You are on page 1of 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya.


Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini
dirumuskan sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi
mencemarkan/merusakkan lingkungan kehidupan dan sumber daya. Sebagai
limbah, kehadirannya cukup mengkhawatirkan terutama yang bersumber dari
pabrik industri bahan beracun dan berbahaya banyak digunakan sebagai bahan
baku industri. Beracun dan berbahaya dari limbah ditunjukkan oleh sifat fisik dan
kimia bahan itu sendiri, baik dari jumlah maupun kualitasnya.

Melihat pada sifat-sifat limbah, karakteristik dan akibat yang ditimbulkan


pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang diperlukan langkah
pencegahan, penanggulangan dan pengelolaan.

Industri merupakan salah satu aktivitas manusia. Dalam perkembangannya


industri memberikan manfaat bagi kehidupan manusia seperti menyerap tenaga
kerja, menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan oleh manusia dan
sebagainya. Namun disamping itu proses produksi yang dijalankan dengan
menggunakan teknologi dan bahan-bahan dapat membahayakan kehidupan.
Apabila hal tersebut tidak dikelola dengan baik, tidak menutup kemungkinan akan
menimbulkan gangguan, penurunan kualitas kehidupan sampai terjadinya
disaster.

Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri
atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui
proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan
organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Bahan dasar pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman umumnya
sedikit mengandung bahan berbahaya. Namun penggunaan pupuk kandang,
limbah industri dan limbah kota sebagai bahan dasar kompos/pupuk organik
2

cukup mengkhawatirkan karena banyak mengandung bahan berbahaya seperti


misalnya logam berat dan asam-masam organik yang dapat mencemari
lingkungan. Selama proses pengomposan, beberapa bahan berbahaya ini justru
terkonsentrasi dalam produk akhir pupuk. Untuk itu diperlukan seleksi bahan
dasar kompos yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3).

Di Indonesia sebenarnya pupuk organik itu sudah lama dikenal para


petani. Mereka bahkan telah mengenal pupuk organik sebelum Revolusi Hijau
turut melanda pertanian di Indonesia. Setelah Revolusi Hijau kebanyakan petani
lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya,
jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah
karena di subsidi, dan mudah diperoleh. Kebanyakan petani sudah sangat
tergantung kepada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap
perkembangan produksi pertanian, ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harga
pupuk naik karena subsidi pupuk dicabut, serta belum lagi bahan dasar pupuk-
pupuk tersebut yang mungkin saja berpotensi menimbulkan limbah yang
membahayakan lingkungan.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui lebih lanjut pada industri pembuatan pupuk, dimana
dalam prosesnya ini akan kita ketahui tentang pencemaran-pencemaran yang
mungkin saja terjadi. Di samping itu, tugas makalah ini dibuat sebagai pemenuhan
tugas kepada dosen yang bersangkutan pada mata kuliah Pengelolaan Limbah B3.
3

BAB II
INDUSTRI PENGHASIL PUPUK

Pupuk adalah semua bahan yang ditambahkan pada tanah dengan maksud
untuk memperbaiki sifat fisis, kimia dan biologis. Sebagai tempat tumbuhnya
tanaman, tanah harus subur, yaitu memiliki sifat fisis, kimia, dan biologi yang
baik. Sifat fisis menyangkut kegemburan, porositas, dan daya serap. Sifat kimia
mennyangkut pH serta ketersedian unsur- unsur hara. Sedangkan sifat biologis
menyangkut kehidupan mikroorganisme dalam tanah. Seperti makhluk hidup
yang lain, tumbuhan memerlukan nutrisi baik zat organik maupun zat anorganik.
Nutrisi organik diperoleh melalui proses fotosintesis, sedangkan nutrisi anorganik
semuanya diperoleh melalui akar dari dalam tanah dalam bentuk zat-zat terlarut
berupa kation dan anion yang mampu masuk ke dalam pembuluh xilem akar.
Pada industri pengolahan pupuk dewasa ini banyak sekali dampak yang
ditimbulkan yang sangat berpotensi mencemari lingkungan jika tidak ada
prosedur pada proses pengelolaannya dan penerapannya di lapangan. Misalnya
pada industri PT. Petrokimia Gresik, yaitu pabrik penghasil pupuk bahwa para
petani tidak mau menggunakan pupuk sesuai aturan yang telah ditentukan oleh
kemasan. Mereka beranggapan bahwa semakin banyak pupuk yang digunakan,
semakin subur tanaman mereka. Padahal tanah yang terlalu banyak diberi pupuk
akan mengeras dan sulit untuk diolah kembali. Pernyataan dari menejer PT.
Petrokimia Gresik tersebut seolah menandakan para petani Indonesia masih sangat
minim pengetahuan.

Profil Industri PT. Petrokimia Gresik

PT. Petrokimia Gresik merupakan pabrik pupuk terlengkap yang didirikan


pada tahun 1960 dengan nama proyek pendirinya “Projek Petrokimia Surabaya”.
Kontrak pembangunannya ditandatangani pada tanggal 10 Agustus 1964, dan
mulai berlaku pada tanggal 8 Desember 1964. Proyek ini diresmikan oleh
Presiden Republik Indonesia pada tanggal 10 Juli 1972, yang kemudian tanggal
tersebut ditetapkan sebagai hari jadi PT Petrokimia Gresik.
4

Perubahan status perusahaan :

1 Perusahaan Umum (Perum)


  PP No. 55/1971
2 Persero
  PP No. 35/1974 jo PP No. 14/1975
3 Anggota Holding PT Pusri
  PP No. 28/1997

PT Petrokimia Gresik menempati lahan seluas 450 hektar berlokasi di


Kabupaten Gresik, Propinsi Jawa Timur.

PT. Petrokimia Gresik merupakan perusahaan berstatus BUMN (Badan


Usaha Milik Negara) memakai bahan kimia dan gas sebagai penunjang produksi
pupuknya, dimana hasilnya antara lain H2SO4, H2PO4, CO2, Cement Retarder,
Alamunium Fluoride. PT. Petrokimia Gresik memakai bahan kimia salah satunya
yaitu Amonia (NH3).

Kapasitas Pabrik

Tahun
Pupuk Pabrik Kapasitas/Tahun
Beroperasi
Pupuk Urea 1 460.000 ton 1994
Pupuk Fosfat 2 1.000.000 ton 1979, 1983
1972,1984
Pupuk ZA 3 650.000 ton
1986
Pupuk NPK :   .  

- Phonska I 1 460.000 ton 2000


- Phonska II & III 2 1.280.000 ton 2005, 2009
- NPK I 1 100.000 ton 2005
- NPK II 1 100.000 ton 2008
- NPK III & IV 2 200.000 ton 2009
- NPK Blending 1 60.000 ton 2005
Pupuk ZK (K2SO4) 1 10.000 ton 2005
Pupuk Petroganik 1 10.000 ton 2005
5

JUMLAH 16 4.330.000 ton  

Tahun
Non Pupuk Pabrik Kapasitas/Tahun
Beroperasi
Amoniak 1 445.000 ton 1994

Asam Sulfat (98% H2SO4) 1 550.000 ton 1985

Asam Fosfat (100% P2O5) 1 200.000 ton 1985

Cement Retarder 1 440.000 ton 1985

Aluminium Fluorida 1 12.600 ton 1985

JUMLAH 5 1.647.600 ton  

Total pabrik/kapasitas 21 5.977.600 ton/th  

Selain menghasilkan dan memasarkan produk pupuk dan non pupuk, PT


Petrokimia Gresik juga menawarkan berbagai bentuk jasa & pelayanan, antara
lain meliputi : jasa pelabuhan, keahlian, fabrikasi, penelitian laboratorium,
konstruksi & rancang bangun, pendidikan & latihan, dan lain-lain.

Tahapan yang Dilakukan dalam Pembuatan Pupuk Urea yang


Menggunakan Amoniak
Bahan baku dalam pembuatan urea adalah gas CO2 dan NH3 cair yang dipasok
dari Pabrik Amoniak. Proses pembuatan urea di bagi menjadi 6 Unit terdapat pada
Gambar 1.
1. Sintesa Unit
2. Purifikasi Unit
3. Kristaliser Unit
4. Prilling Unit
5. Recovery Unit
6. Proses Kondensat Treatment Unit

a. Sintesa Unit
6

Unit ini merupakan bagian terpenting dari pabrik Urea, untuk mensintesa dengan
mereaksikan NH3 cair dan gas CO2 didalam Urea Reactor dan kedalam reaktor
ini dimasukkan juga larutan Recycle karbamat yang berasal dari bagian
Recovery. Tekanan operasi proses sintesa adalah 175 Kg/cm2. Hasil Sintesa
Urea dikirim ke bagian Purifikasi untuk dipisahkan Ammonium Karbamat dan
kelebihan amonianya setelah dilakukan Stripping oleh CO2.
b. Purifikasi Unit
Amonium Karbamat yang tidak terkonversi dan kelebihan amonia di Unit
Sintesa diuraikan dan dipisahkan dengan cara penurunan tekanan dan
pemanasan dengan 2 langkah penurunan tekanan, yaitu pada 17 Kg/cm2 dan
22,2 Kg/cm2. Hasil penguraian berupa gas CO2 dan NH3 dikirim kebagian
recovery, sedangkan larutan urea dikirim ke bagian Kristaliser.
c. Kristaliser Unit
Larutan Urea dari unit Purifikasi dikristalkan di bagian ini secara vakum,
kemudian kristal urea dipisahkan di pemutar sentrifugal. Panas yang diperlukan
untuk menguapkan air diambil dari panas sensibel larutan urea, maupun panas
kristalisasi urea dan panas yang diambil dari sirkulasi urea slurry ke HP
Absorber dari Recovery.
d. Prilling Unit
Kristal urea keluaran pemutar sentrifugal dikeringkan sampai menjadi 99,8 %
berat dengan udara panas, kemudian dikirimkan ke bagian atas prilling tower
untuk dilelehkan dan didistribusikan merata ke distributor, dan dari distributor
dijatuhkan kebawah sambil didinginkan oleh udara dari bawah dan
menghasilkan produk urea butiran (prill). Produk urea dikirim ke Bulk Storage
dengan Belt Conveyor.
e. Recovery Unit
Gas Ammonia dan Gas CO2 yang dipisahkan dibagian Purifikasi diambil
kembali dengan 2 langkah absorbsi dengan menggunakan Mother Liquor
sebagai absorben, kemudian direcycle kembali ke bagian Sintesa.
f. Proses Kondensat Treatment Unit
Uap air yang menguap dan terpisahkan dibagian kristalliser didinginkan dan
dikondensasikan. Sejumlah kecil urea, NH3 dan CO2 ikut kondensat kemudian
7

diolah dan dipisahkan di Stripper dan Hydroliser. Gas CO 2 dan gas NH3
dikirim kembali ke bagian purifikasi untuk direcover. Sedang air kondensatnya
dikirim ke utilitas.

Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Urea secara umum


8

Gambar 2. Diagram Proses Pembuatan Urea Secara Spesifik


9

BAB 3

SUMBER PENCEMARAN PADA INDUSTRI PENGOLAHAN PUPUK

Industri pengolahan pupuk termasuk dalam kategori penghasil limbah B3,


yang antara lain meliputi pabrik pembuatan, limbah padat, pabrik yang
menghasilkan zat buangan yang mencemari udara sehingga sampai kepada
lingkungan daratan. Penggunaan cat menghasilkan beberapa lumpur cat beracun,
baik air baku (water-base) maupun zat pelarut (solvent-base). Kemudian pada
pabrik yang terjadi ledakan atau kebocoran pada tanki amoniak.

Dari pabrik juga tentunya akan ada penggunaan detergen yang


mengandung bahan-bahan seperti surfaktan (surface active agent) yang berfungsi
untuk menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran
yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktan pada deterjen pencuci pakaian
dikategorikan sebagai anionik, umumnya tersusun dari alkyl benzene sulfonate
rantai bercabang (ABS), alkyl benzene sulfonate rantai lurus (LAS) dan Alpha
Olefin Sulfonate (AOS).

Nitrogen atau N2 di dalam pabrik kimia biasa digunakan sebagai media


untuk melindungi bahan kimia yang sensitif terhadap pengaruh bahaya oksigen
(O2).
10

BAB IV

PENCEMARAN DARI INDUSTRI PUPUK DAN SERTA DAMPAKNYA


TERHADAP KESEHATAN MANUSIA

4.1 Pupuk Organik yang masih berpotensi tercemar

Pupuk anorganik secara temporer telah meningkatkan hasil pertanian,


tetapi keuntungan hasil panen akhirnya berkurang banyak dengan adanya
penggunaan pupuk ini karena adanya sesuatu yang timbul akibat adanya degradasi
(pencemaran) lingkungan pada lahan pertanian. Alasan utama kenapa pupuk
anorganik menimbulakan pencemaran pada tanah adalah karena dalam prakteknya
banyak kandungan yang terbuang. Penggunaan pupuk buatan ( anorganik ) yang
terus- menerus akan mempercepat habisnya zat- zat organik , merusak
keseimbangan zat- zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai
penyakit tanaman.

Walau telah meminimalkan penggunaan bahan kimia (pestisida dan


pupuk), belum ada jaminan produk pangan organik yang dihasilkan terbebas dari
bakteri beracun. Penelitian mikrobiologis keamanan pangan organik yang
dilakukan di IPB dengan meneliti 3 contoh sayuran yang diperoleh dari
perkebunan yang berbeda, menunjukkan jika pengomposan pupuk organik kurang
sempurna bisa berakibat hasil panennya berpeluang mengandung bakteri patogen
seperti Salmonella dan Escherichia coli. Karena itu pencucian yang seksama
(menggunakan air matang) penting untuk menjamin keamanan sayuran organik.

Akibat pencemaran dari limbah industri dan pemakaian pupuk anorganik


yang terlalu banyak secara terus menerus menyebabkan unsure hara yang ada di
dalam tanah menurun. Di negara Indonesia sendiri, sebagian besar lahan pertanian
telah berubah menjadi lahan kritis. Lahan pertanian yang telah masuk dalam
kondisi kritis mencapai 66% dari total 7 juta hektar lahan pertanian yang ada di
Indonesia. Kesuburan tanah di lahan- lahan yang menggunakan pupuk anorganik
dari tahun ke tahun menurun.
11

4.2 Amoniak

Sebagai suatu industri pembuatan pupuk, PT. Petrokimia Gresik


menyadari akan adanya resiko bahaya yang sangat potensial seperti kebakaran,
peledakan dan pencemaran lingkungan. Bahaya yang memungkinkan dapat
berdampak luas adalah apabila terjadi ledakan atau kebocoran pada tanki
amoniak. Amoniak adalah bahan baku pembuatan urea, dalam pabrik terdapat
kelebihan amoniak yang kemudian di tampung dalam tanki khusus penyimpan
amoniak. Amoniak merupakan zat yang sangat valatile dengan titik didih normal
-33OC pada tekanan atmosferis. Amoniak sendiri merupakan bahan racun yang
dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata dan tenggorokan. Bahaya terhadap
manusia yaitu pada konsentrasi NH3 = 90 ppm, pH mencapai 11 dan ini
merupakan racun (toxik), sebagai gas amoniak menyebabkan iritasi pada saluran
pernafasan, mata dan kulit. Amoniak tersebut dapat dikategorikan bahaya tinggi
karena amonia mempunyai sifat anhydrous yaitu apabila amonia tersebut terkena
tekanan atmosfir 1atm akan berubah fase menjadi uap. Tangki amonia di pabrik
PT. Petrokimia Gresik ini pernah mengalami peledakan pada atap tangki pada
tahun 2001 dengan memakan korban dari pegawai PT. Petrokimia gresik sendiri
maupun dari pihak masyarakat disekitar pabrik.
Untuk melindungi karyawan dan masyarakat sekitar dari kemungkinan
adanya paparan amoniak ke udara, maka secara rutin bagi laboratorium kimia PT.
Pupuk Kaltim menganalisa gas pencemar secara rutin ke lokasi-lokasi sumber
pencemar di pabrik dan area sekitar, termasuk ke lokasi pemukiman penduduk.
Namun hal yang dikhawatirkan bagi semua adalah kegagalan operasi maupun
faktor lain yang menyebabkan terlepasnya gas amoniak ke udara dalam jumlah
besar yang dipastikan dapat mengakibatkan kecelakaan industri.
Faktor lain yang paling beresiko tinggi adalah jika tanki tersebut
meledak/pecah dan apalagi bila terjadi pada keduanya, maka lingkungan akan
menerima dampak yang sangat serius baik terhadap manusia maupun terhadap
perairan sekitar, Amoniak memiliki 2 spesies kimia yaitu NH 3 (dalam bentuk gas)
dan NH4+ (dalam bentuk terionisasi). Dalam air kedua spesies ini berada dalam
keseimbangan.
12

NH3 + H2O ↔ NH4+ + OH-

Kecelakaan oleh karena bocornya anhydrous amoniak dapat berakibat kerusakan-


kerusakan berantai yang prosesnya dapat sangat cepat terjadi. Demikian pula bila
sejumlah anhydrous amoniak bebas di udara dan mencapai volume gas amoniak
16-17%, maka dapat timbul ledakan (explosion) ledakan ini menjadi sumber api
terhadap semburan amoniak yang keluar dengan tekanan tinggi. Kebakaran
amoniak akan segera meningkatkan suhu sekitar dan memacu kebakaran lain. Bila
suhu kritis dilampui tanpa ledakan, maka suhu sekitar akan meningkat secepatnya
yang dapat mencapai suhu auto ignition pada 6510 C. Bila ini terjadi sudah pasti
akan merupakan bahaya besar bagi lingkungan.

4.3 Timbal (Pb)


Tingginya kadar logam Pb dimungkinkan karena merupakan tempat
berlabuhnya kapal-kapal dari pihak PT Petrokimia Gresik dalam proses
pengangkutan hasil industrinya yang limbahnya terbuang ke laut. Umumnya
bahan bakar minyak mendapat zat tambahan tetraetyl yang mengandung Pb untuk
meningkatkan mutu, sehingga limbah dari kapal-kapal tersebut dapat
menyebabkan kadar Pb di perairan tersebut menjadi tinggi. Rendahnya kadar
logam berat dimungkinkan karena adanya proses pengenceran oleh faktor pola
pasang surut. Saat melakukan sampling, keadaan gelombang air laut diperkirakan
cukup besar, sehingga logam berat tersebut mengalami proses pengenceran cukup
rendah. Timbal (Pb) merupakan salah satu pencemar yang dipermasalahkan
karena bersifat sangat toksik dan tergolong sebagai bahan buangan beracun dan
berbahaya. Kadar Pb di perairan Gresik telah melebihi batas maksimum baku
mutu yaitu 0,03 ppm (PP RI Nomor 82 /2001) sehingga tergolong tercemar. Pada
uji pendahuluan menunjukkan kadar Pb pada air tambak dekat laut, permukiman
penduduk, dan industri masing-masing sebesar 0,049 ppm, 0,2137 ppm dan
0,1352 ppm.

4.4 Penggunaan Detergen


Menurut Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia (APEDI), surfaktan
anionik yang digunakan di Indonesia saat ini adalah alkyl benzene sulfonate rantai
13

bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl benzene sulfonate rantai lurus (LAS)
sebesar 60%. Dibandingkan dengan LAS, ABS merupakan senyawa yang lebih
sukar terurai secara alami. Oleh karenanya, pada banyak negara di dunia
penggunaan ABS telah dilarang dan diganti dengan LAS. Sedangkan di Indonesia,
peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum ada. Beberapa alasan masih
digunakannya ABS dalam produk deterjen, antara lain karena : harganya murah,
kestabilannya dalam bentuk krim pasta dan busanya melimpah.
Penggunaan deterjen dapat mempunyai risiko bagi kesehatan dan
lingkungan. Risiko deterjen yang paling ringan pada manusia berupa iritasi
(panas, gatal bahkan mengelupas) pada kulit terutama di daerah yang bersentuhan
langsung dengan produk. Hal ini disebabkan karena kebanyakan produk deterjen
yang beredar saat ini memiliki derajat keasaman (pH) tinggi. Dalam kondisi
iritasi/terluka, penggunaan produk penghalus apalagi yang mengandung pewangi,
justru akan membuat iritasi kulit semakin parah.
Dalam jangka panjang, air minum yang telah terkontaminasi limbah
deterjen berpotensi sebagai salah satu penyebab penyakit kanker (karsinogenik).
Proses penguraian deterjen akan menghasilkan sisa benzena yang apabila bereaksi
dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena yang sangat berbahaya.
Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada pengolahan air minum,
mengingat digunakannya kaporit (dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai
pembunuh kuman pada proses klorinasi.

4.5 Nitrogen

Nitrogen atau N2 di dalam pabrik kimia biasa digunakan sebagai media


untuk melindungi bahan kimia yang sensitif terhadap pengaruh bahaya oksigen
(O2). Sebagai contoh adalah blanketing tanki penyimpanan bahan mudah terbakar
(flammable material) dan pipa/tank purging (N2 purging).

Namun, ketika sebuah tanki misalnya akan dibuka untuk dilakukan clean-
up atau maintenance, maka muncullah bahaya dari nitrogen sebagai gas inert.
Keberadaan nitrogen mengganggu konsentrasi aman dari oksigen dalam tanki,
meskipun manhole dari tanki sudah dibuka.
14

Kekurangan oksigen akibat konsentrasi nitrogen yang berlebih, bisa


menyebabkan oxygen deficiency, dengan resiko terburuk kematian.
15

BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH

5.1 Upaya Pengelolaan


Agroindustri tidak melulu membahas mengenai pengolahan bahan hasil
pertanian untuk dijadikan suatu produk, tapi perlu juga membahas mengenai
penanganan limbahnya, karena limbah itu sangat penting dan jika kita biarkan
tanpa penanganan akan berbahaya bagi lingkungan.
Bagi lingkungan terdekat dari lokasi tangki penyimpan amoniak adalah
perairan laut, dimana perlu mendapat perlindungan terhadap pencemaran. Air
merupakan salah satu senyawa kimia yang penting dalam kehidupan dan
peradapan manusia di bumi ini. Hal ini sebabkan oleh jumlah air yang banyak,
sifat-sifat kimia dan fisika dari air yang sangat unik dan peranannya yang penting
dalam proses biologi. Parameter fisika digunakan untuk menentukan kualitas air
yang meliputi cahaya, suhu, kecerahan/kekeruhan, warna, konduktifitas, salinitas
dan lain-lain. Untuk itu perairan laut sekitar dan limbah industri, perlu diukur
salinitasnya. Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat diperairan (Boyd,
1988). Salinitas mengambarkan padatan total dalam air setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oxida.
Agar dapat dilaksanakan secara efektif, sistem manajemen lingkungan
harus mencakup beberapa unsur utama sebagai berikut :
a) Kebijakan Lingkungan : pernyataan tentang maksud kegiatan manajemen
lingkungan dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk mencapainya.
b) Perencanaan : mencakup identifikasi aspek lingkungan dan persyaratan
peraturan lingkungan hidup yang bersesuaian, penentuan tujuan
pencapaian dan program pengelolaan lingkungan.
c) Implementasi : mencakup struktur organisasi, wewenang dan tanggung
jawab, training, komunikasi, dokumentasi, kontrol dan tanggap darurat.
d) Pemeriksaan reguler dan Tindakan perbaikan : mencakup pemantauan,
pengukuran dan audit.
e) Kajian manajemen : kajian tentang kesesuaian dan efektivitas sistem untuk
mencapai tujuan dan perubahan yang terjadi diluar organisasi
16

(Bratasida, 1996).

5.2 Pelaksanaan Produksi Bersih


 Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui
upaya minimisasi limbah, daur ulang, pengolahan, dan pembuangan
limbah yang aman.
 Mendukung prinsip pemeliharaan lingkungan dalam rangka daur hidup
perusahaan.Dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktifitas
melalui penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi
yang efisien.
 Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi
eksploitasi sumber daya alam melalui penerapan daur ulang limbah dan
dalam proses yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumber daya
alam. Memberi peluang keuntungan ekonomi, sebab didalam Produksi
Bersih terdapat strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source
reduction end in process recycling), yaitu mencegah terbentuknya limbah
secara dini, dengan demikian dapat mengurangi biaya investasi yang harus
dikeluarkan untuk pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya
perbaikan lingkungan.
 Memperkuat daya saing produk di pasar global.
 Meningkatkan citra perusahaan dan meningkatkan kepercayaan konsumen
terhadap produk urea dan amoniak yang dihasilkan.
 Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan.

5.2.2 Melakukan pengolahan (Treatment) Minimisasi Limbah :


Upaya untuk mencegah dan/atau mengurangi timbulnya limbah, dimulai
sejak pemilihan bahan, teknologi proses, penggunaan materi dan energi dan
pemanfaatan produk sampingan pada suatu sistem produksi. Minimisasi limbah
dapat dilakukan dengan cara reduce, reuse, recycle, dan recovery.
REDUCE : upaya untuk mengurangi pemakaian/penggunaan bahan baku
seefisien mungkin didalam suatu proses produksi. Juga memperhatikan agar
limbah yang terbuang menjadi sedikit.
17

REUSE : upaya penggunaan limbah untuk digunakan kembali tanpa mengalami


proses pengolahan atau perubahan bentuk. Reuse dapat dilakukan didalam atau
diluar daerah proses produksi yang bersangkutan.
RECYCLE : upaya pemanfaatan limbah dengan cara proses daur ulang melalui
pengolahan fisik atau kimia, baik untuk menghasilkan produk yang sama maupun
produk yang berlainan. Daur ulang dapat dilakukan didalam atau diluar daerah
proses produksi yang bersangkutan.
RECOVERY : upaya pemanfaatan limbah dengan jalan memproses untuk
memperoleh kembali materi/energi yang terkandung didalamnya.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
18

1. Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya).

2. Industri merupakan salah satu aktivitas manusia. Dalam perkembangannya


industri memberikan manfaat bagi kehidupan manusia seperti menyerap
tenaga kerja, menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan oleh manusia
dan sebagainya. Namun disamping itu proses produksi yang dijalankan
dengan menggunakan teknologi dan bahan-bahan dapat membahayakan
kehidupan. Apabila hal tersebut tidak dikelola dengan baik, tidak menutup
kemungkinan akan menimbulkan gangguan, penurunan kualitas kehidupan
sampai terjadinya disaster.

3. Industri pengolahan pupuk termasuk dalam kategori penghasil limbah B3,


yang antara lain meliputi pabrik pembuatan, limbah padat, pabrik yang
menghasilkan zat buangan yang mencemari udara sehingga sampai kepada
lingkungan daratan. Penggunaan cat menghasilkan beberapa lumpur cat
beracun, baik air baku (water-base) maupun zat pelarut (solvent-base).
Kemudian pada pabrik yang terjadi ledakan atau kebocoran pada tanki
amoniak.
4. Melakukan pengelolaan serta pengembangan teknologi dalam upaya
minimasi serta pengolahan limbah.

DAFTAR PUSTAKA
19

http://tech.groups.yahoo.com/group/majalah-salam/message/56

http://ilmuwanmuda.wordpress.com/pencemaran-tanah-oleh-pupuk/

http://fani46.multiply.com/journal/item/5

http://gbioscience05.wordpress.com/2008/05/26/indonesia-di-lintasan-limbah-b3-
bahan-beracun-berbahaya/

http://aahabib.co.cc/info-kesehatan/bahaya-detejen-bagi-kesehatan/

http://www.petrokimia-gresik.com/history.asp

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3240030

Sulanjana, Agung dkk. 2005. Makalah Industri Pupuk dan Amonia. Bandung;
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Goenawan. 1999. Kimia 2B. Jakarta: Gramedia Widiasrana Indonesia.

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.

Pandjaitan, M. 2002. Industri Petrokimia dan Dampak Lingkungannya.


Yogyakarta: Universitas

Gadjah Mada Press.Sarifudin, Rachmad. 1998. Pendugaan Kualitas Air Kali Mas
Surabaya Ditinjau dari Indeks Keanekaragaman Plankton. Skripsi Tidak
dipublikasikan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

You might also like