Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang
Pemilihan Presiden Republik Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 8 juli 2009
menghadirkan tiga pilihan calon presiden yaitu Megawati Soekarno Putri, Susilo
Bambang Yudhoyono, dan terakhir Jusuf Kalla. Ketiganya memiliki latar belakang yang
berbeda-beda dengan visi dan misi yang berbeda pula dalam mencalonkan diri sebagai
Presiden Indonesia. Hasil penghitungan suara dalam pemilihan legislatif sebelumnya
telah menghasilkan peta koalisi antar partai politik besar maupun baru dalam mengusung
calon presiden untuk memimpin Negara Kesatuan Indonesia.
Diantara ketiga calon Presiden diatas hanya Jusuf Kalla yang belum pernah menjabat
sebagai presiden republik Indonesia. Megawati pernah menjadi presiden Indonesia pada
masa pemerintahan 1999-2004, dan pada masa pemerintahan 2004-2009 Indonesia
dipimpin oleh SBY sebagai presiden dan Jusuf Kalla sebagai wakil presiden.
Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah yang luas dengan sumberdaya alam
yang dinilai cukup melimpah, dan juga memiliki masyarakat yang multikultural baik
suku maupun agama. Dalam menjalankan tata pemerintahan yang baik, suatu negara atau
pemerintah idealnya dipimpin oleh seorang pemimpin negara yang baik, setidaknya
sebagian besar unsur dalam kepemimpinan yang ideal dimiliki oleh seorang pemimpin
bangsa indonesia.
Perumusan Masalah
Kepemimpinan
Pemimpin dan kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak dapat
dipisahkan struktural maupun fungsional. Banyak muncul pengertian-pengertian
mengenai pemimpin dan kepemimpinan, antara lain:
Sondang (1994) menyimpulkan bahwa seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin
yang efektif apabila;
Tipe Kepemimpinan
1. Tipe Otokratik
1. Tipe Paternalistik
Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya
tokoh-tokoh adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap
kebersamaan.
1. Tipe kharismatik
Karisma merupakan hasil persepsi para pengikut dan atribut-atribut yang di pengaruhi
oleh kemampuan aktual dan perilaku pemimpin dalam konteks situasi kepemimpinan dan
dalam kebutuhan individual maupun kolektif para pengikut (bass,1985; conger &
kanungo, 1987; trice &beyer, 1993)
Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan
sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa
yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin
dicapai, tugas apa yang harus diselesaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin
tidak terlalu sering intervensi.
1. Tipe Demokratik
1. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku
koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi
2. Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian
rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan
kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan
3. Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan
tingkatnya
4. Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menunjang
harkat dan martabat manusia.
5. Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.
11. Pragmatisme,
14. Naluri yang tepat, kemampuannya untuk memilih waktu yang tepat
17. Keteladanan,
19. Adaptabilitas,
20. Fleksibilitas,
21. Ketegasan
22. Keberanian
Gaya Kepemimpinan:
Megawati tenang dan tampak kurang acuh dalam menghadapi persoalan. Tetapi dalam
hal-hal tertentu, menunjukkan determinasi dalam kepemimpinannya, misalnya mengenai
persoalan-persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di
Aceh (Mar’ie Muhammad GAYA KEPEMIMPINAN SBY-JK Bisnis Indonesia – Senin, 11
Oktober 2004).
Calon yang satu ini merupakan calon lebih banyak menjual image orang tua beliau,
daripada image dirinya sendiri. Beliau merupakan presidennya “wong cilik”, memang
benar “wong cilik” yang sering saya tanya mengenai hal ini banyak yang memilih beliau
karena beliau mempunyai perhatian yang tinggi kepada mereka dengan menyediakan
bahan pokok murah, namun banyak aset perusahaan negara yang dijual untuk membeli
bahan pokok bagi rakyat. Memang orang yang hanya berfikir hidup, akan merasa
terbantu sekali dengan model kepemimpinan beliau ini. Namun sebagian orang juga tidak
setuju penjualan aset tersebut. kurang dapat memprediksikan gaya pemerintahan beliau,
karena semuanya lebih bergantung kepada anggota kabinet daripada sosok beliau sendiri
(http://indramgl.wordpress.com/2009/05/23/perbedaan-retorika-politik-3-capres/).
Pembawaan SBY karena dibesarkan dari lingkungan tentara dan SBY sendiri berlatar
belakang tentara karier, tampak agak formal. Ibu-ibu tertarik kepada SBY karena santun
dalam setiap penampilan dan apik pula dalam berbusana, dan penampilan semacam ini
meningkatkan citra SBY di mata masyarakat. SBY adalah seorang militer intelektual.
Tingkat intelektualitas SBY tampak lebih menonjol dibandingkan dengan JK yang lebih
praktis serta pragmatis. SBY tajam dalam analisa, karena itu tidak usah aneh jika selalu
nomor wahid di sekolah. Ketajaman dan kecermatan SBY dalam analisa, adakalanya
dapat mengurangi tingkat determinasi dalam pengambilan keputusan (ibid.).
Untuk calon yang satu ini memang cenderung lebih kalem, sesuai dengan background
kebudayaannya yang jawa, sehingga banyak orang justru mengatakan bahwa beliau ini
“lelet”. Sepeti yang kita ketahui bahwa beliau merupakan calon incumbent. Sosok
kemiliteran yang kental secara tidak langsung juga membawa dampak pada kabinet yang
dipimpinnya. Kemampuan beliau untuk melihat kedalam masalah tidak terlalu baik
apabila dibawa ke level teknis, karena beliau merupakan sosok yang ahli dalam
mensinergikan kekuatan-kekuatan yang berada dibawah kepemimpinan beliau (op.cit.)
Gaya kepemimpinan SBY berdasarkan ciri-ciri dari kepemimpinan ideal yang sesuai
dengan beliau diantaranya adalah, pengetahuan umum yang luas seperti yang telah
dituliskan Mar’ie Muhammad bahwa SBY adalah seorang militer intelektual, kemudian
kemampuan analitik yang tajam yang kadangkala mengurangi kecepatan dalam
mengambil keputusan. Keterampilan berkomunikasi secara efektif juga dimiliki beliau
dimana terlihat dampaknya pada kabinet yang dipimpinnya.
3. Jusuf Kalla
Keluarga JK adalah keluarga saudagar dari Bone, Sulawesi Selatan, sekampung dengan
Almarhum Jenderal M. Yusuf. Keluarganya adalah saudagar asli yang tumbuh dari
bawah dan hidup dengan penuh kesulitan, juga dalam dunia bisnis sebelum menjadi
saudagar yang benar-benar berada. Darah dan adat Bugis sangat kuat melekat, dalam
pergaulan hangat, berbicara terbuka dan tidak jarang sebagaimana kebiasaan orang
Sulawesi Selatan, eksplosif. Sebagai seorang pebisnis instingnya amat tajam, tentu
perhitungannya cost-benefit sebagaimana usahawan yang lain. Dan kalkulasi yang tepat
ini pula, ternyata ampuh dalam pilihan mendampingi SBY guna menjadi orang nomor
dua di Republik ini. Sebagai usahawan yang ulet, tingkat determinasinya tinggi, dan
bahkan mempunyai kecenderungan ke arah dominan. Perjalanan dan gaya kepemimpinan
JK tidak cocok jika orang nomor dua di Republik ini hanya dijadikan sebagai ban serep
sebagaimana wakil-wakil presiden yang lalu (ibid).
Jusuf Kalla memang lebih mengungkapkan hal-hal yang sifatnya teknis, terutama di
bidang ekonomi karena background beliau yang seorang pengusaha dengan kekayaan
senilai 300-an milliar rupiah. Hal-hal teknis memang sangat penting dimiliki oleh capres,
namun sebagai pemimpin kemampuan yang lebih dibutuhkan adalah kemampuan untuk
mensinergikan kekekuatan-kekuatan dibawah kepemimpinannya itu supaya dapat
melangkah seirama. Setiap kali beliau ditanya mengenai sesuatu, beliau dengan jelas
menjawab dan mengatakan tentang penyelesaiannya yang begitu gamblang, sampai
masuk kedalam level teknis (op.cit).
Gaya kepemimpinan Jusuf Kalla berdasarkan ciri-ciri kepemimpinan ideal dapat terlihat
dari pemikirannya yang pragmatis seperti diungkapkan oleh Mar’ie Muhammad bahwa
JK lebih praktis dan pragmatis dibandingkan SBY. Sikap inklusif, latar belakangnya
sebagai pengusaha akan kemauan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru, contoh
nyatanya yaitu dengan mencoba menjadi presiden. Naluri yang tepat juga telah terasah
kemampuan dan insting yang tajam di dunia bisnis menjadi nilai tambah JK dalam
memperhitungkan segala sesuatu, juga determinasi yang tinggi dalam mengambil
keputusan walau terkadang masih bersifat ekspolsif yang dipengaruhi lingkungan sosial-
budayanya.
Kesimpulan
Ketiga calon presiden Indonesia; Megawati, SBY, dan JK memiliki gaya kepemimpinan
masing-masing yang dipengaruhi oleh banyak faktor eksternal maupun internal seperti
lingkungan tempat lahir, lingkungan keluarga, sosial-budaya masyarakatnya, juga
lingkungan kerja akan membentuk nilai-nilai yang akan mereka bawa dalam menjalankan
kepemimpinannya. Masing-masing calon presiden tersebut memiliki kekurangan dan
kelebihan dalam gaya kepemimpinan mereka, plus-minus tersebut sebenarnya dapat
disesuaikan dengan apa yang masyarakat butuhkan dan inginkan saat ini.
Sebenarnya gaya kepemimpinan seperti apa yang dibutuhkan rakyat dalam kondisi
negara seperti saat ini, Pemimpin atau Kepemimpinan yang diperlukan saat ini haruslah
orang yang mampu mencapai kesepakatan dari perbedaan berbagai komponen untuk
menunjukkan arah di dalam masa transisi Indonesia sekarang. Pemimpin yang
dibutuhkan itu seyogianya gabungan antara ketegasan dan keluwesan seorang pemimpin
untuk mencapai konsensus dalam berbagai perbedaan.(http://www.pikiran-
rakyat.com/prprint.php?mib=subrubrik&kd_sup=1&kd_sub=40)
Sistem pemerintahan yang demokratis dengan masyarakat yang multikultural maka
seorang pemimpin yang dibutuhkan adalah seorang yang memiliki kapasitas integratif
yang mampu menyatukan perbedaan-perbedaan kepentingan yang dapat dipandang
secara obyektif. Dan mampu menentukan prioritas mana yang menjadi penting atau urgen
untuk di kerjakan dan diselesaikan dari perbedaan-perbedaan tersebut. Juga memiliki rasa
kohesi dan relevansi yaitu perasaan “senasib sepenanggungan” dan hal-hal yang
dikerjakan mempunyai relevansi yang tinggi dan langsung dengan usaha pencapaian
tujuan demi mewujudkan kepemimpinan yang efektif.
Yang jelas siapa pun yang nanti menjadi presiden, banyak orang berkata jadilah negara
dengan sustainable economic, great quality development, low unemployment rate, dan
lanjutkan apa yang telah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya, sehingga terdapat
pembangunan yang berkesinambungan.
Tulisan ini dikirim pada pada Juli 3, 2009 4:28 pm dan di isikan dibawah POLITIK. Anda dapat
meneruskan melihat respon dari tulisan ini melalui RSS 2.0 feed. r Anda dapat merespon, or trackback dari
website anda.