You are on page 1of 23

MAKALAH

HUKUM PASAR MODAL

Ditulis sebagai salah satu tugas pada mata kuliah


Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Disusun Oleh
Nama : Desrian Dwi Senjari
NPM : 083341011
Kelas : Reg. Pagi ( Akuntansi )

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE)

LA TANSA MASHIRO
RANGKASBITUNG
2010 / 2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya makalah sederhana ini dapat terselesaikan, shalawat serta salam
semoga tercurah kepadanabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahaba, serta
kita sebagaiumtanya hingga akhir zaman.
Dalam penulisan makalah ini penuli ingin mengucapkan banyak terima
kasih kedapa orang tua, para dosen dan seluruh teman-teman yang telah banyak
membantu baik dari segi moril maupun materil, sekali lagi saya ucapkan terima
kasih.
Selanjutnya saya berharap makalah sederhana ini semoga dapat
bermanfaat bagi penulis khusunya dan seluruh mahasiswa La Tansa Mashiro pada
umumnya, kritik serta saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan
guna perbaikan penulisan makalah selanjutnya.

Hormat saya,

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Penegakan Hukum di Bidang Pasar Modal
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Mengurai Makna Hukum


2.2. Fungsi Hukum
2.3. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pasar Modal
2.4. Kasus-kasus
2.5. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pelanggaran
Pasar Modal
2.6 Undang-undang No. 8 Tahun 1995
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1. Penegakan Hukum di Bidang Pasar Modal


Hukum berfungsi untuk menciptakan dan menjaga ketertiban serta
kedamaian di dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu terdapat adagium
"Ibi ius ubi Societas ", (dimana ada masyarakat disitu ada hukum).
Dalam perkembangan hukum, dikenal dua jenis hukum yaitu: hukum
Privat dan hukum Publik. Hukum Privat mengatur hubungan antara orang
perorangan, sedangkan hukum publik mengatur hubungan antara negara
dengan individu.
Perkembangan hukum berkaitan erat dengan perkembangan
masyarakat. Menurut mazhab Jerman, perkembangan hukum akan selalu
tertinggal dari perkembangan masyarakal. Perkembangan di dalam
masyarakat, menyebabkan pula perkembangan kebutuhan masyarakat
terhadap hukum. Kondisi demikian mendorong terjadinya perkembangan di
bidang hukum privat maupun hukum publik. Kegiatan yang pesat di bidang
ekonomi misalnya, menurut sebagian masyarakat menyebabkan peraturan
yang ada di bidang perekonomian tidak lagi dapat mengikuti dan
mengakomodir kebutuhan hukum di bidang ini, sehingga dibutuhkan aturan
yang baru di bidang hukum ekonomi.
Hukum Ekonomi Keuangan merupakan salah satu bagian dari Hukum
ekonomi yang salah satu aspeknya mengatur kegiatan di bidang Pasar modal.
Marzuki Usman menyatakan pasar modal sebagai pelengkap di sektor
keuangan terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga pembiayaan.
Pasar Modal merupakan tempat dimana dunia perbankan dan asuransi
meminjamkan dananya yang menganggur. Dengan kata lain, Pasar Modal
merupakan sarana moneter penghubung antara pemilik modal (masyarakat
atau investor) dengan peminjam dana (pengusaha atau pihak emiten).
Keberadaan pasar modal menyebabkan semakin maraknya kegiatan
ekonomi, sebab kebutuhan keuangan (financial need) pelaku kegiatan
ekonomi, baik perusahaan-perusahaan swasta, individu maupun pemerintah
dapat diperoleh melalui pasar modal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mengurai Makna Hukum
Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan
menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi
hukum guna menjamin pentaatan terhadap ketentuan yang ditetapkan
tersebut, sedangkan menurut Satjipto Rahardio, penegakan hukum adalah
suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum (yaitu
pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam
peraturan-peraturan hukum) menjadi kenyataan. Secara konsepsional, inti dan
arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan
nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang mantap dan
mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap
akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakannya keberhasilan penegakan hukum
mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti yang netral,
sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor
tersebut. Faktor-faktor ini saling berkaitan dengan eratnya, merupakan esensi
serta tolak ukur dari effektivitas penegakan hukum.
Faktor-faktor Hukum :
1. Hukum (undang-undang).
2, Penegak hukum, yakni fihak-fihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum.
3. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai. hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

2.2 Fungsi Hukum


Di dalam suatu negara yang sedang membangun, fungsi hukum
tidak hanya sebagai alat kontrol sosial atau sarana untuk menjaga stabilitas
semata, akan tetapi juga sebagai alat untuk melakukan pembaharuan atau
perubahan di dalam suatu masyarakat, sebagaimana disebutkan oleh Roscoe
Pound (1870-1874) salah seorang tokoh Sosiological Jurisprudence, hukum
adalah as a tool of social engineering disamping as a tool of social Control
Politik hukum pidana (kebijakan hukum pidana) sebagai salah satu usaha
dalam menanggulangi kajahatan, mengejewantah dalam penegakan hukum
pidana yang rasional. Penegakan hukum pidana yang rasional tersebut terdiri
dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi yaitu
1. Tahap Formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh
badan pembentuk undang-undang. Dalam tahap ini pembentuk undang-
undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan
keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian
merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana
untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik,
dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini dapat juga
disebut dengan tahap kebijakan legislatif.
2. Tahap Aplikasi, tahap penegakan hukum pidana ( tahap penerapan hukum
pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian,
kejaksaan hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum
menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-undangan pidana
yang telah dibuat oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam
melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum harus memegang teguh
nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap kedua ini dapat juga disebut
tahap kebijakan yudikatif.
3. Tahap Eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana
secara konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat
pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan pidana yang telah dibuat
oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah
ditetapkan oleh pengadilan. Aparat pelaksana dalam menjalankian
tugasnya harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana
yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undangan (legislatur) dan nilai-
nilai keadilan serta daya guna.
Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai
suatu usaha atau proses yang rasional yang sengaja direncanakan untuk
mencapai tujuan tertentu, jelas harus merupakan suatu jalinan mata rantai
aktivitas yang tidak terputus yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara
pada pidana dan pemidanaan.
Dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana dalam kegiatan
pasar modal, maka konsep penegakan hukum yang dimaksud dalam tulisan
ini adalah penegakan hukum dalam arti Law Enforcement. Joseph Golstein,
membedakan penegakan hukum pidana atas tiga macam yaitu
Pertama, Total Enforcement, yakni ruang lingkup penegakan
hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif.
Penegakan hukum yang pertama ini tidak mungkin dilakukan sebab para
penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana. Disamping
itu, hukum pidana substantif itu sendiri memiliki kemungkinan memberikan
batasan-batasan. Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut dengan area of no
enforcement.
Kedua, Full Enforcement, yaitu Total Enforcement setelah
dikurangi area of no enforcement, dimana penegak hukum diharapkan
menegakkan hukum secara maksimal, tetapi menurut Goldstein hal inipun
sulit untuk dicapai (not a realistic expectation), sebab adanya keterbatasan-
keterbatasan dalam bentuk waktu, personal, alat-alat dana dan sebagainya
yang dapat menyebabkan dilakukannya diskresi
Ketiga, Actual Enforcement, Actual Enforcement ini baru dapat
berjalan apabila, sudah terdapat bukti-bukti yang cukup. Dengan kata lain,
harus sudah ada perbuatan, orang yang berbuat, saksi atau alat bukti yang lain,
serta adanya pasal yang dilanggar.
Memperhatikan beberapa pendapat di atas, penegakan hukum
dapat dibedakan atas dua macam, yaitu penegakan hukum dalam arti luas
seperti yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief dari buku Hoefnagels, serta
penegakan hukum dalam srti sempit yang lebih ditujukan pada penegakan
peraturan perundang-undangan atau yang lebih dikenal dengan Law
Enforcement.
2.3 Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pasar Modal
Bapepam adalah lembaga regulator dan pengawas pasar modal,
dipimpin oleh seorang ketua, dibantu seorang sekretaris, dan tujuh orang
kepala biro terdiri atas;
- Biro perundang-undangan dan Bantuan Hukum
- Biro Pemeriksaan dan Penyidikan
- Biro Pengelolaan dan Riset
- Biro Transaksi dan Lembaga Efek
- Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa
- Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil.
- Biro Standar dan Keterbukaan.
Bila terjadi pelanggaran perundang-undangan pasar modal atau
ketentuan di bidang pasar modal lainnya maka, Bapepam sebagai penyidik
akan melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
tersebut, hingga bila memang telah terbukti akan menetapkan sanksi kepada
pelaku tersebut. Penetapan sanksi akan diberikan atau diputuskan oleh ketua
Bapepam setelah mendapat masukan dari bagian pemeriksaan dan
penyidikan Bapepam.
Bila mereka yang dikenai sanksi dapat menerima putusan tersebut.
Maka pihak yang terkena sanksi akan melaksanakan semua yang telah
ditetapkan oleh Bapepam. Permasalahan akan berlanjut bila sanksi yang telah
ditetapkan tersebut tidak dapat diterima atau tidak dilaksanakan, misalnya
denda yang telah ditetapkan oleh Bapepam tidak dipenuhi oleh pihak yang
diduga telah melakukan pelanggaran, maka akan dilanjutkan dengan tahap
penuntutan, dengan menyerahkan kasus tersebut kepada pihak Kejaksaan
sebagai lembaga yang berwenang melakukan penuntutan.
Demikian pula dengan Bursa Efek, sebagai lembaga yang
menyelenggarakan pelaksanaan perdagangan efek, apabila di dalam
melakukan transaksi perdagangan efek menemukan suatu pelanggaran, yang
berindikasi adanya pelanggaran yang bersifat pidana, lembaga ini akan
menyerahkan pelanggaran tersebut kepada Bapepam untuk dilakukan
pemeriksaan dan penyidikan.
Kewenangan melakukan penyidikan terhadap setiap kasus
(pelanggaran peraturan perundangan pidana) bagi Bapepam, diberikan oleh
KUHAP seperti tercantum di dalam ketentuan Pasal 6 (ayat 1) huruf (b). yang
menyebutkan :
“Penyidik adalah aparat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang.”
Kewenangan ini merupakan pengejewantahan dari fungsi Bapepam sebagai
lembaga pengawas.
Tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal dijelaskan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 46 tahun 1995. Bapepam akan melakukan pemeriksaan
bila :
1. Ada laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang adanya
pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal
2. Bila tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak-pihak yang memperoleh
perizinan, persetujuan atau dari pendaftaran dari Bapepam ataupun dari
pihak lain yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada
Bapepam, dan
3. Adanya petunjuk telah terjadinya pelanggaran perundang-undangan di
bidang pasar modal
Di dalam melaksanakan fungsi pengawasan, menurut UUPM
Nomor. 8 Tahun 1995 bertugas dalam pembinaan, pengaturan dan
pengawasan kegiatan-kegiatan pelaku ekonomi di pasar modal. Dalam
melaksanakan berbagai tugasnya ini, Bapepam memiliki fungsi antara lain,
menyusun peraturan dan menegakkan peraturan di bidang pasar modal,
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin,
persetujuan dan pendaftaran dari Bapepam dan pihak lain yang bergerak di
bidang pasar modal, menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh pihak yang
dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, lembaga kliring dan penjaminan, maupun
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lainnya.
Dengan berbagai fungsinya tersebut, Bapepam dapat mewujudkan
tujuan penciptaan kegiatan pasar modal yang teratur, dan efisien serta dapat
melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Dalam melaksanakan
fungsi penegakan hukum, Bapepam bersikap proaktif bila terdapat indikasi
pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal. Dengan melakukan
pemeriksaan, dan atau penyidikan, yang didasarkan kepada laporan atau
pengaduan dari pelaku-pelaku pasar modal, data tersebut dianlisis oleh
Bapepam dan dari hasil tersebut dijadikan konsumsi publik dengan melakukan
pemberitaan melalui media massa.
Sejak tahun 1997, Bapepam melaksanakan press release secara
berkala kepada masyarakat, antara lain melalui media massa dan media
internet. Presss Release yang dikeluarkan oleh Bapepam, merupakan bentuk
publikasi dan pertanggungjawaban kepada masyarakat mengenai kondisi, dan
keberadaan suatu perusahaan, dan juga kebutuhan masyarakat akan informasi
pasar modal lainnya misalnya, bila ada kebijakan perundang-undangan yang
baru dari Bapepam. Selain itu pula, kebijakan untuk selalu membuat laporan
kepada masyarakat melalui press release ini adalah merupakan perwujudan
dari prinsip kejujuran dan keterbukaan (tranparansi) yang dianut oleh lembaga
pengawas pasar modal ini.

2.4. Kasus-kasus
Dalam laporan penelitian ini, peneliti mengambil data penegakan
hukum 5 (lima) tahun terakhir mulai tahun 1999 hingga tahun 2004, untuk
mengetahui kebijakan yang ditempuh oleh Bapepam dalam menyelaesaikan
kasus-kasus di bidang pasar modal, terutama penyelesaian terhadap kasus-
kasus tindak pidana pasar modal.
a. Pada tahun 1999,
Kasus yang diperiksa di tahun 1999 adalah sebanyak 10 kasus,
yang terinci sebagai berikut :
 Perdagangan Orang Dalam, sebanyak 1 kasus
 Keterbukaan Informasi, sebanyak 3 kasus;
 Pengendalian Inheren , sebanyak 4 kasus;
 Gagal Serah/Gagal Bayar, sebanyak 1 kasus;
 Manipulasi Pasar, sebanyak 1 Kasus.
Dari kasus-kasus di atas, Bapepam telah melaksanakan
pemeriksaan dan telah berhasil menyelesaikan 4 kasus, sedangkan sisanya
sebanyak enam kasus masih dalam proses.
Diantara kasus yang diperiksa Bapepam sepanjang tahun 1999,
yang paling menarik adalah kasus PT Bank Bali tbk. Dalam kasus ini, tim
penyidik Bapepam telah menyampaikan kasus ini ke Kejaksaan Agung,
Kasus ini adalah kasus tindak pidana di bidang pasar modal oleh PT. Bank
Bali Tbk, yang tidak menyampaikan informasi kepada Bapepam tentang
adanya pengalihan piutang pada bank lain.
b. Pada Tahun 2000
Selama tahun 2000, Bapepam telah melakukan pemeriksaan
terhadap dugaan pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di bidang
Pasar Modal sebanyak 39 kasus, yang terinci sebagai berikut :
 Perdagangan Orang dalam, sebanyak 2 kasus;
 Keterbukaan informasi, sebanyak 16 kasus;
 Pengendalian Inheren, sebanyak 3 kasus;
 Kegiatan Pasar Modal tanpa Ijin, sebanyak 4 kasus;
 Manipulasi Pasar, sebanyak 6 kasus;
 Transaksi Benturan Kepentingan, sebanyak 6 kasus;
 Informasi Menyesatkan, sebanyak 2 kasus.
Dari sebanyak 39 kasus yang ditangani Bapepam, 28 kasus telah
berhasil diselesaikan, sedangkan sisanya sebanyak 11 kasus masih dalam
proses. Bapepam juga telah meningkatkan status tiga kasus tindak pidana
pasar modal dari tahap pemeriksaan ke dalam tingkat penyidikan.
Salah satu kasus yang menarik sepanjang tahun 2000 adalah
kasus penerbitan sekaligus publikasi sebanyak sembilan press release pada
bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2000 oleh PT Lippo e-Net Tbk,
dimana beberapa diantara Press release tersebut mengandung informasi
yang kurang tuntas dalam penjabarannya, serta kurang didukung oleh fakta-
fakta yang dapat menjelaskan informasi di dalamnya. Atas kasus tersebut,
Bapepam telah mengenakan sanksi administratif berupa denda kepada PT.
Lippo e-Net Tbk dan para pengurus perusahaan. Selain itu, Bapepam juga
mewajibkan kepada Emiten untuk menanggung biaya registrasi sahamnya
dalam rangka perdagangan saham tanpa warkat serta memerintahkan kepada
emiten untuk mengumumkan kepada masyarakat mengenai perkembangan
terakhir kegiatan usaha perseroan di bidang cyber internet dan e-commerce
c. Pada Tahun 2001
Selama tahun 2001, Bapepam melakukan pemeriksaan terhadap
34 kasus ditambah 10 kasus yang belum terselesaikan di tahun 2000,
sehingga total kasus yang diperiksa selama tahun 2001 adalah 44 kasus.
Sampai akhir 2001, Bapepam telah berhasil menyelesaikan 33 kasus atau
75 % dari total kasus yang diperiksa selama tahun 2001.
Kasus yang cukup menarik masyarakat selama tahun 2001 adalah
antara lain kasus Pemalsuan Saham PT Tjiwi Kimia Tbk. Kasus ini berawal
dari laporan PT. Tjiwi Kimia Tbk yang disampaikan kepada BEJ dengan
Tembusan ke Bapepam, yang melaporkan bahwa telah terjadi pemalsuan
saham PT. Tjiwi Kimia Tbk atas nama PT Purinusa Eka Persada sebanyak
13.517.010 lembar saham. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pemalsuan
tersebut diduga dilakukan oleh beberapa karyawan PT Sinartama Gunita
selaku Biro Administrasi Efek yang dibantu oleh pihak lain. Dugaan
pemalsuan saham ini telah diserahkan kepada pihak kepolisian, sedangkan
Bapepam telah menjatuhkan sanksi administratif berupa peringatan tertulis
kepada para perusahaan efek yang telah lalai dalam melakukan transaksi
saham PT. Tjiwi kimia Tbk.
Dugaan manipulasi pasar dan insider trading terhadap
perdagangan saham PT. Bank Central Asia Tbk (BCA) merupakan kasus
yang paling mendapat sorotan di tengah gencarnya kontroversi program
divestasi saham Pemerintah pada bank swasta nasional terbesar di
Indonesia. Tidak hanya pengamat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI
juga menaruh perhatian besar dan mengikuti secara cermat perkembangan
hasil pemeriksaan Bapepam untuk menyebarluaskan setiap perkembangan
dari hasil pemeriksaan atas kasus tersebut.
Setelah melakukan berbagai kegiatan investigasi selama kurang
lebih 4 bulan, pada awal Oktober 2001 Tim Pemeriksa akhirnya
menyimpulkan bahwa pergerakan dan perubahan harga saham BCA di
Bursa Efek Jakarta periode transaksi Mei sampai Juni 2001 yang cukup
signifikan ternyata lebih disebabkan oleh reaksi pasar dan perilaku pemodal
yang menyikapi rencana divestasi saham pemerintah pada perusahaan
publik tersebut secara cukup emosional. Dengan kata lain, belum cukup
bagi Tim Pemeriksa untuk secara yuridis menyimpulkan telah terjadi
manipulasi pasar dan insider trading pada kasus tersebut.
d. Pada Tahun 2002
Selama tahun 2002, Bapepam telah melakukan pemeriksaan dan
atau penyidikan terhadap 40 kasus, ditambah 4 kasus yang belum
terselesaikan di tahun 2001 sehingga total kasus yang diperiksa dan atau
disidik adalah 44 kasus. Dari 44 kasus tersebut, 33 kasus diantaranya (75 %)
telah berhasil diselesaikan oleh Bapepam, sedangkan sisanya masih dalam
pemeriksaan dan atau penyidikan.
Selama tahun 2002, sebanyak 2 kasus telah ditingkatkan ke tahap
penyidikan. Salah satu terobosan penting dalam penegakan hukum pasar
modal yang dilakukan, Bapepam pada tahun 2002 adalah dilakukannya
upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan dua orang pelaku tindak
pidana di pasar modal untuk kepentingan penyidikan, atas kasus
perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk. Upaya dimaksud
dilakukan melalui kerjasama yang baik dengan pihak Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Salah satu kasus yang menarik perhatian baik nasional, maupun
internasional, yang terjadi di tahun 2002 adalah kasus divestasi saham PT
Indonesian Satellite Corporation (Indosat) Tbk.
e. Pada Tahun 2003
Di tahun 2003, Bapepam telah menerima laporan dan pengaduan
sejumlah 28 dugaan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di
bidang Pasar modal, baik yang disampaikan oleh Biro Teknis Bapepam,
SRO maupun masyarakat. Terhadap 28 kasus tersebut, Biro pemeriksaan
dan Penyidikan telah melakukan pemeriksaan terhadap 25 kasus dan
penyidikan sebanyak 3 kasus.
Kasus yang menarik perhatian sepanjang tahun 2003 adalah kasus
Penyajian Laporan Keuangan dan Keterbukaan PT Bank Lippo Tbk karena
adanya perbedaan laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September
2002 yang dipublikasikan di media massa pada tanggal 28 November 2002
dengan Laporan Keuangan periode yang sama ke PT BEJ. Dari kedua versi
laporan tersebut, terdapat perbedaan data laporan keuangan. Perbedaan
tersebut adalah di dalam laporan Keuangan LPBN yang dipublikasikan
melalui media massa disebutkan bahwa, total aktiva Rp.24 triliun dengan
laba bersih sebesar Rp. 98 miliar. Sementara dalam Laporan Keuangan ke
PT BEJ (Nomor. Pengumuman 1120/BEJ-2002), total aktiva berkurang
menjadi Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih menjadi Rp. 1.3 triliun. Laporan
Keuangan yang disampaikan ke PT BEJ tersebut adalah perbandingan
Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang diaudit dengan Laporan
Keuangan per 30 September 2001 yang tidak diaudit. Laporan keuangan
juga menyajikan perbedaan mencolok pada laba operasional yaitu rugi Rp.
1,2 triliun (pada laporan ke PT BEJ) dibandingkan dengan laba Rp.170
miliar (pada laporan publikasi media massa).
Dari hasil pemeriksaan Tim disimpulkan bahwa adanya kekurang
hati-hatian Direksi PT Bank Lippo Tbk dalam mencantumkan kata “audit”
dan opini Wajar Tanpa Pengeculian pada iklan laporan keuangan per 30
September 2002 pada tanggal 28 November 2002 dan adanya kelalaian
Akuntan Publik Drs. RK., Partner KAP Prasetio, Sarwoko dan Sanjaya,
berupa keterlambatan dalam menyampaikan peristiwa penting dan material
mengenai penurunan nilai AYDA (aset yang diagunkan) PT Bank Lippo
Tbk kepada Bapepam.
f. Pada tahun 2004
Di tahun 2004 (sampai 10 Agustus 2004), Bapepam melakukan
pemeriksaan 22 kasus pelanggaran, yang diantaranya sebanyak 15 kasus
masih dalam proses pemeriksaan, 6 (enam) kasus telah selesai, dan satu
diantaranya yaitu kasus transaksi obligasi dan obligasi REPO yang
dilakukan oleh Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali, telah ditingkatkan
statusnya dari pemeriksaan ke penyidikan.
Dengan ditingkatkannya dari status pemeriksaan ke penyidikan
pada kasus transaksi obligasi dan obligasi REPO, maka Bapepam hingga
saat ini telah melakukan penyelidikan terhadap 6 kasus (yang 5 kasusnya
merupakan tunggakan kasus dari tahun sebelumnya), yang terinci sebagai
berikut :
1. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia
Infrastruktur Tbk (BIMA), yang status penyidikannya selesai (P21), dan
akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
2. Kasus tindak pidana divestasi saham PT Indosat Tbk (ISAT), yang status
penyidikannya dihentikan, dan telah diterbitkan SP3;
3. Kasus tindak pidana transaksi obligasi dan obligasi REPO oleh PT. Bank
Asiatic dan Bank Dagang Bali, yang status penyidikannya masih dalam
proses;
4. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Ryene Adibusana Tbk
(RYAN);
5. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia
Infrastruktur Tbk (BIMA) - dengan pelaku Amir Soehendro Samirin dan
Jean Nasution - yang status penyidikannya masih dalam proses;
6. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Primarindo Asia
Infrastruktur Tbk (BIMA) yang dilakukan oleh Judiono Tosin yang status
penyidikannya masih dalam proses.
Dari kasus-kasus yang ditemukan, baik berdasarkan laporan
masyarakat, ataupun dari Bursa Efek Jakarta, yang menilai adanya indikasi
kecurangan yang dilakukan oleh pemain, maka penyelesaian yang
dilakukan oleh Bapepam terhadap seluruh kasus pasar modal yang pernah
terjadi, baik kasus perdata maupun yang berindikasi pidana, seringkali
diberi putusan yang bersifat administrasi, Walaupun pada awalnya
pemeriksaan telah sampai pada tahap penyidikan, yang dilakukan oleh tim
penyidik Bapepam, namun pada akhirnya selalu diselesaikan tanpa melalui
proses Sistem Peradilan Pidana, tetapi diselesaikan di tingkat Bapepam,
dengan dikenakan hukuman atau sanksi denda administrasi.
Dengan berpijak pada teori yang dikemukankan oleh Yoseph
Goldstein, maka hal ini termasuk di dalam Full Enforcement. Hal ini
disebabkan masih adanya pembatas, yang dapat berupa diskresi atau
kebijakan yang diambil oleh Ketua Bapepem, dalam rangka penyelesaian
kasus tersebut secara cepat. Dengan kata lain, Ketua Bapepam bertujuan
agar, kerugian negara di dalam perdagangan ini, dapat cepat kembali.
Sebagai salah satu bukti, bahwa pada awal Januari hingga bulan Agustus
tahun 2004, Bapepam telah menjatuhkan sanksi adminstratif kapada 216
pihak. Total nilai denda yang dikenakan kepada 216 pihak tersebut sebesar
Rp. 5,7 milyar rupiah, dari jumlah ini, telah dilakukan pembayaran oleh
pihak-pihak tersebut sebesar Rp. 4,6 milyar. Dalam hal ini, dapat dikatakan
bahwa, Ketua Bapepam lebih cenderung untuk menyelesaikan kasus
pelanggaran tersebut, dengan menempuh jalur di luar pengadilan.
Memperhatikan fakta dalam penyelesaian kasus-kasus di atas,
peneliti berusaha mencari jawaban mengapa seolah-olah Bapepam
senantiasa menghindar untuk memperoses kasus-kasus tersebut dengan
menggunakan kebijakan hukum pidana seperti yang telah diatur dalam
ketentuan pidana dalam UUPM kepada pelaku pelanggaran perundang-
undangan pasar modal (tindak pidana pasar modal) baik yang berkualifikasi
sebagai delik kejahatan maupun delik pelanggaran.
Informan dari biro pemeriksaan dan penyidikan Bapepam
menjelaskan, memang selama ini kasus-kasus pasar modal yang berindikasi
pidana maupun perdata diselesaikan pada tingkat Bapepam (luar
persidangan) dengan hukuman berupa denda administrasi, belum pernah
sekalipun ditempuh penyelesaian melalui kebijakan pidana (sistem peradilan
pidana). Sebenarnya hal ini bukan tanpa alasan. Dijelaskan pula bahwa,
jika diselesaikan melalui jalur pengadilan (pidana), akan memakan waktu
yang cukup lama, selain karena masalah pembuktian yang sangat sulit,
sehingga uang yang hilangpun lambat pula kembalinya.
Alasan lainnya adalah, sebagaimana sanksi pidana yang
menganut effek jera bagi yang dikenakan sanksi tersebut, sanksi yang
berupa denda administrasi juga mengandung effek jera. Ini disebabkan, di
dalam dunia usaha, nama baik sangatlah penting. Seperti diketahui bahwa
hukum pidana dengan sanksi pidananya, akan menimbuilkan stigma bagi
orang yang terkena, sehingga diprosesnya pihak-pihak (pelaku
pelanggaran ) secara pidana, serta dijatuhi hukuman pidana, akan
berdampak pada tercorengnya nama baik mereka, sehingga jika akan
memasuki lagi dunia pasar modal akan mengalami kesulitan, seperti
lunturnya kepercayaan pihak lain terhadap sipelaku tersebut.
Proses pengembalian sejumlah kerugian yang terjadi melalui
penetapan denda administrasi, akan lebih cepat apabila dibandingkan
melalui proses sistem peradilan pidana, serta Bapepam beranggapan tingkat
kerugiannya tidak begitu membahayakan. Akan tetapi, jika selama ini
penyelesaian kasus pasar modal selalu dilaksanakan di luar pengadilan,
dengan mengenakan sanksi administratif oleh pihak Bapepam, mulai dari
denda administratif, hingga pencabutan izin perusahaan, maka pada sekitar
pertengahan bulan Agustus tahun 2004, ada satu kasus tindak pidana pasar
modal yang telah sampai kepada kejaksaan, setelah dilakukan penyidikan
oleh bagian pemeriksaan dan penyidikan Bapepam.
Menurut staf biro pemeriksaan dan penyidikan Bapepam yang
menjadi informan dari penelitian ini, sebenarnya Kasus ini lebih dikenal
dengan sebutan kasus (BIMA), adalah kasus lama (tahun 1992), yang
pernah diproses oleh Bapepam, yang juga telah dikenakan sanksi berupa
denda administratif, tetapi pembayaran denda tidaklah berjalan dengan
mulus (mengalami gagal bayar), sehingga kasus perdagangan saham PT
Primarindo Asia Infrastruktur serta saham PT Dharma Samudra Fishing
Industry ini ditingkatkan kepada tahap penuntutan melalui pihak Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta. Jadi, kasus BIMA ini adalah kasus pasar modal
pertama yang ditangani bersama antara Kepolisian dan Bapepam, sejak
adanya Undang-Undang Pasar Modal.
Berdasarkan teori Yoseph Golstein di atas, kasus Bima ini dapat
dimasukkan kedalam penegakkan hukum yang aktual (Actual Enforcement),
karena dalam kasus Bima ini, dapat dikatakan telah memenuhi unsur-unsur
di dalam Sistem Peradilan Pidana.
Kasus Bank Lippo adalah salah satu kasus yang menarik
perhatian, tidak hanya masyarakat tetapi juga para pakar hukum. Bapepam
seperti dijelaskan sebelumnya dalam penyelesaian kasus-kasus yang masuk
di Bapepam Pada kasus Bank Lippo ini tidak hanya melanggar perundang-
undangan di bidang pasar modal, tetapi juga Undang-Undang lainnya,
seperti Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang
Perbankan dan Undang-Undang Perseroan Terbatas.
2.5 Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pelanggaran Pasar Modal.
Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1995, separti halnya KUHP,
juga membagi tindak pidana di bidang pasar modal menjadi dua macam, yaitu
kejahatan dan pelanggaran di bidang pasar modal. Dari kasus-kasus
pelanggaran perundang-undangan di atas, sebagaimana telah dijelaskan
ketika membahas tentang kejahatan pasar modal, bahwa selama ini belum ada
satu kasuspun yang penyelesaiannya melalui jalur kebijakan pidana, tetapi
melalui penjatuhan sanksi administrasi, yang penyelesaiannya dilakukan oleh
dan di Bapepam. Baru pada tahun 2004 terdapat satu kasus tindak pidana
pasar modal yang sudah sampai ke pihak kejaksaan, dengan kata lain proses
penyelesaiannya akan melalui sistem peradilan pidana.

2.6 Undang-undang No. 8 Tahun 1995


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, meletakkan kebijakan
kriminal melalui hukum pidana terhadap tindak pidana pelanggaran pasar
modal dalam Pasal 103 ayat (2), yaitu pelanggaran Pasal 23, Pasal 105, dan
Pasal 109. Untuk jelasnya akan dikutip berikut ini;
Pasal 103 ayat (2)
Pelanggaran pasar modal disini adalah, pelanggaran terhadap Pasal 32 yaitu:
- Seseorang yang melakukan kegiatan sebagai wakil penjamin efek. Wakil
perantara pedagang efek atau wakil menager inveatsi tanpa mendapatkan
izin Bapepam
- Ancaman bagi pelaku adalah maksimum pidana selama 1 (satu) tahun
kurungan dan denda Rp. 1000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)
Pasal 105
Pelanggaran pasar modal yang dimaksudkan disini adalah pelanggaran Pasal
42 yang dilakukan oleh Manajer investasi, atau pihak terafiliasinya, yaitu :
Menerima imbalan (dalam bentuk apapun), baik langsung maupun tidak
langsung yang dapat mempengaruhi manejer investasi itu untuk membeli atau
menjual efek untuk reksa dana.
Ancaman pidana berupa pidana kurungan maksimum 1 (satu) tahun kurungan
dan denda Rp. 1.000.000.000.00.-(satu milyar rupiah).
Pasal 109
Yang dilanggar disini adalah perbuatan tidak mematuhi atau menghambat
pelaksanaan Pasal 100, yang berkaitan dengan kewenangan Bapepam dalam
melaksanakan pemeriksaan terhadap semua pihak yang diduga atau terlibat
dalam pelanggaran UUPM
Dianutnya pembagian delik atas dua macam yaitu delik kejahatan
pasar modal, dan delik pelanggaran pasar modal, menunjukkan bahwa UUPM
mengikuti ketentuan yang terdapat dalam KUHP yang merupakan hukum
(ketentuan yang umum, di satu sisi, tetapi dalam ketentuan mengenai
sanksinya jauh berbeda.
Di dalam KUHP untuk delik pelanggaran tidaklah diancam dengan
pidana kumulasi seperti dalam UUPM ini, tetapi hanya hukuman kurungan
paling lama satu tahun, sedangkan dalam UUPM juga satu tahun kurungan
tetapi dikumulasikan dengan denda yang besar (1 milyar).
Hal ini tentu saja rasional, juga bila dilihat dari asas perundang-
undangan yang baik selalu memperhatikan antara korban dan sanksi yang
seimbang. Walaupun selama ini dikenakan sanksi administrasi kepada pelaku
tindak pidana pasar modal, tetapi seperti pada tindak pidana pasar modal,
alasan yang sama telah dikemukakan di atas menjadi dasar untuk memberikan
sanksi administrasi tersebut.
Melihat penyelesaian terhadap kasus-kasus pelanggaran yang
dilakukan oleh Bapepam, Bapepam lebih cenderung menyelesaikan persoalan
tersebut dengan menggunakan jalur di luar pengadilan (non penal), tapi,
apabila pihak pelanggar tidak dapat menyelesaikan sanksi administratif yang
telah dijatuhkan, maka pihak Bapepam akan menyelesaikan kasus tersebut ke
pengadilan (penyelesaian secara penal). Dapat dikatakan disini bahwa, pihak
Bapepam beranggapan bahwa hukum pidana tersebut sebagai senjata
pamungkas (Ultimum Remedium) di dalam penyelesaian kasus pelanggaran
perundang-undangan di pasar modal.
BAB III
KESIMPULAN

Penegakan Hukum Pidana terhadap penyimpangan-penyimpangan


di pasar modal, jarang digunakan, dalam menyelesaikan penyimpangan-
penyimpangan tersebut lebih banyak digunakan jalur non penal, yaitu dengan
menjatuhkan denda administrasi oleh Bapepam. Selama lahirnya Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995, baru terdapat satu kasus (dikenal dengan nama
Kasus BIMA) yang diselesaikan melalui jalur penal ini, Kasus ini kini sudah
sampai di tahap penyidikan di Kejaksaan dan dinyatakan telah P21 (berkas telah
lengkap). Bila terjadi pelanggaran perundang-undangan pasar modal atau
ketentuan di bidang pasar modal lainnya maka, Bapepam sebagai penyidik akan
melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran tersebut,
hingga bila memang telah terbukti akan menetapkan sanksi kepada pelaku
tersebut. Penetapan sanksi akan diberikan atau diputuskan oleh ketua Bapepam
setelah mendapat masukan dari bagian pemeriksaan dan penyidikan Bapepam.
Bila mereka yang dikenai sanksi dapat menerima putusan tersebut.
Maka pihak yang terkena sanksi akan melaksanakan semua yang telah ditetapkan
oleh Bapepam. Permasalahan akan berlanjut bila sanksi yang telah ditetapkan
tersebut tidak dapat diterima atau tidak dilaksanakan, misalnya denda yang telah
ditetapkan oleh Bapepam tidak dipenuhi oleh pihak yang diduga telah melakukan
pelanggaran, maka akan dilanjutkan dengan tahap penuntutan, dengan
menyerahkan kasus tersebut kepada pihak Kejaksaan sebagai lembaga yang
berwenang melakukan penuntutan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman A, 1991, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, PT.


Pradnya Paramita, Jakarta,
Adler Haymons Manurung, 1992, Analisis Saham Indonesia, Beberapa Saham
Untuk Investasi Jangka Panjang, Economic Student’s Group, Jakarta
Ancel, Marc 1965, Social Defence, A Modren Approach To Criminal Problems,
London., Roudledge & Keegan Paul
A.S. Hornby et all, 1984, Kamus Inggris-Indonesia, Edisi Dwi Bahasa, PT.
Bentara Antar Asia, Jakarta
Handaru Yuliati, Sri. et.al., 1996Manajemen Portfolio dan Analisis Investasi,
Andi,Yogyakarta,
Herber L. Packer, 1968, The Limit Of The Criminal Sanction, Stanford,
University Press, Stanford California,
Irsan Nasarudin, M. dan Indra Surya, 2004, Aspek Hukum Pasar Modal
Indonesia, Prenada Media, Jakarta
Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1993, Teori-Teori dan Kebijakan Hukum
Pidana, Alumni, Bandung
Nawawi Arief Barda, 1994, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan
Kejahatan Dengan Pidana Penjara, CV. Ananta, Semarang,
Nawawi Arief, Barda. 1996 Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra
Aditya Bakti, Bandung,
Pandji, Anuraga, dan Piji Pakarti, 2001, Pengantar Pasar Modal, Edisi Revisi,
Rineka Cipta, Jakarta
Peter Hoefnagels, G. 1973, The Other Side Of Criminology, An Inversion of The
Concept Of Crime, Kluwer Deventer, Holland;
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung
Setiadi, A.. 1996, Obligasi Dalam Perspektif Hukum Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung
Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung
--------------, 1983, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru,
Bandung,
---------------, 1983, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung,
Sudikno Mertokusumo, 1996, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta,
Sumantoro, 1990. Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta,
Sunariyah, 1997, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, UPP AMP YKPN,
Yogyakarta
Yayasan Mitra Dana, 1991, Penuntun Pelaku Pasar Modal Indonesia, Yayasan
Mitra Dana
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta

You might also like