Professional Documents
Culture Documents
Kelompok II
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu masalah nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini
adalah penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jumlah
sumber daya manusia yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan
efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional
yang berkelanjutan. Melimpahnya sumber daya manusia yang ada saat ini
mengharuskan penggerak organisasi berfikir secara saksama yaitu bagaimana
dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara optimal. Agar di masyarakat
tersedia sember daya manusia yang andal, diperlukan pendidikan yang
berkualitas, penyediaan berbagai fasilitas sosial, lapangan pekerjaan yang
memadai. Kelemahan dalam penyediaan berbagai fasilitas tersebut, akan
menyebabkan keresahan sosial yang akan berdampak kepada keamanan
masyarakat. Saat ini, kemampuan sumber daya manusia masih rendah baik dilihat
dari kemampuan intelektualnya maupun kemampuan teknis yang dimilikinya.
Persoalan yang ada adalah bagaimana dapat menciptakan sumber daya
manusia yang dapat menghasilkan kinerja yang optimal sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai. Produktivitas kerja merupakan tuntutan utama bagi
perusahaan agar kelangsungan hidup atau operasionalnya dapat terjamin. Individu
dalam organisasi tentunya memiliki pedoman dalam bertindak. Tindakan tersebut
pasti juga tertuju pada budaya organisasi. Budaya itu sendiri merupakan hal yang
penting bagi organisasi atau perusahaan, karena akan selalu berhubungan dengan
keberlangsungan organisasi.
Sebuah organisasi saat ini bukan dipandang lagi sebagai sistem tertutup
(closed system), tapi organisasi merupakan sistem terbuka (opened system) yang
harus dapat merespon dan dapat mengakomodasikan berbagai perubahan eksternal
dengan cepat dan efisien. Keberhasilan organisasi dinilai dari suksesnya
Makalah Budaya Organisasi 2
Kelompok II
organisasi mengelola sumber daya yang ada. Salah satunya adalah sumber daya
manusia yang mampu untuk menyatukan persepsi atau cara pandang karyawan
dan pimpinan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan antara lain
melalui pembentukan mental bekerja yang baik dengan dedikasi dan loyalitas
yang tinggi terhadap pekerjaannya, memberikan motivasi kerja, bimbingan,
pengarahan dan koordinasi yang baik dalam bekerja oleh seorang pemimpin
kepada bawahannya.
Menciptakan kepuasan kerja karyawan tidak mudah karena kepuasan kerja
dapat tercipta jika variabel-variabel yang mempengaruhinya antara lain motivasi
kerja, kepemimpinan, dan budaya organisasi atau perusahaan dapat
diakomodasikan dengan baik dan diterima oleh semua karyawan di dalam suatu
organisasi atau perusahaan. Kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow
menempati peringkat yang tinggi. Sebab ia berkaitan dengan tujuan manusia
untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan.
Namun motivasi ini kadang terbendung oleh berbagai ragam kerutinan, hambatan
lingkungan kerja yang kurang seimbang, atau situasi dan perangkat kerja yang
secara alamiah tidak mendukung peningkatan produktivitas kerja. Stres yang
dialami karyawan dan kepuasan kerja yang didambakan seolah merupakan dua
kondisi yang bukan saja berkaitan, tetapi sekaligus antagonistis.
Membahas kepuasan kerja tidak akan terlepas dengan adanya faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Banyak hal yang dapat
mempengaruhi produktivitas kerja, sehingga pengusaha harus menjaga faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap kinerja dapat terpenuhi secara maksimal, oleh
karena itu, dalam makalah ini kami membahas tentang faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja individu terhadap organisasi/perusahaan yang menaunginya.
Makalah Budaya Organisasi 3
Kelompok II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan
dengan masalah-masalah tersebut”.
Brown mengembangkan unsur-unsur dasar budaya organisasi berdasarkan
kerangka yang dikembangkan oleh Schein pada tahun 1985. Unsur-unsur budaya
organisasi menurut Brown adalah sebagai berikut: Pertama adalah artifacts (unsur
dasar organisasi yang paling mudah dikenali karena ia dapat dilihat, didengar, dan
dirasakan). Artifacts biasanya berbentuk cerita, mitos, lelucon, metafora, upacara
dan tatacara, perayaan, pahlawan, dan simbol-simbol. Ada juga beberapa hal yang
bersifat subkategori untuk artifacts, yaitu: hal-hal yang bersifat material, tampilan
fisik, teknologi, bahasa, pola perilaku, system, prosedur dan program.Unsur kedua
adalah keyakinan, nilai-nilai, dan sikap yang berlaku di dalam organisasi. Nilai ini
lebih mengarah pada kode moral dan etika yang menjadi penentu apa yang
sebaiknya di lakukan. Misalnya, sebuah perusahaan punya nilai-nilai kejujuran,
keterbukaan dan integritas dalam menjalankan aktifitas bisnisnya. Maka
penerapan untuk bagian keuangan, misalnya adalah meyusun laporan keuangan
secara transparandan jujur, maksudnya tidak melakukan penipuan agar organisasi
tersebut lebih menarik minat investor tertentu.Unsur ketiga adalah asumsi-asumsi
dasar mau tidak mau harus diterima sebagai solusi bila terjadi suatu masalah.
Pada umumnya dalam diri seorang pekerja ada dua hal yang penting dan dapat
memberikan kepuasan yaitu masalah:
• Compensation sebagai imbal jasa dari pengusaha kepada karyawan
yang telah memberikan kontribusinya selalu menjadikan sebagai
ukuran puas atau tidaknya seseorang dalam menjalankan tugasnya
atau pekerjaannya. Demikian pula pemberian compensation dapat
berdampak negative apabila dalam pelaksanaannya tidak adil dan
tidak layak yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpuasan. Besar
kecilnya compensation yang diberikan kepada karyawan
seharusnya tergantung kepada besar kecilnya power of
contribution and thinking yang disampaikan oleh pekerja kepada
perusahaan. Sehubungan dengan hal tersebut mengingat pemberian
Makalah Budaya Organisasi 8
Kelompok II
compensation harus adil tentunya harus ada ukuran yang jelas dan
transparan misalnya berdasarkan outputnya (prestasi yang dicapai).
• Expectancy yaitu setiap orang akan memiliki harapan-harapan
yang akan diperoleh dalam melakukan kegiatannya, oleh karena itu
tanpa adanya nilai harapan yang dimiliki, seseorang tidak akan
melakukan usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam
expectancy theory dinyatakan bahwa orang termotivasi bereaksi
dalam kehidupannya, berkeinginan menghasilkan kombinasi dari
hasil-hasil yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka
nampak jelas bahwa expectancy dapat mendorong seseorang untuk
memenuhi kebutuhannya, hal ini wajar karena manusia selalu
mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda menurut status sosialnya
di masyarakat, sehingga unsur pembentuk expectancy-nya berbeda-
beda pula.
Pekerjaan membutuhkan interaksi dengan rekan kerja dan para atasan,
mematuhi peraturan-peraturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar
kinerja hidup dalam suasana kerja yang seringkali kurang dari ideal dan
semacamnya. Hal itu berarti penilaian karyawan atas seberapa puas atau tidak
puas dirinya dengan pekerjaannya adalah perhitungan rumit dari sejumlah elemen
pekerjaan yang sensitive. Factor-faktor yang umumnya disertakan adalah suasana
pekerjaan, pengawasan, tingkat upah saat ini, peluang promosi dan hubungan
dengan mitra kerja. Factor-faktor tersebut diperingkatkan berdasarkan skala yang
distandarkan dan kemudian ditambahkan untuk mendapatkan skor kepuasan kerja
secara keseluruhan.
mempunyai kendali lebih kecil atas pekerjaan mereka namun apakah pernyataan
bahwa kepuasan kerja meningkat jika upah meningkat menandakan bahwa uang
tidak selalu dapat member kebahagiaan. Meski mungkin bahwa peningkatan upah
saja dapat membuahkan kepuasan kerja. Penjelasan alternatifnya adalah bahwa
peningkatan upah mencerminkan perbedaan jenis pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan
berupah lebih tinggi umumnya mensyaratkan keterampilan lebih tinggi
memberikan tanggung jawab lebih besar kepada pengemban. Lebih merangsang
dan memberikan lebih banyak tantangan dan memberikan kendali lebih besar
kepada para pekerja. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa laporan-laporan
peningkatan kepuasan diantara para pekerja yang berupah lebih baik
mencerminkan tantangan dan kebebasan lebih besar yang mereka dapatkan dalam
pekerjaan mereka bukannya upah mereka itu sendiri. Tampaknya kemakmuran
perekonomian tidak selalu membuahkan peningkatan kepuasan kerja.
a. Gaji/Upah
Menurut Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute
dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan
tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan. Selain untuk pemenuhan kebutuhan
dasar, uang juga merupakan simbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan
dan pengakuan/penghargaan.
Berdasarkan teori keadilan Adams, orang yang menerima gaji yang dipersepsikan
terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami ketidakpuasan. Jika gaji
dipersepsikan adil berdasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan
individu dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu maka
akan ada kepuasan kerja.
Jika dianggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas. Tapi
jika gaji dirasakan tinggi atau sesuai dengan harapan, pekerja tidak lagi tidak
puas, artinya tidak ada dampak pada motivasi kerjanya. Gaji atau imbalan akan
Makalah Budaya Organisasi 10
Kelompok II
5) Ketidakhadiran (Absenteisme)
Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat. Dengan
kata lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun.
6) Perputaran (Turnover)
Hubungan antara perputaran dengan kepuasan adalah negatif. Dimana perputaran
dapat mengganggu kontinuitas organisasi dan mahal sehingga diharapkan
atasan/manajer dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan mengurangi
perputaran.
7) Perasaan stres
Antara perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan negatif
dimana dengan meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi dampak negatif
stres.
8) Prestasi kerja/kinerja
Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Sementara
itu menurut Gibson (2000:110) menggambarkan hubungan timbal balik antara
kepuasan dan kinerja.
Di satu sisi dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga
pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja
disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih
produktif akan mendapatkan kepuasan.
Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki :
225) yaitu sebagai berikut :
a. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Perbedaan (Discrepancies)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan
mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh
Makalah Budaya Organisasi 13
Kelompok II
individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang
akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat diatas
harapan.
c. Pencapaian nilai (Value attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai
kerja individual yang penting.
d. Keadilan (Equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat
kerja.
e. Komponen genetik (Genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini
menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan
kepuasan kerja disampng karakteristik lingkungan pekerjaan.
menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi dari pertanyaan
yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan, iklim
sosial organisasi, dan sebagainya .
2. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang
menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja yang
berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah. Diantara
konsep facet yang dapat diperiksa adalah beban kerja, keamanan kerja,
kompetensi, kondisi kerja, status dan prestise kerja. Kecocokan rekan kerja,
kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek manejemen, hubungan atasan-
bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan
pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk pertumbuhan dan
pengembangan.
3. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan
Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak
menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama
mengenai aspek tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh
Porter.
Sementara itu menurut Robbins (Wibowo:2007) ada dua pendekatan yang
digunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
1. Single Global Rating yaitu meminta individu merespon atas suatu
pertanyaan seperti; dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas
anda dengan pekerjaan Anda, Individu bisa menjawab puas dan tidak puas.
2. Summation Scorenyaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam
pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang maing-masing
elemen. Faktor spesifik yang diperhitngkan adalah sifat pekerjaan,
supervisi, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja.
Pendapat lain, Greenberg dan Baron menunjukkan tiga cara untuk melakukan
pengukuran kepuasan kerja yaitu :
Makalah Budaya Organisasi 15
Kelompok II
berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh individu itu sendiri. Dan pembayaran
yang ketiga adalah Gainsharing atau pembayaran berdasarkan pada keberhasilan
kelompok (keuntungan dibagi kepada seluruh anggota kelompok).
3. Pemberian jadwal kerja yang fleksibel
Dengan memberikan kontrol pada para pekerja mengenai pekerjaan sehari-
hari mereka, yang sangat penting untuk mereka yang bekerja di daerah padat,
dimana pekerja tidak bisa bekerja tepat waktu atau untuk mereka yang
mempunyai tanggung jawab pada anak-anak. Compressed work week (pekerjaan
mingguan yang dipadatkan), dimana jumlah pekerjaan per harinya dikurangi
sedang jumlah jam pekerjaan per hari ditingkatkan. Para pekerja dapat
memadatkan pekerjaannya yang hanya dilakukan dari hari senin hingga jum’at,
sehingga mereka dapat memiliki waktu longgar untuk liburan. Cara yang kedua
adalah dengan sistem penjadwalan dimana seorang pekerja menjalankan sejumlah
jam khusus per minggu (Flextime), tetapi tetap mempunyai fleksibilitas kapan
mulai dan mengakhiri pekerjaannya.
STUDI KASUS
PT. Bank Riau merupakan salah satu perusahaan daerah milik Pemerintah
Propinsi Riau yang berdiri sejak tahun 1961 dan bergerak dalam bidang
perbankan. Sebagai perusahaan perbankan, PT. Bank Riau memiliki visi untuk
menjadikan perusahaan terkemuka dan mampu berkembang di daerah, memiliki
manajemen yang profesional dan mendorong pertumbuhan perekonomian daerah
sehingga dapat memberdayakan perekonomian rakyat. Tingkat pertumbuhan
perbankan di Propinsi Riau setiap tahun terus mengalami peningkatan. Menurut
Makalah Budaya Organisasi 19
Kelompok II
data statistik pada bulan Desember 2004, jumlah kantor bank yang beroperasi di
Propinsi Riau mencapai 230 kantor bank. Sementara jumlah kantor cabang PT.
Bank Riau sebanyak 33 kantor bank yang meliputi 17 kantor cabang
konvensional, 1 kantor cabang syariah, 9 kantor cabang pembantu dan 4 kantor
kas dan 1 payment point.
Dengan semakin pesatnya persaingan dalam bidang perbankan dan adanya
kecenderungan turunnya produktivitas kerja organisasi yang terlihat dari
cenderung turunnya pangsa pasar yang diraih oleh PT. Bank Riau, maka
manajemen melakukan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan yang diambil
oleh pihak manajemen adalah dengan memperbaiki pengelolaan sistem
manajemen sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan. Kebijakan ini
diambil agar PT. Bank Riau tetap survive dan mampu bersaing. Dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia diharapkan dapat memperbaiki kinerja
perusahaan, karena SDM yang berkualitas akan menghasilkan produktivitas kerja
yang memuaskan. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya
manusia di PT. Bank Riau adalah :1). Tingkat kedisiplinan pegawai hanya
mencapai 85 %; 2). Sistem kerja belum optimal; 3). Lingkungan kerja belum
mendukung peningkatan kinerja; 4). Lemahnya sistem pengawasan disebabkan
sistem kerja yang tidak berdasarkan job description; dan 5). Belum jelasnya
standar dan kriteria yang diberikan untuk promosi karyawan. Hal tersebut diduga
dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dan akan berpengaruh terhadap
produktivitas kerja.
Atas dasar latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan analisis mengenai
faktor yang paling dominan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, mengapa
faktor dominan tersebut mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, seberapa besar
pengaruh kepuasan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan, dan mengapa
kepuasan kerja karyawan berpengaruh terhadap produktivtas kerja. Dengan
demikian, penelitian ini bertujuan: 1). Menganalisis faktor dominan yang
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan; 2). Menganalisis penyebab dan
besarnya pengaruh faktor dominan kepuasan kerja terhadap produktivitas kerja
Makalah Budaya Organisasi 20
Kelompok II
manajemen yang memudahkan perolehan data, baik data keuangan, sumber daya
manusia maupun data-data lain yang dibutuhkan perusahaan dari masing-masing
divisi maupun cabang, tidak hanya terbatas pada data transaksi keuangan.
Model yang telah disusun secara teoritis pada penelitian ini telah sesuai
dengan data empiris di lapangan. Untuk penelitian selanjutnya disarankan
mengkaji secara khusus tentang penerapan sistem goal setting dalam upaya
peningkatan produktivitas kerja dan sistem career path di PT. Bank Riau.
Makalah Budaya Organisasi 23
Kelompok II
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Sesungguhnya antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja
karyawan terdapat hubungan, dimana budaya (culture) dikatakan memberi
pedoman seorang karyawan bagaimana dia mempersepsikan karakteristik
budaya suatu organisasi, nilai yang dibutuhkan karyawan dalam bekerja,
berinteraksi dengan kelompoknya, dengan sistem dan adminitrasi, serta
berinteraksi dengan atasannya.
2. Faktor-faktor penentu kepuasan kerja adalah gaji/upah, kondisi
kerja yang menunjang, hubungan kerja dengan rekan kerja ataupun atasan
3. Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Kreitner dan
Kinicki :225) yaitu sebagai berikut :
4.2 Saran
Budaya Organisasi sangat berkaitan erat dengan motivasi kerja dan kepuasan
kerja anggota organisasi. Sebaiknya dalam suatu organisasi diberikan adanya
jadwal yang fleksibel bagi para pekerja lalu diberikan kontrol mengenai pekerjaan
mereka sehari-hari. Dan Membuat pekerjaan yang menyenangkan karena
pekerjaan yang mereka senangi maka akan membuat mereka merasa puas dan
bekerja tanpa beban. Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok
dengan minatnya karena semakin banyak orang menemukan bahwa mereka dapat
memenuhi kepentingannya di tempat kerja, semakin puas mereka dengan
pekerjaannya. Dan menghindari kebosanan dan pekerjaan beruang-ulang karena
kebanyakan orang cendrung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan
pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang. Karena orang jauh lebih puas
dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses dengan secara
bebas melakukan kontrol atas cara mereka melakukan sesuatu.
Makalah Budaya Organisasi 25
Kelompok II
DAFTAR PUSTAKA