You are on page 1of 11

TAWAZUN

Surah Al-Qashash (28) Ayat 77


Makalah Kajian Ayat

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Program Tutorial mata kuliah
Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh:
Raden Ilham Karyawiguna
1002636
Pendidikan Bahasa Jerman
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni


Universitas Pendidikan Indonesia
2010
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb,

Puji dan syukur saya sampaikan ke hadirat Allah swt karena berkat petunjuk
dan hidayah Nya-lah makalah kajian ayat, surah Al-Qashash ayat 77, ini dapat
terselesaikan.

Makalah ini mengkaji kandungan ayat yang meliputi isi, terjemahan, dan
tafsir. Semua informasi yang ada saya dapat dari Al Qur’an dan terjemahnya, dan
beberapa situs di internet.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
saya dalam menyusun makalah ini terutama kepada Kang Cahya sebagai mentor
serta rekan-rekan seperjuangan dalam program Tutorial PAI.

Saya mengakui masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu saya
mengharapkan saran dan masukan dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi para pembaca.

Bandung, Desember 2010,

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

BAB I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan penulisan 1

BAB II Kandungan Ayat


2.1 Ayat dan Terjemahannya 2
2.2 Tafsir 2
2.3 Ayat pendukung 4
2.4 Kajian Keilmuan 4

BAB III. Penutup


3.1 Simpulan 7
3.2 Saran 7

Daftar Pustaka 8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al Qur’an merupakan kitab suci umat Islam. Allah Swt mewahyukan Al


Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw untuk disampaikan kepada kita sebagai
umatnya. Al Qur’an merupakan pedoman dan petunjuk hidup kita agar selamat di
dunia dan di akhirat. Sebagai seorang muslim, kita wajib untuk mengimaninya.
Wujud keimanan kita terhadap Al Qur’an harus direalisasikan dengan kita
membaca, memahami, dan mengamalkannya. Mengkaji salah satu ayat
merupakan salah satu upaya kita dalam memahami Al Qur’an. Dalam makalah
ini, saya mengkaji surat Ar Ruum ayat 77, yang di dalamnya terkandung makna
tentang sikap tawazun. Tawazun di sini berarti seimbang, atau dalam makalah ini
diartikan sebagain hidup seimbang, baik di dunia maupun di akhirat. Sikap
tawazun ini sangat harus dimiliki oleh setiap muslim, karena hidup seimbang
lahir-bathin sangatlah penting. Jika seorang muslim tidak memiliki sikap tawazun,
maka hidupnya tidak akan lengkap, baik lahiriyyah maupun bathiniyyah. Oleh
karena itu, saya menyusun makalah kajian ayat ini.

1.2 Tujuan Penulisan

Makalah kajian ayat ini disusun untuk membantu memahami surat Ar Ruum
ayat 77, sehingga diharapkan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan
agar setiap muslim yang membaca karya tulis ini mendapat tambahan ilmu, serta
menjadi lebih terarah dan seimbang hidupnya, baik secara lahiriyyah maupun
bathiniyyah.
BAB II
KANDUNGAN AYAT

2.1 Ayat dan Terjemahannya

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu


(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.”

2.2 Tafsir

Pada ayat ini Allah SWT menerangkan empat macam nasihat dan petunjuk
yang ditujukan kepada Karun oleh kaumnya. Barangsiapa mengamalkan nasihat
dan petunjuk itu akan memperoleh kesejahteraan di dunia dan di akhirat kelak.
Berikut keempat nasihat tersebut:

1. Orang yang dianugerahi oleh Allah SWT kekayaan yang berlimpah-limpah,


perbendaharaan harta yang bertumpuk-tumpuk serta nikmat yang banyak,
hendaklah ia memanfaatkannya di jalan Allah, patuh dan taat pada perintah-
Nya, mendekatkan diri kepada-Nya untuk memperoleh pahala sebanyak-
banyaknya di dunia dan di akhirat. Sabda Nabi saw:
‫اغتنم خمسا قبل خمس شبابك قبل هرمك وصحتك قبل سقمك وغناك قبل فقرك وفراغك قبل شغلك‬
‫وحياتك قبل موتك‬.

Artinya:
“Manfaatkan yang lima sebelum datang (lawannya) yang lima; mudamu
sebelum tuanmu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu,
waktu senggangmu sebelum kesibukanmu dan hidupmu sebelum matimu.”
(H.R. Baihaki dari Ibnu Abbas)

2. Janganlah seseorang itu meninggalkan sama sekali kesenangan dunia baik


berupa makanan, minuman dan pakaian serta kesenangan-kesenangan yang
lain sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran yang telah digariskan oleh
Allah SWT. Karena, baik untuk Tuhan, untuk diri sendiri, maupun keluarga,
semuanya itu mempunyai hak atas seseorang yang harus dilaksanakan. Sabda
Nabi Muhammad saw:

‫اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا واعمل لخرتك كأنك تموت غدا‬

Artinya:
“Kerjakanlah (urusan) duniamu seakan-akan kamu akan hidup selama-
lamanya. Don laksanakanlah amalan akhiratmu seakan-akan kamu akan
mati besok.” (H.R. Ibnu Asakir)

3. Seseorang harus berbuat baik sebagaimana Allah SWT berbuat baik


kepadanya, membantu orang-orang yang berkeperluan, pembangunan mesjid,
madrasah, pembinaan rumah yatim piatu di panti asuhan dengan harta yang
dianugerahkan Allah kepadanya dan dengan kewibawaan yang ada padanya,
memberikan senyuman yang ramah tamah di dalam perjumpaannya dan lain
sebagainya.

4. Janganlah seseorang itu berbuat kerusakan di atas bumi, berbuat jahat kepada
sesama makhluk Allah, karena Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. Allah SWT tidak akan menghormati mereka, bahkan
Allah tidak akan memberikan rida dan rahmat-Nya.

2.3 Ayat Pendukung

• Al-Mulk ayat 7

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak


melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.
Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”

• Ar-Rahman ayat 7-9

“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan).
Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah
timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.“

2.4 Kajian Keilmuan

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari seorang muslim melakukan banyak


hal mulai dari keluarga dan kehidupan sosial, sampai profesi dan pekerjaan.
Dalam menjalani kehidupannya tersebut seorang muslim harus melakukannya
secara proporsional dan seimbang. Proporsional dan seimbang ini bukan berarti
melakukannya dengan porsi yang sama antara satu bagian dengan bagian yang
lain, melainkan sesuai dengan proporsi dan prioritas.
Dalam Islam seorang muslim mempunyai kewajiban-kewajiban yang diemban
dalam seluruh aspek kehidupannya dan sesuai dengan minat dan potensi yang
dimilikinya. Tidak semua muslim harus berprofesi sama (misalnya, harus menjadi
guru) tetapi seorang muslim bebas menjalani profesi yang sesuai dengan bakat,
minat, dan potensi yang dimilikinya. Namun, sesuatu yang pasti adalah setiap
muslim merupakan seorang dai yang mengemban amanat untuk menyebarkan,
mensyiarkan, dan memberikan teladan islam kepada orang lain, masyarakat, dan
umat manusia. Dalam hal ini seorang dai bukanlah seorang dengan pakaian islami
yang menyampaikan konsep islam di mimbar-mimbar saja, melainkan seorang
dengan wawasan keislaman yang terbentuk dan terintegrasi baik dalam kata-kata
maupun perbuatan yang setiap kata-kata dan perbuatannya bermanfaat bagi orang
lain dan alam sekitarnya.

Dengan predikat sebagai dai itulah seorang muslim bergaul, berinteraksi,


menyatu, dan memberikan pandangannya dalam berbagai aspek kehidupan
manusia dengan berbagai profesi yang dia miliki. Kekuatannya adalah sejauh
mana dia dapat berinteraksi dengan masyarakat, menyampaikan, dan
mewarnainya dengan nilai-nilai keislaman dalam bentuk kata-kata, perbuatan, dan
aksi positif tanpa terpengaruh dan terjerumus dalam gaya hidup masyarakat di
mana dia berinteraksi.

Di sinilah konsep tawazun (seimbang) menjadi konsep yang penting yang


perlu dimiliki oleh setiap muslim. Seorang muslim perlu memperhatikan setiap
aspek kehidupannya secara menyeluruh. Ini berarti baik jasmani dan rohani,
keluarga, pekerjaan, masyarakat, diri sendiri, maupun orang lain perlu
diperhatikan dan diperlakukan secara seimbang dan proporsional. Selain itu, yang
tidak kalah penting adalah seimbang antara dunia dan akhirat. Dalam surat al-
Qashas ayat 77 Allah berfirman untuk memperhatikan dunia dan akhirat secara
seimbang.

Seorang office boy yang menunjukkan sikap, tutur kata, dan perbuatan yang
Islami lebih mulia dibandingkan seorang manajer yang kurang disukai
bawahannya karena sikapnya yang kurang baik. Namun, tentu saja seorang
manajer yang menunjukkan sikap, tutur kata, dan perbuatan yang Islami dan tulus
ikhlas tanpa pamrih jauh lebih baik.

Sikap seperti ini hanya bisa diperoleh melalui pemahaman yang baik terhadap
konsep tawazun. Seorang muslim yang tawazun tidak hanya memikirkan dirinya
sendiri melainkan juga menjaga sikapnya agar bermanfaat bagi orang lain. Karena
berbuat baik dan bermanfaat bagi orang lain tidak mendapatkan balasan langsung
di dunia tetapi di akhirat, maka sikap ini tentu lahir dari pemahaman yang
mendalam atas konsep keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.

Sikap tawazun akan menjadi landasan yang kokoh bagi seorang muslim yang
profesional. Setiap muslim dituntut untuk menjadi manusia-manusia yang
profesional dan menjadi teladan bagi umat manusia. Apapun profesi yang
dijalaninya, seorang muslim harus selalu menjalankannya secara profesional, dan
sikap tawazun adalah landasan yang amat diperlukan dalam proses ini.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Allah SWT. menyuruh kita untuk hidup bahagia di dunia dengan memanfaatkan
segala sumber rizqi yang telah diberikan-Nya. Akan tetapi Ia juga menegaskan pada kita
untuk tetap beribadah kepada-Nya. Jika hanya mengutamakan kebutuhan dunia atau
lahiriyyah, seperti makan, bekerja, menimba ilmu, dan lain sebagainya, maka kita tidak
akan merasakan kepuasan bathiniyyah, seperti kepuasan hati atau nurani. Begitupun
sebaliknya, jika kita hanya mengutamakan ibadah dan terus mendekatkan diri kepada
Allah, dan mengabaikan kebutuhan hidup kita di dunia, maka sesungguhnya ibadahnya
tidak akan lengkap. Oleh karena itu, hidup seimbang atau tawazun dunia-akhirat sangat
diharuskan.

3.2 Saran

Jika, ingin mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat, maka kuasailah sikap tawazun.
Peliharalah jasmani, dan cukupilah kebutuhan di dunia. Akan tetapi jangan pula
tinggalkan kewajiban sebagai seorang muslim.

Seorang manajer belum dikatakan cakap apabila tidak memiliki kemampuan


berinteraksi secara sosial yang baik. Seorang muslim belum dikatakan sebagai
manusia yang sukses apabila ke-shaleh-annya tidak disertai dengan keharmonisan
dalam hubungan keluarga dan social, serta kesuksesan dalam memelihara diri.
Semoga kita semua tetap berada dalam lindungan Allah SWT. Amiiin.
DAFTAR PUSTAKA

• Al Qur’an dan Terjemahnya

You might also like