


kau adalah seorang yang tuli
tak mengindahkan setiap rupa

teruskan teriakan itu


sampai habis
karena putus pita suara
-berkawan sunyi-

You might also like