Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
DISUSUN OLEH :
LYA RAHMAWATI
SITI HARDIANTI
BANDUNG
2009
KATA PENGANTAR
Penulis
BAB I
“Adalah Bani Israel, para Nabi selalu mengatur urusan mereka. Setiap
seorang Nabi meninggal, diganti Nabi berikutnya. Dan sungguh tidak ada
lagi Nabi selainku. Akan ada para Khalifah yang banyak” (HR Muslim dari
Abu Hurairah ra).
Karena adanya hubungan antara dua segi ini, segi teoretis dan
realistis, maka jelaslah masing-masing dari kedua hal itu tidak dapat
dipahami tanpa keberadaan yang lain. Metode terbaik untuk mempelajari
teori-teori ini adalah dengan mengkajinya sambil diiringi dengan realitas-
realitas sejarah yang berkaitan dengannya. Secara berurutan sesuai
dengan fase-fase perkembangan historisnya ---yang sekaligus merupakan
runtutan alami dan logisnya. Sehingga dapat dipahami hakikat hubungan
yang mengkaitkan antara dua segi, dapat memperjelas pendapat-
pendapat, dan dapat menunjukkan bumi yang menjadi tempat tumbuhnya
masing-masing pemikiran hingga berbuah, dan mencapai
kematangannya. Inilah metode yang akan kami gunakan.
BAB II
Era ini terbagi menjadi dua masa, yang keduanya dipisahkan oleh
hijrah. Kedua fase itu tidak memiliki perbedaan dan kelainan satu sama
lain, seperti yang diklaim oleh beberapa orientalis (2). Bahkan fase yang
pertama merupakan fase yang menjadi titik tolak bagi fase kedua. Pada
fase pertama, embrio 'masyarakat Islam' mulai tumbuh, dan telah
ditetapkan kaidah-kaidah pokok Islam secara general. Kemudian pada
fase kedua bangun 'masyarakat Islam' itu berhasil dibentuk, dan kaidah-
kaidah yang sebelumnya bersifat general selesai dijabarkan secara
mendetail. Syari'at Islam disempurnakan dengan mendeklarasikan prinsip-
prinsip baru, dan dimulailah pengaplikasian dan pelaksanaan prinsip-
prinsip itu seluruhnya. Sehingga tampillah Islam dalam bentuk sosialnya
secara integral dan aktif, yang semuanya menuju kepada tujuan-tujuan
yang satu.
Bukti Sejarah
Seluruh pendapat-pendapat tadi diperkuat oleh fakta-fakta sejarah :
di antara fakta sejarah yang tidak dapat diingkari oleh siapapun adalah,
setelah timbulnya dakwah Islam, kemudian terbentuk bangunan
masyarakat baru yang mempunyai identitas independen yang
membedakannya dari masyarakat lain. Mengakui satu undang-undang,
menjalankan kehidupannya sesuai dengan sistem yang satu, menuju
kepada tujuan-tujuan yang sama, dan di antara individu-individu
masyarakat yang baru itu terdapat ikatan ras, bahasa, dan agama yang
kuat, serta adanya perasaan solidaritas secara umum. Bangunan
masyarakat yang memiliki semua unsur-unsur tadi itulah yang dinamakan
sebagai bangunan masyarakat 'politik'. Atau yang dinamakan sebagai
'negara'. Tentang negara, tidak ada suatu definisi tertentu, selain aanya
fakta terkumpulnya karakteristik-karakteristi yang telah disebutkan tadi
dalam suatu bangunan masyarakat.
Catatan kaki:
1. Di antara tokoh yang mengatakan hal itu adalah Prof. J.N. Figgis
dalam buku "The Divine Right of Kings --yang dengan bukunya itu
ia mendapatkan salah satu penghargaan sastra yang besar-- ,
dalam beberapa tempat dari bukunya itu, ia membuktikan bahwa
teori itu lahir akibat situasi dan kondisi yang berlangsung pada saat
itu. Di antara ungkapannya itu adalah yang ia tulis dalam
pendahuluan bukunya itu: "Teori ini lebih tepat dikatakan sebagai
akibat dari realitas yang ada, ketimbang sebagai buah pemikiran
murni", hal. 6. J. Matters juga mengatakan dalam bukunya
"Concepts of State, Sovereignty and International Law", p.2,
sebagai berikut: "ini adalah fakta yang penting, meskipun tidak
diketahui oleh banyak orang: bahwa teori-teori yang ditelurkan oleh
Hocker, Hobbes, Locke, dan Roussou merupakan hasil dari
kecenderungan-kecenderungan politik mereka, dan perhatian
mereka terhadap hasil peperangan-pepernagan agama dan politik,
yang --secara berturut-turut--terjadi pada zaman mereka, di negara-
negara mereka, atau di negara-negara yang menjadi perhatian
mereka".
2. Di antara klaim-klaim yang salah, yang didengung-dengungkan
oleh banyak orientalis adalah: bahwa peristiwa hijrah merupakan
permulaan era baru. Maksudnya, ia merupakan starting point
terjadinya perubahan fundamental, yang tidak saja terlihat dalam
pergeseran sifat kejadian-kejadian yang berlangsung setelahnya,
namun juga pada karakteristik Islam itu sendiri, prinsip-prinsip yang
diajarkan olehnya, serta dalam lingkup kejiwaan Rasulullah Saw
dan tujuan-tujuan beliau. Untuk membuktikan klaim itu, mereka
melakukan komparasi antara kehidupan Rasulullah Saw yang
bersifat menyerah dan mengalah di Mekkah dengan kehidupan
jihad dan revolusi di Madinah!. Untuk membantah klaim ini, kita
cukup berdalil dengan fakta bahwa tidak kontradiksi antara kedua
priode kehidupan Rasulullah Saw itu (priode Mekkah dan madinah),
dan priode kedua tak lebih dari kontiunitas periode pertama. Dan
perbedaan yang ada hanyalah terletak pada kondisi dan faktor-
faktor penggerak kejadian; setiap kali ada fenomena tertentu yang
signifikan, saat itu pula timbul dimensi baru dalam kehidupan Islam.
Namun kita cukup mengutip apa yang dikatakan oleh seorang
tokoh orientalis yang besar, yaitu Prof. H.A.R. Gibb. Ia berkata
dalam bukunya yang berbicara tentang Islam "Muhammedanism",
p. 27, in the Series (H.U.L), 1949, sebagai berikut: "Peristiwa hijrah
sering dilihat sebagai starting point transformasi menuju era baru
dalam kehidupan Muhammad dan penerusnya; namun
pembandingan secara mutlak yang biasanya dilakukan antara
pribadi seorang Rasul yang tidak terkenal dan tertindas di Mekkah,
dengan pribadi seorang mujahid [Muhammad] dalam membela
aqidah di Madinah, tidak memiliki landasannya dalam sejarah.
Tidak ada perubahan dalam pandangan Muhammad tentang
misinya atau kesadarannya terhadap misinya itu. Meskipun dalam
segi pisik tampak gerakan Islam dalam bentuk yang baru, namun
hal itu hanyalah bersifat sebagai penampakkan sesuatu yang
sebelumnya tertutup, dan pendeklarasian sesuatu yang
sebelumnya disembunyikan. Adalah suatu pemikiran Rasul yang
tetap -- seperti yang juga dilihat oleh musuhnya dalam memandang
masyarakat agama baru yang didirikan olehnya itu-- bahwa dia
akan mendirikan suatu bangunan politik; sama sekali bukan
sekadar bentuk agama yang terpisah dari dan terletak di bawah
kekuasaan pemerintahan duniawi. Dia selalu menegaskan, saat
menjelaskan sejarah risalah-risalah rasul sebelumnya, bahwa ini
(pendirian negara) merupakan salah satu tujuan utama diutusnya
rasul-rasul oleh Tuhan. Dengan demikian, sesuatu hal baru yang
terjadi di Madinah --hanyalah-- berupa: jama'ah Islam telah
mengalami transformasi dari fase teoritis ke fase praksis".
3. Diantara tokoh mengusung pendapat ini dan membelanya adalah
Ali Abdurraziq, mantan hakim pengadilan agama di Manshurah,
dan mantan menteri perwakafan, dalam bukunya yang
dipublikasikan pada tahun 1925, dan berjudul: Al Islam wa Ushul al
Hukm. Di samping bantahan-bantahan yang kami ketengahkan
saat ini, kami akan kembali mendiskusikn pendapat-pendapatnya
dan memberikan bantahan atasnya nanti secara lebih terperinci
dalam pasal-pasal berikutnya. (lihat, terutama, pasal keempat,
dalam buku ini, di bawah sub-judul: bantahan atas klaim-klaim
beberapa penulis kontemporer).
4. Dalam 'Muhammedan Law", ch. I, p. 1.
5. Dikutip oleh Sir. T. Arnold dalam bukunya: The Caliphate, p. 198.
6. Encyclopedia of Social Sciences, vol. VIII, p. 333
7. The Encyclopedia of Islam, IV, p. 350.
8. Development of Muslim Theology, Jurisprudence and Constitutional
Theory, New York, 1903, p. 67
9. The Caliphate, Oxford, 1924, p. 30.
10. Muhammedanism, 1949, p. 3
11. Deskripsi detail tentang kedua bai'at tadi dapat dirujuk di dalam
buku-buku sejarah politik. Dalam kesempatan ini kami sebutkan
dua referensi: pertama, Sirah ibnu Hisyam (cet. Al Maktabah at
Tijariah al Kubra), juz 2, hal. 35-90. kedua, Muhadharat fi Tarikh al
Umam al Islamiah, karya Muhammad Khudhari, juz 1, hal. 79-83.
Kami cukup mengutip sedikit darinya tentang kedua bai'at itu. Yaitu
bahwa bai'at yang pertama terjadi satu tahun tiga bulan sebelum
peristiwa hijrah, dan dihadiri oleh dua belas laki-laki dari penduduk
Madinah. Kesepakatan yang diucapkan pada saat itu adalah
tentang keharusan bertauhid, memegang kaidah-kaidah akhlak
sosial umum yang menjadi dasar bagi undang-undang masyarakat
yang ideal. Sedsangkan bai'at yang kedua terjadi satu tahun
setelah itu, pada musim haji yang berikutnya. Dihadiri oleh tujuh
puluh tiga laki-laki dan dua orang wanita. Perjanjian yang
diucapkan saat itu ---disamping point-point yang disepakati
sebelumnya-- adalah untuk saling bantu-membantu daslam
peperangan dan perdamaian dalam melawan musuh negara yang
baru berdiri itu, dan agama yang baru, serta untuk taat dalam
kebaikan dan membela kebenaran.