You are on page 1of 5

Hubungan 

Guru
10 f 2008 pada 6:05 am (Pembelajaran) 

Tags: Add new tag, Pendidikan

PENGERTIAN GURU

Guru atau pendidik adalah orang yang mempunyai banyak ilmu, mau mengamalkan dengan sungguh-sungguh, toleran dan
menjadikan peserta didiknya lebih baik dalam segala hal. (Thoifuri, 2008: 1)

UUSPN No. 20 Tahun 2003, Bab I, pasal 1 ayat 6. Guru atau Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong pelajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kehususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. (Undang-Undang RI, 2003: 5)

Makna guru atau pendidik pada prinsipnya tidak hanya mereka yang mempunyai kualifikasi keguruan secara formal,
melainkan yang terpenting adalah mereka yang mempunyai kompetensi keilmuan tertentu dan dapat menjadikan orang lain
pandai dalam matra kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Dengan demikian, guru senantiasa di hadapkan pada peningkatan kualitas pribadi dan sosialnya, jika hal ini dapat di penuhi
maka keberhasilan lebih cepat di peroleh, yaitu mampu melahirkan peserta didik yang berbudi luhur, memiliki karakter sosial dan
profesional sebagaimana yang menjadi tujuan pokok pendidikan itu sendiri. Karakter pribadi dan sosial bagi seorang guru dapat
di wujudkan sebagai berikut;

1. Guru hendaknya pandai, mempunyai wawasan luas.

2. Guru harus selalu meningkat ilmunya

3. Guru meyakini bahwa apa yang di sampaikan itu benar dan manfaat

4. Guru hendaknya berfikir obyektif

5. Guru hendaknya mempunyai dedikasi, motivasi dan loyalitas

6. Guru harus bertanggung jawab terhadap kualitas dan kepribadian moral


7. Guru harus mampu merubah watak siswa yang berwatak manusiawi

8. Guru harus menjauhkan diri dari segala bentuk pamrih dan pujian

9. Guru harus mampu mengaktualisasikan materi yang di sampaikannya

10. Guru hendaknya banyak inisiatif sesuai perkembangan iptek

Karakter guru tersebut merupakan ciri kehidupan era modern yang amat fundamental dan dengan keprofesionalan guru
itulah akan terjadi motifasi, dinamisasi, dan demokratisasi pemikiran yang mengarah pada kreatifitas konstruktif. (Thoifuri,2008:
4)

HUBUNGAN GURU DENGAN MURID MELALUI PELAKSANAAN BIMBINGAN DI SEKOLAH

Peranan guru dalam hubungannya dengan murtid bermacam-macam munurut interaksi sosial yang di hadapinya, yakni
situasi formal dalam proses belajar mengajar dalam kelas dan situasi informal.
Dalam situasi formal, yakni dalam usah guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas, guru harus sanggup menunjukkan
kewibawaan atau otoritasnya, artinya ia harus mampu mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuan anak. Kalau perlu ia
dapat menggunakan kekuasaannya untuk memaksa anak belajar, melakukan tugasnya atau mematuhi peraturan dengan
kewibawaan ia menegakkan disiplin demi kelancaran proses belajar mengajar.(Nasution, 1983: 105)

Frank Hart pada tahun 1934 menanyakan pada sejumlah 10.000 siswa sekolah menengah atas, guru yang bagaimana yang
mereka sukai dan apa sebab mereka menyukainya, alasan yang paling banyak di kemukakan adalah bahwa guru di sukai bila ia “
berperi kemanusiaan, bersikap ramah, bersahabat ” juga sering di sebut alasan seperti” suka membantu dalam pelajaran, riang,
gembira, mempunyai rasa humor, menghargai lelucon”. Yang kurang di sukai adalah guru-guru yang sering mencela, marah,
menggunakan sindiran atau kata-kata yang tajam. (Nasution, 1983: 133)

Maka dengan adanya berbagai penelitian tersebut sikap otoritarisme guru semakin terkikis dan berganti dengan sikap
demokratisasi dan pemahaman kepada murid, melaui bimbingan yang berkesinambungan baik di dalam kelas maupun di luar
kelas.

Peranan guru dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah dapat di bedakan menjadi dua yaitu;

1. tugas guru dalam layanan bimbingan di kelas

Guru perlu mempunyai gambaran yang jelas tentang tugas-tugas yang harus di lakukannya dalam kegiatan bimbingan,
kejelasan tugas ini dapat memotivasi guru untuk berperan secara aktif dalam kagiatan bimbingan dan mereka merasa ikut
bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan itu, sehubungan dengan itu rochman natawijaya dan moh. Surya, dalam
soetjipto menyatakan bahwa fungsi bimbingan dalam proses belajar mengajar itu merupakan salah satu kompetensi guru
yang terpadu dalam keseluruhan pribadinya, perwujudan kompetensi ini tampak dalam kemampuannya untuk menyesuaikan
diri dengan karakteristik siswa dan suasana belajarnya. (SOETJIPTO, 2000: 107)

Perilaku guru dapat mempengaruhi keberhasilan belajar, misalnya guru yang bersifat otoriter akan menimbulkan suasana
tegang, hubungan guru dan siswa menjadi kaku, keterbukaan siswa untuk mengemukakan-mengemukakan kesulitan sehubungan
dengan kesulitan itu menjadi terbatas. Oleh karena itu guru harus dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam belajar-mengajar.

Abu ahmadi (soetjipto,2000:109) mengemukakan peran guru sebagai pembimbing dalam melaksanakan proses belajar
mengajar, sebagai berikut;

a. Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan
dan prestasi yang di capainya mendapat penghargaan dan perhatian. Suasana yang demikian dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa, dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa.

b. Mengusahakan agar siswa dapat memahami dirinya, kecakapan, sikap, minat, dan pembawaannya.

c. Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku sosial yang baik. Tingkah laku siswa yang tidak matang dalam
perkembangan sosialnya ini dapat merugikan dirinya sendiri maupun teman-temannya.

d. Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Guru dapat
memberikan fasilitas waktu, alat atau tempat bagi para siswa untuk mengembangkan kemampuan.
e. Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan minatnya. Berhubung guru relatif
lama bergaul dengan siswa, maka kesempatan tersebut dapat di manfaatkannya untuk memahami potensi siswa.

1. Tugas Guru Dalam Operasional Bimbingan Di Luar Kelas.

Tugas guru dalam layanan bimbingan tidak terbatas dalam kegiatan proses belajar- mengajar atau dalam kelas saja,
tetapi juga kegiatan-kegiatan bimbingan di luar kelas. Tugas itu antara lain;

a. Memberikan pengajaran perbaikan.

b. Memberikan pengayaan dan pengembangan bakat siswa.

c. Melakukan kunjungan rumah.

d. Menyelenggarakan kelompok belajar.

PERANAN GURU TERHADAP LINGKUNGAN MASYARAKAT.

Peranan guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru. Kedudukan
sosial guru yang berbeda dari negara ke negara dan dari zaman ke zaman menimbulkan suatu persepsi pula dalam masyarakat itu
sendiri. Pada zaman hindu misalanya guru menduduki tempat yang sangat terhormat sebagai satu-satunya sumber ilmu, murid
harus datang kepadanya untuk memperoleh ilmu sambil menunjukkan baktinya.

Di negara kita kedudukan guru sebelum perang dunia II sangat terhormat karena hanya mereka yang terpilih dapat
memasuki lembaga pendidikan guru. Hingga kini citra tentang guru masih tinggi walaupun yang di cita-citakan tidak selalu
sejalan dengan kenyataan.

Kerena kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harapan yang tinggi tentang peranan guru, harapan-
harapan itu tidak dapat di abaikan oleh guru, bahkan dapat menjadi norma yang turut menentukan kelakuan guru. (Nasution,
1983:108)

Guru dalam masyarakat sudah di anggap oarang yang mempunyai ilmu lebih di banding dengan anggota masyarakat yang
tidak berprofesi sebagai guru. Sekarang setiap orang memperoleh predikat guru setelah tamat dari Perguruan Tinggi Keguruan
kemudian menjadi guru di sekolah. Hal inilah yang menyebabkan kewibawaan guru menurun, mereka menjadi guru hanya di
dasarkan pada persyaratan formalitas ijazah/sertifikat, padahal persyaratan ijazah tersebut hanyalah sebagian dari persyaratan
lainnya, seperti; persyaratan sikap, mental dan kepribadian. (Thoifuri,2008:163)

Boleh di bilang bahwa guru yang mempunyai sikap, mental,dan kepribadian baik, maka dengan sendirinya ijazah tidak
terlalu serius disertakan. Fakta menunjukkan bahwa guru swasta masih banyak yang tidak mampunyai ijazah formal, namun
mereka tetap menjadi guru, baik di sekolah formal maupun di masyarakat. Bahkan guru tersebut lebih berwibawa di banding guru
yang berijazah.

Memahami fenomena ini, maka berdasarkan aspek tempat mengajar ada guru formal dan non formal, dua kategori guru ini
pada dasarnya sama-sama hidup dalam lingkungan masyarakat yang mempunyai aturan, tata nilai, dan norma untuk di
laksanakan oleh guru. Dan masyarakat pun memandang guru yang sebenarnya adalah mereka yang mempunyai kepribadian
positif, tidak memandang punya ijazah atau tidak punya ijazah.
Dengan demikian guru dalam lingkungan masyarakat terletak pada sejauh mana guru itu mampu mencerdaskan kehidupan
warganya berdasarkan pancasila dan tujuan pendidikan nasional. Guru di harapkan mempunyai kontribusi dalam pembangunan
masyarakat sehingga interaksi sosial dapat berjalan dengan aman, damai dan harmonis. (Thoifuri,2008:164)

HUBUNGAN GURU DENGAN GURU-GURU LAIN MELALUI ORGANISASI PROFESIONAL KEGURUAN.

Guru-guru cenderung bergaul dengan sesama guru. Guru terikat oleh norma-norma masyarakat yang dapat menjadi
hambatan untuk mencari pergaulan dengan golongan lain yang tidak di bebani oleh tuntutan-tuntutan tentang kelakuan tertentu,
guru dan sesama guru mudah saling memahami dan dalam pergaulan antara sesama rekan dapat memelihara kedudukan dan
peranannya sebagai guru, itu sebabnya guru-guru akan membantu cliquenya sendiri. (Nasution,1983:112)

Perkumpulan guru juga menggambarkan peranan guru seperti fungsinya bagi guru itu sendiri dan masa depan lembaga yang
di tempatinya.

1. Fungsi Organisasi Profesional Keguruan

Sebagai jabatan profesi, guru harus mempunyai wadah untuk menyatukan gerak langkah dan mengendalikan
keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Di indonesia wadah ini telah ada yakni; persatuan guru republik indonesia
(PGRI). PGRI di dirikan di surakarta pada tanggal 25 november 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru indonesia dalam
mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa. (Hermawan.S, 1989)

salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi keguruan serta meningkatkan
kesejahteraan mereka. (Soetjipto,2000:35)

selanjutnya soetjipto menguraikan empat misi utama PGRI, yaitu;

a. Misi politis/ideologi

b. Misi persatuan organisatoris

c. Misi profesi

d. Misi kesejahteraan

2. Jenis-Jenis Organisasi Keguruan

Di samping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang di akui pemerintah sampai saat ini, ada
organisasi guru yang di sebut musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran pejabat
departemen pendidikan dan kebudayaan. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru
dalam kelompoknya masing-masing.

Selain PGRI, adalagi organisasi profesional resmi di bidang pendidikan yaitu; Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia
(ISPI), yang saat ini telah mempunyai divisi-divisi antara lain; Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), Himpunan
Serjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN), Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia (HSPBI), dll.
Hubungan formal antara organisasi-organisasi ini dngan PGRI masih belum tampak secara nyata, sehingga belum di
dapatkan kerja sama yang saling menunjang dan menguntungkan dalam peningkatan mutu anggotanya. Sebagian anggota
PGRI yang sarjana mungkin juga menjadi anggota salah satu divisi dari ISPI, tetapi tidak banyak anggota ISPI staf pengajar
di LPTK yang yang juga menjadi amggota PGRI. (Soetjipto,2000:37)

HUBUNGAN GURU DENGAN KEPALA SEKOLAH MELALUI PENGELOAAN ADMINISTRASI.

Di sekolah guru berada dalam kegiatan administrasi sekolah, sekolah melaksanakan kegiatan untuk menghasilkan lulusan
yang jumlah serta mutunya telah di tetapkan. Dalam lingkup administrasi sekolah peranan guru sangatlah penting dalam
menentukan kebijaksanaan dan melaksanakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pembiayaan
dan penilaian kegiatan kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana, personalia sekolah, keuangan dan hubungan sekolah dengan
masyarakat, Guru harus aktif memberikan sumbangan, baik pikiran maupun tenaganya. Administrasi sekolah sifatnya
kolaboratif, artinya pekerjaan yang didasarkan atas kerjasama, dan bukan bersifat individual. Oleh karena itu semua personel
sekolah termasuk guru harus terlibat. (Soetjipto,2000:143)

Di dalam pelaksanaan kurikulum tugas guru adalah mengkaji kurikulum tersebut melalui kegiatan perseorangan atau
kelompok (dapat dengan sesama guru di sekolah, sekolah lain, atau kepala sekolah). Dengan demikian guru dan kepala sekolah
memahami kurikulum tersebut sebelum di laksanakan. (Soetjipto,2000:149)

Dalam hal pengembangan pembelajaran kepala sekolah dapat memberi dorongan dan kemudahan kepada guru sesuai mata
pelajaran yang di ajarkannya, misalnya; melengkapi perpustakaan, mendorong guru untuk melakukan penelitian, memberikan
kesempatan guru untuk mengambil inisiatif dalam mengembangkan mata pelajaran tersebut, atau memberikan kesempatan
kepada guru untuk mengikuti program peningkatan mutu, baik melalui penyegaran, penataran atau pendidikan lanjut.
(Soetjipto,2000:155)

Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar kerjasama dan konsultasi guru dengan kepala sekolah merupakan syarat yang
harus di lakukan, hal ini dapat di pakai sebagai wahana untuk menghindari kesalahan perencanaan, di samping untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru itu sendiri. (Soetjipto,2000:160)

You might also like