You are on page 1of 6

Pancasila Sebagai Ideologi Negara Indonesia

KATA PENGANTAR
Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat karunia-Nya
penyusun dapat menyusun makalah ini. Makalah ini dibuat berdasarkan artikel yang
disusun secara sederhana dengan tujuan agar dapat mengetahui lebih dalam lagi
mengenai dasar Negara kita yang merupakan warisan paling berharga yang diberikan
oleh para pejuang Republik ini ketika merebut kemerdekaan dari tangan para penjajah.
Oleh karena itu betapa baiknya jika kita mengulas lebih dalam lagi dasar Negara kita ini
yaitu Pancasila. Pancasila merupakan Ideologi Negara Indonesia sekaligus identitas
Negara Indonesia, karena tidak ada satupun Negara di Dunia ini yang memiliki Ideologi
Pancasila selain Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dan oleh sebab itu penyusun sangat berharap apa yang telah disusun ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Namun dibalik harapan ini saya sadar bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT dan
ketidaksempurnaan sudah barang tentu milik manusia (Saya). Dengan demikian apabila
masih ada kekurangan dalam makalah ini harap maklum, karena saya masih dalam
pembelajaran dan masih perlu banyak mendapatkan bimbingan.
Akhirnya saya tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah
Pancasila yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar dan berlatih
membuat makalah yang baik dan menarik untuk di baca serta di pelajari.
Solo, Januari 2009
PENYUSUN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembuatan Makalah
Sesuai dengan makin turunnya pamor Pancasila di Negerinya sendiri, saya ingin
mencoba untuk menginformasikan kepada dunia luar pada umumnya dan kepada bangsa
Indonesia pada khususnya bahwa Pancasila masih sangat perlu di amalkan
penghayatannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena Pancasila merupakan sumber dari
segala peraturan yang ada di Republik Indonesia.
1.2. Tujuan dan Kegunaan Pembuatan Makalah
Sesuai dengan instruksi yang telah di beritahukan oleh Dosen Mata Kuliah Pancasila,
maka saya selaku mahasiswa yang mengikuti Mata Kuliah Pancasila di wajibkan untuk
membuat makalah guna menambah nilai dalam Mata Kuliah Pancasila yang saya
sedang jalani.

Pancasila Merupakan Dasar Negara


Republik Indonesia
3.1.1. Sukarno Sang Penggali Pancasila
Sukarno adalah proklamator kemerdekaan dan presiden pertama Republik Indonesia
yang memerintah sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Maret 1968. Namun sebelumnya,
pada 12 Maret 1967, kekuasaannya sebagai presiden telah dicabut oleh MPRS dan
dilimpahkan kepada Soeharto yang secara resmi menggantikannya pada 27 Maret 1968.
Sukarno atau lebih dikenal sebagai Bung Karno, lahir 6 Juni 1901 di Surabaya.
Ayahnya adalah seorang guru sekolah rendah, bernama Raden Sukemi Sosrodihardjo.
Ibunya bernama Ida Nyoman Rai.
Sampai kelas 5, Sukarno bersekolah di sekolah desa Inlandse School di Tulungagung.
Kemudian ia melanjutkan ke Europese Lagere School di Mojokerto. Pada umur 15
tahun ia masuk Hogere Burger School (HBS)di Surabaya. Disini ia mondok di rumah
Haji Oemar Said Tjokroaminoto, Ketua Sarikat Islam, salah satu tokoh utama
pergerakan nasional.
Bersama teman sepemondokannya, seperti: E.F.E Douwes Dekker, Tjipto
Mangunkusumo, Agus Salim, Muso, Alimin dan Darsono, Sukarno mendapat
pendidikan politik dari Tjokroaminoto. Pada umur 16 tahun, Sukarno masuk Tri Koro
Darmo yang kemudian menjadi Jong Java.
Setamat HBS, ia melanjutkan sekolahnya ke Technische Hogere School (THS) di
Bandung. Disini ia kembali mondok di rumah Haji Sanusi, teman Tjokroaminoto.
Bakatnya sebagai orator ulung mulai terlihat. Ia tahan berbicara berjam-jam dengan
topik dan intonasi yang sangat menarik. Keahlian ini ditunjang dengan penguasaannya
atas beberapa bahasa asing secara aktif. Setamatnya dari THS pada 1926, ia terjun di
dunia politik.
3.1.2. Kiprah Politik
Tanggal 4 Juli 1927, bersama rekan seperjuangannya, ia mendirikan Partai Nasional
Indonesia, dan ia dipercaya sebagai ketuanya. Dalam waktu singkat, PNI telah menarik
simpati banyak orang. Kemajuan PNI yang demikian pesat, mengkhawatirkan
pemerintah penjajah Belanda. Akhirnya pada Desember 1929, Sukarno dan sejumlah
rekannya ditangkap. Meski pembelaannya di pengadilan yang berjudul ‘Indonesia
Menggugat’ menarik perhatian internasional, pemerintah penjajah Belanda tetap
menghukumnya selama 4 tahun di penjara Sukamiskin, Bandung. Namun, pada akhir
1931 ia dibebaskan.
Saat ia ditahan, PNI terpecah menjadi dua. Sebagian membentuk Partai Indonesia
(Partindo) dipimpin Sartono. Yang lain membentuk Pendidikan Nasional Indonesia
(PNI-baru), dipimpin Mohammad Hatta dan Sjahrir.
Selepas dari penjara, Sukarno mencoba mempersatukan PNI kembali, namun gagal.
Akhirnya ia masuk Partindo dan terpilih sebagai ketua. Tahun 1933 ia menulis risalah
‘Mentjapai Indonesia Merdeka’ yang menyebabkan ia ditangkap tanpa pengadilan, dan
dibuang ke Ende, Flores.
Awal 1938 ia dipindahkan ke Bengkulu. Disini ia menjadi anggota Muhammadiyah.
Ketika Jepang mendarat di Palembang, ia dipindahkan Belanda ke Padang. Pada Juli
1942, ia dibawa tentara Jepang ke Jakarta.
Jepang akhirnya berhasil mengalahkan Belanda dan menguasai seluruh Hindia Belanda.
Sukarno menyadari bahwa Jepang sama saja dengan Belanda. Untuk itu dalam
perjuangannya, ia lebih berhati-hati. Oleh Jepang, para tokoh perjuangan seperti:
Sukarno, Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur, dicoba
dirangkul dalam wadah Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Jepang kemudian membubarkan
Putera dan membentuk Jawa Hokokai pada 1 Maret 1944, dengan pimpinan tertinggi
dipegang Gunseikan. Sukarno duduk sebagai penasihat.
Karena tentaranya yang semakin terdesak, Jepang mencoba menarik simpati rakyat
dengan janji akan memberikan kemerdekaan setelah usai perang. Jepang kemudian
membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), yang bertugas menyelidiki semua aspek politik yang berhubungan dengan
pembentukan Republik Indonesia.
Pada 1 Juni 1945, dalam salah satu sidang BPUPKI, Sukarno menyatakan perlunya
dibuat suatu dasar bagi negara Republik Indonesia yang akan dibentuk. Saat itu Sukarno
mengajukan lima butir pemikiran, yaitu: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau
Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Setelah mengalami perubahan konsep kemudian diberi nama Pancasila, yang
menurut Sukarno digali dari kebudayaan sendiri.
Tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu. Para pejuang kemerdekaan
Indonesia segera berinisiatif mewujudkan kemerdekaan. Indonesia segera berinisiatif
mewujudkan kemerdekaan. Namun terjadi perbedaan pendapat antara Sukarno, Hatta
dan beberapa rekannya di satu pihak, dengan para pemuda seperti: Chaerul Saleh, Adam
Malik, B.M. Diah, Wikana, dan rekannya di pihak lain.
Para pemuda menghendaki perebutan kekuasaan dari Jepang secepatnya, namun
Sukarno dan kawan-kawan tidak menghendaki jatuhnya banyak korban. Para pemuda
kemudian menculik Sukarno dan Hatta pada dini hari 16 Agustus 1945 ke
Rengasdengklok untuk memaksa Sukarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan.
Atas usaha Ahmad Subarjo, selepas maghrib 16 Agustus 1945, Sukarno dan Hatta
berhasil dibawa kembali ke Jakarta.
Malam harinya, diadakan rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang
dihadiri wakil pemuda. Menjelang dini hari 17 Agustus 1945, teks proklamasi selesai
dibuat dan ditandatangani Sukarno dan Hatta, mewakili bangsa Indonesia. Dengan
didampingi Mohammad Hatta, pada pukul 10.00 WIB, 17 Agustus 1945, dibacakanlah
teks proklamasi, yang menandai kemerdekaan Republik Indonesia.
Esok harinya, PPKI bersidang di Gedung Kesenian Jakarta. Dalam sidang tersebut,
Sukarno dan Mohammad Hatta terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. Sidang
tersebut juga mensahkan Undang-Undang Dasar Negara.
Dalam rangka melucuti tentara Jepang sebagai pihak yang kalah, tentara sekutu masuk
ke Indonesia. Belanda menggunakan kesempatan ini untuk menjajah Indonesia kembali.
Tanggal 4 Januari 1946, Sukarno memutuskan memindahkan ibu kota Republik
Indonesia ke Yogyakarta.
Pada awal kemerdekaan, situasi politik dan keamanan dalam negeri masih ditandai
banyak konflik. Kabinet demi kabinet berjatuhan dan tanggal 21 Juli 1947 Belanda
melakukan Agresi Militer I.
Tahun 1948, Partai Komunis Indonesia melakukan pemberontakan di Madiun. Sukarno
berseru kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memilih Sukarno-Hatta atau PKI.
Akhirnya pemberontakan tersebut dapat ditumpas pada 30 September 1948.
Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melakukan Agresi Militer II terhadap Yogyakarta,
yang saat itu merupakan ibu kota Negara. Sukarno, Hatta dan sejumlah menteri
ditangkap Belanda. Sebelum ditangkap, Sukarno memberi mandate kepada Sjafruddin
Prawiranegara yang berkedudukan di Sumatera untuk membentuk pemerintahan
darurat. Pemerintahan darurat ini berakhir setelah terjadi kesepakatan antara Belanda
dan pemerintah Republik Indonesia lewat perjanjian Roem-Royen.
Selanjutnya tercapailah Konferensi Meja Bundar di Den Haag yang menetapkan
pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada 1950, RIS berubah menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan Sukarno tetap sebagai presidennya.
Namun UUD yang berlaku saat itu adalah Undang-Undang Dasar sementara 1950.
Menurut undang-undang ini, kekuasaan eksekutif berada di tangan perdana menteri,
sedangkan presiden hanyalah lambang. Pada masa ini kabinet demi kabinet pun
berjatuhan, sehingga tidak ada kesinambungan program pemerintahan.
Sementara itu, pemberontakan acap kali terjadi seperti pemberontakan Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), Republik Maluku Selatan (RMS), dan lain
sebagainya. Pada 5 Juli 1959, Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya antara
lain memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945.
Namun pada prakteknya, banyak terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan UUD
1945. Pada saat itu kekuasaan Presiden Sukarno menjadi sangat besar, yang akhirnya
menjurus pada kultus individu, antara lain dengan ditetapkannya Sukarno sebagai
presiden seumur hidup.
Kekuasaan yang demikian besar ini banyak dimanfaatkan oleh PKI untuk mendekati
Sukarno dan memperkuat dirinya. Akhirnya PKI melakukan pengkhianatan dengan G-
30-S/PKI-nya. Atas pemberontakan ini, Sukarno enggan mengutuknya, karena
menurutnya akan membuat perpecahan persatuan dan kesatuan. Akhirnya MPRS
mencabut kekuasaannya sebagai presiden dan menunjuk Soeharto sebagai pejabat
presiden pada 12 Maret 1967, yang kemudian dikukuhkan pada 27 Maret 1968.
Sukarno meninggal pada 21 Juni 1970 di Jakarta. Ia meninggalkan beberapa orang istri
antara lain: Fatmawati, Hartini, dan Ratna Sari Dewi. Untuk menghormati jasanya
dilakukan upacara kenegaraan dan negara dinyatakan berkabung selama 7 hari.
Jenazahnya dimakamkan di Blitar.
3.2.1. Pancasila, Tantangan dan Jawaban
Kelahiran Pancasila sebagai ideologi bangsa, meskipun berjalan alot tetapi dalam batas-
batas tertentu dapat dikatakan berlangsung relatif mulus. Berbeda dengan proses
kelahirannya, upaya untuk "membumikan" Pancasila di tengah bangsa Indonesia
ternyata banyak menghadapi tantangan dan cobaan. Tantangan terhadap Pancasila sudah
mulai tampak sejak masa-masa awal bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Tantangan terhadap eksistensi Pancasila tidak hanya bersifat internal tetapi juga bersifat
eksternal. Berpijak pada realitas adanya berbagai tantangan dan ancaman terhadap
Pancasila sebagai ideologi bangsa sejak masa-masa awal kelahirannya, bisa dipastikan
bahwa tantangan dan ancaman terhadap Pancasila akan terus berlangsung. Untuk itu,
mau tidak mau, apabila Pancasila ingin tetap eksis di bumi Nusantara ini perlu selalu
dipersiapkan jawaban (respons) yang tepat atas berbagai tantangan (challenge) yang
tengah dan akan terjadi.
3.2.2. Pancasila di Era Globalisasi
Realitas kontemporer memperlihatkan bahwa tantangan terhadap ideologi Pancasila,
baik kini maupun nanti, beberapa di antaranya telah tampak di permukaan. Tantangan
dari dalam di antaranya berupa berbagai gerakan separatis yang hendak memisahkan
diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apa yang terjadi di Aceh,
Maluku, dan Papua merupakan sebagian contoh di dalamnya. Penanganan yang tidak
tepat dan tegas dalam menghadapi gerakan-gerakan tersebut akan menjadi ancaman
serius bagi tetap eksisnya Pancasila di bumi Indonesia. Bahkan, bisa jadi akan
mengakibatkan Indonesia tinggal sebuah nama sebagaimana halnya Yugoslavia dan Uni
Soviet.
Tidak kalah seriusnya dengan tantangan dari dalam, Pancasila juga kini tengah
dihadapkan dengan tantangan eskternal berskala besar berupa mondialisasi atau
globalisasi. Globalisasi yang berbasiskan pada perkembangan teknologi informasi,
komunikasi, dan transportasi, secara drastis telah mentransendensi batas-batas etnis
bahkan bangsa. Jadilah Indonesia kini, tanpa bisa dihindari dan menghindari, menjadi
bagian dari arus besar berbagai perubahan yang terjadi di dunia. Sekecil apa pun
perubahan yang terjadi di belahan dunia lain akan langsung diketahui atau bahkan
dirasakan akibatnya oleh Indonesia. Sebaliknya, sekecil apa pun peristiwa yang terjadi
di Indonesia secara cepat akan menjadi bagian dari konsumsi informasi masyarakat
dunia. Pengaruh dari globalisasi ini dengan demikian begitu cepat dan mendalam.
Menjadi sebuah petanyaan besar bagi bangsa Indonesia, sanggupkah Pancasila
menjawab berbagai tantangan tersebut? Akankah Pancasila tetap eksis sebagai ideologi
bangsa? Jawabannya tentu akan terpulang kepada bangsa Indonesia sendiri sebagai
pemilik Pancasila. Namun demikian, kalaulah kemudian mencoba untuk mencari
jawaban atas berbagai tantangan tersebut maka jawabannya adalah bahwa Pancasila
akan sanggup menghadapi berbagai tantangan tersebut asalkan Pancasila benar-benar
mampu diaplikasikan sebagai weltanschauung bangsa Indonesia.
Implikasi dari dijadikannya Pancasila sebagai pandangan hidup maka bangsa yang besar
ini haruslah mempunyai sense of belonging dan sense of pride atas Pancasila. Untuk
menumbuhkembangkan kedua rasa tersebut maka melihat realitas yang tengah
berkembang saat ini setidaknya dua hal mendasar perlu dilakukan. Pertama, penanaman
kembali kesadaran bangsa tentang eksistensi Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Penanaman kesadaran tentang keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa
mengandung pemahaman tentang adanya suatu proses pembangunan kembali kesadaran
akan Pancasila sebagai identitas nasional. Upaya ini memiliki makna strategis manakala
realitas menunjukkan bahwa dalam batas-batas tertentu telah terjadi proses pemudaran
kesadaran tentang keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Salah satu langkah
terbaik untuk mendekatkan kembali atau membumikan kembali Pancasila ke tengah
rakyat Indonesia tidak lain melalui pembangunan kesadaran sejarah.
Tegasnya Pancasila didekatkan kembali dengan cara menguraikannya sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari perjuangan rakyat Indonesia, termasuk menjelaskannya bahwa
secara substansial Pancasila adalah merupakan jawaban yang tepat dan strategis atas
keberagaman Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini maupun masa yang akan
datang.
Kedua, perlu adanya kekonsistenan dari seluruh elemen bangsa, khususnya para
pemimpin negeri ini untuk menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam berpikir dan
bertindak. Janganlah sampai Pancasila ini sekadar wacana di atas mulut yang
disampaikan secara berbusa-busa hingga menjadi basi sementara di lapangan penuh
dengan perilaku hipokrit. Dengan demikian, penghayatan dan pengamalan sila-sila
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sudah merupakan suatu conditio sine qua non
bagi tetap tegaknya Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Salah satu tantangan terbesar yang perlu segera dijawab bangsa yang besar ini,
khususnya oleh para pemegang kekuasaan, adalah menjawab tantangan atas lemahnya
kesejahteraan rakyat dan penegakan keadilan. Ketimpangan kesejahteraan antara kota
dan desa, terlebih Jawa dan luar Jawa merupakan salah satu permasalahan besar yang
harus segera dijawab oleh bangsa ini. Terasa sesak bagi kita semua bila mengingat
bahwa di alam sejarah dewasa ini masih ada bagian dari bangsa ini yang secara
mengenaskan masih hidup di alam prasejarah! Masalah penegakan keadilan juga
menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian serius para pengambil kebijakan.
Keadilan sosial yang telah lama digariskan para pendiri negeri ini sering menjadi
kontraproduktif manakala hendak ditegakkan di kalangan para penguasa dan pemilik
uang. Jadilah hingga sekarang ini pisau keadilan yang dimiliki bangsa ini masih
merupakan pisau keadilan bermata ganda, tajam manakala diarahkan kepada rakyat
kebanyakan, dan tumpul atau bahkan kehilangan ketajamannya sama sekali manakala
dihadapkan dengan para pemegang kekuasaan atau pemilik sumber-sumber ekonomi.
Bila dua hal itu saja mampu dikedepankan bisa jadi bangsa yang besar ini tidak akan
mudah tergoyahkan oleh berbagai tantangan dan ancaman yang ada, baik dari dalam
maupun dari luar. Ancaman dari dalam bisa jadi akan pupus dengan sendirinya
manakala kesejahteraan rakyat terkondisikan pada keadaan yang baik dan keadilan
dapat ditegakkan dengan seadil-adilnya.
Ancaman dari luar, termasuk arus besar globalisasi sekalipun tidak akan menggeruskan
Pancasila sebagai sebuah ideologi tetapi justru akan menjadikan Pancasila sebagai
kekuatan yang mampu mewarnai arus besar globalisasi. Terlebih karena globalisasi bagi
bangsa ini bukanlah merupakan barang baru.
Pada akhirnya, menjadi baik kiranya bila menyimak kembali apa yang pernah dikatakan
oleh Roeslan Abdulgani (1986), "Pancasila kita bukan sekadar berintikan nilai-nilai
statis, tetapi juga jiwa dinamis. Kurang gunanya kita, hanya secara verbal mencintai
kemerdekaan, kalau kita tidak berani melawan penjajahan, baik yang tradisional-kuno
maupun yang neokolonial. Kurang gunanya kita, secara verbal saja menjunjung tinggi
sila Ketuhanan Yang Mahaesa, kalau kita takut melawan kemusyrikan. Kurang guna
kita, secara verbal saja mengagungkan sila Perikemanusiaan, kalau kita membiarkan
merajalelanya situasi yang tidak manusiawi. Kurang faedahnya kita, secara verbal saja
cinta Persatuan Indonesia, kalau kita membiarkan merajalelanya rasa nasionalisme dan
patriotisme merosot dan membiarkan bangsa lain mengeksploitasikan kebodohan dan
kelemahan rakyat kita. Kurang manfaatnya kita cinta sila Kerakyatan kalau kita
membiarkan keluhan rakyat tersumbat. Kurang artinya kita ngobrol saja tentang sila
Keadilan Sosial, kalau kita membiarkan kepincangan sosial ekonomis merajalela.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan uraian diatas saya dapat menyimpulkan bahwa Pancasila memiliki
kegunaan seperti ;
1. Sebagai Ideologi Negara Republik Indonesia.
2. Sebagai landasan dan tujuan dari Universitas Trisakti.
3. Sebagai alat pemersatu bangsa.
. Adapun hal - hal yang meyebabkan turunnya pamor Pancasila di rumahya sendiri,
adalah ;

1. Menurunnya kepedulian bangsa Indonesia terhadap Pancasila itu sendiri,


terutama para generasi mudanya.
2. Banyaknya para pengkhianat bangsa yang berkedok sebagai pelayan
masyarakat / aparatur negara.
3. Sudah berkurangnya pengajaran akan makna Pancasila yang sebenarnya

KATA PENUTUP
Alhamdullilah, saya ucapkan kepada Allah SWT akhirnya saya dapat menyelesaikan
makalah ini dengan rapi dan tepat waktu.
Apabila di dalam pekerjaan saya ini terdapat kekurangan, saya harap maklum karena
saya masih dalam taraf pembelajaran. Saya selaku penyusun, berharap semoga makalah
ini dapat menambah ilmu pengetahuan dalam hal pengamalan Pancasila serta
penghayatannya.
Selain itu apabila ada kritik, saya menerimanya dengan tangan terbuka baik itu
mengenai makalah ini atau hal lain yang berhubungan dengan informasi yang mengenai
Pancasila. Saya juga ingin berterima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Pancasila yang
telah membimbing saya selama ini walaupun mungkin hasil yang di inginkan belum
maksimal dan memuaskan.
Solo, Januari 2009

PENYUSUN
DAFTAR PUSTAKA
1. Pikiran Rakyat Cyber Media, 2002
2. Sinar Harapan Cyber Media, 2003,

You might also like