You are on page 1of 69

Manajemen Pengungsi

Surveilans
Epidemiologi

Subdirektorat Surveilans Epidemiologi,


Direktorat Surveilans Epidemiologi, Imunisasi dan Kesehatan Matra,
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan,
Departemen Kesehatan

1
Jakarta, 2003

2
Kata Pengantar

3
Editor, Penulis dan Penerbit

Editor :
Sholah Imari
Eko Priyono
Andiek Ochman

Penerbit dan Distributor :

Subdirektorat Surveilans Epidemiologi,


Direktorat Surveilans Epidemiologi, Imunisasi dan Kesehatan Matra,
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan.
Departemen Kesehatan.
Jl. Percetakan Negara 29, Jakarta.
Tel. 021-4265974, faksimili : 021-4266919
email : skdklb@ppmplp.depkes.go.id

4
Penulis :

Sholah Imari, dr, MSc


Anggota Tim Teknis Penanggulangan Bencana, Direktorat Jenderal PPM & PL,
Departemen Kesehatan;
Staf Subdirektorat Surveilans Epidemiologi, Direktorat Epim-Kesma,
Direktorat Jenderal PPM & PL, Departemen Kesehatan

5
Daftar Isi
Kata Pengantar.......................................................................................................2
Daftar Isi..................................................................................................................5
1. Pendahuluan.......................................................................................................7
1.1. Tujuan Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Pengungsi...................7
1.2. Gambaran Umum Pengungsian..................................................................7
1.3. Sepuluh Tugas Utama Penanggulangan Pengungsi...................................8
2. Aspek Epidemiologi Pengungsi........................................................................10
2.1. Strategi Dasar Pemberantasan Penyakit Menular....................................10
2.2. Hubungan Sakit-Sakit-Status Gizi..............................................................12
2.3. Ukuran Epidemiologi Pada Pengungsi......................................................13
2.3.1. Surveilans Berbasis Pada Angka Absolut...........................................13
2.3.2. Surveilans Berbasis Angka Kesakitan Insidens dan Angka Kesakitan
Prevalens.......................................................................................................13
2.3.3. Perorangan dan Populasi Pengungsi Rentan.....................................15
2.3.4. Strategi Analisis...................................................................................15
2.3.4.1. Analisis Sederhana.......................................................................16
2.3.4.2. Analisis Lanjut...............................................................................16
3. Membangun Surveilans Epidemiologi..............................................................18
3.2. Strategi Pengembangan Surveilans Epidemiologi Pengungsi..................19
3.3. Langkah-langkah Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Pengungsi
...........................................................................................................................22
3.3.1. Tim Teknis Surveilans Epidemiologi Pengungsi (Tim SEP)...............22
3.3.2. Kajian Awal (Initial Assessment )........................................................23
3.3.3. Menyusun Rancangan Surveilans Epidemiologi Pengungsi..............26
3.3.3.1. Surveilans Jumlah Pengungsi......................................................27
3.3.3.2. Surveilans Epidemiologi Kematian Pengungsi.............................31
3.3.3.3. Surveilans Epidemiologi Penyakit................................................35
3.3.3.4. Surveilans Epidemiologi Kebutuhan Dasar dan Program............38
3.3.3.5. Surveilans Epidemiologi Tempat Tinggal (Jumlah dan Kepadatan)
Pengungsi..................................................................................................39
3.3.3.6. Surveilans Epidemiologi Air dan Sanitasi.....................................39
3.3.3.7. Surveilans Epidemiologi Gizi dan Pangan...................................43
3.3.3.8. Surveilans Berbasis Kajian Lapangan..........................................45
3.3.3.9. Studi Epidemiologi........................................................................45
3.3.3.10. Penyelidikan Kejadian Luar Biasa..............................................45
Referensi dan Konsultasi...............................................................................48
3.3.4. Advokasi dan Sosialisasi Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi46
3.3.5. Sumber Daya Manusia, Sarana dan Anggaran..................................47
3.3.6. Strategi Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis...............................47
3.3.7. Strategi Distribusi Informasi................................................................48
3.3.8. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Surveilans Epidemiologi...............48
4. Aspek Manajemen Surveilans Epidemiologi Pengungsi..................................49
4.1. Tujuan dan Mekanisme Kegiatan Surveilans Pengungsi..........................49

6
4.2. Konsep Surveilans Epidemiologi Pengungsi.............................................50
4.3. Tim Teknis Surveilans Pengungsi..............................................................50
4.4. Proses Kegiatan Rutin Surveilans Epidemiologi Pengungsi.....................52
4.5. Manajemen Penyelenggaraan Surveilans Pengungsi...............................52
4.6. Monitoring dan Evaluasi (Indikator Kinerja)...............................................54
5. Peran Propinsi dan Pusat.................................................................................55
5.1. Jejaring Surveilans Pengungsi...................................................................56
5.2. Kegiatan Analisis dan Distribusi Informasi Propinsi dan Pusat.................56
5.3. Asistensi Teknis Propinsi dan Pusat..........................................................56
6. Lampiran...........................................................................................................57

7
1. Pendahuluan
Sebagai negara yang besar dan terletak pada geografi berisiko, maka
Indonesia sering mengalami kejadian alam gempa bumi, gunung meletus, banjir
dan bencana lain yang dapat menimbulkan gelombang pengungsi. Beberapa
tahun terakhir ini, Indonesia juga didera dengan berbagai konflik soial
berkepanjangan dengan menimbulkan gelombang pengungsi yang besar dan
dalam periode waktu pengungsian yang lama.
Pengungsian adalah peristiwa berpindahnya penduduk dari suatu tempat
ketempat lainnya untuk mengamankan dan menyelamatkan diri akibat terjadinya
suatu peristiwa mendadak seperti bencana dan konflik sosial maupun sebab lain
yang terjadi di suatu tempat. Terjadinya pengungsian memerlukan upaya
penanggulangan sehingga tidak berdampak timbulnya kondisi emergensi dengan
kematian yang besar.
Berdasarkan pengalaman selama ini, kejadian pengungsian sekelompok
orang dalam jumlah yang cukup besar akan terjadi risiko terhadap status
kesehatan masyarakat pengungsi, baik pada saat melakukan pengungsian,
maupun pada saat berada di tempat penampungan pengungsi. Risiko perubahan
status kesehatan akan terjadi sangat cepat, tidak terduga dan lebih dari itu,
adanya penyakit sekunder, terutama penyakit menular potensi KLB, dapat
berisiko jatuhnya kurban yang besar.
Untuk mempersiapkan kondisi rawan dengan sikap antisipatif terhadap
program pencegahan penyakit, maka peran surveilans epidemiologi sebagai
“evidance base” untuk menetapkan priotitas program perlu dibangun.

1.1. Tujuan Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi


Pengungsi
Tujuan penyelenggaraan surveilans epidemiologi adalah mendapatkan
gambaran epidemiologi penyakit prioritas, dan faktor yang berpengaruh terhadap
perkembangan penyakit prioritas, secara terus menerus dan sistematis untuk
memberikan dukungan informasi epidemiologi terhadap penyelenggaraan
penanggulangan pengungsi dibidang kesehatan atau yang berkaitan dengan
kesehatan.

1.2. Gambaran Umum Pengungsian


Untuk menyusun sebuah program surveilans epidemiologi pada
pengungsi diperlukan pemahaman yang cukup tentang pengungsi dan faktor
yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatannya. Kondisi yang berpengaruh
terhadap status kesehatan pengungsi adalah antara lain : penyebab terjadinya
pengungsi, tahapan pengungsian, penyakit yang dibawa dari tempat tinggal
sebelumnya atau dalam perjalanan pengungsian, penyakit yang ada pada
tempat pengungsian serta kondisi-kondisi pengungsian yang dapat memperberat
timbulnya penyakit yang ada ditempat pengungsian.

8
Penyebab Pengungsian
Penyebab pengungsian secara umum dibagi dalam dua penyebab,
pengungsian karena bencana dan pengungsian karena konflik sosial atau
perang. Pengungsian karena bencana, biasanya akan memiliki lama waktu
pengungsian yang pendek, tidak lebih dari 3 bulan. Sementara pengungsian
karena konflik sosial, biasanya akan mempunyai waktu mengungsi yang lama,
bahkan bisa bertahun-tahun. Kedua kejadian ini terjadi pada hampir seluruh
kejadian pengungsian di Indonesia. Kejadian pengungsian karena meletusnya
gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, dan gunung Merapi, Jawa Tengah-
Yogya, berulangkali tejadi, sehingga pengungsian dan pola pengungsian sudah
mempunyai pola. Demikian juga pengungsian karena banjir tahunan, masyarakat
dan pemerintah setempat sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk
menghadapi banjir, termasuk pola pengungsiannya, bahkan termasuk anggaran
biaya yang disediakan.
Walaupun tidak seluruhnya benar, tetapi penyebab terjadinya pengungsian,
berpengaruh terhadap lamanya waktu mengungsi. Lamanya waktu mengungsi
akan berpengaruh pada pola kesiapsiagaan yang harus diterapkan untuk
menghadapi perbedaan jenis serangan penyakit dan masalah kesehatan yang
akan terjadi pada para pengungsi

1.3. Sepuluh Tugas Utama Penanggulangan Pengungsi

Kejadian pengungsian akan berkembang dalam 2 kondisi : periode emergensi


dan periode pasca emergensi. Periode emergensi adalah periode selama berada
di pengungsian dengan tingkat kematian yang sangat tinggi, yaitu dengan angka
kematian kasar (crude death rate) lebih dari 1 kematian per 10.000 populasi per
hari (dapat ditulis menjadi 7 kematian
10 Tugas Prioritas per 10.000 populasi per minggu atau 3
Penanggulangan Pengungsi kematian per 1000 populasi per
Bidang Kesehatan bulan). Periode pasca emergensi atau
disebut dengan periode konsolidasi
Inisial Assessesment adalah dimulai pada saat angka
Imunisasi Campak kematian pengungsi telah kembali
Air dan Sanitasi pada kondisi normal, atau sama
Makanan dan Gizi
Tempat Tinggal
dengan angka kematian penduduk
Pelayanan Kesehatan Darurat sekitarnya. Angka kematian kasar
Pengendalian Penyakit dan KLB berada dibawah 1 per 10.000 populasi
Surveilans Kesehatan Masyarakat per hari dan telah tersedianya
SDM kebutuhan dasar populasi dalam
Koordinasi
jumlah memadai.

Pada periode emergensi, terdapat 10 tugas intervensi yang perlu


dilaksanakan pada penanggulangan pengungsi, surveilans kesehatan

9
masyarakat menjadi salah satu dari 10 tugas intervensi. Seharusnya kesepuluh
tugas intervensi tersebut harus dilaksanakan serentak, tetapi pada
pelaksanaannya selalu melihat kondisi yang ada, terutama hasil dari kajian awal
(initial assessment). Surveilas epidemiologi yang dikembangkan pada pengungsi
pada periode emergensi merupakan Sistem Kewaspadaan Dini KLB penyakit
dan keracunan. Sistem yang akan dikembangkan harus selalu didahului dengan
kajian awal.

10
2. Aspek Epidemiologi Pengungsi
Untuk membangun suatu sistem surveilans epidemiologi pengungsi yang
baik, dan juga dalam meningkatkan kemampuan analisis terhadap semua data
dan informasi yang ditemukan, maka perlu dipahami aspek epidemiologi
pengungsi yang meliputi strategi dasar pemberantasan penyakit menular,
hubungan antara suatu penyakit dengan penyakit lain serta dengan status gizi,
dan aspek ukuran-ukuran epidemiologi pada pengungsi.

2.1. Strategi Dasar Pemberantasan Penyakit Menular

Seseorang dapat menderita sakit, terutama menderita penyakit menular, karena


dimulai adanya agen penyakit (kuman) yang masuk dalam tubuh orang tersebut,
keadaan ini disebut sebagai terpapar dan terinfeksi. Didalam tubuh kuman
berkembang biak, merusak jaringan, atau menebarkan racun, sehingga pada
jumlah kuman yang memadai akan menimbulkan gejala penyakit, keadaan ini
disebut menderita sakit.
Proses dari keadaan
Program Pemberantasan sehat menjadi sakit,
Penyakit Menular karena masuknya agen
SEHAT
penyakit kedalam badan,
SEHAT
dapat terhambat
Lingkungan

perkembang biakannya
Daya tahan

Langsung
Imunitas

Vektor

karena adanya imunitas


dan daya tahan tubuh
orang-orang yang
SAKIT terserang agen penyakit
tersebut. Para klinisi akan
memahami betul proses
MATI SEMBUH terjadinya seseorang yang
sehat kemudian menjadi
sakit, sekaligus
memahami betul agar seseorang yang telah menunjukkan gejala sakit dapat
disembuhkan dengan serangkaian kegiatan pengobatan.
Bagi para epidemiologi akan lebih menggali pemahaman mengapa orang
yang sehat dapat terpapar suatu agen penyakit yang berasal dari orang sakit,
proses ini pada penyakit menular disebut sebagai “tertular”. Penularan dapat
terjadi secara langsung dari orang yang menderita sakit kepada orang sehat
tanpa perantara lain, misalnya penularan tuberkulosa paru, penyakit menular
seksual, campak, inluenza dan sebagainya. Penularan dapat juga terjadi karena
agen penyakit yang berasal dari seorang penderita, disebarkan ke lingkungan
sekitanya, misalnya agen penyakit keluar dari tubuh orang sakit bersamaan
dengan tinja penderita dan menyebar ke tanah, udara atau air, yang kemudian
mencemari makanan dan minuman orang sehat. Penularan dapat juga terjadi
karena agen penyakit menular pada pembawa penyakit (vektor), kemudian

11
vektor memindahkan agen penyakit kepada orang sehat lainnya, misalnya
penularan malaria, demam berdarah, chikungunya melalui vektor nyamuk.
Dengan mencermati proses penularan dan kemampuan tubuh
menghadapi penularan agen tersebut, maka dapat diidentifikasi sasaran upaya
pemberantasan penyakit menular. Upaya pemberantasan dengan menerapkan
manajemen kasus dan manajemen kesehatan masyarakat (public health).
Manajemen kasus dapat diterapkan pada penderita agar dapat cepat
sembuh, mencegah kecacatan atau kematian. Manjemen kasus dapat
diterapkan pada seseorang yang diperkirakan telah terpapar atau terinfeksi suatu
agen penyakit yang belum menunjukkan gejala penyakit agar tetap sehat, baik
dengan obat profilaksis, pemberian serum anti penyakit, perbaikan gizi dan
sebagainya. Misalnya, pada infeksi malaria dengan pemberian obat anti malaria,
karier difteri mendapat antibiotika, terinfeksi HIV dengan menjaga kesehatan dan
kebugaran tubuh. Pada penderita pnemonia, manajemen kasus menjadi strategi
dasar penanggulangan yang paling tepat pada pengungsi, baik dengan cara
pengobatan, maupun dengan perbaikan gizi terhadap penderita maupun
terhadap anak-anak yang sehat agar tidak terserang pnemonia.
Manajemen kesehatan masyarakat dimanfaatkan untuk menekan
kemungkinan terjadinya penularan dan penyebarluasan penyakit ke orang lain,
sehingga angka kesakitan (insidance rate) dan angka kematian (mortality rate)
dapat diturunkan. Manajemen kesehatan masyarakat lebih menekankan pada
upaya pencegahan penularan dengan cara memutus mata rantai penularan.
Cara pertama adalah dengan melakukan manajemen kasus, baik pengobatan
maupun profilaksis. Cara ini dapat secepatnya membersihkan tubuh penderita
dari agen penyakit, sehingga penderita atau karier tidak lagi menjadi sumber
penularan. Cara kedua, memutus kemungkinan penularan agen penyakit dari
penderita ke orang sehat dengan cara isolasi. Misalnya penderita istirahat di
rumah dan tidak usah tidak masuk sekolah atau kerja selama sakit, terutama
penderita yang penularannya ke orang lain melalui penularan langsung udara,
misalnya campak, influenza, difteri dan sebagainya. Penyakit dengan penularan
melalaui nyamuk, seperti demam dengue, malaria sebaiknya juga beristirahat di
rumah selama periode penularan. Cara ketiga, meningkatkan daya tahan setiap
orang dengan cara perbaikan status gizi, sehingga tubuh mampu menahan
serangan agen penyakit, atau memproduksi antibodi dengan cepat. Upaya
peningkatan daya tahan tubuh dapat dilakukan dengan meningkatkan imunitas
secara aktif melalui pemberian imunisasi, misalnya imunisasi campak, difteri,
batuk rejan dan sebagainya. Cara keempat, dengan melakukan perbaikan
kondisi lingkungan agar tidak rentan menjadi sumber penularan penyakit. Cara
yang ditempuh adalah dengan manajemen vektor, seperti pemberantasan
sarang nyamuk pada demam dengue dan malaria, manajemen sanitasi
lingkungan dan makanan dalam pemberantasan penyakit-penyakit perut, diare,
tifus perut dan sebagainya. Cara lain adalah dengan manajemen perilaku sehat.

12
2.2. Hubungan Sakit-Sakit-Status Gizi

Pada pengungsian, insidens penyakit seringkali meningkat dengan tajam dalam


waktu singkat. Keadaan ini diperparah dengan terjadinya kekurangan makanan
dan stress fisik serta stress psikolgis. Dalam manajemen pengungsi, hubungan
kejadian kesakitan suatu penyakit terhadap kejadian kesakitan penyakit lain
perlu dipahami dengan tepat, sehingga strategi manajemen yang diterapkan
akan lebih tepat dan efisien.
Anak yang menderita suatu penyakit,
terutama diare, campak dan pnemonia
Hubungan Sakit- Sakit-St.Gizi pada pengungsi, akan berdampak
pada penurunan status gizi.
status gizi Sementara penurunan status gizi akan
memperbesar risiko sakit karena
penyakit-penyakit tersebut diatas. Oleh
diare pnemonia karena itu, penyakit dan status gizi
memiliki hubungan timbal balik.
Dengan pemahaman seperti itu, dapat
meninggal ditarik kesimpulan bahwa suatu
penyakit tertentu berhubungan dengan
risiko terjadinya kerentanan terhadap
serangan penyakit lain, terutama
Hubungan Sakit - Faktor Risiko karena terjadinya penurunan status gizi
orang tersebut. Pada pengungsi,
Pangan hubungan timbal balik antara penyakit
diare, campak dan pnemonia serta
Gizi
sanitasi

imunitas

ketersediaan pangan menjadi


diare campak penyebab terbesar kesakitan dan
kematian pengungsi dan oleh karena
pengobatan itu menjadi prioritas utama dalam
meninggal manajemen pengungsi.
Sebagaimana dibahas
sebelumnya, strategi pemberantasan penyakit tersebut dilakukan dengan
melaksanakan manjemen kasus dan manajemen kesehatan masyarakat.
Manjemen kasus dengan menerapkan upaya pengobatan, dan upaya profilaksis.
Upaya pengobatan meliputi aspek teknis medik, sistem rujukan dan
mendekatkan pelayanan ke masyarakat. Manajemen kesehatan masyarakat
dengan menerapkan upaya distribusi pangan, manajemen kesehatan lingkungan
dan penyelenggaraan imunisasi. Pada konsep hubungan sakit-sakit-status gizi
ini, maka keberhasilan manjemen kasus, manajemen kesehatan lingkungan,
distribusi pangan, dan penyelenggaraan imunisasi merupakan unsur-unsur yang
memiliki hubungan timbal balik, dan oleh karena itu kegagalan salah satu unsur
diantaranya akan berdampak serius terhadap unsur lainnya.

13
2.3. Ukuran Epidemiologi Pada Pengungsi

Jumlah pengungsi mengalami perubahan dari waktu kewaktu dengan


cepat, terutama pada masa awal pengungsian, serta dengan manajemen
pengungsian belum sepenuhnya tertata dengan baik. Berbeda dengan kelompok
populasi normal, perubahan jumlah pengungsi yang cepat ini sangat
berpengaruh terhadap populasi berisiko yang menjadi dasar analisis
epidemiologi pada pelaksanaan surveilans, oleh karena itu, ukuran-ukuran
epidemiologi perlu dicermati kembali agar analisis epidemiologinya tidak terjebak
pada penarikan kesimpulan yang salah.

2.3.1. Surveilans Berbasis Pada Angka Absolut


Teknik surveilans berbasis pada angka absolut merupakan teknik yang
biasa digunakan pada populasi yang relatif stabil, misalnya surveilans berbasis
data kesakitan Puskesmas, surveilans pada KLB campak yang terjadi didesa
tertentu, dan sebagainya. Teknik ini menganggap jumlah populasi berisiko
adalah tetap, sehingga dapat “disembunyikan” data populasi berisikonya.
Untuk kepentingan analisis pada populasi pengungsi, surveilans berbasis
pada angka absolut terhadap perkembangan suatu penyakit tertentu, harus
selalu ditampilkan juga perkembangan populasi pengungsi pada periode yang
sama, misalnya perkembangan kasus diare dehidrasi berat mingguan harus
disertai dengan perubahan jumlah pengungsi mingguan. Dengan cara ini,
terjadinya peningkatan absolut jumlah penderita diare dehidrasi, sebetulnya
dalam keadaan normal dan jumlahnya seiring dengan peningkatan jumlah
populasi pengungsi. Dengan cara ini pula, terjadinya peningkatan jumlah
kematian pada pengungsi, sebetulnya dalam keadaan normal dan jumlahnya
seiring dengan peningkatan jumlah populasi pengungsi.

2.3.2. Surveilans Berbasis Angka Kesakitan Insidens dan Angka Kesakitan


Prevalens.
Pada keadaan normal, angka kesakitan insidens (insidens rate), maupun
angka kesakitan prevalens (prevalence rate) digunakan untuk membandingkan
risiko kesakitan pada suatu populasi dengan populasi yang lain, misalnya angka
kesakitan insidens diare wilayah Puskesmas A dengan Puskesmas B, angka
kesakitan insidens campak pada kelompok usia kurang lima tahun dengan
kelompok lebih lima tahun. Pada kelompok pengungsi, tidak saja dimanfaatkan
untuk membandingkan antara satu kelompok dengan kelompok lain, tetapi justru
karena adanya perubahan jumlah populasi dari waktu ke waktu yang sangat
cepat, maka angka kesakitan ini sangat penting untuk membandingkan
perkembangan dalam satu kelompok pengungsi dari waktu satu ke waktu.
Pada situasi pengungsi perlu mendapatkan data dengan cepat dan
frekuensi analisisnya juga sangat tinggi, oleh karena itu maka pada situasi
pengungsi lebih banyak digunakan data prevalensi. Data prevalensi dan data
insidens pada penyakit-penyakit akut, seperti diare, campak dan pnemonia,
memiliki perbedaan yang sangat kecil.

14
Angka kesakitan atau kematian per 10.000 pengungsi perhari adalah
jumlah pengungsi yang meninggal atau menderita sakit dalam satu hari dibagi
dengan jumlah pengungsi pada hari tersebut dikalikan dengan konstanta 10.000.
Sementara untuk periode satu minggu, maka angka kematian atau kesakitan per
10.000 pengungsi perhari dalam periode satu minggu adalah jumlah pengungsi
yang meninggal atau menderita sakit dalam periode waktu satu minggu, dibagi
dengan jumlah pengungsi pada minggu tersebut dikalikan dengan konstanta
10.000. Jumlah pengungsi pada minggu tersebut adalah rata-rata jumlah
pengungsi setiap hari dalam periode satu minggu tertentu. Biasanya digunakan
data jumlah pengungsi pada satu hari tertentu yang terletak ditengah-tengah
minggu, atau rata-rata antara jumlah pengungsi hari pertama dan hari terakhir
minggu tersebut, atau data pengungsi pada hari terakhir sebelumnya ditambah
dengan data pengungsi pada hari terakhir minggu berjalan dibagi dua. Data
terakhir ini lebih sering digunakan karena biasanya data pengungsi diperoleh
secara berkala pada hari tertentu pada minggu tersebut, misalnya data
pengungsi pada hari Sabtu. Semua data jumlah pengungsi tidak tepat karena
perubahan dari waktu ke waktu sangat cepat dan sering perubahannya tidak
sama dari waktu satu ke waktu yang lain.

Angka Kematian
per 10.000 Jumlah pengungsi meninggal dalam satu
pengungsi = x 10.000
Jumlah pengungsi pada hari yang
perhari

Angka Kematian Jumlah pengungsi meninggal dalam satu minggu 10.000


per 10.000 = x
Jumlah pengungsi pada tengah minggu 7
pengungsi
perhari berkala
mingguan
Dengan angka kesakitan maupun angka kematian tersebut maka dapat
disajikan grafik angka kesakitan dan angka kematian sederhana seperti pada
gambar __.

A n g k2a K e m a tia n P e n g u n g s i p e r 1 0 .0 0 0 A n g k a2 P n e m o n ia p e r 1 0 0 0 0 P e n g u n g s i
P e n g u n g s i p e r H a ri M e n u ru t M in g g u a n P e r H a ri M e n u ru t M in g g u a n
1.5 K a b .
K a b . A ta s A n g in , 2 0 0 1
A ta s A n g in , 2 0 0 1 1.5
rate meninngal

rate kasus

1 1

0.5 0.5

0 0
'03 '04 '05 '06 '07 '08 '09 '12 '13 '14 '15 '16 '03 '04 '04 '05 '06 '07 '08 '09 '10 '11 '12 '13
minggu MINGGU

Berbeda dengan surveilans berbasis angka absolut, pada surveilans


berbasis angka kesakitan ini hanya perlu menampilkan satu grafik, karena

15
perubahan jumlah populasi pengungsi sudah terkendali melalui data rate.
Penyajiannya dapat dilakukan tidak hanya terhadap data kematian atau data
kesakitan secara mingguan atau bulanan, tetapi juga terhadap kecukupan
pangan, kecukupan air dan kecukupan papan.

2.3.3. Pengungsi Rentan Perorangan dan Populasi

Pada pengungsi terdapat individu-individu yang memiliki risiko sakit dan


bahkan risiko mati. Kelompok pengungsi tersebut adalah bayi, anak balita, orang
tua terutama yang hidup sendiri tanpa keluarga, anak-anak dan orang dewasa
dalam keluarga dengan kepala keluarga wanita, serta ibu hamil dan melahirkan.
Risiko ini disamping karena daya tahan dan imunitasnya, dapat terjadi karena
ketidakmampuan menghadapi keadaan lingkungan yang tidak biasa ditempati
dalam keadaan normal, ketidakcukupan
Pengungsi Rentan
pangan atau ketidakmampuan berebut ransum
Perorangan
o Bayi dan Anak Balita bantuan makanan, bahkan juga
o Orang Tua (sendiri) ketidakmampuan mencari pertolongan
o Keluarga dengan KK wanita pengobatan.
o Ibu Hamil dan Melahirkan Ketidakmampuan mendapatkan
Pengungsi Rentan Populasi makanan, baik karena ketidakmampuan
o Padat mendapat nafkah untuk membeli makanan,
o Jumlah Besar Satu Lokasi ketidakmampuan memasak atau menyediakan
o Terisolir makanan, atau ketidakmampuan berebut
o Tanpa informasi
ransum makanan, sangat terlihat pada orang
o Tanpa Pengelola
o Tipuan Data tua yang hidup sendiri tanpa keluarga, dan
pada keluarga dimana kepala keluarganya
adalah wanita. Orang-orang dengan risiko
tinggi ini, dalam surveilans menjadi perhatian utama dan menjadi indikator
kemampuan menangani pengungsi secara keseluruhan.
Disamping adanya individu-individu rentan terhadap timbulnya masalah
kesehatan, terdapat kelompok-kelompok atau populasi pengungsi yang rentan
dengan risiko sakit dan risiko mati yang tinggi, yaitu populasi pengungsi padat,
populasi pengungsi dengan jumlah pengungsi sangat besar tetapi berada dalam
satu lokasi pengungsian, populasi pengungsi terisolir atau menyendiri yang
terlepas dari perhatian para pengelola pengungsian, populasi pengungsi yang
tidak terlaporkan kondisi kesehatannya dari waktu ke waktu, popualsi pengungsi
yang tidak ada yang mengelola secara terstruktur, dan populasi pengungsi yang
data atau informasinya, terutama informasi status kesehatannya, ternyata tidak
sesuai dengan kenyataan. Bagi unit surveilans, terutama pada saat kajian data
dan kajian lapangan, populasi-populasi rentan ini harus menjadi sasaran kajian
prioritas dibandingkan populasi yang lain.
2.3.4. Strategi Analisis Data Surveilans Epidemiologi Pengungsi
Salah satu rangkaian kegiatan surveilans yang sangat penting adalah
proses analisis terhadap data dan informasi yang diterima unit surveilans. Tehnik

16
analisis ini perlu dipahami sebelum menyusun sistem surveilans epidemiologi
pengungsi.
Data surveilans epidemiologi pengungsi selalu direkam dalam tabel
master, yaitu tabel yang berisi kolom-kolom dari setiap variabel data surveilans,
biasanya direkam dengan komputer. Data tersebut diolah dan disajikan dalam
bentuk yang siap dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan perkembangan
kematian atau kesakitan pengungsi. Untuk kemudahan dalam pelaksanaannya,
maka analisis data tersebut dibagi menjadi 2 cara, yaitu analisis sederhana dan
analisis lanjut.

2.3.4.1. Analisis Sederhana


Data yang ada pada tabel master atau “bank data” dapat diolah dan
kemudian diatur dalam tampilan tabel sederhana, grafik dan peta. Untuk
mendapat tampilan tabel sederhana, grafik dan peta yang mempunyai makna
epidemiologis harus dilakukan analisis terhadap maksud tampilan tersebut.
Secara mudah, analisis sederhana diarahkan untuk menjawab tujuan-tujuan
surveilas epidemiologi pengungsi, misalnya kecenderungan kematian dari waktu
ke waktu dari beberapa lokasi pengungsi, maka tabel dibuat dengan kolom lokasi
pengungsi dan kolom waktu (harian, mingguan, atau bulanan), dengan tabel
seperti itu, maka dapat dibuat grafik garis terhadap kecenderungan kematian
beberapa lokasi secara bersamaan, demikian juga peta menurut rate atau spot.
Tampilan tabel, grafik dan peta tetap harus berasaskan kesederhanaan.
Hasil analisis sederhana berupa tabel, grafik dan peta dapat disampaikan
kepada berbagai pihak yang membutuhkan. Orang-orang yang menerima hasil
analisis sederhana dalam tabel, grafik dan peta ini harus mempunyai dasar-
dasar kemampuan analisis lanjut yang baik dan mempunyai kesamaan persepsi
tentang strategi analisis terhadap tabel, grafik dan peta yang disampaikan
kepadanya. Oleh karena itu, komunikasi antara penyedia hasil analisis
sederhana dengan orang-orang atau ahli yang menerima hasil analisis
sederhana ini perlu dibangun.
Distribusi tabel, grafik dan peta dilakukan secara berkala, dan mempunyai
kemampuan distribusi yang lebih luas kepada berbagai pihak terkait.

2.3.4.2. Analisis Lanjut


Data yang ada pada tabel master atau “bank data” dapat diolah dan
kemudian diatur dalam tampilan tabel sederhana, grafik dan peta. Tabel, grafik
dan peta yang telah dibuat ini, dapat dianalisis lebih lanjut dengan
membandingkan dengan data surveilans epidemiologi yang lain, termasuk data
faktor risiko yang berkaitan, data demografi, data geografi serta literatur tentang
penyakit yang dianalisis, misalnya melakukan analisis terhadap kondisi lokasi
pengungsian dengan menyajikan bersamaan tentang kesimpulan dari tingkat
kepadatan pengungsi, tingkat kematian, perkembangan penyakit potensial
keamtian dan KLB, penemuan balita gizi buruk, ketersediaan air dan jamban
dalam satu tabel, seperti tabel __ dibawah ini.

17
Tabel Analisis
Surveilans Epidemiologi Pengungsi
Gizi
Lokasi Kepadatan Kematian Penyakit Air Jamban
Buruk
A padat normal normal rendah cukup cukup
B sedang tinggi normal buruk cukup cukup
C sedang normal normal sedang cukup cukup
Total sedang normal normal sedang cukup cukup

Dengan menampilkan tabel keadaan setiap indikator surveilans tersebut,


maka petugas surveilans dapat dengan cepat menarik kesimpulan kondisi suatu
pengungsi untuk masing-masing lokasi pengungsian.
Sebenarnya analisis lanjut merupakan suatu penarikan kesimpulan yang
memberi makna tabel, grafik dan peta terhadap segala kondisi yang
berhubungan dengannya, termasuk kekurangan dan kelemahan data yang
dianalisis, dan inilah yang disebut sebagai evidance base, dan oleh karena itu
membutuhkan kecerdasan, pengetahuan dan teknik analisis, serta keterampilan
melakukan analisis lanjut. Secara skematis dapat disajikan seperti pada gambar
__

Analisis epidemiologi lanjut


Strategi Analisis berdasarkan data surveilans
Data Surveilans Ancaman KLB berdasarkan data
epidemiologi pengungsi harus selalu
Penyakit & Kematian Epidemiologi KLB dan Rutin dibahas dalam pertemuan berkala
Referensi dan Data Surveilans Rapid Health dengan berbagai pihak terkait,
Konsultasi Kesehatan Lingkungan Assesment
termasuk petugas pelayanan
pengobatan dan petugas sanitasi.
Pendapat dari para petugas
Analisis Pertemuan Berkala
Epidemiologi (Analisis Lintas Fungsi) kesehatan tentang situasi yang ada
di lokasi pengungsi daerah kerjanya
Rekomendasi akan lebih tepat, atau bahkan bisa
menjelaskan mengapa suatu kondisi
sedang terjadi. Pertemuan berkala
tersebut sekaligus sebagai salah satu sarana distribusi informasi epidemiologi
dan sekaligus pengambilan langkah tindak lanjut.
Pada umumnya hasil analisis lanjut berupa suatu penarikan kesimpulan
dari suatu tabel, grafik atau peta dapat disampaikan pada berbagai pihak yang
membutuhkan melalui media :
1) Laporan analisis surveilans epidemiologi (paper)
2) Penyajian dalam Seminar
3) Penulisan dalam Buletin, atau majalah lain, termasuk majalah elektronik
4) Penyajian pada pertemuan organisasi
5) Petugas yang melakukan analisis lanjut terlibat dalam rapat program atau
penyusunan perencanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi program.

18
3. Membangun Surveilans Epidemiologi
Dalam Program Penanggulangan Pengungsi

Sebagaimana dibahas dalam 10 tugas prioritas penanggulangan


pengungsi, surveilans kesehatan masyarakat merupakan aktivitas yang sangat
penting, terutama dalam rangka menyediakan “evidance base” dalam
menetapkan prioritas-prioritas langkah-langkah atau upaya penanggulangan
pengungsi, serta bahan monitoring dan evaluasi upaya-upaya yang telah
dilakukan.

3.1. Program Penanggulangan KLB Penyakit Pada pengungsi.

Surveilas epidemiologi yang dikembangkan pada pengungsi pada periode


emergensi merupakan Sistem Kewaspadaan Dini KLB penyakit dan keracunan.
Sistem yang akan dikembangkan harus selalu didahului dengan kajian awal.
Secara skematis, konsep penanggulangan pengungsi dapat dilihat pada skema
(gambar). Kajian awal harus dapat
Program Penanggulangan KLB mengidentifikasi prioritas-prioritas
Penyakit pada Pengungsi penyakit penyebab kesakitan dan
kematian, faktor-faktor yang
Perbaikan Kondisi Rentan berpengaruh, serta program
intervensi yang mungkin dapat
Kajian Awal

Masaslah KesMas

Antisi
Tidak Menjadi

SKD
pasi
dilakukan, terutama penyakit
KLB potensial KLB. Prioritas-prioritas
Respon Penang- penyakit tersebut nantinya menjadi
gulang- prioritas upaya perbaikan-perbaikan
Kesiapsiagaan an KLB
menghadapi kondisi rentan pada kelompok
KLB pengungsi, agar kejadian luar biasa
penyakit dan keracunan dapat
ditekan frekuensi atau beratnya
kejadian, atau bahkan dapat dihindari sama sekali.
Prioritas-priotas penyakit penyebab kesakitan kematian pada pengungsi
tersebut juga menjadi dasar perumusan terhadap kemungkinan
penyelenggaraan surveilans kesehatan masyarakat dalam bentuk sistem
kewaspdaan dini KLB dan keracunan. Model surveilans yang akan
dikembangkan juga perlu menjadi salah satu sasaran kajian awal.
Prioritas-prioritas penyakit penyebab kesakitan dan kematian pada
pengungsi tersebut, juga menjadi dasar dari prioritas kesiapsiagaan menghadapi
kemungkinan terjadinya kejadian rawan atau KLB penyakit menular dan
keracunan. Kesiapsiagaan diarahkan pada kesiapsiagaan tenaga dan tim
penanggulangan gerak cepat, sistem konsultasi ahli, komunikasi, informasi dan
transportasi, serta kesiapsiagaan penanggulangan KLB, baik dalam teknisk
penanggulangan, tim maupun logistik

19
Besarnya upaya perbaikan kondisi rentan dan perkiraan penyakit-penyakit
prioritas yang dapat ditekan kemungkinan timbulnya, akan berpengaruh terhadap
model dan besarnya sistem surveilans yang akan dikembangkan.

3.2. Strategi Pengembangan Surveilans Epidemiologi Pengungsi

Pada dasarnya surveilans epidemiologi yang dikembangkan untuk


mendukung upaya penanggulangan pengungsi haruslah meliputi semua jenis
penyakit, tetapi keadaan tersebut menyebabkan beban yang besar dan sistem
yang komplek. Oleh karean itu perlu adanya strategi yang mampu menghadapi
keadaan pengungsi yang mengalami perubahan yang cepat dan berat, tenaga
dan sarana terbatas, berorientasi pada upaya untuk mendukung kecepatan
bertindak di lapangan. Strategi surveilans epidemiologi yang disarankan adalah
sebagai berikut :

2.2.1. Pada tahap emergensi,


Strategi pengembangan surveilans surveilans epidemiologi
epidemiologi pengungsi : memprioritaskan pada
Memprioritaskan pada penyakit-penyakit penyakit-penyakit penyebab
penyebab kematian, dan potensial
KLB
kematian, dan potensial KLB,
Berorientasi pada tindakan yang terutama diare (kolera),
cepat, tepat dengan lebih berorientasi campak, pnemonia, malaria,
pada promosi, pencegahan dan malnutrisi, dan penyakit lokal
deteksi dini di lapangan potensi KLB, serta memberi
Memperkuat tim surveilans
epidemiologi dengan dengan tenaga
peluang untuk tetap
profesional memonitor kemungkinan
Memperkuat jaringan kerja sama munculnya penyakit
surveilans epidemiologi di lapangan, penyebab kematian yang
rujukan dan konsultasi belum teridentifikasi pada
Memperkuat sarana manajemen data
dengan komputerisasi dan komunikasi
saat kajian awal. Semakin
elektromedia besar penyakit yang
Memperkuat dukungan politis dan dimasukkan dalam surveilans,
pendanaan yang memadai dan terus semakin berat surveilans
menerus untuk penyelenggaraan yang dikembangkan. Pada
surveilans yang berkualitas tinggi
tahap pasca emergensi,
sistem surveilans
dikembalikan pada sistem surveilans standar yang ada di Kabupaten/Kota
setempat.

2.2.2. Karena kondisi pengungsian yang cepat sekali mengalami perubahan,


dan seringkali perubahannya sangat berat dan menimbulkan ancaman
kematian, maka surveilans epidemiologi yang dibangun harus mampu
mendukung upaya penanggulangan yang cepat, tepat dan terutama
berorientasi pada upaya pencegahan, termasuk promosi dan manajemen

20
faktor risiko. Surveilans epidemiologi yang dibangun merupakan sistem
kewaspadaan dini menghadapi kondisi rawan atau KLB, dan memberi
peluang yang cukup untuk membangun kesiapsiagaan dini terhadap
kemungkinan munculnya kondisi rawan atau KLB serta merupakan alat
monitoring terhadap berbagai upaya perbaikan kondisi rentan yang
sedang dilaksanakan.

2.2.3. Tim Teknis Surveilans Epidemiologi. Surveilans epidemiologi


pengungsi merupakan suatu sistem pengamatan untuk menghadapi
keadaan yang tidak biasa, dan tidak dilaksanakan secara rutin. Upaya
penanggulangan dan surveilans epidemiologi yang dibangun perlu
didukung oleh tenaga profesional dalam satu tim kecil yang kompak,
berdedikasi dan memiliki waktu yang cukup, serta dapat bekerjasama
dengan berbagai pihak terkait. Profesionalismenya meliputi kemampuan
epidemiologi penyakit-penyakit prioritas, dan faktor risikonya, perilaku
pengungsi dan pengungsian serta relatif menguasai program intervensi
pada pengungsian. Profesionalisme tersebut membutuhkan pengalaman
dan wawasan yang cukup serta didukung oleh jaringan ahli yang dapat
dihubungi.

2.2.4. Jejaring Surveilans Epidemiologi. Bagaimanapun juga, karena kondisi


yang berada di lapangan, terutama pada awal kejadian pengungsian,
dokumen surveilans pengungsi biasanya jumlahnya sedikit dan
kualitasnya rendah. Oleh karena itu, kerjasama antar sumber informasi
menjadi suatu strategi penting untuk mendapatkan informasi yang tepat
dan cepat. Jejaring surveilans epidemiologi di lapangan melibatkan unit-
unit surveilans epidemiologi pengungsi yang ada di Dinas Kesehatan (unit
surveilans penyakit, sanitasi, gizi dsb), Puskesmas dan Rumah Sakit,
tetapi juga dengan pos-pos pelayanan kesehatan pemerintah dan
lembaga swadaya masyarakat, serta unit program intervensi dan sektor
non-kesehatan terkait. Pertemuan berkala untuk membahas
perkembangan pengungsi, terutama dalam bidang kesehatan dan unsur
terkait di lapangan, adalah sangat diperlukan dan secara teratur
dijadwalkan oleh unit surveilans Dinas Kesehatan Kab/Kota.
Jejaring surveilans epidemiologi juga diperlukan antara unit
surveilans epidemiologi Dinas Kesehatan dengan Propinsi dan Pusat
serta Pusat-pusat Penanggulangan Pengungsi dan Para Ahli Pengungsi.
Jejaring surveilans epidemiologi terakhir ini sangat diperlukan karena
kejadian pengungsian bukanlah keadaan biasa, tetapi keadaan yang
jarang terjadi, dan oleh karena itu, berbagai masalah kesehatan dan
faktor-faktor risiko yang melatarbelakanginya serta upaya program
intervensinya adalah tidak biasa dan memerlukan keahlian khusus.
Adanya jejaring suveilans epidemiologi seperti itu akan menggerakkan
Propinsi dan Pusat serta Pusat-Pusat Penanggulangan Pengungsi dan
Para Ahli untuk melakukan kajian terus menerus terhadap
perkembangan pengungsi, memberikan dukungan penyelidikan lebih luas

21
dan dukungan upaya program intervensi yang lebih terarah. Oleh karena
itu, unit surveilans epidemiologi Dinas Kesehatan Kab/Kota harus mampu
mengendalikan distribusi informasi yang dibutuhkan agar sampai kepada
pihak-pihak yang terkait dalam jejaring surveilans epidemiologi tersebut.

2.2.5. Komputerisasi dan Jaringan Elektromedia.


Jenis data yang diperlukan oleh unit surveilans tidak kurang dari 7 jenis :
laporan berkala rapid assessment (kajian epidemiologi), data jumlah dan
distribusi pengungsi, data kematian, data penyakit dari unit-unit pelayanan
pengobatan, data pemukiman pengungsi (kesehatan lingkungan),
perkembangan staus gizi pengungsi, laporan pertemuan berkala
surveilans epidemiologi. Data tersebut diperoleh terus menerus dalam
waktu cepat dan kemudian diolah dalam bentuk tabel, grafik dan peta
secara cepat juga dan kemudian harus sudah terdistribusikan kepada
setiap anggota jaringan surveilans epidemiologi dan upaya program
intervensi. Dinas Kesehatan Kab/Kota atau Tim Pengendalian Pengungsi
di lapangan sebaiknya menyampaikan dokumen surveilans epidemiologi
tersebut diatas kepada Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Kesehatan
Propinsi, Pusat (Unit Surveilans Pengungsi di Pusat) secara terinci dalam
waktu, tempat dan karakteristik umur, jenis kelamin atau karakteristik
tertentu lainnya. Kesemua situasi tersebut sangat memerlukan sarana
pengolahan data komputer (software), sarana komputer dan jaringan
elektromedia. Kontak email yang dapat dimasukkan dalam jejaring
surveilans epidemiologi di Departemen Kesehatan adalah :
skdklb@ppmplp.depkes.go.id dan afp@ppmplp.depkes.go.id, (subdit.
Surveilans Epidemiologi, Ditjen PPM&PL, Departemen Kesehatan);
nest@ppmplp.depkes.go.id (National Epidemiology Surveillance Team,
Dijen PPM&PL, Departemen Kesehatan); crisis-center@depkes.go.id
(PPMK, Departemen Kesehatan)

2.2.5. Dukungan politik dan anggaran biaya. Pada saat terjadinya suatu
bencana atau konflik sosial, dan kemudian menimbulkan gelombang
pengungsian, biasanya prioritas utama yang dikedepankan oleh tim di
lapangan adalah menyediakan pangan, menyediakan tempat tinggal
sementara, dan mendirikan pos-pos pengobatan. Kegiatan surveilans
epidemiologi merupakan kegiatan pendukung upaya program intervensi
dengan menyediakan informasi dengan basis surveilans epidemiologi,
dan dalam konsep penanganan pengungsi selalu menjadi salah satu
tuntutan berbagai pihak untuk diperkuat dan sangat ditunggu-tunggu
produk informasi yang dihasilkannya. Tetapi pada kenyataan di lapangan,
kegiatan surveilans epidemiologi akan menjadi prioritas terakhir dalam
anggaran. Berdasarkan pengalaman penanganan pengungsi di Indonesia,
hampir tidak pernah terealisasikannya dana pembelian sarana komputer,
faksimili dan telepon untuk mendukung operasionalisasi pengolahan data
di lapangan, sementara kegiatan operasional surveilans epidemiologi

22
untuk pengolahan dan kajian data menjadi sangat sedikit dibandingkan
kebutuhan yang memadai.
Berdasarkan keadaan tersebut, maka unit surveilans di Kabupaten/Kota,
Propinsi dan Pusat harus membangun dukungan politik yang kuat dan
menggalang berbagai sumber-sumber pendanaan serta kerjasama untuk
memperkuat surveilans epidemiologi pada saat terjadinya pengungsian.

3.3. Langkah-langkah Penyelenggaraan Surveilans


Epidemiologi Pengungsi

Dengan mencermati strategi pelaksanaan surveilans epidemiologi


pengungsi, maka dapat dirumuskan suatu model surveilans epidemiologi
pengungsi dengan melakukan langkah-langkah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi pengungsi (lihat pada tabel). Secara konsep, langkah-langkah
penyelenggaraan surveilans epidemiologi pengungsi adalah berututan seperti
pada tabel tersebut diatas, tetapi realisasinya dapat terlaksana bersamaan atau
setelah dijalankan ternyata memerlukan perbaikan sistem karena adanya
kebutuhan informasi yang baru. Seringkali rancangan surveilans epidemiologi
sudah disusun dan bahkan sudah diaplikasikan, tetapi kajian awal baru dapat
dilakukan, sehingga perbaikan sistem surveilans harus dilakukan.

Langkah-langkah Penyelenggaraan Kegiatan Surveilans


Epidemiologi Pengungsi
Membetuk Tim Surveilans Epidemiologi Pengungsi (SEP)
Kajian Awal (Initial Assessment)
Menyusun rancangan surveilans epidemiologi pengungsi
Advokasi dan sosialisasi terus menerus
Persiapan SDM dan Sarana
Pengumpulan, pengolahan dan analisis data
Distribusi informasi dan komunikasi
Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan kegiatan surveilans
epidemiologi
Referensi dan konsultasi

3.3.1. Tim Teknis Surveilans Epidemiologi Pengungsi (Tim SEP)

Adanya tim SEP merupakan salah satu strategi surveilans epidemiologi


pengungsi. Adanya tim SEP merupakan langkah pertama penyelenggaraan
surveilans epidemiologi pengungsi, karena tim inilah yang diharapkan segera
merumuskan rancangan surveilans epidemiologi pengungsi dan
mengaplikasikannya. Jumlah anggota dalam tim tergantung kebutuhan masing-

23
masing tempat, di Dinas Kesehatan Kab/Kota setidak-tidaknya terdapat 3 orang
yang terdiri satu koordinator, satu anggota yang menangani kegiatan
pengumpulan dan pengolahan data sampai pada bentuk analisis sederhana
dalam tabel, grafik dan peta yang telah distandarisasi (laporan baku), dan satu
anggota tim yang khusus menangani kajian epidemiologi, kajian lapangan dan
pertemuan berkala untuk desiminasi informasi. Kemampuan dan pengalaman
surveilans epidemiologi dan penyelidikan – penanggulangan KLB menjadi
persyaratan penting bagi anggota tim SEP ini, sementara koordinator Tim SEP
diharapkan mempunyai pengetahuan yang memadai tentang konsep dan
aplikasi program-program intervensi pengungsi prioritas. Tim SEP ini merupakan
tim inti, yang pada aplikasinya akan memiliki beberapa anggota tambahan atau
bekerjasama dengan pihak-pihak lain terkait.
Tim SEP akan bekerjasama dengan semua tim teknis yang terlibat dalam
penanggulangan pengungsi di Kabupaten/Kota dan di lapangan, kegiatan
pengumpulan data akan bekerjasama dengan semua unit pelayanan
pengobatan, unit kesehatan lingkungan - perumahan, unit pangan dan gizi dan
pemerintah daerah setempat, terutama untuk mendapatkan data perkembangan
jumlah dan sebaran pengungsi, data kematian dan sebagainya. Koordinator tim
SEP menjaga tetap berfungsinya kegiatan-kegiatan surveilans epidemiologi
pengungsi, menjaga tetap dimanfaatkannya informasi epidemiologi dalam
penetapan langkah-langkah penanggulangan pengungsi serta menjaga tetap
berjalannya distribusi dokumen surveilans epidemiologi untuk Dinas Kesehatan
Kab/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan Pusat serta Pusat-Pusat
Penanggulangan Bencana yang diharapkan dapat memberikan batuan
peningkatan kinerja surveilans epidemiologi dan upaya program intervensi.
Tim SEP di Propinsi dan Pusat harus ada dan selalu siaga menghadapi
kemungkinan adanya bencana dan konflik sosial yang berdamapak pada
timbulnya gelombang pengungsi.

3.3.2. Kajian Awal (Initial Assessment )

Prioritas upaya kesehatan yang akan dilakukan terhadap pengungsi perlu


dilakukan kajian awal kondisi pengungsi dan ancaman terhadap status
kesehatan pada periode yang akan datang, terutama kondisi dan ancaman 1-3
bulan kedepan. Kajian awal dapat dilakukan dengan metode pengumpulan data
dan analisis data dengan cepat (rapid health assessment), yang harus dilakukan
pada hari-hari pertama pengungsian. Informasi yang diperlukan adalah : latar
belakang terjadinya pengungsian, status pengungsi, faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap penyakit-penyakit prioritas, dan kemungkinan bantuan
sumber daya manusia dan bantuan lain yang dapat dikerahkan. Perolehan data
dapat dilakukan dengan berbagai cara : dokumen data sekunder yang ada di
Kabupaten/Kota, Propinsi atau Pusat, wawancara dan pengamatan langsung ke
lapangan, baik kuantitatif maupun kualitatif. Sementara penelitian atau
penyelidikan lebih luas dapat dilakukan pada tahap berikutnya, berdasarkan
identifikasi pada penyelidikan awal ini.

24
Kajian awal lebih difokuskan
Sasaran Kajian Awal (Inisial Assessment)pada upaya prioritas, dimana
Status Epidemiologi Pengungsi Sebagai
Bahan Penetapan Sistem Surveilans penanggulangan pengungsi pada
periode emergensi lebih diarahkan
Kajian Status Epidemiologi Pengungsi : pada upaya mencegah penyakit
Perkembangan Penyakit Potensial KLB penyebab kematian, terutama penyakit
Makanan & Gizi potensial KLB. Penanggulangan
Imunisasi
Air, Sanitasi, dan Musim penyakit lain, bukan berarti tidak
Status Pelayanan Kesehatan Darurat, penting, akan dilakukan pada periode
termasuk sistem surveilans yang ada pasca emergensi. Dengan kajian awal
Ekonomi, Sosial, Politik, Keamanan, yang lebih terfokus pada masalah
Transportasi, Komunikasi yang sangat mendesak tersebut, maka
kajian awal akan lebih efektip dan
Kajian ancaman terhadap pengungsi
berdasarkan : efisien.
Penyakit Menular potensi wabah Seringkali kajian awal, dilakukan
Pnemonia dengan keterbatasan sumber data
Gizi yang dapat diperoleh, terutama pada
Pelayanan Kesehatan saat di lapangan. Beberapa sumber
data yang biasanya dapat diperoleh
pada kondisi normal, akan sulit
diperoleh pada pengungsian, misalnya karena dokumen yang diharapkan
tertimbun bangunan yang mengalami kerusakan, tergenang banjir, dan
sebagainya, atau karena petugas kesehatan yang mengurusi data sedang
mengalami musibah ikut mengungsi atau rumahnya juga tergenang banjir,
sehingga tidak memungkinkan untuk meminta bantuannya. Keterbatasan
kemungkinan untuk memperoleh informasi secara konvensional (survei)
merupakan keadaan yang paling sering terjadi, oleh karena itu langkah-langkah
dibawah ini sangat diperlukan.

Langkah-langkah Kajian Awal.


1. Persiapan kajian awal
2. Kajian awal di lapangan

2.3.2.1. Persiapan kajian awal


o Kajian terhadap data kepustakaan dan referensi lain yang berhubungan
dengan pengungsian (lihat 2. Aspek Epidemiologi Pengungsi)
o Kajian literatur terhadap keadaan geografi tempat pengungsian dan tempat
asal para pengungsi, terutama berhubungan dengan kejadian kesakitan yang
dapat memberikan ancaman terhadap status kesehatan pengungsi, misalnya
pengungsi dari Timor Lorosae ke NTT mempunyai kondisi geografi yang
kurang lebih sama, tetapi pengungsi dari Ambon ke Kendari memiliki kondisi
geografi yang berbeda. Keadaan bencana dapat dipelajari dari laporan situs
tentang gempa bumi yang disiarkan oleh berbagai pusat informasi bencana,

25
misalnya www.usgs.gov, www.bmg.go.id, www.sigppm.depkes.go.id,
www.penyakitmenular.info.
o Kajian literatur terhadap keadaan status kesehatan dan pola penyakit yang
diperkirakan dapat memberikan pengaruh terhadap kematian dan KLB
penyakit menular di pengungsian. Misalnya, pengungsian TKI di Malaysia
yang mengungsi ke Nunukan berasal dari daerah industri dan perkotaan yang
relatif bebas dari penyakit malaria menuju daerah dengan endemisitas
malaria yang sangat tinggi, memberikan risiko KLB dan kematian karena
malaria sangat tinggi. Kajian literatur dapat diperoleh dari dokumen
epidemiologi yang ada di Kepustakaan Departemen Kesehatan, terbitan dan
laporan surveilans epidemiologi, serta wawancara dengan berbagai unit
kesehatan yang ada di Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi
maupun Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
o Kajian laporan pengungsi yang didokumentasikan oleh Pusat
Penanggulangan Masalah Kesehatan, Pokja Penanggulangan Bencana
Ditjen PPM&PL atau Unit Teknis Lainnya di Departemen Kesehatan dan
Badan Penanggulangan Bencana Nasional, serta di Propinsi atau
Kabupaten/Kota.
o Membentuk tim lintas fungsi Kajian Awal, terutama dari surveilans
epidemiologi, imunisasi, diare, malaria, air dan perumahan yang
berpengalaman melakukan kajian awal atau berpengalaman dalam
menangani kondisi darurat (KLB dan bencana)
o Identifikasi dan komunikasi telepon dengan petugas lokal tempat terjadinya
pengungsian dan orang-orang yang menguasai kondisi epidemiologi
pengungsi dan penduduk sekitar tempat pengungsian.
o Merumuskan hasil kajian literatur yang akan dibahas lebih lanjut pada saat
kajian lapangan.
o Merumuskan langkah-langkah yang akan dilakukan pada kajian awal
lapangan, termasuk lokasi yang akan dikunjungi, orang-orang yang akan
dikunjungi untuk wawancara, pengungsi yang akan dikunjungi.
o Menetapkan kontak ahli (rujukan dan konsultasi), baik di Departemen
Kesehatan, maupun diluar Departemen Kesehatan, di Pusat, Propinsi
maupun Internasional. Mencatat nomor telepon semua orang yang
berhubungan dengan penanganan pengungsi. Kontak Surveilans
Epidemiologi Subdit. SE, Ditjen PPM&PL, telp. 021-4265974, faks. 021-
4266919, email : skdklb@ppmplp.depkes.go.id atau
nest@ppmplp.depkes.go.id Kontak Sanitasi Darurat, Subdit. Sanitasi
Darurat, telp. 021- faks 021- dan email :
o Kesepakatan kontak di lapangan dan rencana pertemuan awal dengan pihak-
pihak terkait yang diidentifikasi berdasarkan kajian persiapan. Kontak juga
diminta bekerjasama dengan berbagai pihak untuk persiapan pertemuan
awal, termasuk dokumen pengungsi, dokumen penyakit dan lingkungan yang
berhubungan dengan penyakit atau ancaman penyakit yang telah
diidentifikasi pada kajian persiapan.

26
2.3.2.2. Kajian awal di lapangan
o Menghubungi kontak yang telah disepakati sebelumnya
o Mengadakan pertemuan awal dengan pihak-pihak terkait yang telah
diidentifikasi berdasarkan kajian persiapan. Pertemuan sebaiknya dibatasi
pada kelompok kecil dan pembahasan bersifat teknis untuk menguji kajian
awal persiapan dan pengembangan kajian lapangan yang akan dilakukan
pada waktu atau hari berikutnya.
o Mengadakan observasi lapangan pengungsian, termasuk melakukan
wawancara dengan para pengungsi dan petugas lapangan, petugas klinik,
sanitarian, penyediaan makanan, dan lain sebagainya.
o Mengadakan wawancara dengan para pengelola pengungsi, terutama di
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kab/Kota, dan Satlak.
o Mendokumentasikan semua data yang berhubungan dengan pengungsi, peta
dan kondisi geografi dan sebagainya.
o Setiap malam, tim kajian awal di lapangan bertemu dan membahas berbagai
temuan, merumuskan hasil-hasil temuan dan identifikasi informasi yang
masih diperlukan untuk dilakukan pengumpulan besok paginya.
o Terakhir, semua hasil temuan tim kajian awal, dibahas kembali dengan pihak-
pihak terkait, untuk menyampaikan rumusan hasil kajian awal dan untuk
mendapat masukan-masukan baru, termasuk masukan terhadap langkah-
langkah yang harus dilakukan, termasuk didalamnya tentang prioritas dan
langkah-langkah serta sumber-sumber pendanaan menyelenggarakan
kegiatan surveilans epidemiologi

Kajian awal harus dapat mengidentikasi semua sasaran kajian awal,


sebagaimana daftar dalam tabel. Langkah-langkah kajian awal tersebut diatas
merupakan langkah-langkah umum, sementara teknik kajian awal yang lebih
lengkap, sebaiknya dipelajari pada referensi yang ada. Beberapa kondisi
pengungsi dan pengungsian yang sering terjadi pada pengungsian di Indonesia
perlu dipelajari dengan cermat oleh tim kajian awal, agar memiliki wawasan yang
cukup dan terampil dalam melakukan kajian pengungsi, misalnya tentang
penyebab utama kematian, pola-pola pengungsian dan hubungannya dengan
timbulnya masalah kesehatan, teknik analisis, teknik pengembangan surveilans
epidemiologi, strategi program intervensi terhadap penyakit-penyakit prioritas,
faktor risiko gizi, lingkungan dan pelayanan kesehatan dan sebagainya.

3.3.3. Menyusun Rancangan Surveilans Epidemiologi Pengungsi

Sebelum mengaplikasikan sistem surveilans pada suatu pengungsi perlu


dirumuskan rancangan penyelenggaraannya dengan cermat, termasuk tujuan
dan sasaran distribusi informasi serta jenis, waktu dan model informasi
surveilans epidemiologi yang dibutuhkan. Secara umum terdapat 6
penyelenggaraan surveilans yang sangat dibutuhkan untuk mendukung upaya
penanggulangan pengungsi, dimana setiap dokumen memiliki beberapa variabel
data dan frekuensi pengumpulan datanya.

27
Surveilans Epidemiologi Pengungsi :

Surveilans Jumlah Pengungsi


Surveilans Kematian
Surveilans Penyakit
Surveilans Faktor Risiko
Survielans Berbasis Kajian Lapangan
Investigasi Pra KLB/ KLB dan Penelitian (Studi
Epidemiologi)

3.3.3.1. Surveilans Jumlah Pengungsi

Data pengungsi yang dibutuhkan adalah jumlah dan lokasi tempat tinggal
pengungsian dalam periode waktu mingguan. Tempat tinggal pengungsi dapat
berdasar pada lokasi barak pengungsian, lokasi desa, lokasi Puskesmas, sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan kajian awal.
Pada tahap awal pengungsian, terjadi peningkatan jumlah pengungsi yang
sangat cepat, sehingga informasi jumlah
Data Jumlah Pengungsi per pengungsi diperlukan dalam periode
Minggu : waktu harian, tetapi pada tahap
Jumlah Total selanjutnya selalu dibuat dalam periode
Jumlah per Lokasi waktu mingguan. Apabila pada minggu
Kepadatan per Lokasi tertentu tidak terdapat laporan tentang
Jumlah Menurut Jenis Kelamin jumlah pengungsi disuatu barak, maka
Jumlah per Golongan Umur jumlah pengungsi pada minggu tersebut
balita, dewasa dan orang tua diperkirakan berdasarkan jumlah
yang disajikan dalam tabel, grafik pengungsi minggu sebelumnya dan
dan peta secara berkala jumlah pengungsi minggu sesudahnya,
mingguan. tetapi apabila yang tidak ada datanya
adalah pada minggu terkahir, maka
digunakan perkiraan kurva dua minggu terakhir.
Sumber data surveilas untuk jumlah pengungsi sebaiknya berasal dari
laporan resmi Pemerintah Daerah atau Satkorlak PB setempat. Untuk kurva
mingguan, diambil data setiap satu minggu yang disepakati pada hari tertentu,
misalnya data yang ada pada setiap hari Sabtu.

28
Gambar 1
Pengungsi, Kabupaten X, 2002
500

Pengungsi
Jumlah 400
300
200
100
0
'06 '07 '08 '09 '10 '11 '12 '13 '14 '15 '16 '17
(M09+M10)/2 Minggu

(2*M16 - M15)
data asli data sisipan

Disamping kurva mingguan, data pengungsi harus juga ditampilkan dalam


bentuk tabel dan peta yang menggambarkan lokasi dan jumlah pengungsi pada
setiap minggu. Peta dapat menggambarkan perkembangan jumlah pengungsi
dalam 4 minggu terakhir.

Daftar Jumlah Pengungsi Menurut Lokasi Pengungsian


Kabupaten X, 2002
Jumlah Pengungsi Menurut Minggu
Lokasi Puskesmas
12 13 14 15 16 17
Barak A Lotan Baru 50 50 50 110 100 90
Barak B Lotan Baru 20 20 20 0 0 0
Barak C Lotan Tua 300 300 335 330 325 320
Kota I Sayo Kota 20 20 10 0 0 0
Kota II Sayo Kota 10 6 0 0 0 0
Kota III Sayo Kota 20 19 12 0 0 0
Kabupaten Total 420 413 427 440 425 410

29
Daftar Kepadatan Pengungsi Menurut Lokasi Pengungsian
per m2 Tempat Tinggal (barak)
Kabupaten X, 2002
Jumlah Pengungsi Menurut Minggu
Lokasi Puskesmas
12 13 14 15 16 17
Barak A Lotan Baru 5 5 5 2,4 2,5 2,5
Barak B Lotan Baru sebar sebar sebar 0 0 0
Barak C Lotan Tua 2 2 1.8 1.8 1.8 2.2
Kota I Sayo Kota sebar sebar sebar 0 0 0
Kota II Sayo Kota sebar sebar 0 0 0 0
Kota III Sayo Kota sebar sebar sebar 0 0 0
Kabupaten Total 420 413 427 440 425 410

Peta dapat
digambarkan da-lam
jumlah dan
kepadatan per lo-
kasi pengungsian,
dan sebaiknya di-
tampilkan per-
kembangannya
dalam 4 minggu
terakhir.

Menghitung Perkiraan Jumlah Tenda Dan Jumlah Pengungsi Pertenda

Jumlah pengungsi pada suatu lokasi pengungsian seringkali tidak ada, atau ada
tetapi berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat perbedaan yang mencolok,
baik jumlah total atau berdasarkan pada kelompok usia, jenis kelamin dan
sebagainya. Pada keadaan tersebut dibutuhkan penghitungan ulang terhadap
jumlah pengungsi tersebut. Cara terbaik adalah dengan menghitung jumlah
pengungsi pada waktu malam hari, tetapi cara tersebut akan membutuhkan

30
biaya besar dan waktu yang terlalu lama, oleh karena itu diperlukan teknik yang
lebih sederhana.
Cara mengitung jumlah tenda atau barak dapat dihitung dengan
melihatnya dari tempat ketinggian. Jika tenda hanya sedikit dihitung seluruhnya,
tetapi jika jumlah tenda sampai ratusan atau ribuan mungkin hanya dihitung
secara sampel, misalnya seperempatnya saja, lihat pada gambar. Kemudian
hasilnya adalah jumlah tenda dikalikan proporsi sampel, misalnya dalam contoh
dikalikan dengan 4 kali.
Jumlah penghuni, total, menurut jenis kelamin dan umur dilakukan penghitungan
kedalam tenda dengan pilihan tenda secara proporsif. Misalnya dihitung
penghuni kedalam Blok A sebanyak 4 rumah dengan penghuni total 30, laki-laki
20 perempuan 10, umur balita 3, orang tua (>50 tahun) 10 dan orang muda 17
orang. Blok B dihitung 3 rumah dan dihitung jumlah penghuninya dengan hasil
seperti pada tabel. Masing-masing perhitungan dibagi dengan jumlah tenda,
sehingga akan diperoleh rata-rata jumlah penghuni pertenda. Jumlah rata-rata,
baik total, jenis kelamin maupun umur, dikalikan dengan jumlah tenda yang telah
dihitung sebelumnya, maka akan diperoleh jumlah pengungsi untuk masing-
masing total, jenis kelamin dan golongan umur. Dalam perhitungan ini, semakin
besar sampel akan semakin mendekati jumlah pengungsi sebenarnya, tetapi
waktu dan biaya akan menjadi lebih besar.
Apabila waktu sangat singkat, peta lokasi tenda dan keadaan pada
masing-masing dapat direkam dengan kamera, kemudian setelah kembali ke
kantor, jumlah tenda dan jumlah penghuni pertenda dapat dihitung pada gambar.

Peta Barak Pengungsian


Desa Suni, Kab. X, 2002

Penghitungan Jumlah Pengungsi

31
Jenis
Gol. Umur
Kelamin
Jumlah
Blok Total Pere
Tenda
Laki mpua <5 5-50 >50
n
Blok A 4 30 17 13 3 22 5
Blok B 3 30 16 14 5 19 6
Blok C 2 18 9 9 0 16 2
Blok D 5 50 20 30 8 32 10
Total 14 128 63 56 16 93 23
Rata-rata 9.14 4.5 4 1.14 6.64 1.64
Jika jumlah tenda seluruhnya 514
326
Jumlah Pengungsi 4698 2313 2385 586 843
9

3.3.3.2. Surveilans Epidemiologi Kematian Pengungsi

Data kematian pengungsi merupakan informasi yang sangat penting untuk


mengukur kondisi pengungsi. Jumlah kematian yang tinggi pada sekelompok
pengungsi merupakan indikasi keadaan kegawatan dalam penanganan
pengungsi. Oleh karena itu, dengan mencermati perubahan angka kematian
pengungsi dari waktu ke waktu dapat memberikan pedoman penetapan prioritas
upaya penanganan pengungsi terutama di bidang kesehatan.
Mendapatkan data pengungsi secara teoritis adalah mudah, tetapi pada
kenyataannya tidak semudah yang diperkirakan. Kematian pada pengungsi
dapat terjadi di Rumah Sakit, pos-pos kesehatan yang ada, di barak atau bahkan
seringkali dalam perjalanan. Data kematian seringkali mengalami pencatatan
ganda sehingga dapat menyesatkan informasi tentang besarnya jumlah
kematian diantara pengungsi dan berdampak pada kesalahan publikasi kepada
media masa.
Pada penanganan pengungsi data jumlah kematian total biasanya
merupakan data yang sangat penting dan selalu dimonitor dengan ketat,
kemudian data kematian pergolongan umur, jenis kelamin dan terakhir diagnosis
penyebab kematian.
Memperhatikan kebutuhan data kematian tersebut maka perlu dibangun
surveilans kematian dengan sangat ketat dengan formulir isian sederhana
perorangan pengungsi yang meninggal, bukan data agregat atau kompilasi data
kematian. Daftar kematian sebaiknya tetap perorangan baik di Kabupaten/Kota,
Propinsi maupun di Pusat, sehingga analisis dapat dilakukan dengan teliti dan
data ganda dapat diperkecil kemungkinannya.
Analisis kematian dilakukan dengan teknik kurva kematian dan jumlah
pengungsi. Keduanya berada dalam satu kurva, sehingga perubahan jumlah
kematian selalu dibandingkan dengan perubahan jumlah pengungsi. Kurva

32
dapat dibuat periode harian, mingguan atau bulanan, sesuai kebutuhan, tetapi
sebaiknya kurva mingguan selalu dibuat.
Disamping dengan teknik kurva, analisis kematian dilakukan berdasarkan
angka kematian per 10.000 pengungsi perhari. Hitungan perhari menjadi sangat
penting karena perubahan jumlah kematian dan risiko kematian pada pengungsi
mengalami perubahan cepat, sehingga surveilans ketat diperlukan. Perhitungan
angka kematian tersebut dapat dibuat berkala harian, mingguan atau bulanan,
sesuai dengan kebutuhan, tetapi sebaiknya angka kematian per 10.000
pengungsi perhari dibuat berkala mingguan.

Angka Kematian Jumlah pengungsi meninggal dalam satu


per 10.000 = Jumlah pengungsi pada hari yang
x 10.000
pengungsi
perhari

Angka Kematian Jumlah pengungsi meninggal dalam satu 10.000


per 10.000 = x
pengungsi
Jumlah pengungsi pada tengah 7
perhari berkala
mingguan
* ). Jumlah pengungsi pada satu hari ditengah minggu tersebut, atau rata-rata
antara jumlah pengungsi hari pertama dan hari terakhir minggu tersebut. Biasanya
digunakan data pengungsi yang diperoleh secara berkala pada hari tertentu pada
minggu tersebut, misalnya data pengungsi pada hari Sabtu.

Dibawah ini adalah formulir isian kematian pengungsi :

33
Disampaikan Kepada Unit SE
Dinas Kesehatan Kab/Kota :
_______________________________

DATA KEMATIAN
PENGUNGSI
Nama : ____________________
Umur (tahun, bulan) : ____________________
Jenis Kelamin : ____________________
Nama Penyakit Penyebab Kematian : ____________________
(penyakit yang ada hubungannya dengan kematian)
Riwayat dan Gejala Ditemukan Sebelum Meninggal : ____________________

Tanggal Meninggal : ____________________


Alamat : ____________________
Nama Propinsi : ____________________
Nama Kab/Kota : ____________________
Nama Puskesmas/Kecamatan : ____________________
Nama Lokasi Pengungsi : ____________________

Nama Pelapor : ____________________


Tempat Tugas : ____________________

Daftar Kematian Pengungsi


Kabupaten X, 2002
Tanggal Diagnosi
Nama Barak Umur Sex Gejala Pelapor
Meninggal s
Hadi Blok A, 5 th L ’05/04/02 pnemonia Panas, Dr. Gani
Desa sesak ‘06/04/02
Bakung nafas
Sina Blok B, 2 th P ’08/04/02 diare Diare, Dr. Gani
Desa muntah, ‘09/04/02
Bakung dehidrasi
Karto Desa 50 th L ‘10/04/02 mendadak - Ketua
Sudan RT,
‘15/04/02

34
Analisis Data Kematian Pengungsi

Pada gambar kurva Jumlah Pengungsi dan Kematian Pengungsi, terlihat bahwa
jumlah kematian meningkat karena jumlah pengungsi meningkat. Oleh karena
itu, pengingkatan jumlah kematian pada model grafik seperti ini harus dianalisis
dengan cermat dan hati-
Gambar 1 Jumlah Pengungsi dan Kematian per
hati. Untuk mengurangi
Minggu Pada Pengungsi, Kabupaten X, 2002 kesulitan dalam analisis,
3500 35 sebaiknya grafik angka
3000 30 kematian per 10.000
2500 25 pengungsi perhari juga
Pengungsi

kematian
Jumlah

jumlah
2000 20
1500 15
dibuat, sebagaimana
1000 10 terlihat pada gambar ..... .
500 5 Pada gambar ini, terlihat
0 0
pada minggu awal (minggu
'06 '08 '10 '12 '14 '16
8 dan 9) terjadi sejumlah
Minggu
kematian dengan angka
meninggal pengungsi kematian yang sangat
tinggi, demikian juga
terjadi pada minggu
terakhir (minggu 13 dan
Gambar 2. Angka Kematian per 10.000 per hari 14). Angka kematian
Pengungsi, Kabupaten X, 2002
dalam populasi normal di
16
14 angka kematian =
Indonesia berkisar antara
0.19-0.25 kematian per
angka kematian

12 1 per 10.000 per hari


10 10.000 penduduk perhari,
8
oleh karena itu angka
6
4 kematian 0.5 kematian per
2 10.000 pengungsi perhari
0 sudah merupakan
'06 '07 '08 '09 '10 '11 '12 '13 '14 '15 '16 '17
keadaan luar biasa
Minggu kematian, dan peningkatan
berbagai upaya
penanggulangan pengungsi harus dilakukan dengan serius dan secepat
mungkin. Berbagai referensi mengemukakan angka kematian satu per 10.000
pengungsi perhari atau lebih merupakan keadaan kedaruratan dalam
penanganan pengungsi.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail dan praktis, sebaiknya
data perkembangan kematian pada pengungsi disajikan dalam bentuk peta spot
map dan angka kematian per 10.000 per hari berkala mingguan atau berkala
bulanan. Cara ini akan mempermudah bagi program intervensi melihat populasi
pengungsi yang rawan dan mendesak untuk dilakukan berbagai upaya
intervensi.
Pada Gambar ..... berdasarkan spot map dapat terlihat perkembangan
dan penyebaran pengungsi yang meninggal menurut wilayah Kecamatan atau
Puskesmas (1 titik adalah gambaran satu pengungsi meninggal). Bagaimanapun

35
juga gambaran perkembangan jumlah kematian diantara pengungsi tersebut
sangat dipengaruhi oleh perkembangan jumlah pengungsi dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu, diperlukan
adanya peta dalam bentuk
Spot Map & Angka Kematian
Pengungsi Kabupaten X, 2002
area map angka kematian
per 10.000 per hari, sebagai
mana terlihat pada
Gambar ..... tersebut,
dengan range angka
kematian adalah : tidak ada
kematian atau kematian
kurang dari 0.5, 0.5-0.9, 1-2
dan lebih dari 2 kematian
per 10.000 pengungsi
perhari. Pada gambar
tersebut terlihat bahwa
peningkatan jumlah
kematian pada suatu
wilayah tidak selalu merupakan wilayah dengan angka kematian yang tinggi,
karena adanya peningkatan jumlah pengungsi pada wilayah tersebut.
Peta Spot Map dan Area Map tersebut sebaiknya juga dibuat setiap
Puskesmas per Desa atau pada wilayah yang lebih kecil lagi sesuai dengan
kebutuhan.
Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, maka untuk kepentingan
surveilans epidemiologi kematian pada pengungsi dibutuhkan daftar perorangan
meninggal pada pengungsi, penyajian analisis dalam bentuk grafik
perkembangan jumlah pengungsi dan perkembangan jumlah kematian, grafik
perkembangan angka kematian per 10.000 pengungsi perhari, serta peta
perkembangan pengungsi, peta spot map kematian dan peta area map angka
kematian.

3.3.3.3. Surveilans Epidemiologi Penyakit

Surveilans epidemiologi pengungsi bertujuan menunjang program


penanggulangan pengungsi. Prioritas penanggulangan pengungsi dibidang
kesehatan pada tahap emergensi adalah penyakit penyebab kematian atau
berpotensi kejadian luar biasa penyakit dan keracunan, yaitu diare (kolera dan
baksiler disenteri), campak, malaria, pnemonia dan malnutrisi, atau tepatnya
berdasarkan kajian awal (rapid health assessment). Oleh karena itu, surveilans
epidemiologi pengungsi juga memberikan prioritas terhadap penyakit penyebab
kematian atau berpotensi KLB penyakit dan keracunan.
Surveilans penyakit berbasis data kesakitan kegiatan pelayanan
pengobatan, baik di Rumah Sakit, Puskesmas, klinik, pos-pos kesehatan,
pemerintah dan swasta. Kasus tidak membedakan kasus baru maupun lama,
karena sebagian besar kasus merupakan kasus akut, sehingga diperkirakan

36
hanya sebagian kecil merupakan kasus berulang. Data penderita yang direkam
adalah diagnosis, umur (kurang atau lebih 5 tahun), tanggal berobat dan tempat
berobat, seperti yang direkam oleh buku register harian klinik pengungsi. Data
kunjungan klinik perlu didokumentasikan, karena jumlah pengungsi akan selalu
berubah-ubah dari waktu ke waktu, sehingga kunjungan klinik akan menjadi
kontrol kecenderungan penyakit. Pada Gambar ____ ditampilkan formulir
pelaporan klinik yang memberikan pelayanan pengobatan pada pengungsi.

Gambar __

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Data Kesakitan Mingguan Pada Pengungsi

Nama Klinik : ________________________________


Lokasi Klinik : ________________________________
Nama Puskesmas Wilayah Klinik : ________________________________
Nama Kabupaten/Kota : ________________________________

Data Pada Minggu/Tahun : Minggu ______, Tahun ______


Tanggal Laporan : _______________

Umur
Penyakit
< 5 tahun 5 tahun/lebih
Diare
Campak
Malaria
Pnemonia
............
............
Kunjungan Klinik
Meninggal * )

Nama Pelapor : _______________________

Tanda Tangan : _______________________

* ) berdasarkan adanya kematian semua usia di lokasi pengungsian yang menjadi tanggung jawab klinik,
bukan hanya yang datang berobat dan meninggal di pelayanan kesehatan

37
Untuk penanganan pengungsi, sebaiknya data persatuan lokasi
pengungsian sampai di unit surveilans Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat.
Satuan data per Puskesmas atau bahkan per Kabupaten/Kota akan sulit
mendapatkan dukungan
Gambar 1.Kurva Diare Pengungsi, analisis dan informasi
Puskesmas Telu. Kabupaten X, 2002 epidemiologi yang memadai
700 350 oleh Propinsi dan Pusat,
600 300
dan berdampak pada tidak
Pengungsi

kasus diare
500 250
400 200 tepatnya dukungan
300 150 penanggulangan
200 100
pengungsi.
100 50
0 0 Analisis data kesakitan
'06 '08 '10 '12 '14 '16 pengungsi ini dapat
Minggu dilakukan per satuan lokasi,
diare kunjungan
Puskesmas dan
Kabupaten/Kota, sesuai
dengan kebutuhan, seperti
pada gambar tampilan grafik
analisis (gambar __).

Pada gambar __ ini, terlihat


bahwa kasus diare berobat
meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah
pengungsi, tetapi pada saat
jumlah pengungsi sudah
menetap dan kunjungan
klinik juga menjadi stabil
(minggu 13-16), ternyata
kasus diare masih terus
meningkat dengan tajam.
Gambar ini menunjukkan
bahwa surveilans diare
Gambar 1. Insidens Diare Pengungsi, dengan melakukan
Puskesmas Telu. Kabupaten X, 2002 pemantauan terhadap
15 350 perkembangan kasus diare
300
saja dapat menyesatkan
insidens (%)

kasus diare

250
10 200 kesimpulan analisis. Oleh
150 karena itu surveilans
100
5
50 penyakit tertentu
0 berdasarkan kunjungan
0 -50 klinis harus disertai atau
'06 '08 '10 '12 '14 '16
didampingi dengan
Minggu surveilans kunjungan klinik
insidens diare

38
Penyajian data penyakit untuk kepenting-an surveilans penyakit berbasis
data kunjungan klinik sebaiknya meng-gunakan insidens penyakit berdasarkan
jumlah populasi pengungsi per minggu atau per bulan. Gambar __ menunjukkan
cara penyajian dengan cara tersebut, sehingga kurva insidens ini dapat secara
langsung menjelaskan perubahan serangan penyakit terhadap populasi dari
waktu ke waktu tanpa dipengaruhi perubahan jumlah pengungsi. Data jumlah
kasus dari waktu ke waktu dapat saja ditampilkan bersamaan agar dapat
diperkirakan jumlah kasus absolutnya.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail, perkembangan penyakit


dari waktu ke waktu ditampilkan dalam bentuk peta insidens (area map) menurut
lokasi, Puskesmas atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan. Sebaiknya
setiap lokasi menampilkan data area map ini menurut barak, per 10.000
pengungsi, per hari. Pengelempokan peta berdasarkan insidens normal, tinggi (2
kali normal) dan sangat tinggi (lebih dari 4 kali normal). Keadaan normal yang
dimaksud adalah jumlah kasus dalam keadaan normal yang terjadi pada unit-
unit pelayanan yang membuat laporan data kesakitan (temuan pasif oleh unit-
unit pelayanan). Keadaan normal tersebut tentunya tidak lebih dari keadaan
normal yang terjadi pada populasi pengungsi apabila dilakukan survei data
kesakitan total populasi (temuan aktif pada populasi pengungsi). Secara praktis,
keadaan normal suatu penyakit pada sekelompok pengungsi dapat dilihat pada
kurva insidens penyakit tersebut, yaitu keadaan kurva mendatar atau rata-rata
kejadian pada awal terjadinya pengungsian.
Pada pengungsi yang mengalami perubahan jumlah terus menerus dari
waktu ke waktu, surveilans penyakit dengan menggunakan area map, tidak
dapat melihat dengan cepat perubahan jumlah kasus absolut, oleh karena itu,
seperti halnya pada grafik insidens penyakit, maka pada area map juga
disertakan peta perkembangan jumlah absolut kasus atau jumlah absolut
pengungsi dari waktu ke waktu.

3.3.3.4. Surveilans Epidemiologi Kebutuhan Dasar dan Program

Dengan diberlakukannya surveilans epidemiologi penyakit, maka


sebaiknya selalu dilakukan surveilans epidemiologi faktor risiko terhadap
penyakit-penyakit prioritas tersebut. Oleh karena itu, pada tahap emergensi,
surveilans epidemiologi faktor risiko juga diarahkan pada penyakit penyakit
penyebab kematian atau berpotensi kejadian luar biasa penyakit dan keracunan,
yaitu diare (kolera dan baksiler disenteri), campak, malaria, pnemonia dan
malnutrisi, ditambah keracunan atau tepatnya berdasarkan kajian awal (rapid
health assessment). Secara umum, surveilans epidemiologi faktor risiko terdiri
dari surveilans epidmeiologi kebutuhan dasar pengungsi dan surveilans
epidemiologi program atau upaya kesehatan.
Surveilans epidemiologi kebutuhan dasar pengungsi terdiri dari air,
sanitasi, makanan dan tempat tinggal serta kebutuhan dasar lain sesuai dengan

39
hasil kajian awal pengungsian. Ukuran baku kebutuhan dasar tersebut dapat
dilihat pada tabel __.

Kebutuhan Dasar Pengungsi

Kebutuhan Dasar Sumber Data Satuan Ukuran Baku


Air PDAM, sumber Liter/orang/hari 15-20
air terjangkau,
dsb
Sanitasi Petugas sanitasi Jumlah 20
pengungsi/jamban
Makanan Petugas sanitasi Kkal/orang/hari 2100 kkal
Tempat Tinggal Petugas sanitasi M2/orang 3.5 m2
Lain-lain

3.3.3.5. Surveilans Epidemiologi Tempat Tinggal (Jumlah dan Kepadatan)


Pengungsi

Jumlah pengungsi yang besar atau kepadatan populasi yang sangat tinggi
pada satu lokasi pengungsian berisiko terjadi penularan penyakit yang cepat dan
dengan risiko kematian. Oleh karena itu, surveilans epidemiologi terhadap
jumlah dan kepadatan pengungsi menjadi sangat penting.
Surveilans epidemiologi terhadap jumlah dan kepadatan pengungsi sudah
dibahas pada bab sebelumnya.

3.3.3.6. Surveilans Epidemiologi Air dan Sanitasi

Pada tahap awal pengungsian, air minum pengungsi masih sulit diperoleh,
tetapi setidak-tidaknya dapat tersedia air sebanyak 2 liter perorang perhari, yang
kemudian dengan cepat dalam satu minggu pertama pengungsian diupayakan
untuk ditingkatkan menjadi 6 liter perorang perhari dan akhirnya dapat dipenuhi
menjadi 15-20 liter perorang perhari. Sementara jamban dan sanitasi yang lain
pada umumnya tidak terkendalikan, sehingga perlu segera mendapat perhatian,
apabila pengungsian mulai terjadi. Sebagian besar pengungsian di Indonesia
ditempatkan di tempat-tempat umum, seperti ruang sekolah, masjid, gedung
pertemuan, atau rumah penduduk. Sebagian kecil ditempatkan di lapangan
terbuka dengan membuat tenda atau rumah darurat.
Untuk kepentingan surveilans epidemiologi air dan sanitasi, maka analisis
harus dilakukan berdasarkan perhitungan data kuantitatif dan kualitatif
pengamatan lapangan serta wawancara dengan berbagai pihak terkait.

40
Air. Pada tahap awal pengungsian dan tahap emergensi, ketersediaan air
terjangkau harus dimonitor dengan ketat. Keterjangkauan diukur dari keberadaan
air untuk pengungsi setiap hari tidak lebih dari 100 – 300 meter dari tempat
tinggal pengungsi. Setiap lokasi pengungsian memiliki peta lokasi pengungsian
dengan gambaran tempat-tempat persediaan air dalam bak penampungan air,
tempat distribusi air harian, atau sumber air alam (sumur gali, sumur pompa,
mata air dsb).

Grafik ketersediaan air di setiap lokasi pengungsian dibuat oleh unit


surveilans epidemiologi atau unit sanitasi secara teratur dan dengan data
mutakhir, serta didistribusikan secara berkala kepada tim penanggulangan
bencana dan pihak-pihak terkait lainnya. Sumber data utama berasal dari
laporan unit sanitasi, penyediaan air oleh PDAM atau unit pekerjaan umum
sesuai dengan pembagian tugas penanggulangan pengungsi. Unit sanitasi,
secara berkala mingguan atau bulanan sesuai dengan kebutuhan, melakukan
pemeriksaan lapangan ketersediaan air dengan melakukan wawancara dan
pengamatan langsung adanya persediaan air didapur atau kamar tempat tinggal
pengungsi, terutama air untuk minum dan masak. Pemeriksaan lapangan
dilakukan dengan cepat dengan memilih beberapa tempat tinggal pengungsi,
sekaligus melakukan pemeriksaan kecukupan jamban, kecukupan pangan dan
sanitasi tempat tinggal.
Jumlah air pengungsi dihitung dalam satu sumber air untuk satu lokasi
terjangkau, baik air PDAM, air sumur gali dan mata air lain.

Kebutuhan Air Pengungsi di Desa Batu, Kabupaten X, 2002


Laporan Keadaan Tanggal 12 Juni 2002 (Minggu 24)

Perkiraan
Kecukupan
Jumlah Sumber Jumlah Keterangan
Blok per Orang
Pengungsi Air Air Tambahan
per Hari
Tersedia
Someyi 2000 PDAM 5000 l/hari 3.5 l/hari Teratur,
Mata Air 2000 l/hari terjangkau
Bajila 1700 PDAM 5000 l/hari 2.9 l/hari Teratur, 80 %
orang terjang-
kau, 20 % sisa
berpencar
Soreang 400 Sumur 1600 l/hari 4.0 l/hari 20 % orang
pompa terjangkau, 80
% pengungsi
berpencar
Total 4100 13600 l/hari 3.3 l/hari

41
Jamban. Jumlah jamban pada lokasi pengungsian di barak mudah dihitung,
tetapi kecukupan jamban juga mengandung pengertian keterjangkauan,
penggunaan dan
ketersediaan air untuk jamban. Dengan melakukan pengamatan langsung
penggunaan jamban dapat diketahui apakah jamban digunakan, adanya kotoran
tinja disekitarnya menunjukkan tanda-tanda bahwa air tidak cukup tersedia,
adanya kotoran disemak-semak, dihalaman dan tempat lain mengindikasikan
jumlah jamban yang tersedia tidak memadai. Wawancara dengan masyarakat

Kebutuhan Jamban Pengungsi di Desa Batu, Kabupaten X, 2002


Laporan Keadaan Tanggal 12 Juni 2002 (Minggu 24)

Perkiraan Kecukupan
Keterangan
Jumlah Jumlah per Orang
Blok Tambahan
Pengungsi Jamban per
Ketrangan
Tersedia Jamban
Someyi 2000 10 buah 200 /jamban Terjangkau, air cukup

Bajila 1700 15 buah 113 /jamban 80 % orang terjang-


kau, 20 % sisa ber-
pencar, air tak cukup
Soreang 400 20 buah 20 /jamban 20 % orang terjangkau,
80 % pengungsi
berpencar, air cukup
Total 4100 45 buah 91 /jamban
pengungsi juga dapat mengidentifikasi kecukupan jamban yang ada. Jamban
yang tidak cukup jumlah dan kualitasnya berdampak pada timbulnya banyak
kotoran tinja disekitar barak pengungsian, dan keadaan ini sangat berbahaya
terhadap timbulnya penyebaran penyakit kolera, tifus perut, diare berdarah dan
lain sebagainya. Oleh karena itu, surveilans jamban menyajikan analisis
berdasarkan jumlah, keterjangkauan, penggunaan dan kualitas serta tingkat
bahayanya terhadap kemungkinan timbulnya penyakit perut potensial KLB.

Penyajian dan Analisi Surveilans Epidemiologi Air dan Sanitasi


Secara umum, dokumen air dan sanitasi dapat dilaporkan dalam tabel
Laporan Kebutuhan Air dan Sanitasi (tabel __), yang menunjukkan gambaran
umum ketersediaan air, jamban, perumahan dan limbah atau sampah. Masing-
masing dengan data jumlah total dan kecukupan perorang perhari, disertai
dengan keterangan singkat kondisi umum lokasi pengungsian. Sumber data
berasal dari hasil pemeriksaan sanitasi mingguan atau bulanan tergantung
kebutuhan. Pada kondisi pengungsian berada dalam tahap emergensi, maka
pemeriksaan mingguan menjadi keharusan.

42
Laporan Pemeriksaan Kebutuhan Air dan Sanitasi

Lokasi Pengungsian : ______________________________


Puskesmas : ______________________________
Kabupaten/Kota : ______________________________
Jumlah Pengungsi : ______________________________
Tanggal/Minggu Pemeriksaan : ________ / _________
Sarana Total Perorang/hari Keterangan
Air .............. liter ..... l/orang/hari
Jamban .............. buah .....
orang/jamban
Rumah .............. buah .....
orang/meter2
Sampah

Disamping tabel, laporan


Peta Barak Pengungsian masing-masing lokasi
Desa Suni, Kab. X, 2002 pengungsian disertai dengan
peta lokasi pengungsi yang
menggambarkan rumah,
sumber air atau lokasi
pendistribusian air, jamban
serta tempat-tempat umum
kesehatan, dapur umum,
warung-warung dan lokasi-
lokasi yang berhubungan
dengan kepentingan umum,
terutama yang berhubungan
dengan kemungkinan
penyebaran penyakit menular. Sedapat mungkin peta juga menggambarkan
jalan, sungai dan kemungkinan para pengungsi mandi dan buang hajat diluar
jamban yang tersedia.
Grafik Kecukupan Air dan Jamban menjadi keharusan setiap lokasi
pengungsian. Grafik ini menggambarkan kecukupan air perorang perhari dan
ketersediaan jamban, kedua data ini menjadi data wajib dan digunakan sebagai
indikator surveilans yang sangat penting. Grafik pada gambar __ merupakan
tampilan perkembangan kecukupan air dan jamban perminggu atau bulan yang
cukup sederhana. Ukuran yang tertera pada sebelah kiri tabel adalah ukuran
jumlah air tersedia perorang perhari (rata-rata perhari dalam satu minggu atau
bulan, atau hasil pemeriksaan pada satu hari tertentu dalam satu minggu),
sementara sebelah kanan merupakan ukuran jumlah orang per jamban pada
saat pemeriksaan. Dalam tabel terdapat ukuran 20 liter perhari sebagai standar
minimal kebutuhan air, dan 20 orang perjamban pada satu baris, sehingga kalau

43
Gambar 1. Air dan Jamban perminggu, kebutuhan terpenuhi maka
Pengungsi Setu, Kabupaten X, 2002 grafik kecukupan air berada
pada garis atau diatas garis
120 120
tersebut, sementara grafik
kecukupan jamban berada
pada garis atau dibawah garis
tersebut.
orang/jamban

liter/OH
60 60 3.3.3.7. Surveilans
Epidemiologi Gizi dan
Pangan
standar
Pangan merupakan
salah satu masalah prioritas
bagi para pengungsi
0 0
'06 '08 '10 '12 '14 '16
dimanapun. Masalah pangan
bukan saja disebabkan
Minggu
karena kekurangan pangan
dan kekurangan makanan
jamban air
bergizi, tetapi juga disebabkan

Surveilans Gizi dan Pangan Pengungsi

Lokasi Pengungsian : ______________________________


Puskesmas : ______________________________
Kabupaten/Kota : ______________________________
Jumlah Pengungsi : ___________
Jumlah Balita : ___________
Tanggal/Bulan Pemeriksaan : ________ / _________
Sarana Status Keterangan
Status Gizi Rata-rata
Balita
Makanan Balita ........ kkal/anak/hari
Kasus Gizi ........ anak/minggu *)
Buruk
*) terlampir daftar anak balita gizi buruk
keamanan pangan yang tersedia. Kekurangan pangan berisiko pada status gizi
seseorang, sehingga dapat menderita kurang gizi, marasmus dan kuasiorkor.
Kekurangan gizi akan berisiko rentan terhadap serangan penyakit, terutama
diare, campak dan pnemonia, sementara diare, campak dan pnemonia itu sendiri
dapat menurunkan status gizi seseorang, terutama pada anak-anak dan orang
tua. Kelompok pengungsi yang menderita kekurangan pangan adalah sangat
rentan kematian pada saat terjadinya KLB diare dan campak.

44
Kecukupan pangan pada kelompok pengungsi, karena mendapat bantuan
pangan yang cukup, tidak berarti otomatis setiap orang atau keluarga mendapat
kecukupan pangan. Kelompok-kelompok tertentu, seperti keluarga tanpa orang
dewasa, keluarga dengan kepala keluarga wanita, orang-orang tua dan orang-
orang yang tidak mempunyai kemampuan berebut bantuan, berisiko tidak
memperoleh pembagian pangan yang cukup.
Dengan memperhatikan situasi seperti tersebut diatas, maka surveilans
epidemiologi pangan ditujukan pada kekurangan pangan, keamanan pangan dan
pemerataan pangan. Indikator pengamatan terutama dengan ditemukannya
penderita marasmus dan kuarsiorkor, gizi buruk atau status gizi populasi, serta
kecukupan pangan perorang balita perhari. Untuk kepentingan surveilans yang
cepat, maka penemuan penderita malnutrisi berat (marasmus, kuarsiorkor dan
gizi buruk) dapat dilakukan dengan pengamatan dan pemeriksaan fisik di barak-
barak, setiap penderita dicatat identitas dengan lengkap agar tidak terjadi dua
kali pencatatan dan sekaligus untuk dimasukkan dalam program bantuan pangan
darurat. Hasil pengamatan cepat tersebut dimasukkan dalam tabel Surveilans
Gizi dan pangan Pengungsi. Pengamatan lapangan tersebut dilakukan secara
berkala mingguan atau bulanan tergantung kebutuhan, terutama untuk status gizi
balita yang menggunakan teknik penimbangan akan membutuhkan tenaga,
biaya dan waktu.
Standar kebutuhan pangan pada balita (rata-rata) sebesar 1000
kkal/balita/hari, sementara kasus gizi buruk, termasuk marasmus dan kuarsiorkor
adalah prevalensi rate tidak
Gambar 1. Pangan Balita dan kasus Gizi
lebih dari 0.3 % perbulan.
Buruk perbulan,
Pengungsi Setu, Kabupaten X, 2002
Data hasil pemeriksaan
tersebut dimasukkan dalam
4000 1.2
laporan (tabel __) dan
disajikan dalam grafik pada
gambar __. Grafik
prev. rate per 1000

3000 menunjukkan sajian


sederhana, dimana data
kkal/anak/hari

sebelah kiri menunjukkan data


2000 kecukupan pangan pada balita
per bulan berdasarkan satuan
kkal/balita/hari, sementara
1000 standar sebelah kanan menunjukkan
data prevalensi rate per 100
balita per bulan. Garis batas
0 0 kebutuhan pangan dan
'02 '04 '06 prevalensi rate berada dalam
bulan satu baris standar, sehingga
kecukupan pangan harus
pangan rate selalu berada pada garis
standar atau diatas garis
standar, sementara kasus gizi buruk diharapkan selalu berada dibawah garis
standar.

45
3.3.3.8. Surveilans Berbasis Kajian Lapangan

Pada pengungsi, karena kebutuhan untuk mendapatkan data dengan


cepat dan frekuensi analisisnya juga sangat tinggi, sehingga data yang
dikumpulkan adalah yang sangat penting saja, terutama data kematian, data
kesakitan penyakit diare dehidrasi berat, campak, pnemonia, malaria serta
malnutrisi tanpa pengelompokan umur, atau pengeleompokan umur yang sangat
terbatas. Oleh karena kualitas data yang direkam adalah seperti tersebut diatas,
maka kajian lapangan secara berkala harus selalu dilakukan dengan cara sama
dengan kajian awal (rapid health assessment). Hasil kajian lapangan berkala ini
selalu dibahas dan dihubungkan dengan hasil kegiatan surveilans yang lain,
terutama untuk mengidentifikasi adanya penyakit-penyakit lain yang memberikan
ancaman serius terhadap pengungsi, ketidaktepatan data surveilans, serta
identifikasi ancaman yang dihadapi pada perorangan pengungsi rentan dan
populasi pengungsi rentan.

3.3.3.9. Studi Epidemiologi dan Penyelidikan Kejadian Luar Biasa

Studi epidemiologi dan penyelidikan kejadian luar biasa penyakit dan


keracunan (KLB) merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui lebih teliti suatu
permasalahan yang ditemukan berdasarkan hasil analisis surveilans
epidemiologi. Apabila masalah yang diteliti bersifat tidak emergensi maka
dilakukan studi epidemiologi, misalnya ingin mengetahui lebih jauh keadaan
status gizi sekelompok pengungsi serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
status gizi tersebut agar dapat dilakukan tindakan perbaikan status gizi
pengungsi, ingin mengetahui perkembangan penyakit malaria dan cara-cara
penanggulangannya, dan sebagainya. Tetapi apabila masalah yang diteliti
bersifat memberikan ancaman perluasan kesakitan dan kematian yang tinggi
maka diperlukan suatu penyelidikan kejadian luar biasa untuk mengetahui lebih
teliti besar masalah yang dihadapi, penyebab dan faktor-faktor yang
berpengaruh serta mencari cara-cara penanggulangan yang tepat.
Biasanya studi epidemiologi pada pengungsi dilaksanakan bersamaan
antara studi kuantitatif, yaitu studi deskriptif, analitik observasional dan
eksperimen, serta studi kualitatif. Pembahasan lebih lanjut tentang studi
epidemiologi dapat dipelajari pada masing-masing referensi studi epidemiologi.
Pada dasarnya penyelidikan KLB juga menggunakan teknik yang sama
tetapi diperlukan cara yang lebih cepat dan seringkali studi deskriptif dan studi
observasional digunakan dalam satu paket penyelidikan KLB. Teknik
penyelidikan KLB dibahas pada referensi penyelidikan KLB penyakit menular
dan keracunan.

46
3.3.4. Advokasi dan Sosialisasi Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi

Secara sederhana advokasi program surveilans epidemiologi pengungsi


adalah kegiatan untuk meyakinkan para penentu kebijakan atau para pembuat
keputusan agar memberikan dukungan terhadap program surveilans
epidemiologi pengungsi, yang diwujudkan dalam komitmen politik, kebijakan,
penerimaan sosial dan dukungan sistem penyelenggaraan kegiatan.
Advokasi mencakup kegiatan persuasif, memberikan semangat dan
bahkan sampai memberikan “pressure” kepada para pimpinan institusi yang
dianggap mempunyai pengaruh dalam keberhasilan program surveilans
epidemiologi pengungsi. Kegiatan advokasi dapat dilakukan oleh individu
ataupun juga oleh kelompok atau organisasi.
Terdapat berbagai teknik advokasi surveilans epidemiologi pengungsi
yang dapat digunakan, yaitu teknik lobi, seminar, media dan perkumpulan
pendukung program surveilans epidemiologi pengungsi. Teknik-teknik ini juga
lazim digunakan pada berbagai advokasi. Seringkali berbagai teknik advokasi
dilaksanakan seluruhnya untuk mendapatkan dukungan terhadap program
surveilans epidemiologi pengungsi, atau dilakukan berulangkali agar menjamin
adanya dukungan secara terus menerus.
Langkah-langkah advokasi dapat dilakukan sebagai berikut :
a). Melakukan advokasi kepada para pembuat keputusan setempat, agar mereka
ini menerima dan “commited” terhadap program surveilans epidemiologi
pengungsi. Pilihan teknik tergantung analisis kebutuhan oleh tim, baik lobi,
seminar, media masa atau ketiga cara tersebut diatas secara terkoordinasi.
Kemudian diterbitkan suatu kebijakan dan keputusan-keputusan untuk
berjalannya program surveilans epidemiologi pengungsi. Keputusan minimal
yang diharapkan adalah Keputusan Kepala Dinas Kesehatan tentang
keharusan pelaksanaan program surveilans epidemiologi pengungsi dan
alokasi anggaran untuk menunjang kegiatan tersebut.

b). Langkah selanjutnya adalah melakukan pendekatan dan pelatihan-pelatihan


kepada para pimpinan pelaksana program surveilans epidemiologi
pengungsi, baik pimpinan unit surveilans epidemiologi, maupun pimpinan
masing-masing program yang akan melaksanakan atau memanfaatkan
program surveilans epidemiologi pengungsi di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Puskesmas, Rumah Sakit, pos-pos kesehatan di lapangan
serta Laboratorium, juga Propinsi dan Pusat. Tujuan kegiatan ini adalah agar
para pimpinan mempunyai kemampuan surveilans epidemiologi seperti yang
diharapkan, dan selanjutnya dapat menginformasikan program surveilans
epidemiologi pengungsi kepada semua stafnya. Satu hal yang lebih penting
lagi adalah agar para pimpinan tersebut berperilaku positif, dan dapat
dicontoh oleh bawahannya. Kegiatan inilah yang disebut dukungan sosial
(social support). Para pimpinan ini, baik ditingkat pusat maupun daerah, baik
formal maupun informal merupakan sasaran sekunder.

47
c). Selanjutnya pimpinan bersama-sama dengan unit surveilans epidemiologi
melakukan penyuluhan dan atau pelatihan para petuagas pelaksana
surveilans epidemiologi melalui berbagai kesempatan. Tujuan kegiatan ini
antara lain meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku petugas
pelaksana surveilans epidemiologi dalam melaksanakan program surveilans
epidemiologi, atau disebut meningkatkan kemampuan atau pemberdayaan.
Petugas pelaksana surveilans epidemiologi pengungsi merupakan sasaran
primer.

3.3.5. Sumber Daya Manusia, Sarana dan Anggaran

Pada kegiatan surveilans epidemiologi pengungsi di Pusat, Propinsi,


Kabupaten/Kota dan di lapangan perlu dipersiapkan atau diancangkan sarana
penunjang yang memadai, baik sumber daya manusia, sarana pelaksanaan
kegiatan dan dana operasional.
Pada tim penanggulangan pengungsi, baik di Pusat, Propinsi,
Kabupaten/Kota maupun di lapangan terdapat satu unit teknis atau kelompok
kerja, baik struktural maupun fungsional, yang bertugas sebagai pusat kendali
kegiatan surveilans epidemiologi pengungsi. Dalam organisasi modern, manajer
puncak selalu didukung oleh sekelompok tenaga profesional yang tergabung
dalam unit intelejen dan bertugas mempelajari dan menyelidiki setiap peluang
untuk keunggulan organisasi. Unit seperti inilah ang dimaksud subagai tim teknis
surveilans epidemiologi pengungsi. Tim teknis ini telah dibahas pada Tim Teknis
SEP diatas dan sesuai kebutuhan terdiri dari tenaga epidemiologi, kesehatan
masyarakat, dokter dan rekam data.
Di Kabupaten/Kota dan Propinsi memerlukan satu paket komputer,
telepon, modem dan faksimili untuk merekam, analisis, membuat laporan,
mengirim dan menerima data/laporan, komunikasi, referensi, buku pedoman,
formulir isian dan transportasi.
Satu hal yang sangat penting adalah perencanaan anggaran yang
dibutuhkan untuk menunjang pembelian peralatan dan penunjang operasional
kegiatan surveilans epidemiologi. Pada penanggulangan pengungsi dibuat
anggaran selama 3 bulan kedepan sesuai dengan situasi pengungsi, anggaran
operasional surveilans epidemiologi pengungsi meliputi :
 Biaya pertemuan advokasi dan sosialisasi
 Biaya pembentukan tim teknis SEP dan pelatihan
 Biaya perekaman dan pengolahan data
 Biaya kajian lapangan
 Biaya studi epidemiologi dan penyelidikan KLB atau kondisi rawan
 Biaya pertemuan berkala tim penanggulangan pengungsi untuk tukar
informasi dan sekaligus distribusi infomasi hasil analisis
 Biaya administrasi kegiatan operasional

48
3.3.6. Persiapan Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis

Setelah konsep penyelenggaraan surveilans epidemiologi pengungsi


disusun, maka perlu dirumuskan jenis dan variabel data yang dibutuhkan untuk
setiap jenis surveilans epidemiologi pengungsi yang akan dilaksanakan. Sebagai
contoh dapat dilihat pada formulir isian setiap kegiatan surveilans epidemiologi
pengungsi. Setiap formulir isian ini harus jelas siapa saja yang akan
mendapatkan datanya dan mengrimkannya ke Pusat Surveilans Epidemiologi
Pengungsi di Kabupaten/Kota :
 Data untuk Surveilans Jumlah Pengungsi dapat diperoleh dari laporan resmi
Tim Penanggulangan Pengungsi Pemerintah Daerah setempat yang
diterbitkan secara berkala mingguan. Data ini dapat juga diperoleh dari suatu
penelitian, tetapi akan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tinggi,
sementara pengungsi terus menerus mengalami perubahan dari waktu ke
waktu.
 Data surveilans epidmiologi kematian pengungsi dapat diperoleh dari rumah
sakit, puskesmas, pos-pos kesehatan dan dari masyarakat serta tim
penanggulangan pengungsi. Data kematian merupakan data perorangan
sesuai formulir isian, sehingga dapat mengurangi kesalahan duplikasi data.
Data ini segera dikirim setelah diketahuinya anggota pengungsi yang
meninggal dunia sesuai formulir isian, ke tim surveilans epidemiologi di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
 Data surveilans epidemiologi penyakit dapat diperoleh dari data kesakitan
kegiatan pelayanan pengobatan, baik di Rumah Sakit, Puskesmas, klinik,
pos-pos kesehatan, pemerintah dan swasta (LSM) sesuai dengan formulir
isian. Data ini dikirim harian atau mingguan ke tim surveilans epidemiologi di
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan kesepakatan dan
kebutuhan.
 Data surveilans epidemiologi kebutuhan dasar dan program penyediaan air,
sanitasi, makanan dapat diperoleh dari masing-masing program baik dari
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Puskesmas atau dari lapangan sesuai
dengan kesepakatan.
 Data surveilans epidemiologi tempat tinggal pengungsi dapat diperoleh dari
laporan resmi pemerintah daerah setempat secara berkala mingguan
tergantung perubahan jumlah dan identitas pengungsi.
 Sementara data surveilans berbasis kajian lapangan diperoleh dari laporan
kegiatan kajian lapangan oleh anggota tim surveilans epidemiologi yang ada
di lapangan. Demikian juga dengan studi epidemiologi dan penyelidikan KLB.

Setiap formulir perlu disiapkan dengan cermat beserta cara-cara pengiriman


formulir isian sebelum kegiatan surveilans dilaksanakan. Biasanya data yang
berbasis pos-pos kesehatan akan direkam oleh Puskesmas, dan kemudian hasil
perekaman ini dikirim ke Dinas Kesehatan, tetapi sebaiknya dokumen itu tetap
berbasis pos-pos kesehatan untuk mengetahui permasalahan pada kelompok

49
pengungsi terbawah. Alur pengiriman data digambarkan dalam skema alur data
surveilans epidemiologi pengungsi :

Alur Surveilans Epidemiologi Pengungsi (SEP)

Program Dinkes Pemda


Tim SEP
Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan
(air, sanitasi, (Data pengungsi,
Kabupaten/Kota
pangan dsb) perumahan)

Puskesmas Rumah Sakit Tim Studi


(data kesakitan, Labora (data Epidemiologi
kematian, air, torium kesakitan, dan penyelidikan
sanitasi, pangan) kematian) KLB

Pos Kesehatan
(data kesakitan,
kematian, air,
sanitasi, pangan)

3.3.7. Persiapan Distribusi Informasi

Pemanfaatan data dan informasi epidemiologi oleh unit yang


bertanggungjawab terhadap penanganan pengungsi adalah sangat penting
sebagai tanggung jawab surveilans dalam penanganan pengungsi. Sesuai
dengan pemanfaatannya, sasaran distribusi informasi dibagi dalam dua
kelompok, yaitu kelompok perekaman data surveilans epidemiologi pengungsi,
kedua kelompok program. Distribusi informasi kelompok perekaman data
berupa umpan balik data untuk absensi dan perbaikan kualitas data. Umpan
balik dapat dilakukan dengan mengirimkan absensi kelengkapan laporan dari
unit pelapor, memberikan catatan data yang meragukan atau meminta perbaikan
data karena belum semua data belum direkam. Sementara distribusi informasi
kelompok program dapat berbentuk laporan data dalam tabel, grafik dan peta,
atau dalam bentuk hasil analisis dalam bentuk laporan atau presentasi seminar.
Kelompok program dapat dibagi dalam dua jenis sasaran, pertama, sasaran
kelompok surveilans epidemiologi pengungsi pada unit lain, misalnya unit

50
surveilans di propinsi, pusat atau puskesmas dan rumah sakit, kedua, kelompok
program intervensi, misalnya program imunisasi, program gizi, program sanitasi
dan sebagainya.
Cara distribusi informasi dapat
D istr ib u si In fo r m a si
Kasus Pnemonia Balita, Jawa Barat, 1997-2000 dilakukan dengan membuat laporan,
& K o m u n ik a si presentasi pada seminar atau terlibat
10000

secara langsung dalam perencanaan,


8000

pengendalian dan evaluasi program.


Laporan dapat dibuat dalam bentuk
6000
KASUS

T ab e l sajian tabel, grafik dan peta,


4000

sehingga program akan


2000

memanfaatkan tampilan tersebut


sebagai bahan analisis lanjut
0

'97 '98 '99 '00


TAHUN (gambar 1), cara lain dalam bentuk
<1 TH 1-4 TH analisis lanjut atau secara teliti dan
menghubungkan dengan berbagai
faktor yang berpengaruh, dan
D istrKasus
ib u si In fo rBalita,
Pnemonia m a siJawa Barat, 1997-2000 kemudian hasilnya disampaikan
& K o m u n ik a si kepada program terkait (gambar 2).
10000

Sebelum kegiatan surveilans


8000

epidemiologi pengungsi
dilaksanakan, semua sasaran, jenis
6000
KASUS

Tabel informasi dan cara-cara


4000

penyampaian informasi sudah dapat


2000

dirumuskan dengan jelas dan


digambarkan dalam bagan alur
0

'97 '98 '99 '00


TAHUN
distribusi informasi.
<1 TH 1-4 TH

51
3.3.8. Persiapan Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Surveilans Epidemiologi

Sebagai sebuah program, surveilans epidemiologi pengungsi memerlukan


manajemen yang baik, salah satu diantaranya perlu adanya monitoring secara
terus menerus agar dapat dilakukan perbaikan atau semakin memperkuat
kinerja kegiatannya, oleh karena itu, sebelum kegiatan dilaksanakan perlu
ditetapkan indikator kinerja surveilans epidemiologi pengungsi dan ancangan
pelaksanaan monitoringnya.
Kegiatan surveilans epidemiologi pengungsi harus memiliki rencana kerja
yang jelas, terukur, realisitis, dan memberikan manfaat yang menentukan
terhadap keberhasilan program, serta lebih merupakan rencana kerja jangka
pendek bulanan dan bersifat operasional. Oleh karena itu kinerja surveilans
epidemiologi pengungsi dapat diukur sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan.

Indikator kelengkapan dan ketepatan laporan

Indikator umum biasanya adalah kelengkapan laporan dan ketepatan


laporan. Indikator ini dilihat berdasarkan sumber data pertama, misalnya
Puskesmas, Rumah Sakit atau pos-pos pelayanan kesehatan. Dibawah ini
terdapat contoh tabel kelengkapan dan ketepatan laporan surveilans pengungsi
berbasis data kesakitan unit pelayanan kesehatan. Kelengkapan laporan yang
baik biasanya lebih dari 90 % dan ketepatan laporan lebih dari 80 %.
Pada surveilans epidemiologi pengungsi indikator ketepatan laporan
adalah sangat penting karena hampir semua data yang dilaporkan merupakan
data penyakit potensial KLB. Indikator ketepatan waktu diartikan sebagai
ketepatan waktu laporan diterima oleh unit surveilans sesuai dengan
kesepakatan bersama, atau ketepatan waktu saat data epidemiologi
dimanfaatkan oleh program intervensi untuk mengambil keputusan, atau sesuai
dengan waktu terbitnya buletin epidemiologi atau laporan berkala.
Indikator kelengkapan dan ketepatan laporan merupakan indikator
kuantitatif yang sebaiknya selalu diikuti dengan indikator kualitatif terhadap mutu
data dan pemahaman sumber pelaporan tentang kegiatan surveilans
epidemiologi pengungsi dan perannya dalam penanggulangan pengungsi
dibidang kesehatan, oleh karena itu, disamping mendapatkan laporan secara
teratur, tim surveilans epidemiologi pengungsi secara berkala juga melakukan
supervisi pelaksanaan surveilans di lapangan.

Absensi Laporan Data Kesakitan Unit Pelayanan


Pada Pengungsi di Kabupaten Atas Angin, 2001

Unit Pelayanan
Minggu Absensi Laporan
Kesehatan L T
Pengungsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9

52
Puskesmas X L L T T T T T T T 9(100) 7(78)
Pos Kesehatan Xa -- -- -- L L L T T -- 5(48) 2(22)
Pos Kesehatan Xb -- -- -- L L L L T T 6(68) 2(22)
Puskesmas Y L L L T T T -- -- -- 6(68) 3(33)
Rumah Sakit X T T T T T T T T T 9(100) 9(100)
L (lengkap) 60 60 60 100 100 100 80 80 60 35(77)
T (tepat) 20 20 40 60 60 60 60 80 60 24(53)

Indikator buletin epidemiologi


Unit surveilans epidemiologi pengungsi mempunyai tugas menerbitkan
buletin epidemiologi atau laporan berkala dalam bentuk tabel, grafik, peta atau
hasil kajian lebih luas terhadap suatu permasalahan, termasuk laporan
penyelidikan dan penanggulangan KLB.
Penerbitan buletin epidemiologi atau laporan berkala tersebut setidak-
tidaknya satu minggu sekali yang disampaikan pada pertemuan berkala
mingguan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam bentuk penyajian
sebagaimana dibahas dalam jenis-jenis penyelenggaraan surveilans
epidemiologi pengungsi.

Indikator pertemuan berkala


Pertemuan berkala mingguan antara unit surveilans pengungsi Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan semua tim surveilans lapangan, semua
sumber data, unit program dan unit pelayanan kesehatan serta lembaga
kemasyarakatan lainnya merupakan forum bertukar informasi dan pemecahan
bersama. Tim surveilans epidemiologi menyampaikan tabel, grafik dan peta serta
hasil kajiannya, sementara sumber data dan program seringkali dapat
menjelaskan lebih teliti permasalahan yang sedang dihadapinya.
Frekuensi dan kualitas pertemuan berkala perlu direkam dan menjadi
salah satu indikator kinerja surveilans epidemiologi pengungsi yang sangat
penting.

Indikator pemanfaatan data epidemiologi


Distribusi informasi kepada program terkait dalam penanganan pengungsi
bukan sekedar menyampaikan berita, tetapi merupakan informasi epidemiologi
penting yang dapat menuntun program untuk bekerja terarah dan efisien. Oleh
karena itu, pemanfaatan data epidemiologi merupakan indikator penting untuk
mengetahui data dan informasi surveilans epidemiologi pengungsi yang telah
dimanfaatkan dan yang belum atau tidak dimanfaatkan oleh program-program
terkait. Biasanya pemantauan indikator pemanfaatan data epidemiologi bersifat
kualitatif sebagai bahan masukan perbaikan cara-cara desiminasi informasi
kepada program-program terkait, termasuk penambahan atau pengurangan
variabel sesuai kebutuhan informasi oleh program-program intervensi.

53
3.3.9. Referensi dan Konsultasi
Kejadian pengungsian merupakan kejadian yang sangat jarang terjadi,
dan oleh karena itu, sangat sedikit orang yang ahli dalam manajemen pengungsi,
terutama manajemen surveilans epidemiologi pengungsi dan aspek epidemiologi
pengungsi. Kondisi ini perlu disikapi oleh unit surveilans epidemiologi pengungsi
di Kabupaten/Kota dengan menyiapkan referensi yang dibutuhkan dan
disesuaikan dengan kondisi geografi, demografi dan epidemiologi setempat.
Dengan maksud yang sama, perlu diidentifikasi beberapa orang ahli yang dpaat
mendukung pemahaman situasi pengungsi dan merumuskan pemecahannya.

54
4. Aspek Manajemen Surveilans Epidemiologi
Pengungsi
Kegiatan surveilans epidemiologi pengungsi merupakan bagian yang
sangat penting dari manajemen penanggulangan pengungsi. Dengan adanya
kegiatan surveilans epidemiologi, data yang dimiliki oleh unit-unit pelayanan di
pos-pos kesehatan, Puskesmas, Rumah Sakit, dan laporan adanya KLB
penyakit dan keracunan serta
1) Adanya tujuan yang jelas dan terukur sumber data lain dapat
2) Konsep dan mekanisme dimanfaatkan secara efisien
penyelenggaraan surveilans dan efektip untuk mengetahui
epidemiologi untuk mencapai tujuan- kecenderungan berbagai
tujuan surveilans masalah kesehatan
3) Memiliki tim teknis surveilans berdasarkan lokasi
epidemiologi dengan tenaga profesional pengungsian, minggu atau
4) Adanya proses kegiatan rutin terus bulan kejadian, bahkan menurut
menerus dan sistematis kelompok pengungsi tertentu.
5) Memiliki manajemen penyelenggaraan Dengan identifikasi masalah
surveilans dengan rencana kerja yang kesehatan tersebut, maka dapat
realistis dengan anggaran biaya yang dilakukan intervensi pada
memadai sasaran masalah kesehatan
6) Indikator kinerja yang lebih tepat, dan cara
intervensi yang benar, dan
anggaran biaya yang dikeluarkan dapat dimanfaatkan dengan efektip dan
efisien.
Agar proses kegiatan surveilans epidemiologi pengungsi dapat
berlangsung sesuai dengan kebutuhan dan berkesinambungan dari waktu ke
waktu, memerlukan manajemen kegiatan yang baik. Penyelenggaraan surveilans
epidemiologi pengungsi harus memenuhi elemen-elemen penyelenggaraan
surveilans epidemiologi.

Penyelenggaraan surveilans pengungsi membutuhkan dukungan


manajemen yang baik, baik dalam perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan,
anggaran, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi. Secara
skematis kegiatan surveilasn pengungsi secara keseluruhan dapat dilihat pada
gambar __, sehingga kegiatan surveilans dapat dibagi menjadi kegiatan teknis
surveilans dan kegiatan manajemen sebagai pendukung kegiatan teknis.

4.1. Tujuan dan Mekanisme Kegiatan Surveilans Pengungsi

55
Tujuan surveilans epidemiologi pengungsi adalah memberikan informasi
epidemiologi dengan cepat dan benar kepada setiap unit penyelenggaraan
penanggulangan pengungsi, terutama unit penyelenggaraan penanggulangan
pengungsi di Kabupaten/Kota, sebagai pengendali kegiatan lapangan. Jenis dan
frekuensi serta waktu informasi yang diinginkan harus teridentifikasi dengan jelas
dan tertulis dalam daftar sasaran distribusi informasi epidemiologi. Beberapa
sasaran distribusi informasi epidemiologi yang sangat penting dimasukkan dalam
daftar tersebut adalah sasaran distribusi informasi epidemiologi di Propinsi dan
Pusat (lihat daftar Nama dan Alamat Unit Penanggulangan Pengungsi dan
Keadaan Darurat, terlampir). Penjabaran tujuan ini adalah sangat penting untuk
menentukan setiap langkah pengembangan sistem surveilans pengungsi, secara
sederhana dapat dengan menyusun “dummy table” atau tabel-tabel persiapan,
baik berupa tabel-tabel lengkap dengan judul tabel dan judul kolom, grafik dan
peta tanpa data, serta rencana hasil analisis lanjut yang akan didistribusikan.
Tanpa tujuan seperti ini, sebaiknya penyelenggaraan surveilans epidemiologi
pengungsi tidak perlu dibangun.

4.2. Konsep Surveilans Epidemiologi Pengungsi

Setelah tujuan teridentifikasi dengan jelas, maka konsep penyelenggaraan


surveilans pengungsi dapat disusun dengan lebih mudah. Penyelenggaraan
surveilans pengungsi meliputi sumber data, mekanisme perekaman dan
pengiriman dokumen surveilans ke unit-unit surveilans di Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, termasuk formulir-formulir isian yang akan
digunakan (lihat lampiran). Mekanisme pengolahan data surveilans Di
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota juga perlu ada kejelasan,
baik dengan sistem manual maupun dengan sistem komputerisasi. Mekanisme
pengolahan data akan sangat berhubungan dengan strategi analisis untuk
mendapatkan informasi epidemiologi yang diinginkan dalam tujuan surveilans
pengungsi.
Terakhir perlu disusun mekanisme penyampaian distribusi informasi
epidemiologi kepada pihak-pihak terkait sebagaimana tertuang dalam daftar
sasaran distribusi informasi epidemiologi.
Pada surveilans pengungsi selalu dilakukan kajian lapangan berkala
sebagai cara untuk memperjelas permasalahan kesehatan yang belum dapat
teridentifikasi oleh sistem surveilans yang dikembangkan, oleh karena itu,
mekanisme kajian berkala serta hubungannya dengan sistem surveilans yang
dikembangkan harus jelas dan terstruktur dengan baik.

4.3. Tim Teknis Surveilans Pengungsi

Kegiatan surveilans pengungsi merupakan suatu proses manajemen yang


memerlukan dukungan organisasi yang kuat. Di Dinas Kesehatan

56
Kabupaten/Kota, setidaknya terdapat satu tenaga dokter umum, satu tenaga
epidemiologi, satu tenaga sanitarian dan satu tenaga gizi dengan 2 orang tenaga
perekam dan pengolah data manual atau komputer. Di Puskesmas, pos-pos
kesehatan dan sanitasi setidak-tidaknya terdapat satu tenaga yang bekerja untuk
merekam data dan mengirimkannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Seringkali satu tenaga di Puskesmas dan pos-pos kesehatan tidak cukup,
karena variasi data dan frekuensi perekaman sangat cepat, maka kerjasama
dapat diperluas dengan petugas di poliklinik, imunisasi, sanitarian dan gizi,
demikian juga dengan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat diperluas
dengan tenaga pada unit pemberantasan penyakit menular, sanitasi, imunisasi
dan gizi.
Tim Teknis Surveilans Pengungsi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
merupakan tim inti surveilans pengungsi, dan oleh karena itu, harus sudah mulai
bekerja sejak penetapan tujuan, perumusan konsep dan mekanisme surveilans
dan perencanaan kegiatan.
Hubungan kerja sehari-hari antara tim teknis surveilans pengungsi di
Kabupaten/Kota dan unit-unit pelayanan dan lapangan harus jelas dalam fungsi
formal, seperti pada contoh pada gambar __. Hubungan ini menunjukkan
hubungan fungsional antara unit-unit surveilans pengungsi, karena secara
struktural tim teknis surveilans pengungsi yang ada di Puskesmas dan lokasi
pengungsian berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala
Puskesmas, tetapi apabila kondisi kedaruratan pengungsi sangat mendesak dan
sangat rentan, maka petugas-petugas Puskesmas dimaksud dapat saja
dimasukkan dalam tim teknis surveilans pengungsi dibawah kendali operasional
Tim Penanggulangan Pengungsi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Gambar __

Tim Penanggulangan
Pengungsi Dinas Kesehatan
Kab/Kota

Unit Surveilans
Pengungsi
Kabupaten/Kota

Tim Teknis Tim Teknis Tim Teknis


Surveilans Unit Surveilans Surveilans
Pelayanan di Pengungsi Sanitasi Pengungsi Gizi
Puskesmas dan dan P2M Puskesmas dan
Pos Kesehatan Puskesmas dan Lokasi
Pengungsian Lokasi Pengungsian Pengungsian

57
4.4. Proses Kegiatan Rutin Surveilans Epidemiologi Pengungsi

Pada dasarnya melaksanakan semua jenis surveilans epidemiologi


pengungsi, yaitu Surveilans Jumlah Pengungsi, Surveilans Kematian, Surveilans
Penyakit, Surveilans Faktor Risiko, Survielans Berbasis Kajian Lapangan, dan
Investigasi Pra KLB/ KLB dan Penelitian (Studi Epidemiologi). Pelaksanaan
setiap jenis surveilans tersebut adalah dengan melaksanakan kegiatan
pengumpulan dan pengolahan data, analisis dan distribusi informasi yang
didukung oleg manajemen penyelenggaraan surveilans epidemiologi pengungsi.

4.5. Manajemen Penyelenggaraan Surveilans Pengungsi

Penyelenggaraan surveilans pengungsi membutuhkan dukungan


manajemen yang baik, baik dalam perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan,
anggaran, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi. Secara
skematis kegiatan surveilans pengungsi secara keseluruhan dapat dilihat pada
gambar __, sehingga kegiatan surveilans dapat dibagi menjadi kegiatan teknis
surveilans dan kegiatan manajemen sebagai pendukung kegiatan teknis.

Gambar 1 : Kegiatan Surveilans

Jaringan SE Pertemua
n Review

Advokasi
Buku
Pedoman Peraturan
Umpan
balik
Kelompo Supervisi
k Kerja dan
Tenaga Monev Rencan
Profesiona a Kerja
l
Anggaran

Respon KLB
Program
Intervensi
Program
Kegiatan Teknis
Surveilans
Pengungsi : 58
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Analisis dan Interpretasi
Distribusi infomasi
Penelitian

Jaringan SE Analisis
Lanjut

Monitoring dan Evaluasi

59
4.6. Monitoring dan Evaluasi (Indikator Kinerja)

60
5. Peran Propinsi dan Pusat
Pengungsian adalah merupakan salah satu kondisi kedaruratan, sehingga
merupakan kegiatan yang tidak biasa dilakukan seperti dalam kondisi normal.
Pada situasi seperti itu, maka kemampuan manjarial dan teknis penanggulangan
pengungsi merupakan salah satu masalah sangat serius di Kabupaten/Kota,
atau mungkin juga di Propinsi, dan oleh karena itu, kebutuhan kerjasama dengan
Propinsi dan Pusat atau daerah-daerah lain yang sudah mempunyai pengalaman
menangani upaya penanggulangan pengungsi adalah sangat diperlukan,
termasuk dalam penyelenggaraan surveilans pengungsi di Kabupaten/Kota.
Dukungan Propinsi dan Pusat dalam penyelenggaraan surveilans
pengungsi bukan hanya terbatas pada penyusunan tujuan dan konsep serta
mekanisme surveilans pengungsi yang sebaiknya dilakukan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, tetapi juga termasuk dalam advokasi kepada berbagai pihak
terkait, asistensi teknis dan manajerial, analisis surveilans, penyelidikan atau
kajian lapangan, serta distribusi dan komunikasi informasi epidemiologi di
Propinsi dan Pusat serta negosiasi dukungan penanggulangan pada prioritas-
prioritas masalah dengan tepat.
Memperhatikan kebutuhan tersebut diatas dapat dirumuskan pedoman
peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan
Departemen Kesehatan dalam penyelenggaraan surveilans pengungsi :

Tabel ___
Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan
Departemen Kesehatan
Dalam Penyelenggaraan Surveilans Pengungsi
Unit Subunit Peran Kegiatan Keterangan
Dinas Unit Surveilans
Kesehatan Pengungsi
Kabupaten/Kota
Dinas Unit Surveilans
Kesehatan Pengungsi
Propinsi
Departemen Unit Surveilans
Kesehatan Pengungsi :
Subdit. SE
Sanitasi
Darurat
Gizi dan
Pangan

Untuk melaksanakan peran-peran tersebut, maka unit-unit surveilans


dimaksud berada dalam jejaring surveilans pengungsi yang dikendalikan oleh
unit surveilans pengungsi Pusat, dimana Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

61
secara aktif mendorong perlunya aktifitas Propinsi dan Pusat sesuai dengan
perannya masing-masing. Lemahnya aktifitas jejaring surveilans pengungsi ini
akan berdampak pada melemahnya kemampuan menetapkan prioritas masalah
setiap program yang terkait dengan penanggulangan pengungsi.

5.1. Jejaring Surveilans Epidemiologi Pengungsi

Jejaring surveilans epidemiologi pengungsi adalah hubungan kerjasama


antara unit-unit surveilans dengan unit surveilans lainnya, hubungan kerjasama
dengan pusat penelitian, para ahli terkait, dan dengan program terkait. Jejaring
surveilans epiemiologi merupakan salah satu langkah strategis untuk
memperkuat surveilans epidemiologi dengan cara pertukaran data dan informasi
epidemiologi, bekerjasama dalam kajian masalah kesehatan dan komunikasi -
konsultasi
Jejaring surveilans epidemiologi pengungsi adalah sangat penting karena
masalah kesehatan pengungsi adalah sangat kompleks dan mengalami
perubahan yang sangat cepat dan oleh karena itu memerlukan strategi kajian
dan pengembangan surveilans epidemiologi yang cepat dan tepat dengan
bekerjasama antara unit surveilans , para peneliti, para ahli, dan program melalui
kegiatan jejaring yaitu :
o Pertemuan review
o Seminar
o Penerbitan buletin epidemiologi
o Jaringan elektromedia untuk pertukaran data dan informasi
o Membentuk kelompok kerja surveilans epidemiologi

5.2. Kegiatan Analisis dan Distribusi Informasi Propinsi dan


Pusat

Kejadian pengungsian adalah kejadian yang jarang terjadi dan oleh


karena itu sangat sedikit orang yang ahli dalam manajemen pengungsi. Pada
kondisi tersebut peran propinsi dalam mendukung penanganan pengungsi akan
sangat penting, baik karena lebih banyak pengalaman, juga karena kemampuan
sumber daya manusia yang lebih memadai.
Dokumen surveilans epidemiologi pengungsi perlu didistribusikan pada
tim surveilans epidemiologi propinsi dan pusat agar dapat dilakukan analisis
lebih teliti serta dapat memberikan data dan informasi epidemiologi pengungsi
kepada unit program terkait. Dengan cara seperti itu, propinsi dan pusat
diharapkan dapat memberikan dukungan lebih tepat pada permasalahan yang
terjadi di lapangan.

5.3. Asistensi Teknis Propinsi dan Pusat

62
Dengan dukungan sumber daya yang lebih baik dan pengalaman yang
lebih banyak maka propinsi dan pusat dapat memberikan asistensi teknis
manjemen pengungsi, termasuk dalam melakukan analisis situasi pengungsian
dan pemecahannya.

63
6. Lampiran
Lampiran :
Perencanaan
Tujuan dan Konsep - Mekanisme Surveilans, tabel, grafik dan peta untuk analisis
dan atau distribusi informasi
Tim Teknis
Rencana Anggaran
Rencana Kerja Operasional
Monitoring dan Evaluasi

Formulir Rapid Assessment


Formulir Surveilans Penyakit dan Kematian Berbasis Lingkungan
Formulir Surveilans Kesehatan Lingkungan
Laporan pertemuan berkala
Laporan monev

64
Formulir Rapid Assessment

Tanggal Pelaksanaan : ___________

Pelaksana 1. __________________
2. __________________
(sebaiknya terdapat unsur dari tim surveilans kesehatan lingkungan daerah dimana pengungsian berada
yang profesional dan dapat berperan secara aktif, bukan pengantar)

Lokasi Pengungsi :
Data kuantitatif
1. Jumlah pengungsi pada saat sekarang
2. Perkembangan jumlah pengungsi sejak pengungsian pertama sampai
sekarang
3. Jumlah pengungsi berdasarkan pembagian lokasi pengungsi
4. Jenis tempat tinggal perlokasi pengungsi
5. Ketersediaan air minum perlokasi pengungsi dan perorang perlokasi
pengungsi
6. Ketersediaan tempat buang hajat saniter perlokasi pengungsi dan
perorang perlokasi pengungsi
7. Keberadaan vektor nyamuk dan tempat perindukannya, baik malaria
maupun demam berdarah
8. Data penyakit berbasis lingkungan, terutama diare, tifus perut, hepatitis,
pnemonia, malaria dan campak (bersumber dari data kesehatan setempat
atau daerah sekitar lokasi pengungsi) dan data kematian per lokasi
pengungsi perperiode waktu tertentu
9. peta lokasi pengungsi pada Kabupaten/Kota atau Kecamatan
berdasarkan jumlah pengungsi dan kepadatannya (area map)
10. peta lokasi pengungsi, kondisi geografi, sumber air, sungai dan sarana
kesehatan lingkungan yang sudah ada

Data kualitatif
1. Kepadatan lokasi pengungsi
2. Ketersediaan air minum dan memasak secara merata diantara pengungsi
(secara acak terhadap beberapa kelompok rentan : keluarga dengan
ketua RT wanita, orang tua hidup sendiri, tempat tinggal dengan penghuni
padat, banyak anak-anak, keluarga yang jauh dari sumber air setempat
atau distribusi air)
3. Ketersediaan fasilitas tempat tinggal yang memadai : kepadatan, dan
ventilasi
4. Sarana Sanitasi lainnya
5. Keberadaan vektor (melihat dan menanyakan pada penduduk setempat)
serta adanya tempat-tempat perindukan

65
Analisis di Lapangan
Setelah atau selama pengumpulan data tersebut diatas, bersama dengan
penduduk pengungsi, penduduk sekitar lokasi pengungsi dan petugas kesehatan
setempat (unit pelayanan) membahas berbagai temuan, masalah kesehatan
dan ketersediaan sarana kesehatan lingkungan, serta tindak lanjut yang dapat
dilakukan, baik ancaman terhadap pengungsi maupun terhadap penduduk
sekitar lokasi pengungsi. Seringkali berbagai persoalan justru diketahui oleh
orang-orang yang bekerja di lapangan.

Merumuskan tindakan lebih lanjut


Menetapkan strategi surveilans kesehatan lingkungan, prioritas penyakit,
prioritas kesehatan lingkungan
Menetapkan strategi kesehatan lingkungan, prioritas dan langkah-langkah
secara umum
Menetapkan mekanisme kerjasama antara fungsi surveilans kesehatan
lingkungan dan perencanaan, pengendalian dan evaluasi program serta respon
cepat KLB (fast track)

Membuat laporan
Setelah kembali ditempat penginapan segera membuat laporan dan menetapkan
beberapa rekomendasi, dan kemudian membahasnya bersama dengan tim
surveilans kesehatan lingkungan setempat. Laporan ini selesai sebelum keluar
dari Kabupaten/Kota tempat pengungsian.
Sebaiknya laporan ini dipresentasikan oleh tim surveilans kesehatan lingkungan
pada Dinas Kesehatan, agar mendapatkan dukungan politis dan pendanaan,
peran serta dari berbagai pihak, dan terutama mendapat masukan perbaikan
strategi surveilans dan program kesehatan lingkungan yang ditawarkan.

66
DATA KEMATIAN
PENGUNGSI

Nama :
Umur (tahun, bulan) :
Jenis Kelamin :
Nama Penyakit Penyebab Kematian :
(penyakit yang ada hubungannya dengan kematian)
Riwayat dan Gejala Ditemukan Sebelum Meninggal :

Tanggal Meninggal :
Alamat :
Nama Propinsi :
Nama Kab/Kota :
Nama Puskesmas/Kecamatan :
Nama Lokasi Pengungsi :

Nama Pelapor :
Tempat Tugas :

catatan :
Data surveilans ini diproses oleh unit suveilans khusus pengungsi dan digunakan untuk data epidemiologi
dalam penetapan prioritas kelompok rawan. Analisis data surveilans ini akan menghasilkan rate kematian
perlokasi per periode waktu tertentu, rate kasar, rate berdasarkan golongan umur dan jenis penyakit. Rate
kematian kasar normal Indonesia adalah 0.21-0.25 per 10.000 penduduk perhari. Rate kasar lebih dari 0.50-
1 per 10.000 penduduk perhari (tanpa korban pembunuhan) ditetapkan sebagai peringatan adanya
kegagalan penanganan pengungsi

67
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Data Harian/Mingguan Penyakit Potensial Wabah
Pada Pengungsi

Nama Kabupaten/Kota :
Nama Puskesmas :
Nama Lokasi (kode dan nama) :
Jumlah Lokasi Pengungsian :
Jumlah Yang Melapor :

Jumlah Pengungsi pd Lokasi Yang Melapor :


Tanggal Laporan :

UMUR (tahun)
Nama Penyakit
<1 1-4 5-9 10-14 15+
Diare
 Diare Berdarah
 Diare Dehidrasi
 Diare Biasa
ISPA
 Pnemonia
 Bukan Pnemonia
Malaria Klinis
Campak
Tifus Perut
Hepatitis
Lain
Jumlah Berobat
Jumlah Meninggal
*)
*) berdasarkan adanya kematian semua usia di lokasi pengungsian yang dilaporkan, bukan hanya yang
datang berobat dan meninggal di pelayanan kesehatan

catatan :
data ini diproses oleh unit suveilans khusus pengungsi dan digunakan untuk data epidemiologi dalam
penetapan prioritas kelompok rawan, baik berdasarkan perkembangan jumlah pengungsi dan kepadatannya,
perkembangan penyakit dan kematian. Sistem ini dikembangkan menjadi harian apabila adanya ancaman
serius KLB atau selama KLB berlangsung. Keadaan normal, sebaiknya menggunakan sistem mingguan,
agar tidak melelahkan dan frustasi. Data surveilans ini harus selalu dihubungkan dengan kajian lapangan
(rapid assessment) sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas kondisi yang sebenarnya.

68
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Data Mingguan/Bulanan Kondisi Kesehatan Lingkungan
Pada Lokasi Pengungsi

Nama Kabupaten/Kota :
Nama Puskesmas :
Nama Lokasi (kode dan nama) :
Jumlah Lokasi Pengungsian :
Jumlah Yang Melapor :

Jumlah Pengungsi pd Lokasi Yang Melapor :


Tanggal Laporan :

Kondisi Kesehatan
Lingkungan
Kepadatan
Penghuni
Jumlah Barak
Tempat Tinggal
 Tembok
 Kayu
 Tenda
 Lain-lain
Jumlah Air minum
Kualitas Air minum
 Sehat
 Tidak Sehat
Jumlah Jamban
Kualitas Jamban
 Terlindung
 Tak Terlindung
Vektor
 Anopeles
(malaria)
 Aedes (DBD)
Limbah
 Cair
 Padat

69

You might also like