You are on page 1of 214

Doa Idul Adha

Hadirin dan hadirat yang berbahagia,

Akhirnya, marilah kita memanjatkan doa kepada Allah `Azza wa Jalla. Semoga Dia berkenan
mengabulkan segala permohonan kita.

Allahumma Ya Rabbana, telah banyak Engkau berkahi kami dengan rahmat karunia-Mu, namun
kami sering menganiaya diri kami sendiri. Betapa banyak sudah dosa yang kami lakukan,
sehingga kami malu berdoa kepada-Mu. Namun, kemana lagi kami harus mengadu dan
memohon ampun Ya Allah, kecuali hanya kepada-Mu. Kami tidak putus harapan mengadu pada-
Mu. Kami tidak letih meminta dan mengharap pada-Mu. Betapapun besarnya kesalahan dan dosa
kami, maaf dan ampunan-Mu meliputi segala sesuatu.

Karena itu Ya Allah, ampunilah segala dosa kami, hapuskanlah segala kesalahan kami, bersihkan
hati dan jiwa kami, indahkan akhlaq dan kelakuan kami, sambungkan kembali persaudaraan di
antara kami, angkatlah bangsa kami Ya Allah dari jurang kehinaan, berilah kami pemimpin yang
mampu membimbing kami ke arah kebaikan, dan tunjukkan bagi kami jalan keselamatan dunia
dan akhirat agar kami tidak tersesat. Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan.
Kabulkanlah doa permohonan kami.

Sumber:
www.alsofwah.or.id/khutbah

Posted By http://ichsanmufti.wordpress.com

1
Sudah Terujikah Iman Kita

Oleh: Ade Hermansyah Bin Bunyamin

Khutbah Pertama
ِ ‫ َمنْ َي ْه ِد هللاُ فَالَ ُم‬،‫ت أَ ْع َمالِنَ ا‬
ْ‫ض َّل لَ هُ َو َمن‬ ِ ‫س يِّئَا‬ َ ْ‫س نَا َو ِمن‬ ِ ُ‫ش ُر ْو ِر أَ ْنف‬
ُ ْ‫وذ ِباهللِ ِمن‬ ُ ‫ستَ ْغفِ ُر ْه َونَ ُع‬ ْ َ‫إِنَّ ا ْل َح ْم َد هَّلِل ِ نَ ْح َم ُدهُ َون‬
ْ َ‫ستَ ِع ْينُهُ َون‬
‫س لِّ ْم َوبَ ا ِركْ َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه‬
َ ‫ص ِّل َو‬ ُ ‫ش َه ُد أَنَّ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.ُ‫س ْولُه‬ ْ َ‫ش َه ُد أَنْ الَ إِلَ هَ إِالَّ هللا َوأ‬ ْ َ ‫ أ‬.ُ ‫ي لَ ه‬َ ‫ضلِ ْل فَالَ هَا ِد‬ ْ ُ‫ي‬
.‫ص ْحبِ ِه َو َم ِن ا ْهتَدَى بِ ُهدَاهُ إِلَى يَ ْو ِم ا ْلقِيَا َم ِة‬ َ ‫َو‬

ْ ‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُم ْوتُنَّ إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم‬


. َ‫سلِ ُم ْون‬ َّ ‫يَا أَيُّها َ الَّ ِذيْنَ َءا َمنُوا اتَّقُوا هللاَ َح‬

ْ ‫س آ ًء َواتَّقُ وا هللاَ الَّ ِذ‬


‫ي‬ َ ِ‫ث ِم ْن ُه َم ا ِر َج االً َكثِ ْي ًرا َون‬
َّ َ‫ق ِم ْن َه ا ز َْو َج َه ا َوب‬ ٍ ‫ي َخلَقَ ُك ْم ِّمنْ نَ ْف‬
َ َ‫س َوا ِح َد ٍة َو َخل‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
ْ ‫اس اتَّقُ ْوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذ‬
.‫سآ َءلُ ْونَ بِ ِه َو ْاألَ ْر َحا َم إِنَّ هللاَ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‬َ َ‫ت‬

ُ ‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغفِ ْر لَ ُك ْم ُذنُ ْوبَ ُك ْم َو َمنْ يُ ِط ِع هللاَ َو َر‬


‫س ْولَهُ فَقَ ْد فَ ا َز فَ ْوزًا‬ َ ً‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذيْنَ َءا َمنُوا اتَّقُوا هللاَ َوقُ ْولُ ْوا قَ ْوال‬
ْ ُ‫ ي‬.‫س ِد ْيدًا‬
‫ أَ َّمابَ ْعدُ؛‬.‫ع َِظ ْي ًما‬

‫ش َر األُ ُمو ِر ُم ْح َدثَاتُ َها َو ُك َّل ُم ْح َدثَ ٍة ِب ْد َع ةٌ َو ُك َّل ِب ْد َع ٍة‬


َّ ‫سلَّ َم َو‬
َ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫ي ُم َح َّم ٍد‬ ِ ‫ َو َخ ْي َر ال َهد‬،َ‫َاب هللا‬
ُ ‫ْي َه ْد‬ ُ ‫ث ِكت‬ ِ ‫فَإِنْ َخ ْي َر ا ْل َح ِدي‬
َ ‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل‬
.‫ضالَلَ ٍة فِي النَّا ِر‬ َ

Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!

  Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam surat
Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”,
sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum
mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.

   Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah
kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk
membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman
kita itu betul-betul bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta
tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan sesaat, ingin
mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti yang digambarkan Allah
Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:

    Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia
disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah.
Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya
kami adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua
manusia”?

Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!

   Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita miliki
yaitu Surga sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala :
   Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus
menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).

   Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada
kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada kita, yang
ingin masuk Surga tanpa melewati ujian yang berat.

   Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan
keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah
Rasul dan orang-orang yang beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”
Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).

   Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang


dulu dalam perjuangan mereka mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada
shahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.

َ ‫ص ِرفُهُ َذلِ كَ عَنْ ِد ْينِ ِه َويُ ْو‬


َ ‫ض ُع ا ْل ِم ْن‬
‫ش ا ُر َعلَى‬ ْ َ‫ب َم ا ي‬ َ ‫شطُ بِ ِمشَا ِط ا ْل َح ِد ْي ِد َم ا د ُْونَ ِعظَا ِم ِه ِمنْ لَ ْح ٍم أَ ْو ع‬
ٍ ‫َص‬ َ ‫لَقَ ْد َكانَ َمنْ قَ ْبلَ ُك ْم لَيُ ْم‬
.)‫ (رواه البخاري‬.‫ص ِرفُهُ َذلِ َك عَنْ ِد ْينِ ِه‬ ْ ‫ق بِا ْثنَ ْي ِن َما َي‬
ُّ ‫ش‬ُ َ‫س ِه فَي‬ ِ ‫ق َر ْأ‬
ِ ‫ِم ْف َر‬

... Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir
besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya
dari agamanya, dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua,
namun itu tidak memalingkannya dari agamanya... (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan
Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).

   Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita? cobaan
apa yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan untuk
memperjuangkan aqidah dan iman kita? Bila kita memper-hatikan perjuangan Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman mereka, dan
betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan iman mereka, mereka rela mengorbankan
harta mereka, tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan nyawapun mereka korbankan untuk itu.
Rasanya iman kita ini belum seberapanya atau bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan
iman mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang besar dari Allah sementara
pengorbanan kita sedikit pun belum ada?

Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!

   Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda.

   Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam ujian yang telah
dialami oleh para pendahulu kita:

   Yang pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada
Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Ini adalah satu
perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal, bagaimana seorang bapak harus
menyembelih anaknya yang sangat dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun.
Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:

    Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).

   Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim Alaihissalam yang benar-benar
sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat
itupun dijalankan.

   Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan puteranya adalah
pelajaran yang sangat berat itupun dijalankannya.

   Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berharga bagi
kita, dan sangat perlu kita tauladani, karena sebagaimana kita rasakan dalam kehidupan kita, banyak
sekali perintah Allah yang dianggap berat bagi kita, dan dengan berbagai alasan kita berusaha untuk
tidak melaksanakannya. Sebagai contoh, Allah telah memerintahkan kepada para wanita Muslimah
untuk mengenakan jilbab (pakaian yang menutup seluruh aurat) secara tegas untuk membedakan
antara wanita Muslimah dan wanita musyrikah sebagaimana firmanNya:

    Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
Mumin” “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab, 59).

   Namun kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia khususnya tidak mau
memakai jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap kampungan, tidak modis, atau
beranggapan bahwa jilbab adalah bagian dari budaya bangsa Arab. Ini pertanda bahwa iman mereka
belum lulus ujian. Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam memberikan ancaman kepada
para wanita yang tidak mau memakai jilbab dalam sabdanya:

ٌ‫اس يَاتٌ عَا ِريَ اتٌ ُم ِم ْيالَتٌ َم ائِالَت‬


ِ ‫س ا ٌء َك‬ َ َّ‫ض ِربُ ْونَ بِ َه ا الن‬
َ ِ‫ َون‬،‫اس‬ ِ ‫سيَاطٌ َكأ َ ْذنَا‬
ْ ‫ب ا ْلبَقَ ِر َي‬ ِ ‫ان ِمنْ أَ ْه ِل النَّا ِر لَ ْم أَ َر ُه َما؛ قَ ْو ٌم َم َع ُه ْم‬
ِ َ‫ص ْنف‬
ِ
َ َّ ْ ْ ُ
.)‫ (رواه مسلم‬.‫ت ال َمائِل ِة الَ يَدْخلنَ ال َجنة َوالَ يَ ِجدْنَ ِر ْي َح َها‬ َ ْ ْ ْ
ِ ‫سنِ َم ِة البُخ‬ َ
ْ ‫س ُهنَّ َكأ‬ُ ‫ُرؤ ُْو‬

    “Dua golongan dari ahli Neraka yang belum aku lihat, satu kaum yang membawa cambuk seperti
ekor sapi, yang dengan cambuk itu mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai baju tetapi
telanjang berlenggak-lenggok menarik perhatian, kepala-kepala mereka seperti punuk unta, mereka
tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan
Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14 hal. 109-110).

   Yang kedua: Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi pada
Nabi Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri seorang pembesar di
Mesir yang mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah sangat terbuka, ketika keduanya sudah
tinggal berdua di rumah dan si perempuan itu telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi
Yusuf Alaihissalam membuktikan kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan
perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini
artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya.
   Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim di zaman
sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran merebak di mana-mana, minuman
keras dan obat-obat terlarang sudah merambah berbagai lapisan masyarakat, sampai-sampai anak-
anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun sudah ada yang kecanduan. Perzinahan sudah
seakan menjadi barang biasa bagi para pemuda, sehingga tak heran bila menurut sebuah penelitian,
bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya enam dari sepuluh remaja putri sudah tidak
perawan lagi. Di antara akibatnya setiap tahun sekitar dua juta bayi dibunuh dengan cara aborsi, atau
dibunuh beberapa saat setelah si bayi lahir. Keadaan seperti itu diperparah dengan semakin
banyaknya media cetak yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita, juga media elektronik
dengan acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para remaja. Pada
saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu ditanamkan dalam dada para pemuda
Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan
menjerumuskan dirinya ke jurang kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah
menjanjikan kepada siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi
perlindungan di hari Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:

.)‫ (متفق عليه‬... َ‫ال فَقَا َل إِنِّ ْي أَ َخافُ هللا‬


ٍ ‫ب َو َج َم‬ ِ ‫ َو َر ُج ٌل طَلَبَ ْتهُ ا ْم َرأَةٌ َذاتُ َم ْن‬... ُ‫س ْب َعةٌ يُ ِظلُّ ُه ُم هللاُ ِف ْي ِظلِّ ِه يَ ْو َم الَ ِظ َّل إِالَّ ِظلُّه‬
ٍ ‫ص‬ َ

    “Tujuh (orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari tidak ada
perlindungan selain perlindunganNya, .. dan seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan
terhormat dan cantik, lalu ia berkata aku takut kepada Allah…” (HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih
Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan
Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).

   Yang ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan orang yang
dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub Alaihissalam yang diuji oleh Allah dengan
penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang
selamat dari penyakit itu selain hatinya, seluruh hartanya telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk
biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah dirinya, seluruh kerabatnya meninggalkannya,
tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini
berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit sekali baginya ia memelas
sambil berdo’a kepada Allah:

    “Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku
diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).

Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub Alaihissalam untuk menghantamkan
kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu,
maka hilanglah seluruh penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir,
Juz 4 hal. 52). Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan belas tahun ditinggalkan oleh
sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat berat, namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam
membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia merasa menderita dan tidak terbetik pada
dirinya untuk menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara kita
yang tega menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan sebungkus sarimi,
karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin tidak seberapa bila dibandingkan
dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub Alaihissalam ini.
Sidang jamaah rahima kumullah

   Yang keempat: Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak menyenangi
Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabatnya
terutama ketika masih berada di Mekkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan
itu diuji dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di
antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah n di akhir tahun ketujuh kenabian, ketika orang-orang
Quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
salam beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua
suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang membelanya terkurung selama tiga tahun,
mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah
An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).

   Juga apa yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang dialami oleh Yasir
z dan istrinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di jalan dakwah selama periode
Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai baju besi kemudian
dijemur di padang pasir di bawah sengatan matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil
mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR.
Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 154-155).

   Dan masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan penderitaan
mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tidak sedikit pun
mengendorkan semangat Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan
Islam.

   Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat sekarang akibat
kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam di sana, sekaligus sebagai
pelajaran berharga bagi umat Islam di daerah-daerah lain. Umat Islam di Indonesia khususnya
sedang diuji sejauh mana ketahanan iman mereka menghadapi serangan orang-orang yang membenci
Islam dan kaum Muslimin. Sungguh menyakitkan memang di satu negeri yang mayoritas
penduduknya Muslim terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin, sekian ribu nyawa telah
melayang, bukan karena mereka memberontak pemerintah atau menyerang pemeluk agama lain, tapi
hanya karena mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu ) ‫هللا‬
ُ ‫ال‬ َّ ‫ال ِإ َل َه ِإ‬
َ , tidak jauh berbeda dengan apa
yang dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4 sampai 8:

    “Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan)
kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka
perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu
melainkan karena orang-orang Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Terpuji”.

   Peristiwa seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini masih tegak, selama
pertarungan haq dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah ditentukan oleh Allah.
   Kita berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam mempertahankan aqidah dan
iman mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi Allah. Amin. Dan semoga umat Islam yang berada
di daerah lain, bisa mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah
menghadapi orang-orang kafir dan selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu siap sedia
untuk berkorban dalam mempertahankan dan meninggikannya, karena dengan demikianlah
pertolongan Allah akan datang kepada kita, firman Allah.

    “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).

.‫ إِنَّهُ ُه َو ا ْل َغفُ ْو ُر ال َّر ِح ْي ُم‬،ُ‫ستَ ْغفِ ُر ْوه‬ ْ َ‫أَقُ ْو ُل قَ ْولِ ْي َه َذا َوأ‬
ْ ‫ َوا‬.‫ستَ ْغفِ ُر هللاَ ا ْل َع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم‬

Khutbah Kedua

َ‫ش َه ُد اَنْ الَ إِلَ ه‬ ْ َ‫ أ‬.‫اجا َوقَ َم ًرا ُمنِ ْي ًرا‬


ً ‫س َر‬ ِ ‫س َما ِء بُ ُر ْو ًجا َو َج َع َل فِ ْي َها‬َّ ‫ي َج َع َل فِي ال‬ ْ ‫ تَبَا َر َك الَّ ِذ‬،‫ص ْي ًرا‬ ِ َ‫ي َكانَ بِ ِعبَا ِد ِه َخبِ ْي ًرا ب‬ ْ ‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذ‬
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫اجا ُمنِ ْي ًرا‬
‫ص ِّل َعلَ ْي ِه‬ ً ‫س َر‬ِ ‫ق ِبإ ِ ْذنِ ِه َو‬ِّ ‫ َودَا ِعيَا إِلَى ا ْل َح‬،‫ش ْي ًرا َونَ ِذ ْي ًرا‬ ِّ ‫ي بَ َعثَهُ بِا ْل َح‬
ِ َ‫ق ب‬ ْ ‫سولُهُ الَّ ِذ‬ ُ ‫ش َه ُد اَنَّ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ ُو َر‬ ْ َ‫إِالَّ هللاُ وأ‬
‫ أَ َّما بَ ْعدُ؛‬.‫سلِ ْي ًما َكثِ ْي ًرا‬
ْ َ‫سلِّ ْم ت‬ َ ‫َو َعلَى آلِ ِه َو‬
َ ‫ص ْحبِ ِه َو‬

ٌ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُوا اتَقُوا هللاَ َو ْلتَ ْنظُ ْر نَ ْف‬
. َ‫س َما قَ َّد َمتْ لِ َغ ٍد َواتَّقُوا هللاَ إِنَّ هللاَ َخبِ ْي ٌر بِ َما تَ ْع َملُ ْون‬

Hadirin jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah!

   Sebagai orang-orang yang telah menyatakan iman, kita harus mempersiapkan diri untuk menerima
ujian dari Allah, serta kita harus yaqin bahwa ujian dari Allah itu adalah satu tanda kecintaan Allah
kepada kita, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam :

،‫ (رواه الترم ذي‬.ُ‫الس ْخط‬


ُّ ُ‫س ِخطَ فَلَه‬ َ ‫ض َي فَلَهُ ال ِّر‬
َ ْ‫ضا َو َمن‬ َّ ‫إِنَّ ِعظَ َم ا ْل َج َزا ِء َم َع ِعظَ ِم ا ْلبَالَ ِء َوإِنَّ هللاَ إِ َذا أَ َح‬
ِ ‫ فَ َمنْ َر‬،‫ب قَ ْو ًما اِ ْبتَالَ ُه ْم‬
.)‫وقال هذا حديث حسن غريب من هذا الوجه‬

   “Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian), Dan sesungguhnya
apabila Allah mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka, maka barangsiapa ridha baginyalah
keridhaan Allah, dan barangsiapa marah baginyalah kemarahan Allah”. (HR. At-Tirmidzi, dan ia
berkata hadits ini hasan gharib dari sanad ini, Sunan At-Timidzy cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz
4 hal. 519).

     Mudah-mudahan kita semua diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam menghadapi
ujian yang akan diberikan olehNya kepada kita.  Amin.

ْ َ‫سلِّ ُم ْوا ت‬
.‫سلِ ْي ًما‬ َ ‫ يَاأَيُّها َ الَّ ِذيْنَ َءا َمنُ ْوا‬،‫صلُّ ْونَ َعلَى النَّبِ ِّي‬
َ ‫صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه َو‬ َ ُ‫إِنَّ هللاَ َو َمالَئِ َكتَهُ ي‬

. َ‫س ْو ِل هللاِ أَ ْج َم ِعيْن‬ َ ‫ض َي هللاُ تَ َعالَى عَنْ ُك ِّل‬


ُ ‫ص َحابَ ِة َر‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َو َر‬

ُ ‫َربَّنَا الَ تُ ِز ْغ قُلُ ْوبَنَا بَ ْع َد إِ ْذ َه َد ْيتَنَا َوه َْب لَنَا ِمن لَّ ُد ْن َك َر ْح َمةً إِنَّ َك أَنتَ ا ْل َوه‬
.‫َّاب‬

ُ ‫ص ْب ًرا َوثَبِّتْ أَ ْقدَا َمنَا َوا ْن‬


. َ‫ص ْرنَا َعلَى ا ْلقَ ْو ِم ا ْل َكافِ ِريْن‬ َ ‫َربَّنَا أَ ْف ِر ْغ َعلَ ْينَا‬
ْ َ‫ َوأَلِّفْ بَيْنَ قُلُ ْوبِ ِه ْم َوأ‬، َ‫سلِ ِميْن‬
ُ ‫ص لِ ْح َذاتَ بَ ْينِ ِه ْم َوا ْن‬
‫ص ْر ُه ْم َعلَى َع ُد ِّو َك َو َع د ُِّو ِه ْم‬ ْ ‫صلِ ْح ُوالَةَ ا ْل ُم‬ ْ َ‫ َوأ‬، َ‫سلِ ِميْن‬ ْ ‫اَللَّ ُه َم أَ ِع َّز ْا ِإل‬
ْ ‫سالَ َم َوا ْل ُم‬
ْ ‫سالَ ِم َوا ْل ُم‬
. َ‫سلِ ِميْن‬ ْ ‫صالَ ُح ْا ِإل‬َ ‫َو َوفِّ ْق ُه ْم لِ ْل َع َم ِل ِب َما فِ ْي ِه‬

.‫سلِّ ْط َعلَ ْينَا بِ ُذنُ ْوبِنَا َمنْ الَ يَ َخافُ َك فِ ْينَا َوالَ يَ ْر َح ُمنَا‬
َ ُ‫اَللَّ ُه َم الَ ت‬

َ ‫سنَةً َوقِنَا َع َذ‬


.‫اب النَّا ِر‬ َ ‫سنَةً َوفِي اآل ِخ َر ِة َح‬
َ ‫َربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح‬

. َ‫سلِيْنَ َوا ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ َر ِّب ا ْل َعالَ ِميْن‬ َ ‫ َو‬، َ‫صفُ ْون‬


َ ‫سالَ ٌم َعلَى ا ْل ُم ْر‬ ِ َ‫س ْب َحانَ َربِّ َك َر ِّب ا ْل ِع َّز ِة َع َّما ي‬
ُ

2
Beriman Kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam

Oleh: Waznin Ibnu Mahfudl

Jamaah Jum’at rahimakumullah, marilah kita kenang, kita ingat kembali, dua sifat agung yang
merupakan pangkat dan keagungan khusus bagi umat Islam, bagi hadirin jamaah Jum’at, khusus
bagi kita yang beriman. Dua sifat itu adalah syukur dan shabar.

Dari saat yang mulia ini dan seterusnya sampai akhir hayat, marilah tetap kita sandang dua sifat itu,
“syukur dan shabar”. Dalam kesempatan kali ini, setelah mensyukuri hidayah Iman, Islam dan
Taqwa, marilah kita sedikit membahas “Syukur atas Iman kepada Nabi Muhammad Shallallaahu
alaihi wa Sallam, serta shabar dalam menegakkan sunnah beliau.

1. Iman kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah dasar agama yang
Maha Benar ini, dienul Islam, sebagaimana sabda beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam:

ُ ‫ش َها َد ِة أَنْ الَ إِلَـهَ إِالَّ هللاُ َوأَنَّ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬
... ُ‫س ْولُه‬ ٍ ‫سالَ ُم َعلَى َخ ْم‬
َ :‫س‬ ْ ‫اإل‬
ِ ‫بُنِ َي‬

“Artinya: Islam itu dibangun di atas lima rukun, bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq
selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya ... (HR. Muslim I/45. Lihat Al-
Bukhari I/13).

Setelah beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka beriman kepada Rasulullah Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah sebagai pondasi yang utama. Sebab seluruh pondasi yang
lainnya dibangun di atas keimanan pada Allah dan Rasul Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam.
Sehingga orang yang tidak mengimani Rasulullah dan hanya beriman kepada Allah Tuhan Yang
Maha Esa saja, itu tidaklah cukup, dan batal Iman yang demikian itutidak sah.

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:

ِ ‫ي أُ ْر‬
ْ‫س ْلتُ بِ ِه إِالَّ َكانَ ِمن‬ ْ ‫ ثُ َّم يَ ُموتُ َولَ ْم يُؤْ ِمنْ بِالَّ ِذ‬،‫ص َرا نِ ٌّي‬ ٌّ ‫س َم ُع بِ ْي أَ َح ٌد ِمنْ َه ِذ ِه األُ َّمة يَ ُهو ِد‬
ْ َ‫ي َوالَ ن‬ ُ ‫ي نَ ْف‬
ْ َ‫ الَ ي‬،‫س ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه‬ ْ ‫َوالَّ ِذ‬
)‫ (رواه مسلم‬.‫ب النَّا ِر‬ ِ ‫ص َحا‬ ْ َ‫أ‬
“Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tanganNya! Tidak seorangpun yang mendengar tentang
aku dari umat (manusia) ini, seorang Yahudi atau Nasrani, kemudian meninggal dunia dan tidak
beriman kepada yang aku diutus karenanya, kecuali ia termasuk menjadi penduduk Neraka”. (HR.
Muslim I/34).

Itulah pentingnya beriman kepada Rasul yang merupakan pondasi agama dan amal-amal ibadah.
Sehingga tanpa mengimani Rasul alias ingkar kufur pada Rasul, maka gugurlah amal kebaikan serta
jauh dari rahmat Allah.

Allah berfirman:
“Dan barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka
hapuslah amal-amalnya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (Al-Maidah: 5)

“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka
Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya”.

Bahkan mereka akan ditimpa musibah dan adzab yang pedih, sebagaimana firman Allah dalam Al-
Qur’an surat  An-Nur : 63.
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa adzab yang pedih”.

Oleh sebab itu maka hendaklah kita senantiasa bersyukur kepada Allah atas hidayah Iman kita
kepada Rasulullah Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam dengan bersabar dalam mengikuti dan
mentaati beliau.

2. Siapakah Rasulullah Muhammad  itu?

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah manusia biasa, bukan malaikat dan bukan pula
anak Tuhan atau lain-lainnya. Beliau secara manusiawi sama dengan kita seluruh umat
manusia.

Terbukti beliau terlahir dari jenis manusia, ayahanda beliau serta ibunya adalah Abdullah bin Abdul
Muthallib, serta ibundanya bernama Aminah, keduanya dari suku Quraisy di Makkah Mukarramah
keturunan Nabiyullah Ismail bin Nabi Ibrahim ‘alaihimas salam. Sebagai rahmat dan jawaban atas
permohonan Abul Anbiya’ Ibrahim alaihis salam yang tercantum dalam firman Allah:

Artinya : “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-
Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesunggu-hnya Engkaulah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-Baqarah: 129).

Allah menegaskan agar beliau menyatakan tentang diri beliau, dengan firmanNya dalam surat Al-
Kahfi ayat 110 dan ayat-ayat yang lain:
“Katakan, sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku”(Al-Kahfi : 110)

 “Katakan: “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa per-bendaharaan Allah ada padaku, dan
tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku
seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah
sama orang yang buta dengan orang yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?
(Al-An’aam: 50).

Rasulullah juga berwasiat agar beliau tidak dihormati secara berlebihan, seperti orang-orang
Nashara menghormati Nabi Isa 'Alaihis Salam, beliau melarang ummatnya menjadikan kuburan
beliau sebagai tempat sujud, melarang menggelari beliau dengan gelaran yang berlebihan atau
memberikan penghormatan dengan berdiri ketika beliau hadir.

Dari sahabat Amr Radhiallaahu anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
ُ ‫ َع ْب ُد هللاِ َو َر‬:‫ فَقُولُوا‬.ٌ‫صا َرى ابْنَ َم ْريَ َم إِنَّ َما أَنَا َع ْبد‬
)‫ (رواه البخاري‬.ُ‫س ْولَه‬ ِ ‫َوالَ تُ ْط ُر ْونِ ْي َك َما أَ ْط َر‬
َ َّ‫ت الن‬

          “Janganlah kamu memuji aku (berlebihan) sebagaimana orang Nasrani memuji Isa Ibnu
Maryam. Sesungguhnya saya hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: Hamba Allah dan
RasulNya”. (HR. Al-Bukhari)

Abu Hurairah Radhiallaahu anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
ْ ‫ َوالَ ت َْج َعلُ ْوا قَ ْب ِر‬.‫الَ ت َْج َعلُو ْا بُيُ ْوتَ ُك ْم قُبُ ْو ًرا‬
.)‫ي ِع ْيدًا (رواه أبو داود‬

“Janganlah engkau jadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan (sepi dari ibadah) dan jangan
engkau jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan” (HR. Abu Dawud).

Dari Abu Hurairah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:

َ َ‫ َو َح ْيثُ َما ُك ْنتُ ْم ف‬،‫ َوالَ ت َْج َعلُ ْوا بُيُ ْوتَ ُك ْم قُبُ ْو ًرا‬،‫الَ تَت َِّخ ُذو ْا قَ ْب ِري ِع ْيدًا‬
َ َّ‫صلُّ ْوا َعلَ َّي َفإِن‬
)‫ (رواه أحمد‬.‫صالَتَ ُك ْم تَ ْبلُ ُغنِ ْي‬

“Jangan engkau jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, dan janganlah engkau jadikan
rumah-rumah kamu sebagai kuburan dan dimanapun kamu berada (ucapkanlah do’a shalawat
kepadaku) karena sesungguhnya do’a shalawatmu sampai kepadaku”. (Diriwayat-kan Imam
Ahmad).

3. Cara dan konsekwensi beriman kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah
sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, artinya: “(Yaitu) orang-orang
yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam
Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf
dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka,
segala yang baik dan mengharamkan mereka dari segala yang buruk dan membuang bagi
mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang
yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang
beruntung.”). (Al-A’raf: 157).

ْ َ‫ أَقُ ْو ُل قَ ْولِ ْي َه َذا َوأ‬.‫الذ ْك ِر ا ْل َح ِك ْي ِم‬


‫س تَ ْغفِ ُر هللاَ ا ْل َع ِظ ْي َم لِ ْي‬ ِّ ‫ت َو‬
ِ ‫ َونَفَ َعنِ ْي َوإِيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه ِمنَ ْاآليَا‬،‫اركَ هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِي ا ْلقُ ْرآ ِن ا ْل َع ِظ ْي ِم‬ َ َ‫ب‬
.‫َولَ ُك ْم‬

Khutbah kedua:

ِ ‫ َمنْ يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم‬،‫ت أَ ْع َمالِنَ ا‬


ْ‫ض َّل لَ هُ َو َمن‬ َ ْ‫س نَا َو ِمن‬
ِ ‫س يِّئَا‬ ِ ُ‫ش ُر ْو ِر أَ ْنف‬
ُ ْ‫ستَ ْغفِ ُر ْه َونَ ُعو ُذ بِاهللِ ِمن‬
ْ َ‫ستَ ِع ْينُهُ َون‬ْ َ‫إِنَّ ا ْل َح ْم َد هَّلِل ِ نَ ْح َم ُدهُ َون‬
‫الس الَ ُم َعلَى ُم َح َّم ٍد‬
َّ ‫الص الَةُ َو‬ َّ ‫ َو‬.ُ‫س ْولُه‬ ُ ‫ش َه ُد أَنَّ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬
ْ َ‫ش ِريْكَ لَهُ َوأ‬
َ َ‫ش َه ُد أَنْ الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َو ْح َدهُ ال‬ ْ َ‫ َوأ‬.ُ‫ي لَه‬ َ ‫ضلِ ْل فَالَ هَا ِد‬ ْ ُ‫ي‬
َ
‫ أ َّما بَ ْعدُ؛‬.‫ص ْحبِ ِه‬ َ ‫َو َعلى آلِ ِه َو‬ َ

Jamaah jum’at rahima kumullah dalam khutbah yang kedua ini:

Marilah kita mempertebal Iman dan Taqwa kita kepada Allah juga memperdalam Iman kepada
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam sekaligus melaksanakan konsekuensinya.

Yaitu kita bersungguh-sungguh agar melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

1. Meyakini dengan penuh tanggung jawab akan kebenaran Nabi Muhammad Shallallaahu
alaihi wa Sallam dan apa yang dibawa oleh beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam sebagaimana
Allah Subhanahu wa Ta'ala menandaskan tentang ciri orang bertaqwa:
“Dan orang-orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya,
mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (Az-Zumar : 33).
2. Ikhlas mentaati Rasul Shallallaahu alaihi wa Sallam dengan melaksanakan seluruh perintah
dan menjauhi seluruh larangan beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam . Sebagaimana janji
Allah :
“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain
kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang” (An-Nuur:
54).
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya”. (An-Nisaa’: 65).
3. Mencintai beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam, keluarga, para sahabat dan segenap
pengikutnya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallambersabda:
َ َّ ‫الَ يُ ؤْ ِمنُ أَ َح ُد ُك ْم َحتَّى أ ُك ْونَ اَ َح‬
ِ ‫ب إِلَ ْي ِه ِمنْ َوالِ ِد ِه َو َولَ ِد ِه َوالنَّا‬
)‫س أ ْج َم ِعيْنَ (رواه البخ اري ومس لم‬ َ
"Tidaklah beriman seseorang (secara sempurna)sehingga aku lebih dia cintai daripada
orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
4. Membela dan memperjuangkan ajaran Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam serta berda’wah
demi membebaskan ummat manusia dari kegelapan kepada cahaya, dari ke zhaliman
menuju keadilan, dari kebatilan kepada kebenaran, serta dari kemaksiatan menuju
ketaatan.Sebagaimana firman di atas:
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah
orang-orang yang beruntung”. (Al-A’raaf: 157).
5. Meneladani akhlaq dan kepemimpinan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam dalam setiap amal
dan tingkah laku, itulah petunjuk Allah:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut nama Allah”. (Al-Ahzab:21).
6. Memuliakan dengan banyak membaca shalawat salam kepada beliau Shallallaahu alaihi wa
Sallam terutama setelah disebut nama beliau.
)‫ذي‬ ‫ِّل َعلَ َّي (رواه الترمي‬ ‫ص‬ ‫ي‬ ‫م‬َ ‫ل‬‫و‬
َ ُ ْ َ ُ َ‫ه‬‫د‬ ْ
‫ن‬ ‫ع‬ ‫ر‬
ِ ُ‫ْ ت‬ ‫ك‬‫ذ‬ُ
ِ ٍ ‫ل‬ ‫ج‬ ‫ر‬
ُ َ ُ‫ف‬ ‫َر ِغ َم اَ ْن‬
“Merugilah seseorang jika disebut namaku padanya ia tidak membaca shalawat padaku.”
(HR. At-Tirmidzi)
7. Waspada dan berhati-hati dari ajaran-ajaran yang menyelisihi ajaran Nabi Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Sallam seperti waspada dari syirik, tahayul, bid’ah, khurafat, itulah
pernyataan Allah:
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi ajaran Rasul takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa azab yang pedih”. (An-Nur: 63).
8. Mensyukuri hidayah keimanan kepada Allah dan RasulNya dengan menjaga persatuan
umat Islam dan menghindari perpecahan dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan
As-Sunnah Ash-shahihah. Itulah tegaknya agama:
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah karenanya”. (Asy-Syura: 13)

3
Hamba Allah Dan Ummat Nabi Muhammad SAW

Oleh: Muhammad An-Nawawi

Sudah menjadi kewajiban seorang Muslim memiliki dua kesadaran, kesadaran sebagai hamba Allah
Ta’ala dan kesadaran sebagai umat Muhammad Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam  , Jika
kesadaran itu hilang dari jiwa seorang Mukmin maka tindakan dan amalan akan ngawur dan
sembrono yang mengakibatkan Allah Ta’ala tidak akan memberi ganjaran apapun yang didapat
hanyalah siksa.

Kesadaran pertama, kesadaran kita sebagai hamba Allah Ta’ala yang kita tampakkan dalam setiap
aktifitas sehari-hari dalam bahasa agamanya disebut ( ‫ ) ِإ ْظ َه اُر ا ْل ُعبُ ْو ِديَّ ِة‬Sebagai misal menampakkan
kehambaan kepada Allah. Contohnya jika kita mau makan meskipun seolah-olah padi kita tanam
disawah kita sendiri, beras kita masak sendiri maka ketika mau makan disunnahkan berdo’a:

.)3/158 ،‫ (صحيح الترمذي‬.ُ‫اَللَّ ُه َّم بَاِركْ لَنَا فِ ْي ِه َوأَ ْط ِع ْمنَا ِم ْنه‬

“yaa Allah berilah kami keberkahan darinya dan berilah kami makan darinya”

Berarti Allah Ta’ala yang memberi rizki, bukan sawah atau lainnya. Begitu pula kita punya mobil
atau kendaraan lainnya, meskipun kita membeli kendaraan dengan usaha sendiri, dengan uang
sendiri, namun ketika mau mengendarai disunnahkan berdo’a:

)3/156 ،‫ (صحيح الترمذي‬. َ‫س َّخ َر لَنَا َه َذا َو َما ُكنَّا لَهُ ُم ْق ِرنِيْنَ َوأَنَّا إِلَى َربِّنَا لَ ُم ْنقَلِبُ ْون‬ ُ ِ ‫س ِم هللاِ ا ْل َح ْم ُد هَّلِل‬
ْ ‫س ْب َحانَ هللاِ الَّ ِذ‬
َ ‫ي‬ ْ ِ‫ب‬.

Ikhwan fillah rahimakumullah

Itulah contoh bahwa  setiap saat  kita harus nyatakan kehambaan kepada Allah Ta’ala, jika
pernyataan itu  hilang, maka alamat iman telah rusak di muka bumi ini dan akan hilang kemudian
muncul kesombongan dan keangkuhan, hal ini telah terjadi pada zaman Nabi Musa p yang ketika itu
pengusanya lalim dan sombong  sehingga lupa akan status sebagai hamba, bahkan si raja itu begitu
sangat sombongnya sampai ia memproklamirkan dirinya sebagai tuhan, dia menyuruh kepada
rakyatnya agar menyembah kepadanya. Dialah raja Fir’aun.

Kenyataan di atas sudah tergambar pada zaman sekarang, begitu banyak orang-orang modern yang
seharusnya sebagai hamba Allah Ta’ala namun banyak diantara mereka yang mengalihkan
penghambaan kepada harta, wanita dan dunia. Setiap hari dalam benak mereka hanya dijejali dengan
berbagai macam persoalan dunia, mencari kenikmatan dan kepuasan dunia saja tanpa
memperhatikan kepuasan akhirat padahal kenikmatan akhirat lebih baik dari kenikmatan dunia,
bahkan lebih kekal abadi.

Ihwan Fillah rahimakumullah

Allah Ta’ala menciptakan manusia bukan untuk menumpuk harta benda tapi Allah Ta’ala
menciptakan manusia dan jin hanya untuk menyembah kepadaNya.

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah  kepadaKu.” (Adz-
Dzariyat: 56).

Makna penghambaan kepada Allah Ta’ala adalah mengesakannya dalam beribadah dan
mengkhusus-kan kepadaNya dalam berdo’a, tentang hal ini Syekh Muhammad bin Shalih Al-
Utsaimin dalam bukunya Syarah Tsalasah Usul, memaparkan persoalan penting yang harus diketahui
oleh kaum Muslimin:

ْ ‫ َم ْع ِرفَةُ نَبِيِّ ِه َو َم ْع ِرفَةُ ِد ْينِ ِه ْا ِإل‬،ِ‫ْاألُ ْولَى اَ ْل ِع ْل ُم َو ُه َو َم ْع ِرفَةُ هللا‬


.‫ الثَّالِثَةُ اَل َّد ْع َوةُ إِلَ ْي ِه‬.‫ الثَّانِيَةُ اَ ْل َع َم ُل بِ ِه‬.‫سالَ ِم بِاْألَ ِدلَّ ِة‬

“Pertama adalah  ilmu, yaitu mengenal Allah, mengenal Rasul dan Dienul Islam dengan dalil
dalilnya kedua mengamalkannya ketiga mendakwakannya.”
Ikhwan fillah rahimakumullah.

Syaikh Muhammad At-Tamimi dalam kitab Tauhid, membe-rikan penjelasan bahwa ayat di atas,
menunjukkan keistimewaan Tauhid dan keuntungan yang diperoleh di dalam kehidupan dunia dan
akhirat. Dan menunjukkan pula syirik adalah perbuatan dzalim yang dapat membatalkan iman jika
syirik itu besar, atau mengurangi iman jika syirik asghar (syirik kecil).

Akibat buruk orang yang mencampuradukan keimanan dengan syirik  disebutkan  Allah Ta’ala:

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik tetapi Dia mengampuni segala dosa selain
syirik itu bagi siapa yang dikehendaki.”

.)‫ (البخاري عن ابن مسعود‬.‫َمنْ َماتَ َو ُه َو يَ ْدع ُْو ِمنْ د ُْو ِن هللاِ نِ ًّدا د ََخ َل النَّا َر‬

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyembah selain Allah  niscaya masuk kedalam Neraka.”

.)‫ (مسلم عن جابر‬.‫ش ْيئًا د ََخ َل النَّا َر‬ ْ ُ‫ش ْيئًا د ََخ َل ا ْل َجنَّةَ َو َمنْ لَقِ َي ي‬
َ ‫ش ِر ُك ِب ِه‬ ْ ُ‫َمنْ لَقِ َي هللاَ الَ ي‬
َ ‫ش ِر ُك ِب ِه‬

“Barangsiapa menemui Allah Ta’ala (mati) dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikitpun pasti
masuk Surga, tetapi barangsiapa menemuinya (mati) dalam keadaan berbuat syirik kepadaNya pasti
masuk Neraka.”

Ihwan fillah rahimakumullah.

Demikianlah seharusnya, kaum Muslimin selalu sadar atas statusnya yaitu status kehambaan
terhadap Allah Ta’ala. Dan cara menghamba harus sesuai dengan manhaj yang shohih tanpa terbaur
syubhat dan kesyirikan. Jadi inti penghambaan adalah beribadah kepada Allah Ta’ala dan tidak
melakukan syirik dengan sesuatu apapun.

Kesadaran kedua sebagai ummat Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam 

Kesadaran sebagai umat rasul, adalah menyadari bahwa amalan-amalan kita akan diterima oleh
Allah Ta’ala dengan syarat sesuai sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam  . Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan konsekuensi  mengenal Rasul adalah menerima
segala perintahnya bahwa mempercayai apa yang diberitakannya, mematuhi perintahnya, menjahui
segala larangn-nya, menetapkan perkara dengan syariat dan ridha dengan putusannya.

Pastilah dari kalangan ahli sunnah waljama’ah sepakat untuk mengimani dan menjalankan apa-apa
yang diperintahnya, menjauhi larangannya. Tidak diterima ibadah seseorang tanpa mengikuti sunnah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam   sebagaimana hadits berikut:
.)‫ (مسلم‬.ٌّ‫س َعلَ ْي ِه أَ ْم ُرنَا فَ ُه َو َرد‬
َ ‫َمنْ َع ِم َل َع َمالً لَ ْي‬

“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan dalam agama yang tidak ada perintah dari kami maka
ia tertolak.” (HR. Muslim).
َ ‫َث فِي أَ ْم ِرنَا َه َذا َما لَ ْي‬
.)‫ (البخاري ومسلم‬.ٌّ‫س ِم ْنهُ فَ ُه َو َرد‬ َ ‫َمنْ أَ ْحد‬

“Barangsiapa yang mengada-ada dalam perkara agama kami dan tidak ada perintah dari kami maka 
ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Melihat hadits di atas, setiap kaum Muslimin dalam aktifitasnya harus merujuk kepada apa yang
dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam , baik ucapan, perbuatan maupun taqrir
atau ketetapan.

Ihwan fillah Rahimakumullah.

Ingatlah banyak dari kaum Muslimin, yang menyalahi man-haj Rasulullah, dengan
mengatasnamakan Islam. Dan kebanyakan mereka tidak mengetahui bahwa perbuatan semacam itu
menjadi tertolak karena tidak sesuai dengan sunnah Nabi. Misalnya mereka menyalahi manhaj 
dakwah Salafus Shalih, Contohnya berdakwah dengan musik, nada dan dakwa, sandiwara, fragmen,
cerita-cerita, wayang dan lain-lain.

Begitu juga dengan Assyaikh Abdul Salam bin Barjas bin Naser Ali Abdul Karim dalam bukunya
Hujajul Qowiyah menukil perkataan Al-Ajurri dalam kitab As-Syari’ah bahwa Ali Ra dan Ibnu
Masu’d berkata:

ُّ ‫الَ يَ ْنفَ ُع قَ ْو ٌل إِالَّ بِ َع َم ٍل َوالَ قَ ْو ٌل َو َع َم ٌل إِالَّ بِنِيَّ ٍة َوالَ نِيَّةٌ إِالَّ بِ ُم َوافَقَ ِة ال‬
.‫سنَّ ِة‬

“Tidak bermanfaat suatu perkataan kecuali dengan perbuatan dan tidak pula perkataan dan perbuatan
kecuali dengan niat dan niat pun tidak bermanfaat kecuali sesuai dengan sunnah.”

ْ َ‫ أَقُ ْو ُل قَ ْولِ ْي َه َذا َوأ‬.‫الذ ْك ِر ا ْل َح ِك ْي ِم‬


‫ستَ ْغفِ ُر هللاَ ا ْل َع ِظ ْي َم لِ ْي‬ ِّ ‫ت َو‬
ِ ‫ َونَفَ َعنِ ْي َوإِيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه ِمنَ ْاآليَا‬،‫اركَ هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِي ا ْلقُ ْرآ ِن ا ْل َع ِظ ْي ِم‬ َ َ‫ب‬
.‫َولَك ْم‬
ُ

Khutbah Kedua

َّ‫ش َه ُد أَن‬
ْ َ‫ش َه ُد أَنْ الَ إِلَـهَ إِالَّ هللاُ َوأ‬
ْ َ‫ أ‬. َ‫ق لِيُ ْظ ِه َرهُ َعلَى ال ِّد ْي ِن ُكلِّ ِه َولَ ْو َك ِرهَ ا ْل َكافِ ُر ْون‬
ِّ ‫س ْولَهُ بِا ْل ُهدَى َو ِد ْي ِن ا ْل َح‬
ُ ‫س َل َر‬َ ‫ي أَ ْر‬ ْ ‫ا ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذ‬
.ُ‫س ْولُه‬
ُ ‫ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬

‫سلَّ َم َوش ََّر األُ ُمو ِر ُم ْح َدثَاتُ َها َو ُك َّل ُم ْح َدثَ ٍة‬
َ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫ي ُم َح َّم ٍد‬
ُ ‫ْي َه ْد‬ َ ‫ َوأَ ْح‬،‫َاب هللاِ َع َّز َو َج َّل‬
ِ ‫سنَ ا ْل َهد‬ ُ ‫ث ِكت‬ ِ ‫ق ا ْل َح ِد ْي‬ ْ َ‫فَإِنَّ أ‬
َ ‫ص َد‬
.‫ضالَلَ ٍة فِي النَّا ِر‬ َ ‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل‬
َ ‫ِب ْد َعةٌ َو ُك َّل ِب ْد َع ٍة‬

Dan sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah Yang Maha Agung dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam , sejelek-jelek urusan adalah perkara yang baru
dan setiap perkara yang baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat,setiap
kesesatan adalah di Neraka. (HR. An-Nasa’i).

Ihwan Fillah rahimakumullah.

Demikianlah dua kesadaran itu harus di ingat setiap saat karena merupakan sumber petunjuk dalam
kehidupan. Dengan menyadari dua kesadaran yaitu menjalankan syariat sesuai manhaj ahlul hadits
tanpa tercampur bid’ah dan kesyirikan. Dengan demikian mengikuti manhaj Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam   dan manhaj para sahabat sesudahnya yaitu Al-Qur‘an yang diturunkan Allah Ta’ala
kepada Rasulnya, yang beliau jelaskan kepada para sahabatnya dalam hadits-hadits shahih
Demikianlah  dua kesadaran itu harus di ingat setiap saat, yaitu kesadaran menegakan kalimah tauhid
berdasarkan manhaj ahlul hadits dan memerintahkan umat Islam agar berpegang teguh kepada
keduanya. Sebagai akhir kata kami tutup dengan hadits:

َ ‫سنَّتِ ْي َولَنْ يَتَفَ َّرقَا َحتَّى يَ ِردَا َعلَى ا ْل َح ْو‬


.‫ض‬ َ ‫ ِكت‬،‫ضلُّ ْوا بَ ْع َد ُه َما‬
ُ ‫َاب هللاِ َو‬ ِ َ‫ش ْيئَ ْي ِن لَنْ ت‬
َ ‫تَ َر ْكتُ فِ ْي ُك ْم‬

“Aku tinggalkan padamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apabila berpegang teguh
kepada keduanya yaitu Kitabullah dan sunnahku. Tidak akan bercerai berai sehingga keduanya
mengantarkanku ke telaga (diSurga).” (Dishahikan oleh al-albani dalam kitab Shahihul jami’)

Wallahu A’lamu bis shawab

Akhiru da’wana Walhamdulillahi Rabbil Alamin

4
Syirik Penyebab Kerusakan Dan Bahaya Besar

Oleh: Rusdi Yazid

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...

Segala puji bagi Allah, Rabb dan sesembahan sekalian alam, yang telah mencurahkan kenikmatan-
kenikmatanNya, rizki dan karuniaNya yang tak terhingga dan tak pernah putus sepanjang zaman.
Kepada makhluknya Baik yang berupa kesehatan maupun kesempatan sehingga pada kali ini kita
dapat berkumpul di tempat yang mulia dalam rangka menunaikan kewajiban shalat Jum’at.

Semoga shalawat dan salam tercurah kepada uswah kita Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa
Sallam, yang atas jasa-jasa dan perjuangan beliau cahaya Islam ini tersampaikan kepada kita, sebab
dengan adanya cahaya Islam tersebut kita terbebaskan dari kejahiliyahan, malamnya bagaikan
siangnya. Dan semoga shalawat serta salam juga tercurahkan kepada keluarganya, para sahabatnya
dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.

Pada kesempatan kali ini tak lupa saya wasiatkan kepada diri saya pribadi dan kepada jama’ah
semuanya, marilah kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita, karena iman dan taqwa adalah
sebaik-baiknya bekal untuk menuju kehidupan di akhirat kelak.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...

Islam adalah agama yang datang untuk menegakkan tauhid, yaitu meng-Esa-kan Allah.
Sebagaimana kita telah bersaksi dalam setiap harinya paling tidak dalam shalat kita. ( َّ‫ش َه ُد أَنْ الَ إِلَهَ إِال‬ ْ َ‫أ‬
ِ‫س ْو ُل هللا‬ َ
ُ ‫ َر‬ ‫ش َه ُد أنَّ ُم َح َّمدًا‬ َ
ْ ‫)هللاُ َوأ‬, yang bermakna tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan
Muhammad utusan Allah. Yang mana pada kalimat ( َ‫ )الَ إِلَه‬terdapat makna penafian (peniadaan)
sesembahan selain Allah dan ( ُ‫ )إِالَّ هللا‬menetapkan sesembahan untuk Allah semata. Tetapi begitu
banyak umat Islam yang tidak konsisten kepada tauhid, mereka tidak lagi menyembah kepada Allah
semata. Bahkan banyak di antara mereka yang berbuat syirik, menyembah kepada selain Allah baik
langsung maupun tak langsung, baik disengaja maupun tidak. Banyak di antara mereka yang pergi
ke dukun-dukun, paranormal, tukang santet, tukang ramal, mencari pengobatan alternatif, mencari
penglaris, meminta jodoh dan lain sebagainya. Dan yang lebih memprihatinkan lagi wahai kaum
muslimin ... banyak umat Islam yang berbuat syirik tapi mereka berkeyakinan bahwa perbuatannya
itu adalah suatu ibadah yang disyari’atkan dalam Islam (padahal tidak demikian). Inilah penyebab
utama terjadinya musibah di negeri kita dan di negeri saudara-saudara kita, disebabkan umat tidak
lagi bertauhid dan banyak berbuat syirik.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah. 

Allah menurunkan agama tauhid ini untuk mengangkat derajat dan martabat manusia ke tempat
yang sangat tinggi dan mulia. Di akhirat kita dimasukkan ke dalam Surga dan di dunia kita akan
diberikan kekuasaan. Dan Allah menurunkan agama tauhid ini untuk membebaskan manusia dari
kerendahan dan kehinaan yang di akibatkan oleh perbuatan syirik. Sebagai firman Allah:

          “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di
bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia
akan mengukuhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-
benar akan menukar(keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan
Aku. Dan barangsiapa (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
(An-Nur: 55).

          Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam   barsabda:


َ َّ‫ش ْيئًا د ََخ َل الن‬
‫ار‬ ْ ُ‫ َو َمنْ َماتَ ي‬،َ‫ش ْيئًا د ََخ َل ا ْل َجنَّة‬
َ ِ‫ش ِر ُك بِاهلل‬ ْ ُ‫ َمنْ َماتَ الَ ي‬.
َ ِ‫ش ِر ُك بِاهلل‬

          “Barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) tidak berbuat syirik kepada Allah
sedikitpun, niscaya akan masuk Surga. Dan barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) berbuat
syirik kepada Allah, niscaya akan masuk Neraka.” (HR. Muslim).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...


Syirik adalah sebesar-besar dosa yang wajib kita jauhi, karena perbuatan syirik (menyekutukan
Allah) menyebabkan kerusakan dan bahaya yang besar, baik dalam kehidupan pribadi maupun
dalam kehidupan bermasyarakat. Di antara kerusakan dan bahaya akibat perbuatan syirik adalah:

Pertama: Syirik merendahkan eksistensi kemanusiaan

          Syirik menghinakan kemuliaan manusia, menurunkan derajat dan martabatnya. Sebab Allah
menjadikan manusia sebagai hamba Allah di muka bumi. Allah memuliakannya, mengajarkan
seluruh nama-nama, lalu menundukkan baginya apa yang ada di langit dan di bumi semuanya. Allah
telah menjadikan manusia sebagai penguasa di jagad raya ini. Tetapi kemudian ia tidak mengetahui
derajat dan martabat dirinya. Ia lalu menjadikan sebagian dari makhluk Allah sebagai Tuhan dan
sesembahan. Ia tunduk dan menghinakan diri kepadanya.

          Ada sebagian dari manusia yang menyembah sapi yang sebenarnya diciptakan Allah untuk
manusia agar hewan itu membantu meringankan pekerjaannya. Dan ada pula yang menginap dan
tinggal di kuburan untuk meminta berbagai kebutuhan mereka. Allah berfirman:

          “Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu
apapun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) di buat orang. (Berhala-berhala) itu benda mati, tidak
hidup, dan berhala-berhala itu tidak mengetahui bilakah penyembah-penyembahnya akan
dibangkitkan”. (Al-Hajj: 20-21)
          “Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah maka ia seolah-olah jatuh dari
langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ketempat yang jauh”. (Al-Hajj: 31)
Kedua: Syirik adalah sarang khurofat dan kebatilan

          Dalam sebuah masyarakat yang akrab dengan perbuatan syirik, “barang dagangan” dukun,
tukang nujum, ahli nujum, ahli sihir dan yang semacamnya menjadi laku keras. Sebab mereka
mendakwahkan (mengklaim) bahwa dirinya mengetahui ilmu ghaib yang sesungguhnya tak
seorangpun mengetahuinya kecuali Allah. Jadi dengan adanya mereka, akal kita dijadikan siap
untuk menerima segala macam khurofat/takhayul serta mempercayai para pendusta  (dukun).
Sehingga dalam masyarakat seperti ini akan lahir generasi yang tidak mengindahkan ikhtiar (usaha)
dan mencari sebab serta meremehkan sunnatullah (ketentuan Allah).

Ketiga: Syirik adalah kedholiman yang paling besar

          Yaitu dhalim terhadap hakikat yang agung yaitu (Tidak ada Tuhan yang berhak disembah
selain Allah). Adapun orang musyrik mengambil selain Allah sebagai Tuhan serta mengambil
selainNya sebagai penguasa. Syirik merupakan kedhaliman dan penganiayaan terhadap diri sendiri.
Sebab orang musyrik menjadikan dirinya sebagai hamba dari makhluk yang merdeka. Syirik juga
merupakan kezhaliman terhadap orang lain yang ia persekutukan dengan Allah karena ia telah
memberikan sesuatu yang sebenarnya bukan miliknya.

Keempat: Syirik sumber dari segala ketakutan dan kecemasan


          Orang yang akalnya menerima berbagai macam khurofat dan mempercayai kebatilan,
kehidupannya selalu diliputi ketakutan. Sebab dia menyandarkan dirinya pada banyak tuhan.
Padahal tuhan-tuhan itu lemah dan tak kuasa memberikan manfaat atau menolak bahaya atas
dirinya.

          Karena itu, dalam sebuah masyarakat yang akrab dengan kemusyrikan, putus asa dan
ketakutan tanpa sebab merupakan suatu hal yang lazim dan banyak terjadi. Allah berfirman:

          “Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang yang kafir rasa takut disebabkan mereka
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak memberikan keterangan tentang
itu. Tempat kembali mereka adalah Neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang
dhalim”. (Ali-Imran: 151)

Kelima Syirik membuat orang malas melakukan pekerjaan yang bermanfaat

          Syirik mengajarkan kepada para pengikutnya untuk mengandalkan para perantara, sehingga
mereka meremehkan amal shalih. Sebaliknya mereka melakukan perbuatan dosa dengan
keyakinan bahwa para perantara akan memberinya syafa’at di sisi Allah. Begitu pula orang-orang
kristen melakukan berbagai kemungkaran, sebab mereka mempercayai Al-Masih telah
menghapus dosa-dosa mereka ketika di salib. Sebagian umat Islam mengandalkan syafaat
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam   tapi mereka meninggalkan kewajiban dan banyak
melakukan perbuatan haram. Padahal Rasul Shallallaahu alaihi wa Sallam berkata kepada putrinya:
َ ِ‫ت الَ أُ ْغنِ ْي َع ْن ِك ِمنَ هللا‬
)‫ (رواه البخاري‬.‫ش ْيئًا‬ ِ ‫ش ْئ‬ َ ،‫اط َمةُ بِ ْنتَ ُم َح َّم ٍد‬
ِ ‫سلِ ْينِ ْي ِمنْ َمالِ ْي َما‬ ِ َ‫يَا ف‬.

          “Wahai Fathimah binti Muhammad, mintalah dari hartaku sekehendakmu (tetapi) aku
tidak bermanfaat sedikitpun bagimu di sisi Allah”. (HR. Al-Bukhari).

Keenam: Syirik menyebabkan pelakunya kekal dalam Neraka

          Syirik menyebabkan kesia-siaan dan kehampaan di dunia, sedang di akhirat menyebabkan
pelakunya kekal di dalam Neraka. Allah berfirman:

          “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya ialah Neraka, dan tidaklah ada bagi orang-orang
dhalim itu seorang penolongpun”. (Al-Maidah: 72).

Ketujuh: Syirik memecah belah umat

          “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang memper-sekutukan Allah, yaitu orang-
orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap
golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. (Ar Ruum: 31-32)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...


          Itulah berbagai kerusakan dan bahaya yang ditimbulkan perbuatan syirik. Yang jelas Syirik
merupakan penyebab turunnya derajat dan martabat manusia ke tempat paling hina dan paling
rendah. Karena itu Wahai hamba Allah, yang beriman ... Marilah kita bertaubat atas segala
perbuatan syirik yang telah kita perbuat dan marilah kita peringatkan dan kita jauhkan masyarakat
di sekitar kita, anggota keluarga kita, sanak famili kita, dari syirik kerusakan dan bahayanya. Agar
kehinaan dan kerendahan yang menimpa ummat Islam segera berakhir, agar kehinaan dan
kerendahan ummat Islam diganti menjadi kemuliaan.

‫س تَ ْغفِ ُر هللاَ ا ْل َع ِظ ْي َم لِ ْي‬ْ َ‫ أَقُ ْو ُل قَ ْولِ ْي َه َذا َوأ‬.‫الذ ْك ِر ا ْل َح ِك ْي ِم‬


ِّ ‫ت َو‬ ِ ‫ َونَفَ َعنِ ْي َوإِيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه ِمنَ ْاآليَا‬،‫َبا َر َك هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم ِفي ا ْلقُ ْرآ ِن ا ْل َع ِظ ْي ِم‬
‫ إِنَّهُ ُه َو ا ْل َغفُ ْو ُر ال َّر ِح ْي ُم‬،ُ‫ستَ ْغفِ ُر ْوه‬ ٍ ‫سلِ ِميْنَ ِمنْ ُك ِّل َذ ْن‬
ْ ‫ فَا‬.‫ب‬ ْ ‫سائِ ِر ا ْل ُم‬
َ ِ‫ َولَ ُك ْم َول‬.

Khutbah kedua: 

ِ ‫ َمنْ يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم‬،‫ت أَ ْع َمالِنَا‬


ْ‫ض َّل لَهُ َو َمن‬ َ ْ‫سنَا َو ِمن‬
ِ ‫سيِّئَا‬ ِ ُ‫ش ُر ْو ِر أَ ْنف‬ ُ ‫ستَ ْغفِ ُر ْه َونَ ُع‬
ُ ْ‫وذ بِاهللِ ِمن‬ ْ َ‫ستَ ِع ْينُهُ َون‬ْ َ‫إِنَّ ا ْل َح ْم َد هَّلِل ِ نَ ْح َم ُدهُ َون‬
‫سالَ ُم َعلَى ُم َح َّم ٍد‬ َّ ‫ َوال‬.ُ‫س ْولُه‬
َّ ‫صالَةُ َوال‬ ُ ‫ش َه ُد أَنَّ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬
ْ َ‫ش ِر ْي َك لَهُ َوأ‬
َ َ‫ش َه ُد أَنْ الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َو ْح َدهُ ال‬ْ َ‫ َوأ‬.ُ‫ي لَه‬ َ ‫ضلِ ْل فَالَ هَا ِد‬ ْ ُ‫ي‬
‫ أَ َّما بَ ْعدُ؛‬.‫ص ْحبِ ِه‬َ ‫َو َعلَى آلِ ِه َو‬

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah ...

          Kembali pada khutbah yang kedua ini, saya mengajak diri saya dan jama’ah untuk senantiasa
meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah dengan sesungguhnya. Shalawat dan salam semoga
tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad, kepada para sahabatnya, keluarganya dan
pengikutnya hingga akhir zaman.

          Dari pembahasan pada khutbah yang pertama tadi, telah jelas bagi kita bahwa syirik adalah
sebesar-besar dosa yang wajib kita jauhi. Kita harus bersih dari noda syirik. Harus selalu takut  kita
terjerumus kedalamnya, karena ia adalah dosa yang paling besar. Disamping itu, syirik dapat
menghapuskan pahala amal shalih yang kita lakukan, atau menghalangi kita masuk jannah:

 “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi)


sebelummu:"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah
kamu termasuk orang-orang yang merugi.”  (Az-Zumar: 65)

5
Bahaya Syirik Dan Keutamaan Tauhid

Oleh: Agus Hasan Bashori


Ibadallah ! Saya wasiatkan kepada Anda sekalian dan juga kepada saya untuk selalu bertaqwa
kepada Allah di mana saja kita berada. Dan janganlah kita mati melainkan dalam Islam.

Telah banyak penjelasan yang menerangkan makna taqwa. Di antaranya adalah pernyataan Thalq
bin Habib:
َ ‫ أَنْ تَ ْع َم َل بِطَا َع ِة هللا َعلَى نُ ْو ٍر ِمنَ هللاِ ت َْر ُجو ثَ َو‬:‫ َوما ا ْلتَّ ْق َوى؟ قَا َل‬:‫ قَالُ ْوا‬.‫ت ا ْلفِ ْتنَةُ فَأ َ ْطفِئُوهَا بِا ْلتَّ ْق َوى‬
َ‫اب هللاِ َوأنْ تَ ْت ُرك‬ ِ ‫إِ َذا َوقَ َع‬
َ َ‫صيَةَ هللاِ َعلَى نُ ْو ٍر ِمنَ هللاِ ت ََخافُ ِعق‬
ِ‫اب هللا‬ ِ ‫ َم ْع‬.

“Apabila terjadi fitnah, maka padamkanlah dengan taqwa”. Mereka bertanya: “Apakah taqwa
itu?” Beliau menjawab: “Hendak-nya engkau melaksanakan keta’atan kepada Allah, di atas cahaya
Allah, (dengan) mengharap keridhaan-Nya; dan hendaknya engkau meninggalkan kemaksiatan
terhadap Allah, di atas cahaya Allah, (karena) takut kepada siksaNya.

Ketaatan terbesar yang wajib kita laksanakan adalah tauhid; sebagaimana kemaksiatan terbesar
yang mesti kita hindari adalah syirik.

Tauhid adalah tujuan diciptakannya makhluk, tujuan diutusnya seluruh para rasul, tujuan
diturunkannya kitab-kitab samawi, sekaligus juga merupakan pijakan pertama yang harus dilewati
oleh orang yang berjalan menuju Rabbnya.

Dengarkanlah firman Allah:


“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah (hanya) kepadaKu.”
(Adz-Dzaariyaat: 56)

Juga firmanNya:
“Dan tidaklah kami mengutus seorang rasulpun sebelummu melainkan Kami wahyukan kepadanya
bahwa tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Aku, maka beribadahlah kepadaKu.” (Al-
Anbiya’: 25)

Demikian pula firmanNya:


“Alif laam Raa, (inilah) satu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi, serta dijelaskan (makna-
maknanya) yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. Agar kalian
jangan beribadah kecuali kepada Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi
peringatan dan pembawa berita gembira kepada kalian daripadaNya.” (Hud: 1-2)

Allah juga berfirman:

ْ ‫فَا ْعلَ ْم أَنَّهُ آل إِلَهَ إِالَّ هللاُ َوا‬


ِ ‫ستَ ْغفِ ْر لِ َذ ْنبِ َك َولِ ْل ُمؤ ِمنِيْنَ َوا ْل ُمؤْ ِمنَا‬
‫ت‬

“Ketahuilah, bahwasanya tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi melainkan Allah dan
mohonlah ampunan bagimu dan bagi kaum Mukminin (laki-laki dan wanita).”
Jama’ah sekalian rahimakumullah. Kalau kedudukan tauhid sedemikian tinggi dan penting di dalam
agama ini, maka tidaklah aneh kalau keutamaannya juga demikian besar. Bergembiralah dengan
nash-nash seperti di bawah ini:
‫ش ِه َد أَنْ الَ إِلَهَ إِالَّ هللا َوأَنَّ ُم َح َّمدًا‬
َ ْ‫ َمن‬:‫سلَّ َم يَقُ ْو ُل‬
َ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ‫س ْو َل هللا‬ َ :‫ض َى هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬
ُ ‫س ِمعْتُ َر‬ ِ ‫صا ِمتْ َر‬ َّ ‫عَنْ ُعبَا َد ْة بِنْ ال‬
.‫س ْو ُل هللاِ َح َّر َم هللاُ َعلَ ْي ِه النَّا َر‬
ُ ‫َر‬

Dari Ubadah bin Shamit Radhiallaahu anhu , ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam   bersabda: “Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak
disembah melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah (niscaya) Allah
mengharamkan Neraka atasnya (untuk menjilatnya).” (HR. Muslim No. 29)

Hadits lain, dari Utsman bin Affan Radhiallaahu anhu , bahwasanya Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam   bersabda:
.َ‫ َمنْ َماتَ َو ُه َو يَ ْعلَ ُم أَنَّهُ آل إِلَهَ إِالَّ هللا د ََخ َل ا ْل َجنَّة‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫عَنْ ُع ْث َمانَ قَا َل‬
َ ِ‫سو ُل هللا‬

“Barangsiapa yang meninggal dunia, sedangkan dia menge-tahui bahwa tidak ada ilah yang
berhak disembah melainkan Dia (Allah) niscaya akan masuk Jannah.” (HR. Muslim No. 25)
Demikian juga sabdanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam  , kami petik sebagiannya:

‫ش ِر ُك‬ ِ ‫ب األَ ْر‬


ْ ُ‫ض َخطَايًا الَ ي‬ ِ ‫ َو َمنْ لَقِيَنِ ْي ِبقُ ِرا‬:‫سلَّ َم يَقُو ُل هللا َع َّز َو َج َل‬ َ ‫ قَا َل النَبِ ُّي‬:‫ض َى هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ِ ‫َوعَنْ أَبِي َذ ًّر َر‬
ً.‫ش ْيئًا لَقَ ْيتُهُ بِ ِم ْثلِ َها َم ْغفِ َرة‬
َ ‫بِ ْي‬

“Dan barangsiapa yang menemuiKu dengan (membawa) dosa sepenuh bumi sekalipun, namun
dia tidak menye-kutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan menemuinya dengan
membawa ampunan yang semisal itu.” (HR. Muslim No. 2687)

Demikian pula tidak akan aneh, bila lawan tauhid, yaitu syirik; juga memiliki banyak bahaya yang
mengerikan, dimana sudah seharusnya kita benar-benar merasa takut terhadapnya. Diantara
bahaya syirik itu adalah sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Jabir:
ْ‫ َمن‬:‫َان ؟ فَقَا َل‬ ُ ‫ يَا َر‬:‫سلَّ َم فَقَا َل‬
ِ ‫س ْو َل هللاِ َما ا ْل ُم ْو ِجبَت‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ َجاء أَع َْرابِ ٌّي إِلَى النَّبِي‬:‫ض َى هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِ ‫عَنْ َجابِ ٍر َر‬
.‫ش ْيئًا د ََخ َل النَّا َر‬ ْ ُ‫ش ْيئًا د ََخ َل ا ْل َجنَّةَ َو َمنْ َماتَ ي‬
َ ‫ش ِر ُك بِ ِه‬ ْ ُ‫َماتَ الَ ي‬
َ ِ‫ش ِر ُك بِاهلل‬

“Seorang Arab Badui datang menemui Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam  , lalu bertanya:
“Wahai Rasulullah, apakah dua perkara yang pasti itu?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang
meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, niscaya dia akan
masuk Jannah. Dan barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan Allah
dengan sesuatu, niscaya dia akan masuk Neraka”. (HR. Muslim No. 93)

Firman Allah:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) syirik dan Dia mengampuni dosa selain itu
bagi siapa yang Dia kehendaki”. (An-Nisa: 48,116)
Firman Allah:
“Dan seandainya mereka berbuat syirik, pastilah gugur amal perbuatan yang telah mereka
kerjakan.” (Al-An’am: 88).

Firman Allah:
“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, (sedangkan) mereka
mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia amalan-amalan mereka, dan
mereka kekal di dalam Neraka.” (At-Taubah: 17).

Maka merupakan musibah jika seseorang jahil (bodoh) terhadap perkara tauhid dan perkara syirik,
dan lebih musibah lagi jika seseorang telah mengetahui perkara syirik namun dia tetap
melakukannya. Dengan ini hendaklah kita terpacu untuk menam-bah/menuntut ilmu sehingga bisa
melaksanakan tauhid dan menjauh dari syirik dan pelakunya.

. َ‫ص ْحبِ ِه أَ ْج َم ِعيْن‬ َ ‫ َو‬،ً‫سأ َ ُل أَنْ يَ ْر ُزقَنَا ِع ْل ًما نَافِ ًعا َو ِر ْزقًا طَيِّبًا َو َع َمالً ُمتَقَبَّال‬
ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَى نَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬ ْ َ‫َو هللاَ ن‬

Khutbah kedua:

ْ‫ض َّل لَهُ َو َمن‬ِ ‫ َمنْ يَ ْه ِد هللاُ فَالَ ُم‬،‫ت أَ ْع َمالِنَا‬ َ ْ‫سنَا َو ِمن‬
ِ ‫سيِّئَا‬ ِ ُ‫ش ُر ْو ِر أَ ْنف‬
ُ ْ‫ستَ ْغفِ ُرهُ َونَ ُع ْو ُذ بِاهللِ ِمن‬ ْ َ‫إِنَّ ا ْل َح ْم َد هللِ نَ ْح َم ُدهُ َون‬
ْ َ‫ستَ ِع ْينُهُ َون‬
‫ أَ َّما‬.‫سلِ ًما‬ْ َ‫سلَّ َم ت‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ش َه ُد أَنَّ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬
َ ُ‫س ْولُه‬ ْ َ‫ َوأ‬،ُ‫ش ِر ْي َك لَه‬
َ َ‫ش َه ُد أَنْ الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َو ْح َدهُ ال‬ ْ َ‫ي لَهُ َوأ‬ َ ‫ضلِ ْل فَالَ هَا ِد‬ ْ ‫ُّي‬
:‫بَ ْع ُد‬

Hadirin jama’ah Jum’at Arsyadakumullah,

Tatkala kita membicarakan masalah syirik, janganlah kita menganggap bahwa syirik itu hanya ada di
kalangan orang-orang Yahudi, Nashrani, Hindu, Budha, Konghuchu dan lain-lain. Sedangkan kaum
Muslimin sendiri dianggap sudah terbebas dari dosa ini. Padahal tidaklah demikian. Banyak juga
kalangan kaum Muslimin yang tertimpa dosa sekaligus penyakit ini, baik sadar maupun tidak.
Karena makna atau pengertian syirik adalah: mempersekutukan peribadatan kepada Allah; yakni
memberikan bentuk-bentuk ibadah yang semestinya hanya dipersembahkan kepada Allah, namun
dia berikan kepada selain-Nya. Baik itu kepada para malaikat, nabi, orang shalih, kuburan, patung,
matahari, bulan, sapi dan lain sebagainya. Sedangkan bentuk-bentuk ibadah (yang dipersembah-
kan) kepada selain Allah itu bisa berupa: Do’a, berkurban, nadzar, puncak kecintaan, puncak rasa
takut dan lain-lain.

Saudara-saudaraku fillah, pada khutbah kedua di sini, sengaja kami ringkaskan sebagian
keutamaan tauhid sebagaimana yang telah dibahas pada khutbah yang pertama:

1. Diharamkannya Neraka itu bagi kaum Muwahhidin (Ahli Tauhid). Kalaupun mereka
masuk Neraka, mereka tidak akan kekal di dalamnya.
2. Dijanjikannya mereka untuk masuk Jannah.
3. Diberikan kepada mereka ampunan dari segala dosa.

Sedangkan di antara bahaya-bahaya syirik adalah:


1. Diancamnya orang yang melakukan syirik akbar untuk masuk Neraka dan kekal di
dalamnya.
2. Tidak akan diampuni dosanya itu selama ia belum bertaubat.
3. Gugurlah amal perbuatannya.
4. Syirik adalah perbuatan dzalim yang terbesar.

Inilah yang dapat kami berikan. Fa’tabiru ya ulil albab.

6
Urgensi Tauhid Dalam Mengangkat Derajat Dan Martabat Kaum Muslimin

Oleh: Andri Sugeng Prayoga

 Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...

          Segala puji bagi Allah, Rabb dan sesembahan sekalian alam, yang telah mencurahkan
kenikmatan dan karuniaNya yang tak terhingga dan tak pernah putus sepanjang zaman kepada
makhluk-Nya. Baik yang berupa kesehatan, kesempatan sehingga pada kali ini kita dapat
menunaikan kewajiban shalat Jum’at.

          Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada pemimpin dan uswah kita Nabi Muhammad,
yang melalui perjuangannyalah, cahaya Islam ini sampai kepada kita, sehingga kita terbebas dari
kejahiliyahan, dan kehinaan. Dan semoga shalawat serta salam juga tercurahkan kepada
keluarganya, para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

          Pada kesempatan kali ini tak lupa saya wasiatkan kepada diri saya pribadi dan kepada jama’ah
semuanya, agar kita selalu meningkatkan kwalitas iman dan taqwa kita, karena iman dan taqwa
adalah sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan di akhirat kelak.

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...

          Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena
tauhid menjadi landasan bagi setiap amal, menurut tuntunan Islam, tauhidlah yang akan
menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat
nanti. Dan amal yang tidak dilandasi dengan tauhid akan sia-sia, tidak dikabulkan oleh Allah dan
lebih dari itu, amal yang dilandasi dengan syirik akan menyengsarakannya di dunia dan di akhirat.
Sebagaimana Allah berfirman:

          “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelum kamu,
‘jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu
termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah
dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”. (Az-Zumar: 65-66)

Hamba Allah yang beriman ...

          Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini  adalah
Allah, bukan sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan)Nya
dan wahdaniyah (keesaan)Nya dan bukan pula sekedar mengenal Asma’ dan sifatNya.

          Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui keesaaan dan
kemahakuasaan Allah dengan permin-taannya kepada Allah melalui Asma dan sifat-Nya. Kaum
Jahiliyah Kuno yang dihadapi Rasulullah juga meyakini bahwa pencipta. Pengatur, Pemelihara dan
Penguasa alam semesta ini adalah Allah. Sebagaimana Allah berfirman:

          “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit
dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah.” (Luqman: 25).

          Namun kepercayaan mereka dan keyakinan mereka itu belumlah menjadikan mereka sebagai
makhluk yang berpredikat Muslim, yang beriman kepada Allah. Dari sini lalu timbullah pertanyaan:
“Apakah hakikat tauhid itu?”

Hamba Allah, yang beriman ...

          Hakikat Tauhid, ialah pemurnian ibadah kepada Allah, yaitu: menghambakan diri hanya
kepada Allah secara murni dan konsekuen, dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi
segala laranganNya dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepadaNya. Untuk inilah
sebenarnya manusia diciptakan Allah. Dan sesungguhnya misi para Rasul adalah untuk menegakkan
tauhid. Mulai Rasul yang pertama, Nuh, hingga Rasul terakhir, yakni nabi Muhammad n.
Sebagaimana firman Allah:

          “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.”
(Adz-Dzariyat: 56).

          “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),
“Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36)

          Sesungguhnya tauhid tercermin dalam kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah. Maknanya, tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan
tidak ada ibadah yang benar kecuali ibadah yang sesuai dengan tuntunan rasul yaitu As-Sunnah.
Orang yang mengikrarkannya akan masuk Surga selama tidak dirusak syirik atau kufur akbar.

          Sebagaimana firman Allah:


          “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang, mendapat petunjuk.” (Al-An’am: 82)

          Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan, “Ketika ayat ini turun, para sahabat merasa sedih dan
berat. Mereka berkata siapa di antara kita yang tidak berlaku dzalim kepada diri sendiri lalu Rasul
menjawab:
)‫ (متفق عليه‬.}‫ش ِركْ بِاهللِ إِنَّ الش ِّْركَ لَظُ ْل ٌم ع َِظي ٌم‬ ْ َ‫ أَلَ ْم ت‬،ُ‫ إِنَّ َما ُه َو الش ِّْرك‬، َ‫س َذلِك‬
ْ ُ‫ {يَا بُنَ َّي الَ ت‬:‫س َم ُع ْوا قَ ْو َل لُ ْق َمانَ ِال ْبنِ ِه‬ َ ‫لَ ْي‬.

          “Yang dimaksud bukan (kedzaliman) itu, tetapi syirik. Tidak-kah kalian mendengar nasihat
Luqman kepada puteranya, ‘Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah.
Sesungguhnya mempersekutukan Allah benar-benar suatu kedzaliman yang besar.” (Luqman: 13)
(Muttafaqun alaih).

          Ayat ini memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman yang mengesakan Allah.
Orang-orang yang tidak mencampur-adukkan antara keimanan dengan syirik serta menjauhi segala
perbuatan syirik. Sungguh mereka akan mendapatkan keamanan yang sempurna dari siksa Allah di
akhirat. Mereka itulah yang mendapatkan petunjuk di dunia.

Jama’ah Jum’ah rahimakumullah ...

          Jika dia adalah seorang ahli tauhid yang murni dan bersih dari noda-noda syirik serta ikhlas
mengucapkan “laa ilaaha illallah” maka tauhid kepada Allah menjadi penyebab utama bagi
kebahagiaan dirinya, serta menjadi penyebab bagi penghapusan dosa-dosa dan kejahatannya.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam sabda Rasulullah yang diriwayatkan ‘Ubadah bin Ash-Shamit:
‫س ْولُهُ َو َكلِ َمتُهُ أَ ْلقَاهَا إِلَى َم ْريَ َم‬ َ ‫ َوأَنَّ ِع ْي‬،ُ‫س ْولُه‬
ُ ‫سى َع ْب ُدهُ َو َر‬ ُ ‫ش ِر ْي َك لَهُ َوأَنَّ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬
َ َ‫ش ِه َد أَنْ الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َو ْح َدهُ ال‬
َ ْ‫َمن‬
ْ َ َّ ْ
)‫ (رواه البخاري ومسلم‬.‫ أدْخلهُ هللاُ ال َجنهَ َعلى َما َكانَ ِمنَ ال َع َم ِل‬،ٌّ‫ق َوالنا ُر َحق‬ َ َ َ َّ ُ َّ ْ ْ
ٌّ ‫ َوال َجنة َح‬،ُ‫ َو ُر ْو ٌح ِمنه‬.

          “Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah
semata, tiada sekutu bagiNya, dan Muham-mad adalah hamba dan utusan-Nya, dan (bersaksi)
bahwa Isa adalah hamba Allah, utusanNya dan kalimat yang disampaikanNya kepada Maryam
serta ruh dari padaNya, dan (bersaksi pula bahwa) Surga adalah benar adanya dan Nerakapun
benar adanya maka Allah pasti akan memasukkan ke dalam Surga, apapun amal yang
diperbuatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

          Maksudnya, segenap persaksian yang dilakukan oleh seorang Muslim sebagaimana yang
terkandung dalam hadist tadi berhak memasukkan dirinya ke Surga. Sekalipun dalam sebagian amal
perbuatannya terdapat dosa dan maksiat. Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam hadist qudsi,
Allah berfirman:
‫ رواه الترمذي‬،‫ (حسن‬.ً‫ش ْيئًا ألَتَ ْيتُكَ بِقُ َرابِ َها َم ْغفِ َرة‬ ِ ‫ب ْاألَ ْر‬
ْ ُ‫ ثُ َّم لَقِ ْيتَنِ ْي الَ ت‬،‫ض َخطَايَا‬
َ ‫ش ِر ُك بِ ْي‬ ِ ‫يَا ابْنَ آ َد َم إِنَّ َك لَ ْو أَتَ ْيتني بِقُ َرا‬
)‫والضياء‬.
          “Hai anak Adam, seandainya kamu datang kepadaKu dengan membawa dosa sepenuh
bumi, sedangkan engkau ketika menemuiKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu sedikitpun,
niscaya aku berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. At-Tirmidzi dan Adh-Dhiya’,
hadist hasan).

          Hadist tersebut menegaskan tentang keutamaan tauhid. Tauhid merupakan faktor terpenting
bagi kebahagiaan seorang hamba. Tauhid merupakan sarana paling agung untuk melebur dosa-
dosa dan maksiat.

Hamba Allah yang beriman ...

          Jika tauhid yang murni terealisasi dalam hidup seseorang, baik secara pribadi maupun
jama’ah, niscaya akan menghasilkan buah yang sangat manis. Di antara buah manis yang didapat
adalah:

1. Tauhid memerdekakan manusia dari segala per-budakan dan penghambaan kecuali


kepada Alah. Memerdeka-kan fikiran dari berbagai khurofat dan angan-angan yang keliru.
Memerdekakan hati dari tunduk, menyerah dan menghinakan diri kepada selain Allah 
Memerdekakan hidup dari kekuasaan Fir’aun, pendeta dan thaghut yang menuhankan diri
atas hamba-hamba Allah.
 
2. Tauhid membentuk kepribadian yang kokoh. Arah hidup-nya jelas, tidak menggantungkan
diri kepada Allah. Kepada-Nya ia berdo’a dalam keadaan lapang atau sempit.
Berbeda dengan seorang musyrik yang hatinya terbagi-bagi untuk tuhan-tuhan dan
sesembahan yang banyak. Suatu saat ia menyembah orang yang hidup, pada saat lain ia
menyembah orang yang mati. Orang Mukmin menyembah satu Tuhan. Ia mengetahui apa
yang membuatNya ridla dan murka. Ia akan melakukan apa yang membuatNya ridha,
sehingga hati menjadi tentram. Adapun orang musyrik, ia menyembah tuhan-tuhan yang
banyak. Tuhan ini menginginkan ke kanan, sedang tuhan yang lainnya menginginkan ke kiri.
 
3. Tauhid mengisi hati para ahlinya dengan keamanan dan ketenangan. Tidak merasa
takut kecuali kepada Allah. Tauhid menutup rapat celah-celah kekhawatiran terhadap rizki,
jiwa dan keluarga. Ketakutan terhadap manusia, jin, kematian dan lainnya menjadi sirna.
Seorang Mukmin hanya takut kepada Allah. Karena itu ia merasa aman ketika kebanyakan
orang merasa ketakutan, ia merasa tenang ketika mereka kalut.
 
4. Tauhid memberikan nilai Rohani kepada pemilik-nya. Karena jiwanya hanya penuh harap
kepada Allah, percaya dan tawakal kepadaNya, ridha atas qadar (ketentuan) Nya, sabar atas
musibah serta sama sekali tak mengharap sesuatu kepada makhluk. Ia hanya menghadap
dan meminta kepadaNya. Bila datang musibah ia segera mengharap kepada Allah agar
segera dibebaskan darinya. Ia tidak meminta kepada orang-orang mati. Syi’ar dan
semboyannya adalah sabda Rasul:
ْ ‫ َوإِ َذا ا‬،َ‫سأ َ ِل هللا‬
ْ ‫ستَ َع ْنتَ فَا‬
)‫ (رواه الترمذي وقال حسن صحيح‬.ِ‫ست َِعنْ ِباهلل‬ ْ ‫سأ َ ْلتَ فَا‬
َ ‫إِ َذا‬.
Bila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Dan bila kamu memohon pertolongan maka
mohonlah kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)

5. Tauhid merupakan dasar persaudaraan dan keadilan. Karena tauhid tidak membolehkan
pengikutnya mengambil tuhan-tuhan selain Allah di antara sesama mereka. Sifat ketuhanan
hanya milik Allah satu-satunya dan semua manusia wajib beribadah kepadaNya. Segenap
manusia adalah hamba Allah dan yang paling mulia di antara mereka adalah Muhammad n
kemudian orang yang paling bertaqwa.

          Itulah buah manis dari Tauhid yang akan membebaskan pelakunya dari kehinaan dan
kesengsaraan dan Tauhidlah yang akan mengembalikan kehormatan Islam dan Muslimin,
mengembalikan harga diri dan kemuliaan Islam dan Muslimin, dan menaikkan derajat dan martabat
Islam dan Muslimin di atas segala kehinaan yang selama ini dialami oleh kaum Muslimin.
ْ َ‫ أَقُ ْو ُل قَ ْولِ ْي َه َذا َوأ‬.‫الذ ْك ِر ا ْل َح ِك ْي ِم‬
‫ستَ ْغفِ ُر هللاَ ا ْل َع ِظ ْي َم‬ ِّ ‫ت َو‬ ِ ‫ َونَفَ َعنِ ْي َوإِيَّا ُك ْم بِ َما فِ ْي ِه ِمنَ ْاآليَا‬،‫بَا َر َك هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِي ا ْلقُ ْرآ ِن ا ْل َع ِظ ْي ِم‬
ْ ‫ فَا‬.‫ب‬
‫ إِنَّهُ ُه َو ا ْل َغفُ ْو ُر ال َّر ِح ْي ُم‬،ُ‫ستَ ْغفِ ُر ْوه‬ ٍ ‫سلِ ِميْنَ ِمنْ ُك ِّل َذ ْن‬ ْ ‫سائِ ِر ا ْل ُم‬
َ ِ‫لِ ْي َولَ ُك ْم َول‬.

Khutbah kedua:

ِ ‫ َمنْ يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم‬،‫ت أَ ْع َمالِنَا‬


ْ‫ض َّل لَهُ َو َمن‬ ِ ‫سيَّئَا‬َ ْ‫سنَا َو ِمن‬ ِ ُ‫ش ُر ْو ِر أَ ْنف‬
ُ ْ‫ستَ ْغفِ ُرهُ َونَ ُعو ُذ بِاهللِ ِمن‬
ْ َ‫ستَ ِع ْينُهُ َون‬ْ َ‫إِنَّ ا ْل َح ْم َد هَّلِل ِ نَ ْح َم ُدهُ َون‬
‫ أَ َّما بَ ْعدُ؛‬.ُ‫س ْولُه‬
ُ ‫ش َه ُد أَنَّ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬
ْ َ‫ش ِر ْي َك لَهُ َوأ‬
َ َ‫ش َه ُد أَنْ الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َو ْح َدهُ ال‬ْ َ‫ َوأ‬.ُ‫ي لَه‬ َ ‫ضلِ ْل فَالَ هَا ِد‬ ْ ُ‫ي‬

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...

          Kembali pada khutbah yang kedua ini, saya mengajak diri saya dan jama’ah untuk senantiasa
meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah dengan sesungguhnya. Shalawat dan salam semoga
tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad, kepada para sahabatnya, keluarganya dan
pengikutnya hingga akhir zaman.

          Kemudian dari khutbah yang pertama tadi dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena
tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukannya.
2. Hakekat Tauhid, ialah pemurnian ibadah kepada Allah, yaitu: meghambakan diri hanya
kepada Allah secara murni dan konsekwen, dengan mentaati segala perintahNya dan
menjauhi segala laranganNya dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut
kepadaNya.
3. Tauhid menyebabkan pemiliknya dihapuskan dari segala dosa.
4. Tauhid yang terealisasi dalam hidup seseorang, akan menghasilkan buah yang sangat manis,
yaitu:

 Tauhid memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan penghambaan.


 Tauhid membentuk kepribadian yang kokoh.
 Tauhid mengisi hati para ahlinya dengan keamanan dan ketenangan.
 Tauhid memberikan nilai ruhiyah kepada pemiliknya.
 Tauhid merupakan dasar persaudaraan dan persamaan.

          Karena itu, marilah pada kesempatan kali ini kita berdo’a kepada Allah, memohon ampunan
atas segala dosa syirik yang pernah kita lakukan dan kita memohon agar kita dijauhkan dari segala
perbuatan syirik dan pelaku-pelakunya. Kemudian pula kita memohon kepada Allah agar kita
dihindarkan dari kehinaan dan diangkat derajat kita di dunia dan di Akhirat.

7
Syahadat Muhammad Rasulullah, Makna Dan Konsekwensinya

Jama’ah Jum’at rahimakumullah

     Setiap muslim pasti bersaksi, mengakui bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasulullah, tapi
tidak semua muslim memahami hakikat yang benar dari makna syahadat Muhammad Rasulullah,
dan juga tidak semua muslim memahami tuntutan dan konsekuensi dari syahadat tersebut. Fenomena
inilah yang mendorong khatib untuk menjelaskan makna yang benar dari syahadat Muhammad
Rasulullah dan konsekuensinya.

            Makna dari syahadat Muhammad Rasulullah adalah pengakuan lahir batin dari seorang
muslim bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah, Abdullah wa Rasuluhu yang diutus
untuk semua manusia sebagai penutup rasul-rasul sebelumnya.

Kaum muslimin rahimakumullah

            Dari makna di atas bisa dipetik bahwa yang terpenting dari syahadat Muhammad Rasulullah
adalah dua hal yaitu: Bahwa Muhammad itu adalah abdullah (hamba Allah) dan Muhammad itu
rasulullah. Dua hal ini merupakan rukun syahadat Muhammad Rasulullah.

            “Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku.” (A1 Kahfi; 110).

            Syaikh Muhammad bin Shalih A1 Utsaimin menjelaskan: Dalam ayat di atas Allah
memerintahkan NabiNya untuk mengumumkan kepada manusia bahwa saya hanyalah seorang
hamba sama dengan kalian, bukan Rabb (Tuhan).

ُ ‫إِنَّ َما أَنَا َع ْب ٌد فَقُ ْولُ ْوا َع ْب ُد هللاِ َو َر‬


.ُ‫س ْولُه‬
            “Saya hanya seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya”. (HR. Al-
Bukhari dan Muslim).

            Syaikh Al-Utsaimin berkata: Saya hanyalah hamba yakni saya tidak punya hak dalam
rububiyah dan juga dalam hal-hal yang menjadi keistimewaan Allah.

Kaum muslimin rahimakumullah

            Keyakinan bahwa Muhammad adalah hamba Allah menuntut kepada kita untuk
mendudukkan beliau di tempat yang semestinya, tidak melebih-lebihkan beliau dari derajat yang
seharusnya sebab beliau hanyalah seorang hamba yang tidak mungkin naik derajatnya menjadi Rabb.

            Dari sini termasuk kesesatan jika ada yang ber-isti’anah1, ber-istighatsah2, memohon
kepada Nabi untuk mendatangkan manfaat dan menolak mudharat sebab hal itu adalah hak mutlak
Allah sebagai Rabb.

"Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu


dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan". (Al-Jin; 21).

            Kemudian syahadat “Muhammad Rasulullah” menuntut kita untuk mengimani risalah yang
beliau sampaikan, beribadah dengan syariat yang beliau bawa, tidak mendustakan, tidak menolak apa
yang beliau ucapkan maupun yang beliau lakukan.

Jama'ah Jum'at rahimakumullah

            Seorang Muslim yang beriman bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul Allah, dituntut
untuk mewujudkan beberapa hal sebagai bukti kebenaran keimanannya.

            Hal hal yang wajib diwujudkan sebagai konsekuensi syahadat Muhammad Rasulullah
adalah:

1. Membenarkan semua berita yang shahih dari Rasul Allah I.

            Muhammad adalah Rasulullah yang diistimewakan dari manusia lainnya dengan wahyu,
maka jika Beliau memberitakan berita masa lalu maupun berita masa depan maka berita itu
sumbernya adalah wahyu yang kebenarannya tidak boleh ragukan lagi.

            Di antara berita-berita dari Rasulullah yang wajib kita terima adalah: Berita tentang tanda-
tanda hari kiamat, seperti munculnya dajjal, turunnya Nabi Isa, terbitnya matahari dari barat, berita
tentang pertanyaan di alam kubur; Adzab dan nikmat kubur, begitu juga berita tentang datangnya
malaikat maut dalam bentuk manusia kepada Nabi Musa untuk mencabut nyawanya lalu Nabi Musa
menamparnya hingga rusak salah satu matanya.

            Semua berita di atas dan juga berita-berita lain yang berasal dari hadits-hadits shahih, wajib
kita percayai, jangan sekali-kali kita dustakan dengan alasan berita itu bertentangan dengan akal
sehat atau bertentangan dengan zaman.
2. Mentaati Rasulullah

Kaum muslimin rahimakumullah

            Seorang muslim wajib taat kepada Rasulullah sebagai perwujudan sikap pengakuan terhadap
kerasulan Beliau.

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah”. (Al-Nisaa’; 80)

            Syaikh Abdur Rahman Nasir As Sa'dy berkata: setiap orang yang mentaati Rasulullah
Shallallaahu alaihi wasallam   dalam perintah-perintah dan larangan-larangannya dia telah mentaati
Allah, sebab Rasulullah tidak memerintahkan dan melarang kecuali dengan perintah, syariat dan
wahyu yang Allah turunkan.

            Taat kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam   mempunyai dua sisi:

            1. Taat dalam perintah dengan menjalankan semua perintahnya, di antara perintah Beliau
yang wajib kita taati adalah: Perintah mencelupkan lalat yang jatuh dalam minuman atau makanan,
mencuci tangan tiga kali sehabis bangun dari tidur, mengucapkan Basmallah ketika makan, makan
dan minum dengan tangan kanan, shalat berjamaah dan lain-lain.

            Sebagian orang menolak perintah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam   dengan berbagai
alasan, misalnya dia menolak perintah menenggelamkan lalat dengan alasan hal itu menyalahi ilmu
kesehatan, dan perintah itu bersumber dari Rasul sebagai manusia biasa. Sikap ini adalah godaan
syaitan yang bermuara kepada penolakan terhadap sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam  .

Kaum muslimin rahimakumullah

            2. Sisi kedua dari mentaati Rasul adalah menjauhi larangan Rasulullah, sebab yang dilarang
Rasulullah juga otomatis dilarang oleh Allah, di antara larangan tersebut: Larangan memakan
binatang buas yang bertaring, larangan makan atau minum dengan bejana emas atau perak, larangan
menikahi seorang wanita bersama saudara atau bibinya, larangan memanjangkan kain (sarung atau
celana) di bawah mata kaki, larangan melamar di atas lamaran orang lain, larangan menjual atau
membeli di atas penjualan atau pembelian orang lain, dan larangan-larangan yang lain, semua wajib
dijauhi.

            Termasuk beberapa hal yang sudah diletakkan oleh Rasulullah sebagai rukun, syarat dan
batasan.

            “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka
jauhilah”. (Al-Hasyr: 7).

            Jamaah Jum'at rahimakumullah. Konsekuensi yang ketiga: Berhukum kepada sunnah Rasul
Allah.
            Syahadat Muhammad Rasulullah yang benar akan membawa seorang Muslim kepada
kesiapan dan keikhlasan untuk menjadikan sunnah Rasulullah sebagai rujukan, dia pasti menolak
jika diajak untuk merujuk kepada akal, pendapat si A/si B, hawa nafsu, maupun warisan nenek
moyang dalam menetapkan suatu hukum, lebih-lebih jika terjadi ikhtilaf (perbedaan), seorang
Muslim yang konsekwen dengan syahadatnya dengan lapang dada akan menjadikan sunnah
Rasulullah sebagai imamnya.

“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An Nisaa'; 65).

            Syaikh As-Sa'dy berkata: Allah bersumpah dengan diriNya yang mulia bahwa mereka tidak
beriman sehingga mereka menjadikan RasulNya sebagai hakim dalam masalah-masalah yang
mereka perselisihkan. Lanjut beliau; Dan berhukum ini belum dianggap cukup sehingga mereka
menerima hukumnya dengan lapang dada, ketenangan jiwa dan kepatuhan lahir batin.

            Jamaah Jum'at rahimakumullah

                Haruslah diketahui bahwa sikap penolakan terhadap hukum Rasulullah dalam masalah-
masalah ikhtilaf adalah termasuk sifat kaum munafikin.

“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah
turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangimu
dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu”. (An Nisaa'; 61)

            Ibnu Abbas berkata: Hampir saja Allah menghujani kalian dengan batu dari langit. Saya
berkata: “Rasulullah telah bersabda begini, sedangkan kalian berkata (tapi) Abu Bakar dan Umar
berkata begitu”.

            As-Syaikh Al-Utsaimin berkata: “Jika seseorang mengguna-kan ucapan Abu Bakar dan
Umar untuk menentang sabda Rasul bisa menyebabkan turunnya siksa; hujan batu, maka apa
dugaanmu dengan orang yang menentang sabda Rasul dengan ucapan orang yang jauh di bawah
derajat keduanya, tentu saja dia lebih berhak mendapat siksa.

8
Dosa Seputar Mayyit Dan Kuburan

Oleh: Tedy Haryono


        Segala puji bagi Allah Subhannahu wa Ta'ala yang telah melimpahkan karunia dan rahmatNya
sehingga kita dapat menjalankan salah satu kewajiban yang diwajibkan kepada kaum Muslimin yaitu
Shalat Jum’at berjama’ah.

        Shalawat serta salam, semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa
Salam , sahabat, keluarga dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Jama’ah Jum’at rahimakumullah

        Khatib berdiri di mimbar ini, ingin berwasiat kepada diri khatib sendiri secara khusus dan
kepada jama’ah secara umum, yaitu bersama-sama meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah
Subhannahu wa Ta'ala . Bertaqwa kepada Allah di mana saja kita berada sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :

.)‫ (رواه أحمد‬.‫سنَةَ تَ ْم ُح َها‬ َّ ‫ث َما ُك ْنتَ َوأَ ْتبِ ِع ال‬


َ ‫سيِّئَةَ ا ْل َح‬ ُ ‫َّق هللاَ َح ْي‬
ِ ‫اِت‬

        “Bertaqwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, iringilah perbuatan jelek, dengan
perbuatan baik niscaya akan menghapuskannya.” (HR. Ahmad 5/153).

        Hadits di atas menerangkan bahwa dosa-dosa kecil dapat dihapus dengan mengerjakan amalan
yang baik dan benar. Dosa yang sudah berjangkit di kalangan masyarakat ini sangatlah banyak dan
juga mereka menganggapnya itu hal biasa dan lumrah.

        Hal yang demikian tidak bisa ditinggalkan karena gunung yang begitu besar terdiri dari kerikil-
kerikil kecil, jika dosa kecil ditumpuk maka akan menjadi besar seperti gunung.

Jama’ah Jum’at rahimakumullah

        Banyak sekali amalan yang dapat menjerumuskan ke dalam dosa dengan tidak terasa, tidak
sengaja atau kita pernah menyaksikan atau melakukannya.

Di antaranya adalah:

1. Meratapi Jenazah

        Kematian pasti akan terjadi pada setiap makhluk yang bernyawa, namun yang ditinggal mati
apakah bisa bersabar ataukah tidak? Salah satu kemungkinan besar yang dilakukan oleh manusia,
jika ditinggal mati oleh orang yang dicintainya adalah meratapi jenazah. Misalnya dengan menangis
sejadi-jadinya, berteriak-teriak sekeras-kerasnya, memukuli muka sendiri, mengoyak-ngoyak baju,
menggunduli rambut, menjambak-jambak atau memotongnya. Semua perbuatan tersebut
menunjukkan ketidakrelaan terhadap taqdir, disamping menunjukkan tidak sabar terhadap musibah.

        Nabi Muhamamad Shallallaahu alaihi wa Salam mengecam orang yang melakukan ratapan
berlebihan kepada mayit.

Dan Dari Abdullah bin Mas ‘ud Radhiallaahu anhu  meriwayatkan:


.)3/163 ‫ انظر فتح الباري‬،‫ (رواه البخاري‬.‫ق ا ْل ُجيُ ْو َب َو َدعَا بِ َد ْع َوى ا ْل َجا ِهلِيَّ ِة‬ َ ‫س ِمنَّا َمنْ لَطَ َم ا ْل ُخد ُْو َد َو‬
َّ ‫ش‬ َ ‫لَ ْي‬

“Tidak termasuk golongan kami yang menampar pipi, merobek-robek baju dan yang
meratap dengan ratapan jahiliyah.” (HR. Al-Bukhari, Fathul Bary 3/163).

        Sedih dan berduka cita atas kepergian orang yang dicintai adalah wajar namun tidak boleh
berlebihan sebagaimana hal yang di atas tadi. Bersabar dan menerima terhadap musibah adalah lebih
baik dan lebih mulia karena semuanya terjadi atas kehendak Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dan ini
semua telah digariskan olehNya sehingga manusia tinggal menjalani apa yang sudah menjadi
ketentuannya.

2.Menginjak Dan Duduk Di atas Kuburan

        Ketika mengiring jenazah atau berziarah kubur, sebagian orang ada yang tidak memperhatikan
jalan yang mesti dilaluinya, sehingga disana sini menginjak-injak kuburan dengan tanpa rasa hormat
sedikitpun kepada yang sudah meninggal.

        Dan yang menunggu pemakaman jenazah dengan seenaknya duduk di atas kuburan,
pemandangan seperti ini sering terlihat di masyarakat, padahal Rasullah Shallallaahu alaihi wa Salam
mengancam akan hal yang semacam itu.

        Abu Hurairah Radhiallaahu anha berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

َ ِ‫ص إِلَى ِج ْل ِد ِه َخ ْي ٌر لَهُ ِمنْ أَنْ يَ ْجل‬


.)2/667 ،‫ (رواه مسلم‬.‫س َعلَى قَ ْب ٍر‬ ُ ‫س أَ َح ُد ُك ْم َعلَى َج ْم َر ٍة فَت َْح ِر‬
َ َّ‫ق ثِياَبَهُ فَت ََخل‬ َ ِ‫ألَنْ يَ ْجل‬

          “Sungguh seseorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga terbakar bajunya hingga
tembus ke kulitnya, hal itu lebih baik baginya daripada duduk di atas kuburan.” (HR. Muslim
2/667).

 3.Mencari Berkah di Kuburan

        Kepercayaan bahwa para wali yang telah meninggal dunia dapat memenuhi hajat, serta
membebaskan manusia dari berbagai kesulitan adalah syirik. Karena kepercayan ini, mereka lalu
meminta pertolongan dan bantuan kepada para wali yang telah meninggal dunia. Padahal mereka
meminta tolong kepada Allah dalam setiap shalatnya namun dalam prakteknya mereka meminta
realisasinya kepada selain Allah.

        Firman Allah dalam Al-Qur’an:

        “Hanya kepadaMu-lah kami menyembah dan hanya kepadaMu-lah kami meminta
pertolongan.” (Al-Fatihah: 5).

        Termasuk dalam katagori menyembah kuburan adalah memohon kepada orang-orang yang
telah meninggal, baik para nabi, orang-oarng shalih atau lainnya untuk mendapatkan syafa’at atau
melepaskan diri dari berbagai kesukaran hidup.
        Sebagian mereka, bahkan membiasakan dan mentradisikan menyebut nama syaikh atau wali
tertentu, baik dalam keadaan berdiri maupun duduk atau ketika ditimpa musibah atau kesukaran
hidup.

        Di antaranya ada yang menyeru: Wahai Muhammad “. Ada lagi yang menyebut “Wahai Ali”
Yang lainnya menebut: Wahai Syaikh” atau Wahai Syaikh Abdul Qadir Jaelani”, Kemudian ada
yang menyebut: “Wahai Syadzali”. Dan masih banyak lagi sebutan lainnya.

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam Surat                                                                          


:Al-A’raaf

          “Sesungguhnya orang-orang yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah)
yang serupa dengan kamu”. (Al-A’raaf: 194).

        Sebagian penyembah kuburan ada yang berthawaf (menge-lilingi) kuburan tersebut, mencium
setiap sudutnya ada juga yang mencium pintu gerbang kuburan dan melumuri wajahnya dengan
tanah dan debu dari kuburan sebagian ada yang bersujud ketika memandangnya, berdiri didepannya
dengan penuh khusyu, merendahkan diri dan menghinakan diri seraya mengajukan permintaan dan
memohon hajat.

Jamaah Jum’at Rahimakumullah

        Mencari berkah di kuburan tidaklah asing bagi sebagian orang lebih-lebih di masa sekarang ini
dimana kebutuhan yang penting harus dipenuhi namun jalan untuk mengaisnya sangatlah sulit
kemudian mereka memakai jalan pintas yaitu dengan bersemedi dan tafakur di kuburan dengan
harapan akan dibukakan jalan baginya. Kemudian ada yang meminta sembuh dari sakit,
mendapatkan keturunan, digam-pangkan urusannya dan tak jarang di antara mereka yang menyeru:
Ya Sayyidy aku datang kepadamu dari negeri yang jauh maka janganlah engkau kecewakan aku “
Dan ada juga yang mengatakan “Ya Sayyidy aku ini adalah hamba yang hina dina dan engkau
hamba yang mulia maka sampaikanlah hajat hamba kepada Tuhanmu”

        Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:

          “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyem-bah sembahan-sembahan
selain Allah yang tidak dapat mengabulkan (do’a)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari
(memperhati-kan do’a mereka.” (Al- Ahqaf: 5).

        Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam besabda:

.)‫ (رواه البخاري‬.‫َمنْ َماتَ َو ُه َو يَ ْدع ُْو ِمنْ د ُْو ِن هللاِ نِ ًّدا د ََخ َل النَّا َر‬

          “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan menyembah sesembahan selain Allah niscaya
akan masuk kedalam Neraka” (HR. Al-Bukhari, 8/176).

        Sebagian mereka, mencukur rambutnya di pekuburan dan ada yang membawa buku yang
berjudul: Manasikul Hajjil Masyahid” (Tata cara Beribadah Haji di Kuburan Keramat), sebelum
mereka menunaikan ibadah haji ditanah suci Mekkah, mereka terlebih dahulu menunaikan haji di
Tanah Pekuburan Keramat.

jamaah Jum’at yang berbahagia

        Berdasarkan uraian di atas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa fitnah kuburan dan mayit
telah menjadi tradisi dan adat bagi masyarakat kita sekarang ini.

        Dan oleh sebab itu kami mengajak saudara-saudara kaum Muslimin untuk bersama-sama
meninggalkan hal tersebut dengan penuh keikhlasan kepada Allah. Dan kita meminta kepada Allah
semoga saudara-saudara kita yang masih melakukan hal itu dapat dibukakan pintu hatinya untuk
menerima kebenaran.

Akhiru da’wana ‘anil hamdu lillahi rabbil ‘alamin.

9
Peristiwa Hari Akhir

Oleh: Abu Adam Al-Khoyyat (Hartono)

Hadirin jamaah shalat Jum’at rahimakumullah

    Hendaknya seorang Muslim senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang telah
Allah limpahkan kepada kita semua, baik nikmat keimanan, kesehatan dan keluangan waktu
sehingga kita bisa melaksanakan kewajiban kita menunaikan shalat Jum’at. Dan hendaklah kita
berhati-hati agar jangan sampai menjadi orang yang kufur kepada nikmat Allah. Allah berfirman:

    “Jikalau kalian bersyukur pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kalian
mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya siksaku sangat pedih.” (Ibrahim: 7).

    Demikian pula kami wasiatkan untuk senantiasa bertakwa kepada Allah dalam segala keadaan
dan waktu. Takwa, sebuah kata yang ringan diucapkan akan tetapi tidak mudah untuk diamalkan.

    Ketahuilah, wahai saudaraku rahimakumullah, tatkala Umar bin Khaththab Radhiallaahu anhu
bertanya kepada shahabat Ubay bin Ka’ab Radhiallaahu anhu tentang takwa, maka berkatalah
Ubay: “Pernahkah Anda berjalan di suatu tempat yang banyak durinya?” Kemudian Umar
menjawab: “Tentu” maka berkatalah Ubay: “Apakah yang Anda lakukan”, berkatalah Umar: “Saya
sangat waspada dan hati-hati agar selamat dari duri itu”. Lalu Ubay berkata “Demikianlah takwa
itu” (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1, hal. 55).
    Demikianlah takwa yang diperintahkan oleh Allah dalam kitabNya yakni agar kita senantiasa
waspada dan hati-hati dalam setiap tindakan keseharian kita, dan juga dalam ucapan-ucapan kita,
oleh karena itu janganlah kita berbuat dan berucap kecuali berdasarkan ilmu.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

    Hendaklah kita bersegera mencari bekal guna menuju pertemuan kita dengan Allah karena kita
tidak tahu kapan ajal kita itu datang. Dan Allah berfirman:

    “Dan berbekallah, maka sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah takwa, dan bertakwalah
kepadaKu hai orang-orang yang berakal.” (Al-Baraqah:197).

Ketahuilah wahai saudaraku rahimakumullah.

    Manusia setapak demi setapak menjalani tahap kehidupan-nya dari alam kandungan, alam dunia,
alam kubur dan alam akhirat. Tahap-tahap tersebut harus dijalani sampai akhirnya nanti kita akan
menemui alam akhirat tempat kita memperhitungkan amalan-amalan yang telah kita lakukan di
dunia. Maka tatkala kita mendengar ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang memberitakan
tentang ahwal (keadaan) hari Akhir, hendaklah hati kita menjadi takut, menangislah mata kita, dan
menjadi dekatlah hati kita kepada Allah.

    Akan tetapi bagi orang yang tidak memiliki rasa takut kepada Allah tatkala disebut kata Neraka,
adzab, ash-shirat dan lain sebagainya seakan terasa ringan diucapkan oleh lisan-lisan mereka tanpa
makna sama sekali. Na-uzu billahi min dzalik. Mari kita perhatikan firman Allah dalam surat Al-
Haqqah ayat 25-29.

    “Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya maka dia
berkata; “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini) dan aku tidak
mengetahui apakah hisab (perhitungan amal) terhadap diriku. Duhai seandainya kematian itu
adalah kematian total (tidak usah hidup kembali). Hartaku juga sekali-kali tidak memberi manfaat
kepadaku, kekuasaanku pun telah lenyap dari-padaku”.(Al-Haqqah 25-29)

    Dalam ayat ini Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya juz IV hal 501, menerangkan bahwa ayat
tersebut menggambarkan keadaan orang-orang yang sengsara. Yaitu manakala diberi catatan
amalnya di padang pengadilan Allah dari arah tangan kirinya, ketika itulah dia benar-benar
menyesal, dia mengatakan penuh penyesalan: ‘Andai kata saya tidak usah diberi catatan amal ini
dan tidak usah tahu apakah hisab (perhitungan) terhadap saya (tentu itu lebih baik bagi saya) dan
andaikata saya mati terus dan tidak usah hidup kembali.

    Coba perhatikan ayat selanjutnya:

    “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya, kemudian masukkanlah dia ke dalam
api Neraka yang menyala-nyala kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh
hasta” (Al-Haqqah ayat 30-32).
    Bagi kaum beriman yang mengetahui makna yang terkandung dalam ayat tersebut, menjadi
tergetarlah hatinya, akan menetes air mata mereka, terisaklah tangis mereka dan keluarlah keringat
dingin di tubuh mereka, seakan mereka saat itu sedang merasakan peristiwa yang sangat dahsyat.
Maka tumbuhlah rasa takut yang amat mendalam kepada Allah kemudian berlindung kepada Allah
agar tidak menjadi orang-orang yang celaka seperti ayat di atas.

Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.

    Sesungguhnya manusia akan dibangkitkan pada hari Kiamat dan akan dikumpulkan menjadi satu
untuk mempertanggungjawab-kan diri mereka. Allah berfirman:

    “Dan dengarkanlah pada hari penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat, yaitu pada
hari mereka mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya, itulah hari keluar (dari kubur)” (Qaf:
41-42).

    Juga Allah berfirman dalam surat Al-Muthaffifin: 4-7.

 “Tidakkah orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada hari
yang besar, (yaitu) hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam”.

    Dan manusia dibangkitkan dalam keadaan ً‫( ُحفَاةً ع َُراةً ُغ ْرال‬mereka tidak beralas kaki, telanjang dan
tidak berkhitan), sebagaimana firman Allah:

    “Sebagaimana kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah kami akan mengulangnya
(mengembalikannya)” (Al-Anbiya:104).

    Manusia akan dikembalikan secara sempurna tanpa dikurangi sedikitpun, dikembalikan
dalam keadaan demikian bercampur dan berkumpul antara laki-laki dan perempuan. Dan tatkala
Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam menceritakan hal itu kepada ‘Aisyah Radhiallaahu anha maka
berkatalah ia: “Wahai Rasulullah antara laki-laki dan perempuan sebagian mereka melihat kepada
sebagian yang lain?”, kemudian Rasulullah berkata:

ُ ‫ش ُّد ِمنْ أَنْ يَ ْنظُ َر بَ ْع‬


ٍ ‫ض ُه ْم إِلَى بَ ْع‬
.‫ض‬ َ َ‫ْاألَ ْم ُر أ‬

    “Perkara pada hari itu lebih keras dari pada sekedar sebagian mereka melihat kepada sebagian
lainnya.” (Hadits shahih riwayat Al-Bukhari nomor 6027 dan Muslih nomor 2859 dari hadits ‘Aisyah
Radhiallaahu anha ).

    Pada hari itu laki-laki tidak akan tertarik kepada wanita dan sebaliknya, sampai seseorang itu lari
dari bapak, ibu dan anak-anak mereka karena takut terhadap keputusan Allah pada hari itu.
Sebagaimana firman Allah:
    “Pada hari ketika manusia lari dari saudara-saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istrinya dan
anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang sangat
menyibukkan”. (Q.S. Abasa: 34-37).

    Demikianlah peristiwa yang amat menakutkan yang akan terjadi di akhirat nanti, mudah-
mudahan menjadikan kita semakin takut kepada Allah.

.‫ إِنَّهُ ُه َو ا ْل َغفُ ْو ُر ال َّر ِح ْي ُم‬، َ‫سلِ ِميْن‬


ْ ‫سائِ ِر ا ْل ُم‬ ْ َ‫أَقُ ْو ُل قَ ْولِ ْي َه َذا َوأ‬
َ ِ‫ستَ ْغفِ ُر هللاَ لِ ْي َولَ ُك ْم َول‬

Khutbah Kedua

ِ ‫ َمنْ يَ ْه ِد هللاُ فَالَ ُم‬.‫ت أَ ْع َمالِنَ ا‬


ْ‫ض َّل لَ هُ َو َمن‬ ِ ُ‫ش ُر ْو ِر أَ ْنف‬
َ ْ‫سنَا َو ِمن‬
ِ ‫س يِّئَا‬ ُ ْ‫ َونَ ُع ْو ُذ بِاهللِ ِمن‬،ُ‫ستَ ْغفِ ُره‬ ْ َ‫ نَ ْح َم ُدهُ َون‬،ِ ‫إِنَّ ا ْل َح ْم َد هَّلِل‬
ْ َ‫ستَ ِع ْينُهُ َون‬
َ
‫ أ َّما بَ ْعدُ؛‬،‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫س ْولُه‬ َ َ َ
ْ ‫ش َه ُد أنْ الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َوأ‬
ُ ‫ش َه ُد أنَّ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬ ْ َ‫ َوأ‬.ُ‫ي لَه‬ َ ‫ضلِ ْل فَالَ هَا ِد‬ ْ ُ‫ي‬

   Dari mimbar Jum’at ini kami sampaikan pula bahwasannya pada hari Akhir nanti matahari akan
didekatkan di atas kepala-kepala sehingga bercucuran keringat mereka sehingga sebagian mereka
akan tenggelam oleh keringat-keringat mereka sendiri, akan tetapi hal itu tergantung dari apa yang
telah mereka perbuat di dunia.

   Imam Muslim meriwayatkan dalam hadits yang shahih nomor 2864 dari hadits Al-Miqdad bin Al-
Aswad Radhiallaahu anhu , berkata: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam  bersabda:

ِ ‫ فَيَ ُك ْونُ النَّاُس َعلَى قَ ْد ِر أَ ْع َمالِ ِه ْم فِي ا ْل َع َر‬،‫ق َحتَّى تَ ُك ْونَ ِم ْن ُه ْم َك ِم ْقدَا ِر ِم ْي ٍل‬
ُ‫ فَ ِم ْن ُه ْم َمنْ يَ ُك ْون‬،‫ق‬ ِ ‫س يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة ِمنَ ا ْل َخ ْل‬ َّ ‫تُ ْدنَى ال‬
ُ ‫ش ْم‬
‫ بِيَ ِد ِه‬   ِ‫س ْو ُل هللا‬ ‫ر‬ ‫ر‬ ‫َا‬
‫ش‬ َ ‫أ‬ ‫و‬ .‫ا‬‫م‬ ‫ا‬ ‫ج‬ ْ
‫ل‬ ‫إ‬ ‫ق‬ ‫ر‬ ‫ع‬ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫م‬ ‫ج‬ ْ
ُ َ َ َ ً َ ِ ُ َ َ ُ ُ ِ ُ َ ْ ُ ِ َ ِ ْ َ َ ِ ُ‫إِلَى َك ْعبَ ْي ِ َ ِ ُ ْ َ َ ْ نُ ِ ُ َ ْ ِ َ ِ ُ ْ َ َ ْ ن‬
‫ل‬ ‫ي‬ ْ‫ن‬ ‫م‬ ‫م‬‫ه‬‫ن‬ْ ‫م‬ ‫و‬ ، ‫ه‬ ‫ي‬‫و‬‫ق‬ْ ‫ح‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬‫إ‬ ‫و‬ ُ
‫ك‬ ‫ي‬ ْ‫ن‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫ه‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬ ‫و‬ ، ‫ه‬ ‫ي‬َ ‫ت‬ ‫ب‬ ْ
‫ك‬ ‫ر‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬‫إ‬ ‫و‬ ُ
‫ك‬ ‫ي‬ ْ‫ن‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫ه‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬ ‫و‬ ، ‫ه‬
.‫إِلَى فِ ْي ِه‬

    “Matahari akan didekatkan pada hari Kiamat kepada para makhluk sampai-sampai jarak
matahari di atas kepala mereka hanya satu mil, maka manusia mengeluarkan keringat tergantung
amalan-amalan mereka. Di antara mereka ada yang mengeluarkan keringat sampai mata kakinya
dan ada yang sampai lututnya, ada juga yang sampai pinggangnya dan ada yang ditenggelamkan
oleh keringat mereka.” Dan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam memberi isyarat dengan
tangannya ke mulutnya.

    Dan seandainya ada yang bertanya “bagaimana itu bisa terjadi sedangkan mereka berada pada
tempat yang satu?” Maka Syaikh Al-Utsaimin Rahimahullaah menjawab pertanyaan tersebut
sebagai berikut: “Ada sebuah kaidah yang hendaknya kita berpegang kepada kaidah itu, yaitu
bahwa perkara ghaib, wajib bagi kita untuk mengimaninya dan membenarkannya tanpa
menanyakan bagaimananya, karena perkara tersebut berada diluar jangkauan akal-akal kita, kita
tidak mampu mengetahui dan meng-gambarkannya.

    Demikianlah sebagian peristiwa di hari Akhir dan masih banyak lagi peristiwa yang akan kita alami
yang hal itu akan menggetarkan hati bagi orang-orang Mukmin dan menjadikan mereka semakin
takut kepada Allah. 
10
Antara Sunnah, Bidah Dan Taklid

Oleh: Iwan Sutedi

Ikhwan fillah rahimakumullah.

          Merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk menuntut ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah agar 
kita dapat meghindari dan menolak syubhat di dalam memahami dien Islam ini. Telah kita sepakati
bersama bahwa hanya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah kita dapat selamat dan tidak akan tersesat.

          Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

.‫سنَّةَ نَبِيِّ ِه‬ ِ َ‫تَ َر ْكتُ فِ ْي ُك ْم أَ ْم َر ْي ِن لَنْ ت‬


َّ ‫ضلُّ ْوا َما تَ َم‬
َ ‫ ِكت‬،‫س ْكتُ ْم بِ ِه َما‬
ُ ‫َاب هللاِ َو‬

          “Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan keduanya
kalian tidak akan sesat selama-lamanya yaitu: Kitabullah dan sunnah NabiNya”. (Hadist Riwayat
Malik secara mursal (Al-Muwatha, juz 2, hal. 999).

          Syaikh Al-Albani mengatakan dalam bukunya At-Tawashshul anwa’uhu wa ahkamuhu, Imam
Malik meriwayatkan secara mursal, dan Al-Hakim dari Hadits Ibnu Abbas dan sanadnya hasan, juga
hadist ini mempunyai syahid dari hadits jabir telah saya takhrij dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah
no. 1761).

          Adakah pilihan lain agar kita termasuk dalam orang-orang yang selamat dan agar umat Islam
ini memperoleh kejayaan lagi selain mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para
Salafus Shalih? tentu tidak ada, karena sebenar-benar ucapan adalah Kalamullah, sebaik-baik
petunjuk adalah sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan sebaik-baik generasi adalah
generasi sahabat yang telah Allah puji dan Allah ridhai.

          Suatu kebahagiaan kiranya jikalau kita termasuk dalam golongan yang selamat, golongan
Tha’ifah Manshurah (kelompok yang mendapat pertolongan) dari Allah.

Ikhwan fillah rahimakumullah

          Kebanyakan ummat Islam, kini terjebak dalam taklid buta. Terkadang suatu anjuran untuk
mengikuti dan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah serta memalingkan jiwa dari selain
keduanya dianggap sebagai seruan yang mengajak kepada pelecehan pendapat para ulama dan
menghalangi untuk mengikuti jejak para ulama atau mengajak untuk menyerang perkataan
mereka. Padahal tidak demikian yang dimaksudkan, bahkan harus dibedakan antara mengikuti Nabi
semata dengan pelecehan terhadap pendapat para ulama. Kita tidak boleh mengutamakan
pendapat seseorang di atas apa yang telah dibawa oleh beliau dan tidak juga pemikirannya,
siapapun orang tersebut. Apabila seseorang datang kepada kita membawakan suatu hadits, maka
hal pertama yang harus kita perhatikan adalah keshahihan hadits tersebut kemudian yang kedua
adalah maknanya. Jika sudah shahih dan jelas maknanya maka tidak boleh berpaling dari hadits
tersebut walaupun orang disekeliling kita menyalahi kita, selama penerapannya juga benar.

          Para Imam ulama salaf yang dijadikan panutan umat, mencegah para pengikutnya
mengikuti pendapat mereka tanpa mengetahui dalilnya. Di antara ucapan Abu Hanifah: “Tidak halal
bagi seseorang untuk mengambil pendapat kami sebelum dia mengetahui dari mana kami
mengambilnya.” Kemudian:

          “Bila saya telah berkata dengan satu pendapat yang telah menyalahi kitab Allah ta’ala dan
sunah Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , maka tinggalkanlah pendapatku.”

          Sedangkan mayoritas ummat Islam sekarang ini mereka berkata, “Ustadz saya berkata.”

          Padahal sudah datang kepada mereka firman Allah dalam surat Allah Hujarat ayat 1:

          “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya.”

          Ibnu Abbas berkata. “Hampir-hampir saja diturunkan atas kalian batu dari langit. Aku
mengataklan kepada kalian,” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, tetapi kalian
mengatakan, Abu Bakar berkata, Umar berkata.”

          Firman Allah dalam surat 7 ayat 3:

          “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padaNya).”

          Kemudian salah satu penyakit umat Islam sekarang ini disamping taklid buta adalah
banyaknya para pelaku bid’ah. Dan di antara sebab-sebab yang membawa terjadinya bid’ah adalah:

1. Bodoh tentang hukum agama dan sumber-sumbernya

          Adapun sumber-sumber hukum Islam adalah Kitabullah, sunnah RasulNya dan ijma’ dan
Qiyas. Setiap kali  zaman berjalan dan manusia bertambah jauh dari ilmu yang haq, maka semakin
sedikit ilmu dan tersebarlah kebodohan. Maka tidak ada yang mampu untuk menentang dan
melawan bi’dah kecuali ilmu dan ulama. Apabila ilmu dan ulama telah tiada dengan wafatnya
mereka, bi’dah akan mendapatkan kesempatan dan berpeluang besar untuk muncul dan berjaya
dan tokoh-tokoh bid’ah bertebaran menyeret umat ke jalan sesat.

2. Mengikuti hawa nafsu dalam masalah hukum


          Yaitu menjadikan hawa nafsu sebagai sumber segalanya dengan menyeret/membawa dalil-
dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk mendukungnya, dalil-dalil tersebut dihukumi dengan hawa
nafsunya. Ini adalah perusakan terhadap syari’at dan tujuannya.

          “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah-nya dan
Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan
hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiar-kan sesat) ...” (Al-Jatsiyah: 23).

3. Fanatik buta terhadap pemikiran-pemikiran orang tertentu

          Fanatik buta terhadap pemikiran orang-orang tertentu akan memisahkan antara seorang
muslim dari dalil dan al-haq. Inilah keadaan orang-orang yang fanatik buta pada zaman kita
sekarang ini, Mayoritas terdiri dari pengikut sebagian madzhab-madzab, sufiyyah dan quburiyyun
(penyembah-penyembah kuburan), yang apabila mereka diseru untuk mengikuti Al-Kitab dan As-
Sunnah, mereka menolaknya. Dan mereka juga menolak apa-apa yang menyelisihi pendapat
mereka. Mereka berhujah dengan madzab-madzab, syaikh-syaikh, kiyai-kiyai, bapak-bapak nenek
moyang mereka. Ini adalah pintu dari sekian banyak pintu-pintu masuknya bid’ah ke dalam agama
Islam ini.

4. Ghuluw (berlebih-lebihan)

          Contoh dari point ini adalah madzab khawarij dan syi’ah. Adapun khawarij, mereka ghuluw
berlebihan dalam memahami ayat-ayat peringatan dan ancaman. Mereka berpaling dari ayat-ayat
raja’ (pengharapan), janji pengampunan dan taubat sebagaimana Allah Subhannahu wa Ta'ala
berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ...” (An-Nisa’:  48,116).

5. Tasyabuh dengan kaum kuffar

          Tasyabbuh (menyerupai) kaum kuffar adalah sebab yang paling menonjol terjatuhnya
seorang kedalam bid’ah. Hal ini pulalah yang terjadi di zaman kita sekarang ini. Karena mayoritas
dari kalangan kaum Muslimin taqlid kepada kaum kuffar pada amal-amal bid’ah dan syirik. Seperti
perayaan-perayaan ulang tahun (maulid) dan mengadakan hari-hari atau minggu-minggu khusus
dan perayaan serta peringatan bersejarah (menurut anggapan mereka) seperti: peringatan Maulid
Nabi. Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an dan yang lainnya adalah  meyerupai peringatan-peringatan kaum
kuffar.

.‫شبَّهَ ِبقَ ْو ٍم فَ ُه َو ِم ْن ُه ْم‬


َ َ‫َمنْ ت‬

          “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk mereka”. (Abu Dawud).

6. Menolak bid’ah dengan bid’ah yang semisalnya atau bahkan yang lebih rusak
          Contohnya ialah kaum Murji’ah, Mu’tazilah, Musyabibhah dan Jahmiyyah. Kaum Murji’ah
memulai bid’ahnya dalam mensikapi orang-orang yang dizamannya, mereka berkata: “Kita tidak
menghakimi mereka dan kita kembalikan urusannya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala ”. Hingga
akhirnya mereka sampai pada pendapat bahwa maksiat tidak me-mudharat-kan iman,
sebagaimana tidak berfaedah ketaatan yang disertai kekufuran. Al-Baghdadi berkata: “Mereka
dinamakan Murji’ah karena mereka memisahkan amal dari keimanan.”

          Demikianlah, para ahlul bid’ah menjadikan kebid’ahan-kebid’ahan yang mereka lakukan
sebagai satu amalan ataupun suatu sunnah, sedangkan yang benar-benar sunnah mereka jauhi.
Padahal sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda:

.‫س َعلَ ْي ِه أَ ْم ُرنَا فَ ُه َو َر ٌّد‬


َ ‫َمنْ َع ِم َل َع َمالً لَ ْي‬

          “Barangsiapa mengajarkan suatu amalan yang tidak ada keterangannya dari kami
(Rasulullah), maka dia itu tertolak.” (Hadist riwayat Muslim).

Ihwan fillah rahimakumullah

          Oleh karena itu jika kita mempelajari seluk beluk taqlid, kemudian kita pelajari hakekat
kebid’ahan niscaya kita tahu bahwa ternyata antara bid’ah dan taqlid mempunyai hubungan yang
sangat erat sekali. Jika kita perhatikan perbuatan bid’ah niscaya kita akan mengetahui bahwa
pelakunya adalah seorang muqallid. Dan kalau kita melihat seorang muqallid, niscaya kita lihat
bahwa dia tenggelam dalam kebid’ahan, kecuali bagi mereka yang dirahmati oleh Allah ‘Azza wa
Jalla. Berikut ini ada beberapa sebab yang menunjukkan bahwa taqlid itu mempunyai hubungan
yang erat  dengan bid’ah.

          Muqallid tidak bersandar dengan dalil dan tidak mau melihat dalil; jika dia bersandar pada
dalil, maka dia tidak lagi dinamakan muqallid. Demikian pula mubtadi’, diapun dalam melakukan
kebid’ahan tidak berpegang dengan dalil karena kalau berpegang dengan dalil maka ia tidak lagi
dinamakan dengan mubtadi’ karena asal bid’ah adalah mengadakan sesuatu hal yang baru tanpa
dalil atau nash.

          Taqlid dan bid’ah adalah tempat ketergelinciran yang sangat berbahaya yang menyimpangkan
seseorang dari agama dan aqidah. Karena dua hal tersebut akan menjauhkan pelakunya dari nash 
Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber kebenaran.

          Taqlid dan bid’ah merupakan sebab utama tersesatnya umat terdahulu. Allah Subhannahu wa
Ta'ala menceritakan dalam Al-Qur’an tentang Bani Isra’il yang meminta Musa Alaihissalam untuk
menjadikan bagi mereka satu ilah dari berhala, karena taqlid kepada para penyembah berhala yang
pernah mereka lewati.

          FirmanNya:
 “Dan kami seberangkan Bani Israil keseberang lautan itu, maka setelah mereka sampai
pada satu kaum yang telah menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: “Hai Musa, buatlah
untuk kami sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa ilah (berhala)!. Musa
menjawab: “Sesungguhnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Ilah)!
“sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa
yang selalu mereka kerjakan.” (Al- A’raf: 138-139).

          Sekalipun Nabi Musa Alaihissalam melarang dan mencerca mereka dan mereka mengetahui
bahwa arca itu hanyalah bebatuan yang tidak memberi manfaat dan mudlarat, tetapi mereka tetap
membikin patung anak sapi dan menyembahnya.

          Hal ini disebabkan karena taqlid yang sudah menimpa diri mereka. Ayat ini sangat jelas
menunjukkan bahaya taqlid dan hubungannya yang sangat erat dengan kebid’ahan bahkan dengan
kesyirikan dan kekufuran. Hal inilah yang merupakan sebab kesesatan Bani Isra’il dan umat lainnya,
termasuk sebagian besar ummat Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam .

Terakhir adalah bagaimana cara kita untuk keluar dari bid’ah ini

          Jalan keluar dari bid’ah ini telah di gariskan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dalam
banyak hadits. Dan satu di antaranya adalah berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah
dengan pemahaman para Salafus Shahih, , karena mereka adalah orang yang paling besar cintanya
kepada Allah dan RasulNya, paling kuat ittiba’nya, paling dalam ilmunya, dan paling luas
pemahamannya terhadap dua wahyu yang mulia tersebut. Dengan cara ini seorang muslim mampu
berpegang teguh dengan agamanya dan bebas dari kotoran yang mencemari dan terhindar dari
semua kebid’ahan yang menyesatkan.

          Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan taufiq dan hidayahNya kepada kita semua
dan kepada saudara-saudara kita yang terjerumus dan bergelimang di dalam kebid’ahan. Mudah-
mudahan pula Allah menambah ilmu kita, menganugrahkan kekuatan iman dan takwa untuk bisa
tetap istiqomah di atas manhaj yang hak dan menjalani sisa hidup di jaman yang penuh fitnah ini
dengan bimbingan syari’at Muhammadiyah (syariat yang dibawa oleh Muhammad Shallallaahu
alaihi wa Salam ), sampai kita bertemu Allah dengan membawa bekal husnul khatimah.

Amin ya Rabbal Alamin.

Gedung BAZNAS II Lt. DasarGedung BAZNAS II Lt. Dasar


Jl. Kebon Sirih Raya No. 57
Jakarta 10340
Telepon : 021 314 8444 .
Fax : 021 314 8444.
email : sekretariat@forumzakat.net .
Sumber :

www.alsofwah.or.id/khutbah

Posted By http://ichsanmufti.wordpress.com

11

Gaya Hidup Islami Dan Gaya Hidup Jahili

Oleh: Surahmat (Yogyakarta) 

ُ ‫ش َه ُد أَنَّ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬


‫ اَللَّ ُه َّم‬.ُ‫س ْولُه‬ ْ َ‫ َوأ‬،ُ‫ش ِر ْي َك لَه‬
َ َ‫ش َه ُد أَنْ الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َو ْح َدهُ ال‬ ْ َ‫ َوأ‬. َ‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ َر ِّب ا ْل َعالَ ِميْن‬
َ ‫ اَلنَّبِ ِّي ْاألُ ِّم ِّي َو َعلَى آلِ ِه َو‬،َ‫س ْولِك‬
‫ أَ َّما بَ ْعدُ؛‬. َ‫ص ْحبِ ِه أَ ْج َم ِعيْن‬ ُ ‫سلِّ ْم َوبَا ِركْ َعلَى ُم َح َّم ٍد َع ْب ِدكَ َو َر‬ َ ‫ص ِّل َو‬ َ

ِ ‫ قَا َل هللاُ تَ َعالَى ِفي ا ْلقُ ْر‬. َ‫ َواتَّقُوا هللاَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُح ْون‬،‫ستَطَ ْعتُ ْم‬
{ :،‫آن ا ْل َك ِر ْي ِم‬ ْ ‫فَيَا أَيُّ َها ا ْل ُم‬
ْ ‫ اِتَّقُوا هللاَ َما ا‬، َ‫سلِ ُم ْون‬

Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia rahimakumullah

      Ada dua hal yang umumnya dicari oleh manusia dalam hidup ini. Yang
pertama ialah kebaikan (al-khair), dan yang kedua ialah kebahagiaan (as-sa’adah).
Hanya saja masing-masing orang mempunyai pandangan yang berbeda ketika
memahami hakikat keduanya. Perbedaan inilah yang mendasari munculnya
bermacam ragam gaya hidup manusia.

        Dalam pandangan Islam gaya hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu: 1) gaya hidup Islami, dan 2) gaya hidup jahili.

        Gaya hidup Islami mempunyai landasan yang mutlak dan kuat, yaitu Tauhid.
Inilah gaya hidup orang yang beriman. Adapun gaya hidup jahili, landasannya bersifat
relatif dan rapuh, yaitu syirik. Inilah gaya hidup orang kafir.

        Setiap Muslim sudah menjadi keharusan baginya untuk memilih gaya hidup
Islami dalam menjalani hidup dan kehidupan-nya. Hal ini sejalan dengan firman
Allah berikut ini:
Artinya: Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci
Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).
            Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa bergaya hidup Islami hukumnya
wajib atas setiap Muslim, dan gaya hidup jahili adalah haram baginya. Hanya saja
dalam kenyataan justru membuat kita sangat prihatin dan sangat menyesal, sebab
justru gaya hidup jahili (yang diharamkan) itulah yang melingkupi sebagian besar umat Islam.
Fenomena ini persis seperti yang pernah disinyalir oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam .
Beliau bersabda:

ِ ِ ٍ ‫اعا بِ ِذر‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ َك َفا ِر‬،‫ يَا َر ُس ْو َل اهلل‬:‫ فَق ْي َل‬.‫اع‬
‫س‬ َ ً ‫ ش ْب ًرا بش ْب ٍر َوذ َر‬#‫اعةُ َحتَّى تَأْ ُخ َذ أ َُّمت ْي بأَ ْخذ الْ ُق ُر ْون َق ْبلَ َها‬
َ ‫الس‬
َّ ‫الَ َت ُق ْو ُم‬
.)‫ صحيح‬،‫ (رواه البخاري عن أبي هريرة‬.‫ك‬ َ ِ‫َّاس إِالَّ أُولَـئ‬
ُ ‫ َو َم ِن الن‬:‫ال‬ َ ‫ َف َق‬.‫الر ْوِم‬
ُّ ‫َو‬

        Artinya: “Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa
abad sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta”. Ada orang yang bertanya,
“Ya Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi?” Jawab Beliau, “Siapa lagi kalau bukan
mereka?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah z, shahih).

‫ يَا َر ُس ْو َل‬:‫ ُقلْنَا‬.‫ب تَبِ ْعتُ ُم ْو ُه ْم‬


ٍّ ‫ض‬ ٍ ‫اعا بِ ِذ َر‬
َ ‫اع َحتَّى ل َْو َد َخلُ ْوا ُج ْح َر‬ ً ‫لَتَتَّبِ َع َّن َسنَ َن َم ْن َكا َن َق ْبلَ ُك ْم ِش ْب ًرا بِ ِش ْب ٍر َو ِذ َر‬
.)‫ صحيح‬،‫ (رواه البخاري عن أبي سعيد الخدري‬.‫ فَ َم ْن‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬.‫َّص َارى‬ ِ
َ ‫ اَلَْي ُه ْو ُد َوالن‬،‫اهلل‬
        Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kamu,
sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan kalau mereka masuk ke lubang biawak,
niscaya kamu mengikuti mereka”. Kami bertanya,”Ya Rasulullah, orang Yahudi dan Nasrani?”
Jawab Nabi, “Siapa lagi?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri z, shahih).

Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah.


            Hadits tersebut menggambarkan suatu zaman di mana sebagian besar umat Islam telah
kehilangan kepribadian Islamnya karena jiwa mere-ka telah terisi oleh jenis kepribadian yang lain.
Mereka kehilangan gaya hidup yang hakiki karena telah mengadopsi gaya hidup jenis lain. Kiranya
tak ada kehilangan yang patut ditangisi selain dari kehilangan kepribadian dan gaya hidup Islami.
Sebab apalah artinya mengaku sebagai orang Islam kalau gaya hidup tak lagi Islami malah persis
seperti orang kafir? Inilah bencana kepribadian yang paling besar.

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

.)‫ (رواه أبو داود وأحمد عن ابن عباس‬.‫َم ْن تَ َشبَّهَ بَِق ْوٍم َف ُه َو ِم ْن ُه ْم‬

        Artinya: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR.
Abu Dawud dan Ahmad, dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu hasan).
            Menurut hadits tersebut orang yang gaya hidupnya menyerupai umat yang lain (tasyabbuh)
hakikatnya telah menjadi seperti mereka. Lalu dalam hal apakah tasyabbuh itu?

        Al-Munawi berkata: “Menyerupai suatu kaum artinya secara lahir berpakaian seperti pakaian
mereka, berlaku/ berbuat mengikuti gaya mereka dalam pakaian dan adat istiadat mereka”.

        Tentu saja lingkup pembicaraan tentang tasyabbuh itu masih cukup luas, namun dalam
kesempatan yang singkat ini, tetap mewajibkan diri kita agar memprihatinkan kondisi umat kita saat
ini.

Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah


            Satu di antara berbagai bentuk tasyabbuh yang sudah membudaya dan mengakar di
masyarakat kita adalah pakaian Muslimah. Mungkin kita boleh bersenang hati bila melihat berbagai
mode busana Muslimah telah mulai bersaing dengan mode-mode busana jahiliyah. Hanya saja masih
sering kita menjumpai busana Muslimah yang tidak memenuhi standar seperti yang dikehendaki
syari’at. Busana-busana itu masih mengadopsi mode ekspose aurat sebagai ciri pakaian jahiliyah.
Adapun yang lebih memprihatinkan lagi adalah busana wanita kita pada umumnya, yang mayoritas
beragama Islam ini, nyaris tak kita jumpai mode pakaian umum tersebut yang tidak mengekspose
aurat. Kalau tidak memper-tontonkan aurat karena terbuka, maka ekspose itu dengan menonjolkan
keketatan pakaian. Bahkan malah ada yang lengkap dengan dua bentuk itu; mempertontonkan dan
menonjolkan aurat. Belum lagi kejahilan ini secara otomatis dilengkapi dengan tingkah laku yang
-kata mereka- selaras dengan mode pakaian itu. Na’udzubillahi min dzalik.

        Hadirin, marilah kita takut pada ancaman akhirat dalam masalah ini. Tentu kita tidak ingin
ada dari keluarga kita yang disiksa di Neraka. Ingatlah, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
pernah bersabda:

ٌ َ‫ات َعا ِري‬ ِ ‫ ونِساء َك‬،‫ض ِربو َن بِها النَّاس‬ ِ َ‫ط َكأَ ْذن‬ٌ ‫َم أ ََر ُه َما؛ َق ْو ٌم َم َع ُه ْم ِسيَا‬ ِِ ِ
‫ات‬ ٌ َ‫اسي‬ ٌَ َ َ َ ْ ُ ْ َ‫اب الَْب َق ِر ي‬ ْ ‫صْن َفان م ْن أ َْه ِل النَّا ِر ل‬
‫ َوإِ َّن ِريْ َح َها لَُت ْو َج ُد ِم ْن‬،‫ْجنَّةَ َوالَ يَ ِج ْد َن ِريْ َح َها‬
َ ‫ْن ال‬
ِِ ِ ِ ِ ‫ت ر ُؤوسه َّن َكأ‬
َ ‫َسن َمة الْبُ ْخت ال َْمائلَة الَ يَ ْد ُخل‬ ْ ُ ُ ْ ُ ٌ َ‫ت َمائِال‬ ٌ َ‫ُم ِم ْيال‬
.)‫ صحيح‬،‫ (رواه مسلم عن أبي هريرة‬.‫َم ِس ْي َر ِة َك َذا َو َك َذا‬

        Artinya: “Dua golongan ahli Neraka yang aku belum melihat mereka (di masaku ini) yaitu
suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli manusia dengan cambuk
itu. (Yang kedua ialah) kaum wanita yang berpakaian (tapi kenyataan-nya) telanjang (karena
mengekspose aurat), jalannya berlenggak-lenggok (berpenampilan menggoda), kepala mereka
seolah-olah punuk unta yang bergoyang. Mereka itu tak akan masuk Surga bahkan tak mendapatkan
baunya, padahal baunya Surga itu tercium dari jarak sedemikian jauh”. (HR. Muslim, dari Abu
Hurairah z, shahih).
            Jika tasyabbuh dari aspek busana wanita saja sudah sangat memporak-porandakan
kepribadian umat, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tinggal diam. Sebab di luar sana sudah
nyaris seluruh aspek kehidupan umat bertasyabbuh kepada orang-orang kafir yang jelas-jelas
bergaya hidup jahili.
‫‪Nah, hadirin rahimakumullah‬‬
‫‪            Sebagai penutup khutbah ini saya mengajak kepada kita semua untuk memperhatikan,‬‬
‫‪merenungi dan mentaati sebuah firman Allah yang artinya:‬‬

‫‪        “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang‬‬
‫‪bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,‬‬
‫‪yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu‬‬
‫‪mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim: 6).‬‬

‫‪ ‬‬

‫ْح ِك ْي ِم‪ .‬أَ ُق ْو ُل َق ْولِ ْي َه َذا‬ ‫آن الْع ِظ ْي ِم‪ ،‬و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي ِ‬
‫ات َو ِّ‬
‫الذ ْك ِر ال َ‬ ‫َ َ‬ ‫َ َ ْ َ ْ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر َ‬
‫َسَتغْ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم‪.‬‬
‫َوأ ْ‬
‫‪ ‬‬

‫‪Khutbah Kedua‬‬

‫ات أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَالَ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ي لَهُ‪ .‬أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ض َّل لَه ومن ي ْ ِ‬ ‫مِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‬ ‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َص َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسل ْي ًما َكثِْي ًرا‪ .‬قَ َ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آل ِه َوأ ْ‬ ‫َ‬
‫{و َمن َيت َِّق اهللَ‬ ‫ال‪َ :‬‬ ‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َعل لَّهُ َم ْخ َر ًجا} َوقَ َ‬‫ال َت َعالَى‪َ :‬‬ ‫َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪ .‬قَ َ‬
‫ِ ِ‬
‫َج ًرا}‬‫يُ َك ِّف ْر َع ْنهُ َسيِّئَاتِه َو ُي ْعظ ْم لَهُ أ ْ‬

‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّهاَ‬ ‫ِ‬ ‫السالَِم َعلَى َر ُس ْولِ ِه َف َق َ‬
‫ال‪{ :‬إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬ ‫الصالَ ِة َو َّ‬ ‫ثُ َّم ا ْعلَ ُم ْوا فَِإ َّن اهللَ أ ََم َر ُك ْم بِ َّ‬
‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما}‪.‬‬ ‫ِ‬
‫الَّذيْ َن َء َامُن ْوا َ‬

‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪.‬‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬


‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫صلَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َما َ‬ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك َ‬ ‫وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬
‫ب‪ .‬اَللَّ ُه َّم أَ ِرنَا‬ ‫ات‪ ،‬إِنَّ َ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َحياء م ْن ُهم واْأل َْمو ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ا ْغفر لل ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك َسم ْي ٌع قَ ِريْ ٌ‬ ‫َْ َ‬ ‫ْم ْسلم ْي َن َوال ُْم ْسل َمات‪َ ،‬وال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل ْ َ‬ ‫ْ ُ‬
‫اآلخ َر ِة َح َسنَةً‬ ‫الد ْنيا حسنةً وفِي ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫اطل باَ ِطالً وار ُزقْنَا ْ ِ‬ ‫ِ‬
‫اجتنَابَهُ‪َ .‬ر َّبنَا آتنَا في ُّ َ َ َ َ َ‬ ‫َْ‬ ‫اعهُ‪َ ،‬وأَ ِرنَا الْبَ َ‬ ‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا‪ #‬اتِّبَ َ‬
‫ال َ‬
‫ب ال ِْع َّز ِة‬ ‫ين إِ َم ًاما‪ُ .‬س ْب َحا َن َربِّ َ‬ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّرةَ أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك َر ِّ‬ ‫ْمتَّق َ‬ ‫ُ َ َْ ُ‬ ‫ب لَنَا م ْن أَ ْز َو َ‬ ‫اب النَّا ِر‪َ .‬ر َّبنَا َه ْ‬ ‫َوقنَا َع َذ َ‬
‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َع َّما يَص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسل ْي َن َوال َ‬
َّ ‫ َوأَقِ ِم‬.‫ص ْحبِ ِه َو َسلَّ َم‬ ِِ ٍ
.َ‫الصالَة‬ َ ‫صلَّى اهللُ َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو‬
َ ‫َو‬

12
Tegakkan Sunnah Hapuskan Bid'ah

Oleh: Muhammad Ihsan Zainuddin

َّ ‫ َه ُد أ‬#‫هَ إِالَّ اهللُ َوأَ ْش‬#َ‫ َه ُد أَ ْن الَ إِل‬#‫ َوأَ ْش‬.ُ‫َت ْغ ِف ُره‬#‫ه َوأَ ْس‬#ِ ‫ب إِل َْي‬
‫َن‬ ُ ‫و‬#ْ ‫َح َم ُدهُ ُس ْب َحانَهُ َوأَ ْش ُك ُرهُ َوأَُت‬ ِّ ‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر‬
ْ ‫ أ‬،‫ب ال َْعال َِم ْي َن‬ َ ‫اَل‬
‫ه‬#ِ #‫الَ ُمهُ َعلَْي‬# ‫اهلل َو َس‬
ِ ‫ات‬ ِ َّ ‫ه‬#ِ #ِ‫تَجاب لِ َد ْعوت‬# ‫ير ٍة فَاس‬# ‫ص‬ ِ ِ
ُ ‫لَ َو‬# ‫ص‬ َ َ‫ ف‬،‫ ُد ْو َن‬# ‫الراش‬ َ َ َ ْ َ ْ َ‫ا إِلَى اهلل َعلَى ب‬##‫ َد َع‬،ُ‫ ْولُه‬# ‫ ُدهُ َو َر ُس‬# ‫ُم َح َّم ًدا َع ْب‬
.‫ان إِلَى َي ْوِم الدِّيْ ِن‬
ٍ ‫و َعلَى من تَبِعهُ بِِإ ْحس‬
َ َ َْ َ

.‫ يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬:‫ال َت َعالَى‬
َ َ‫ق‬

Amma ba’du.

Kaum Muslimin para hamba Allah yang berbahagia!

        Ketahuilah hadirin sekalian bahwa agama Islam pada asalnya sama seperti agama samawiyah
lainnya yang diturunkan Allah, dengannya Allah mengutus para Rasul; yaitu agama yang dibangun
di atas dasar ittiba’ (mengikuti) dan kepatuhan pada apa yang disampaikan Allah dan RasulNya.
Sebab sebuah ajaran tidak dapat disebut Ad-Dien kecuali bila di dalamnya ada kepatuhan pada
Allah Subhannahu wa Ta'ala  dan ittiba’ pada apa yang diserukan oleh RasulNya.

        Dan sebaik-baik petunjuk yang harus ditempuh oleh orang –orang yang mengharapkan
kejayaan, sebaik-baik jalan yang mesti dilalui oleh orang-orang shaleh adalah: petunjuk dan jalan
yang digariskan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam kepada umatnya. Tidak ada lagi
pertunjuk yang lebih baik dari pada petunjuk beliau. Tidak ada lagi jalan hidup yang lebih lurus
selain dari pada jalan hidup yang beliau tempuh.

        “Dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah, bagi orang-orang yang
yakin.” (Al-Maidah: 50)

        Namun ternyata iblis -la’natullah ‘alaihi- tidak pernah berhenti menyesatkan anak cucu
Adam. Dengan berbagai cara tipu muslihat ia mencoba memalingkan mereka dari cahaya ilmu lalu
membiarkan mereka tersesat dan kebingungan dalam gelapnya kebodohan. Dari situlah iblis
kemudian memasukkan hal-hal yang secara lahiriah adalah perbuatan baik/amal shaleh ke dalam
agama namun sebenarnya ia tidak pernah dituntunkan Allah dan RasulNya. Muncullah berbagai
keyakinan dan amalan yang tidak pernah diajarkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam Lahirlah
i’tiqad dan perbuatan yang tak pernah dikenal oleh generasi terbaik ummat ini; generasi As-Salafus
shalih ridlwanullah ‘alaihim, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

ِ ‫ه‬#ْ ‫ ِدين الْم‬#‫الرا ِش‬ ِ ِ ِ ِ‫ َفعلَْي ُكم ب‬،‫را‬#‫ي‬#ِْ‫ا َكث‬##ً‫يرى ا ْختِالَف‬#‫ش ِم ْن ُكم فَس‬
ُّ ‫ َع‬،‫د ِّي ْي َن‬#
‫ا‬##‫ ْوا َعلَْي َه‬#‫ض‬ َ َ ْ َّ ‫اء‬##‫نَّة الْ ُخلَ َف‬#‫نَّت ْي َو ُس‬#‫س‬
ُ ْ َ ً ََ َ ْ ْ ‫إِنَّهُ َم ْن يَِع‬
.ٌ‫ضالَلَة‬ ِ َ‫ وإِيَّا ُكم وم ْح َدث‬،‫اج ِذ‬
َ ‫ فَِإ َّن ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬،‫ات اْأل ُُم ْو ِر‬ ِ ‫بِالنَّو‬
َُ ْ َ َ
        “Sesungguhnya barangsiapa yang hidup di antara kalian maka ia akan melihat
perselisihan yang banyak, (maka saat itu) ikutilah sunnahku dan sunnah para khulafa’ Ar-
rasyiddin yang mendapatkan hidayah, gigitlah (sunnah)dengan gigi-gigi geraham (berpegang
teguh), dan jauhilah perkara-perkara yang dibuat-buat (dalam agama), karena setiap bid’ah itu
sesat.” (HR. Abu Dawud dan At-Tarmidzi ia katakan hadits hasan shahih)

        Yang dimaksud dengan bid’ah adalah segala perkara yang dibuat-buat dalam agama yang
sama sekali tidak memiliki dasar dalam syari’ah . Dan barangsiapa yang mencoba melakukan hal ini,
maka ia akan masuk dalam ancaman Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :
.ٌّ‫س ِم ْنهُ َف ُه َو َرد‬ ِ َ ‫من أَح َد‬
َ ‫ث في أ َْم ِرنَا َه َذا َما ل َْي‬ ْ َْ
        “Barangsiapa yang membuat-buat hal baru dalam urusan (agama) kami, apa-apa yang
tidak ada keterangan darinya maka ia itu tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

        Dan riwayat Muslim yang lain, beliau bersabda:


.ٌّ‫س َعلَْي ِه أ َْم ُرنَا َف ُه َو َرد‬ ِ
َ ‫َم ْن َعم َل َع َمالً ل َْي‬
        “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak dilandasi/sesuai dengan
keterangan kami, maka ia itu tertolak.”

Para hamba Allah yang berbahagia.

        Hadits yang baru saja kita simak ini merupakan dasar terpenting dalam ajaran Islam. Hadits
ini merupakan standar yang harus digunakan untuk mengukur dan menilai sebuah amalan secara
lahiriah, sehingga -berdasarkan hadits ini- amalan apapun dilemparkan kembali kepada
pelakunya. Sehingga berdasarkan hadits ini pula perbuatan apa pun yang diada-adakan dalam Islam
bila tidak diizinkan oleh Allah dan RasulNya, maka tidaklah boleh dikerjakan; bagaimanapun baik
dan bergunanya menurut akal kita. Imam Nawawy menjelaskan bahwa hadits yang mulia ini adalah
salah satu hadits penting yang harus dihafal dan digunakan untuk membantah dan membatalkan
segala bentuk kemungkaran dalam Islam.

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah!


        Sesungguhnya perilaku bid’ah dan segala perilaku yang mengarah pada penambahan
terhadap ajaran Islam adalah tindakan kejahatan yang amat sangat nyata. Bila kejahatan bid’ah ini
dilakukan maka “kejahatan-kejahatan” lain yang akan muncul, di antaranya:

        Perilaku bid’ah menunjukkan bahwa pelakunya telah berprasanga buruk


(suudhan)terhadap Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya yang telah menetapkan risalah
Islam, karena pelaku bid’ah telah menganggap bahwa agama ini belumlah sempurna sehingga perlu
diberikan ajaran-ajaran tambahan agar lebih sempurna. Itulah sebabnya Imam Malik bin Anas
rahimahullah pernah berkata: “Barangsiapa yang membuat-buat sebuah bid’ah dalam Islam yang ia
anggap baik, maka sungguh ia telah menuduh Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam telah
mengkhianati risalah yang diturunkan Allah padaNya, karena Allah berfirman:

        “Pada hari ini telah Kusempurnakan buat kalian dien kalian, dan telah kucukupkan atas
kalian nikmatKu, dan telah Aku relakan Islam sebagai agama kalian.” (QS. Al-Maidah:3)

        Oleh karena itu, apapun yang pada saat itu tidak temasuk dalam Ad-Dien maka hari inipun ia
tak dapat dijadikan (sebagai bagian) Ad-Dien.

        Disamping itu, berdasarkan point pertama maka dampak negatif lain dari perilaku bid’ah
adalah bahwa hal ini akan mengotori dan menodai keindahan syari’ah Islam yang suci dan telah
disempurnakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala . Perbuatan ini akan memberikan kesan bahwa
Islam tidaklah pantas menjadi pedoman hidup karena ternyata  belum sempurna.

        Perbuatan bid’ah juga akan mengakibatkan terhapusnya dan hilangnya syi’ar-syi’ar As
Sunnah dalam kehidupan umat Islam. Hal ini disebabkan tidak ada satupun bid’ah yang muncul dan
menyebar melainkan sebuah sunnah akan mati bersamanya, sebab pada dasarnya bid’ah itu tidak
akan muncul kecuali bila As-Sunnah telah ditinggalkan. Sahabat Nabi yang mulia, Ibnu Abbas
Rahimahullaah pernah menyinggung hal ini dengan mengatakan:
.ُ‫السنَّة‬
ُّ ‫ت‬َ ‫َح َد ُث ْوا فِ ْي ِه بِ ْد َعةً َوأ ََما ُت ْوا فِ ْي ِه ُسنَّةً َحتَّى تَ ْحيَا الْبِ ْد َعةُ َوتَ ُم ْو‬
ْ ‫ام إِالَّ أ‬ ِ ‫َما أَتَى َعلَى الن‬
ٌ ‫َّاس َع‬
        “Tidaklah datang suatu tahun kepada ummat manusia kecuali mereka membuat-buat
sebuah bid’ah di dalamnya dan mematikan As-Sunnah, hingga hiduplah bid’ah dan matilah As-
Sunnah.”

        Tersebarnya bid’ah juga akan menghalangi kaum Muslimin untuk memahami ajaran-ajaran
agama mereka yang shahih dan murni. Hal ini tidaklah mengherankan, karena ketika mereka
melakukan bid’ah tersebut maka saat itu mereka tidak memandangnya sebagai sesuatu yang salah,
mereka justru meyakininya sebagai sesuatu yang benar dan termasuk dalam ajaran Islam. Hingga
tepatlah kiranya apa yang dinyatakan oleh Imam Sufyan Ats Tsaury:
.‫اب ِم ْن َها‬ ِ ‫صيةُ يت‬
ُ َ‫اب م ْن َها َوالْبِ ْد َعةُ الَ ُيت‬
ِ ِِ ِ ‫ب إِلَى إِبلِي‬
ُ َُ َ ‫ اَل َْم ْع‬.‫س م َن ال َْم ْعصيَة‬
َ ْْ َ ‫اَلْبِ ْد َعةُ أ‬
ُّ ‫َح‬

        “Bid’ah itu lebih disenangi oleh syaitan dari pada perbuatan maksiat, karena perbuatan
maksiat itu (pelakunya) dapat bertaubat (karena bagaimanapun ia meyakini bahwa perbuatannya
adalah dosa) sedangkan bid’ah (pelakunya) sulit untuk bertaubat (karena ia melakukannya dengan
keyakinan hal itu termasuk ajaran agama, bukan dosa).

Hadirin yang dimuliakan oleh Allah!

        Dengan demikian jelaslah sudah bahwa perbuatan bid’ah adalah tindak kejahatan yang sangat
nyata terhadap syari’at Islam yang suci dan telah disempurnakan oleh Allah. Dan tidak ada jalan lain
untuk membasmi hal tersebut kecuali dengan mendalami dan melaksanakan sunnah Nabi
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam  , tidak ada penyelesaian lain kecuali dengan
mengembalikan semua perkara kepada hukum Allah dan RasulNya.

        “Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah ia, dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu
dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.” (Al-An’am:
153)

        Bid’ah adalah gelombang taufan yang dapat menenggelam-kan siapapun, dan As-Sunnah
yang shahihah adalah “bahtera Nuh”; siapapun yang mengendarainya akan selamat dan siapa yang
meninggalkannya akan tenggelam.

Kaum Muslimin, para hamba Allah yang berbahagia!

        Setiap jalan selain jalan Allah disitu terdapat syetan yang akan selalu mengajak dan
menanamkan rasa cinta kepada perilaku bid’ah lalu perlahan-lahan menjauhkan kita dari As-Sunnah.
Ini adalah salah satu langkah syetan dimana secara bertahap ia membisikkan syubhat-syubhat itu ke
dalam amal nyata; baik dengan mengurangi atau menambah i’itiqad maupun amalan yang tak
pernah dituntunkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Sangat banyak kaum
Muslimin yang jatuh dan menjadi korban; syetanpun telah memperoleh kemenangan
“peperangan” ini dalam banyak kesempatan; baik ketika seorang hamba meyakini i’tiqad tertentu
yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah atau ketika seorang hamba mengerjakan amalan ibadah
tertentu yang tidak pernah digariskan dalam risalah Al-Islam.

        Namun Ahlus Sunnah wal Jama’ah satu-satunya golongan yang selamat dan satu-satunya
kelompok yang akan dimenangkan Allah telah menetapkan Kitabullah dan Sunnah RasulNya ke
dalam lubuk hati mereka yang paling dalam.

Nasihat Allah dan Rasulnya telah tersimpan abadi dalam jiwa-jiwa mereka. Allah Yang
Maha Bijaksana telah menanamkan dalam hati mereka keyakinan akan kesempurnaan Ad-Dien ini,
bahwa kebahagiaan dan ketenangan yang hakiki hanyalah dicapai bila berpegang teguh kepada
Wahyu Allah dan Sunnah RasulNya, sebab apapun selain keduanya adalah kesesatan dan
kebinasaan! Sebab segala kebaikan terdapat dalam ittiba’ kepada kaum salaf dan segala keburukan
terdapat dalam perilaku bid’ah kaum Khalaf!

Hadirin yang berbahagia dan dirahmati Allah!


        Akhirnya, saya kembali mengulang wasiat untuk selalu bertaqwa kepada Allah Subhannahu
wa Ta'ala. Waspadailah segala perilaku bid’ah, yang kecil maupun yang besar dalam Ad-Dien ini
karena ia akan menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengerjakanya hingga hari
Kiamat. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
.‫ص ِم ْن أ َْو َزا ِر ِه ْم َش ْيئًا‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫ر َم ْن َعم َل بِ َها إِلَى َي ْوم الْقيَ َامة الَ ُي ْن َق‬#ُ ‫َم ْن َس َّن ُسنَّةً َسيِّئَةً َكا َن َعلَْيه ِو ْز ُر َها َو ِو ْز‬
        “Barangsiapa yang mempelopori perbuatan buruk maka ia akan menanggung dosanya dan
dosa orang-orang yang mengerjakannya hingga hari qiamah tanpa dikurangi dari dosa-dosa
mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)

        Hendaklah setiap Muslim yang merasa takut kepada Rabb-nya, selalu memperhatikan
perbuatan dan amalnya, akan kemanakah kakinya melangkah? Karena boleh jadi ia meletakkan
kakinya dijalan yang salah tanpa disadari.

          Marilah kita menanamkan tekad sebesar-besarnya untuk mengkaji, mendalami, melaksanakan dan
menda’wakan As-Sunnah disetiap lapangan kehidupan kita, agar tidak ada lagi bid’ah-bid’ah yang menodai
kehidupan kita, sehingga menghalangi kaum Muslimin untuk meraih kejayaannya. Insya’ Allah.

 
‫ َذا‬#‫ولِ ْي َه‬#ْ #‫و ُل َق‬#ْ #‫ أَ ُق‬.‫ْح ِك ْي ِم‬ ِ ِِِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ذ ْك ِر ال‬#ِّ #‫ات َوال‬##َ‫ه م َن اْآلي‬##‫ا ف ْي‬##‫ َو َن َف َعن ْي َوإِيَّا ُك ْم بِ َم‬،‫رآن ال َْعظ ْي ِم‬#ْ #‫ار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق‬# َ #َ‫ب‬
.‫َسَتغْ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم‬
ْ ‫َوأ‬
 

Khutbah Kedua

َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ َ ْ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬ ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ ِ‫م‬
ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬ َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ
ِ
َ‫وا اهلل‬##‫وا َّات ُق‬##ُ‫ يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامن‬:‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫َص َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‬ ِ ٍ
ْ ‫صلَّى اهللُ َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آل ِه َوأ‬ َ
َ‫{و َمن َيت َِّق اهلل‬ َ :‫ال‬# َ َ‫ا} َوق‬#‫ل لَّهُ َم ْخ َر ًج‬#‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َع‬ َ :‫الَى‬#‫ال َت َع‬# َ َ‫ ق‬.‫لِ ُم ْو َن‬#‫وتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْس‬#ْ ‫ه َوالَ تَ ُم‬#ِ ِ‫ق ُت َقات‬# َّ ‫َح‬
َ‫ {إِ َّن اهلل‬:‫ال‬# َ #‫ ْولِ ِه َف َق‬#‫الَِم َعلَى َر ُس‬#‫س‬ َّ ‫الَ ِة َوال‬#‫ص‬ #ْ ‫هُ أ‬##َ‫يِّئَاتِِه َو ُي ْع ِظ ْم ل‬#‫هُ َس‬##‫يُ َك ِّف ْر َع ْن‬
َّ ‫ر ُك ْم بِال‬#َ #‫ِإ َّن اهللَ أ ََم‬#َ‫وا ف‬#ْ #‫ ثُ َّم ا ْعلَ ُم‬.}‫را‬#ً ‫َج‬
.}‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما‬ ِ
َ ‫ يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامُن ْوا‬،‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‬
ِ
َ ُ‫َو َمالَئ َكتَهُ ي‬

.‫ ٌد‬# #‫ ٌد َم ِج ْي‬# # ‫ك َح ِم ْي‬ َ َّ‫ إِن‬،‫ر ِاه ْي َم‬#َ # ‫آل إِ ْب‬


ِ ‫ر ِاه ْيم و َعلَى‬###‫ت َعلَى إِ ْب‬
ََ َ َ ‫لَّْي‬## ‫ص‬ ٍ
َ ‫ا‬## ‫م‬#َ ‫آل ُم َح َّمد َك‬ِ ‫ ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬## ‫ص‬
َ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ ٌد‬# ‫ ٌد َم ِج ْي‬# ‫ك َح ِم ْي‬ َ َّ‫ إِن‬،‫ر ِاه ْي َم‬#َ #‫آل إِ ْب‬
ِ ‫ر ِاه ْيم و َعلَى‬##‫ت َعلَى إِ ْب‬
ََ َ َ ‫ار ْك‬# ٍ ِ ٍ ِ
َ #َ‫ا ب‬##‫ار ْك َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آل ُم َح َّمد َك َم‬##َ‫َوب‬
‫ا‬#َ‫ اَللَّ ُه َّم أَ ِرن‬.‫ب‬ ِ َ َّ‫ إِن‬،‫ات‬ ِ ‫ات اْألَحي‬#
ِ ‫و‬#‫اء ِم ْن ُهم واْأل َْم‬# ِ َ‫ؤ ِمنِْين والْم ْؤ ِمن‬#ْ ‫ والْم‬،‫ات‬ ِ ‫لِم‬#‫ا ْغ ِفر لِلْمسلِ ِم ْين والْمس‬
ٌ ْ‫ ِري‬#َ‫م ْي ٌع ق‬#‫ك َس‬ َ َْ َْ ُ ََ ُ َ َ ُْ ََ ُْ ْ
‫اآلخ َر ِة َح َس‪#‬نَةً‬ ‫اجتِنَابَ‪##‬هُ‪َ .‬ر َّبنَ‪##‬ا آتِنَ‪##‬ا فِي ال‪#ُّ #‬د ْنيَا َح َس‪#‬نَةً َوفِي ِ‪#‬‬ ‫اط‪ِ #‬‬
‫‪#‬ل ب‪#‬اَطالً َو ْار ُزقْنَ‪##‬ا ْ‬
‫ِ‬
‫اعهُ‪َ ،‬وأَ ِرنَا الْبَ َ‬ ‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا‪ #‬اتِّبَ َ‬
‫ال َ‬
‫ب ال ِْع‪#َّ #‬ز ِة‬ ‫ين إِ َم ًام‪##‬ا‪ُ .‬س‪ْ #‬ب َحا َن َربِّ َ‬ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق‪#َّ #‬رةَ أَ ْعي ٍن واجعلْنَ‪##‬ا لِل ِ‬‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك َر ِّ‬ ‫ْمتَّق َ‬
‫ُ‬ ‫ُ َ َْ‬ ‫ب لَنَا م ْن أَ ْز َو َ‬ ‫اب النَّا ِر‪َ .‬ر َّبنَا َه ْ‬‫َوقنَا َع َذ َ‬
‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َع َّما يَص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسل ْي َن َوال َ‬

‫ص ْحبِ ِه َو َسلَّ َم‪َ .‬وأَقِ ِم َّ‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬


‫الصالَةَ‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو َ‬
‫َو َ‬

‫‪13‬‬
‫‪Dahsyatnya Gelombang Penghancur Iman Dan Akhlaq‬‬

‫‪Oleh: H. Hartono Ahmad Jaiz‬‬

‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬


‫ات أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَالَ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬
‫إِ َّن ال َ‬

‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬


‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ض َّل لَه ومن ي ْ ِ‬
‫مِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ‬ ‫ضللْهُ فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى ِ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ‬
‫اهلل َف َق ْد فَ َاز ال ُْمَّت ُق ْو َن‪ .‬قَ َ‬ ‫َّاس أ ُْو ْ َ َ َ‬ ‫َو َر ُس ْولُهُ‪ .‬يَا أ َُّي َها الن ُ‬
‫سو ِ‬
‫اح َد ٍة‬ ‫َّ ِ‬ ‫َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪ .‬قَ َ‬
‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف ٍ َ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أ َُّي َها الن ُ‬
‫ِ‬ ‫َّ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫و َخلَ َق ِم ْنها َزوجها وب َّ ِ‬
‫آءل ُْو َن بِه َواْأل َْر َح َ‬
‫ام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم‬ ‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َس ً‬
‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي تَ َس َ‬ ‫َ ْ ََ ََ‬ ‫َ‬
‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْ‪#‬ر لَ ُك ْم ذُ ُن ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َرق ْيبًا‪ .‬يَا أ َُّي َها الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‪ .‬يُ ْ‬

‫اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق ْ‪#‬د فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‪.‬‬

‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر‬ ‫ٍ‬ ‫َص َد َق ال ِ ِ ِ‬
‫اب اهللَ‪َ ،‬و َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد ُ‬
‫ي ُم َح َّمد َ‬ ‫ْحديث كتَ ُ‬
‫َ‬ ‫أ ََّما َب ْع ُد؛ فَِإ َّن أ ْ‬

‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّم ٍد‬ ‫ضالَلَةٌ و ُك َّل َ ٍ ِ‬


‫ضالَلَة فى النَّا ِر‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ِ ٍ‬ ‫ٍِ‬
‫ُم ْح َدثَا ُت َها َو ُك َّل ُم ْح َدثَة ب ْد َعةٌ َو ُك َّل ب ْد َعة َ َ‬
‫ان إِلَى َي ْوِم ال ِْقيَ َام ِة‪.‬‬
‫و َعلَى آلِ ِه وص ْحبِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس ٍ‬
‫َ َ ََ ْ َ ْ َ‬ ‫َ‬
Ada gelombang dahsyat yang menimpa ummat Islam sedunia, yaitu gelombang budaya
jahiliyah yang merusak akhlaq dan aqidah manusia yang disebarkan lewat televisi dan media lainnya.
Gelombang itu pada hakekatnya lebih ganas dibanding senjata-senjata nuklir yang sering
dipersoalkan secara internasional. Hanya saja gelombang dahsyat itu karena sasarannya merusak
akhlaq dan aqidah, sedang yang paling menjunjung tinggi akhlaq dan aqidah itu adalah Islam, maka
yang paling prihatin dan menjadi sasaran adalah ummat Islam. Hingga, sekalipun gelombang dahsyat
itu telah melanda seluruh dunia, namun pembicaraan hanya sampai pada tarap keluhan para ulama
dan Muslimin yang teguh imannya, serta sebagian ilmuwan yang obyektif.

Gelombang dahsyat itu tak lain adalah budaya jahiliyah yang disebarkan lewat aneka media
massa, terutama televisi, VCD/ CD, radio, majalah, tabloid, koran,dan buku-buku yang merusak
akhlak.

Dunia Islam seakan menangis menghadapi gelombang dahhsyat itu. Bukan hanya di
Indonesia, namun di negara-negara lain pun dilanda gelombang dahsyat yang amat merusak ini.

Di antara pengaruh negatif televisi adalah membangkitkan naluri kebinatangan secara dini...
dan dampak dari itu semua adalah merosotnya akhlak dan kesalahan yang sangat mengerikan yang
dirancang untuk menabrak norma-norma masyarakat. Ada sejumlah contoh bagi kita dari pengkajian
Charterz (seorang peneliti) yang berharga dalam masalah ini di antaranya ia berkata: “Sesungguhnya
pembangkitan syahwat dan penayangan gambar-gambar porno, dan visualisasi (penampakan
gambar) trik-trik porno, di mana sang bintang film menanamkan rasa senang dan membangkitkan
syahwat bagi para penonton dengan cara yang sangat fulqar  bagi kalangan anak-anak dan remaja itu
amat sangat berbahaya.”

Peneliti ini telah mengadakan statistik kumpulan film-film yang ditayangkan untuk anak-
anak sedunia, ia mendapatkan bahwa:

 29,6% film anak-anak bertemakan seks


 27,4% film anak-anak tentang menanggulangi kejahatan
 15% film anak-anak berkisar sekitar percintaan dalam arti syahwat buka-bukaan.

Terdapat pula film-film yang menampilkan kekerasan yang menganjurkan untuk balas
dendam, memaksa, dan brutal.

Hal itu dikuatkan oleh sarjana-sarjana psikologi bahwa berlebihan dalam menonton program-
program televisi dan film mengakibatkan kegoncangan jiwa dan cenderung kepada sifat dendam dan
merasa puas dengan nilai-nilai yang menyimpang. (Thibah Al-Yahya, Bashmat ‘alaa waladi/ tanda-
tanda atas anakku, Darul Wathan, Riyadh, cetakan II, 1412H, hal 28).

Jangkauan lebih luas

Apa yang dikemukakan oleh peneliti beberapa tahun lalu itu ternyata tidak menjadi
peringatan bagi para perusak akhlaq dan aqidah. Justru mereka tetap menggencarkan program-
programnya dengan lebih dahsyat lagi dan lebih meluas lagi jangkauannya, melalui produksi VCD
dan CD yang ditonton oleh masyarakat, dari anak-anak sampai kakek- nenek, di rumah masing-
masing. Gambar-gambar yang merusak agama itu bisa disewa di pinggir-pinggir jalan atau dibeli di
kaki lima dengan harga murah. Video dan komputer/ CD telah menjadi sarana penyaluran budaya
kaum jahili untuk merusak akhlaq dan aqidah ummat Islam. Belum lagi situs-situs porno di internet.

Budaya jahiliyah itu jelas akan menjerumuskan manusia ke neraka. Sedangkan Allah
Subhannahu wa Ta'ala memerintahkan kita agar menjaga diri dan keluarga dari api Neraka. Firman
Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahriim: 6).

Sirkulasi perusakan akhlaq dan aqidah

Dengan ramainya lalulintas tayangan yang merusak aqidah dan akhlaq lewat berbagai jalur
itu penduduk dunia -dalam pembicaraan ini ummat Islam-- dikeroyok oleh syetan-syetan perusak
akhlaq dan aqidah dengan aneka bentuk. Dalam bentuk gambar-gambar budaya jahiliyah, di
antaranya disodorkan lewat televisi, film-film di VCD, CD, bioskop, gambar-gambar cetak berupa
foto, buku, majalah, tabloid dsb. Bacaan dan cerita pun demikian.

Tayangan, gambar, suara, dan bacaan yang merusak aqidah dan akhlaq itu telah mengeroyok
Muslimin, kemudian dipraktekkan langsung oleh perusak-perusak aqidah dan akhlaq dalam bentuk
diri pribadi, yaitu perilaku. Lalu masyarakatpun meniru dan mempraktekkannya. Sehingga praktek
dalam kehidupan sehari-hari yang sudah menyimpang dari akhlaq dan aqidah yang benar itupun
mengepung ummat Islam.

Dari sisi lain, praktek tiruan dari pribadi-pribadi pendukung kemaksiatan itupun
diprogramkan pula untuk dipompakan kepada masyarakat dengan aneka cara, ada yang dengan
paksa, misalnya menyeragami para wanita penjaga toko dengan pakaian ala jahiliyah. Sehingga,
ummat Islam didesak dengan aneka budaya yang merusak aqidah dan akhlaq, dari yang sifatnya
tontonan sampai praktek paksaan.

Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam  memperingatkan agar ummat Islam tidak
mematuhi suruhan siapapun yang bertentangan dengan aturan Allah swt. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam Bersabda:
ِ ‫ة‬#ِ ‫صي‬
.)20191  ‫ (رواه أحمد في مسنده‬.‫اهلل َتبَ َار َك َوَت َعالَى‬ ِ ِ ٍ ِ َ َ‫الَ ط‬
َ ‫اعةَ ل َم ْخلُ ْوق ف ْي َم ْع‬
“Tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam maksiat pada Allah Tabaraka wa Ta’ala.”
( Hadits Riwayat Ahmad, dalam Musnadnya nomor 20191).

Sikap Ummat Islam

Masyarakat Muslim pun beraneka ragam dalam menghadapi kepungan gelombang dahsyat
itu. Golongan pertama, prihatin dengan bersuara lantang di masjid-masjid, di majlis-majlis ta’lim dan
pengajian, di tempat-tempat pendidikan, dan di rumah masing-masing. Mereka melarang anak-
anaknya menonton televisi karena hampir tidak diperoleh manfaat darinya, bahkan lebih besar
madharatnya. Mereka merasakan kesulitan dalam mendidikkan anak-anaknya. Kemungkinan, tinggal
sebagian pesantrenlah yang relatif lebih aman dibanding pendidikan umum yang lingkungannya
sudah tercemar akhlaq buruk.

Ummat Islam adalah golongan pertama yang ingin mempertahan-kan aqidah dan akhlaq
anak-anaknya itu, di bumi zaman sekarang ini ibarat orang yang sedang dalam keadaan menghindar
dari serangan musuh. Harus mencari tempat perlindungan yang sekira-nya aman dari aneka “peluru”
yang ditembakkan. Sungguh!

Golongan kedua, Ummat Islam yang biasa-biasa saja sikapnya. Diam-diam masyarakat
Muslim yang awam itu justru menikmati aneka tayangan yang sebenarnya merusak akhlaq dan
aqidah mereka dengan senang hati. Mereka beranggapan, apa-apa yang ditayangkan itu sudah lewat
sensor, sudah ada yang bertanggung jawab, berarti boleh-boleh saja. Sehingga mereka tidak merasa
risih apalagi bersalah. Hingga mereka justru mempersiap-kan aneka makanan kecil untuk dinikmati
sambil menonton tayangan-tayangan yang merusak namun dianggap nikmat itu. Sehingga mereka
pun terbentuk jiwanya menjadi penggemar tayangan-tayangan itu, dan ingin mempraktekkannya
dalam kehidupan. Tanpa disarari mereka secara bersama-sama dengan yang lain telah jauh dari
agamanya.

Golongan ketiga, masyarakat yang juga mengaku Islam, tapi lebih buruk dari sikap orang
awam tersebut di atas. Mereka berangan-angan, betapa nikmatnya kalau anak-anaknya menjadi
pelaku-pelaku yang ditayangkan itu. Entah itu hanya jadi penjoget di belakang penyanyi (namanya
penjoget latar), atau berperan apa saja, yang penting bisa tampil. Syukur-syukur bisa jadi bintang top
yang mendapat bayaran besar. Mereka tidak lagi memikir tentang akhlaq, apalagi aqidah. Yang
penting adalah hidup senang, banyak duit, dan serba mewah, kalau bisa agar terkenal. Untuk
mencapai ke “derajat” itu, mereka berani mengorbankan segalanya termasuk apa yang dimiliki
anaknya. Na’udzubillaah. Ini sudah bukan rahasia lagi bagi orang yang tahu tentang itu. Na’udzu
billah tsumma na’udzu billah.

Golongan pertama yang ingin mempertahankan akhlaq dan aqidah itu dibanding dengan
golongan yang ketiga yang berangan-angan agar anaknya ataupun dirinya jadi perusak akhlaq dan
aqidah, boleh jadi seimbang jumlahnya. Lantas, golongan ketiga --yang ingin jadi pelaku perusak
akhlaq dan aqidah itu-- digabung dengan golongan kedua yang merasa nikmat dengan adanya
tayangan maksiat, maka terkumpullah jumlah mayoritas. Hingga Muslimin yang mempertahankan
akhlaq dan aqidah justru menjadi minoritas.

Itu kenyataan. Buktinya, kini masyarakat jauh lebih meng-unggulkan pelawak daripada
ulama’. Lebih menyanjung penyanyi dan penjoget daripada ustadz ataupun kiyai. Lebih menghargai
bintang film daripada guru ngaji. Dan lebih meniru penjoget daripada imam masjid dan khatib.

Ungkapan ini secara wajar tampak hiperbol, terlalu didramatisir secara akal, tetapi justru
secara kenyataan adalah nyata. Bahkan, bukan hanya suara ulama’ yang tak didengar, namun
Kalamullah pun sudah banyak tidak didengar. Sehingga, suara penyayi, pelawak, tukang iklan dan
sebagainya lebih dihafal oleh masyarakat daripada Kalamullah, ayat-ayat Al-Quran. Fa
nastaghfirulaahal ‘adhim.

Tayangan-tayangan televisi dan lainnya telah mengakibatkan berubahnya masyarakat secara


drastis. Dari berakhlaq mulia dan tinggi menjadi masyarakat tak punya filter lagi. Tidak tahu mana
yang ma’ruf (baik) dan mana yang munkar (jelek dan dilarang). Bahkan dalam praktek sering
mengutamakan yang jelek dan terlarang daripada yang baik dan diperintahkan oleh Allah SWT.

Berarti manusia ini telah merubah keadaan dirinya. Ini mengakibatkan dicabutnya ni’mat
Allah akibat perubahan tingkah manusia itu sendiri, dari baik menjadi tidak baik. Allah Subhannahu
wa Ta'ala berfirman:

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d/ 13:11).

Mencampur kebaikan dengan kebatilan

Kenapa masyarakat tidak dapat membedakan kebaikan dan keburukan? Karena “guru utama
mereka” adalah televisi. Sedang program-program televisi adalah menampilkan aneka macam yang
campur aduk. Ada aneka macam kebohongan misalnya iklan-iklan yang sebenarnya bohong, tak
sesuai dengan kenyataan, namun ditayangkan terus menerus. Kebohongan ini kemudian dilanjutkan
dengan acara tentang ajaran kebaikan, nasihat atau pengajian agama. Lalu ditayangkan film-film
porno, merusak akhlaq, merusak aqidah, dan menganjurkan kesadisan. Lalu ditayangkan aneka
macam perkataan orang dan berita-berita yang belum tentu mendidik. Sehingga, para penonton lebih-
lebih anak-anak tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Masyarakat pun
demikian. Hal itu berlangsung setiap waktu, sehingga dalam tempo sekian tahun, manusia Muslim
yang tadinya mampu membedakan yang haq dari yang batil, berubah menjadi manusia yang
berfaham menghalalkan segala cara, permissive atau ibahiyah, apa-apa boleh saja.

Munculnya masyarakat permissive itu karena adanya penyingkiran secara sistimatis terhadap
aturan yang normal, yaitu larangan mencampur adukkan antara yang haq (benar) dan yang batil.
Yang ditayangkan adalah jenis pencampur adukan yang haq dan yang batil secara terus menerus,
ditayangkan untuk ditonton oleh masyarakat. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala telah melarang
pencampur adukan antara yang haq dengan yang batil:

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu
sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 42).

Dengan mencampur adukkan antara yang benar dengan yang batil secara terus menerus,
akibatnya mempengaruhi manusia untuk tidak menegakkan yang haq/ benar dan menyingkirkan
yang batil. Kemudian berakibat tumbuhnya jiwa yang membolehkan kedua-duanya berjalan,
akibatnya lagi, membolehkan tegaknya dan merajalelanya kebatilan, dan akibatnya pula
menumbuhkan jiwa yang berpandangan serba boleh. Dan terakhir, tumbuh jiwa yang tidak bisa lagi
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Lantas, kalau sudah tidak mampu membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang haq dan mana yang batil, lantas keimanannya di
mana?
‫‪Menipisnya keimanan itulah bencana yang paling parah yang menimpa ummat Islam dari‬‬
‫‪proyek besar-besaran dan sistimatis serta terus menerus yang diderakan kepada ummat Islam‬‬
‫‪sedunia. Yaitu proyek mencampur adukkan antara kebaikan dan keburukan lewat aneka tayangan.‬‬
‫‪Apakah upaya kita untuk membentengi keimanan kita? ‬‬

‫ْح ِك ْي ِم‪ .‬أَ ُق‪#ْ #‬و ُل َق‪#ْ #‬ولِ ْي َه‪َ #‬ذا‬ ‫ِ‬ ‫ِِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫‪#‬ار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق‪#ْ #‬رآن ال َْعظ ْي ِم‪َ ،‬و َن َف َعن ْي َوإِيَّا ُك ْم بِ َم‪##‬ا ف ْي‪##‬ه م َن اْآليَ‪##‬ات َوال‪#ِّ #‬ذ ْك ِر ال َ‬ ‫بَ‪َ #‬‬
‫َسَت ْغ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُ‬
‫ك ْم‪ .‬‬ ‫َوأ ْ‬
‫‪Khutbah Kedua ‬‬

‫ات أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَالَ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ي لَهُ‪ .‬أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬ ‫ِ‬ ‫ض َّل لَه ومن ي ْ ِ‬ ‫مِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‬ ‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫ِ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامنُ‪##‬وا َّات ُق‪##‬وا اهللَ‬ ‫َص َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‪ .‬قَ َ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬
‫صلَّى اهللُ َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آل ِه َوأ ْ‬ ‫َ‬
‫{و َمن َيت َِّق اهللَ‬ ‫‪#‬ال‪َ :‬‬ ‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َع‪#‬ل لَّهُ َم ْخ َر ًج‪#‬ا} َوقَ َ‬ ‫‪#‬ال َت َع‪#‬الَى‪َ :‬‬ ‫‪#‬ق ُت َقاتِ ِ‪#‬ه َوالَ تَ ُم ْ‪#‬وتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْس‪#‬لِ ُم ْو َن‪ .‬قَ َ‬
‫َح َّ‬
‫ِ ِ‬
‫َج ًرا}‬‫يُ َك ِّف ْر َع ْنهُ َسيِّئَاتِه َو ُي ْعظ ْم لَهُ أ ْ‬
‫ص‪#‬لُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَ‪#‬ا أَيُّه‪#‬اَ‬ ‫ِ‬
‫‪#‬ال‪{ :‬إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَ‪#‬هُ يُ َ‬ ‫س‪#‬الَِم َعلَى َر ُس‪ْ #‬ولِ ِه َف َق َ‬ ‫ص‪#‬الَ ِة َوال َّ‬ ‫ثُ َّم ا ْعلَ ُم ْ‪#‬وا فَ‪ِ#‬إ َّن اهللَ أ ََم َ‪#‬ر ُك ْم بِال َّ‬
‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما}‪.‬‬‫الَّذيْ َن َء َامُن ْوا َ‬
‫ِ‬
‫ك َح ِم ْي ‪ٌ # #‬د َم ِج ْي‪ٌ # #‬د‪.‬‬ ‫آل إِ ْب ‪#َ #‬ر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْب‪###‬ر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫ص ‪##‬لَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َ‪#‬م ‪##‬ا َ‬ ‫ص ‪ِّ ##‬ل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ك َح ِم ْي ‪ٌ #‬د َم ِج ْي ‪ٌ #‬د‪ .‬اَللَّ ُه َّم‬ ‫آل إِ ْب‪#َ #‬ر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْب‪##‬ر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫‪#‬ار ْك َ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬
‫َوبَ‪##‬ار ْك َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آل ُم َح َّمد َك َم‪##‬ا بَ‪َ #‬‬
‫ِ‬
‫ب‪ .‬اَللَّ ُه َّم أَ ِرنَ‪#‬ا‬ ‫ات‪ ،‬إِنَّ َ ِ‬ ‫‪#‬اء ِم ْن ُهم واْأل َْم‪#‬و ِ‬ ‫‪#‬ات اْألَحي ِ‬ ‫ات‪ ،‬والْم ْ‪#‬ؤ ِمنِْين والْم ْؤ ِمنَ ِ‬ ‫ا ْغ ِفر لِلْمسلِ ِم ْين والْمس‪#‬لِم ِ‬
‫ك َس‪#‬م ْي ٌع قَ‪ِ #‬ريْ ٌ‬ ‫َْ َ‬ ‫َْ‬ ‫َ ُ ََ ُ‬ ‫ْ ُْ ََ ُْ َ‬
‫اآلخ َر ِة َح َس‪#‬نَةً‬ ‫اجتِنَابَ‪##‬هُ‪َ .‬ر َّبنَ‪##‬ا آتِنَ‪##‬ا فِي ال‪#ُّ #‬د ْنيَا َح َس‪#‬نَةً َوفِي ِ‪#‬‬ ‫اط‪ِ #‬‬
‫‪#‬ل ب‪#‬اَطالً َو ْار ُزقْنَ‪##‬ا ْ‬
‫ِ‬
‫اعهُ‪َ ،‬وأَ ِرنَا الْبَ َ‬ ‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا‪ #‬اتِّبَ َ‬ ‫ال َ‬
‫ب ال ِْع‪#َّ #‬ز ِة‬ ‫ين إِ َم ًام‪##‬ا‪ُ .‬س‪ْ #‬ب َحا َن َربِّ َ‬ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق‪#َّ #‬رةَ أَ ْعي ٍن واجعلْنَ‪##‬ا لِل ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك َر ِّ‬ ‫ْمتَّق َ‬‫ُ‬ ‫ُ َ َْ‬ ‫ب لَنَا م ْن أَ ْز َو َ‬ ‫اب النَّا ِر‪َ .‬ر َّبنَا َه ْ‬ ‫َوقنَا َع َذ َ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬ ‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َع َّما يَص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسل ْي َن َوال َ‬
‫ص ْحبِ ِه َو َسلَّ َم‪َ .‬وأَقِ ِم َّ‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫الصالَةَ‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو َ‬ ‫َو َ‬

‫‪14‬‬
‫‪Masalah Mengada-ada Dalam Beribadah‬‬
Oleh: Drs. M. Joko Winarto
 

ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬


َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬
َ ‫اَل‬
ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ِ‫م‬
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم‬ َّ ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهلل َوأَ ْش َه ُد أ‬.ُ‫ي لَه‬
َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ
‫ أ ََّما َب ْع ُد؛‬.‫َج َم ِع ْي َن‬ ِ ْ ‫َعلَى مح َّم ٍد و َعلَى آلِ ِه وأ‬
ْ ‫َص َحابِه أ‬ َ َ َُ

.‫ َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬،‫اهلل‬ ِ ِ َ ‫َفيا ِعب‬
ِ ‫ص ْي ُكم و َن ْف ِسي بَِت ْقوى‬
َ ْ َ ْ ‫ أ ُْو‬،‫اد اهلل‬ َ َ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

            Di dalam menjalankan dan menegakkan Islam, kita tinggal mengikuti syari’at yang jelas,
yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam dalam Al-Qur’an dan
Sunah Rasul dan dijelaskan oleh para sahabat, tabi’ien, dan tabi’it-tab’ien. Tapi apa yang terjadi
sekarang? Sebagian orang malah membuat syari’at sendiri, tidak puas dengan syariat yang telah
disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam. Mereka cenderung untuk
menyimpang dari syari’at. Ironisnya hal itu justru mereka anggap dan mereka yakini sebagai
kebenaran. Padahal Allah telah berfirman dalam surat Al-An’am 153:

            “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari
jalanNya, yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa” (Al-An’am:153).

            “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah, dan ber-taqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-
Nya.” (Al-Hasyr: 7).

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

            Mengapa disaat sekarang ini semakin ngetren, berbangga-bangga dengan syariat yang diada-
adakan dalam beribadah maupun aqidah padahal sudah menjadi ketetapan bahwa cara-cara yang sah
untuk menyembah Allah Subhannahu wa Ta'ala telah ditetapkanNya dan telah disampaikan oleh
RasulNya. Maka setiap peribadatan dan penetapan hukum haruslah berdasarkan Al-Qur’an atau
ketetapan Rasul. Seseorang tidak boleh menambah-nambahi menurut kemauannya sendiri.

            Nah, sekarang seperti memperingati orang mati (tahlilan) dengan upacara pesta dan bacaan-
bacaan tertentu pada waktu-waktu tertentu yakni hari ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus,
seribu hari dst, menanam kepala kerbau guna keselamatan bangunan, sesaji untuk menolak balak,
maulidan, ratiban, nujuh bulan (pitonan), berjanjen, manakib, berbagai macam shalawat yang
menyimpang (Shalawat Nariyah, Ya Rabbibil Musthofa .. dll), melakukan penginjakan (pecah telur)
pengantin saat dipertemukan, melakukan penerobosan di bawah keranda (mayat) bagi ahli waris,
meminta do’a pada isi kubur, puji-pujian menjelang shalat fardhu, puasa mutih, nisfu sya’ban,
sadranan, dzikir dengan goyangan dan diiringi rebana, sedekah bumi, sedekah laut, mencari petunjuk
dengan tidur di kuburan, menjalankan tirakat, dan berkecimpung dalam tasawuf. Apakah ini semua
sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunah? Jawabannya adalah hal-hal tersebut tidak dilakukan oleh
Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam dan tidak diperintahkan oleh Allah. Lantas
bagaimana dengan sebagian orang yang melaksanakan hal-hal terebut? orang-orang tersebut telah
menjalankan hal yang tidak diperintahkan Allah dan tak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Salam . Dalam istilah agama mereka telah menjalankan kebid’ahan (sesuatu
yang diada-adakan dalam urusan agama).

            Rasullullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

‫ (رواه أبو داود‬.‫ضالَل ٍَة فِي النَّا ِر‬ َ ‫ات اْأل ُُم ْو ِر فَِإ َّن ُك َّل ُم ْح َدثٍَة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬
َ ‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل‬ ِ َ‫إِيَّا ُكم وم ْح َدث‬
َُ ْ
.)‫والترمذي‬

            “Jauhilah perkara-perkara baru, karena setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah
adalah kesesatan, dan setiap kesesatan masuk dalam Neraka” (Diriwayatkan Abu Daud dan At-
Tirmidzi, dia berkata hadits hasan shahih).

.)‫ (رواه البخاري ومسلم‬.ٌّ‫س ِم ْنهُ َف ُه َو َرد‬ ِ َ ‫من أَح َد‬


َ ‫ث ف ْي أ َْم ِرنَا َما ل َْي‬ ْ َْ

            “Barangsiapa mengada-adakan pada perkara (agama) kami ini, sesuatu yang bukan darinya,
maka ia adalah tertolak” (diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim).

            “Barangsiapa melakukan amalan, yang tidak ada keterangannya dari kami, maka amalan itu
tertolak” (Diriwayatkan Muslim).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

            Dari hadits-hadits ini sangat jelas bahwa semua bid’ah pada agama, hukumnya adalah haram,
sesat dan tertolak. Oleh karena itu, kita harus menjaga kemurnian aqidah Islamiyah. Apapun yang
tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-shahihah maka wajib ditinggalkan atau ditolak.
Apabila seseorang tetap mengikuti ajaran yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-
shahihah, maka akan menyesal dan rugi sebesar-besarnya di akhirat kelak. Walaupun di dunia bisa
jadi dinilai oleh sesama sebagai orang yang hidup bermasyarakat dan banyak konco-konconya,
banyak yang mengikutinya, dan banyak pengayomnya, tapi apa yang terjadi di akhirat, kesemuanya
akan mendapat dan menerima balasan dari Allah, setimpal dengan kemaksiatan dan kesesatannya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

            Oleh karena itu, marilah kita pegang teguh ajaran Islam dengan sebenar-benarnya, sesuai
dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah dengan pemahaman salafus shalih dan juga marilah
kita jauhi sikap ikut-ikutan tanpa ilmu ta’ashub dan fanatisme semata-mata.
            Penjelasan yang benar dan shahih yaitu berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-
Shahihah dengan jalan yang shahih pula, yaitu manhaj salaf yang telah ditempuh oleh generasi awal
Islam yakni shahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. Namun bagi mereka yang tetap memegangi ajaran
atau kebiasaan yang tidak sesuai dengan kebenaran Islam, maka ancaman dan kecaman akan
ditimpakan oleh Allah kepada mereka.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

            Perintah untuk tetap berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah Ash-Shahihah
ditegaskan dalam beberapa nash, sehingga tak perlu diragukan lagi. Ketika Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam ketika berkhutbah pada haji wada’ (perpisahan), beliau menegaskan:

            “Sesungguhnya syetan telah berputus asa untuk disembah di bumimu ini, tetapi senang bila
kalian mengikutinya pada sesuatu yang menyia-nyiakan amal-amalmu, maka waspadalah.
Sesungguhnya aku telah meninggalkan padamu satu perkara, kalau kamu sekalian berpegang teguh
kepadanya maka kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah
RasulNya”. (Hadits shahih).

            Demikian uraian singkat tentang hal-hal yang tidak pernah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam kerjakan, tapi sebagian orang menganggap itu adalah suatu amalan ibadah yang berpahala.
Padahal itu mengada-ada dalam ibadah dan balasannya adalah Neraka. Na’udzubillahi min dzalik.

     Akhirnya hanya kepada Allah-lah kami bertawakkal, dan hanya kepada Allah-lah kami mohon
pertolongan. Mudah-mudahan Allah menunjukkan kita semua ke jalan yang lurus dan yang diridhoiNya, dan
mudah-mudahan Allah mengampuni dosa dan kesalahan kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

ِ ِ ‫الذ ْك ِر ال‬ ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬
ِّ ‫ات َو‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ َوَت َقبَّ َل اهللُ من‬،‫ْحك ْي ِم‬
‫ِّي‬ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬
َّ ‫ إِنَّهُ ُه َو‬،ُ‫َو ِم ْن ُك ْم تِالَ َوتَه‬
.‫الس ِم ْي ُع ال َْعلِ ْي ُم‬

Khutbah Kedua

َ ْ‫َن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ


ُ‫ك لَه‬ َّ ‫ أَ ْش َه ُد أ‬.ُ‫ي ل َْو الَ أَ ْن َه َدانَا اهلل‬ َ ‫ْح ْم ُد للَّه الذ ْي َه َدانَا ل َه َذا َو َما ُكنَّا لَن ْهتَد‬ َ ‫اَل‬
.‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ َونَ ْح ُن لَهُ تَابِعُ ْو َن‬ ِ
ُ ‫َوالَ َن ْعبُ ُد إِالَّ إِيَّاهُ َونَ ْح ُن لَهُ ُم ْخل‬
َّ ‫ َوأَ ْش َه ُد أ‬.‫ص ْو َن‬

‫ أ ََّما‬.‫ص ِّل َو َسلِّ ْم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‬ ِ ٍ ِ ْ ‫اَللَّه َّم ص ِّل َعلَى مح َّم ٍد و َعلَى آلِ ِه وأ‬
َ ،‫َص َحابِه َو َم ْن تَبِ َع ُه ْم بِِإ ْح َسان إِلَى َي ْوم الدِّيْ ِن‬ َ َ َُ َ ُ
‫َب ْع ُد؛‬
‫الس ِر والْعلَن‪ ،‬فَ َّات ُقوا اهلل ح َّق ُت َقاتِِه وأ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫َفيا ِعب َ ِ ِ‬
‫َط ْيعُ ْوهُ‬ ‫َ‬ ‫َ َ‬ ‫اد اهلل‪َ ،‬رح َم ُك ُم اهللُ‪ .‬أ ُْوص ْي ُك ْم َو َن ْفس ْي بَت ْق َوى اهلل في ِّ َ َ َ‬ ‫َ َ‬
‫صلَّى َعلَى نَبِيِّ ِه َت ْق ِديْ ًما َوبَ َدأَ بَِن ْف ِس ِه َت ْعلِ ْي ًما‪،‬‬‫َن اهللَ َت َعالَى َ‬ ‫الر ُس ْو َل ل ََعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُح ْو َن‪َ .‬وا ْعلَ ُم ْوا أ ََّي ُهاَ ال ُْم ْؤ ِمُن ْو َن‪ ،‬أ َّ‬
‫َو َّ‬
‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما‪.‬‬ ‫ِ‬
‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامُن ْوا َ‬
‫ِ‬
‫ال اهللُ َع َّز َو َج َّل‪ :‬إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬ ‫َوقَ َ‬
‫َج َم ِع ْي َن‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫اَللَّه َّم ص ِّل وسلِّم َعلَى مح َّم ٍد و َعلَى آلِ ِه وأ ْ ِ‬
‫َص َحابِه َوالتَّابِع ْي َن أ ْ‬ ‫َ‬ ‫َُ َ‬ ‫ُ َ ََ ْ‬

‫ك س ِم ْيع قَ ِريْ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ات اْأل ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْغ ِفر لِلْم ْؤ ِمنِْين والْم ْؤ ِمنَ ِ‬
‫ب‬
‫ب ُمج ْي ُ‬ ‫ات َوال ُْم ْسل ِم ْي َن َوال ُْم ْسل َم ِ ْ‬
‫َحيَاء م ْن ُه ْم َواْأل َْم َوات‪ ،‬إِنَّ َ َ ٌ ٌ‬ ‫ْ ُ ََ ُ‬
‫ات‪.‬‬‫َّعو ِ‬
‫الد َ َ‬

‫اجتِنَابَهُ‪َ .‬ر َّبنَا الَ تُ ِز ْ‬


‫غ ُقلُ ْو َبنَا َب ْع َد إِ ْذ َه َد ْيَتنَا‬ ‫ِ ِ‬ ‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا اتِّبَ َ‬
‫اعهُ‪َ ،‬وأَ ِرنَا الْبَاط َل باَطالً َو ْار ُزقْنَا ْ‬ ‫اَللَّ ُه َّم أَ ِرنَا ال َ‬
‫ان َوالَ تَ ْج َع ْل فِ ْي‬ ‫َنت الْوهَّاب‪ .‬ر َّبنَا ا ْغ ِفر لَنَا و ِإل ْخوانِنَا الَّ ِذيْن سب ُقونَا بِاْ ِإليْم ِ‬
‫َ‬ ‫َ ََ ْ‬ ‫ْ َ َ‬ ‫كأ َ َ ُ َ‬ ‫ك َر ْح َمةً إِنَّ َ‬ ‫ب لَنَا ِمن لَّ ُدنْ َ‬ ‫َو َه ْ‬
‫ف َّر ِح ْي ٌم‪َ .‬ر َّبنَا ظَلَ ْمنَا أَْن ُف َسنَا َوإِ ْن لَّ ْم َت ْغ ِف ْر لَنَا َوَت ْر َح ْمنَا لَنَ ُك ْونَ َّن ِم َن‬‫ك َرءُ ْو ٌ‬ ‫ُقلُ ْوبِنَا ِغالًّ لِّلَّ ِذيْ َن َء َامُن ْوا َر َّبنَا إِنَّ َ‬
‫الد ْنيا حسنةً وفِي ِ‬
‫اآلخ َر ِة َح َسنَةً‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫الْ َخاس ِريْ َن‪َ .‬ر َّبنَا ا ْغف ْر لَنَا َول َوال َد ْينَا َو ْار َح ْم ُه َما َك َما َر َّبيَانَا صغَ ًارا‪َ .‬ر َّبنَا آتنَا في ُّ َ َ َ َ َ‬
‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬ ‫اب النَّا ِر‪َ .‬وال َ‬ ‫َوقنَا َع َذ َ‬
‫ِ‬

‫‪15‬‬
‫‪Makna Islam‬‬

‫‪Oleh: Abu Abdir Rahman ‬‬

‫ص ْحبِ ِه َو َم ْن‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫الشاكِ ِريْ َن واَ َّ‬ ‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َح ْم َد َّ‬
‫السالَ ُم َعلَى ُم َح َّمد اَل َْم ْبعُ ْوث َر ْح َمةً لل َْعال َِم ْي َن َو َعلَى آله َو َ‬ ‫لصالَةُ َو َّ‬ ‫اَل َ‬
‫ي ُم َح َّم ٍد‬ ‫ْاهتَ َدى بِه َداهُ و َع ِمل بِسنَّتِ ِه إِلَى يوِم الدِّي ِن‪ .‬أ ًَّما ب ْع ُد؛ فَِإ َّن َخير ال ِ ِ ِ‬
‫اب اهللَ‪َ ،‬و َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد ُ‬
‫ْحديث كتَ ُ‬ ‫َْ َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َْ‬ ‫ُ َ َ ُ‬
‫ضالَل ٍَة فِي النَّا ِر‪.‬‬
‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل َ‬ ‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر ُم ْح َدثَا ُت َها َو ُك َّل ُم ْح َدثٍَة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة َ‬‫َ‬
‫اش َر ال ُْم ْسلِ ِم ْي َن َر ِح َم ُك ُم اهللُ‪.‬‬
‫مع ِ‬
‫ََ‬
‫‪            Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya berwasiat kepada diri saya sendiri dan kepada‬‬
‫‪saudara-saudara sekalian, marilah kita tingkatkan Islam, iman dan taqwa kita kepada Allah‬‬
Subhannahu wa Ta'ala karena hanya dengan Islam, iman dan taqwa itulah kita akan mendapatkan
kebahagiaan baik di dunia terlebih lagi Insya Allah di akhirat.

            Untuk itu  pada khutbah kali ini mengambil sebuah judul “MAKNA ISLAM”

            As-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab “Ushul Tsalatsah”, berkata:

.‫الش ْر ِك‬ ُ ‫اع ِة َواْ ِالبْتِ َع‬


ِّ ‫اد َع ِن‬ ُ َ‫اْ ِإل ْسالَ ُم ُه َو اْ ِال ْستِ ْسالَ ُم لِلَّ ِه بِالَّْت ِو ْحيِد َواْ ِالنِْقي‬
َ َّ‫اد لَهُ بِالط‬
            Artinya: “Islam itu ialah berserah diri kepada Allah dengan meMaha EsakanNya dalam
beribadah dan tunduk dengan melakukan ketaatan dan menjauhkan diri dari syirik.”

            Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 112:

            Artinya: “(Tidak demikian), bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah sedang
ia berbuat kebajikan,maka baginya pahala pada sisi TuhanNya dan tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

            Adapun sendi-sendi Islam itu ada lima sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.

‫ بُنِ َي اْ ِإل ْسالَ ُم َعلَى‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َي ُق ْو ُل‬ ِ ُ ‫ َس ِم ْع‬:‫ال‬ ِ ‫َعن َع ْب ِد‬
ِ ‫اهلل بْ ِن ُعمر ر‬
َ ‫ت َر ُس ْو َل اهلل‬ َ َ‫ض َي اهللُ َع ْن ُه َما ق‬ َ ََ ْ
ِ‫ت وصوم‬ ِ ِ َّ ‫الصالَ ِة وإِيت ِاء‬ ِ ‫َن مح َّم ًدا رسو ُل‬
ْ َ َ ‫الز َكاة َو َح ِّج الَْب ْي‬ َ ْ َ َّ ‫اهلل َوإِقَ ِام‬ ْ ُ َ َ ُ َّ ‫ادةُ أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َوأ‬
َ ‫س؛ َش َه‬ٍ ‫َخ ْم‬
.‫ضا َن‬
َ ‫َر َم‬
            Artinya: “Dari Abdillah bin Umar Radhiallaahu anhu Berkata: Aku mendengar Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Islam itu didirikan atas lima perkara:

1. Bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah
2. Mendirikan shalat
3. Mengeluarkan zakat.
4. Menunaikan ibadah haji
5. Berpuasa di bulan Ramadlan.”

            Inilah sendi-sendi Islam, yang menyebabkan seseorang keluar dari lingkaran kekafiran dan
yang menyebabkan seseorang masuk Surga dan jauh dari siksa Neraka.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

            Lima sendi tersebut di atas merupakan rukun Islam. Barangsiapa menjalankannya dengan
sempurna, maka ia termasuk muslim yang sempurna imannya, dan barangsiapa yang
meninggalkan seluruhnya, maka ia adalah kafir yang nyata. Dan barangsiapa mengingkari salah satu
dari padanya, maka para ulama’ bersepakat bahwa ia bukan muslim. Dan barangsiapa yang meyakini
seluruhnya dan ia menelantarkan salah satu darinya selain syahadat maka ia adalah fasiq dan
barangsiapa yang beramal hanya sebatas lisannya saja tanpa dibarengi dengan I’tigad, maka ia adalah
munafiq.

            Allah Ta’ala berfiman dalam surat Ali Imran ayat 19.

            Artinya: “Sesungguhnya agama (yang benar) di sisi Allah hanyalah Islam”.

            Maksud dari ayat di atas, bahwa sesungguhnya tidak ada agama yang diterima di sisiNya dari
seseorang selain Islam.

            Maka barang siapa menganut suatu agama selain syari’at nabi Muhammad Shallallaahu
alaihi wa Salam setelah diutusnya beliau, maka agama itu tidak di terima di sisi Allah Subhannahu
wa Ta'ala .

Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 85.

            Artinya: “Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidak akan
diterima daripadanya, sedang ia di akhirat kelak termasuk golongan orang yang merugi.”

            Yakni barangsiapa menjalankan agama selain apa yang disyari’atkan oleh Allah kepada
RasulNya, maka tak akan diterima daripadanya di sisi Allah dan ia kelak di akhirat termasuk di
antara orang-orang yang merugi.

            Sebagaimana sabda nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam dalam hadist yang shahih:

.ٌّ‫س َعلَْي ِه أ َْم ُرنَا َف ُه َو َرد‬ ِ


َ ‫َم ْن َعم َل َع َمالً ل َْي‬
            Artinya: “Barangsiapa melakukan suatu amal, yang tidak didasari keterangan kami, maka ia
adalah tertolak”.

            Berdasarkan hadist di atas telah jelas sekali bagi para hamba yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, bahwa apa saja yang berhubungan dengan syariat, baik dari segi aqidah maupun ibadah,
baru akan diterima di sisi Allah apabila hal itu sesuai dengan apa-apa yang telah diajarkan oleh Allah
kepada RasulNya. Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran
ayat 31.

            Artinya: “katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah maha Pengampun lagi Maha penyayang.”

            Dan Allah Ta’ala telah berfirman pula, dalam surat Al-Hasyr ayat 7.
            Artinya: “Apa yang diberikan oleh rasul maka terimalah ia. Dan apa yang di larangnya
bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukumanNya.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

            Bila dipandang dari sejak syari’at di turunkan sampai hari akhir nanti, maka Islam itu dapat
dibagi dua, yaitu:

1. Islam dipandang dari segi umum


2. Islam dipandang dari segi khusus

            Islam dipandang dari segi umum, bahwa sejak rasul yang pertama sampai hari akhir nanti,
syari’at mereka adalah Islam yang berarti, tunduk beribadah hanya kepada Allah semata, karena itu
mereka disebut Al-Muslimun.

            Islam dipandang dari segi khusus, bahwa sejak diutusnya Rasul yang terakhir, yang mana ia
adalah penyempurna bagi syari’at sebelumnya, serta menjadi penutup bagi segenap rasul, maka
barangsiapa dari ummat manusia, yang tidak beriman kepada Nabi Muhammadsaw , maka ia kafir.

            Sebagaimana yang tersebut di dalam hadist yang shahih bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Salam bersabda:

‫س ُم َح َّم ٍد بِيَ ِد ِه الَ يَ ْس َم ُع‬ ِ َّ َ َ‫اهلل صلَّى اهلل َعلَي ِه وسلَّم أَنَّهُ ق‬
ُ ‫ َن ْف‬ ‫ َوالذ ْي‬:‫ال‬ َ ََ ْ ُ َ
ِ ‫ضي اهلل َع ْنهُ َعن رسو ِل‬
ُْ َ ْ
ِ
ُ َ ‫َع ْن أَبِي ُه َر ْي َر َة َر‬
ِ ُ ‫َم ُي ْؤ ِم ُن بِالَّ ِذ ْي أ ُْر ِسل‬ ٌّ ‫َح ٌد ِم ْن َه ِذ ِه اْأل َُّم ِة َي ُه ْو ِد‬
.‫َّار‬
َ ‫اب الن‬ ِ ‫َص َح‬ ْ ‫ْت بِ ِه إِالَّ َكا َن م ْن أ‬ ُ ‫ص َرانِ ٌّي ثُ َّم يَ ُم ْو‬
ْ ‫ت َول‬ ْ َ‫ي َوالَ ن‬ َ ‫بِ ْي أ‬
)‫(رواه مسلم‬

            Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam, beliau bersabda: “Demi dzat yang diri Muhammad berada di tanganNya, tidaklah seseorang
mendengar tentang aku dari umat ini, baik itu kaum Yahudi atau kaum Nasrani, kemudian meninggal
sementara ia belum mau beriman kepada apa yang aku bawa, melainkan ia akan menjadi penghuni
Neraka.” (hadits Muslim)           

.‫الر ِح ْي ُم‬ ِ ِ ِ ‫ول َقو لِي ه َذا وأ‬


ُ ‫َسَت ْغف ُر اهللَ ل ْي َولَ ُك ْم انَّهُ ُه َو الْغَ ُف‬
َّ ‫ور‬ ْ َ َ ْ ُ ُ‫أَق‬
Khutbah Kedua

‫السالَ ُم َعلَى َسيِّ ِد ال ُْم ْر َسلِ ْي َن َو َعلَى‬


َّ ‫الصالَةُ َو‬ ُّ ‫ َوبِ ِه نَ ْستَ ِع ْي ُن َعلَى أ ُُم ْو ِر‬،‫العال َِم ْي َن‬
َّ ‫الد ْنيَا َوالدِّيْ ِن َو‬ َ ‫ب‬
ِ َّ‫الْحم ُد لِل‬
ِّ ‫‍ه َر‬ َْ
.ُ‫اش َر ال ُْم ْسلِ ِم ْي َن َر ِح َم ُك ُم اهلل‬
ِ ‫ أ ََّما ب ْع ُد؛ مع‬.‫آلِ ِه وصحبِ ِه أَجم ِعين‬
ََ َ َْ َْ ْ َ َ
            Kita harus yakin bahwa Islam, adalah agama yang benar di sisi Allah dan selainnya adalah
batil Dan kita meyakini, bahwa Islam adalah agama yang telah sempurna. Sebagaimana telah
tersebut dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 3:

            Artinya: “Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu ni’matKu, dan telah ku-ridlai Islam itu jadi agama bagimu”.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

            Itulah Islam, Allah telah memberi kabar kepada nabiNya dan kepada seluruh kaum
mu’minin, bahwa Ia (Allah) telah menyempurnakan bagi mereka Islam sebagai agama.

            Dengan keputusan Allah ini, sekaligus merupakan keme-nangan bagi kaum mu’minim dan
merupakan kesempurnaan dalam beragama.

Maka selesailah tugas Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dalam mengemban tugasnya
dalam menyampaikan agama, dan bagi kaum mukminin, mereka tidak butuh lagi pengurangan
ataupun penambahan selamanya.

            Semoga Allah selalu membimbing kita semua ke jalan yang diridhaiNya. Amin.

.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‬


ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫صلَّْي‬ ٍ
َ ‫آل ُم َح َّمد َك َما‬ ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬
َ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‬
ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك‬ ِ ‫وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬
َ َ
‫َحيِنَا‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫ اَللَّ ُه َّم أ‬.‫ب‬ ٌ ْ‫ك َسم ْي ٌع قَ ِري‬ َ َّ‫ إِن‬،‫َحيَاء م ْن ُه ْم َواْأل َْم َوات‬ ْ ‫ َوال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل‬،‫ْم ْسلم ْي َن َوال ُْم ْسل َمات‬ ُ ‫ا ْغف ْر لل‬
.ُ‫اجتِنَابَه‬ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫ َوأَ ِرنَا الْبَاط َل باَطالً َو ْار ُزقْنَا‬،ُ‫اعه‬ َ َ‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا اتِّب‬َ ‫ اَللَّ ُه َّم أَ ِرنَا ال‬.‫َعلَى اْ ِإل ْسالَِم َوأَم ْتنَا َعلَى اْ ِإليْ َمان‬
‫اجنَا َوذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّرةَ أَ ْعيُ ٍن‬ ِ ‫ ر َّبنَا َهب لَنَا ِمن أَ ْزو‬.‫اآلخر ِة حسنَةً وقِنَا َع َذاب النَّا ِر‬ ِ ِ ُّ ‫َر َّبنَا آتِنَا فِي‬
َ ْ ْ َ َ َ َ َ َ ‫الد ْنيَا َح َسنَةً َوفي‬
‫ب‬ِّ ‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر‬ ِ ِ ِ ِ ِّ ‫ك ر‬
َ ‫ َو َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسل ْي َن َوال‬،‫ب الْع َّزة َع َّما يَص ُف ْو َن‬ َ َ ِّ‫ ُس ْب َحا َن َرب‬.‫ين إِ َم ًاما‬
ِ ‫واجعلْنَا لِل‬
َ ‫ْمتَّق‬
ُ َْ َ
.‫ال َْعال َِم ْي َن‬

ِ ‫ان وإِيتآ ِئ ِذي الْ ُقربى وي ْنهى ع ِن الْ َفح َش‬


‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْبغْ ِي يَِعظُ ُك ْم‬ ْ َ َ ََ َْ َ َ ِ ‫ إِ َّن اهللَ يَأ ُْم ُر ُك ْم بِال َْع ْد ِل َواْ ِإل ْح َس‬،‫اهلل‬
ِ ‫اد‬ َ َ‫ِعب‬
ِ ‫َذ ْكر‬ ِ َّ
.‫اهلل أَ ْكَب ُر‬ ُ ‫ َول‬.‫ل ََعل ُك ْم تَ َذ َّك ُر ْو َن‬

16
Jihad Adalah Jalan Yang Selamat

Oleh: Waznin Mahfudh


َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ َ ْ‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬ ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ ِ‫م‬
ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُده‬ َ ‫ضللْهُ فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ
ِ ِ ‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى‬ ِ
َ‫ يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهلل‬:‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫اهلل َف َق ْد فَ َاز ال ُْمَّت ُق ْو َن‬ َ َ َ ْ ‫َّاس أ ُْو‬ ُ ‫ يَا أ َُّي َها الن‬.ُ‫َو َر ُس ْولُه‬
ِ ‫سو‬
‫اح َد ٍة‬ ِ َّ َ َ‫ ق‬.‫َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬
َ ٍ ‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف‬ ُ ‫ يَا أ َُّي َها الن‬:‫ال َت َعالَى‬
ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ‫و َخلَ َق ِم ْنها َزوجها وب‬
‫ام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم‬ َ ‫آءل ُْو َن بِه َواْأل َْر َح‬ َ ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي تَ َس‬ ً ‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َس‬ ََ ََ ْ َ َ
‫ر لَ ُك ْم ذُنُ ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع‬#ْ ‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َيغْ ِف‬ ِ ِ
ْ ُ‫ ي‬.‫ يَا أ َُّي َها الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‬.‫َرق ْيبًا‬
ِ

.‫د فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬#ْ ‫اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق‬

#ِ‫ ه‬#‫ ْي‬#َ‫ ل‬#‫ َع‬# ‫هلل‬#‫ ا‬#‫ى‬#َّ‫ ل‬#‫ص‬ ٍ #ُ #‫ ا‬#َ‫ ت‬#ِ‫ ك‬#‫ث‬#ِ #‫ ي‬#‫ ِد‬#‫ َح‬#ْ‫ل‬#‫ ا‬#‫ َق‬#‫ َد‬#‫ص‬ ْ #َ‫ أ‬#‫ َّن‬#‫ِإ‬#َ‫ ف‬#‫ ؛‬#‫ ُد‬#‫ ْع‬#‫ َب‬#‫ ا‬#‫ َّم‬#َ‫أ‬
َ #‫ د‬#‫ َّم‬#‫ َح‬#‫ ُم‬#‫ي‬ ُ #‫ ْد‬#‫ َه‬#‫ي‬#ِ #‫ ْد‬#‫ َه‬#ْ‫ل‬#‫ ا‬#‫ي َر‬#ْ #‫ َخ‬#‫و‬#َ #، # َ‫هلل‬#‫ ا‬#‫ب‬
#‫ ي‬#ِ‫ ف‬#‫ ٍة‬#َ‫ ل‬#َ‫ ال‬#‫ض‬ َ #‫ َّل‬#‫ ُك‬#‫ َو‬#ٌ‫ة‬#َ‫ ل‬#َ‫ ال‬#‫ض‬ َ #‫ ٍة‬#‫ َع‬#‫ ْد‬#ِ‫ ب‬#‫ َّل‬#‫ ُك‬#‫و‬#َ #ٌ‫ ة‬#‫ َع‬#‫ ْد‬#ِ‫ ب‬#‫ ٍة‬#َ‫ ث‬#‫ َد‬#‫ ْح‬#‫ ُم‬#‫ َّل‬#‫ ُك‬#‫ َو‬#‫ ا‬#‫ َه‬#‫ ُت‬#‫ا‬#َ‫ ث‬#‫ َد‬#‫ ْح‬#‫ ُم‬#‫ ِر‬#‫ و‬#‫ ُم‬#ُ‫أل‬#‫ ا‬#‫ َر‬#‫ َّش‬#‫ َو‬#‫ َم‬#َّ‫ ل‬#‫ َس‬#‫َو‬
#‫ى‬#َ‫ ل‬#ِ‫ إ‬#‫ ٍن‬#‫ ا‬#‫ َس‬#‫ ْح‬#‫ِإ‬#ِ‫ ب‬#‫ ْم‬#‫ ُه‬#‫ َع‬#ِ‫ب‬#َ‫ ت‬#‫ ْن‬#‫ َم‬#‫ َو‬#‫ ِه‬#ِ‫ ب‬#‫ ْح‬#‫ص‬ ِِ ٍ
َ #‫و‬#َ #‫ه‬#‫ل‬#‫ آ‬#‫ ى‬#َ‫ ل‬#‫ َع‬#‫و‬#َ #‫ د‬#‫ َّم‬#‫ َح‬#‫ ُم‬#‫ ا‬#َ‫ ن‬#‫ي‬#ِّ #ِ‫ب‬#َ‫ ن‬#‫ ى‬#َ‫ ل‬#‫ َع‬#‫ ْم‬#ِّ‫ ل‬#‫ َس‬#‫ َو‬#‫ ِّل‬#‫ص‬ َ #‫ َّم‬#‫ ُه‬#َّ‫ل‬#‫ل‬#َ‫ ا‬#. #‫ ِر‬#‫ا‬#َّ‫ن‬#‫ل‬#‫ا‬
#. #‫ ِة‬#‫ َم‬#‫ ا‬#َ‫ ي‬#‫ ِق‬#ْ‫ل‬#‫ ا‬#‫م‬#ِ #‫و‬#ْ #‫َي‬
Sidang Jum’at rahimakumullah,

Bersungguh-sungguh menegakkan agama Allah adalah satu keharusan mutlak. Itulah satu-
satunya jalan hidup yang selamat. Tanpa perjuangan yang sesungguhnya tanpa menegakkan agama
Allah, da’wah kepada kebaikan, amar ma’ruf dan nahi munkar, tanpa itu semua maka hancurlah
kehidupan manusia.

Mengapa jihad merupakan keharusan yang mutlak. Sebabnya adalah:

1. Allah menciptakan alam dengan hak, benar, adil, seimbang dan bijaksana, tidak cacat sedikitpun.
Seperti firman Allah dalam (QS: 67 Al-Mulk: 3-4)

Artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah
kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?. (Al-Mulk: 3)

Namun tidak semua manusia menyadari dan berpegang pada keadilan dan kemaslahatan itu, bahkan
mereka membuat kerusakan dan kedhaliman, bahkan bila diingatkan mereka membantah:

Firman Allah (Al-Baqarah: 11-12)


Artinya: Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”.
Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah,
sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (Al-Baqarah:
11-12)

2. Allah menurunkan syariat Islam kepada para rasulNya, namun Allah juga meluluskan permintaan
syetan untuk terus menggelar operasinya bersama bala tentara kuffar, yang terus menentang dan memusuhi
orang mukmin, muslim karena kebusukan hati kaum kuffar. Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala , yang
artinya:

“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa.
Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan penolong. (QS Al-Furqan 25: 31)

“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan
menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan
mereka semuanya kecuali hamba-hambaMu yang ikhlas”. (QS Al-Hijr 15: 39-40)

Namun bagi umat Islam kaum beriman yang mukhlisin, Allah melindungi dan menjaga dari gangguan
dan godaan mereka.

3. Allah menciptakan manusia dengan dua potensi, setiap kita dibekali potensi fujur (berbuat jahat)
dan potensi taqwa (berbuat ta’at). Dalam firman Allah (QS Asy- Syams 91: 8)

Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya”.

Maka perjuangan dan pengorbanan untuk terus membersih-kan hati atau jiwa mutlak diperlukan demi
keberuntungan dan keselamatan kita. Allah Subhannahu wa Ta'ala memerintahkan (QS As-Syams 91: 9-10)

Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya”.

4. Qadrat dan Tabiat insan yang lemah, sebagaimana kenyataan firman Allah (QS An-Nisaa’ 4: 28)

Artinya: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.

Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keluh kesah, padahal tugasnya adalah berat sebagai khalifah di bumi
dan sebagai pengemban amanah/syariat Allah. Maka berjuang, berkorban dan jihad adalah mutlak suatu
keharusan, guna melatih diri dan menepis kelemahan itu.

5. Rahmat Allah dan FadhilahNya bagi umat Islam dalam firmanNya (QS: 10 Yunus: 57-58)

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman. Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Kurnia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
6. Allah Subhannahu wa Ta'ala akan menguji keseriusan dan kesungguhan kaum mukminin sebagai
umat yang betul betul menegakan kebenaran Al-Haq dengan sesungguhnya sabar. (QS: 3 Ali-‘Imran: 142)

Artinya: Apakah kamu mengira akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang
yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.

Sebab generasi ini harus di tempa dengan ujian demi ujian, perjuangan dan pengorbanan sehingga
membentuk diri, mendidik diri dan kesiapan serta keteguhan hidup seperti pengalaman dan mental serta
keteguhan hidup para generasi pendahulunya, yaitu Rasulullah dan para shahabatnya:

Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala (QS:2 Al-Baqarah: 214)

Artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu ? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan
orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah ?” Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu amat dekat. (Al-Baqarah: 214)

Hadirin sidang jum’at rahima wa a’azza kumullah !

Jadi alasan dan penyebab kita harus berjuang dan berjihad adalah kerena kedhaliman orang kafir, syetan dan
bala tentaranya, tabiat manusia yang jahat, qudrot yang lemah dan Allah akan menguji kesungguhan orang
beriman yang menghendaki kemuliaan dan mewaspadai rongrongan Yahudi dan kaum kuffar.

‫ َذا‬#‫ولِ ْي َه‬#ْ #‫و ُل َق‬#ْ #‫ أَ ُق‬.‫ْح ِك ْي ِم‬ ِ ِِِ ِ ِ ِ ِ ِ


َ ‫ذ ْك ِر ال‬#ِّ #‫ات َوال‬##َ‫ه م َن اْآلي‬##‫ا ف ْي‬##‫ َو َن َف َعن ْي َوإِيَّا ُك ْم بِ َم‬،‫رآن ال َْعظ ْي ِم‬#ْ #‫ار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق‬#َ #َ‫ب‬
.‫الر ِح ْي ُم‬َّ ‫ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬،ُ‫اسَتغْ ِف ُر ْوه‬ ٍ ْ‫َسَتغْ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِي َولَ ُك ْم َولِ َسائِ ِر ال ُْم ْسلِ ِم ْي َن ِم ْن ُك ِّل ذَن‬
ْ َ‫ ف‬.‫ب‬ ْ ‫َوأ‬
ْ
Khutbah kedua:

َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َ ْ‫ ِري‬# ‫ َدهُ الَ َش‬#‫هَ إِالَّ اهللُ َو ْح‬## َ‫ َه ُد أَ ْن الَ إِل‬##‫ َوأَ ْش‬.ُ‫ه‬## َ‫ي ل‬
َّ ‫ َه ُد أ‬# ‫هُ َوأَ ْش‬## َ‫ك ل‬ ِ ِ ْ ‫ه ومن ي‬## َ‫ َّل ل‬# ‫ض‬
ِ‫م‬
ُ‫ ُده‬# ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب‬ َ ‫اد‬##‫ل ْل فَالَ َه‬##‫ض‬ ُ ْ ََ ُ ُ
‫ أ ََّما َب ْع ُد؛‬.‫ص ْحبِ ِه‬ ِِ ٍ
َ ‫السالَ ُم َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو‬ َّ ‫الصالَةُ َو‬
َّ ‫ َو‬.ُ‫َو َر ُس ْولُه‬

Sidang jum’at rahima wa a’azza kumullah !

Bagaimana kita melaksanakan jihad:

Pertama: Jihad terhadap diri sendiri; dengan cara:

1. Mencari ilmu syar’i, sebab ilmu ini adalah petunjuk dan arah kebenaran kita.
2. Jihad mengamalkan ilmu tersebut, menegakkan tauhid dengan amal shalih.
3. Jihad menyampaikan ilmu dengan berda’wah (amar ma’ruf nahi munkar)
4. Jihad dengan bersabar menanggung resiko da’wah dengan menekan hawa nafsu sendiri.

Kedua: Jihad terhadap syetan, yaitu dengan:

1. Memerangi subhat dan keragu-raguan Iman yang dipicu dan didorong oleh syetan.
2. Memerangi tipu daya syetan yang mengobarkan nafsu maksiat dan membangkang karena godaan
syetan itu. Dalam Surat Faathir ayat 6 disebutkan:

Artinya: Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena
sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka
yang menyala-nyala. (Faathir: 6)

Ketiga: Jihad mengubah kedhaliman, bid’ah dan kemungkaran bersama pihak yang bertanggung jawab di
dalam keluarga, masyarakat maupun bangsa sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:


ِ ‫ف ا ِإليْم‬ َ ِ‫َم يَ ْستَ ِط ْع فَبِ َق ْلبِ ِه َوذَل‬ ِِ ِ ِ ِ ِِ ِ
‫ان‬ َ ُ ‫ض َع‬ ْ َ‫ك ا‬ ْ ‫َم ْن َرأَى م ْن ُك ْم ُم ْن َك ًرا َفلُْيغَِّي ْرهُ بِيَده فَِإ ْن ل‬
ْ ‫َم يَ ْستَط ْع فَبل َسانه فَِإ ْن ل‬
)‫(رواه مسلم‬

Artinya: “Barangsiapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia
merubahnya dengan tangannya, dan jika tidak mampu maka hendaklah merubahnya dengan lisannya, dan
jika tidak mampu (juga), maka hendaklah ia merubahnya dengan hatinya(membencinya), dan itu adalah
selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).

Hadirin rahimakumullah!

Barsegeralah dalam beramal ma’ruf nahi munkar, sebab kejahatan itu cepat menjalar. Allah berfirman dalam
(QS: Al-Anfaal: 25)

Artinya: Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang
zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfaal: 25)

Keempat: Jihad mempertahankan umat Islam dari serangan orang kafir dan munafiq dengan :
1. Hati yang berlepas diri, tidak mencintai dan tidak membantu kekufuran mereka.
2. Jihad dengan lisan dan tulisan, untuk menyeru mereka kepada keselamatan di dunia dan akhirat.
3. Jihad dengan harta, membantu persiapan dan kelancaran menegakkan kalimat Allah yaitu Agama
Islam.
4. Jihad dengan jiwa di saat musuh telah membahayakan kesela-matan umat Islam demi tetap
tegaknya dienul Islam.

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam (surat Al-Hajj: 78).


‫‪Artinya: Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah degnan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah‬‬
‫‪memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan” (Al-Hajj:‬‬
‫‪78).‬‬

‫‪Semoga Allah mengkaruniai kita kekuatan dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarkan‬‬
‫‪kesejahteraan bagi segenap ummat manusia. Amin.‬‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ص ِّل َعلَى‬ ‫صلُّ ْوا َعلَْيه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسل ْي ًما‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬ ‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامُن ْوا َ‬
‫إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪َ .‬وبَا ِر ْك َعلَى‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫صلَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َما َ‬ ‫ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم اغفر‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك َ‬‫ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬
‫ُك ِم َن الْ َخ ْي ِر ُكلِّ ِه َما‬
‫ات‪ .‬اَللَّ ُه َّم إِنَّا نَ ْسأَل َ‬ ‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫لِل ِ ِ‬
‫َْ َ‬ ‫ْم ْسلم ْي َن َوال ُْم ْسل َمات َوال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل ْ َ‬ ‫ُ‬
‫ال الْمسلِ ِمين وأَر ِخص أَسعارهم و ِ‬
‫آم ْن ُه ْم فِ ْي أ َْوطَانِ ِه ْم‪َ .‬ر َّبنَا آتِنَا‬ ‫َعلِمنَا ِم ْنه وما لَم َنعلَم‪ .‬اَللَّهم أ ِ‬
‫َح َو َ ُ ْ ْ َ َ ْ ْ ْ َ َ ُ ْ َ‬ ‫َصل ْح أ ْ‬‫ْ ُ ََ ْ ْ ْ ُ َ ْ‬
‫اب النَّا ِر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫فِي ُّ‬
‫الد ْنيَا َح َسنَةً َوفي اآلخ َرة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ َ‬
‫ان وإِيتآ ِئ ِذي الْ ُقربى وي ْنهى ع ِن الْ َفح َش ِ‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْبغْ ِي‬ ‫ْ‬ ‫َْ ََ َ َ‬ ‫اهلل‪ ،‬إِ َّن اهللَ يَأ ُْم ُر ُك ْم بِال َْع ْد ِل َواْ ِإل ْح َس ِ َ َ‬
‫اد ِ‬ ‫ِعبَ َ‬
‫َذ ْكر ِ‬
‫اهلل أَ ْكَب ُر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ي ِعظُ ُكم لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرو َن‪ .‬فَاذْ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم واسأَلُوهُ ِمن فَ ْ ِ ِ ِ‬
‫ضل ‪#‬ه ُي ْعط ُك ْم َول ُ‬ ‫ُ َ َ َْ َ ْ ْ َ ْ ْ ْ‬ ‫َ ْ َ ْ ُْ‬

‫‪17‬‬
‫‪Shalat Sebagai Kewajiban Orang Muslim‬‬

‫‪Oleh: Mursyidi‬‬

‫ات أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَالَ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ك لَ ‪##‬هُ َوأَ ْش ‪َ #‬ه ُد أ َّ‬ ‫ي لَ ‪##‬هُ‪َ .‬وأَ ْش ‪َ #‬ه ُد أَ ْن الَ إِلَ ‪##‬هَ إِالَّ اهللُ َو ْح‪َ #‬دهُ الَ َش ‪ِ #‬ريْ َ‬ ‫ِ‬ ‫ض ‪َّ #‬ل لَ ‪##‬ه ومن ي ْ ِ‬ ‫مِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ‪ُ #‬دهُ‬ ‫ض‪##‬للْهُ فَالَ َه‪##‬اد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫ِ‬ ‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى ِ‬ ‫ِ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ‬ ‫اهلل َف َق ْد فَ َاز ال ُْمَّت ُق ْو َن‪ .‬قَ َ‬ ‫َّاس أ ُْو ْ َ َ َ‬ ‫َو َر ُس ْولُهُ‪ .‬يَا أ َُّي َها الن ُ‬
‫س َو ِ‪#‬‬
‫اح َد ٍة‬ ‫َّاس َّات ُق‪#ْ #‬وا َربَّ ُك ُم الَّ ِذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف ٍ‬ ‫َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪ .‬قَ َ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَ‪##‬ا أ َُّي َه‪##‬ا الن ُ‬
‫ِ‬ ‫َّ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫و َخلَ َق ِم ْنها َزوجها وب َّ ِ‬
‫ام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم‬ ‫آءل ُْو َن بِه َواْأل َْر َح َ‬ ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي تَ َس َ‬ ‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َس ً‬ ‫َ ْ ََ ََ‬ ‫َ‬
‫ص‪#‬لِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َم‪#‬الَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْ‪##‬ر لَ ُك ْم ذُ ُن ْ‪#‬وبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط‪ِ #‬ع‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َرق ْيبًا‪ .‬يَا أ َُّي َها الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‪ .‬يُ ْ‬
‫ِ‬
‫اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق ْ‪#‬د فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‪.‬‬
‫و ِر‬##‫ َر األ ُُم‬# ‫لَّ َم َو َّش‬# ‫ه َو َس‬#ِ # ‫لَّى اهلل َعلَْي‬# ‫ص‬ ٍ ِ ِ ِ ‫ َد َق ال‬##‫ص‬
َ ‫ي ُم َح َّمد‬ ُ ‫ ْد‬#‫ه‬#َ ‫ ْد ِي‬##‫ر ال َْه‬#َ #‫ َو َخ ْي‬،َ‫اب اهلل‬#ُ # َ‫ديث كت‬##‫ْح‬ َ ْ َ‫ِإ َّن أ‬##َ‫ ُد؛ ف‬# ‫أ ََّما َب ْع‬
‫ا ُم َح َّم ٍد‬##َ‫لِّ ْم َعلَى نَبِِّين‬# ‫ ِّل َو َس‬# ‫ص‬ ِ ٍ َ ‫ل‬#
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫الَلَة في النَّا ِر‬# ‫ض‬ َّ #‫الَلَةٌ َو ُك‬# ‫ض‬ َ ‫ة‬#ٍ #‫ل بِ ْد َع‬#
َّ #‫ةٌ َو ُك‬# ‫ة بِ ْد َع‬#ٍ #َ‫ل ُم ْح َدث‬#
َّ #‫ َدثَا ُت َها َو ُك‬#‫ُم ْح‬
.‫ان إِلَى َي ْوِم ال ِْقيَ َام ِة‬ ٍ ‫و َعلَى آلِ ِه وص ْحبِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس‬
َ ْ َ ْ ََ َ َ َ
Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengajak kaum muslimin, khususnya diri saya pribadi
untuk menambah ketaqwaan kita kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , yaitu dengan memperbanyak
amal ibadah kita sebagai bekal untuk menghadap Illahi Rabbul Jalil. Serta melaksanakan segala
perintah dan meninggalkan segala laranganNya.

Seperti firman Allah:

Artinya: “Dan berbekallah kalian, karena sebaik-baik bekal adalah taqwa, dan bertaqwalah
kepadaKu wahai orang-orang yang menggunakan akalnya.”

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Kita hidup bukanlah semata-mata mementingkan urusan dunia, sebab urusan ukrawi adalah lebih
penting. Kehidupan dunia terbatas oleh usia dan waktu dan kelak pada saatnya kita akan kembali ke
alam yang tiada terbatas waktu. Semua amal perbuatan kita selama di dunia akan diminta
pertanggungjawabannya, karena amal perbuatan tersebut merupakan tabungan akhirat.

Kebahagiaan dunia dapat diperoleh melalui keuletan berusaha dan dapat dinikmati hasilnya selagi
hidup, baik berwujud materi kebendaan maupun yang hanya dirasakan oleh perasaan batin.
Sebaliknya kebahagiaan akhirat tidak nampak sekarang, namun dapat dicapai dengan jalan
mengikhlaskan diri dalam Ibadat khusu’ dalam shalat serta menjauhi semua yang dibenci oleh Allah
Subhannahu wa Ta'ala .

Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia.

Bila suara adzan bergema, membahana membelah dunia untuk menyeru manusia memenuhi
panggilan Illahi.

Apabila suara adzan masuk ke dalam hati orang yang benar-benar beriman, spontan hatinya akan
gemetar dan takut, terbayang segala ke Maha Besaran dan ke Maha Kuasaan Allah Subhannahu wa
Ta'ala. Maka dengan hati yang penuh takut dan ikhlas, ia penuhi panggilan dari Allah, ia tinggalkan
semua urusan dunia untuk sujud menghadap Illahi.

Firman Allah dalam Al-Qur’an:

Artinya: “Dan tidaklah mereka disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan
ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat
dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah yang lurus.” (Al-Bayyinah: 5).
Berbeda sekali dengan orang yang jauh dari hidayah dan taufik Allah Subhannahu wa Ta'ala .

Suara adzan dianggapnya sebagai suara yang biasa, gema adzan tak sedikitpun mengetuk hatinya
untuk memenuhi panggilan Allah. Ibarat kata, masuk telinga kiri keluar telinga kanan, tanpa
memberikan kesan dan bekas sedikitpun juga pada dirinya. Telinganya sudah tuli dengan panggilan
Allah, mata hatinya sudah buta dengan seruan adzan. Begitulah hati orang yang sudah tertutup dari
Inayah dan Hidayah Allah Subhannahu wa Ta'ala .

Firman Allah dalam Al-Qur’an:

Artinya: “Menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya maka kelak mereka akan
menemui kesesatan.” (Maryam: 59).

Orang yang sombong, bukan saja orang yang memamerkan kekayaan, bukan pula orang yang
membanggakan jabatan dan sebagainya. Tetapi juga orang yang tidak mengerjakan shalatpun bisa
dikatakan orang yang paling sombong. Mengapa tidak?

Bukankah Allah Subhannahu wa Ta'ala , yang telah menjadikan dirinya dari segumpal darah dan
daging hingga menjadi manusia.

Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :

.‫الصالَةَ لِ ِذ ْك ِر ْي‬
َّ ‫أَقِ ْي ُموا‬

Artinya: “Dirikanlah shalat untuk mengingatku.”

Dari ayat di atas, kita diwajibkan oleh Allah untuk men-dirikan shalat dengan tujuan mengingatNya.
Karena dengan shalatlah kita coba mendekatkan diri dan selalu mengingat Allah, dalam keseharian
kita, dan inipun adalah kewajiban bagi kita sebagai seorang muslim.

Firman Allah dalam Al-Qur’an:

Artinya: “Tidakkah Aku jadikan Jin dan Manusia kecuali untuk menyembahKu” (Adz-Dzariyat: 7).

Berdasarkan ayat di atas, maka merupakan kewajiban kita untuk mengabdi dan menyembah hanya
kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dengan menunaikan shalat lima waktu dalam sehari semalam
sebagai tanda pengabdian kita kepada Allah Al-Khalik.

Kaum muslimin rahimakumullah .

Terkadang orang yang tidak mengerjakan shalat itu bukan tidak tahu, bahwa shalat adalah tiang
agama.

Bahkan mungkin orang itupun tahu shalat itu bisa mencegah dari kejahatan dan kemungkaran.
Firman Allah Ta’ala:

Artinya: “Sungguh shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Sedangkan mengingat
Allah amat besar (manfaatnya) Allah tahu apa yang kamu perbuat.”

Firman Allah pula:

Artinya: “Yang mendirikan sembahyang, menunaikan zakat dan yakin terhadap adanya akhirat,
merekalah orang-orang yang berjalan di atas pimpinan Tuhan, merekalah orang yang jaya.”
(Luqman: 4-5).

Pada suatu hari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bertanya pada sahabat- sahabatnya:

ٍ ‫اب أَح ِد ُكم ي ْغتَ ِسل ِم ْنهُ ُك َّل يوٍم َخمس م َّر‬
‫ الَ َي ْب َقى‬:‫ات َه ْل َي ْب َقى ِم ْن َد َرنِِه َش ْيءٌ؟ قَال ُْوا‬ ِ َ‫َن َن ْهرا بِب‬
َ َ ْ َْ ُ َْ َ ً َّ ‫أ ََرأ َْيتُ ْم ل َْو أ‬
.)‫ (متفق عليه‬.‫ يَ ْم ُحو اهللُ بِ ِه َّن الْ َخطَايَا‬،‫س‬ ِ ‫الصلَو‬
ِ ‫ات الْ َخ ْم‬ َ َّ ‫ك َمثَ ُل‬ َ َ‫ ق‬.ٌ‫ِم ْن َد َرنِِه َش ْيء‬
َ ِ‫ فَ َذل‬:‫ال‬
Artinya: “Apakah pendapat kamu, apabila di muka pintu salah satu rumah kamu ada satu sungai
yang kamu mandi padanya tiap hari lima kali. Adakah tinggal olehnya kotoran?” Serentak sahabat
menjawab: “Tidak ada, Ya Rasulallah”. Beliau bersabda: “Maka begitu juga perumpamaan shalat
lima waktu, dengan itu Allah menghapus kesalahan.” (Muttafaq ‘alaih).

Manusia memang sungguh pandai, mereka dapat men-jadikan baja yang tenggelam, menjadi sebuah
kapal yang sanggup membawa barang-barang yang berat.

Merekapun sanggup membikin baja yang berat menjadi sebuah pesawat yang dapat terbang kesana-
kemari. Tetapi sayang mereka tidak pandai bersyukur kepada Allah atas segala rahmatNya, tidak
meluangkan waktu bersujud menghadapNya.

‫ أَ ُق ْو ُل َق ْولِ ْي َه َذا‬.‫ْح ِك ْي ِم‬ ِّ ‫ات َو‬


َ ‫الذ ْك ِر ال‬
ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬
َ َ َ ْ َ ْ َ َ
ِ ِ ِ
َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬
.‫الر ِح ْي ُم‬
َّ ‫ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬،ُ‫اسَت ْغ ِف ُر ْوه‬ ٍ ْ‫َسَت ْغ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِي َولَ ُك ْم َولِ َسائِ ِر ال ُْم ْسلِ ِم ْي َن ِم ْن ُك ِّل ذَن‬
ْ َ‫ ف‬.‫ب‬ ْ ‫َوأ‬
ْ
Khutbah kedua:

ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬


َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬
َ ‫إِ َّن ال‬
َ ْ‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ ِ‫م‬
ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُده‬ َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ
‫ أ ََّما َب ْع ُد؛‬.‫ص ْحبِ ِه‬ ِِ ٍ
َ ‫السالَ ُم َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو‬ َّ ‫الصالَةُ َو‬
َّ ‫ َو‬.ُ‫َو َر ُس ْولُه‬

Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Orang yang di luar Islam tidak akan berani menghancurkan Islam secara terang-terangan. Mereka
harus berfikir seribukali untuk menghancurkan mesjid-mesjid tempat ibadahnya kaum muslimin,
tetapi dengan akal mereka yang licik, mereka ciptakan kita lupa shalat, seperti PLAY STATION dan
sebagainya. Bukankah anak adalah amanat Allah, menyia-nyiakan amanat adalah perbuatan dosa.
Maka hendaklah kita jaga anak serta keluarga kita,seperti firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :

Artinya: “Peliharlah dirimu dan keluargamu dari api Neraka.”

Dari ayat-ayat di atas kita dapat mengambil pelajaran, hendaknya kita merasa khawatir kalau-kalau
kita kelak menjadi orang-orang yang menyia-nyiakan shalat.

Kitapun hendaknya selalu memohon kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala agar anak-cucu kita
menjadi orang-orang yang berbahagia di dunia dan di akhirat, tetap mendirikan shalat dan janganlah
kiranya mereka kelak menjadi orang-orang yang hanya menurutkan hawa nafsunya belaka.

Sekali lagi marilah kita lebih meningkatkan ibadah shalat dengan mengajak anak cucu dengan
segenap keluarga agar kita termasuk orang yang memperoleh janji Allah yakni kebahagiaan di dunia
dan di akhirat, karena baik buruknya anak-cucu kita tergantung ikhtiar orang tua dalam mendidik dan
membinanya.

Mudah-mudahan kita kaum muslimin, selalu diberi Allah petunjuk untuk mengerjakan segala
perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

Amin, Amin, Ya robbal alamin.

ِّ ‫ َوقُ ْل َر‬،‫الصالِ ِح ْي َن‬


َ ْ‫ب ا ْغ ِف ْر َو ْار َح ْم َوأَن‬ ِ ‫اآلمنِين وأَ ْد َخلَنَا وإِيَّاُ ْكم فِي ِعب‬
َّ ‫اد ِه‬ ِ ِ ِ
‫ت‬ َ ْ َ َ َ ْ ‫َج َعلَنَا اهللُ َوإِيَّا ُك ْم م َن الْ َفائ ِزيْ َن َو‬
.‫اح ِم ْي َن‬ِ ‫الر‬
َّ ‫َخ ْي ُر‬

.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‬


ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫صلَّْي‬ ٍ
َ ‫آل ُم َح َّمد َك َما‬ ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬
َ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‬
ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك‬
ِ ‫وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬
َ َ
‫ُك ِم َن الْ َخ ْي ِر ُكلِّ ِه‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم إِنَّا نَ ْسأَل‬.‫ات‬ ِ ‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ‫اغفر لِل‬
َ َْ َ ْ ‫ْم ْسلم ْي َن َوال ُْم ْسل َمات َوال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل‬ُ
‫ َر َّبنَا آتِنَا‬.‫آم ْن ُه ْم فِ ْي أ َْوطَانِ ِه ْم‬ ِ ‫ال الْمسلِ ِمين وأَر ِخص أَسعارهم و‬ ِ ‫ اَللَّهم أ‬.‫ما َعلِمنَا ِم ْنه وما لَم َنعلَم‬
َ ْ ُ َ َ ْ ْ ْ َ َ ْ ْ ُ َ ‫َح َو‬ ْ ‫َصل ْح أ‬
ْ َ ُ ْ ْ ْ ََ ُ ْ َ
.‫اب النَّا ِر‬ ِ ِ ِ ِ ُّ ‫فِي‬
َ ‫الد ْنيَا َح َسنَةً َوفي اآلخ َرة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ‬
ِ ‫ان وإِيتآ ِئ ِذي الْ ُقربى وي ْنهى ع ِن الْ َفح َش‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْب ْغ ِي يَِعظُ ُك ْم‬ ْ َ َ ََ َْ َ َ ِ ‫ إِ َّن اهللَ يَأ ُْم ُر ُك ْم بِال َْع ْد ِل َواْ ِإل ْح َس‬،‫اهلل‬
ِ ‫اد‬ َ َ‫ِعب‬
ِ ‫َذ ْكر‬
.‫اهلل أَ ْكَب ُر‬ ِ ِ ِ ِ ْ َ‫ فَاذْ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم واسأَلُوهُ ِمن ف‬.‫لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرو َن‬
ُ ‫ضله ُي ْعط ُك ْم َول‬ ْ ْ ْ َ ْ ْ َ َْ َ َ ُ ُْ ْ َ

18
Generasi meninggalkan Shalat & Mengikuti Syahwat

Oleh: H. Hartono Ahmad Jaiz

َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ َ ْ‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬ ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ ِ‫م‬
ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُده‬ َ ‫ضللْهُ فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ
ِ ِ ‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى‬ ِ
َ‫ يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهلل‬:‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫اهلل َف َق ْد فَ َاز ال ُْمَّت ُق ْو َن‬ َ َ َ ْ ‫َّاس أ ُْو‬ ُ ‫ يَا أ َُّي َها الن‬.ُ‫َو َر ُس ْولُه‬
ِ ‫سو‬
‫اح َد ٍة‬ ِ َّ َ َ‫ ق‬.‫َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬
َ ٍ ‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف‬ ُ ‫ يَا أ َُّي َها الن‬:‫ال َت َعالَى‬
ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ‫و َخلَ َق ِم ْنها َزوجها وب‬
‫ام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم‬ َ ‫آءل ُْو َن بِه َواْأل َْر َح‬ َ ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي تَ َس‬ ً ‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َس‬ ََ ََ ْ َ َ
‫ر لَ ُك ْم ذُ ُن ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع‬#ْ ‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغ ِف‬ ِ ِ
ْ ُ‫ ي‬.‫ يَا أ َُّي َها الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‬.‫َرق ْيبًا‬
ِ
.‫د فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬#ْ ‫اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق‬

‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر‬ ٍ ِ ِ ِ ‫َص َد َق ال‬
َ ‫ي ُم َح َّمد‬ ُ ‫ َو َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد‬،َ‫اب اهلل‬ُ َ‫ْحديث كت‬ َ ْ ‫أ ََّما َب ْع ُد؛ فَِإ َّن أ‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّم ٍد‬ ِ ٍ َ ‫ضالَلَةٌ و ُك َّل‬
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ضالَلَة في النَّا ِر‬
ٍ ِ ٍِ
َ َ ‫ُم ْح َدثَا ُت َها َو ُك َّل ُم ْح َدثَة ب ْد َعةٌ َو ُك َّل ب ْد َعة‬
.‫ان إِلَى َي ْوِم ال ِْقيَ َام ِة‬
ٍ ‫و َعلَى آلِ ِه وص ْحبِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس‬
َ ْ َ ْ ََ َ َ َ
Allah Ta’ala berfirman:

"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dari
keturunan Adam, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri
petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada
mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Maka datanglah sesudah mereka,
pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memper-turutkan hawa nafsunya, maka
mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh,
maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun." (terjemah QS.
Maryam: 58-60).

Ibnu Katsir menjelaskan, generasi yang adhoo’ush sholaat itu, kalau mereka sudah menyia-
nyiakan sholat, maka pasti mereka lebih menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban lainnya. Karena
shalat itu adalah tiang agama dan pilarnya, dan sebaik-baik perbuatan hamba. Dan akan tambah lagi
(keburukan mereka) dengan mengikuti syahwat dunia dan kelezatannya,, senang dengan kehidupan
dan kenikmatan dunia. Maka mereka itu akan menemui kesesatan,, artinya kerugian di hari qiyamat.

Adapun maksud lafazh Adho’us sholaat ini, menurut Ibnu Katsir, ada beberapa pendapat.
Ada orang-orang yang berpendapat bahwa adho'us sholaat itu meninggalkan sholat secara
keseluruhan (tarkuhaa bilkulliyyah). Itu adalah pendapat yang dikatakan oleh Muhammad bin Ka’ab
Al-Quradhi, Ibnu Zaid bin Aslam, As-Suddi, dan pendapat itulah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Pendapat inilah yang menjadi pendapat sebagian orang salaf dan para imam seperti yang masyhur
dari Imam Ahmad, dan satu pendapat dari As-Syafi’i sampai ke pengkafiran orang yang
meninggalkan shalat (tarikus sholah) setelah ditegakkan, iqamatul hujjah (penjelasan dalil),
berdasarkan Hadits:

.)‫ من حديث جابر‬82 :‫الصالَ ِة (رواه مسلم في صحيحه برقم‬


َّ ‫الش ْر ِك َت ْر ُك‬
ِّ ‫َب ْي َن ال َْع ْب ِد َو َب ْي َن‬

“(Perbedaan) antara hamba dan kemusyrikan itu adalah meninggalkan sholat.” (HR Muslim
dalam kitab Shohihnya nomor 82 dari hadits Jabir).

Dan Hadits lainnya:

َّ ‫ال َْع ْه ُد الَّ ِذ ْي َب ْيَننَا َو َب ْيَن ُه ْم‬


1/231 ‫ والنسائ‬2621 ‫ (رواه الترمذي رقم‬.‫ فَ َم ْن َت َر َك َها َف َق ْد َك َف َر‬،ُ‫الصالَة‬
.)‫هذا حديث حسن صحيح غريب‬: ‫وقال الترمذي‬،

“Batas yang ada di antara kami dan mereka adalah sholat, maka barangsiapa
meninggalkannya, sungguh-sungguh ia telah kafir.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Sunannya
nomor 2621dan An-Nasaai dalam Sunannya 1/231, dan At-Tirmidzi berkata hadits ini hasan shohih
ghorib).

Tafsir Ibnu Katsir, tahqiq Sami As-Salamah, juz 5 hal 243).

Penuturan dalam ayat Al-Quran ini membicarakan orang-orang saleh, terpilih, bahkan nabi-
nabi dengan sikap patuhnya yang amat tinggi. Mereka bersujud dan menangis ketika dibacakan ayat-
ayat Allah. Namun selanjutnya, disambung dengan ayat yang memberitakan sifat-sifat generasi
pengganti yang jauh berbeda, bahkan berlawanan dari sifat-sifat kepatuhan yang tinggi itu, yakni
sikap generasi penerus yang menyia-nyiakan shalat dan mengumbar hawa nafsu.

Betapa menghujamnya peringatan Allah dalam Al-Quran dengan cara menuturkan sejarah
"keluarga pilihan" yang datang setelah mereka generasi manusia bobrok yang sangat merosot
moralnya. Bobroknya akhlaq manusia dari keturunan orang yang disebut manusia pilihan, berarti
merupakan tingkah yang keterlaluan. Bisa kita bayangkan dalam kehidupan ini. Kalau ada ulama
besar, saleh dan benar-benar baik, lantas keturunannya tidak bisa menyamai kebesarannya dan tak
mampu mewarisi keulamaannya, maka ucapan yang pas adalah:. "Sayang, kebesaran bapaknya tidak
diwarisi anak-anaknya.” Itu baru masalah mutu keilmuan nya yang merosot. lantas, kata dan ucapan
apa lagi yang bisa untuk menyayangkan bejat dan bobroknya generasi pengganti orang-orang suci
dan saleh itu? Hanya ucapan “seribu kali sayang” yang mungkin bisa kita ucapkan.

Setelah kita bisa menyadari betapa tragisnya keadaan yang dituturkan Al-Quran itu, agaknya
perlu juga kita bercermin di depan kaca. Melihat diri kita sendiri, dengan memperbandingkan apa
yang dikisahkan Al-Quran.

Kisah ayat itu, tidak menyinggung-nyinggung orang-orang yang membangkang di saat


hidupnya para Nabi pilihan Allah. Sedangkan jumlah orang yang membangkang tidak sedikit,
bahkan melawan para Nabi dengan berbagai daya upaya. Ayat itu tidak menyebut orang-orang kafir,
bukan berarti tidak ada orang-orang kafir. Namun dengan menyebut keluarga-keluarga pilihan itu
justru merupakan pengkhususan yang lebih tajam. Di saat banyaknya orang kafir berkeliaran di
bumi, saat itu ada orang-orang pilihan yang amat patuh kepada Allah. Tetapi, generasi taat ini
diteruskan oleh generasi yang bobrok akhlaqnya. Ini yang jadi masalah besar.

Dalam kehidupan yang tertera dalam sejarah kita, Muslimin yang taat, di saat penjajah
berkuasa, terjadi perampasan hak, kedhaliman merajalela dan sebagainya, ada tanam paksa dan
sebagainya; mereka yang tetap teguh dan ta'at pada Allah itu adalah benar-benar orang pilihan. Kaum
muslimin yang tetap menegakkan Islam di saat orientalis dan antek-antek penjajah menggunakan
Islam sebagai sarana penjajahan, namun kaum muslimin itu tetap teguh mempertahankan Islam dan
tanah airnya, tidak hanyut kepada iming-iming jabatan untuk ikut menjajah bangsanya, mereka
benar-benar orang-orang pilihan.

Sekalipun tidak sama antara derajat kesalehan para Nabi yang dicontohkan dalam Al-Quran
itu, dengan derajat ketaatan kaum Muslimin yang taat pada Allah di saat gencarnya penjajahan itu,
namun alur peringatan ini telah mencakupnya. Dengan demikian, bisa kita fahami bahwa ayat itu
mengingatkan, jangan sampai terjadi lagi apa yang telah terjadi di masa lampau. Yaitu generasi
pengganti yang jelek, yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsunya.

Peringatan yang sebenarnya tajam ini perlu disebar luaskan, dihayati dan dipegang benar-
benar, dengan penuh kesadaran, agar tidak terjadi tragedi yang telah menimpa kaum Bani Israel,
yaitu generasi jelek, bobrok, meninggalkan shalat dan mengikuti syahwat.

Memberikan hak shalat

Untuk itu, kita harus mengkaji diri kita lagi. Sudahkan peringatan Allah itu kita sadari dan
kita cari jalan keluarnya?

Mudah-mudahan sudah kita laksanakan. Tetapi, tentu saja bukan berarti telah selesai. Karena
masalahnya harus selalu dipertahankan. Tanpa upaya mempertahankannya, kemungkinan akan lebih
banyak desakan dan dorongan yang mengarah pada "adho'us sholat" (menyia-nyiakan atau
meninggalkan shalat) wattaba'us syahawaat (dan mengikuti syahwat hawa nafsu).

Suatu misal, kasus nyata, bisa kita telusuri lewat pertanyaan-pertanyaan. Sudahkah kita
berikan dan kita usahakan hak-hak para pekerja/ buruh, pekerja kecil, pembantu rumah tangga,
penjaga rumah makan, penjaga toko dan sebagainya untuk diberi kebebasan mengerjakan shalat pada
waktunya, terutama maghrib yang waktunya sempit? Berapa banyak pekerja kecil semacam itu yang
terhimpit oleh peraturan majikan, tetapi kita umat Islam diam saja atau belum mampu menolong
sesama muslim yang terhimpit itu?

Bahkan, dalam arena pendidikan formal, yang diseleng-garakan dengan tujuan membina
manusia yang bertaqwa pun, sudahkah memberi kebebasan secara baik kepada murid dan guru untuk
menjalankan shalat? Sudahkah diberi sarana secara memadai di kampus-kampus dan tempat-tempat
pendidikan untuk menjalan-kan shalat? Dan sudahkah para murid itu diberi bimbingan secara
memadai untuk mampu mendirikan shalat sesuai dengan yang diajarkan Nabi Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Salam ?

Kita perlu merenungkan dan menyadari peringatan Allah dalam ayat tersebut, tentang adanya
generasi yang meninggalkan shalat dan menuruti syahwat.

Ayat-ayat Al-Quran yang telah memberi peringatan dengan tegas ini mestinya kita sambut
pula dengan semangat menang-gulangi munculnya generasi sampah yang menyianyiakan shalat dan
bahkan mengumbar syahwat. Dalam arti penjabaran dan pelaksanaan agama dengan amar ma'ruf
nahi munkar secara konsekuen dan terus menerus, sehingga dalam hal beragama, kita akan
mewariskan generasi yang benar-benar diharapkan, bukan generasi yang bobrok seperti yang telah
diperingatkan dalam Al-Quran itu.

Fakir miskin, keluarga, dan mahasiswa

Dalam hubungan kemasyarakatan yang erat sekali hubungannya dengan ekonomi,


terutama masalah kemiskinan, sudahkah kita memberi sumbangan sarung atau mukena/ rukuh
kepada fakir miskin, agar mereka bisa tetap shalat di saat mukenanya yang satu-satunya basah ketika
dicuci pada musim hujan?

Dalam urusan keluarga, sudahkah kita selalu menanya dan mengontrol anak-anak kita setiap
waktu shalat, agar mereka tidak lalai?

Dalam urusan efektifitas da’wah, sudahkah kita menghidup-kan jama'ah di masjid-masjid


kampus pendidikan Islam: IAIN (Institut Agama Islam Negeri) ataupun STAIN (Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri) yang jelas-jelas mempelajari Islam itu, agar para alumninya ataupun
mahasiswa yang masih belajar di sana tetap menegakkan shalat, dan tidak mengarah ke pemikiran
sekuler yang nilainya sama juga dengan mengikuti syahwat?

Lebih penting lagi, sudahkah kita mengingatkan para pengurus masjid atau mushalla atau
langgar untuk shalat ke masjid yang diurusinya? Bahkan sudahkah para pegawai yang kantor-kantor
menjadi lingkungan masjid, kita ingatkan agar shalat berjamaah di Masjid yang menjadi tempat
mereka bekerja, sehingga tidak tampak lagi sosok-sosok yang tetap bertahan di meja masing-masing
--bahkan sambil merokok lagi-- saat adzan dikuman-dangkan?

Masih banyak lagi yang menjadi tanggung jawab kita untuk menanggulangi agar tidak terjadi
generasi yang meninggalkan shalat yang disebut dalam ayat tadi.

Shalat, tali Islam yang terakhir

Peringatan yang ada di ayat tersebut masih ditambah dengan adanya penegasan dari
Rasulullah, Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam
‫ْح ْك ُم‬ ً ‫َّاس بِالَّتِ ْي تَلِ ْي َها َوأ ََّول ُُه َّن َن ْق‬
ُ ‫ضا ا ل‬ ُ ‫ث الن‬
َ َّ‫ت عُ ْر َوةٌ تَ َشب‬ َ ‫ض َّن عُ َرا اْ ِإل ْسالَِم عُ ْر َوةً عُ ْر َوةً فَ ُكلَّ َما ا ْنَت َق‬
ْ ‫ض‬ َ ‫لََي ْن ُق‬
.)‫ (رواه أحمد‬.ُ‫الصالَة‬ ِ ‫و‬
َّ ‫آخ ُر ُه َّن‬ َ
“Tali-tali Islam pasti akan putus satu-persatu. Maka setiap kali putus satu tali (lalu) manusia
(dengan sendirinya) bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali Islam yang pertamakali putus
adalah hukum(nya), sedang yang terakhir (putus) adalah shalat. (Hadits Riwayat Ahmad dari Abi
Umamah menurut Adz – Dzahabir perawi Ahmad perawi).

Hadits Rasulullah itu lebih gamblang lagi, bahwa putusnya tali Islam yang terakhir adalah
shalat. Selagi shalat itu masih ditegakkan oleh umat Islam, berarti masih ada tali dalam Islam itu.
Sebaliknya kalau shalat sudah tidak ditegakkan, maka putuslah Islam keseluruhannya, karena shalat
adalah tali yang terakhir dalam Islam. Maka tak mengherankan kalau Allah menyebut tingkah
"adho'us sholah" (menyia-nyiakan/ meninggalkan shalat) dalam ayat tersebut diucapkan pada urutan
lebih dulu dibanding "ittaba'us syahawaat" (menuruti syahwat), sekalipun tingkah menuruti syahwat
itu sudah merupakan puncak kebejatan moral manusia. Dengan demikian, bisa kita fahami, betapa
memuncaknya nilai jelek orang-orang yang meninggalkan shalat, karena puncak kebejatan moral
berupa menuruti syahwat pun masih pada urutan belakang dibanding tingkah meninggalkan shalat.

Di mata manusia, bisa disadari betapa jahatnya orang yang mengumbar hawa nafsunya.
Lantas, kalau Allah memberikan kriteria meninggalkan shalat itu lebih tinggi kejahatannya, berarti
kerusakan yang amat parah. Apalagi kalau kedua-duanya, dilakukan meninggalkan shalat, dan
menuruti syahwat, sudah bisa dipastikan betapa beratnya kerusakan.

Tiada perkataan yang lebih benar daripada perkataan Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini
Allah dan Rasul-Nya sangat mengecam orang yang meninggalkan shalat dan menuruti syahwat.
Maka marilah kita jaga diri kita dan generasi keturunan kita dari kebinasaan yang jelas-jelas
diperingatkan oleh Allah dan Rasul-Nya itu. Mudah-mudahan kita tidak termasuk mereka yang telah
dan akan binasa akibat melakukan pelanggaran amat besar, yaitu meninggalkan shalat dan menuruti
syahwat. Amien.

‫ أَ ُق ْو ُل َق ْولِ ْي َه َذا‬.‫ْح ِك ْي ِم‬ ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬
ِّ ‫ات َو‬
َ ‫الذ ْك ِر ال‬ َ َ َ ْ َ ْ َ َ
ِ ِ ِ
َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬
.‫َسَت ْغ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم‬
ْ ‫َوأ‬
Khutbah Kedua

َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َ ْ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ ِ‫م‬
ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬ َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ
ِ
َ‫ يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهلل‬:‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫َص َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‬ ِ ٍ
ْ ‫صلَّى اهللُ َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آل ِه َوأ‬
َ
‫{و َمن َيت َِّق اهللَ‬ ‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َعل لَّهُ َم ْخ َر ًجا} َوقَ َ‬
‫ال‪َ :‬‬ ‫َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪ .‬قَ َ‬
‫ال َت َعالَى‪َ :‬‬
‫ِ ِ‬
‫َج ًرا}‬‫يُ َك ِّف ْر َع ْنهُ َسيِّئَاتِه َو ُي ْعظ ْم لَهُ أ ْ‬

‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّهاَ‬ ‫ِ‬ ‫السالَِم َعلَى َر ُس ْولِ ِه َف َق َ‬
‫ال‪{ :‬إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬ ‫الصالَ ِة َو َّ‬ ‫ثُ َّم ا ْعلَ ُم ْوا فَِإ َّن اهللَ أ ََم َر ُك ْم بِ َّ‬
‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما}‪.‬‬ ‫ِ‬
‫الَّذيْ َن َء َامُن ْوا َ‬

‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪.‬‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬


‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫صلَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َما َ‬ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك َ‬ ‫وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬
‫ب‪ .‬اَللَّ ُه َّم أَ ِرنَا‬ ‫ِ‬
‫َحياء م ْن ُهم واْأل َْموات‪ ،‬إِنَّ َ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ا ْغفر لل ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك َسم ْي ٌع قَ ِريْ ٌ‬ ‫َْ َ‬ ‫ْم ْسلم ْي َن َوال ُْم ْسل َمات‪َ ،‬وال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل ْ َ‬ ‫ْ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫اجتِنَابَهُ‪َ .‬ر َّبنَا آتِنَا في ُّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫الد ْنيَا َح َسنَةً َوفي اآلخ َرة َح َسنَةً‬ ‫اعهُ‪َ ،‬وأَ ِرنَا الْبَاط َل باَطالً َو ْار ُزقْنَا ْ‬ ‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا‪ #‬اتِّبَ َ‬
‫ال َ‬
‫ب ال ِْع َّز ِة‬ ‫ين إِ َم ًاما‪ُ .‬س ْب َحا َن َربِّ َ‬ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّرةَ أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك َر ِّ‬ ‫ْمتَّق َ‬ ‫ُ َ َْ ُ‬ ‫ب لَنَا م ْن أَ ْز َو َ‬ ‫اب النَّا ِر‪َ .‬ر َّبنَا َه ْ‬ ‫َوقنَا َع َذ َ‬
‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َع َّما يَص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسل ْي َن َوال َ‬
‫ان وإِيتآ ِئ ِذي الْ ُقربى وي ْنهى ع ِن الْ َفح َش ِ‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْب ْغ ِي يَِعظُ ُك ْم‬ ‫ْ‬ ‫َْ ََ َ َ‬ ‫اهلل‪ ،‬إِ َّن اهللَ يَأ ُْم ُر ُك ْم بِال َْع ْد ِل َواْ ِإل ْح َس ِ َ َ‬
‫اد ِ‬ ‫ِعبَ َ‬
‫َذ ْكر ِ‬
‫اهلل أَ ْكَب ُر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرو َن‪ .‬فَاذْ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم واسأَلُوهُ ِمن فَ ْ ِ ِ ِ‬
‫ضله ُي ْعط ُك ْم َول ُ‬ ‫ُ َ َ َْ َ ْ ْ َ ْ ْ ْ‬ ‫َ ْ ُْ‬

‫‪19‬‬
‫‪Islam Agama Yang Benar‬‬

‫‪Oleh: Imam Muttaqin‬‬

‫ات أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَالَ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُرهُ َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ي لَ ‪##‬هُ‪ .‬أَ ْش‪َ # #‬ه ُد أَ ْن الَ إِلَ ‪##‬هَ إِالَّ اهللُ َو ْ‪#‬ح ‪َ #‬دهُ الَ َش‪ِ # #‬ريْ َ‬
‫ك لَ ‪##‬هُ َوأَ ْش‪َ # #‬ه ُد أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ض‪َّ # #‬ل لَ ‪##‬ه ومن ي ْ ِ‬
‫مِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب‪ُ # #‬دهُ‬ ‫ض‪# #‬ل ْل فَالَ َه‪##‬اد َ‬‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫َو َر ُس ْولُهُ‪ .‬أ ََّما َب ْع ُد؛‬

‫‪#‬ق ُت َقاتِ ِ‪#‬ه َوالَ تَ ُم ْ‪#‬وتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْس‪#‬لِ ُم ْو َن}‪.‬‬
‫آن الْ َك‪ِ #‬ريْ ِم‪{ :‬يَ‪#‬ا أَيُّه‪#‬اَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُ‪#‬وا َّات ُق‪#‬وا اهللَ َح َّ‬
‫ال اهلل َتعالَى فِي الْ ُق‪#‬ر ِ‬
‫ْ‬ ‫قَ َ ُ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ين}‬‫{و َمن َي ْبتَ ِغ غَْي َر اْ ِإل ْسالَِم دينًا َفلَن ُي ْقبَ َل م ْنهُ َو ُه َو في اْآلخ َرة م َن الْ َخاس ِر َ‬ ‫َ‬
ِ ‫و َل‬#‫ا رس‬## ‫ ي‬:‫الُوا‬##َ‫ ق‬،‫ ْد ُخلُو َن الْجنَّةَ إِالَّ من أَبى‬# ‫ل أ َُّمتِي ي‬# ِ ِ
:‫أْبَى‬#َ‫اهلل َو َم ْن ي‬ ُْ َ َ ْ َ َْ َ ْ َ ْ ُّ #‫ ُك‬:‫لَّ َم‬#‫ه َو َس‬##‫لَّى اهللُ َعلَْي‬#‫ص‬ َ ‫ ْو ُل اهلل‬#‫ال َر ُس‬#
َ #َ‫َوق‬
.)‫ (رواه البخاري‬.‫د أَبَى‬#ْ ‫صانِ ْي َف َق‬ َ ‫ْجنَّةَ َو َم ْن َع‬
ِ َ َ‫ من أَط‬:‫ال‬
َ ‫اعن ْي َد َخ َل ال‬ ْ َ َ َ‫ق‬
Saudara-saudara kaum Muslimin jamaah Jum’ah yang berbahagia.

Dalam khutbah jum’ah ini, kami hendak memberikan nasehat terutama untuk saya sendiri dan untuk
jamaah semuanya.

Untuk memperbaiki kualitas ibadah kita, marilah kita selalu bertaqwa kepada Allah saja, tidak
kepada selain-Nya. Selalu bersyukur kepada Allah setiap waktu, di setiap tempat, dan di setiap
keadaan, atas segala kenikmatan dan karuniaNya yang tidak dapat kita hitung. Juga selalu
menjalankan yang disyari’atkan Allah dan yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam, dengan cara; semua yang diperintah-kan kita jalankan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuan; sedangkan yang dilarang kita tinggalkan, tidak kita lakukan, bahkan mendekatipun
jangan.

Saudara-saudara jamaah Jum’ah yang dimuliakan Allah.

Krisis yang terjadi di Indonesia beberapa tahun yang lalu sampai saat ini, bukan saja krisis moneter
tapi juga krisis kepercayaan terhadap agama Islam oleh penganutnya sendiri. Krisis kepercayaan
terhadap kebenaran Islam sebagai agama universal dan paripurna tidak dapat dipungkiri telah
melanda banyak orang yang mengaku dirinya beragama Islam. Ini terbukti dengan gaya hidup
mereka yang dilihat secara lahiriyah masih ada saja kesamaan dengan gaya hidup orang-orang yang
nonMuslim. Misalnya dalam masalah makan minum dengan berdiri dan dengan tangan kiri kaum
Muslim masih banyak yang ikut-ikutan berbuat demikian pada acara-acara resmi, padahal makan dan
minum dengan tangan kiri atau berdiri bukan etika Islami. Sementara kalau melihat kaum wanita di
jalan-jalan, sulit dibedakan antara seorang muslimah dengan non-muslimah, sebab rambut sama-
sama terlihat, betis sama-sama terbuka, sama-sama menor dalam bersolek bahkan sama-sama
berpakaian ketat. Yang mana semuanya dilarang dalam Islam.

Kaum muslimin yang berbahagia.

Boleh jadi semua itu akibat ketidaktahuan atau ketidak fahaman. Namun ketidak tahuan itu adalah
akibat bahwa kebanyakan kaum muslimin telah kehilangan kepercayaan terhadap Islam, sehingga
mereka cenderung mengabaikan ajaran-ajarannya. Mempelajari ilmu-ilmu Islam dianggap
ketinggalan jaman.Banyak orang Islam, bahkan kalangan akademik yang beranggapan mempelajari
ilmu-ilmu Islam tanpa dicampur dengan teori-teori ilmu barat, suatu kemunduran.Tidak sesuai
dengan perkembangan jaman dan seterusnya. Bukankah itu krisis kepercayaan terhadap Islam?

Umumnya seseorang diketahui sebagai seorang muslim, apabila ia melaksanakan shalat atau ketika
diajak berbicara. Hanya dalam beberapa kalangan atau kawasan saja terdapat suatu kelompok sosial
secara lahiriah tampak sebagai muslim, sebab perempuan-perempuan mereka berjilbab misalnya.
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, pasti mengimani dan meyakini bahwa hanya
Islam sajalah yang terbaik dan benar, sebagai pedoman beribadah dan pedoman hidup didunia. Sebab
ia meyakini bahwa segala yang dikatakan Allah dan RasulNya pasti benar dan baik.

Allah berfirman:

“Sesungguhnya agama (yang ada) di sisi Allah adalah Islam.” (Ali Imran: 19)

Berkaitan dengan ayat ini, Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat tersebut
merupakan berita dari Allah Subhannahu wa Ta'ala bahwa tidak ada agama apapun yang diterima di
sisi Allah, kecuali Islam. Sedangkan Islam ialah ittiba’ (mengikuti) rasul-rasul Allah yang diutus
untuk tiap-tiap masa, sampai akhirnya ditutup dengan rasul terakhir Muhammad Shallallaahu alaihi
wa Salam. Sehingga jalan menuju Allah tertutup kecuali melalui jalan Muhammad Shallallaahu
alaihi wa Salam. Karenanya, siapa yang menghadap Allah Subhannahu wa Ta'ala setelah diutusnya
Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam dengan menggunakan agama yang tidak berdasarkan
syariat beliau, maka tidak akan diterima. Seperti halnya firman Allah pada ayat yang lain:

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) dari padanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85).

Jamaah Jum’ah yang dimuliakan Allah.

Demikian pula pada ayat di atas Allah memberitahukan tentang pembatasan agama yang diterima di
sisiNya, hanyalah Islam. Dengan kata lain, bahwa selain Islam adalah agama yang batil. Tidak akan
membawa kebaikan dunia dan tidak pula akhirat. Sebab agama selain Islam, tidak diakui dan tidak
dibenarkan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala sebagai pedoman, baik dalam hal ibadah maupun
mu’amalah-mu’amalah duniawi.

Bukankah hanya Allah Subhannahu wa Ta'ala sendiri Yang Maha Mengetahui dengan cara apa dan
pedoman bagaimana, manusia akan mendapat maslahat hidupnya? Bukankah Dzat Yang Maha
Pencipta, yang lebih mengetahui tentang apa-apa yang diciptakanNya? Dua ayat di atas
menunjukkan hal ini semuanya. Dan kenyataan ini masih ditunjang dengan bukti-bukti lain, yang
paling utama di antaranya adalah Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :

“Hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu. Dan telah Aku sempurnakan nikmatKu
untukmu dan Aku telah ridlai Islam sebagai agamamu.” (Al-Maidah: 3).

Dalam kaitannya dengan hal ini seorang tokoh ulama’ dari Yordania yaitu Syaikh Ali Hasan Ali
Abdul Hamid mengatakan dalam kitabnya Ilmu Usulil Bida’ bahwa ayat yang mulia ini
membuktikan betapa syariat Islam telah sempurna dan betapa syariat itu telah cukup untuk
memenuhi segala kebutuhan makhluk, jin dan manusia dalam melaksanakan yaitu ibadah, seperti
firman Allah:

“Dan Aku tidak menciptakan jin, dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepadaKu.” (Adz
Dzari’at: 56).
Artinya kebenaran Islam adalah kebenaran paripurna, kebenaran menyeluruh dan merupakan
kebenaran yang betul-betul merupakan nikmat Allah yang luar biasa. Betapa tidak, sebab apapun
kebutuhan manusia dalam rangka pengabdian dan peribadatannya kepada penciptanya sudah
tertuang dan tercukupi dalam Islam. Sesungguhnya manusia tidak membutuhkan lagi petunjuk-
petunjuk lain, kecuali Islam.

Kaum Muslimin jamaah Jum’ah yang berbahagia.

Kesempuranaan Islam adalah kesempurnaan yang meliputi segala aspek, untuk tujuan kebahagiaan
masa depan yang abadi dan tanpa batas. Yaitu kebahagiaan tidak saja di dunia, tetapi di akhirat juga.
Karena itu mengapa orang masih ragu terhadap kebenaran dan kesempurnaan Islam? Mengapa orang
masih mencari alternatif dan solusi-solusi lain?. Islam sudah cukup, tidak perlu penambahan atau
pengurangan untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam. Kebenaran dan kesempurnaan Islam ini juga
telah diakui oleh pemeluk agama lain selain Islam. Hanya saja banyak di antara mereka sendiri yang
menolak, seperti disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an:

“Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, padahal diri mereka mengakui kebenarannya, lantaran
kedzaliman dan kecongkakan.” (An-Naml: 14).

Jamaah shalat Jum’at yang berbahagia.

Dari uraian di atas, seluruh ummat Islam harus merenung ulang mengapa ia harus beragama Islam?.
Bagaimana agar ia berada dalam lingkungan kebenaran?. Seorang pembaharu abad XII Hijriah,
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab memberikan konsep renungan kepada kita sebagai berikut:

Pertama; Seorang muslim harus merenung dan memahami bahwa ia diciptakan, diberi rizki dan tidak
dibiarkan . Itulah sebabnya Allah mengutus rasulNya ketengah-tengah manusia. Tidak lain untuk
membimbing mereka. Artinya ia, hidup dan ada di muka bumi karena diciptakan Allah, ia diberi
berbagai fasilllitas, rizki yang lengkap, mulai dari kebutuhan oksigen untuk bernafas sampai rumah
sebagai tempat berteduh dan lain-lainnya sampai hal-hal yang di luar kesadaran manusia. Semua itu
bukan untuk hal yang sia-sia. Di dalam Al-Qur’an Allah menerangkan:

“Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami mencipta-kan kamu secara main-main
saja, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?. Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang
sebenarnya; tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Dia.” (Al-Mukminuun: 115-116).

Karena manusia tidak seperti binatang, yaitu tidak dibiarkan bebas sia-sia, tidak diabaikan dan tanpa
aturan, maka Allah menghendaki aturan untuk manusia. Tentu hanya Allah yang mengetahui aturan
paling tepat dan membawa maslahat buat manusia, sebab Dia-lah pencipta manusia dan segenap
makhluk lainnya.

Aturan itu adalah yang dibawa oleh Muhammad Rasul yang diutusNya untuk kepentingan ini.
Aturan itu adalah aturan yang menata kehidupan manusia agar selamat di dunia dan di akhirat kelak.
Konsekwensinya, siapa yang taat kepada rasul-Nya, maka ia akan selamat dan masuk Surga. Sebuah
kesuksesan masa depan yang gemilang, yang didambakan oleh setiap insan yang berakal sehat dan
berfikiran normal.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

‫ْجنَّةَ َو َم ْن‬ ِ َ # #َ‫ من أَط‬:‫ال‬# ِ َ # # ‫ا َر ْس‬## # ‫ ي‬:‫الُوا‬## #َ‫ ق‬،‫ ْد ُخلُو َن الْجنَّةَ إِالَّ من أَبى‬# # ‫ل أ َُّمتِي ي‬#
َ ‫ل ال‬#
َ # #‫اعن ْي َد َخ‬# ْ َ َ # #َ‫ ق‬:‫أْبَى‬# # َ‫ول اهلل َو َم ْن ي‬ ُ َ ْ َ َْ َ ْ َ ْ ُّ # #‫ُك‬
.)‫ (رواه البخاري‬.‫صانِ ْي َف َق ْد أَبَى‬ َ ‫َع‬
“Tiap-tiap ummatku masuk Surga kecuali yang menolak. Ditanyakan kepada beliau: “Siapa yang
menolak ya Rasululllah?” Beliau menjawab: “Siapa yang taat kepadaku ia akan masuk Surga dan
siapa yang durhaka kepadaku maka ia telah menolak”. (HR. Al-Bukhari).

Jamaah Jum’ah yang berbahagia.

Konsep yang kedua: Seorang muslim harus memahami bahwa Allah tidak ridla, jika dalam
peribadatan kepadaNya, Dia disekutukan dengan selainNya. Sekalipun Malaikat yang dekat
denganNya ataupun Nabi utusanNya, sebagaimana firmanNya:

“Dan sesungguhnya masjid-masjid adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah
seseorangpun didalamnya disamping (menyembah ) Allah..” (Al-Jin: 18)

Konsep yang ketiga: Jika sudah menjadi orang yang taat kepada Rasul Allah, dan bertauhid kepada
Allah, maka konsekwensi berikutnya yang harus dipahami adalah prinsip Wala’ dan Bara’. Artinya
loyalitasnya hanya diberikan kepada Allah dan RasulNya dan orang-orang yang beriman. Sebaliknya
ia tidak memberikan kecintaan dan kasih sayangnya kepada siapapun yang menentang Allah dan
RasulNya, sekalipun kerabat terdekatnya.

Kaum muslimin jamaah Jum’ah yang berbahagia.

Itulah hakikat Islam yang dengan ucapan singkat berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah
dengan cara mentauhidkan-Nya; bersikap patuh terhadapNya dengan cara menjalankan ketentuan-
ketentuanNya; dan bersikap membebaskan diri; mem-benci dan memusuhi kemusyrikan beserta para
pendukungnya.

ِ ‫ ْبحا َن‬#‫ا وم ِن َّاتبعنِي وس‬#َ‫ ْير ٍة أَن‬#‫ص‬


ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ
‫ا‬#‫اهلل َو َم‬ َ ُ َ ْ ََ ََ َ َ‫و إلَى اهلل َعلَى ب‬#ْ ُ‫ب ْيل ْي أَ ْدع‬#‫ قُ ْل َهذه َس‬:‫ال اهللُ َت َعالَى في الْ ُق ْرآن الْ َك ِريْ ِم‬َ َ‫ق‬
َ.‫ش ْركِيِ ْن‬ ِ
ْ ‫أَنَا م َن‬
ُ ‫الم‬

.‫الر ِح ْي ُم‬
َّ ‫ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬،َ‫اسَتغْ ِف ُر ْوا اهلل‬ ِ
ْ ‫أَ ُق ْو ُل َق ْول ْي َه َذا َو‬
Khutbah Kedua
َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َ ْ‫ ِري‬# #‫ َدهُ الَ َش‬# ‫ح‬#ْ ‫هَ إِالَّ اهللُ َو‬## َ‫ َه ُد أَ ْن الَ إِل‬# #‫ أَ ْش‬.ُ‫ه‬## َ‫ي ل‬
َّ ‫ َه ُد أ‬# #‫هُ َوأَ ْش‬## َ‫ك ل‬ ِ ِ ْ ‫ه ومن ي‬## َ‫ َّل ل‬# #‫ض‬ ِ‫م‬
ُ‫ ُده‬# #‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب‬ َ ‫اد‬##‫ل ْل فَالَ َه‬# #‫ض‬ُ ْ ََ ُ ُ
.‫ك فَالَ تَ ُك ْونَ َّن ِم َن ال ُْم ْمتَ ِريْ َن‬
َ ِّ‫ْح ُّق ِم ْن َرب‬َ ‫ اَل‬:‫ال اهللُ َت َعالَى‬َ َ‫ أ ََّما َب ْع ُد؛ ق‬.ُ‫َو َر ُس ْولُه‬

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah

Berdasarkan keterangan dan uraian kami pada khutbah pertama, maka ummat Islam hendaknya
benar-benar mampu membuktikan bahwa syari’at Islam yang akan menghantarkan pemeluknya
menuju sukses hidup di dunia dan di akhirat, Sedangkan agama lain selain Islam jelas batil dan tidak
bermanfaat.

Sebagai bukti seorang telah mempercayai Islam sebagai agama yang benar, maka ia harus mengikuti
dan taat kepada Rasul Nya, bertauhid kepada Allah dan hanya memberikan loyalitasnya kepada
Allah, RasulNya, dan kaum Muslimin, serta memberikan permusuhan kepada musuh-musuh Allah
dan RasulNya.

Sedangkan jalan ke sana sekarang harus ditempuh dengan tashfiyah (pemurnian) dan tarbiyah
(pendidikan), sebab ajaran Islam telah banyak disusupi ajaran-ajaran asing, yang dianggap
merupakan bagian dari ajaran-ajaran Islam.

‫ ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد‬#‫ص‬ ِ ِ ِ ِ


َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ل ْي ًما‬#‫لِّ ُم ْوا تَ ْس‬#‫ه َو َس‬#‫لُّ ْوا َعلَْي‬#‫ص‬ َ ‫وا‬#ْ ‫اَ الَّذيْ َن َء َامُن‬#‫ا أَيُّه‬#َ‫ ي‬،‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‬َ ُ‫إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ ي‬
‫ا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬##َ‫ َوب‬.‫ ٌد‬# ‫ ٌد َم ِج ْي‬# ‫ك َح ِم ْي‬ َ َّ‫ إِن‬،‫ر ِاه ْي َم‬#َ #‫آل إِ ْب‬
ِ ‫ر ِاه ْيم و َعلَى‬##‫ت َعلَى إِ ْب‬
ََ َ َ ‫لَّْي‬# ‫ص‬ ٍ
َ ‫ا‬##‫آل ُم َح َّمد َك َم‬ ِ ‫و َعلَى‬
َ
.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‬ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك‬ِ

.‫ف َّر ِح ْي ٌم‬ َ َّ‫ا إِن‬##َ‫وا َر َّبن‬#ْ #‫ان َوالَ تَ ْج َع ْل فِ ْي ُقلُ ْوبِنَا ِغالًّ لِّلَّ ِذيْ َن َء َامُن‬
ٌ ‫ك َرءُ ْو‬ ِ ‫ر َّبنَا ا ْغ ِفر لَنَا و ِإل ْخوانِنَا الَّ ِذيْن سب ُقونَا بِاْ ِإليْم‬
َ ْ ََ َ َ َ ْ َ
.‫اس ِريْ َن‬ ِ ِ
ِ ‫ر َّبنَا ظَلَمنَا أَْن ُفسنَا وإِ ْن لَّم َتغْفر لَنَا وَترحمنَا لَنَ ُكونَ َّن من الْ َخ‬
َ ْ َْ ْ َ ْ ْ َ َ ْ َ
ِ #‫ربى وي ْنهى ع ِن الْ َفح َش‬##‫آ ِئ ِذي الْ ُق‬##‫ان وإِيت‬
‫ ِر َوالَْب ْغ ِي يَِعظُ ُك ْم‬#‫آء َوال ُْمن َك‬ ْ َ َ ََ َْ َ َ ِ #‫ ْد ِل َواْ ِإل ْح َس‬#‫أ ُْم ُر ُك ْم بِال َْع‬#َ‫ إِ َّن اهللَ ي‬،‫اهلل‬
ِ ‫اد‬ َ َ‫ِعب‬
ِ ‫َذ ْكر‬
.‫اهلل أَ ْكَب ُر‬ ِ ِ ِ ِ ْ َ‫ فَاذْ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم واسأَلُوهُ ِمن ف‬.‫لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرو َن‬
ُ ‫ضله ُي ْعط ُك ْم َول‬ ْ ْ ْ َ ْ ْ َ َْ َ َ ُ ُْ ْ َ

20
Islam; Kenikmatan yang Agung Dan Sempurna
Oleh: Muhammad Taufik N.T.S.Pd
َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َّ ‫ َه ُد أ‬# ‫هُ َوأَ ْش‬## َ‫ك ل‬ َ ْ‫ ِري‬# ‫ َدهُ الَ َش‬#‫هَ إِالَّ اهللُ َو ْح‬## َ‫ َه ُد أَ ْن الَ إِل‬# ‫ َوأَ ْش‬.ُ‫ه‬## َ‫ي ل‬ ِ ِ ْ ‫ه ومن ي‬## َ‫ َّل ل‬# ‫ض‬ ِ‫م‬
ُ‫ ُده‬# ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب‬ َ ‫اد‬##‫للْهُ فَالَ َه‬##‫ض‬ ُ ْ ََ ُ ُ
ِ ِ ‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى‬ ِ
َ‫ يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهلل‬:‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫اهلل َف َق ْد فَ َاز ال ُْمَّت ُق ْو َن‬ َ َ َ ْ ‫َّاس أ ُْو‬ ُ ‫ يَا أ َُّي َها الن‬.ُ‫َو َر ُس ْولُه‬
#ِ ‫س َو‬
‫اح َد ٍة‬ ٍ ‫وا َربَّ ُك ُم الَّ ِذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف‬#ْ #‫َّاس َّات ُق‬ َ َ‫ ق‬.‫َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬
ُ ‫ا الن‬##‫ا أ َُّي َه‬##َ‫ ي‬:‫ال َت َعالَى‬
ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ‫و َخلَ َق ِم ْنها َزوجها وب‬
‫ام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم‬ َ ‫آءل ُْو َن بِه َواْأل َْر َح‬ َ ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي تَ َس‬ ً ‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َس‬ ََ ََ ْ َ َ
‫ ِع‬#‫وبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط‬#ْ ُ‫ر لَ ُك ْم ذُن‬##ْ ‫الَ ُك ْم َو َيغْ ِف‬#‫لِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َم‬#‫ص‬ ِ ِ
ْ ُ‫ ي‬.‫ يَا أ َُّي َها الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‬.‫َرق ْيبًا‬
ِ

.‫د فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬#ْ ‫اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق‬

‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر‬ ٍ ِ ِ ِ ‫َص َد َق ال‬
َ ‫ي ُم َح َّمد‬ ُ ‫ َو َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد‬،َ‫اب اهلل‬ُ َ‫ْحديث كت‬ َ ْ ‫أ ََّما َب ْع ُد؛ فَِإ َّن أ‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّم ٍد‬ ِ ٍ َ ‫ضالَلَةٌ و ُك َّل‬
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ضالَلَة في النَّا ِر‬
ٍ ِ ٍِ
َ َ ‫ُم ْح َدثَا ُت َها َو ُك َّل ُم ْح َدثَة ب ْد َعةٌ َو ُك َّل ب ْد َعة‬
.‫ان إِلَى َي ْوِم ال ِْقيَ َام ِة‬
ٍ ‫و َعلَى آلِ ِه وص ْحبِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس‬
َ ْ َ ْ ََ َ َ َ

Ma’ asyirol Muslimin Rahimakumullah

Segala puji hanya untuk Allah Rabbul ‘Alamin. Tiada Dzat yang patut disembah, diibadahi, dipuji
dan ditaati , Dialah Al-Khaliq yang telah menurunkan Islam sebagai aturan yang adil, agung lagi
mulia yang merupakan rahmat dan nikmat bagi seluruh alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan oleh Allah kepada penutup para nabi dan Rasul Muhammad Shallallaahu alaihi wa
Salam beserta keluarga, sahabat-sahabat, dan para pengikutnya yang setia berjuang untuk
menyebarkan risalah Islam keseluruh penjuru dunia.

Hadirin Jama’ah Jum’ah yang berbahagia

Nikmat yang sangat besar yang harus kita syukuri adalah iman dan Islam serta diciptakannya alam
semesta untuk manusia, kemudian dipilihnya planet bumi sebuah planet yang nyaman untuk kita
tempati, dan dibuatNya untuk alam semesta, termasuk manusia, suatu sunnatullah yang tidak pernah
berubah, sebagaimana firmanNya:

“... Dan kamu sekali-kali tidak akan menjumpai perubahan pada sunnatulllah.” (QS. Al-Ahzab: 62)
dan juga firmanNya:

“... Dan tidak akan kamu dapati suatu perubahan pada ketetapan kami itu.” (QS. Al-Isra’: 77)

Jika kita renungkan, planet bumi yang mengelilingi surya berenang dalam lintasan ellips,
merengggang 147 juta km dan maksimal 152 juta km dengan kecepatan 29.79 km/detik, melahap
tahun demi tahun dengan kecepatan 11,18 km/detik memulas siang dan malam . Andaikan saja tidak
ada ketetapan /keteraturan dalam sunnatullah ini atau bumi dan planet lainnya tidak mau taat pada
aturanNya, seperti kebanyakan sifat manusia, niscaya imbang centripental dan
centrifugalnya(gaya/tarikan kedalam dan keluar) akan tersita fatal, lantas bumi akan anjlok ke
perihelion dan ephelion lain, yang bisa menyulap bumi akan menjadi gersang ataupun beku sehingga
menjadi pemukiman yang tidak membetahkan insan. Sungguh segala puji bagi Allah yang membuat
sunnatullah ini bersifat tetap.

Jama’ah Jum’ah yang berbahagia.

Kita juga melihat keteraturan alam semesta ini pada dunia hewan dan tumbuh-tumbuhan. Mereka
senantiasa tunduk kepada aturan-aturanNya, mereka senantiasa konsisten dengan aturan-aturan yang
diciptakan untuk mereka. Ketika Allah telah membuat hidup mereka berpasang-pasangan, hampir
tidak pernah kita jumpai, bahkan dalam sebuah kandang sekalipun tidak ada hewan jantan kawin
dengan hewan jantan atau sebaliknya. Mereka semua tunduk dan bertasbih kepada Allah
sebagaimana firmanNya:

“Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi. Raja Yang Maha
Suci,Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Jumu’ah: 1).

Akan tetapi wahai kaum muslimin yang mulia, manusia yang diberi kelebihan nikmat yang paling
utama berupa akal, ternyata tidaklah cukup dengan aturan-aturan alam ini saja. Manusia dengan akal
dan potensi hidup lainnya berupa kebutuhan jasmani,naluri dan hawa nafsunya ternyata bisa dan
mampu melakukan penyimpangan dari aturan-aturan Allah, sehingga hal yang tidak kita temui
dalam kandang ayam sekalipun justru saat ini kita temui pada kehidupan manusia, kita dapati pria
kawin dengan pria, wanita kawin dengan wanita, bahkan manusia kawin dengan alat yang dibuatnya
sendiri. Dari akibat ulah manusia semacam inilah kita bisa menyaksikan kerusakan yang dahsyat
baik itu berupa penyakit kelamin, kerusakan moral dan kerusakan lain yang terjadi di darat maupun
di laut.

Wahai kaum muslimin rahimakumullah!

Merupakan kenikmatan yang agung, sempurna dan satu-satunya yang akan menjamin tercapainya
kebahagiaan hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat, yang jika kita bandingkan dengan
nikmat alam semesta ini, niscaya alam semesta dan dunia ini tidak berarti apa-apa, itu adalah nikmat
Iman dan Islam, sebagaimana firmanNya:

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu Ad-Dien (agama/jalan hidup)mu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Aku ridlai Islam menjadi dien-mu.” (QS. Al-Maidah:3)

Jama’ah Jum’ah rahimakumullah

Islam dengan aqidah dan syari’ahnya,merupakan aturan sekaligus jalan hidup yang dibuat Allah,
pencipta manusia. Dzat yang Maha Mengetahui, Maha Adil dan Bijaksana yang tidak saja mengatur
manusia dengan diriNya (dalam hal aqidah dan ibadah) tetapi juga mengatur hubungan manusia
dengan manusia yang lainnya dalam hal mu’amalah dan ‘uqubat (hukuman). Oleh sebab itu Islam
merupakan karunia dan nikmat Allah, hanya dengannyalah dapat tercapai keserasian dan
kebahagiaan hidup manusia. Tidak ada aturan lain yang bisa memanusiakan manusia semanusiawi
mungkin selain aturan dari Pencipta manusia, karena siapa yang lebih tahu hakikat manusia selain
Pencipta manusia?.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah

Sungguh agung dan besar nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita berupa Islam dan
sesungguhnya kita wajib mensyukurinya yaitu dengan menggunakan syariat Islam untuk mengatur
aktivitas kita dalam kehidupan sehari-hari. Allah berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman,masuklah kedalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kalian
maengikuti jejak langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuhmu yang nyata.” (QS. Al-
Baqarah: 208)

Dan jika kita menginginkan nikmatNya dengan melecehkan aturan-aturanNya baik sebagian apalagi
keseluruhan, sungguh kehinaan hidup di dunia dan azab Allah di akhirat yang akan kita terima,
sebagaimana firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7:

“Jika kalian bersyukur (terhadap nikmatKu) niscaya Aku tambah nikmatKu kepadamu dan jika
kalian mengingkari (nikmat-Ku) niscaya azabKu sangat pedih.”

Dan dalam ayat lain Allah menegaskan:

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sungguh baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaaha:
124).

Kaum muslimin rahimakumullah.

Dengan nikmat Allah yang berupa akal dan indra, marilah kita bersama-sama merenungkan
kemudian kita bersyukur, betapa matahari yang besarnya 1.303.600 x bumi (satu juta tiga ratus tiga
ribu enam ratus kali besar kali bumi) hanyalah ibarat setitik debu dalam galaksi (gugus bintang)
Bima Sakti,maka bumi ibarat super debu yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop dan manusia
adalah super-super debu yang tertata dari sari tanah, yang terjelma dari nutfah yang terpancar.
Sungguh betapa besar jagat raya ini, dan batapa Maha Besar Pencipta jagat ini dan sungguh betapa
kecilnya manusia bila dibandingkan dengan jagat raya ini, betapa sempurnanya Allah telah
menurunkan ayat-ayat yang tersirat dalam alam semesta maupun yang tersurat dalam kitabNya,
betapa tinggi dan luasnya ilmu Allah dan betapa kecil dan kerdil manusia, sehingga nikmat yang
berupa akal ini justeru digunakan untuk mengkufuri nikmat yang lebih besar yaitu Islam, dengan
akalnya kadang-kadang manusia merasa lebih tahu dari Allah, merasa sombong dan ujub. Sehingga
merasa mampu untuk membuat aturan untuk mengatur dirinya sendiri, mengatur keluarganya dan
orang sekelilingnya seraya berpaling dari ayat-ayat Allah, berpaling dari Islam, berpaling dari
syari’atNya. Padahal jagat raya yang besar dan luas saja tunduk pada aturanNya, mengapa kadang-
kadang menusia berpaling?, bukankah Allah telah berfirman:
“Dan siapakah yang lebih zhalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari
Tuhanmu, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan dua tangannya.
Sungguh kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, dan meskipun kamu menyeru mereka
kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (QS. Al-Kahfi:57)

Sungguh sangat rugi orang-orang yang berpaling dari syari’atNya, keseluruhan ataupun sebagian dan
sungguh beruntung dan berbahagialah orang–orang yang senantiasa menjalani kehidupannya seraya
menyesuaikan dengan perintah dan laranganNya, bahkan Allah telah menjamin suatu bangsa yang
penduduknya beriman dan bertaqwa yakni menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala
laranganNya, dengan firmanNya:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96).

َّ ‫و ال‬#َ #‫ِّي َو ِم ْن ُك ْم تِالَ َوتَهُ إِنَّهُ ُه‬


ِّ ‫ل َر‬#ْ #ُ‫ َوق‬.‫ ِم ْي ُع ال َْعلِ ْي ُم‬#‫س‬
‫ر‬#ْ #‫ب ا ْغ ِف‬ ِ ِ ‫الذ ْك ِر ال‬
ْ ‫ َوَت َقبَ َّل من‬،‫ْحك ْي ِم‬
َ ِّ ‫ات َو‬ ِ ‫بار َك اهلل لِي ولَ ُكم بِاْآلي‬
َ ْ َ ْ ُ ََ
ِ ‫الر‬
.‫اح ِم ْي َن‬ َ ْ‫َو ْار َح ْم َوأَن‬
َّ ‫ت َخ ْي ُر‬

Khutbah Kedua

َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َ ْ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ ِ‫م‬
ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬ َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ
ِ َ َ‫ ق‬.‫َص َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‬
َ‫وا اهلل‬##‫وا َّات ُق‬##ُ‫ يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامن‬:‫ال َت َعالَى‬
ِ ٍ
ْ ‫صلَّى اهللُ َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آل ِه َوأ‬ َ
َ‫{و َمن َيت َِّق اهلل‬ َ :‫ال‬# َ َ‫ا} َوق‬#‫ل لَّهُ َم ْخ َر ًج‬#‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َع‬ َ :‫الَى‬#‫ال َت َع‬# َ َ‫ ق‬.‫لِ ُم ْو َن‬#‫وتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْس‬#ْ ‫ه َوالَ تَ ُم‬#ِ ِ‫ق ُت َقات‬#
َّ ‫َح‬
ِ ِ
}‫َج ًرا‬ْ ‫يُ َك ِّف ْر َع ْنهُ َسيِّئَاتِه َو ُي ْعظ ْم لَهُ أ‬

َ‫ا‬#‫ا أَيُّه‬#َ‫ ي‬،‫لُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‬#‫ص‬ ِ َ ‫ ْولِ ِه َف َق‬#‫الَِم َعلَى َر ُس‬#‫س‬
َ ُ‫هُ ي‬#َ‫ {إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكت‬:‫ال‬# َّ ‫الَ ِة َوال‬#‫ص‬َّ ‫ر ُك ْم بِال‬#َ ‫ِإ َّن اهللَ أ ََم‬#َ‫وا ف‬#ْ ‫ثُ َّم ا ْعلَ ُم‬
.}‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما‬ ِ
َ ‫الَّذيْ َن َء َامُن ْوا‬

.‫ ٌد‬# #‫ ٌد َم ِج ْي‬# # ‫ك َح ِم ْي‬ َ َّ‫ إِن‬،‫ر ِاه ْي َم‬#َ # ‫آل إِ ْب‬


ِ ‫ر ِاه ْيم و َعلَى‬###‫ت َعلَى إِ ْب‬
ََ َ َ ‫لَّْي‬## ‫ص‬ ٍ
َ ‫ا‬## ‫م‬#َ ‫آل ُم َح َّمد َك‬ِ ‫ ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬## ‫ص‬
َ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ ٌد‬# ‫ ٌد َم ِج ْي‬# ‫ك َح ِم ْي‬ َ َّ‫ إِن‬،‫ر ِاه ْي َم‬#َ #‫آل إِ ْب‬
ِ ‫ر ِاه ْيم و َعلَى‬##‫ت َعلَى إِ ْب‬
ََ َ َ ‫ار ْك‬# ٍ ِ ٍ
َ #َ‫ا ب‬##‫ار ْك َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آل ُم َح َّمد َك َم‬##َ‫َوب‬
ِ
‫ا‬#َ‫ اَللَّ ُه َّم أَ ِرن‬.‫ب‬ ِ َ َّ‫ إِن‬،‫ات‬ ِ ‫ات اْألَحي‬#
ِ ‫و‬#‫اء ِم ْن ُهم واْأل َْم‬# ِ َ‫ؤ ِمنِْين والْم ْؤ ِمن‬#ْ ‫ والْم‬،‫ات‬ ِ ‫لِم‬#‫ا ْغ ِفر لِلْمسلِ ِم ْين والْمس‬
ٌ ْ‫ ِري‬#َ‫م ْي ٌع ق‬#‫ك َس‬ َ َْ َْ ُ ََ ُ َ َ ُْ ََ ُْ ْ
ً‫نَة‬#‫اآلخ َر ِة َح َس‬ #ِ ‫نَةً َوفِي‬#‫د ْنيَا َح َس‬#ُّ #‫ا فِي ال‬##َ‫ا آتِن‬##َ‫ َر َّبن‬.ُ‫ه‬##َ‫اجتِنَاب‬ ِ #‫اط‬
ْ ‫ا‬##َ‫اَطالً َو ْار ُزقْن‬#‫ل ب‬#
ِ َ َ‫ اتِّب‬#‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا‬
َ َ‫ َوأَ ِرنَا الْب‬،ُ‫اعه‬ َ ‫ال‬
‫ب ال ِْع‪#َّ #‬ز ِة‬ ‫ين إِ َم ًام‪##‬ا‪ُ .‬س‪ْ #‬ب َحا َن َربِّ َ‬ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق‪#َّ #‬رةَ أَ ْعي ٍن واجعلْنَ‪##‬ا لِل ِ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك َر ِّ‬ ‫ْمتَّق َ‬
‫ُ‬ ‫ُ َ َْ‬ ‫ب لَنَا م ْن أَ ْز َو َ‬ ‫اب النَّا ِر‪َ .‬ر َّبنَا َه ْ‬
‫َوقنَا َع َذ َ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َع َّما يَص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسل ْي َن َوال َ‬

‫ص ْحبِ ِه َو َسلَّ َم‪َ .‬وأَقِ ِم َّ‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬


‫الصالَ َة‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو َ‬
‫َو َ‬

‫‪Sumber :‬‬
‫‪www.alsofwah.or.id/khutbah‬‬
‫‪Posted By http://ichsanmufti.wordpress.com‬‬

‫‪21‬‬

‫‪Kewajiban Kita Berpartisipasi Dalam Dakwah Ilallah‬‬


‫‪Oleh:Muh. Ubaidillah Al-Ghifary‬‬

‫‪ ‬‬

‫‪#‬ال‪ ،‬الْمع‪## #‬رو ِ‬


‫ف بِ َم ِزيْ ‪#ِ # #‬د اْ ِإل ْن َع ‪#ِ # #‬ام‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫ْح ْ‪#‬م‪ُ # #‬د لِلَّ ِه ال َْم ْح ُم‪#ْ # #‬و ِد َعلَى ُك‪ِّ # #‬‬
‫ْجالَ ِل َوالْ َك َم‪ْ ُ ْ َ ِ # #‬‬ ‫ص‪ْ # # #‬وف بِص‪َ # # #‬فات ال َ‬ ‫‪#‬ال‪ ،‬اَل َْم ْو ُ‬‫‪#‬ل َح‪ٍ # #‬‬ ‫اَل َ‬
‫ك لَ‪##‬هُ ذُو‬ ‫َن الَ إِلَ‪##‬هَ إِالَّ اهللُ َو ْح‪َ #‬دهُ الَ َش ‪ِ #‬ريْ َ‬ ‫‪#‬ل َح‪ٍ #‬‬
‫‪#‬ال‪َ .‬وأَ ْش ‪َ #‬ه ُد أ َّ‬ ‫َح َم‪ُ #‬دهُ ُس ‪ْ #‬ب َحاَنَهُ َو ُه‪#َ #‬و ال َْم ْح ُم‪#ْ #‬و ُد َعلَى ُك‪ِّ #‬‬
‫ال‪ .‬أ ْ‬ ‫ض‪ِ #‬‬ ‫َواْ ِإلفْ َ‬
‫ك‬‫ص‪ِّ #‬ل َعلَى َع ْب‪#ِ #‬د َك َو َر ُس‪ْ #‬ولِ َ‬ ‫‪#‬ال‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬ ‫اد ُق الْم َق‪ِ #‬‬
‫َ‬
‫ص‪ِ #‬‬ ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب‪ُ #‬دهُ َو َر ُس‪ْ #‬ولُهُ َو َخلِ ْيلُ‪##‬هُ ال َّ‬
‫ْجالَ ِل َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ِ‬
‫ال َْعظَ َمة َوال َ‬
‫آل َو َسلِّ ْم تَ ْسلِ ْي ًما كثيرا‪ .‬أ ََّما َب ْع ُد؛‬ ‫بو ٍ‬
‫ص ْح ٍ َ‬
‫مح َّم ٍد و َعلَى آلِ ِه وأ ْ ِ‬
‫َص َحابِه َخ ْي ِر َ‬ ‫َ‬ ‫َُ َ‬

‫‪#‬ال اهللُ َت َع‪#‬الَى‪ :‬يَاأَيُّه‪#‬اَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُ‪#‬وا َّات ُق‪#‬وا اهللَ َح‪َّ #‬‬
‫‪#‬ق ُت َقاتِ ِ‪#‬ه َوالَ‬ ‫ث قَ َ‬ ‫َّاس‪ ،‬اَِّت ُق‪##‬وا اهللَ َت َع‪#‬الَى َح‪َّ #‬‬
‫‪#‬ق ُت َقاتِ ِ‪#‬ه‪َ ،‬ح ْي ُ‬ ‫َفيَا أ َُّي َه‪##‬ا الن ُ‬
‫ت‪.‬‬‫ث َما ُك ْن َ‬ ‫اهلل ‪ :n‬اِتَّ ِق اهللَ َح ْي ُ‬
‫ال رسو ُل ِ‬ ‫ِ‬
‫تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسل ُم ْو َن‪َ .‬وقَ َ َ ُ ْ‬
Jamaah Jum’at yang berbahagia.

Pada jum’at yang berbahagia ini, mari kita sama-sama memanjatkan puji dan syukur kepada
Allah yang telah memberikan kekuatan kepada kita berupa kesehatan, untuk memenuhi
panggilanNya, yaitu menunaikan ibadah shalat  Jum’at.  Shalawat dan salam kita berikan kepada
nabi besar Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam yang telah menuntun umat manusia dari
jahiliyah, yang penuh kegelapan menuju Islam yang terang benderang, dan juga kepada para
sahabatnya serta para generasi selanjutnya yang memperjuangkan Islam hingga akhir zaman
nanti.

Mari kita sama-sama meningkatkan rasa taqwa kita kepada Allah yang selalu melihat gerak-gerik
kita, dengan sebenar-benar takwa, Dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.

Dalam kesempatan ini, saya selaku khatib ingin membahas sebuah tema yang sangat penting
sekali dan dibutuhkan oleh umat Islam yaitu:

Kewajiban kita berpartisipasi dalam dakwah Islamiah.

Jamaah Jum’at yang berbahagia.

Sebelum membicarakan pokok permasalahannya, sebaiknya kita memahami: Apa itu dakwah?
Dakwah secara bahasa adalah berarti seruan, dan ajakan (kamus Ash Shihah 6/2336, kamus
Mu’jamul Wasit 1/286). Adapun menurut istilah pengertiannya banyak sekali, di antaranya
adalah menurut syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Dakwah adalah mengajak seseorang agar beriman
kepada Allah dan yang dibawa oleh para rasulNya dengan cara membenarkan apa yang mereka
beritakan dan mengikuti apa yang mereka perintahkan (Majmu’ Fatawa oleh Syaikul Islam Ibnu
Taimiyah 15/157).

Semua umat Islam sepakat bahwa dakwah adalah amalan yang disyariatkan dan masuk kategori
fardhu kifayah. Tidak boleh kategori diabaikan, diacuhkan, dan dikurangi bobot kewajibannya.
Hal itu disebabkan terdapat banyak perintah dalam Al-Qur’an dan As Sunah untuk berdakwah
dan amar ma’ruf nahi mungkar, seperti firman Allah:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan,
memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.” (Ali Imran:104).

Ayat ini bersifat  umum dan merupakan kewajiban atas setiap individu untuk melaksanakannya
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Huruf (‫ )من‬disitu berarti penjelas. Kalau
menjadi penjelas maknanya jadilah kamu wahai kaum mukminin sebagai umat yang menyeru
kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar (lihat
Jami’ul Bayan oleh At-Thabary 4/26). Atau sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu
Katsir, maksud dari ayat ini adalah jadilah kamu sekelompok orang dari umat yang
melaksanakan kewajiban dakwah. Kewajiban ini wajib atas setiap muslim, sebagaimana hadits
shohih yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, telah bersabda
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , “Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka
hendaklah ia mengubah dengan tangannya, kalau tidak mampu, hendaklah mengubah dengan
lisannya, kalau tidak mampu hendaklah mengubah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah
iman.” Dan pada riwayat lain, “Dan setelah itu tidak ada iman sedikitpun.” (Lihat Tafsil Al-
Qur’an Al-‘Azhim, oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir, 1/390).

Jamaah Jum’at  yang berbahagia.

Ingatlah, wahai kaum muslimin bahwa dakwah Ilallah merupakan kewajiban yang disyari’atkan
dan menjadi tanggung jawab yang harus dipikul kaum muslimin seluruhnya. Artinya setiap
muslim dituntut untuk berdakwah sesuai kemampuannya dan peluang yang dimilikinya. Oleh
sebab itu wajiblah bagi kita untuk semangat berpartisipasi dalam berdakwah menyebarkan Islam
ke mana saja dan di mana saja kita berada.

Dakwah dan amar ma’ruf merupakan prasyarat khairu ummah. seandainya umat ini tak mau
berdakwah, maka akan mengalami kerugian dan kemunduran dalam pelbagai aspek kehidupan.
Sebab mulianya umat dengan dakwah, dan kerugiannya akibat meninggalkan dakwah. Allah
berfirman:

”Kamu semua adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang
ma’ruf, mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110).

Jadi dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah akan memberikan predikat yang terbaik kepada umat
manusia bila memenuhi tiga syarat yaitu:

1. Menyuruh kepada yang ma’ruf

2. Mencegah dari yang mungkar, dan

3. Mau beriman kepada Allah. Jamaah Jum’at  yang berbahagia.

Dakwah merupakan pekerjaan terbaik, hal itu sesuai dengan firman Allah:

“Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal shalih dan berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah
diri.” (Fushshilat: 33).

Adapun orang yang berdakwah karena hanya ingin mengharapkan ridha Allah dalam
dakwahnya, maka Allah akan memberikan padanya balasan yang setimpal. Hal itu sesuai dengan
sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :

.)‫ (رواه مسلم‬.‫َّع ِم‬ ِ َ ‫َك ِمن أَ ْن ي ُكو َن ل‬ ِ َ َ‫أِل َ ْن َي ْه ِدي‬


َ ِ‫ك اهللُ ب‬
َ ‫َك م ْن ُح ُم ِر الن‬ ْ َ ْ َ ‫ك َر ُجالً َواح ًدا َخ ْي ٌر ل‬
            “Sungguh jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang melalui
engkau (dakwah engkau) maka itu lebih baik bagimu daripada engkau
memiliki onta merah.” (Hadits shahih riwayat Muslim dalam kitab fadha’il,
no. 2406).
Jadi, karena dakwah merupakan perbuatan terbaik dan pelakunya akan dibalas dengan balasan
yang besar. Maka dengan segera Rasulullah tetap tegar dalam dakwah, walau diganggu,
dipersulit dan meskipun akan dibunuh tidaklah hal itu menghalangi beliau dalam berdakwah
demi tegaknya dien Islam.

Para da’i hendaknya menyadari bahwa ancaman, intimidasi, dan teror serta ancaman bunuh dari
musuh adalah sunnatullah yang sudah dialami para nabi sebelum Nabi Muhammad dan hal itu
akan berlanjut sampai hari Kiamat.

Jamaah Jum’at yang berbahagia.

Marilah kita sejenak merenung dan meresapi untaian di bawah ini. Apa yang dialami Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam dan para sahabat dalam berdakwah? Mereka disiksa, diteror ada
yang dibunuh, bahkan ada pula yang diembargo ekonomi dalam jangka waktu yang lama.
Mereka sempat makan rumput-rumputan dan daun-daunan hingga mulut dan lidah mereka
pecah-pecah.

Apa yang dialami Imam empat yang terkenal itu?

Imam Abu Hanifah, beliau dijebloskan dalam penjara gara-gara berdakwah dan mengatakan
yang haq itu haq dan yang batil itu batil.

Imam Malik, karena menegakkan kebenaran beliau rela dipukuli sampai kedua tulang belikat
beliau hampir lepas karena kerasnya pukulan.

Imam Syafi’i, gara-gara membela kebenaran beliau dimasukkan bui dan mau dibunuh oleh raja
pada saat itu.

Imam Ahmad bin Hanbal, yang pada zamannya ada fitnah dari kaum mu’tazilah bahwa Al-
Qur’an adalah makhluk Allah. Akhirnya, beliau menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu
Allah bukan makhluk. Dari pernyataannya yang tegas itu, beliau dimasukkan bui dan dicambuk
beberapa kali, hingga sebagian algojo yang menyiksa beliau membuat kesaksian dengan
mengatakan, bahwa Imam Ahmad dicambuk sebanyak delapan puluh kali, jikalau gajah
dicambuk seperti itu maka akan mati terkapar. Maka beliau terkenal dengan sebutan Imam As-
Sunnah, karena membela sunnah Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam dan Al-Haq.

Lalu apa yang diderita Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya yang terkenal yaitu Syaikhul
Islam Ats-Tsani Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah?

Ibnu Taimiyah, karena berdakwah dan membela kebenaran, beliau rela masuk penjara, tak
sempat menikah hingga beliau mati dalam penjara. Kata-kata beliau yang cukup terkenal yang
patut kita ambil pelajaran:

“Apakah yang akan diperbuat musuh-musuh kepadaku?


Jika aku dipenjara, penjaraku adalah khalwat (untuk beribadah pada Rabb).
Jika diasingkan, pengasinganku adalan tamasya.
Jika aku dibunuh, kematianku adalah syahadah.

Itulah kata-kata beliau dalam tekadnya membela kebenaran.

Siapakah yang mampu menundukkan orang-orang yang segala alternatif perjuangannya adalah
serba baik, sebagaimana beliau? Tidak ada, kecuali Maha Perkasa yang dengannya justru
menaklukkan manusia ke dalam lindungan syari’at Islam nan agung dan penuh rahmat (Lihat
buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah oleh Abul Hasan An-Nadawi).

Ibnul Qayyim, dalam membela kebenaran ia rela diikat badannya lalu diarak keliling kampung
dan diludahi masyarakat, namun beliau tetap tegar dalam berdakwah sampai akhir hayatnya
(Dari kitab Zadul Ma’ad).

Adapun ulama-ulama yang baru-baru ini meninggalkan kita, yaitu Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Bazz  (2000 M) dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani. Mereka adalah
ulama-ulama yang gemar berdakwah dan menyebarkan Islam hingga akhir hayatnya. Begitu juga
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsai-min yang telah wafat pula (1421 H / 2001 M). 

Jamaah  Jum’at  yang dimuliakan Allah.

Seorang da’i haruslah pandai dalam menyampaikan dakwah. Sebab darinyalah satu sebab dari
beberapa sebab umat dapat paham Islam yang benar. Oleh karena itu dakwahnya harus sesuai
Al-Qur’an dan As Sunah serta sesuai dengan manhaj nubuwwah Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Salam . Sebagaimana hal itu sesuai dengan firman Allah:

“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik.” (An-Nahl: 125).

Seorang da’i haruslah selalu introspeksi diri, apakah dakwahnya karena Allah atau karena yang
lain:

Dalam firman Allah di atas tadi, kata bil hikmah, Imam Syafi’i memberi komentar: “Setiap
hikmah dalam Al-Qur’an berarti As-Sunnah”.

Dan berkaitan dengan kata As-Sunah artinya adalah dakwah itu harus mengikuti sunnah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam, bukan berdakwah mengajak orang pada golongan,
partai tertentu yang marak hari ini, demokrasi, sekularisme dan lain-lain yang antagonis dengan
Islam, silakan lihat komentar Imam Syafi’i dalam kitab Al-Madkhal fil Aqidah, hal 24.

Jamaah Jum’at  yang berbahagia.

Dakwah itu mempunyai urgensi yang banyak sekali, namun intinya kurang lebih adalah
tersebarnya kebenaran pada umat manusia (khususnya kaum muslimin), lalu mereka bisa
merubah pola pikir hidupnya dari jelek menjadi baik, dari beribadah kepada makhluk berubah
menjadi beribadah kepada Khaliq. Lalu mereka membela Islam, mendakwahkan Islam
semampunya hingga dengan usaha mereka setelah rahmat Allah manusia masuk Islam secara
berbondong-bondong.

Maka alangkah bahayanya kalau dakwah itu sampai tidak berjalan, mogok total tanpa ada yang
menjalankan, maka ketika itu adzab Allah akan turun ke bumi menimpa manusia semuanya.
Apakah di dalamnya itu orang beriman atau bukan beriman. Firman Allah:

“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zhalim di antara
kamu, dan ketahuilah Allah amat keras siksanya”. (Al-Anfal: 25).

Jamaah Jum’at yang berbahagia.

Demikian ringkasan dari kutbah Jum’at yang saya sampaikan, yang intinya sebagai bahan
ringkasan dari khutbah tersebut adalah marilah kita tingkatkan partisipasi kita dalam berdakwah
sesuai dengan kemampuan kita, profesi kita, hingga Allah memanggil kita, karena keutamaan
umat ada dalam dakwah dan kerugian umat akibat meninggalkan dakwah. Sekali lagi mari kita
tingkatkan semangat kita berdakwah sesuai dengan manhaj salafush shalih. Semoga Allah
menolong kita dalam menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Amin ya
Robbal’alamin.

‫ َذا‬#‫ولِ ْي َه‬#ْ #‫و ُل َق‬#ْ #‫ أَ ُق‬.‫ْح ِك ْي ِم‬ ِ ِِِ ِ ِ ِ ِ ِ


َ ‫ذ ْك ِر ال‬#ِّ #‫ات َوال‬##َ‫ه م َن اْآلي‬##‫ا ف ْي‬##‫ َو َن َف َعن ْي َوإِيَّا ُك ْم بِ َم‬،‫رآن ال َْعظ ْي ِم‬#ْ #‫ار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق‬# َ #َ‫ب‬
.‫الر ِح ْي ُم‬َّ ‫ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬،ُ‫اسَت ْغ ِف ُر ْوه‬ ٍ ْ‫َسَت ْغ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِي َولَ ُك ْم َولِ َسائِ ِر ال ُْم ْسلِ ِم ْي َن ِم ْن ُك ِّل ذَن‬
ْ َ‫ ف‬.‫ب‬ ْ ‫َوأ‬
ْ
Khutbah Kedua

َ ْ‫ ِري‬#‫ح َدهُ الَ َش‬#ْ ‫هَ إِالَّ اهلل َو‬#َ‫َن الَ إِل‬ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ
.ُ‫ه‬#َ‫ك ل‬ َ ‫د‬#َ‫ا ُكنَّا لَن ْهت‬#‫ َذا َو َم‬#‫ْح ْم ُد للَّه الذ ْي َه َدانَا ل َه‬
َّ ‫ َه ُد أ‬#‫ أَ ْش‬.ُ‫ َدانَا اهلل‬#‫و الَ أَ ْن َه‬#ْ َ‫ي ل‬ َ ‫اَل‬
‫وِم‬#ْ #‫ان إِلَى َي‬ ٍ # ‫حابِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس‬# ‫ص‬ ِِ
َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ‫ه َوأ‬## ‫ ِّل َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آل‬# ‫ص‬
ٍ
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.ُ‫ ْولُه‬# ‫ ُدهُ َو َر ُس‬# ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب‬َّ ‫ َه ُد أ‬# ‫َوأَ ْش‬
‫ أ ََّما َب ْع ُد؛‬.‫الدِّيْ ِن‬

‫ه‬#ِ #‫لُّ ْوا َعلَْي‬# ‫ص‬ َ ،‫لُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‬# ‫ص‬ َ ُ‫هُ ي‬## َ‫َن اهللَ َو َمالَئَ َكت‬ َّ #‫الَى َح‬##‫وا اهللَ َت َع‬##‫ اَِّت ُق‬،‫و َن‬#ْ #‫ا ال ُْم ْؤ ِمُن‬##‫ا أ َُّي َه‬## َ‫َفي‬
َّ ‫وا أ‬#ْ #‫ َوا ْعلَ ُم‬،‫ه‬#ِ # ِ‫ق ُت َقات‬#
َ # # ِ‫َج َم ِع ْي َن بَِر ْح َمت‬ ِ ِ ِِ ٍ ِ
‫ا أ َْر َح َم‬## # َ‫ك ي‬# ْ ‫ ْحبِه َوالتَّابِع ْي َن أ‬# # #‫ص‬
َ ‫ه َو‬## # ‫لِّ ْم َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آل‬# # #‫ ِّل َو َس‬# # ‫ص‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ل ْي ًما‬# # #‫لِّ ُم ْوا تَ ْس‬# # #‫َو َس‬
ِ ‫و‬##‫اء ِم ْن ُهم واْأل َْم‬#
‫ا‬## َ‫ اَللَّ ُه َّم أَ ِرن‬.‫ات‬ ِ # ‫ات اْألَحي‬ ِ ‫لِم‬# ‫لِ ِم ْين والْمس‬# ‫ات والْمس‬# ِ ِ ِ ِ ‫ر لِل‬##‫ اَللَّ ُه َّم ا ْغ ِف‬.‫اح ِم ْين‬ ِ
َ َْ َْ َ ْ ُ َ َ ْ ُ َ # َ‫ؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمن‬#ْ #‫ْم‬ ُ ْ َ ‫ر‬#َّ # ‫ال‬
‫ا ِمن‬##َ‫ب لَن‬ ْ ‫غ ُقلُ ْو َبنَا َب ْع َد إِ ْذ َه َد ْيَتنَا َو َه‬ ْ ‫ َر َّبنَا الَ تُ ِز‬.ُ‫اجتِنَابَه‬ ِ ِ
ْ ‫ َوأَ ِرنَا الْبَاط َل باَطالً َو ْار ُزقْنَا‬،ُ‫اعه‬ َ َ‫ اتِّب‬#‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا‬ َ ‫ال‬
‫م ُد لِلَّ ِه‬#ْ ‫ْح‬ ِ ِ #ِ ‫نَةً وفِي‬#‫د ْنيا حس‬#ُّ ‫ا فِي ال‬#َ‫ا آتِن‬#َ‫ ر َّبن‬.‫َنت الْوهَّاب‬ َ َّ‫ك َر ْح َمةً إِن‬ َ ْ‫لَّ ُدن‬
َ ‫ َوال‬.‫اب النَّا ِر‬ َ ‫ َذ‬#‫ا َع‬#َ‫نَةً َوقن‬#‫اآلخ َرة َح َس‬ َ ََ َ َ ُ َ َ ‫كأ‬
.‫ب ال َْعال َِم ْي َن‬ ِّ ‫َر‬
‫آء ِذي الْ ُقربى وي ْنهى ع ِن الْ َفح َش ِ‬ ‫ان وإِيت ِ‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْبغْ ِي يَِعظُ ُك ْم‬ ‫ْ‬ ‫َْ ََ َ َ‬ ‫اهلل‪ ،‬إِ َّن اهللَ يَأ ُْم ُر ُك ْم بِال َْع ْد ِل َواْ ِإل ْح َس ِ َ َ‬
‫اد ِ‬ ‫ِعبَ َ‬
‫َذ ْكر ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬
‫اهلل أَ ْكَب ُر‪.‬‬ ‫ل ََعل ُك ْم تَ َذ َّك ُر ْو َن‪ .‬فَاذْ ُك ُروا اهللَ ال َْعظ ْي َم يَ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُك ُر ْوهُ َعلَى ن َعمه يَ ِز ْد ُك ْم َول ُ‬

‫‪22‬‬
‫‪Istighfar Dan Taubat Adalah Kunci Rizki Dan keberkahan dari Allah‬‬
‫‪Ta'ala‬‬

‫‪oleh: Anton Zamroni‬‬

‫‪Khutbah pertama‬‬

‫ات أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَالَ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ي لَ ‪##‬هُ‪َ .‬وأَ ْش‪َ ##‬ه ُد أَ ْن الَ إِلَ ‪##‬هَ إِالَّ اهللُ َو ْح‪َ #‬دهُ الَ َش ‪ِ #‬ريْ َ‬
‫ك لَ ‪##‬هُ َوأَ ْش ‪َ #‬ه ُد أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ض ‪َّ #‬ل لَ ‪##‬ه ومن ي ْ ِ‬
‫مِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ‪ُ #‬دهُ‬ ‫ض‪##‬ل ْل فَالَ َه‪##‬اد َ‬‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫َو َر ُس ْولُهُ‪.‬‬

‫َّاس َّات ُق‪#ْ #‬وا َربَّ ُك ُم الَّ ِذ ْي َخلَ َق ُك ْم‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫َّ ِ‬
‫يَا أَيُّهاَ الذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاته َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسل ُم ْو َن‪ .‬يَا أ َُّي َه‪##‬ا الن ُ‬
‫ِ‬ ‫َّ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫اح َد ٍة و َخلَ َق ِم ْنها َزوجه‪#‬ا وب َّ ِ‬ ‫سو ِ‬
‫آءل ُْو َن بِ‪##‬ه َواْأل َْر َح‪َ #‬‬
‫‪#‬ام‬ ‫آء َو َّات ُق‪#‬وا اهللَ الذ ْي تَ َس‪َ #‬‬ ‫ث م ْن ُه َم‪#‬ا ِر َج‪##‬االً َكث ْي ً‪#‬را َون َس‪ً #‬‬ ‫َ ْ ََ ََ‬ ‫َ‬ ‫ِّم ْن َن ْف ٍ َ‬
‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َم‪##‬الَ ُك ْم َو َي ْغ ِف‪##ْ #‬ر لَ ُك ْم‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرق ْيبًا‪ .‬يَا أ َُّي َها الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‪ .‬يُ ْ‬
‫ذُ ُن ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‪.‬‬

‫ص ‪#‬لَّى اهلل َعلَْي ‪#ِ #‬ه َو َس ‪#‬لَّ َم َو َّش ‪َ #‬ر األ ُُم‪##‬و ِر‬ ‫ٍ‬ ‫ص‪َ ##‬د َق ال ِ ِ ِ‬
‫ي ُم َح َّمد َ‬ ‫‪#‬اب اهللَ‪َ ،‬و َخ ْي‪#َ #‬ر ال َْه‪ْ ##‬د ِي َ‪#‬ه‪ْ #‬د ُ‬
‫ْح‪##‬ديث كتَ ‪ُ #‬‬ ‫َ‬ ‫أ ََّما َب ْع ‪ُ #‬د؛ فَ‪ِ##‬إ َّن أَ ْ‬
‫ضالَل ٍَة فِي النَّا ِر‪.‬‬‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل َ‬ ‫ُم ْح َدثَا ُت َها َو ُك َّل ُم ْح َدثٍَة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة َ‬

‫ان إِلَى َي ْوِم الدِّيْ ِن‪.‬‬


‫اَللَّ ُه َّم ص ِّل َعلَى مح َّم ٍد و َعلَى آلِ ِه وص ْحبِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس ٍ‬
‫َ َ ََ ْ َ ْ َ‬ ‫َُ َ‬ ‫َ‬
‫‪Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...‬‬

‫‪          Pada kesempatan kali ini tak lupa saya wasiatkan kepada diri saya pribadi dan jama’ah‬‬
‫‪semuanya, marilah kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita, karena iman dan taqwa adalah‬‬
‫‪sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan di akhirat kelak.‬‬
Jamaah Jum’at  yang berbahagia ...

          Di antara hal yang menyibukkan hati kaum muslimin adalah mencari rizki. Dan menurut
pengamatan, sebagian besar kaum muslimin memandang bahwa berpegang dengan Islam akan
mengurangi rizki mereka. Kemudian tidak hanya sebatas itu, bahkan lebih parah dan menyedihkan
bahwa ada sejumlah orang yang masih mau menjaga sebagian kewajiban syari’at Islam tetapi
mengira bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan di bidang materi dan kemapanan ekonomi
hendaknya menutup mata dari hukum-hukum Islam, terutama yang berkenaan dengan hukum halal
dan haram.

          Mereka itu lupa atau berpura-pura lupa bahwa Allah men-syari’atkan agamaNya hanya
sebagai petunjuk bagi ummat manusia dalam perkara-perkara kebahagiaan di akhirat saja. Padahal
Allah mensyari’atkan agama ini juga untuk menunjuki manusia dalam urusan kehidupan dan
kebahagiaan mereka di dunia.

          Sebagaimana Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas Radhiallaahu anhu , ia berkata:

.‫اب النَّا ِر‬ ِ ِ ِ ِ ُّ ‫ َر َّبنَا آتِنَا فِي‬:n ‫َكا َن أَ ْك َث ُر ُد َع ِاء النَّبِ ِّي‬
َ ‫الد ْنيَا َح َسنَةً َوفي اآلخ َرة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ‬
          “Sesungguhnya do’a yang sering diucapkan Nabi adalah, “Wahai Tuhan Kami’
karuniakanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api
Neraka”. (Shahihul Al-Bukhari, Kitabud Da’awat, Bab Qaulun Nabi Rabbana Aatina fid Dunya
Hasanah, no. Hadist 6389, II/191).

Ma'asyirol Muslimin a’azza kumullah ...

          Allah dan RasulNya tidak meninggalkan umat Islam tanpa petunjuk dalam kegelapan dan
keraguan dalam usaha mencari penghidupan. Tapi sebaliknya, sebab-sebab mendapat rizki telah
diatur dan dijelaskan. Sekiranya ummat ini mau memahami dan menyadarinya, niscaya Allah akan
memudahkan mencapai jalan-jalan untuk mendapatkan rizki dari setiap arah, serta akan dibukakan
untuknya keberkahan dari langit dan bumi. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami ingin
menjelaskan tentang berbagai sebab di atas dan meluruskan pemahaman yang salah dalam usaha
mencari rizki .

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...

          Di antara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah istighfar (memohon ampun) dan
taubat kepada Allah. Sebagaimana firman Allah tentang Nuh yang berkata kepada kaumnya:

          “Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohon ampunlah kepada Tuhanmu’, sesungguhnya
Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan
(pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh: 10-12)
          Yang dimaksud istighfar dan taubat di sini bukan hanya sekedar diucap di lisan saja, tidak
membekas di dalam hati sama sekali, bahkan tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan.
Tetapi yang dimaksud dengan istighfar di sini adalah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib
Al-Asfahani adalah “Meminta (ampun) dengan disertai ucapan dan perbuatan dan bukan sekedar
lisan semata.”

          Sedangkan makna taubat sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani
adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan
kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang lebih baik (sebagai ganti). Jika
keempat hal itu telah dipenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna.

          Begitu pula Imam An-Nawawi menjelaskan: “Para ulama berkata. ‘Bertaubat dari setiap
dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada
sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga:

1. Hendaknya ia harus menjauhi maksiat tersebut.


2. Ia harus menyesali perbuatan (maksiat) nya.
3. Ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi.

          Jika salah satu syarat hilang, maka taubatnya tidak sah.

          Jika taubatnya berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat, yaitu ketiga syarat
di atas ditambah satu, yaitu hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang lain. Jika berupa
harta benda maka ia harus mengembalikan, jika berupa had (hukuman) maka ia harus memberinya
kesempatan untuk membalas atau meminta maaf kepadanya dan jika berupa qhibah (menggunjing),
maka ia harus meminta maaf.

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...

          Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (surat Nuh: 10-12) berkata: “Maknanya, jika kalian
bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya, niscaya Ia akan memperbanyak rizki kalian, Ia
akan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari
bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, melimpahkan air susu, memperbanyak harta dan anak-anak
untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya terdapat macam-macam buah-buahan
untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun untuk kalian.

          Imam Al-Qurtubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasannya ia berkata: “Ada seorang
laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata
kepadanya, Beristighfarlah kepada Allah! Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan, maka
beliau berkata kepadanya, Beristighfarlah kepada Allah! Yang lain lagi berkata kepadanya,
’Do’akanlah (aku) kepada Allah, agar ia memberiku anak!!’ maka beliau mengatakan kepadanya,
‘Beristighfar kepada Allah! Dan yang lainnya lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan
kebunnya maka beliau mengatakan (pula),’Beristighfarlah kepada Allah!.

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...


          Kemudian di ayat yang lain Allah yang menceritakan tentang seruan Hud kepada kaumnya
agar beristighfar.

          “Dan (Hud berkata),’Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah
kepadaNya, niscaya Dia kan menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan membawa
kekuatan kepada kekuatanmu dan juga janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (Hud: 52)

          Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan: “Kemudian
Hud memerintahkan kaumnya untuk beristighfar sehingga dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan,
kemudian memerintah-kan bertaubat untuk waktu yang mereka hadapi. Barangsiapa memiliki sifat
seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga
keadaanya.

          Dan pada surat Hud di ayat yang lain Allah juga berfirman:

          “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya
(jika kamu mengerjakan yang demikian (niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus
menerus) kepadamu sampai pada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-
tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku takut akan ditimpa siksa hari kiamat.” (Hud: 3).

          Imam Al-Qurthubi mengatakan:”Inilah buah istighfar dan taubat. Yakni Allah akan
memberikan kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan
kemakmuran hidup serta Allah tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukanNya
terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian.”

Ma'asyirol Muslimin A’azza kumullah ...

          Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i Ibnu
Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah bersabda:

.‫ب‬ ِ ُ ‫ ِم ْن َح ْي‬#ُ‫ض ْي ٍق َم ْخ َر ًجا َو َر َزقَه‬


ُ ‫ث الَ يَ ْحتَس‬
ِ ‫من أَ ْك َثر اْ ِال ْستِ ْغ َفار جعل اهلل ِمن ُك ِّل َه ٍّم َفرجا و ِمن ُك ِّل‬
ْ َ ًَ ْ ُ َ ََ َ َ َْ
          “Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah
menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan
Allah akan memberikan rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Dishahihkan
oleh Imam Al-Hakim (AlMustadrak, 4/262) dan Syaikh Ahmad Muhammad Syaikh (Hamisy Al-
Musnad, 4/55)

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...

          Dalam hadist yang mulia ini, Nabi menggambarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik
oleh orang yang memperbanyak istighfar. Salah satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Esa, Yang
memiliki kekuatan akan memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak pernah
diharapkan serta tidak pernah terbersit dalam hati.
          Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rizki hendaklah ia bersegera untuk
memperbanyak istighfar, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Dan hendaklah kita selalu
waspada! dari melakukan istighfar hanya sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab ia adalah
pekerjaan para pendusta.

‫ أَ ُق ْو ُل َق ْولِ ْي َه َذا‬.‫ْح ِك ْي ِم‬ ِّ ‫ات َو‬


َ ‫الذ ْك ِر ال‬
ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬
َ َ َ ْ َ ْ َ َ
ِ ِ ِ
َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬
.‫الر ِح ْي ُم‬
َّ ‫ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬،ُ‫اسَت ْغ ِف ُر ْوه‬ ٍ ْ‫َسَت ْغ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِي َولَ ُك ْم َولِ َسائِ ِر ال ُْم ْسلِ ِم ْي َن ِم ْن ُك ِّل َذن‬
ْ َ‫ ف‬.‫ب‬ ْ ‫َوأ‬
ْ
Khutbah kedua:

َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َ ْ‫ ِري‬# ‫ َدهُ الَ َش‬#‫هَ إِالَّ اهللُ َو ْح‬## َ‫ َه ُد أَ ْن الَ إِل‬##‫ َوأَ ْش‬.ُ‫ه‬## َ‫ي ل‬
َّ ‫ َه ُد أ‬# ‫هُ َوأَ ْش‬## َ‫ك ل‬ ِ ِ ْ ‫ه ومن ي‬## َ‫ َّل ل‬# ‫ض‬
ِ‫م‬
ُ‫ ُده‬# ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب‬ َ ‫اد‬##‫ل ْل فَالَ َه‬##‫ض‬ُ ْ ََ ُ ُ
‫ أ ََّما َب ْع ُد؛‬.ُ‫َو َر ُس ْولُه‬

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...

          Kembali pada khutbah yang kedua ini, saya mengajak diri saya dan jama’ah untuk
senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah dengan sesungguhnya.

          Kemudian dari khutbah yang pertama tadi dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:

1.       Bahwasannya telah disyari’atkan oleh Allah kepada kita untuk senantiasa ber-istighfar dan
taubat dengan lisan yang disertai perbuatan. Karena istighfar dan taubat dengan lisan semata tanpa
disertai dengan perbuatan adalah pekerjaan para pendusta.
2.       Bahwasannya dengan istighfar dan taubat, Allah akan mengampuni dosa-dosa hambaNya,
Allah akan menurunkan hujan yang lebat, Allah akan memperbanyak harta dan anak-anak, Allah
akan menjadikan untuknya kebun yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Jadi dengan istighfar
dan taubat, Allah akan membukakan pintu-pintu rizki dan keberkahan baik dari langit maupun
dari bumi.

          Karena itu, marilah pada kesempatan ini kita berdo’a kepada Allah, memohon ampunan
atas segala dosa dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang pandai ber istighfar agar Allah
senantiasa membukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi.

‫ ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد‬#‫ص‬ ِ ِ ِ ِ


َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ل ْي ًما‬#‫لِّ ُم ْوا تَ ْس‬#‫ه َو َس‬#‫لُّ ْوا َعلَْي‬#‫ص‬ َ ‫وا‬#ْ ‫اَ الَّذيْ َن َء َامُن‬#‫ا أَيُّه‬#َ‫ ي‬،‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‬َ ُ‫إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ ي‬
‫ا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬##َ‫ َوب‬.‫ ٌد‬# ‫ ٌد َم ِج ْي‬# ‫ك َح ِم ْي‬ َ َّ‫ إِن‬،‫ر ِاه ْي َم‬#َ #‫آل إِ ْب‬
ِ ‫ر ِاه ْيم و َعلَى‬##‫ت َعلَى إِ ْب‬
ََ َ َ ‫لَّْي‬# ‫ص‬ ٍ
َ ‫ا‬##‫آل ُم َح َّمد َك َم‬ ِ ‫و َعلَى‬
َ
‫لِ ِم ْي َن‬# # # #‫ْم ْس‬ ِ ِ ِ ِ َ َّ‫ إِن‬،‫ر ِاه ْيم‬## # #‫آل إِ ْب‬
ُ ‫ر لل‬#ْ # # #‫ اَللَّ ُه َّم ا ْغف‬.‫ ٌد‬# # # #‫ ٌد َمج ْي‬# # # #‫ك َحم ْي‬ َ َ
ِ ‫ر ِاه ْيم و َعلَى‬## # #‫ت َعلَى إِ ْب‬
ََ َ َ ‫ار ْك‬# ٍ ِ
َ # # # َ‫ا ب‬## # #‫آل ُم َح َّمد َك َم‬
.‫ات‬ ِ ‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو‬ ِ ِ ِِ ِ ِ
َ َْ َ ْ ‫َوال ُْم ْسل َمات َوال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل‬
‫‪          Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang selalu bertaubat dan beristighfar, dan‬‬
‫‪mudahkanlah rizki -rizki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah keadaan-keadaan‬‬
‫‪kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan do’a.‬‬

‫‪          Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba Mu yang pandai beristighfar. Dan‬‬
‫‪karuniakanlah kepada kami buahnya, di dunia maupun di akherat. Sesungguhnya Engkau Maha‬‬
‫‪Mendengar lagi Maha Mengabulkan do’a. Wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.  ‬‬

‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫‪#‬ك ِم َن ال َّ‬


‫َم َن ْعلَ ْم‪َ ،‬و َنعُ‪#ْ #‬وذُ بِ‪َ #‬‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫اَللَّه َّم إِنَّا نَس ‪#‬أَل َ ِ‬
‫ش ‪ِّ #‬ر ُكلِّه َم‪##‬ا َعل ْمنَ‪##‬ا م ْن‪##‬هُ َو َم‪ #‬ا‪ #‬ل ْ‬
‫َم‬ ‫ُك م َن الْ َخ ْي ‪ِ #‬ر ُكلِّه َم‪##‬ا َعل ْمنَ‪##‬ا م ْن‪##‬هُ َو َم‪ #‬ا‪ #‬ل ْ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬
‫ف َعنَّا فَس‪َ #‬قةَ ال ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫س يَ‪##‬ا َح ُّي‬ ‫ْج ِّن َواْ ِإلنْ ِ‬ ‫َ‬ ‫ْحالَ ِل‪َ ،‬وا ْ‬
‫ص‪ِ #‬ر ْ‬ ‫َن ْعلَ ْم‪ .‬اَللَّ ُه َّم أَ ْعت ْق ِرقَ َابنَا م َن النَّا ِر َوأ َْوس‪ْ #‬ع لَنَ‪##‬ا م َن ال‪#ِّ #‬ر ْزق في ال َ‬
‫ال الْمس‪#‬لِ ِمين وأَر ِخص أَس‪#‬عارهم و ِ‬
‫آم ْن ُه ْم فِ ْي أ َْوطَ‪##‬انِ ِه ْم‪َ .‬ر َّبنَ‪##‬ا‬ ‫ص‪#‬لِ ْح أ ْ‪#‬‬
‫َح َ‪#‬و َ ُ ْ ْ َ َ ْ ْ ْ َ َ ُ ْ َ‬ ‫ْجالَ ِل َواْ ِإل ْك َر ِام‪ .‬اَللَّ ُه َم أَ ْ‬
‫يَا َقُّي ْو ُم يَا ذَا ال َ‬
‫اب النَّا ِر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫آتِنَا فِي ُّ‬
‫الد ْنيَا َح َسنَةً َوفي اآلخ َرة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ َ‬
‫ان وإِيتآ ِئ ِذي الْ ُقربى وي ْنهى ع ِن الْ َفح َش ِ‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْبغْ ِي يَِعظُ ُك ْم‬ ‫ْ‬ ‫َْ ََ َ َ‬ ‫اهلل‪ ،‬إِ َّن اهللَ يَأ ُْم ُر ُك ْم بِال َْع ْد ِل َواْ ِإل ْح َس ِ َ َ‬
‫اد ِ‬ ‫ِعبَ َ‬
‫ضلِ ِه يع ِط ُكم ول ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َذ ْك ُر‬ ‫اسأَل ُْوهُ م ْن فَ ْ ُ ْ ْ َ‬ ‫ل ََعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُر ْو َن‪ .‬فَاذْ ُك ُروا اهللَ ال َْعظ ْي َم يَ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُك ُر ْوهُ َعلَى نَِع ِمه يَ ِز ْد ُك ْم َو ْ‬
‫ِ‬
‫اهلل أَ ْكَب ُر‪.‬‬

‫‪23‬‬
‫‪Ilmu, Simbol Kejayaan Umat‬‬

‫‪Afifi Widodo‬‬

‫ت أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن‬‫إِ َّن ْال َح ْم َد هَّلِل ِ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُر ْه َونَعُو ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشرُوْ ِر أَ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن َسيِّئَا ِ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْشهَ ُد‬
‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي َ‬
‫ض َّل لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَالَ هَا ِد َ‬ ‫يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم ِ‬
‫أَ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ‪.‬‬

‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُموْ تُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُموْ نَ ‪.‬‬
‫يَا أَيُّها َ الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوا اتَّقُوا هللاَ َح َّ‬

‫ق ِم ْنهَا َزوْ َجهَا َوبَ َّ‬


‫ث ِم ْنهُ َما ِر َجاالً َكثِ ْيرًا‬ ‫اح َد ٍة َوخَ لَ َ‬ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْ ا َربَّ ُك ُم الَّ ِذيْ خَ لَقَ ُك ْم ِّم ْن نَ ْف ٍ‬
‫س َو ِ‬
‫َونِ َسآ ًء َواتَّقُوا هللاَ الَّ ِذيْ تَ َسآ َءلُوْ نَ بِ ِه َو ْاألَرْ َحا َم إِ َّن هللاَ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‪.‬‬

‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوا اتَّقُوا هللاَ َوقُوْ لُوْ ا قَوْ الً َس ِد ْيدًا‪ .‬يُصْ لِحْ لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوْ بَ ُك ْم َو َم ْن ي ُِط ِع‬
‫هللاَ َو َرسُوْ لَهُ فَقَ ْد فَا َز فَوْ ًزا َع ِظ ْي ًما‪.‬‬
‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر‬ ُ ‫ي هَ ْد‬
َ ‫ي ُم َح َّم ٍد‬ ِ ‫ َو َخ ْي َر ْالهَ ْد‬،َ‫ث ِكتَابُ هللا‬ ِ ‫ق ْال َح ِدي‬ َ ‫أَ َّما بَ ْع ُد؛ فَإ ِ َّن أَصْ َد‬
َ ‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل‬ َ ‫ور ُمحْ َدثَاتُهَا َو ُك َّل ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬ ُ
ِ َّ‫ضالَلَ ٍة فِي الن‬
.‫ار‬ ِ ‫األ ُم‬
.‫صحْ بِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِإِحْ َسا ٍن إِلَى يَوْ ِم ال ِّد ْي ِن‬ َ ‫اَللَّهُ َّم‬
َ ‫صلِّ َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah…

Rasanya tak habis-habisnya kita mesti bersyukur kepada Allah, karena dari limpahan rahmat dan karuniaNya,
hingga kini kita tetap bertahan menjaga keimanan kita sebagai tingkat nikmat yang paling tinggi. Syahadatpun
harus selalu kita benahi, biar lebih mendekati makna yang hakiki. Sanjungan shalawat kita sampaikan kepada
Baginda Rasul, ujung tombak pembawa pelita kehidupan.

Selanjutnya… jamaah Jum’at yang berbahagia.

Dari mimbar ini pula saya serukan kepada diri saya pribadi, umumnya kepada para jamaah sekalian untuk
selalu menjaga, mempertahankan dan terus berupaya meningkatkan nilai-nilai taqwa, hanya dengan taqwalah
kita selamat di hari pengadilanNya.

Jamaah Jum’at yang berbahagia!

Ilmu, telah menjadi perbincangan dari waktu ke waktu, bahkan ilmu telah menjadi simbol kemajuan dan
kejayaan suatu bangsa. Hampir tak ada suatu bangsa dinilai maju kecuali di sana ada ketinggian ilmu. Hingga
hampir menjadi kesepakatan setiap jawara bangsa, bila ingin maju harus berkiblat kepada negeri yang tinggi
ilmunya. Jadilah bangku-bangku sekolah didoktrin dengan kurikulum negara maju. Akan tetapi sayang seribu
kali sayang, sikap ambisi meraup dan mengimport ilmu ini berlaku hanya pada masalah duniawi. Bahkan
pikiran sebagian besar kaum muslimin pun tak jauh berbeda dengan kaum sekulernya. Yang lebih
memprihatinkan lagi, sebagian da’i yang mempertengkarkan tentang cap intelektual muslim pun justru
menuding kolot terhadap orang yang tekun mempelajari agamanya karena terfitnah oleh kilauan dunia.
Bukankah kita pernah mendengar wasiat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Radhiallaahu anhu :

‫ فَ ُكوْ نُوْ ا ِم ْن أَ ْبنَا ِء ْاآل ِخ َر ِة‬،‫آلخ َرةُ ُم ْقبِلَةً َولِ ُك ِّل َوا ِح َد ٍة ِم ْنهُ َما بَنُوْ ٌن‬
ِ ‫ت ْا‬
ِ َ‫ت ال ُّد ْنيَا ُم ْدبِ َرةً َوارْ ت ََحل‬
ِ َ‫اِرْ ت ََحل‬
.ٌ‫ فَإ ِ َّن ْاليَوْ َم َع َم ٌل َوالَ ِح َسابٌ َو َغدًا ِح َسابٌ َوالَ َع َمل‬،‫َوالَ تَ ُكوْ نُوْ ا ِم ْن أَ ْبنَاِء ال ُّد ْنيَا‬
“Dunia akan pergi berlalu, dan akhirat akan datang menjelang, dan keduanya mempunyai anak-anak.
Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia. Sesungguhnya pada hari
ini hanya ada amal tanpa hisab (perhitungan), dan besok hanya ada hisab (perhitungan) tanpa amal.”
(HR. Al-Bukhari secara mu’allaq).

Akankah kita membekali diri kita bagaikan si buta di tengah rimba belantara tak tahu apa yang akan
menimpanya. Padahal bahaya itu sebuah kepastian yang telah tersedia.

Jamaah Jum’at yang mulia.


Akankah kita bergelimang dalam kebodohan, padahal kebodohan adalah lambang kejumudan. Lalu,
tidakkah kita ingin sukses dan jaya di negeri akhirat nanti. Lalu apa yang menghalangi kita untuk
segera meraup ilmu dien (agama), sebagaimana kita berambisi meraup ketinggian ilmu dunia
karena tergambar suksesnya masa depan kita?

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengumpulkan keutamaan ilmu ini dalam 13 point:

1. Bahwa ilmu dien adalah warisan para nabi Shallallaahu alaihi wa Salam, warisan yang lebih mulia
dan berharga dari segala warisannya para nabi. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah
bersabda:

‫ َو ْاألَ ْنبِيَا ُء لَ ْم ي َُورِّ ثُوْ ا‬،‫ اَ ْل ُعلَ َما ُء َو َرثَةُ ْاألَ ْنبِيَا ِء‬.‫فَضْ ُل ْال َعالِ ِم َعلَى ْال َعابِ ِد َكفَضْ ِل ْالقَ َم ِر َعلَى النُّجُوْ ِم‬
.)‫ (الترمذي‬.‫ظ َوافِ ٍر‬ ٍّ ‫ِد ْينَاًرا َوالَ ِدرْ هَ ًما َوإِنَّ َما َو َّرثُوا ْال ِع ْل َم فَ َم ْن أَ َخ َذهُ أَخَ َذ بِ َح‬

“Keutamaan sesorang ‘alim (berilmu) atas seorang ‘abid (ahli ibadah) seperti keutamaan bulan atas
seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi
tidaklah mewariskan dinar maupun dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa
mengambilnya (warisan ilmu) maka dia telah mengambil keuntungan yang banyak.” (HR. Tirmidzi).

2. Ilmu itu tetap akan kekal sekalipun pemiliknya telah mati, tetapi harta yang jadi rebutan manusia
itu pasti akan sirna. Setiap kita pasti kenal Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, gudangnya periwayatan
hadits, sehingga beliau menjadi sasaran bidik kejahatan kaum Syi’ah dengan tuduhan-tuduhan keji
yang dilancarkannya terhadap diri beliau, dalam rangka menghancurkan Islam dan kaum muslimin.

Dari segi harta Abu Hurairah Radhiallaahu anhu memang termasuk golongan fuqara’ (kaum papa),
memang hartanya telah sirna, tapi ilmunya tak pernah sirna, kita semua masih tetap membacanya.
Inilah buah seperti yang tersebut dalam hadits Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam :

َ ‫اريَةٌ أَوْ ِع ْل ٌم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه أَوْ َولَ ٌد‬


.ُ‫صالِ ٌح يَ ْد ُعوْ لَه‬ ِ ‫ص َدقَةٌ َج‬
َ ‫ث؛‬ ُ ‫إِ َذا َماتَ ْا ِإل ْن َس‬
ٍ َ‫ان اِ ْنقَطَ َع َع َملُهُ إِالَّ ِم ْن ثَال‬
“Jika manusia mati terputuslah amalnya kecuali tiga: shadaqah jariyah, atau ilmu yang dia amalkan
atau anak shalih yang mendoakannya.”

3. Ilmu, sebanyak apapun tak menyusahkan pemiliknya untuk menyimpan, tak perlu gedung yang
tinggi dan besar untuk meletakkannya. Cukup disimpan dalam dada dan kepalanya, bahkan ilmu itu
yang akan menjaga pemiliknya sehingga memberi rasa nyaman dan aman, lain halnya dengan harta
yang semakin bertumpuk, semakin susah pula untuk mencari tempat menyimpannya, belum lagi
harus menjaganya dengan susah payah bahkan bisa menggelisahkan pemiliknya.

4. Ilmu, bisa menghantarkan pemiliknya menjadi saksi atas kebenaran dan keesaan Allah. Adakah
yang lebih tinggi dari tingkatan ini? Inilah firman Allah Ta’ala:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang
menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang
demikian itu). Tak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.” (Ali Imran: 18).

Sedang pemilik harta? Harta sama sekali takkan menghantarkan pemiliknya sampai ke derajat sana.

5. Para ulama (Ahli ilmu syari’at), termasuk golongan petinggi kehidupan yang Allah perintahkan
supaya orang mentaatinya, tentunya selama tidak menganjurkan durhaka kepada Allah dan
RasulNya, sebagaimana firmanNya:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan ulil amri di antara
kamu.” (An-Nisa: 59).

Ulil Amri, menurut ulama adalah Umara’ dan Hukama’ (Ahli Hikmah/Ahli Ilmu/Ulama). Ulama
berfungsi menjelaskan dengan gamblang syariat Allah dan mengajak manusia ke jalan Allah. Umara’
berfungsi mengoperasionalkan jalannya syariat Allah dan mengharuskan manusia untuk
menegakkannya.

6. Para ulama, mereka itulah yang tetap tegar dalam mewujudkan syariat Allah hingga datangnya
hari kiamat. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda:

ً‫اس ٌم َوهللاُ هُ َو ْال ُم ْع ِط ْي َوالَ تَزَا ُل هَ ِذ ِه ْاألُ َّمةُ قَائِ َمة‬ِ َ‫َم ْن ي ُِر ِد هللاُ بِ ِه خَ ْيرًا يُفَقِّ ْههُ ِفي ال ِّدي ِْن َوإِنَّ َما أَنَا ق‬
.ِ‫َعلَى أَ ْم ِر هللاِ الَ يَضُرُّ هُ ْم َم ْن خَ الَفَهُ ْم َحتَّى يَأْتِ َي أَ ْم ُر هللا‬
“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan, maka Allah akan fahamkan dia dalam
(masalah) dien. Aku adalah Al-Qasim (yang membagi) sedang Allah Azza wa Jalla adalah yang
Maha Memberi. Umat ini akan senantiasa tegak di atas perkara Allah, tidak akan memadharatkan
kepada mereka, orang-orang yang menyelisihi mereka sampai datang putusan Allah.” (HR. Al-
Bukhari).

Imam Ahmad mengatakan tentang kelompok ini: “Jika mereka bukan Ahlu Hadits maka aku tidak
tahu siapa mereka itu”.

7. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menggambarkan para pemilik ilmu dengan lembah yang
bisa menampung air yang bermanfaat terhadap alam sekitar, beliau bersabda, yang artinya:

Perumpamaan dari petunjuk ilmu yang aku diutus dengannya bagaikan hujan yang menimpa tanah,
sebagian di antaranya ada yang baik (subur) yang mampu menampung air dan menumbuhkan
tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak, di antaranya lagi ada sebagian tanah keras yang
(mampu) menahan air yang dengannya Allah memberikan manfaat kepada manusia untuk minuman,
mengairi tanaman dan bercocok tanam. Dan sebagian menimpa tanah tandus kering yang gersang,
tidak bisa menahan air yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Maka demikianlah permisalan orang
yang memahami (pandai) dalam dien Allah dan memanfaatkan apa yang dengannya aku diutus
Allah, maka dia mempelajari dan mengajarkan. Sedangkan permisalan bagi orang yang tidak (tidak
memperhatikan ilmu) itu (sangat berpaling dan bodoh), dia tidak menerima petunjuk Allah yang
dengannya aku diutus. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

8. Ilmu adalah jalan menuju Surga, tiada jalan pintas menuju Surga kecuali ilmu. Sabdanya:

.‫َم ْن َسلَكَ طَ ِر ْيقًا يَ ْلتَ ِمسُ فِ ْي ِه ِع ْل ًما َسه ََّل هللاُ لَهُ بِ ِه طَ ِر ْيقًا إِلَى ْال َجنَّ ِة‬
Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju
Surga.” (HR. Muslim).

9. Ilmu merupakan pertanda kebaikan seorang hamba. Tidaklah akan menjadi baik melainkan orang
yang berilmu, sekalipun bukan jaminan mutlak orang yang (mengaku) berilmu mesti baik.

Sabda beliau Shallallaahu alaihi wa Salam :

.‫َم ْن ي ُِر ِد هللاُ بِ ِه خَ ْيرًا يُفَقِّ ْههُ فِي ال ِّدي ِْن‬


“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan, Allah akan pahamkan dia (masalah) dien.” (Al-Bukhari).

10. Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah
kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah.

11. Orang ‘alim (berilmu) adalah cahaya bagi manusia lainnya. Dengan dirinyalah manusia dapat
tertunjuki jalan hidupnya. Jamaah sekalian tentunya ingat kisah seorang pembunuh yang menghabisi
100 nyawa. Dia bunuh seorang ahli ibadah sebagai korban yang ke-100 karena jawaban bodoh dari si
ahli ibadah yang menjawab bahwa sudah tak ada lagi pintu taubat bagi pembunuh nyawa manusia.
Akhirnya dia datang kepada seorang ‘alim, dan disana ia ditunjukkan jalan taubat, maka diapun
mendapatkan penerangan bagi jalan hidupnya.

12. Allah akan mengangkat derajat Ahli Ilmu (orang alim) di dunia dan akhirat. Di dunia Allah
angkat derajatnya di tengah-tengah umat manusia sesuai dengan tingkat amal yang dia tegakkan. Dan
di akhirat akan Allah angkat derajat mereka di Surga sesuai dengan derajat ilmu yang telah
diamalkan dan didakwahkannya.

Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Mujadilah: 11 telah berfirman:

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah!

Itulah point-point penting yang bisa kita nukilkan, semoga menjadi pendorong semangat bagi orang
yang bercita-cita mulia dunia dan akhiratnya.
‫َوهللاَ نَسْأَلُهُ أَ ْن يَرْ ُزقَنَا ِع ْل ًما نَافِعًا َو ِر ْزقًا طَيِّبًا َو َع َمالً ُمتَقَبَّالً‪َ ،‬و َ‬
‫صلَّى هللاُ َعلَى نَبِيِّنًا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه‬
‫صحْ بِ ِه أَجْ َم ِع ْينَ ‪.‬‬
‫َو َ‬
‫‪Khutbah kedua‬‬

‫ت أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن‬‫إِ َّن ْال َح ْم َد هَّلِل ِ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُر ْه َونَعُو ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشرُوْ ِر أَ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن َس ْيئَا ِ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْشهَ ُد‬
‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي َ‬ ‫ض َّل لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَالَ هَا ِد َ‬
‫يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم ِ‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما‪ .‬أَ َّما بَ ْع ُد؛‬
‫أَ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ َ‬
‫‪Jamaah yang berbahagia, pada khutbah yang ke-2 ini, sekedar saya simpulkan dari khutbah yang‬‬
‫‪pertama.‬‬

‫‪1. Bahwa problem yang terbesar di kalangan umat ini adalah al-jahl biddien, bodoh tentang‬‬
‫‪agamanya.‬‬

‫‪2. Tidak akan terangkat derajat umat ini menuju sebuah kejayaan kecuali harus bangkit dan menggali‬‬
‫‪ilmu agama secara benar.‬‬

‫‪3. Ilmu agama yang akan membawa kejayaan adalah ilmu yang diamalkan dari sumber yang benar‬‬
‫‪pula, bila tidak justru akan membawa kepada kehancuran dan laknat Allah.‬‬

‫‪Karena itulah mari kita gali ilmu agama secara benar dari sumber aslinya yaitu Al-Qur’an dan‬‬
‫‪Sunnah melalui pemahaman para Salafus-Shalih yakni para sahabat radhiyallahu ‘anhum serta para‬‬
‫‪pengikut pola hidupnya hingga hari akhir.‬‬

‫‪Selanjutnya marilah kita berdoa kepada Allah untuk kebaikan kita dan‬‬
‫‪kebaikan kaum muslimin.‬‬

‫صلِّ‬ ‫ص ُّلوْ نَ َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّها َ الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوْ ا َ‬
‫صلُّوْ ا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموْ ا تَ ْسلِ ْي ًما‪ .‬اَللَّهُ َّم َ‬ ‫إِ َّن هللاَ َو َمالَئِ َكتَهُ يُ َ‬
‫ار ْك‬ ‫صلَّيْتَ َعلَى إِب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى آ ِل إِ ْب َرا ِه ْي َم‪ ،‬إِنَّكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪َ .‬وبَ ِ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما َ‬‫َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ِ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪.‬‬‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَا َر ْكتَ َعلَى إِب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى آ ِل إِ ْب َرا ِه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬ ‫َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ِ‬

‫ت‪َ .‬ربَّنَا ا ْغفِرْ لَنَا َو ِإل ْخ َوانِنَا الَّ ِذ ْينَ َسبَقُوْ نَا‬ ‫ت‪ْ ،‬األَحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َو ْاألَ ْم َوا ِ‬ ‫اَللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬
‫ف َّر ِح ْي ٌم‪ .‬اَللَّهُ َّم ا ْفتَحْ بَ ْينَنَا َوبَ ْينَ قَوْ ِمنَّا‬
‫ك َرءُوْ ٌ‬‫ان َوالَ تَجْ َعلْ فِ ْي قُلُوْ بِنَا ِغالًّ لِّلَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوْ ا َربَّنَا إِنَّ َ‬ ‫بِاْ ِإل ْي َم ِ‬
‫ق َواَ ْنتَ خَ ْي ُر ْالفَاتِ ِح ْينَ ‪ .‬اَللَّهُ َّم إِنَّا نَسْأَلُكَ ِع ْل ًما نَافِعًا َو ِر ْزقًا طَيِّبًا َو َع َمالً ُمتَقَبَّالً‪َ .‬ربَّنَا آتِنَا فِي‬ ‫بِ ْال َح ِّ‬
‫اب النَّ ِ‬
‫ار‪.‬‬ ‫ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي اآل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬

‫صلَّى هللاُ َعلَى نَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو َ‬


‫صحْ بِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِإِحْ َسا ٍن إِلَى يِوْ ِم ال ِّد ْي ِن‪.‬‬ ‫َو َ‬
‫َآئ ِذي ْالقُرْ بَى َويَ ْنهَى َع ِن ْالفَحْ َشآ ِء َو ْال ُمن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي‬
‫ان َوإِيت ِ‬‫ِعبَا َد هللاِ‪ ،‬إِ َّن هللاَ يَأْ ُم ُر ُك ْم بِ ْال َع ْد ِل َو ْا ِإلحْ َس ِ‬
‫يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ نَ ‪ .‬فَ ْاذ ُكرُوا هللاَ ْال َع ِظ ْي َم‬

‫‪24‬‬
‫‪Kondisi Kaum Muslimin Pada Masa Kini‬‬

‫‪Oleh: Sardona Siliwangi‬‬

‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬


‫ْح ْم َد للَّه‪ ،‬نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُرهُ‪َ ،‬و َنعُ ْوذُ بِاهلل م ْن ُش ُر ْو ِر أَْن ُفسنَا َوم ْن َسيِّئَات أَ ْع َمالنَا‪َ .‬م ْن َي ْهده اهللُ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ الَ نَبِ َّي َوالَ‬
‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ض َّل لَه ومن ي ْ ِ‬ ‫فَالَ م ِ‬
‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫اد ِه‪.‬‬
‫اه َد فِي سبِيلِ ِه ح َّق ِجه ِ‬
‫ص َح اْأل َُّمةَ َو َج َ ْ َ ْ َ َ‬ ‫َر ُس ْو َل َب ْع َدهُ‪ ،‬قَ ْد أَدَّى اْأل ََمانَةَ َو َبلَّ َغ ِّ‬
‫الر َسالَةَ َونَ َ‬

‫ص ْحبِ ِه َو َم ْن َسلَ َ‬
‫ك َسبِْيلَهُ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬
‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َو َعلَى آله َو َ‬ ‫السالَ ُم َعلَى نَبِِّينَا ال ُْم ْ‬
‫صطََفى ُم َح َّمد َ‬ ‫لصالَةُ َو َّ‬ ‫اَ َّ‬
‫َو ْاهتَ َدى بِ ُه َداهُ إِلَى َي ْوِم الدِّيْ ِن‪.‬‬

‫احلُ ْل عُ ْق َدةً ِم ْن لِ َسانِ ْي َي ْف َق ُه ْوا َق ْولِ ْي‪.‬‬ ‫ِ‬


‫ص ْد ِر ْي َويَ ِّس ْر ل ْي أ َْم ِر ْي َو ْ‬
‫ِ‬
‫ب ا ْش َر ْح ل ْي َ‬
‫َر ِّ‬

‫آن الْ َك ِريْ ِم‪ :‬يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪.‬‬
‫ال اهلل َتعالَى فِي الْ ُقر ِ‬
‫ْ‬ ‫قَ َ ُ َ‬
‫ث ِم ْن ُه َما ِر َجاالً َكثِْي ًرا‬ ‫اح َد ٍة َو َخلَ َق ِم ْن َها َز ْو َج َها َوبَ َّ‬ ‫سو ِ‬ ‫َّ ِ‬
‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف ٍ َ‬ ‫ال‪ :‬يَا أ َُّي َها الن ُ‬
‫َوقَ َ‬
‫الز ِاد‬
‫ال‪َ :‬وَت َز َّو ُد ْوا فَِإ َّن َخ ْي َر َّ‬ ‫ام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‪َ .‬وقَ َ‬ ‫ِ‬
‫آءل ُْو َن بِه َواْأل َْر َح َ‬
‫َّ ِ‬
‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي تَ َس َ‬
‫ِ‬
‫َون َس ً‬
‫الت ْق َوى‪.‬‬
‫َّ‬

‫َّاس بَ ُخلُ ٍق َح َس ٍن‪( .‬رواه‬ ‫ِ‬


‫ْح َسنَةَ تَ ْم ُح َها َو َخال ِق الن َ‬ ‫ت َوأَتْبِ ِع َّ‬
‫السيِّئَةَ ال َ‬ ‫ال النَّبِ ُي ‪ :n‬اِتَّ ِق اهللَ َح ْي ُ‬
‫ث َما ُك ْن َ‬ ‫َوقَ َ‬
‫الترمذي‪ ،‬حديث حسن)‪.‬‬

‫‪Jamaah Jum’at hamba Allah yang berbahagia‬‬

‫‪Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah, yang telah memberikan kita‬‬
‫‪berbagai macam kenikmatan yang apabila kita ingin menghitungnya niscaya kita tidak akan sanggup‬‬
‫‪untuk menghitung kenikmatan tersebut, sebagaimana Allah telah berfirman:‬‬

‫‪“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya” (Ibrahim 34).‬‬
Dan terlebih-lebih karena Allah masih mengkaruniakan kepada kita dua kenikmatan yang besar yaitu
nikmat Iman dan nikmat Islam, karena dengan kedua nikmat ini merupakan satu bukti bahwa kita
merupakan umat pilihan, yang dipilih oleh Allah, sebagimana firman Allah:

“Dan tidak seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah” (Yunus 100).

Shalawat serta salam selalu terlimpah kepada nabi besar Muhammad beserta keluarga, shahabat dan
kepada orang-orang yang mengikuti jejak beliau dengan baik sampai akhir zaman.

Jamaah Jum’at arsyadakumullah

Allah berfirman dalam Al-Qur’anul Karim surat An-Nur ayat 55:

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang mengamalkan
kebaikan bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikaan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka dan Dia benar-benar akan
merubah keadaan mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka
tetap menyembahKu dan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa
yang masih kafir setelah janji itu maka mereka itulah orang-orang yang fasiq” (An-Nur 55).

Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah

Pada kesempatan kali ini tidak ada salahnya kalau kita mengingat kembali pesan yang telah Nabi
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam sampaikan ± 14 abad yang lalu, tentang sebuah kondisi
yang akan menimpa umat Islam, yang akan menimpa kaum muslimin, dimana pada saat itu mereka
akan dihinakan, direndahkan, dinjak-injak. Padahal mereka sebelumnya adalah kelompok-kelompok
yang mulia, kelompok yang kuat dan kelompok yang dikenal keberaniannya, yang apabila musuh-
musuh mendengar nama-nama mereka maka timbullah rasa takut dalam hati mereka.

Jamaah Jum’at yang berbahagia.

Namun, apabila kita melihat kondisi kaum muslimin sekarang, maka kita akan bertanya, dimanakah
kemuliaan itu? yang telah Allah janjikan dalam firmanNya surat An-Nur ayat 55 di atas, dan
dimanakah kekuatan dan keberanian yang pernah ada? maka jawabnya, semuanya sudah hilang,
semuanya kini hanya menjadi sebuah kenangan dan menjadi sebuah cerita. Kalau kita lihat sejarah
yang telah berlalu, maka kita akan mendapatkan bahwa kaum muslimin pada masa Rasulullah,
shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in, mereka hidup dengan mulia dan terhormat, mereka menjadi
mulia dengan keislaman mereka.

Jamaah Jum’at yang berbahagia.

Setelah kita melihat sekilas sejarah masa lampau, maka secara sadar atau tidak sadar sebuah
pertanyaan yang harus kita jawab yaitu: “Apa penyebab yang menjadikan umat Islam pada saat
sekarang ini dihinakan bahkan diinjak-injak?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut marilah kita
ingat-ingat kembali sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ± 14 abad yang silam:
‫ أ ََو ِم ْن قِلَّ ٍة نَ ْح ُن َي ْو َمئِ ٍذ؟ بَ ْل أَْنتُ ْم‬:‫ال قَائِ ٌل‬ َ ‫ َف َق‬،‫ص َعتِ َها‬
ْ َ‫اعى اْألَ َكلَةُ إِلَى ق‬ َ ‫ك أَ ْن تَ َد‬
َ ‫اعى َعلَْي ُك ُم اْأل َُم ُم َك َما تَ َد‬ ُ ‫ُي ْو َش‬
‫ص ُد ْو ِر َع ُد ِّو ُك ُم ال َْم َهابَةَ ِم ْن ُك ْم َولَْي ْق ِذفَ َّن اهللُ فِ ْي‬ ِ َّ ‫َكنَّ ُك ْم غُثَاءٌ َكغُثَ ِاء‬
ُ ‫ َو َسَي ْن ِز َع َّن اهللُ م ْن‬،‫الس ْي ِل‬
ِ ‫ ول‬،‫يومئِ ٍذ َكثِير‬
َ ٌْ َ َْ
ِ ‫الد ْنيا و َكر ِاهيةُ الْمو‬ ِ ‫ يا رسو َل‬:‫ال قَائِل‬
،‫ (رواه البيهقي‬.‫ت‬ ْ َ َ َ َ َ ُّ ‫ب‬ ُّ ‫ ُح‬:‫ال‬ َ َ‫ َو َما ال َْو َه ُن؟ ق‬،‫اهلل‬ ْ ُ َ َ ٌ َ َ‫ ق‬.‫ُقلُ ْوبِ ُك ُم ال َْو َه ُن‬
.)‫حديث حسن‬

“Hampir tiba saatnya persatuan bangsa-bangsa mengerubut atas kamu sekalian seperti bersatunya
orang-orang mengerubut makanan yang ada di atas nampan. Ada sahabat bertanya: apakah karena
sedikitnya jumlah kita pada masa itu? Beliau bersabda: Bahkan jumlah kalian pada masa itu banyak.
Tetapi kalian pada saat itu bagaikan buih seperti buih banjir. Dan Allah akan mencabut dari dada-
dada musuh kalian (rasa) ketakutan kepada kalian, dan Dia akan memasukkan ke dalam hati-hati
kalian al-wahan. Lalu shohabat bertanya: Ya Rasul apakah al-wahan itu? Beliau bersabda: cinta
dunia dan takut mati” (HR. Baihaqi, hadist hasan).

Dan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

َ َّ‫ َسل‬،‫اد‬
‫ط اهللُ َعلَْي ُك ْم ذُالًّ الَ َي ْن ِزعُهُ َع ْن ُك ْم‬ ِ ‫الزر ِع وَتر ُكتُم ال‬
َ ‫ْج َه‬ ِ ِ
ْ َ ْ َّ ‫اب الَْب َق ِر َو َرض ْيتُ ْم ب‬ َ ‫إِذَا َتبَ َاي ْعتُ ْم بِال ِْع ْينَ ِة َوأ‬
َ َ‫َخ ْذتُ ْم أَ ْذن‬
.)‫ حديث صحيح‬،‫ (رواه أبو داود‬.‫َحتَّى َت ْر ِجعُ ْوا إِلَى ِديْنِ ُك ْم‬

“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah dan kalian mengambil ekor sapi (sibuk dengan
peternakan) dan kalian merasa lega dengan pertanian dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah
akan menurunkan kehinaan bagi kalian. Dan Allah sekali-kali tidak akan melepaskannya, kecuali
jika kembali kepada agama kalian”. (HR. Abu Dawud hadist shahih)

Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah

Pada masa sekarang ini kita sering mendengar dan melihat slogan-slogan Islami yang setidaknya
dapat membesarkan hati kita sebagai umat Islam. Namun pada sisi lain kita harus ingat bahwa
memperjuangkan Islam itu tidak hanya sebatas slogan-slogan yang dipampang dikeramaian umum,
sehingga setiap orang dapat melihat dan membaca, dan dalam memperjuangkan Islam ini tidak
cukup hanya dengan menulis spanduk-spanduk, selebaran-selebaran dan lain sebagainya. Kita
sebagai muslim harus sadar bahwa memperjuangkan Islam, untuk mengembalikan kemuliaan Islam
dan muslimin kita dituntut untuk memperjuangkan Islam dengan perjuangan yang haqiqi, dengan
mencurahkan tenaga yang ada, dengan mengorbankan harta benda bahkan lebih besar dari itu kita
dituntut juga untuk mengorbankan jiwa kita, dengan kata lain kita dituntut untuk berjihad fii
sabiilillah.

Jamaah Jum’at yang berbahagia.

Berjihad di jalan Allah inilah yang dapat menjadikan umat Islam umat yang mulia, umat yang
dihormati, umat yang dikenal dengan keberanian yang ditakuti oleh lawan. Dan inilah kunci
mengapa pada generasi pertama Islam, kaum muslimin menjadi umat yang kuat dan umat yang
ditakuti, tidak lain jawabnya adalah bahwa dikarenakan mereka menjadikan jihad sebagai jalan hidup
mereka. Mereka sangat cinta jihad dan mereka sangat merindukan gugur sebagai syuhada’, sehingga
dikarenakan kecintaan mereka yang sangat besar terhadap jihad, didapati di antara mereka yang tidak
mempunyai harta benda kecuali pedang dan seekor kuda perang yang keduanya digunakan untuk
berjihad di jalan Allah.

Jamaah Jum’at yang berbahagia.

Dan sebaliknya apabila kita sudah melupakan jihad, kita disibukkan dengan masalah-masalah
keduniaan, di antaranya kita sibuk dengan perdagangan dengan peternakan dan dengan pertanian
atau perkebunan, dan dengan kesibukan itu semua kita meninggalkan jihad di jalan Allah, sehingga
hari-hari kita habis atau hanya diisi dengan kesibukan untuk menghitung-hitung kekayaan yang kita
miliki. Apabila semua ini ada pada diri kita, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada kita,
yang kehinaan itu tidak akan Allah cabut kecuali apabila kita kembali kepada agama kita, dan Allah
pun akan mencabut dari dada-dada musuh-musuh kita rasa takut kepada kita, dan semua ini akan
atau bahkan telah terjadi sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam , sebagai pesan buat kita selaku umatnya:

ْ ‫ َوال َْع‬.‫ْح ِك ْي ِم‬


‫ إِ َّن‬،‫ص ِر‬ ِّ ‫ات َو‬ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬
ِ ِ ِ
َ ‫الذ ْك ِر ال‬ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬
‫ب ا ْغ ِف ْر‬ َّ ِ‫اص ْوا ب‬ ِ ِ َّ ‫ إِالَّ الَّ ِذيْن ءامنُوا و َع ِملُوا‬،‫ا ِإلنسا َن ل َِفي ُخس ٍر‬
ِّ ‫ َوقُ ْل َر‬.‫الص ْب ِر‬ َ ‫اص ْوا بِال‬
َ ‫ْح ِّق َوَت َو‬ َ ‫الصال َحات َوَت َو‬ َ ََ َ ْ ْ َ
ِ ‫الر‬
.‫اح ِم ْي َن‬ َ ْ‫َو ْار َح ْم َوأَن‬
َّ ‫ت َخ ْي ُر‬
Khutbah Kedua

َ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن ال‬.‫ْح ِّق لِيُظْ ِه َرهُ َعلَى الدِّيْ ِن ُكلِّ ِه َول َْو َك ِر َه الْ َكافِ ُر ْو َن‬ ِ ِ ِِ
َ ‫ْح ْم ُد للَّه الَّذ ْي أ َْر َس َل َر ُس ْولَهُ بِال ُْه َدى َوديْ ِن ال‬ َ ‫ال‬
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َعلَى‬ ٍ
َ ‫السالَ ُم َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد‬ َّ ‫الصالَةُ َو‬ َّ ‫إِلَـهَ إِالَّ اهللُ َوأَ ْش َه ُد أ‬
َّ ‫ َو‬.ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬
.‫ان إِلَى َي ْوِم الدِّيْ ِن‬
ٍ ‫آلِ ِه وص ْحبِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس‬
َ ْ َ ْ ََ َ َ

‫ ِم ْن‬#ُ‫ َو َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َعل لَّهُ ِم ْن أ َْم ِر ِه يُ ْس ًرا َو َي ْر ُزقُه‬،ُ‫ص ْي ُك ْم َو َن ْف ِس ْي بَِت ْق َوى اهلل‬
ِ ‫ أُو‬.‫ أَر َش َد ُكم اهلل‬،‫اعةَ الْجمع ِة‬
ْ ُ ُ ْ َ ُ ُ َ ‫َج َم‬
ِ ِ
ْ ‫ َو َمن َيت َِّق اهللَ ُي ْعظ ْم لَهُ أ‬،‫ب‬
.‫َج ًرا‬ ُ ‫ث الَ يَ ْحتَس‬
ُ ‫َح ْي‬
Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah.

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam surat At-Taubah ayat 24:

“Katakanlah (Hai Muhammad) jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum


keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan
RasulNya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusanNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq”.
Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.

Dari penjelasan khutbah yang pertama tadi, kemudian dari satu ayat yang kami bacakan di atas,
maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:

Pertama: Kemuliaan kaum muslimin akan tetap ada apabila kaum muslimin mau kembali untuk
berpegang teguh kepada agamanya, dengan berjihad di jalan Allah membela agamaNya.

Kedua: Kemuliaan tersebut akan hilang apabila kaum muslimin telah disibukkan dengan
kenikmatan dunia sehingga dengan gemerlapnya kenikmatan dunia ini menjadikan mereka lalai
untuk berjihad di jalan Allah lii i’la i kalimatillah.

Ketiga: Dan apabila kaum muslimin sudah melupakan jihad, maka Allah akan menghinakan mereka
di hadapan umat yang lain dan Allah akan mencabut dari dada-dada musuh kaum muslimin rasa
takut kepada mereka.

Keempat: Untuk mengembalikan kemuliaan tersebut adalah dengan kembali kepada Agama,
sehingga kaum muslimin dapat hidup dengan hidup yang mulia dan apabila mati, matipun dalam
keadaan mulia pula.

Kaum Muslimin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah;

Akhir dari khutbah ini, kita selalu berharap kepada Allah, agar Allah senantiasa memberikan kepada
kita keteguhan untuk selalu berjalan di atas dienNya, dan agar Allah selalu memberikan kemuliaan
kepada kaum muslimin kapan dan dimanapun kaum muslimin berada.

.‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما‬ ِ


َ ‫ يَاأَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامُن ْوا‬،‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‬
ِ
َ ُ‫إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ ي‬

‫ب‬ ِ ْ‫ك قَ ِري‬ ِ ‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو‬


َ َّ‫ إِن‬،‫ات‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْغ ِفر لِل‬
ُ ‫ب ُمج ْي‬
ٌ َ َْ َ ْ ‫ْم ْسلم ْي َن َوال ُْم ْسل َمات َوال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل‬
ُ ْ
.‫ات‬ِ ‫َّعو‬
َ َ ‫الد‬
ِ ‫اَللَّهم أ‬
.‫َع َّز اْ ِإل ْسالَ َم َوال ُْم ْسلِ ِم ْي َن‬ َُ
ٍ ‫ان و َزم‬
ٍ ِ ِِ
.‫ان‬ ُ ْ‫اَللَّ ُه َّم ان‬
َ َ ‫ص ِر ال ُْم َجاهديْ ِن ف ْي ُك ِّل َم َك‬

.‫ف َّر ِح ْي ٌم‬ َ َّ‫ان َوالَ تَ ْج َع ْل فِ ْي ُقلُ ْوبِنَا ِغالًّ لِّلَّ ِذيْ َن َء َامُن ْوا َر َّبنَا إِن‬
ٌ ‫ك َرءُ ْو‬ ِ ‫ر َّبنَا ا ْغ ِفر لَنَا و ِإل ْخوانِنَا الَّ ِذيْن سب ُقونَا بِاْ ِإليْم‬
َ ْ ََ َ َ َ ْ َ

.‫َر َّبنَا ا ْغ ِف ْر لَنَا ذُ ُن ْو َبنَا َوَت َو َّفنَا َم َع اْأل َْب َرا ِر‬
‫ص ًرا َك َما َح َملْتَهُ َعلَى الَّ ِذيْ َن ِمن َق ْبلِنَا‪َ ،‬ر َّبنَا َوالَ‬ ‫ِ‬
‫َر َّبنَا الَ ُت َؤاخ ْذنَا إِ ْن نَّ ِس ْينَا أ َْو أَ ْخطَأْنَا‪َ ،‬ر َّبنَا َوالَ تَ ْح ِم ْل َعلَْينَا إِ ْ‬
‫انص ْرنَا َعلَى الْ َق ْوِم الْ َكافِ ِريْ َن‪.‬‬ ‫ف َعنَّا َوا ْغ ِف ْر لَنَا َو ْار َح ْمنَا أ َ‬
‫َنت َم ْوالَنَا فَ ُ‬ ‫تُ َح ِّملْنَا َماالَ طَاقَةَ لَنَا بِ ِه‪َ ،‬وا ْع ُ‬

‫اد ًة فِ ْي َسبِْيلِ َ‬
‫ك‪.‬‬ ‫ُك َش َه َ‬
‫ك َونَ ْسأَل َ‬
‫اك َو َجنَّتَ َ‬
‫ضَ‬ ‫اَللَّ ُه َّم إِنَا نَ ْسأَل َ‬
‫ُك ِر َ‬

‫اء الدِّيْ ِن‪.‬‬ ‫اَللَّ ُه َّم أ َْهلِ ِ‬


‫ك الْ َك َف َرةَ َوال ُْم ْبتَ ِد َعةَ َوال ُْم ْش ِركِ ْي َن أَ ْع َدائَ َ‬
‫ك أَ ْع َد َ‬

‫ب‪.‬‬ ‫ِّت َش ْملَ ُه ْم َو َم ِّز ْق َج ْم َع ُه ْم َو َزلْ ِز ْل أَقْ َد َام ُه ْم َوأَل ِْق فِ ْي ُقلُ ْوبِ ِه ُم ُّ‬
‫الر ْع َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم َشت ْ‬

‫اَللَّ ُه َّم َع ِّذ ْب ُه ْم َع َذابًا َش ِديْ ًدا َو َح ِّس ْب ُه ْم ِح َسابًا ثَِق ْيالً‪.‬‬

‫اب النَّا ِر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫َر َّبنَا آتِنَا فِي ُّ‬
‫الد ْنيَا َح َسنَةً َوفي اآلخ َرة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ َ‬

‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬


‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ك ر ِّ ِ ِ‬
‫ب الْع َّزة َع َّما يَص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسل ْي َن َوال َ‬ ‫ُس ْب َحا َن َربِّ َ َ‬

‫ان َوإِيتَآ ِئ ِذي الْ ُق ْربَى َو َي ْن َهى َع ِن‬


‫اهلل‪ ،‬إِ َّن اهلل يأْمر ُكم بِالْع ْد ِل واْ ِإل ْحس ِ‬
‫َ‬ ‫َ َ ُُ ْ َ َ‬
‫اد ِ‬ ‫ِعبَ َ‬

‫‪25‬‬
‫‪Seorang Teman, Peranan Dan Dampaknya Bagi Seseorang‬‬

‫‪Oleh: Fuad Iskandar‬‬

‫اهلل ِم ْن ُش ُر ْو ِر أَ ْن ُف ِسنَا‬
‫إِ َّن الْحم َد لِلَّ ِه نَ ْحم ُدهُ ونَستَ ِع ْينُهُ ونَسَت ْغ ِفر ْه و َنعوذُ بِ ِ‬
‫َ ْ ُ َ ُ‬ ‫َ َ ْ‬ ‫َْ‬

‫ي لَهُ‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ض َّل لَه ومن ي ْ ِ‬ ‫وِمن سيِّئَ ِ‬


‫ات أَ ْعمالِنَا‪ ،‬من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م ِ‬
‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ ُ‬ ‫َ َْ َ‬ ‫َ ْ َ‬

‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‪.‬‬‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪.‬‬
‫اح َد ٍة َو َخلَ َق ِم ْن َها َز ْو َج َها‬ ‫سو ِ‬ ‫َّ ِ‬
‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف ٍ َ‬ ‫يَا أ َُّي َها الن ُ‬

‫آءل ُْو َن بِ ِه َواْأل َْر َح َام‬ ‫َّ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫وب َّ ِ‬


‫سَ‬ ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي تَ َ‬
‫سً‬ ‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َ‬ ‫ََ‬
.‫إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‬
.‫يَا أ َُّي َها الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َس ِديْ ًدا‬

ِ ِ ِ ‫ي‬
َ‫صل ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغف ْر لَ ُك ْم ذُ ُن ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُط ِع اهلل‬
ُْ

.‫َو َر ُس ْولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬


‫ي ُم َح َّم ٍد‬
ُ ‫ َو َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد‬،َ‫اب اهلل‬
ِ ِ ِ ‫أ ََّما بع ُد؛ فَِإ َّن أَص َد َق ال‬
ُ َ‫ْحديث كت‬ َ ْ َْ

ٌ‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر ُم ْح َدثَا ُت َها َو ُك َّل ُم ْح َدثٍَة بِ ْد َعة‬
َ

.‫ضالَل ٍَة ِفي النَّا ِر‬ َ ‫َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬


َ ‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل‬
Jamaah Jum’at yang berbahagia

Syukur kepada Allah adalah hal yang harus selalu kita lakukan karena dengan bersyukur akan
menambah nikmat-nikmatNya kepada kita, kemudian dari tempat ini saya serukan kepada diri
saya pribadi dan kepada jamaah sekalian untuk selalu memelihara dan meningkatkan taqwallah,
karena dengan taqwa inilah seseorang akan bahagia baik di dunia dan terlebih lagi di akhirat.

Jamaah Jum’at yang berbahagia

Tidak ada seorang manusiapun di muka bumi ini yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain.
Manusia adalah mahluk sosial yang pasti membutuhkan lingkungan dan pergaulan.

Di dalam pergaulannya tersebut seseorang akan memiliki teman, baik itu disekolahnya, di tempat
kerjanya ataupun di lingkungan tempat tinggalnya. Sehingga tidak ditampik lagi bahwa teman
merupakan elemen penting yang berpengaruh bagi kehidupan seseorang.

Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh telah mengatur bagaimana adab dan
batasan-batasan di dalam pergaulan. Sebab betapa besar dampak yang akan menimpa seseorang
akbiat bergaul dengan teman-teman yang jahat dan sebaliknya betapa besar manfaat yang dapat
dipetik oleh seseorang yang bergaul dengan teman yang shalih.

Banyak di antara manusia yang terjerumus ke dalam lubang kemaksiatan dan kesesatan
dikarenakan bergaul dengan teman teman yang jahat dan banyak pula di antara manusia yang
mereka mendapatkan hidayah disebabkan bergaul dengan teman-teman yang shalih.

Di dalam sebuah hadits Rasullullah Shallallaahu alaihi wa Salam menyebutkan tentang peranan
dan dampak seorang teman:

ِ ِ ِ
ِ ‫ك ونَافِ ِخ‬
،‫الك ْي ِر‬ ِ ُّ ‫س‬ ِ ‫ْجلِ ْي‬ ِ َّ ‫س‬ِ ‫ْجلِ ْي‬
َ ‫الس ْوء َك َمثَ ِل َحام ِل الْم ْس‬ َ ‫الصال ِح َوال‬ َ ‫َمثَ ُل ال‬
ً‫اع ِم ْنهُ أ َْو تَ ِج ُد َرائِ َحةً طَيِّبَة‬
َ َ‫ك أ َْو ُت ْبت‬ ِ ‫فَح ِام ِل ال ِْمس‬
َ ْ‫ك إِ َّما أَ ْن يُ ْح ِذي‬ ْ َ

.ً‫ك أ َْو تَ ِج ُد ِم ْنهُ َرائِ َحةً َخبِْيثَة‬ ِ ‫ونَافِ ُخ‬


َ َ‫الك ْي ِر إِ َّما أَ ْن يُ ْح ِر َق ثِيَاب‬ َ
“Perumpamaan teman duduk yang baik dengan teman duduk yang jahat adalah seperti penjual
minyak wangi dengan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi tidak melewatkan kamu, baik
engkau akan membelinya atau engkau tidak membelinya, engkau pasti akan mendapatkan
baunya yang enak, sementara pandai besi ia akan membakar bujumu atau engkau akan
mendapatkan baunya yang tidak enak.” (Muttafaqun ‘Alaih).

Berdasarkan hadits tersebut dapat diambil faedah penting bahwasanya bergaul dengan teman
yang shalih mempunyai 2 kemungkinan yang kedua-duanya baik, yaitu:

Kita akan menjadi baik atau kita akan memperoleh kebaikan yang dilakukan teman kita. Sedang
bergaul dengan teman yang jahat juga mempunyai 2 kemungkinan yang kedua-duanya jelek,
yaitu:

Kita akan menjadi jelek atau kita akan ikut memperoleh kejelekan yang dilakukan teman kita.
Jamaah Jum’at yang berbahagia

Bahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menjadikan seorang teman sebagai patokan
terhadap baik dan buruknya agama seseorang, oleh sebab itu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam memerintahkan kepada kita agar memilah dan memilih kepada siapa kita bergaul.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

.‫َح ُد ُك ْم َم ْن يُ َخالِ ُل‬ ِِ ِ ِ


َ ‫اَل َْم ْرءُ َعلَى ديْ ِن َخل ْيله َفلَْي ْنظُْر أ‬
“Seseorang berada di atas agama temannya, maka hendaknya seseorang di antara kamu melihat
kepada siapa dia bergaul.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim
dengan Sanad yang saling menguatkan satu dengan yang lain).
Dan dalam sebuah syair disebutkan:

.‫ فَ ُك ُّل قَ ِريْ ٍن بِال ُْم َقا ِر ِن َي ْقتَ ِد ْي‬،‫َع ِن ال َْم ْر ِء الَ تَ ْسأ َْل َو َس ْل َع ْن قَ ِريْنِ ِه‬

Jangan tanya tentang seseorang, tapi tanya tentang temannya, sebab orang pasti akan mengikuti
kelakukan temannya.

Demikianlah karena memang fitroh manusia cenderung ingin selalu meniru tingkah laku dan
keadaan temannya.
Para Salafusshalih sering menyampaikan kaidah bahwa:

ُّ ‫ َو‬#ٌ‫ض ِع ْي َفة‬
.ٌ‫الشبَهُ َخطَّافَة‬ َ ‫ب‬
ُ ‫اَلْ ُقلُ ْو‬
Hati itu lemah, sedang syubhat kencang menyambar.
Sehingga pengaruh kejelekan akan lebih mudah mempenga-ruhi kita dikarenakan lemahnya hati
kita.

Jamaah Jum’at yang berbahagia

Merupakan sikap yang diajarkan Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah menjauhi para penyeru
bid’ah, para pengikut hawa nafsu (ahlul ahwa’) dan orang-orang fasik yang terang-terangan
menampakkan dan menyerukan kefasikannya ini merupakan salah satu tindakan preventif
terhadap bahaya lingkungan pergaulan dan agar umat terhindar dari pengaruh kemaksiatan
tersebut.

Jamaah Jum’at yang berbahagia

Seorang teman memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan kita, janganlah ia
menyebabkan kita menyesal pada hari kiamat nanti dikarenakan bujuk rayu dan pengaruhnya
sehingga kita tergelincir dari jalan yang haq dan terjerumus dalam kemak-siatan.

Renungkanlah baik-baik firman Allah berikut ini:


“Dan ingatlah hari ketika orang-orang zhalim menggigit dua tangannya seraya berkata: Aduhai
kiranya aku dulu mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besar bagiku! Kiranya dulu
aku tidak mengambil si fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku
dari Al-Quran sesudah Al-Quran itu datang kepadaku. Dan adalah syetan itu tidak mau
menolong manusia.” (Al-Furqan: 27-29).

Lihatlah bagaimana Allah menggambarkan seseorang yang telah menjadikan orang-orang fasik
dan pelaku maksiat sebagai teman-temanya ketika di dunia sehingga di akhirat menyebabkan
penyesalan yang sudah tidak berguna lagi baginya, karena di akhirat adalah hari hisab bukan hari
amal sedang di dunia adalah hari amal tanpa hisab.

ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬


‫ات‬ ِ ِ ِ
َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬

‫َسَت ْغ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم‬ ِ ِ ‫الذ ْك ِر ال‬


ِّ ‫َو‬
ْ ‫ أَ ُق ْو ُل َق ْول ْي َه َذا َوأ‬.‫ْحك ْي ِم‬
َ

.‫الر ِح ْي ُم‬
َّ ‫ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬،ُ‫اسَتغْ ِف ُر ْوه‬ ِ ‫ولِسائِ ِر الْمسلِ ِم ْين والْمسلِم‬
ٍ ْ‫ات ِم ْن ُك ِّل ذَن‬
ْ َ‫ ف‬.‫ب‬ َ ُْ ََ ُْ َ َ
Khutbah kedua:

.‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َح ْم ًدا َكثِْي ًرا َك َما أ ََم َر فَا ْنَت ُه ْوا َع َّما َن َهى َع ْنهُ َو َح َّذ َر‬
َ ‫اَل‬

َّ ‫ َوأَ ْش َه ُد أ‬،‫ الواحد القهار‬،ُ‫أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهلل‬


،ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬
ِ ِ ِ
َ‫ إِ َّن اهلل‬:‫ال اهللُ َت َعالَى ف ْي كتَابِه الْ َك ِريْ ِم‬
َ َ‫ ق‬.‫َسيِّ ُد اْأل َْب َرا ِر‬

.‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما‬ ِ


َ ‫ يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َام ُن ْوا‬،‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‬
ِ
َ ُ‫َو َمالَئ َكتَهُ ي‬
Jamaah Jum’at yang berbahagia

Pada khutbah yang kedua ini saya ingatkan pula kepada para orang tua hendaklah mereka
memperhatikan lingkungan dan pergaulan anak-anaknya sebab setiap kita adalah pemimpin dan
setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya dan
orangtua adalah pemimpin terhadap istri dan anak-anaknya.

Ingatlah bagaimana wasiat agung Lukman Al-Hakim di dalam surat Luqman ayat 13-19 ketika
mewasiatkan kepada anaknya di antaranya agar mengikuti dan menempuh jalan orang-orang
yang kembali kepada Allah. Merekalah para nabi, syuhada dan shalihin, merekalah uswah dan
qudwah dalam segenap aspek kehidupan kita.

Jamaah Jum’at yang berbahagia

Jadikanlah orang-orang shalih yang bermanhaj dan ber-aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah
sebagai teman akrab kita, merekalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik persahabatan, adapun
selain itu adalah persahabatan yang semu. Maha benar Allah yang menyebutkan dalam kitabNya:

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali
orang-orang yang bertaqwa.” (Az-Zukhruf: 67).

Jamaah Jum’at yang berbahagia

Saya akan menutup khutbah ini dengan apa yang dinasehatkan oleh seorang bijak tentang
hakekat seorang teman:

Saudaraku, Teman sejatimu adalah yang selalu mendorongmu untuk berbuat kebajikan dan
mencegahmu dari berbuat kejelekan walaupun engkau jauh dan engkau tidak bergaul dengannya
dan musuh sejatimu adalah yang mendorongmu berbuat kejelekan dan tidak mencegahmu dari
berbuat dosa walaupun ia dekat denganmu dan engkau selalu bergaul dengannya.

Semoga Allah selalu memberikan taufik kepada kita dan menyelamatkan kita dari kejelekan
lingkungan dan pergaulan serta menganugerahkan kepada kita lingkungan dan pergaulan yang
mendorong kita untuk selalu taat kepada Allah dan RasulNya.
Amin ya Rabbal ‘alamin.

.‫ت َعلَى إِ ْب َر ِاه ْي َم‬


َ ‫صلَّْي‬ َ ِ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َع ْب ِد َك َو َر ُس ْول‬
َ ‫ك َك َما‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬

‫ت َعلَى إِ ْب َر ِاه ْي َم‬


َ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك‬
ِ ‫وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬
َ َ
‫ْم ْسلِ ِم ْي َن‬ ‫ِ ِ‬ ‫آل إِ ْبر ِاه ْيم‪ ،‬إِنَّ َ ِ ِ‬
‫ك َحم ْي ٌد َمج ْي ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم ا ْغف ْر لل ُ‬ ‫َ َ‬
‫و َعلَى ِ‬
‫َ‬
‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو ِ‬
‫ات‪.‬‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬
‫َْ َ‬ ‫َوال ُْم ْسل َمات‪َ ،‬وال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل ْ َ‬
‫ِ ِ ِ‬ ‫اَللَّه َّم إِنَّا نَسأَل َ ِ‬
‫ُك م َن الْ َخ ْي ِر ُكلِّه َما َعل ْمنَا م ْنهُ َو َما ل ْ‬
‫َم َن ْعلَ ْم‪،‬‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬
‫ك ِمن َّ ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫الش ِّر ُكلِّه َما َعل ْمنَا م ْنهُ َو َما ل ْ‬
‫َم َن ْعلَ ْم‪.‬‬ ‫َو َنعُ ْوذُ ب َ َ‬

‫الصالِ ُح ْو َن‪،‬‬ ‫َك بِ ِه ِعبَ ُ‬


‫اد َك َّ‬ ‫ُك ِم ْن َخ ْي ِر َما َسأَل َ‬
‫اَللَّ ُه َّم إِنَّا نَ ْسأَل َ‬

‫ك ِم ْنهُ ِعبَ ُ‬
‫الصالِ ُح ْو َن‪.‬‬
‫اد َك َّ‬ ‫اسَت َعاذَ بِ َ‬ ‫و َنعوذُ بِ َ ِ‬
‫ك م ْن َش ِّر َما ْ‬ ‫َ ُْ‬

‫اب النَّا ِر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫َر َّبنَا آتِنَا فِي ُّ‬
‫سنَةً َوقنَا َع َذ َ‬
‫سنَةً َوفي اآلخ َرة َح َ‬
‫الد ْنيَا َح َ‬

‫ان َوإِيتَآ ِئ ِذي الْ ُق ْربَى‬


‫اهلل‪ ،‬إِ َّن اهلل يأْمر ُكم بِالْع ْد ِل واْ ِإل ْحس ِ‬
‫َ‬ ‫َ َ ُُ ْ َ َ‬
‫اد ِ‬ ‫ِعبَ َ‬
‫شِ‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْب ْغ ِي يَ ِعظُ ُك ْم ل ََعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُر ْو َن‪.‬‬ ‫َو َي ْن َهى َع ِن الْ َف ْح َ‬

‫فَاذْ ُك ُروا اهللَ ال َْع ِظ ْي َم يَ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُك ُر ْوهُ‬


‫ضلِ ِه يع ِط ُكم ول ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َذ ْك ُر‬ ‫َعلَى نَِع ِمه يَ ِز ْد ُك ْم َو ْ‬
‫اسأَل ُْوهُ م ْن فَ ْ ُ ْ ْ َ‬

‫‪26‬‬
‫‪Perjuangan Menuju Masyarakat Tauhid‬‬

‫‪Oleh: Mulyono‬‬

‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬


‫ات أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَالَ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬
‫إِ َّن ال َ‬
‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ض َّل لَه ومن ي ْ ِ‬
‫مِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ‬ ‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫َو َر ُس ْولُهُ‪.‬‬
‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذ ْي َخلَ َق ُك ْم‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫َّ ِ‬
‫يَا أَيُّهاَ الذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاته َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسل ُم ْو َن‪ .‬يَا أ َُّي َها الن ُ‬
‫ِ‬ ‫َّ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫اح َد ٍة و َخلَ َق ِم ْنها َزوجها وب َّ ِ‬ ‫سو ِ‬
‫آءل ُْو َن بِه َواْأل َْر َح َ‬
‫ام‬ ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي تَ َس َ‬ ‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َس ً‬ ‫َ ْ ََ ََ‬ ‫َ‬ ‫ِّم ْن َن ْف ٍ َ‬
‫ر لَ ُك ْم‬#ْ ‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َيغْ ِف‬ ِ ِ ِ
ْ ُ‫ ي‬.‫ يَا أ َُّي َها الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‬.‫إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرق ْيبًا‬
.‫ذُنُ ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬
‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر‬ ٍ ِ ِ ِ ‫َص َد َق ال‬
َ ‫ي ُم َح َّمد‬ ُ ‫ َو َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد‬،َ‫اب اهلل‬ ُ َ‫ْحديث كت‬ َ ْ ‫أ ََّما َب ْع ُد؛ فَِإ َّن أ‬
‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه‬ ِ ٍ َ ‫ضالَلَةٌ و ُك َّل‬
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ضالَلَة فى النَّا ِر‬
ٍ ِ ٍِ
َ َ ‫ُم ْح َدثَا ُت َها َو ُك َّل ُم ْح َدثَة ب ْد َعةٌ َو ُك َّل ب ْد َعة‬
.‫ان إِلَى َي ْوِم الدِّيْ ِن‬ ٍ ‫وص ْحبِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس‬
َ ْ َ ْ ََ َ َ
Saudara-saudara sekalian, sidang jamaah Jum’ah rahimakumullah
Dari mimbar yang kita muliakan ini, ijinkanlah khatib mengajak kepada diri khotib sendiri, dan
juga kepada saudara-saudara sekalian, marilah kita selalu bertaqwa kepada Allah Subhannahu wa
Ta'ala . Selalu bertaqwa dalam arti yang sebenarnya dan selurus-lurusnya. Menjalan-kan secara
ikhlas seluruh perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala, kemudian menjauhi segenap larangan-
larangan Nya. Marilah kita lebur hati dan jasad kita kedalam lautan Taqwa yang luasnya tak
bertepi. Marilah kita isi setiap desah nafas kita dengan sentuhan-sentuhan Taqwa. Sebab, hanya
dengan Taqwa ... InsyaAllah ... kita akan memperoleh kebahagiaan hakiki di akherat yang abadi
nanti atau kebahagiaan hidup di dunia fana ini.

Kaum muslimin A’azzakumullah


Apabila kita mencermati kondisi lingkungan sekitar kita, pasti akan kita akan prihatin. Kalau
nurani kita masih bersih, pasti kita akan mengelus dada menyaksikan babak demi babak
kehidupan yang kini berkembang betapa tidak saudara-saudaraku ... saat ini nyaris dalam seluruh
sektor kaum muslimin terpuruk. Dalam segi aqidah banyak sekali umat Islam yang menganut
keyakinan-keyakinan syirik, menyekutukan Allah dalam hal ibadah. Perdukunan merajalela,
penyembahan terhadap ahli kubur masih dilakukan, pengagungan yang berlebihan terhadap
seorang tokoh masih banyak kita jumpai. Perilaku ini menurut syaikh Muhammad Bin Abdul
Wahab, termasuk kategori syirik (kitab tauhid).

Kemudian dalam aspek politik, yang tampil hanyalah permainan yang keruh penuh rekayasa, dan
retorika semu. Dalam bidang ekonomi sistem keuangan riba’ yang diharamkan Allah masih
mendominasi kehidupan. Akibatnya adalah makin lebarnya jurang antara si kaya dan si miskin.
Sementara itu, dalam lapangan sosial budaya kita disuguhi kebobrokan moral generasi muda
masa kini. Setiap hari kita menyaksikan beragam kemaksiatan seperti: perzinaan, pemerkosaan,
pembunuhan, kasus narkoba dan sebagainya.

Saudara-saudara sekalian kaum muslimin rahimakumullah


Menyimak keadaan yang kita sebutkan tadi, kita jadi ingat firman Allah surat Ar- Ruum ayat 41:
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut di sebabkan karena ulah perbuatan tangan
nafsu manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Rasa-rasanya, firman Allah ini benar-benar cocok dengan yang kita alami sekarang ini.

Memang, jama’ah sekalian ..


Ummat dan bangsa ini sedang berada dalam bahaya besar. Kerusakan telah menyebar dalam
berbagai tempat dan waktu. Yang menjadi pertanyaan adalah: Kanapa semua ini bisa terjadi?
Dan bagaimana cara mengobatinya berdasarkan ajaran Allah Subhannahu wa Ta'ala ?

Pertanyaan pertama, yakni, kenapa kerusakan-kerusakan itu bisa terjadi, jawabnya adalah karena
ummat ini terputus dari tuntunan agamanya. Ya, sudah sekian lama, ummat Islam ini jauh dari
nilai-nilai Islam itu sendiri. Ada jarak antara ummat di satu sisi dengan ajaran Islam di sisi lain,
sehingga kehidupan sehari-hari kaum muslimin sama sekali tidak mencerminkan ajaran
agamanya. Bahkan, adakalanya ummat Islam merasa asing terhadap nilai-nilai dien-nya sendiri.
Satu contoh kasus, misalnya masalah hijab bagi kaum wanita. Kaum wanita yang menutup aurat
malah dikatakan sebagai orang yang nyeleneh.
Padahal sebenarnya merekalah yang justru melaksanakan perintah Allah. Kondisi ini telah jauh-
jauh hari diperingatkan oleh: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Dalam sebuah hadits
beliau bersabda:

.‫ بَ َدأَ اْ ِإل ْسالَ ُم غَ ِر ْيبًا َو َسَيعُ ْو ُد غَ ِر ْيبًا َك َما بَ َدأَ فَطُْوبَى لِ ْلغَُربَ ِاء‬:

“Islam itu pada mulanya asing, dan nanti akan kembali menjadi asing seperti semula. Maka
beruntunglah orang yang asing.”
Saudara-saudara sekalian, jamaah jum’ah yang berbahagia.

Sekarang ini pun tengah menggejala dikalangan kaum muslimin sebuah paham yang biasa
disebut sebagai sekulerisme (‘ilmaniyah). Paham ini mengajarkan bahwa kehidupan dunia harus
dipisahkan dari masalah agama. Menurut mereka, dunia ya dunia, jangan bawa masalah agama.
Soal agama adalah soal pribadi. Oleh karena itu, menurut paham ini, dalam masalah hubungan
sesama manusia, seperti cara bergaul, cara berpakaian maupun cara berekonomi cukup
diserahkan pada rasio atau akal manusia saja. Sehingga, merekapun menyombongkan diri
dengan meninggalkan ajaran Allah Subhannahu wa Ta'ala terutama yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari.

Ajaran sekulerisme inilah yang menjadi tantangan kita dewasa ini. Hal ini sebagaimana yang
disampaikan oleh Syaikh Muhammad Abdul Hadi Al-Misri dalam kitabnya “Mauqif Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah Minal ‘ilmaniyah” (Sikap Ahlus Sunnah terhadap Sekulerisme). Menurut
beliau, cara hidup sekuler jelas sekali bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid. Sekulerisme
(‘ilmaniyah) berusaha menegakkan kehidupan di dunia tanpa campur tangan agama, atau yang
lazim disebut La diniyyah . Sehingga tata kehidupan yang mereka bangun bukanlah tata
kehidupan yang bersumber dari wahyu Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dengan kata lain,
sekulerisme berhukum dengan aturan-aturan selain Allah. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala
berfirman:
Artinya: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan hukum siapakah yang lebih
baik dari pada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50).
Dalam tafsir Ibnu Katsir di sebutkan (tentang ayat ini): “Allah Subhannahu wa Ta'ala
mengingkari setiap orang yang keluar dari hukumNya yang jelas, yang meliputi segala kebaikan
dan melarang segala kejelekan, lalu berpaling kepada pendapat-pendapat, hawa nafsu dan istilah-
istilah yang diletakkan oleh manusia tanpa bersandar kepada syari’at Allah. Seperti sikap kaum
jahiliyah dahulu yang berhukum dengan hukum yang menampakkan kesesatan dan kebodohan
yang mereka buat sendiri berdasarkan hawa nafsu mereka “. (Tafsir Ibnu Katsir Juz 2: 67)
Jama’ah jum’ah rahimakumullah ...
Padahal, tauhid yang merupakan fondasi agama Islam, merupakan sebuah keyakinan yang
menyandarkan seluruh aspek kehidupan hanya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala. Menurut
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu dalam kitabnya “ Al-Firqotun Naajiyah” (Golongan Yang
Selamat) menyatakan bahwa yang dimaksud tauhid adalah mengesakan Allah dengan beribadah.
Di mana Allah Subhannahu wa Ta'ala menciptakan alam semesta ini tidak lain hanyalah agar
beribadah. Firman Allah:
“Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka menyembahKu.”
(QS. Ad-Dzariyat: 56).
Di dalam kitabnya yang lain, yakni yang berjudul “Hudz Aqidataka Minal Kitab was Sunnah”
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menegaskan bahwa tauhid merupakan salah satu syarat
diterimanya amal seseorang. Artinya, tanpa keberadaan tauhid, amal seberapa pun banyaknya
tidak akan diterima Allah .

Demikianlah saudara sekalian, jama’ah rahimakumullah


Jelas sekali, bahwa kehidupan sekulerisme yang kini meng-gejala dengan kebebasannya, amat
bersebrangan dengan tauhid, fondasi ajaran agama kita. Oleh karena itu kita semua harus
waspada terhadap konsep hidup sekuler itu.
Kemudian, bagaimanakah solusinya, bagaimanakah menye-lesaikan serangkaian problem-
problem yang kita bicarakan tadi? Bagaimana agar kita bisa keluar dari fitnah yang begitu
banyak tersebut?

Saudara sekalian ...


Resepnya tidak ada lain kecuali kembali kepada Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam dengan pemahaman salafus shalih. Sebab, mengikuti
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi adalah jalan satu-satunya menuju keselamatan. Melalui langkah ini
ada jaminan yang kuat bagi kita untuk menyelesaikan berbagai kemelut yang menimpa kita.
Ketika Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan sahabatnya di Mekkah, yakni di awal-awal
beliau menyampaikan wahyu, situasinya hampir sama dengan keadaan yang kita hadapi saat ini.
Yaa, hampir sama. Hanya bentuknya saja yang berbeda, namun inti dan subtansinya tidak
berbeda. Kalau dulu ada perzinaan, misalnya, sekarangpun banyak perzinaan dengan berbagai
model.

Oleh karena itu, untuk mengobati kondisi ummat yang seperti sekarang ini, tidak bisa tidak, kita
harus memulai sebagaimana Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam membina ummat. Masalah
tauhid, harus dibenahi terlebih dahulu, sebelum urusan-urusan lainnya. Sebab, seperti itulah yang
juga dilakukan para salafus shalih. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

.‫َّاس َق ْرنِ ْي ثُ َّم الَّ ِذيْ َن َيلُ ْو َن ُه ْم ثُ َّم الَّ ِذيْ َن َيلُ ْو َن ُه ْم‬
ِ ‫َخ ْي ُر الن‬

“Sebaik-baiknya manusia adalah pada generasiku, kemudian orang-orang setelah mereka,


kemudian orang-orang setelah mereka”. (HR. Mutafaq ‘alaih).

Saudara-saudara sekalian
Sebagaimana saya sebutkan diatas, bahwa tauhid adalah fondasi agama Islam. Maka kalau
fondasi ini roboh, roboh pula bangunan Islam yang lain. Sebaliknya, kalau tauhid ummat ini kuat
berarti fondasi yang menopang seluruh bangunan Islam itu pun kuat juga. Dengan demikian
mengembangkan tauhid merupakan masalah yang sangat strategis bagi upaya membangkitkan
kembali ummat ini. Upaya-upaya untuk membangun kembali umat Islam, yang tidak memulai
langkahnya dari pembinaan tauhid sama artinya dengan membangun rumah tanpa fondasi. Sia-
sia belaka. Oleh karena itu, pembinaan tauhid harus menjadi program yang harus diprioritaskan
oleh seluruh kalangan kaum muslimin ini. Pembinaan tauhid sebagaimana yang difahami salafus
shalih harus disosialisasikan kepada seluruh ummat. Sehingga mereka memahami jalan
kehidupan yang benar, meninggalkan pola hidup yang bengkok.

ِ ‫ت فِ ْي ُكم َش ْيَئ ْي ِن ل‬
ِ ‫ كِتَاب‬،‫ضلُّوا ب ْع َد ُهما‬
.‫اهلل َو ُسنَّتِ ْي‬ َ َ َ ْ َ‫َن ت‬ ْ ْ ُ ‫َت َر ْك‬
“Telah aku tinggalkan bagimu dua perkara yang tak akan tersesat darimu setelah berpegang pada
keduanya: Kitabullah dan Sunnahku.” (Dishahihkan Al-Albani dalam kitab Al-Jami’, diambil
dari kitab Al-Firqatun Naajiyah)
Dalam hadits yang disebutkan, Ibnu Mas’ud berkata:

‫ َه ِذ ِه‬:‫ال‬
َ َ‫ ثُ َّم ق‬،‫ط ُخطُْوطًا َع ْن يَ ِم ْينِ ِه َو ِش َمالِ ِه‬ َّ ‫ َو َخ‬.‫اهلل ُم ْستَ ِق ْي ًما‬ ِ ‫ َه َذا سبِْيل‬:‫ال‬
ُ َ َ َ‫ َخطًّا بِيَ ِد ِه ثُ َّم ق‬n ‫اهلل‬ِ ‫ط رسو ُل‬
ْ ُ َ َّ ‫َخ‬
َ‫يما فَاتَّبِعُوهُ َوال‬ ِ ِ ِ
ً ‫َن َه َذا ص َراطي ُم ْستَق‬ َّ ‫ َوأ‬:‫ ثُ َّم َق َرأَ َق ْولَهُ َت َعالَى‬.‫السبُ ُل ل َْيس ِم ْن َها َسبِْي ٌل إِالَّ َعلَْي ِه َش ْيطَا ٌن يَ ْدعُ ْو إِل َْي ِه‬
ُّ
َ
َّ ‫السبُ َل َفَت َف َّر َق بِ ُك ْم َع ْن َسبِيلِ ِه ذَالِ ُك ْم َو‬
.‫صا ُك ْم بِ ِه ل ََعلَّ ُك ْم َتَّت ُقو َن‬ ُّ ‫َتتَّبِعُوا‬
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam membuat garis dengan tangannya, seraya bersabda
kepada kami: “Ini jalan Allah yang lurus.” Dan beliau membuat garis-garis banyak sekali
dikanan kirinya, seraya bersabda: “Ini jalan-jalan yang tak satu pun terlepas dari intaian syetan
untuk menyesatkan”. Kemudian beliau membaca ayat 153 surat Al-An’am: “Dan bahwa yang
Kami perintahkan ini adalah jalanKu yang lurus. Maka ikutilah dia. Dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan yang lain. Karena jalan-jalan lain itu mencerai beraikan kamu dari
jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.” (HR.Ahmad
dan Nasa’i, Shahih)

Saudara sekalian, sidang jama’ah jum’ah rahimakumullah


Kalau kita meneladani Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam maka yang pertama kali beliau
serukan adalah masalah tauhid. Sebelum membicarakan hal-hal lain, beliau selama kurang lebih
13 tahun di Mekkah menda’wahkan konsep pengesaan Allah Subhannahu wa Ta'ala ini kepada
sahabat-sahabat beliau. Dengan tauhid beliau membangun ummat.

.‫الر ِح ْي ُم‬ ِ ِ ‫ول َقو لِي ه َذا و‬ ِ ‫استَبِ ُقوا الْ َخ ْير‬
ُ ‫اسَت ْغف ُروا اهللَ انَّهُ ُه َو الْغَ ُف‬
َّ ‫ور‬ ْ َ َ ْ ُ ُ‫ أَق‬،‫ات‬ َ ْ َ‫ف‬
Khutbah Kedua:
َ‫ َم ْن َي ْه ِد اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َ ْ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ ِ‫م‬
ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬ َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ
‫ أ ََّما َب ْع ُد؛‬.‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما‬
َ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Pada khutbah kedua ini, kembali saya mengajak kepada diri saya sendiri dan jama’ah sekalian.
Marilah kita bertaqwa dengan taqwa yang sebenar-benarnya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala
. Marilah kita mempelajari Islam ini dari landasannya yang paling asasi yakni tauhid. Marilah
kita hidupkan budaya mempelajari tauhid dalam kehidupan beragama kita sebelum yang lain-
lainnya.

Sebagai ringkasan dari khutbah yang pertama, bisa saya simpulkan bahwa kondisi ummat yang
carut marut sekarang ini; banyaknya kesyirikan dan bid’ah, merebaknya budaya sekulerisme
(kehidupan tanpa tuntunan agama), meggejalanya berbagai fitnah hanya bisa di atasi dengan
kembali kepada sumber ajaran kita yang murni yakni Al-Qur’an dan Sunnah. Sementara itu
berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman salafus shalih itu, langkah awal dalam
membangun masyarakat adalah dengan menanamkan tauhid. Sebab yang diseru Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam pertama kali di Mekkah adalah tauhid, sebelum menyeru masalah-
masalah lain.

Oleh karena itu, jama’ah sekalian, sudah waktunya meraih kembali jalan kebenaran tersebut.
Sudah lama kita terperosok dalam lubang kebodohan. Kita terlalu sering mengulang kesalahan
serupa. Solusinya adalah kita pelajari kembali Islam ini dari masalah tauhid. Semoga Allah
membimbing kita semua. Amin.

.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‬


ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫صلَّْي‬ ٍ
َ ‫آل ُم َح َّمد َك َما‬ ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬
َ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‬
ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك‬ ِ ‫وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬
َ َ
ِ
.‫ف َّرح ْي ٌم‬ ٌ ‫ك َرءُ ْو‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َّ‫َر َّبنَا ا ْغف ْر لَنَا َو ِإل ْخ َواننَا الَّذيْ َن َسَب ُق ْونَا بِاْ ِإليْ َمان َوالَ تَ ْج َع ْل ف ْي ُقلُ ْوبِنَا غالًّ لِّلَّذيْ َن َء َامُن ْوا َر َّبنَا إِن‬
‫ َر َّبنَا ا ْغ ِف ْر لَنَا َولَِوالِ َد ْينَا َو ْار َح ْم ُه َما َك َما‬.‫اس ِريْ َن‬ ِ ‫ر َّبنَا ظَلَمنَا أَْن ُفسنَا وإِ ْن لَّم َتغْ ِفر لَنَا وَترحمنَا لَنَ ُكونَ َّن ِمن الْ َخ‬
َ ْ َْ ْ َ ْ ْ َ َ ْ َ
‫ُك ِم َن الْ َخ ْي ِر ُكلِّ ِه‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم إِنَّا نَ ْسأَل‬.‫اب النَّا ِر‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫الد ْنيَا َح َسنَةً َوفي اآلخ َرة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ‬ ُّ ‫ َر َّبنَا آتِنَا فِي‬.‫صغَ ًارا‬ ِ ‫ر َّبيانَا‬
ََ
‫ُك ِم ْن َخ ْي ِر َما‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم إِنَّا نَ ْسأَل‬.‫َم َن ْعلَ ْم‬ ِ ِ ِ َّ ‫ك ِمن‬
ْ ‫الش ِّر ُكلِّه َما َعل ْمنَا م ْنهُ َو َما ل‬ ِ
َ َ ‫ ب‬#ُ‫ َو َنعُ ْوذ‬،‫َم َن ْعلَ ْم‬
ِ ِ
ْ ‫َما َعل ْمنَا م ْنهُ َو َما ل‬
ُ َ‫ك ِم ْنهُ ِعب‬ ِ َ ِ‫ و َنعوذُ ب‬،‫الصالِحو َن‬
ُّ ‫ َر َّبنَا آتِنَا فِي‬.‫الصالِ ُح ْو َن‬
‫الد ْنيَا‬ َّ ‫اد َك‬ َ ِ‫اسَت َعاذَ ب‬
ْ ‫ك م ْن َش ِّر َما‬ ْ ُ َ ْ ُ َّ ‫اد َك‬ ُ َ‫َك بِ ِه ِعب‬
َ ‫َسأَل‬
.‫اب النَّا ِر‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َح َسنَةً َوفي اآلخ َرة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ‬
ِ ‫ان وإِيتآ ِئ ِذي الْ ُقربى وي ْنهى ع ِن الْ َفح َش‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْب ْغ ِي يَِعظُ ُك ْم‬ ْ َ َ ََ َْ َ َ ِ ‫ إِ َّن اهللَ يَأ ُْم ُر ُك ْم بِال َْع ْد ِل َواْ ِإل ْح َس‬،‫اهلل‬
ِ ‫اد‬ َ َ‫ِعب‬
ِ ‫َذ ْكر‬
.‫اهلل أَ ْكَب ُر‬ ِ ِ ِ ِ ْ َ‫ فَاذْ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم واسأَلُوهُ ِمن ف‬.‫لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرو َن‬
ُ ‫ضله ُي ْعط ُك ْم َول‬ ْ ْ ْ َ ْ ْ َ َْ َ َ ُ ُْ ْ َ
27
Wujudkan Kejayaan Umat Dengan Kemurnian Tauhid

Oleh: Muhammad Ihsan Zainuddin

‫ َم ْن‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِِ ِ ِ ِِ


َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ َو َنعُوذُ ب‬،‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَعنُهُ َونَ ْسَت ْغف ُرهُ َونَ ْسَت ْهديْه‬ َ ‫إِ َّن ال‬
.ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬َّ ‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َوأَ ْش َه ُد أ‬.ُ‫ي لَه‬ ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ ِ ‫ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م‬
َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ ُ َ
‫ َو َب ْع ُد؛‬.‫َحيِنَا اَللَّ ُه َّم َعلَى ُسنَّتِ ِه َوأ َِم ْتنَا َعلَى ِملَّتِ ِه‬ ِ ْ ‫اَللَّه َّم ص ِّل وسلِّم وبا ِر ْك َعلَى مح َّم ٍد و َعلَى آلِ ِه وأ‬
ْ ‫ َوأ‬.‫َص َحابِه‬ َ َ َُ ََ ْ َ َ َ ُ
.‫يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬

Amma ba’du, kaum muslimin yang berbahagia!


Saya mewasiatkan kepada Anda sekalian dan juga kepada diri saya sendiri untuk selalu menjaga
dan meningkatkan taqwa yang hakiki kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, sebab inilah wasiat
yang disampaikan Allah kepada generasi terdahulu dan juga generasi yang akan datang:

“Dan kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dan sungguh kami
telah mewasiatkan kepada orang-orang ahlulkitab sebelum kalian dan kepada kalian agar kalian
bertaqwa kepada Allah. Dan jika kalian kafir maka sesungguhnya kepunyaan Allah segala yang
ada di langit dan yang ada di bumi ...” (An-Nisa: 131).

Hadirin yang dimuliakan Allah!


Sesungguhnya Tauhid yang murni dan bersih adalah inti ajaran dari semua risalah samawiyah
yang diturunkan Allah Ta’ala. Ia adalah tiang penopang yang menegakkan bangunan Islam. Ia
adalah syi’ar Islam yang terbesar yang tak dapat terpisahkan dari Islam itu sendiri. Inilah pesan
utama Allah kepada Rasulnya yang diutus kepada ummat manusia.

“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang rasul (untuk menyampaikan):
Sembahlah (oleh kalian) akan Allah dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36)
Itulah misi utama para Rasul; menegakkan penyembahan dan penghambaan hanya kepada Allah
serta menafikan dan menjauhi segala bentuk thaghut. Dan yang dimaksud dengan thaghut adalah
segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melampaui batas-batas yang seharusnya tak
boleh ia langgar, baik berupa sesembahan, panutan dan ikutan. Sehingga thaghut setiap
kaum/komunitas adalah siapapun yang mereka jadikan sumber dasar hukum selain Allah dan
RasulNya, yang mereka jadikan Tuhan selain Allah Subhannahu wa Ta'ala , yang mereka ta’ati
meskipun dimurkai dan tidak diridloi Allah Ta’ala.

“Tidakkah engkau melihat kepada orang-orang yang menyangka bahwa mereka telah beriman
kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan yang diturunkan sebelummu, (padahal) mereka
ingin bertahkim (mengambil hukum) dari thaghut padahal sungguh mereka telah diperintah
untuk kafir kepadanya.” (An-Nisa: 60)
Kedua unsur penting inilah yang terangkai dalam kalimat suci La ilaha illallah; tiada Tuhan yang
berhak disembah selain Allah.

Hadirin para hamba Allah yang berbahagia!


Di atas kalimat Tauhid yang murni dan mulia itulah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
membangun ummatnya, di atas landasan yang kokoh itulah beliau menegakkan da’wah, dari
situlah beliau menegakkan generasi yang hanya meng-Esa-kan Allah Yang Maha Esa dan
membebaskan diri mereka dari cengkraman makhluq-makhluq lain yang dianggap sekutu bagi
Allah Ta’ala.

Dan ketika seorang Muwahhid mengucapkan dan melantunkan kalimat Tauhid itu, maka
seharusnya ia meyakini dua hal yang menjadi tujuan dari kalimat suci tersebut. Apa dua tujuan
itu?
Tujuan pertama adalah menegakkan yang haq dan member-sihkan yang bathil. Sebab makna
yang sesungguhnya dari kalimat la ilah Illallah itu adalah tidak ada yang berhak untuk disembah
selain Allah. Sehingga segala sesuatu selain Allah adalah bathil dan tidak berhak mendapatkan
hak-hak ilahiyyah (hak-hak untuk disembah). Dan lihatlah bagaimana Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam membersihkan Jazirah Arab dari kotoran-kotoran dan kekuasaan thoghut dan
patung-patung sesembahan. Ingatlah bagaimana batu besar saat itu yang bernama Hubal yang
dikelilingi 360 berhala dihancurkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dengan tangan
beliau yang mulia pada saat beliau memasuki kota Makkah dengan penuh kemenangan. Dan
semua itu beliau seraya mengulang-ulang firman Allah:

“Dan Katakanlah (wahai Muhammad) telah datang Al-Haq dan hancurlah yang bathil.
Sesungguhnya yang bathil itu pasti hancur.” (Al-Isra’: 81)
Kemudian tujuan yang kedua adalah untuk mengatur dan meluruskan perilaku manusia agar
selalu dalam lingkaran Tauhid yang murni kepada Allah yang terpancar dari kalimat Tauhid.
Agar semua tindak-tanduk manusia dilandasi oleh keyakinan bahwa Allah-lah satu-satunya
Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dan agar kalimat Tauhid itu dapat “berhasil guna” dalam mengatur perilaku manusia maka ada
tujuh syarat yang harus dipenuhi, yaitu: al-’ilm (mengetahui) maknanya yang benar, al-yaqin
(meyakini) kandungan-nya tanpa ada keraguan, al-ikhlas (ikhlas) tanpa ternodai oleh syirik, ash-
shidq (membenarkan) tanpa mendustakannya, al-qabul (menerimanya) dengan penuh kerelaan
tanpa menolaknya, tunduk pada konsekwensi kalimat Tauhid (al-inqiyad), dan semua itu harus
dilandasi dengan al-mahabbah (cinta) kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala .

Bila ketujuh syarat tersebut telah terpenuhi maka insya’ Allah seluruh ibadah dan amal kita akan
selalu terhiasi dan diterangi oleh kemurnian Tauhid, sehingga semuanya dikerjakan hanya karena
Allah, tidak ada lagi permintaan tolong selain kepada Allah, tidak ada lagi tawakkal kecuali
kepada Allah, tidak ada lagi pengharapan dan rasa takut selain kepada Allah, tidak ada lagi
kekuatan selain pertolongan Allah. Dari sinilah, seorang muwahhid akan merasakan dari lubuk
hatinya yang terdalam bahwa segala sesuatu selain Allah adalah lemah dan tidak berdaya. Maka
ia tidak lagi takut kebengisan dan kekuatan para makhluq, tidak lagi terpedaya oleh kilau
duniawi, dan baginya tidak mungkin ada yang dapat manandingi Allah, tidak ada yang dapat
menghalangi apapun yang dikehendaki Allah Subhannahu wa Ta'ala . Sehingga baginya
bergantung kepada selain Allah adalah suatu kelemahan dan berharap kepada selain Allah adalah
sebuah kesesatan:
“Dan bagi Allah-lah segala hal ghaib yang ada di langit dan di bumi, dan kepadaNya-lah segala
perkara dikembalikan.” (Hud: 123).

Dari sini jelaslah perbedaan yang sangat jauh antara seorang Muwahhid dengan seorang
musyrik. Seorang muwahhid adalah orang yang mengetahui Dzat yang menciptakannya sehingga
ia pun beribadah dan menghamba padaNya dengan sebenar-benarnya. Sebaliknya seorang
musyrik adalah orang yang buta mata hatinya, kehilangan arah dan jauh meninggalkan Dzat yang
melimpahkan ni’mat padanya. Na’udzu billah min dzalik.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!


Sejak dahulu hingga sekarang, begitu banyak manusia yang tersesatkan oleh keyakinan berbilang
“tuhan” yang disembah, yang dapat dimintai pertolongan, yang dapat dijadikan sumber hukum
dan yang berhak mendapatkan kekhususan-kekhususan ilahiyah. Dan keyakinan ini adalah
sebuah kesesatan yang nyata yang telah diperangi oleh Islam dengan keras. Sehingga tidaklah
mengherankan bila Tauhid yang murni kemudian menjadi syi’ar terpenting Islam yang selalu ada
dalam aspek I’tiqad dan amaliyah. Dengan syi’ar inilah Islam dikenal bahkan karenanya Islam
diperangi. Seputar syi’ar ini pula lah pertentangan antara ahlul haq dan ahlul bathil terus
berlanjut.

“Sesungguhnya Tuhan kalian benar-benar satu. Tuhan (yang menciptakan, mengatur dan
menguasai) langit dan bumi serta yang ada di antara keduanya ...” (Ash-Shaffat: 4-5).
Dan sesungguhnya kemunduran dan musibah-musibah yang selama ini menimpa umat Islam
adalah disebabkan mereka tidak lagi memperhatikan syi’ar yang penting ini. Lemahnya ikatan
tauhid dalam jiwa-jiwa mereka adalah sebab utama dari berbagai kekalahan kaum muslimin dan
kemenangan musuh-musuh mereka yang kita saksikan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Banyak di antara kaum muslimin yang tenggelam dalam kebodohan terhadap tauhid ini,
sehingga mereka mendatangi penghuni-penghuni kubur, berdoa didepan batu-batu nisannya,
meminta pertolongan penghuninya saat susah dan sedih. Bahkan lebih dari itu, seringkali mereka
memuji dan mengagungkan panghuni kubur itu dengan ungkapan-ungkapan yang hanya pantas
diberikan kepada Allah Rabbul ’alamin.

Dikarenakan lemahnya keyakinan akan pertolongan Allah, banyak di antara kaum muslimin
yang kemudian menggunakan jimat dengan menggantungkan di tubuh mereka karena yakin hal
itu akan mendatangkan keselamatan dan menghindarkannya dari marabahaya. Padahal Allah
telah menegaskan:
“Dan jika Allah menimpakan musibah atasmu maka tidak ada yang dapat menyingkapnya selain
Ia, dan jika Ia memberikan kebaikan padamu maka Ia Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.” (Al-
An’am: 17).
Dan suatu hari Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam pernah melihat lelaki yang mengenakan jimat
di tangannya, lalu beliau berkata:

َّ ‫ك ل َْو ِم‬ ِ
َ ‫ت َو ِه َي َعلَْي‬
َ ‫ك َما أَ ْفلَ ْح‬
.‫ت أَبَ ًدا‬ َ َّ‫انْ ِز ْع َها فَِإ َّن َها الَ تَ ِزيْ ُد َك إِالَّ َو ْهنًا فَِإن‬
“Cabutlah (benda itu) karena ia hanya akan semakin membuatmu lemah/takut. Karena
sesungguhnya jika engkau mati dalam keadaan memakainya maka engkau tidak akan beruntung
selamanya.” (HR. Ahmad dengan sanad “la ba’sa bih”).
Dan juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
bersabda:

.‫َم ْن َت َعلَّ َق تَ ِم ْي َمةً َف َق ْد أَ ْش َر َك‬

“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat) maka sungguh ia telah berbuat syirik.” Di
antara kaum muslimin juga terdapat orang yang terfitnah oleh para tukang sihir dan peramal
yang katanya dapat meramal masa depan, padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam yang mulia
telah menyatakan:

.‫د َك َف َر بِ َما أُنْ ِز َل َعلَى ُم َح َّم ٍد‬#ْ ‫ص َّدقَهُ بِ َما َي ُق ْو ُل َف َق‬ ِ


َ َ‫َم ْن أَتَى َع َّرافًا أ َْو َكاهنًا ف‬
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun lalu mempercayai apa yang
dikatakannya, maka sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan pada Muhammad.”
(HR. Abu Dawwud, An-Nasai, At-Tirmidzy, Ibnu Majah dan Al-Hakim)

‫ أَ ُق ْو ُل َق ْولِ ْي َه َذا‬.‫ْح ِك ْي ِم‬ ِّ ‫ات َو‬


َ ‫الذ ْك ِر ال‬
ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬
َ َ َ ْ َ ْ َ َ
ِ ِ ِ
َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬
.‫الر ِح ْي ُم‬
َّ ‫ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬،ُ‫اسَتغْ ِف ُر ْوه‬ ٍ ْ‫َسَتغْ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِي َولَ ُك ْم َولِ َسائِ ِر ال ُْم ْسلِ ِم ْي َن ِم ْن ُك ِّل ذَن‬
ْ َ‫ ف‬.‫ب‬ ْ ‫َوأ‬
ْ
Khutbah kedua:

ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬


َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬
َ ‫إِ َّن ال‬
َ ْ‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ ِ‫م‬
ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُده‬ َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ
‫ أ ََّما َب ْع ُد؛‬.‫ص ْحبِ ِه‬ ِِ ٍ
َ ‫السالَ ُم َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو‬ َّ ‫الصالَةُ َو‬
َّ ‫ َو‬.ُ‫َو َر ُس ْولُه‬

Kaum muslimin yang berbahagia!


Semua yang saya sebutkan di atas adalah sekedar contoh terhadap model-model kesyirikan yang
dilakukan sebagian kaum muslimin. Dalam kenyataan sehari-hari kita akan menemukan model-
model lain dari perilaku syirik itu dalam berbagai aspek kehidupan kaum muslimin, yang
kemudian disadari atau tidak menyebabkan lemahnya keyakinan mereka terhadap kemaha-
besaran, kemahakuasaan, kemahaperkasaan Allah. Karena Tauhid mereka lemah, maka
merekapun tidak begitu yakin lagi dengan pertolongan Allah, sehingga dengan amat sangat
mudahnya musuh-musuh mereka menyebarkan rasa takut lalu mengalahkan mereka.

Dengan demikian telah jelaslah, bahwa rahasia kejayaan kaum muslimin terletak pada sejauh
mana mereka menegakkan Tauhid yang murni dalam segala kehidupan mereka. Bukankah
kejayaan dan kemengangan itu telah diraih oleh generasi pendahulu ummat ini, ketika mereka
telah terlebih dahulu menghujam nilai-nilai Tauhid tersebut ke dalam kalbu mereka? Bukankah
kejayaan dan kecemerlangan itu mereka dapatkan ketika mereka meyakini bahwa misi utama
mereka adalah mengeluarkan ummat manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk
menuju penghambaan hanya kepada Sang khaliq?

Oleh sebab itu, bila kita sekalian bertekad mengulang kembali kesuksesan dan kejayaan generasi
As-Salaf Ash-Shaleh itu, maka tidak ada jalan lain selain menapaki jejak mereka; menegakkan
kemurnian Tauhid dalam pribadi kita masing-masing. Imam Malik v pernah bertutur:

.‫صلُ َح بِ ِه أ ََّول َُها‬ ِ ِِ ِ


َ ‫صلُ ُح آخ ُر َهذه اْأل َُّمة إِالَّ بِ َما‬
ْ َ‫الَ ي‬
“Generasi akhir ummat ini tak akan baik kecuali dengan (jalan hidup) yang telah menjadikan
baik generasi pendahulunya.”

Kaum muslimin yang berbahagia!


Akhirnya, semoga kita sekalian terpanggil untuk mengem-balikan kejayaan dan kehormatan
ummat Islam. Semoga kita sekalian tergugah untuk menebarkan rahmat Islam yang dibangun di
atas kemurnian Tauhid ke seluruh penjuru dunia, sehingga terwujudlah kehidupan yang diridloi
oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala . Amin.

‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد‬ ِ ِ ِ ِ


َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫صلُّ ْوا َعلَْيه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسل ْي ًما‬ َ ‫ يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامُن ْوا‬،‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‬
َ ُ‫إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ ي‬
‫ َوبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‬
ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫صلَّْي‬ ٍ
َ ‫آل ُم َح َّمد َك َما‬ ِ ‫و َعلَى‬
َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ِ ‫ت َعلَى إِ ْبراه ْيم و َعلَى‬ ٍ ِ
ُ ‫ اَللَّ ُه َّم ا ْغف ْر لل‬.‫ك َحم ْي ٌد َمج ْي ٌد‬
‫ْم ْسلم ْي َن‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َراه ْي َم‬ ََ َ َ ‫آل ُم َح َّمد َك َما بَ َار ْك‬
‫ُك ِم َن الْ َخ ْي ِر ُكلِّ ِه َما َعلِ ْمنَا ِم ْنهُ َو َما‬ ِ ‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو‬
َ ‫ اَللَّ ُه َّم إِنَّا نَ ْسأَل‬.‫ات‬ ِ ِ ِِ ِ ِ
َ َْ َ ْ ‫َوال ُْم ْسل َمات َوال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل‬
ً‫الد ْنيَا َح َسنَة‬ُّ ‫ َر َّبنَا آتِنَا فِي‬.‫آم ْن ُه ْم فِ ْي أ َْوطَانِ ِه ْم‬ ِ ‫ال الْمسلِ ِمين وأَر ِخص أَسعارهم و‬ ِ ‫ اَللَّهم أ‬.‫لَم َنعلَم‬
َ ْ ُ َ َ ْ ْ ْ َ َ ْ ْ ُ َ ‫َح َو‬ ْ ‫َصل ْح أ‬ ْ َُ ْ ْ ْ
.‫اب النَّا ِر‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َوفي اآلخ َرة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ‬
ِ ‫ان وإِيتآ ِئ ِذي الْ ُقربى وي ْنهى ع ِن الْ َفح َش‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْبغْ ِي يَِعظُ ُك ْم‬ ْ َ َ ََ َْ َ َ ِ ‫ إِ َّن اهللَ يَأ ُْم ُر ُك ْم بِال َْع ْد ِل َواْ ِإل ْح َس‬،‫اهلل‬
ِ ‫اد‬َ َ‫ِعب‬
ِ ‫َذ ْكر‬
.‫اهلل أَ ْكَب ُر‬ ِ ِ ِ ِ ْ َ‫ فَاذْ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم واسأَلُوهُ ِمن ف‬.‫لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرو َن‬
ُ ‫ضله ُي ْعط ُك ْم َول‬ ْ ْ ْ َ ْ ْ َ َْ َ َ ُ ُْ ْ َ

28
Mengemis Bukan Tradisi Islam

Oleh: M. Rusydi

ِ ‫ اَلْو‬،‫ أَ ْشه ُد أَ ْن الَ إِلَه إِالَّ اهلل‬.‫اَحْل م ُد لِلَّ ِه مَحْ ًدا َكثِيرا َكما أَمر فَا ْنَتهوا ع َّما َنهى عْنه وح َّذر‬
‫ َوأَ ْش َه ُد‬،‫اح ُد الْ َق َّهاُر‬ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ْ ُ ََ َ ًْ َْ
ِ‫اهلل وسالَمه علَي ِه وعلَى آلِِه وصحبِ ِه ومن تبِع هداه إِىَل يوم‬ ِ
َْ ُ َ ُ َ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ ُ َ َ ‫ات‬ َ َ‫ ف‬.‫ َسيِّ ُد اْأل َْبَرا ِر‬،ُ‫َن حُمَ َّم ًدا َعْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬
ُ ‫صلَ َو‬ َّ ‫أ‬
‫ أ ََّما َب ْع ُد؛‬.‫ُّش ْو ِر‬ ِ ‫الْبع‬
ُ ‫ث َوالن‬ َْ
ِ ‫ أُو ِصي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى‬،‫اهلل‬
.‫اهلل َف َق ْد فَ َاز الْ ُمَّت ُق ْو َن‬ ِ ‫َفيا ِعباد‬
َ َ َْ ْ ْ ََ َ
Saudara-saudara kaum muslimin, jamaah jum’ah yang berbahagia!
Sudah sering kita melihat antrian peminta-minta baik yang datang kerumah-rumah, di tengah
jalan ataupun yang sudah punya jadwal mingguan tersendiri yaitu pada hari jum’ah, tatkala para
jamaah bubar dan selesai melaksanakan shalat jum’ah mereka berbondong-bondong mencegat
setiap orang untuk dimintai sedekah dan anehnya hal ini bukan suatu yang tabu lagi bagi
kalangan ummat Islam, Mungkin karena selalu mendapat santunan yang sudah dapat menutupi
sebagian kebutuhan hidup mereka ditambah mudahnya pekerjaan ini didapatkan sehingga profesi
sebagai pengemis ini pun menjamur dimana-mana bahkan menjadi sumber mata pencaharian
hidup.
Yang sering menimbulkan salah faham adalah adanya ungkapan: “Jangan memberi sedekah
kepada peminta-minta!”, kenapa kita dilarang memberikan sedekah kepada mereka?, padahal
agama selalu menganjurkan untuk selalu memberi sedekah, bahkan Allah telah menggambarkan
betapa besarnya pahala bagi orang yang suka bersedekah. Sebagaimana firmanNya yang
berbunyi.

Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan


hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.
Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui”. (Al-Baqarah: 261)

Islam mencela pengangguran dan peminta-minta


Agama Islam yang bersifat universal tidak saja berbicara masalah ritual dan spiritual tapi juga
menyoroti segala permasalahan sosial yang selalu dihadapi ummat manusia. Salah satunya
adalah masalah pengangguran dan peminta-minta yang sangat dicela oleh Islam, sebab hal ini
merugikan masyarakat.

Pertama, pengangguran dan peminta-minta menyebabkan tenaga manusia bersifat konsumtif,


tidak produktif akibatnya mereka menjadi beban masyarakat.

Kedua, pengangguran dan peminta-minta adalah sumber kemiskinan, sedangkan kemiskinan


merupakan bumi yang subur bagi tumbuh dan berjangkitnya berbagai macam kejahatan.

Karena itulah Islam sangat menentang pengangguran dan mencela orang-orang yang tidak mau
bekerja padahal sebenarnya mereka mampu bekerja.

Memberantas kemiskinan
Islam yang datang sebagai pembebas bagi seluruh ummat manusia selalu menganjurkan bagi
setiap pengikutnya untuk memberikan sedekah, bahkan sedekah dengan predikat zakatpun sudah
menjadi kewajiban. Dan Islam sendiri mempunyai tujuan tertentu dalam bidang harta dintaranya
adalah memberantas kemiskinan secara bertahap, melarang hidup dalam kehinaan serta
mendistribusikan keadilan secara merata.
Bukan Tradisi Islam
Islam mengajarkan kita untuk selalu bersedekah dan memberikan pertolongan kepada orang
yang memerlukan tetapi Islam tidak mengajarkan pengikutnya menjadi peminta-minta atau
pengemis, bahkan Rasulullah sendiri pernah menjelaskan bahwa orang yang membawa tambang
pergi kegunung mencari kayu lalu dijual untuk makan dan bersedekah lebih baik dari pada
meminta-minta kepada orang, sebagaimana sabdanya yang berbunyi:

‫ب َعلَى ظَ ْه ِر ِه َخْيٌر لَهُ ِم ْن أَ ْن يَأْيِت َ َر ُجالً َفيَ ْسأَلُهُ أ َْعطَاهُ أ َْو‬ ِ ِِ ِ ِ ِ


َ ‫َوالَّذ ْي َن ْفس ْي بيَده ألَ ْن يَأْ ُخ َذ أ‬
ُ ‫َح ُد ُك ْم َحْبلَهُ َفيَ ْحتَط‬
.)‫ (أخرجه البخاري‬.ُ‫َمَن َعه‬
Artinya: “Demi jiwaku yang berada di tanganNya sungguh seseorang yang mengambil tali di
antara kalian kemudian dia gunakan untuk mengangkat kayu di atas punggungnya lebih baik
baginya daripada ia mendatangi orang kemudian ia meminta-minta kepadanya yang terkadang ia
diberi dan terkadang ia tidak diberi olehnya”. (HR. Al-Bukhari)

Dan beliau juga memberikan uswah kepada kita agar jangan meminta pertolongan selama kita
masih mampu untuk mengerjakannya.
Bukan berarti kita ingin menghindari kewajiban kita sebagai muslim dan sebagai makhluk sosial,
yang walau bagaimanapun diantara mereka yang meminta-minta tersebut memang pantas
mendapatkan sedekah, tetapi kita hanya berhati-hati agar jangan sampai terjerumus dan terjebak
pada orang-orang yang hanya menggunakan pekerjaan mengemis sebagai topeng dan menampak
luaskan kemiskinan dan terlebih lagi yang kita takutkan adanya anggapan bahwa Islam adalah
agama bagi orang miskin dan terbelakang.

Oleh karenanya hendaklah para da’i atau pendakwah Islam tidak hanya membatasi dakwahnya
dalam masalah ritual dan spiritual belaka, karena Islam tidak hanya terbatas pada hubungan
vertikal antara Tuhan dan manusia tapi Islam juga mengajarkan hubungan horisontal yaitu
hubungan antara manusia, sehingga jika sistem keseimbangan yang diajarkan ini benar-benar
diterapkan akan dapat menciptakan masyarakat yang baik atau baldatun thoyyibatun wa rabbun
ghafur.

Kesimpulan
Dari keterangan-keterangan ini jelaslah saudara-saudara!, bahwa Islam sangat mencela orang
yang tak mau berusaha dan hanya bisa meminta-minta, apalagi dengan berdalih bahwa pekerjaan
mengemis kepengemisan dan kemiskinan itu sudah ditakdirkan Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda:

‫ (الرتمذي وابن‬.‫اصا َوَتُر ْو ُح بِطَانًا‬ ‫مِخ‬ ِِ ِ


ً َ ‫لَ ْو أَنَّ ُك ْم َتَت َو َّكلُ ْو َن َعلَى اهلل َح َّق َت َو ُّكله لََر َزقَ ُك ْم َك َما َي ْر ُز ُق الطَّْيَر َت ْغ ُد ْو‬
)‫ماجه‬.
Artinya: “Sekiranya kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, tentu
Allah memberi rizki kepadamu, seperti halnya Allah memberikan rizki kepada burung yang
pergi dalam keadaan lapar, tetapi pulang dalam keadaan kenyang”. (HR. , Ahmad, At-Tirmidzi
dan Ibnu Majah shahih dan Al-Hakim dari Umat)

Kemudian bagi orang-orang kaya jangan hanya bisa menumpuk harta dan berfoya-foya tanpa
peduli bahwa di dalam harta mereka terdapat hak peminta-minta dan orang yang hidup di dalam
kekurangan, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh surah Adz-Dzariyat ayat 19 yang berbunyi:

Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang-orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bagian”. (Adz-Dzariyat: 19).
Bahkan kalau kita telaah kembali beberapa ayat Al-Qur’an yang turun di Mekkah sangat
mengecam arogansi orang-orang kaya Mekkah yang tidak perduli terhadap fakir, miskin, dan
anak-anak yatim. Allah menegaskan dalam firmanNya:

Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Itulah orang yang menghardik anak
yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”. (Al-Ma’un: 1-3).
Dalam ayat di atas sangat jelas bahwa orang yang mendustakan agama / hari Qiamat disejajarkan
dengan orang yang mencampakkan anak yatim dan tidak menganjurkan orang lain untuk
menyantuni fakir miskin. Betapa hinanya derajat orang yang seperti ini dan tak ada tempat yang
lebih layak baginya selain kawah api Neraka yang membara.

ِ ِ ‫ أ‬. ِ‫السائِل‬ ِِ ِ‫ِ ِ هِت‬ ِِ ِِ ِ


ْ َ ‫َج َعلَنَا اهللُ َوإِيَّا ُك ْم م َن الْ ُم ْؤمننْي َ الْ َكاملنْي َ الْ ُم َؤ ِّديْ َن ل َواجبَا ْم َم َع الْ ُم ْخلصنْي َ َّ نْي‬
ْ ‫َسَت ْغف ُر اهللَ الْ َعظْي َم يِل‬
‫ب إِلَْي ِه‬ ِ
ُ ‫ولَ ُك ْم الَّذ ْي الَ إِلَهَ إِالَّ ُه َو احْلَ ُّي الْ َقُّي ْو ُم َوأَُت ْو‬.َ
Khutbah Kedua

َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أ َْع َمالِنَا‬ ِ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬
ََ ْ َ ِ ِ ِ ِ ِِ
ْ ُ ْ ‫إ َّن احْلَ ْم َد للَّه حَنْ َم ُدهُ َونَ ْستَعْينُهُ َونَ ْسَت ْغفُر ْه َو َنعُوذُ ب‬
ِ
ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ ِ‫م‬
َ ْ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬
ُ‫َن حُمَ َّم ًدا َعْب ُده‬ َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ
‫ يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن ءَ َامنُوا‬: ‫ قَ َال َت َعاىَل‬.‫َص َحابِِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِْي ًما َكثِْيًرا‬ ِِ ٍ
ْ ‫صلَّى اهللُ َعلَى نَبِِّينَا حُمَ َّمد َو َعلَى آله َوأ‬ َ ُ‫َو َر ُس ْولُه‬
َّ ِ ِ ِ ِِ
‫{و َمن‬ َ :‫{و َمن َيتَّق اهللَ جَيْ َعل لهُ خَمَْر ًجا} َوقَ َال‬ َ : ‫ قَ َال َت َعاىَل‬.‫َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاته َوالَ مَتُْوتُ َّن إالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسل ُم ْو َن‬
ِ ِِ
}‫َجًرا‬ْ ‫َيت َِّق اهللَ يُ َكف ِّْر َعْنهُ َسيِّئَاته َويُ ْعظ ْم لَهُ أ‬
‫ص ِّل َعلَى حُمَ َّم ٍد‬ ِ ِ
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫صلُّ ْوا َعلَْيه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلْي ًما‬
ِ
َ ‫ يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن ءَ َامُن ْوا‬،ِّ ‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّيِب‬
ِ
َ ُ‫إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ ي‬
‫ َوبَا ِر ْك َعلَى حُمَ َّم ٍد َو َعلَى ِآل‬.‫َّك مَحِ ْي ٌد جَمِ ْي ٌد‬ ِ ِ
َ ‫ إِن‬،‫ت َعلَى إِْبَراهْي َم َو َعلَى ِآل إِْبَراهْي َم‬ َ ‫صلَّْي‬
ٍ ِ
َ ‫َو َعلَى آل حُمَ َّمد َك َما‬
ِ ‫ اَللَّه َّم ا ْغ ِفر لِْلمسلِ ِم والْمسلِم‬.‫َّك مَحِ ي ٌد جَمِ ي ٌد‬ ِ ِ ِ ٍ
‫ات‬ َ ْ ُ َ َ ‫ْ ُ ْ نْي‬ ُ ْ ْ َ ‫ إِن‬،‫ت َعلَى إِْبَراهْي َم َو َعلَى آل إِْبَراهْي َم‬ َ ‫حُمَ َّمد َك َما بَ َار ْك‬
.‫ك ِم َن اخْلَرْيِ ُكلِّ ِه َما َعلِ ْمنَا ِمْنهُ َو َما مَلْ َن ْعلَ ْم‬ ِ ‫ات اْألَحي ِاء ِمْنهم واْألَمو‬ ِ َ‫والْمؤ ِمنِ والْمؤ ِمن‬
َ ُ‫ اَللَّ ُه َّم إِنَّا نَ ْسأَل‬.‫ات‬ َ ْ َ ْ ُ َْ ْ ُ َ َ ‫َ ُ ْ نْي‬
ِ ‫الد ْنيا حسنَةً ويِف‬
‫اآلخَر ِة‬ ‫ِ يِف‬ ِ‫هِن‬ ‫ِ يِف‬ ِ ِِ ِ ‫اَللَّهم أ‬
َ َ َ َ ُّ ‫ َربَّنَا آتنَا‬.‫َس َع َار ُه ْم َوآمْن ُه ْم ْ أ َْوطَا ْم‬ ْ‫صأ‬ ْ ‫َح َو َال الْ ُم ْسلمنْي َ َوأ َْرخ‬ ْ ‫َصل ْح أ‬ْ َُ
‫اب النَّا ِر‬ ِ
َ ‫ح َسنَةً َوقنَا َع َذ‬. َ
ِ ‫ان وإِيتآ ِئ ِذي الْ ُقر ويْنهى ع ِن الْ َفحش‬
‫آء َوالْ ُمن َك ِر َوالَْب ْغ ِي يَعِظُ ُك ْم‬ ِ ‫ِعباد‬
َْ َ َ َ َ ‫ْ ىَب‬ َ َ ِ ‫ إِ َّن اهللَ يَأْ ُمُر ُك ْم بِالْ َع ْد ِل َواْ ِإل ْح َس‬،‫اهلل‬ ََ
ِ ‫ضلِ ِه يع ِط ُكم ولَ ِذ ْكر‬ ِ ِ
‫اهلل أَ ْكَبُر‬ ُ َ ْ ْ ُ ْ َ‫اسأَلُْوهُ م ْن ف‬ ْ ‫ فَا ْذ ُكُروا اهللَ الْ َعظْي َم يَ ْذ ُك ْر ُك ْم َو‬.‫لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكُر ْو َن‬

29
Menghadapi Kenakalan Anak Dalam Rumahtangga

Oleh: Nafisah Amron

َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ َ ْ‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬ ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ ِ‫م‬
ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُده‬ َ ‫ضللْهُ فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ
ِ ِ ‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى‬ ِ
َ‫ يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهلل‬:‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫اهلل َف َق ْد فَ َاز ال ُْمَّت ُق ْو َن‬ َ َ َ ْ ‫َّاس أ ُْو‬ ُ ‫ يَا أ َُّي َها الن‬.ُ‫َو َر ُس ْولُه‬
ِ ‫سو‬
‫اح َد ٍة‬ ِ َّ َ َ‫ ق‬.‫َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬
َ ٍ ‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف‬ ُ ‫ يَا أ َُّي َها الن‬:‫ال َت َعالَى‬
ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ‫و َخلَ َق ِم ْنها َزوجها وب‬
‫ام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم‬ َ ‫آءل ُْو َن بِه َواْأل َْر َح‬ َ ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي تَ َس‬ ً ‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َس‬ ََ ََ ْ َ َ
‫ر لَ ُك ْم ذُ ُن ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع‬#ْ ‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغ ِف‬ ِ ِ
ْ ُ‫ ي‬.‫ يَا أ َُّي َها الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‬.‫َرق ْيبًا‬
ِ
.‫د فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬#ْ ‫اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق‬
‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر‬ ٍ ِ ِ ِ ‫َص َد َق ال‬
َ ‫ي ُم َح َّمد‬ ُ ‫ َو َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد‬،َ‫اب اهلل‬ ُ َ‫ْحديث كت‬ َ ْ ‫أ ََّما َب ْع ُد؛ فَِإ َّن أ‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّم ٍد‬ ِ ٍ َ ‫ضالَلَةٌ و ُك َّل‬
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ضالَلَة في النَّا ِر‬
ٍ ِ ٍِ
َ َ ‫ُم ْح َدثَا ُت َها َو ُك َّل ُم ْح َدثَة ب ْد َعةٌ َو ُك َّل ب ْد َعة‬
.‫ان إِلَى َي ْوِم ال ِْقيَ َام ِة‬
ٍ ‫و َعلَى آلِ ِه وص ْحبِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس‬
َ ْ َ ْ ََ َ َ َ
Hadirin jamaah jum’ah yang dirahmati Allah. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala mengutus Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa
Salam guna menyempurnakan keutamaan Akhlak. Termasuk dalam urusan penyempurnaan
akhlak adalah memberi perlakuan yang baik kepada anak, seperti mendidik, berlaku sabar dalam
menghadapi kenakalannya maupun sabar dalam memberi bimbingan sejak masih dalam
kandungan sampai mereka dewasa. Selama ini sebagian orang tua bersikap reaksioner atas
semua tindakan anak, mereka memandang anak sebagai orang dewasa dalam bentuk mini dan
semua semua yang dilakukan harus sesuai dengan kelakuan orang tua. Maka jika anak nakal
yang dilakukan oleh orang tua biasanya adalah mengurung, mengajar, mengisolasi dari
pergaulan, mengurangi uang saku dan sebagainya. Mengapa orang tua tidak bertanya kepada diri
sendiri ada apa dengan anak saya, apa yang kurang dari diri saya. Tidak mengherankan jika
sekarang orang tua banyak yang mengeluh karena anaknya terlibat dan akrab dengan narkoba,
diskotik, minum-minuman keras serta pergaulan bebas. Orang tua selama ini hanya mampu
memberikan ruang dan memenuhi kebutuhan fisiknya sedangkan kebutuhan psikisnya
terabaikan. Bagaimana tidak terabaikan jika mereka hanya dirawat dan dididik oleh pembantu
yang kurang pendidikannya sekalipun ayah ibunya seorang doktor. Bukankah sayang jika
permata hati kita nantinya hanya generasi yang penuh dengan daging tambun sedangkan hatinya
keropos dari nilai-nilai dan ruh agama maupun ilahiyah. Padahal anak sesuai dengan fitrahnya
merupakan amanat Allah yang harus dijaga, dipelihara, dan dirawat dengan kesabaran disertai
dengan tawakkal untuk tetap berdo’a semoga diberi anak-anak yang shalih, bukan cuma cerdas
dan berprestasi di sekolah semata akan tetapi mampu menjadi qurratu a’yun di masa depan.

Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Furqan ayat 74:


“Dan orang-orang yang berkata, Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri dan anak-
anak yang jadi permata hati dan jadikanlah kami pemimpin yang bertaqwa”.

Hadirin jamaah Jum’ah yang berbahagia.


Tidak mengherankan jika Allah selalu berpesan bahwa anak-anak adalah perhiasan.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam adalah sebaik-baik contoh dalam memperlakukan anak.
Bagaimana Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam mengajak cucu-cucunya bermain,
mengajarkan cinta kepada anak-anak kepada para sahabatnya.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ia berkata: “Pernah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
menciumi Hasan putra Ali dimana pada saat itu ada Aqra’ Ibnu Habis Attamimy duduk. Dia lalu
berkata, “Saya mempunyai sepuluh orang anak tidak pernah satupun dari mereka saya cium”.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam melihat kepadanya dan berkata: ‫م ْن الَ َي ْر َح ُم الَ ُي ْر َح ُم‬.َ
“Siapa yang tidak merahmati tidak dirahmati (oleh Allah)” (HR. Al-Bukhari dan muslim).

Mencium anak-anak merupakan salah satu wujud kasih sayang orang tua kepada anak sekaligus
merupakan contoh riil agar anak tidak mencium kepada orang lain yang bukan mahramnya.
Pengalaman orang tua sering mencium anaknya sampai mereka dewasa tidak akan menjadikan
anak-anak mencium orang lain apalagi sampai berbuat zina karena mereka sendiri telah merasa
kecukupan dengan kasih sayang dari orang tua insya Allah mereka akan menjadikan anak-anak
yang diharapkan.

Apa yang sudah dicontohkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menegaskan bahwa:

1. Wajib bagi orang tua menyelenggarakan pendidikan dalam rumah tangganya.

2. Kewajiban tersebut wajar karena Allah menciptakan orang tua yang bersifat mencintai
anak-anaknya. Jadi yang pertama hukumnya wajib, kedua karena orang tua senang
mendidik anak-anaknya. Inilah modal utama bagi pendidikan dalam keluarga itu
dilaksanakan dan apa tujuannya, serta kapan mulainya.

Cinta kepada anak seringkali menyebabkan orang tua membanggakan anaknya. Mereka sering
dengan semangat meluap-luap menceritakan anaknya kepada tamunya atau kawan-kawannya.
Terutama mengenai kecerdasannya, kelucuannya, kepintarannya, keberaniannya dan
kegemasannya. Kadang-kadang cerita ini menjemukan orang yang mendengarkannya.
Sebaliknya tak ada orang yang ingin menceritakan kepada tamunya bahwa anaknya bodoh,
nakal, penakut dan sebagainya.

Anak sering pula menyebabkan orang tua lupa kepada Allah dan RasulNya. Saking sibuknya
mengurus anak-anaknya, mereka bekerja mati-matian mencari uang agar semua permintaan
anaknya dapat terpenuhi. Kadang-kadang permintaan yang tidak masuk akalpun dipenuhi, demi
cintanya kepada anak. Sayang anak tidak jarang menyebabkan orang tua korupsi dan mencuri.
Kadang-kadang karena merasa anak-anaknya kuat, cerdas, juara kelas, pemberani, maka orang
tua merasa hidupnya akan aman. Oleh karena itu mereka mulai meninggalkan Tuhan. Seringkali
orang tua membela anaknya yang berbuat salah sampai orang tua lupa bahwa membela yang
salah adalah pelanggaran aturan Allah.

Orang tua dapat juga menjadi budak anaknya, dikala ia merasa wajib memenuhi segala keinginan
anaknya. Kewibawaan orang tua telah hilang, karena ia kalah dan dibentuk oleh anaknya karena
terlambat atau tidak mampu memenuhi permintaan anaknya. Seperti tidak berani membangunkan
anaknya untuk shalat Subuh karena takut anaknya kaget atau marah.Ayat Al-Qur’an berikut
dapat menjadi renungan untuk kita seperti yang tertera dalam Surat Saba’ ayat 37:
“Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan diri kalian
kepada Kami sedikit pun, tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih.”

Hadirin jamaah Jum’ah yang di berkati Allah.


Berdasarkan ayat tadi bagi orang tua mendidik anak adalah kewajaran, karena kodratnya; selain
itu karena cinta. Mengingat uraian di atas, maka secara sederhana tujuan pendidikan anak di
dalam keluarga ialah agar anak itu menjadi anak yang shalih. Anak seperti itulah yang patut
dibanggakan. Tujuan lain adalah sebaliknya, yaitu agar anak itu kelak tidak menjadi musuh bagi
orang tuanya.

Anak yang saleh dapat mengangkat nama baik orang tuanya, karena anak adalah dekorasi
keluarga dan mendo’akan orang tuanya kelak. Bila tidak mendo’akan orang tua, keshalihannya
telah cukup merupakan bukti amal baik bagi orang tuanya.

Pada suatu waktu orang tua amat susah karena anaknya nakal. Orang tua yang menduduki posisi
terhormat dimasyarakat akan jatuh wibawanya karena anaknya yang nakal. Seorang pemimpin
masyarakat bila anaknya terlibat kenakalan khas remaja masa kini, misalnya terlibat masalah jual
beli obat-obatan terlarang akan jatuh martabatnya dimata masyarakat. Bahkan mungkin saja
orang tua akan dipecat dari jabatannya hanya karena kenakalan anaknya.

Kapankah sebaiknya kita mulai mendidik anak? Jawabannya tidak lain adalah semenjak masih
dalam masa konsepsi. Bahkan dalam Islam dimulai semenjak memilih pasangan hidup,
kemudian saat hamil, saat lahir, saat anak-anak sampai dewasa. Mengenalkan mereka dengan
asma-asma Allah, tentang tauhid, tentang akhlaq dan sebagainya.

Lalu bagaimana jika cara tersebut sudah dilaksanakan dan anak-anak tetap saja nakal? Sabar,
tawakkal dalam menghadapinya adalah obat terbaik sambil tetap berdo’a memohon kepada Allah
agar kenakalannya tidak membawa madlarat bagi dirinya sendiri, orang tuanya dan
masyarakatnya.
‫الر ِح ْي ُم‪.‬‬
‫اسَتغْ ِف ُر ْوهُ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر َّ‬ ‫َسَتغْ ِف ‪#‬ر اهلل لِي ولَ ُكم ولِج ِم ْي ِع الْمسلِ ِم ْين والْمسلِم ِ‬
‫ات ِم ْن ُك ِّل ذَنْ ٍ‬
‫ب‪ .‬فَ ْ‬ ‫ُْ ََ ُْ َ‬ ‫أْ ُ َ ْ َ ْ َ َ‬
‫‪Khutbah kedua:‬‬

‫ات أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَالَ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ض َّل لَه ومن ي ْ ِ‬ ‫مِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ‬ ‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫ص ْحبِ ِه‪ .‬أ ََّما َب ْع ُد؛‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫السالَ ُم َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو َ‬ ‫الصالَةُ َو َّ‬‫َو َر ُس ْولُهُ‪َ .‬و َّ‬
‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صلُّ ْوا َعلَْيه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسل ْي ًما‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬ ‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامُن ْوا َ‬‫إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪َ .‬وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫صلَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َما َ‬ ‫و َعلَى ِ‬
‫َ‬
‫ْم ْسلِ ِم ْي َن‬ ‫ِ‬ ‫آل إِ ْبر ِاه ْيم‪ ،‬إِنَّ َ ِ ِ‬
‫ك َحم ْي ٌد َمج ْي ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم اغفر لل ُ‬ ‫َ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك َ‬‫ِ‬
‫ُك ِم َن الْ َخ ْي ِر ُكلِّ ِه َما َعلِ ْمنَا ِم ْنهُ َو َما‬ ‫ات‪ .‬اَللَّ ُه َّم إِنَّا نَ ْسأَل َ‬‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬
‫َْ َ‬ ‫َوال ُْم ْسل َمات َوال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل ْ َ‬
‫الد ْنيَا َح َسنَةً‬ ‫آم ْن ُه ْم فِ ْي أ َْوطَانِ ِه ْم‪َ .‬ر َّبنَا آتِنَا فِي ُّ‬ ‫ال الْمسلِ ِمين وأَر ِخص أَسعارهم و ِ‬ ‫لَم َنعلَم‪ .‬اَللَّهم أ ِ‬
‫َح َو َ ُ ْ ْ َ َ ْ ْ ْ َ َ ُ ْ َ‬ ‫َصل ْح أ ْ‬‫ْ ْ ْ َُ ْ‬
‫اب النَّا ِر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫َوفي اآلخ َرة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ َ‬
‫ان وإِيتآ ِئ ِذي الْ ُقربى وي ْنهى ع ِن الْ َفح َش ِ‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْب ْغ ِي يَِعظُ ُك ْم‬ ‫ْ‬ ‫َْ ََ َ َ‬ ‫اهلل‪ ،‬إِ َّن اهللَ يَأ ُْم ُر ُك ْم بِال َْع ْد ِل َواْ ِإل ْح َس ِ َ َ‬
‫اد ِ‬ ‫ِعبَ َ‬
‫َذ ْكر ِ‬
‫اهلل أَ ْكَب ُر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرو َن‪ .‬فَاذْ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم واسأَلُوهُ ِمن فَ ْ ِ ِ ِ‬
‫ضله ُي ْعط ُك ْم َول ُ‬ ‫ُ َ َ َْ َ ْ ْ َ ْ ْ ْ‬ ‫َ ْ ُْ‬

‫‪30‬‬
‫‪Anak Shalih Adalah Aset Orang Tua‬‬

‫‪Oleh: Muh. S. Darwis‬‬

‫‪Khutbah Pertama‬‬

‫اهلل َتعالَى ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬


‫ات أَ ْع َمالِنَا‪،‬‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْ ُْ‬ ‫ْح ْم ُد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َونَ ْسَت ْهديْه‪َ ،‬و َنعُوذُ بِ َ‬ ‫اَل َ‬
‫َم يَ ْج َع ِل اهللُ لَهُ نُ ْو ًرا فَ َما لَهُ ِم ْن نُ ْو ٍر‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ‬ ‫ي لَهُ‪َ ،‬و َم ْن ل ْ‬
‫ِ‬
‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬
‫ض َّل لَه ومن ي ْ ِ‬
‫ُ ََ ْ ُ‬
‫من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م ِ‬
‫ُ ُ‬ ‫َْ َ‬
‫ش الَّ ِذيْ َن ل َْو َت َر ُك ْوا ِم ْن‬
‫ال اهللُ َت َعالَى‪َ :‬ولْيَ ْخ َ‬ ‫إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‪ .‬قَ َ‬
‫ض َعافًا‪( .‬النساء‪.)9 :‬‬ ‫َخل ِْف ِهم ذُ ِّريةً ِ‬
‫ْ َ‬
‫َحيِنَا اَللَّ ُه َّم َعلَى ُسنَّتِ ِه َوأ َِم ْتنَا َعلَى ِملَّتِ ِه‪َ .‬و َب ْع ُد؛‬ ‫اَللَّه َّم ص ِّل وسلِّم وبا ِر ْك َعلَى مح َّم ٍد و َعلَى آلِ ِه وأ ْ ِ‬
‫َص َحابِه‪َ .‬وأ ْ‬ ‫َ‬ ‫َُ َ‬ ‫ُ َ َ َ ْ ََ‬
Jamaah jama'ah rahimakumullah
Anak adalah buah hati bagi kedua orang tuanya yang sangat disayangi dan dicintainya.
Sewaktu bahtera rumah tangga pertama kali diarungi, maka pikiran pertama yang terlintas dalam
benak suami istri adalah berapa jumlah anaknya kelak akan mereka miliki serta kearah mana
anak tersebut akan dibawa.
Menurut Sunnah melahirkan anak yang banyak justru yang terbaik. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam bersabda:

.‫َت َز َّو ُجوا ال َْول ُْو َد َوال َْو ُد ْو َد فَِإنِّ ْي ُم َكاثٌِر بِ ُك ْم‬

Artinya: “Nikahilah wanita yang penuh dengan kasih sayang dan karena sesungguhnya aku
bangga pada kalian dihari kiamat karena jumlah kalian yang banyak.” (HR. Abu Daud dan An
Nasa’I, kata Al Haitsamin).

Namun yang menjadi masalah adalah kemana anak akan kita arahkan setelah mereka terlahir.
Umumnya orang tua menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat menjadi anak yang shalih,
agar setelah dewasa mereka dapat membalas jasa kedua orang tuanya. Namun obsesi orang tua
kadang tidak sejalan dengan usaha yang dilakukannya. Padahal usaha merupakan salah satu
faktor yang sangat menentukan bagi terbentuknya watak dan karakter anak. Obsesi tanpa usaha
adalah hayalan semu yang tak akan mungkin dapat menjadi kenyataan.

Bahkan sebagian orang tua akibat pandangan yang keliru menginginkan agar kelak anak-
anaknya dapat menjadi bintang film (Artis), bintang iklan, fotomodel dan lain-lain. Mereka
beranggapan dengan itu semua kelak anak-anak mereka dapat hidup makmur seperti kaum
selebritis yang terkenal itu. Padahal dibalik itu semua mereka kering akan informasi tentang
perihal kehidupan kaum selebritis yang mereka puja-puja. Hal ini terjadi akibat orang tua yang
sering mengkonsumsi berbagai macam acara-acara hiburan diberbagai media cetak dan
elektronik, karena itu opininya terbangun atas apa yang mereka lihat selama ini.

Jamaah jum’at rahimakumullah


Kehidupan sebagian besar selebritis yang banyak dipuja orang itu tidak lebih seperti kehidupan
binatang yang tak tahu tujuan hidupnya selain hanya makan dan mengumbar nafsu birahinya.
Hura-hura, pergaulan bebas, miras, narkoba dan gaya hidup yang serba glamour adalah konsumsi
sehari-hari mereka. Sangat jarang kita saksikan di antara mereka ada yang perduli dengan tujuan
hakiki mereka diciptakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala , kalaupun ada mereka hanya
menjadikan ritualisme sebagai alat untuk meraih tujuan duniawi, untuk mengecoh masyarakat
tentang keadaan mereka yang sebenarnya. Apakah kita menginginkan anak-anak kita menjadi
orang yang jauh dari agamanya yang kelihatannya bahagia di dunia namun menderita di akhirat?
Tentu tidak. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)mereka”
(An Nisa: 9).

Pengertian lemah dalam ayat ini adalah lemah iman, lemah fisik, lemah intelektual dan lemah
ekonomi. Oleh karena itu selaku orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya,
maka mereka harus memperhatikan keempat hal ini. Pengabaian salah satu dari empat hal ini
adalah ketimpangan yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pada anak.

Imam Ibnu Katsir dalam mengomentari pengertian lemah pada ayat ini memfokuskan pada
masalah ekonomi. Beliau mengatakan selaku orang tua hendaknya tidak meninggalkan keadaan
anak-anak mereka dalam keadaan miskin . (Tafsir Ibnu Katsir: I, hal 432) Dan terbukti berapa
banyak kaum muslimin yang rela meninggalkan aqidahnya (murtad) di era ini akibat keadaan
ekonomi mereka yang dibawah garis kemiskinan.

Banyak orang tua yang mementingkan perkembangan anak dari segi intelektual, fisik dan
ekonomi semata dan mengabaikan perkembangan iman. Orang tua terkadang berani melakukan
hal apapun yang penting kebutuhan pendidikan anak-anaknya dapat terpenuhi, sementara untuk
memasukkan anak-anak mereka pada TK-TP Al-Qur’an terasa begitu enggan. Padahal aspek
iman merupakan kebutuhan pokok yang bersifat mendasar bagi anak.
Ada juga orang tua yang menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan bagi anak-anak mereka dari
keempat masalah pokok di atas, namun usaha yang dilakukannya kearah tersebut sangat
diskriminatif dan tidak seimbang. Sebagai contoh: Ada orang tua yang dalam usaha
mencerdaskan anaknya dari segi intelektual telah melaksanakan usahanya yang cukup maksimal,
segala sarana dan prasarana kearah tercapainya tujuan tersebut dipenuhinya dengan sungguh-
sungguh namun dalam usahanya memenuhi kebutuhan anak dari hal keimanan, orang tua terlihat
setengah hati, padahal mereka telah memperhatikan anaknya secara bersungguh-sungguh dalam
segi pemenuhan otaknya.

Jamaah jum’at rahimakumullah.


Karena itu sebagian orang tua yang bijaksana, mesti mampu memperhatikan langkah-langkah
yang harus di tempuh dalam merealisasikan obsesinya dalam melahirkan anak yang shalih. Di
bawah ini akan kami ketengahkan beberapa langkah yang cukup representatif dan membantu
mewujudkan obsesi tersebut:

1. Opini atau persepsi orang tua atau anak yang shalih tersebut harus benar-benar sesuai dengan
kehendak Islam berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ,
bersabda:

.ُ‫صالِ ٍح يَ ْدعُ ْو لَه‬ ٍ ِ ِ ٍ ٍ ٍ ِ ِ ‫إِذَا مات بن‬


َ ‫ص َدقَة َجا ِريَة أ َْو عل ٍْم ُي ْنَت َف ُع بِه أ َْو َولَد‬
َ ،‫آد َم ا ْن َقطَ َع َع َملُهُ إِالَّ م ْن ثَالَث‬
َ ُْ َ َ
Artinya: “Jika wafat anak cucu Adam, maka terputuslah amalan-amalannya kecuali tiga:
Sadaqah jariah atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang shalih yang selalu mendoakannya.”
(HR.Muslim)

Dalam hadits ini sangat jelas disebutkan ciri anak yang shalih adalah anak yang selalu
mendoakan kedua orang tuanya. Sementara kita telah sama mengetahui bahwa anak yang senang
mendoakan orang tuanya adalah anak sedari kecil telah terbiasa terdidik dalam melaksanakan
kebaikan-kebaikan,melaksanakan perintah-perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala , dan menjauhi
larangan-laranganNya. Anak yang shalih adalah anak yang tumbuh dalam naungan DienNya,
maka mustahil ada anak dapat bisa mendoakan orang tuanya jika anak tersebut jauh dari
perintah-perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala dan senang bermaksiat kepadaNya. Anak yang
senang bermaksiat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , jelas akan jauh dari perintah Allah dan
kemungkinan besar senang pula bermaksiat kepada kedua orang tuanya sekaligus.

Dalam hadits ini dijelaskan tentang keuntungan memiliki anak yang shalih yaitu, amalan-amalan
mereka senantiasa berkorelasi dengan kedua orang tuanya walaupun sang orang tua telah wafat.
Jika sang anak melakukan kebaikan atau mendoakan orang tuanya maka amal dari kebaikannya
juga merupakan amal orang tuanya dan doanya akan segera terkabul oleh Allah Subhannahu wa
Ta'ala .
Jadi jelaslah bagi kita akan gambaran anak yang shalih yaitu anak yang taat kepada Allah
Subhannahu wa Ta'ala , menjauhi larangan-laranganNya, selalu mendoakan orang tuanya dan
selalu melaksanakan kebaikan-kebaikan.

2. Menciptakan lingkungan yang kondusif ke arah tercipta-nya anak yang shalih.


Lingkungan merupakan tempat di mana manusia melaksana-kan aktifitas-aktifitasnya. Secara
mikro lingkungan dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:

a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan sebuah institusi kecil dimana anak mengawali masa-masa pertumbuhannya.
Keluarga juga merupakan madrasah bagi sang anak. Pendidikan yang didapatkan merupakan
pondasi baginya dalam pembangunan watak, kepribadian dan karakternya.

Jama'ah jum’at rahimakumullah


Jika anak dalam keluarga senantiasa terdidik dalam warna keIslaman, maka kepribadiannya akan
terbentuk dengan warna keIslaman tersebut. Namun sebaliknya jika anak tumbuh dalam suasana
yang jauh dari nilai-nilai keIslaman, maka jelas kelak dia akan tumbuh menjadi anak yang tidak
bermoral.
Seorang anak yang terlahir dalam keadaan fitrah, kemudian orang tuanyalah yang mewarnainya,
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

ِّ َ‫ فَأ ََب َواهُ ُي َه ِّو َدانِِه أ َْو ُين‬،‫ُك ُّل َم ْول ُْو ٍد ُي ْولَ ُد َعلَى ال ِْفط َْر ِة‬
.)‫ (رواه البخاري‬.‫ص َرانِِه أ َْو يُ َم ِّج َسانِِه‬

Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan yang fitrah (Islam), maka orang tuanya yang
menyebabkan dia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari)
Untuk itu orang tua harus dapat memanfaatkan saat-saat awal dimana anak kita mengalami
pertumbuhannya dengan cara menanamkan dalam jiwa anak kita kecintaan terhadap diennya,
cinta terhadap ajaran Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallaahu alaihi wa Salam,
sehingga ketika anak tersebut berhadapan dengan lingkungan lain anak tersebut memiliki daya
resistensi yang dapat menangkal setiap saat pengaruh negatif yang akan merusak dirinya.

Agar dapat memudahkan jalan bagi pembentukan kepribadian bagi anak yang shalih, maka
keteladanan orang tua merupakan faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu, selaku orang
tua yang bijaksana dalam berinteraksi dengan anak pasti memperlihatkan sikap yang baik, yaitu
sikap yang sesuai dengan kepribadian yang shalih sehingga anak dapat dengan mudah meniru
dan mempraktekkan sifat-sifat orang tuanya
b. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan di mana anak-anak berkumpul bersama teman-temannya yang
sebaya dengannya. Belajar, bermain dan bercanda adalah kegiatan rutin mereka di sekolah.
Sekolah juga merupakan sarana yang cukup efektif dalam membentuk watak dan karakter anak.
Di sekolah anak-anak akan saling mempengaruhi sesuai dengan watak dan karakter yang
diperolehnya dalam keluarga mereka masing-masing. Anak yang terdidik secara baik di rumah
tentu akan memberi pengaruh yang positif terhadap teman-temanya. Sebaliknya anak yang di
rumahnya kurang mendapat pendidikan yang baik tentu akan memberi pengaruh yang negatif
menurut karakter dan watak sang anak.

Faktor yang juga cukup menentukan dalam membentuk watak dan karakter anak di sekolah
adalah konsep yang diterapkan sekolah tersebut dalam mendidik dan mengarahkan setiap anak
didik.

Sekolah yang ditata dengan managemen yang baik tentu akan lebih mampu memberikan hasil
yang memuaskan dibandingkan dengan sekolah yang tidak memperhatikan sistem managemen.
Sekolah yang sekedar dibangun untuk kepentingan bisnis semata pasti tidak akan mampu
menghasilkan murid-murid yang berkwalitas secara maksimal, kualitas dalam pengertian
intelektual dan moral keagamaan.

Kualitas intelektual dan moral keagamaan tenaga pengajar serta kurikulum yang dipakai di
sekolah termasuk faktor yang sangat menentukan dalam melahirkan murid yang berkualitas
secara intelektual dan moral keagamaan.

Oleh sebab itu orang tua seharusnya mampu melihat secara cermat dan jeli sekolah yang pantas
bagi anak-anak mereka. Orang tua tidak harus memasukkan anak mereka di sekolah-sekolah
favorit semata dalam hal intelektual dan mengabaikan faktor perkembangan akhlaq bagi sang
anak, karena sekolah tersebut akan memberi warna baru bagi setiap anak didiknya.
Keseimbangan pelajaran yang diperoleh murid di sekolah akan lebih mampu menyeimbangkan
keadaan mental dan intelektualnya. Karena itu sekolah yang memiliki keseimbangan kurikulum
antara pelajaran umum dan agama akan lebih mampu memberi jaminan bagi seorang anak didik.

c. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah komunitas yang terbesar dibandingkan dengan lingkungan yang kita sebutkan
sebelumnya. Karena itu pengaruh yang ditimbulkannya dalam merubah watak dan karakter anak
jauh lebih besar.
Masyarakat yang mayoritas anggotanya hidup dalam kemaksiatan akan sangat mempengaruhi
perubahan watak anak kearah yang negatif. Dalam masyarakat seperti ini akan tumbuh berbagai
masalah yang merusak ketenangan, kedamaian, dan ketentraman.
Anak yang telah di didik secara baik oleh orang tuanya untuk selalu taat dan patuh pada perintah
Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya, dapat saja tercemari oleh limbah kemaksiatan yang
merajalela disekitarnya. Oleh karena itu untuk dapat mempertahankan kwalitas yang telah
terdidik secara baik dalam institusi keluarga dan sekolah, maka kita perlu bersama-sama
menciptakan lingkungan masyarakat yang baik, yang kondusif bagi anak.
Masyarakat terbentuk atas dasar gabungan individu-individu yang hidup pada suatu komunitas
tertentu. Karena dalam membentuk masyarakat yang harmonis setiap individu memiliki peran
dan tanggung jawab yang sama. Persepsi yang keliru biasanya masih mendominasi masyarakat.
Mereka beranggapan bahwa yang bertanggung jawab dalam masalah ini adalah pemerintah, para
da’i, pendidik atau ulama. Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , bersabda:

ِ ‫ف اْ ِإليْم‬ َ ِ‫َم يَ ْستَ ِط ْع فَبِ َق ْلبِ ِه َو َذل‬ ِِ ِ ِ ِ ِِ ِ


.‫ان‬ َ ُ ‫ض َع‬ ْ َ‫ك أ‬ ْ ‫َم ْن َرأَى م ْن ُك ْم ُم ْن َك ًرا َفلُْيغَِّي ْرهُ بِيَده فَِإ ْن ل‬
ْ ‫َم يَ ْستَط ْع فَبل َسانه فَِإ ْن ل‬
.)‫(رواه مسلم‬

Artinya: “Barangsiapa di antaramu melihat kemungkaran hendaklah ia merubahnya dengan


tangannya, jika ia tidak sanggup maka dengan lidahnya, dan jika tidak sanggup maka dengan
hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)

Jika setiap orang merasa tidak memiliki tanggung jawab dalam hal beramar ma’ruf nahi munkar,
maka segala kemunkaran bermunculan dan merajalela di tengah masyarakat kita dan lambat atau
cepat pasti akan menimpa putra dan putri kita. Padahal kedudukan kita sebagai umat yang
terbaik yang dapat memberikan ketentraman bagi masyarakat kita hanya dapat tercapai jika
setiap individu muslim secara konsisten menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, karena Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah...” (Ali Imran: 110).

Jamaah jum’at rahimakumullah


Amar ma’ruf adalah kewajiban setiap individu masing-masing yang harus dilaksanakan. Jika
tidak maka Allah Subhannahu wa Ta'ala , pasti akan menimpakan adzabnya di tengah-tengah
kita dan pasti kita akan tergolong orang-orang yang rugi Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang
beruntung.” (Ali-Imran: 104).

Untuk itu di akhir khutbah ini marilah kita bersama-sama merasa peduli terhadap kelangsungan
hidup generasi kita, semoga dengan kepedulian kita itulah Allah Subhannahu wa Ta'ala akan
senantiasa menurunkan pertolonganNya kepada kita dan memenangkan Islam di atas agama-
agama lainnya. Marilah kita berdo’a kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala .

‫ْم ْؤ ِمنِْي َن َي ْو َم َي ُق ْو ُم‬ ِ َّ ‫ ر َّبنا ا ْغ ِفر لِي ولِوالِ َد‬.‫ ر َّبنا وَت َقبَّل دعاء‬،‫الصالَ ِة و ِمن ذُ ِّريَّتِي‬ ِ ِ ‫ب‬
ُ ‫ي َولل‬ َ َ ْ ْ َ َ َ َُ ْ َ َ َ ْ ْ َ َّ ‫اج َعلْن ْي ُمق ْي َم‬ ْ ِّ ‫َر‬
.‫اب‬ ِ
ُ ‫الْح َس‬
.‫ين إِ َم ًاما‬ ِ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّر َة أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل‬
ِ ِ
َ ‫ْمتَّق‬
ُ َْ َ ُ َ ‫ب لَنَا م ْن أَ ْز َو‬
ْ ‫َر َّبنَا َه‬
.‫ب لَ ُك ْم‬ ِ ِ َّ ‫ إِنَّه هو الْغَ ُفور‬،‫ فَاست ْغ ِفروه‬.‫ر اهلل لِي ولَ ُكم‬# ‫أَ ُقو ُل َقولِي ه َذا وأَست ْغ ِف‬
ْ ‫ َوا ْدعُ ْوهُ يَ ْستَج‬،‫الرح ْي ُم‬ ُ ْ َُ ُ ُ ْ ُ َْ ْ َ ْ َ ُ َْ َ َ ْ ْ ْ
Khutbah kedua.
‫ات أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَالَ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬ ‫ِ‬ ‫ض َّل لَه ومن ي ْ ِ‬ ‫مِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ‬ ‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫ص ْحبِ ِه‪ .‬أ ََّما َب ْع ُد؛‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫السالَ ُم َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو َ‬ ‫الصالَةُ َو َّ‬‫َو َر ُس ْولُهُ‪َ .‬و َّ‬
‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صلُّ ْوا َعلَْيه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسل ْي ًما‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬ ‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامُن ْوا َ‬‫إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪َ .‬وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫صلَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َما َ‬ ‫و َعلَى ِ‬
‫َ‬
‫ْم ْسلِ ِم ْي َن‬ ‫ِ ِ‬ ‫آل إِ ْبر ِاه ْيم‪ ،‬إِنَّ َ ِ ِ‬
‫ك َحم ْي ٌد َمج ْي ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم ا ْغف ْر لل ُ‬ ‫َ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك َ‬‫ِ‬
‫ُك ِم َن الْ َخ ْي ِر ُكلِّ ِه َما َعلِ ْمنَا ِم ْنهُ َو َما‬ ‫ات‪ .‬اَللَّ ُه َّم إِنَّا نَ ْسأَل َ‬‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬
‫َْ َ‬ ‫َوال ُْم ْسل َمات َوال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل ْ َ‬
‫الد ْنيَا َح َسنَةً‬ ‫آم ْن ُه ْم فِ ْي أ َْوطَانِ ِه ْم‪َ .‬ر َّبنَا آتِنَا فِي ُّ‬ ‫ال الْمسلِ ِمين وأَر ِخص أَسعارهم و ِ‬ ‫لَم َنعلَم‪ .‬اَللَّهم أ ِ‬
‫َح َو َ ُ ْ ْ َ َ ْ ْ ْ َ َ ُ ْ َ‬ ‫َصل ْح أ ْ‬‫ْ ْ ْ َُ ْ‬
‫اب النَّا ِر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫َوفي اآلخ َرة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ َ‬
‫ان وإِيتآ ِئ ِذي الْ ُقربى وي ْنهى ع ِن الْ َفح َش ِ‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْبغْ ِي يَِعظُ ُك ْم‬ ‫ْ‬ ‫َْ ََ َ َ‬ ‫اهلل‪ ،‬إِ َّن اهللَ يَأ ُْم ُر ُك ْم بِال َْع ْد ِل َواْ ِإل ْح َس ِ َ َ‬
‫اد ِ‬ ‫ِعبَ َ‬
‫َذ ْكر ِ‬
‫اهلل أَ ْكَب ُر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرو َن‪ .‬فَاذْ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم واسأَلُوهُ ِمن فَ ْ ِ ِ ِ‬
‫ضله ُي ْعط ُك ْم َول ُ‬ ‫ُ َ َ َْ َ ْ ْ َ ْ ْ ْ‬ ‫َ ْ ُْ‬

‫‪Sumber:‬‬
‫‪www.alsofwah.or.id/khutbah‬‬
‫‪Posted By http://ichsanmufti.wordpress.com‬‬

‫‪31‬‬
‫‪Nilai Kepemimpinan Lelaki dan Kepatuhan Wanita‬‬

‫‪Oleh: H. Hartono Ahmad Jaiz‬‬

‫ات أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَالَ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ض َّل لَه ومن ي ْ ِ‬ ‫مِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ‬ ‫ضللْهُ فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫ِ‬ ‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى ِ‬ ‫ِ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ‬ ‫اهلل َف َق ْد فَ َاز ال ُْمَّت ُق ْو َن‪ .‬قَ َ‬ ‫َّاس أ ُْو ْ َ َ َ‬ ‫َو َر ُس ْولُهُ‪ .‬يَا أ َُّي َها الن ُ‬
‫سو ِ‬
‫اح َد ٍة‬ ‫َّ ِ‬ ‫َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪ .‬قَ َ‬
‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف ٍ َ‬‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أ َُّي َها الن ُ‬
ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ‫و َخلَ َق ِم ْنها َزوجها وب‬
‫ام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم‬ َ ‫آءل ُْو َن بِه َواْأل َْر َح‬ َ ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي تَ َس‬ ً ‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َس‬ ََ ََ ْ َ َ
‫ر لَ ُك ْم ذُنُ ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع‬#ْ ‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َيغْ ِف‬ ِ ِ ِ
ْ ُ‫ ي‬.‫ يَا أ َُّي َها الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‬.‫َرق ْيبًا‬
.‫د فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬#ْ ‫اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق‬

‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر‬ ٍ ِ ِ ِ ‫َص َد َق ال‬
َ ‫ي ُم َح َّمد‬ ُ ‫ َو َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد‬،َ‫اب اهلل‬ُ َ‫ْحديث كت‬ َ ْ ‫أ ََّما َب ْع ُد؛ فَِإ َّن أ‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّم ٍد‬ ِ ٍ َ ‫ضالَلَةٌ و ُك َّل‬
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ضالَلَة في النَّا ِر‬
ٍ ِ ٍِ
َ َ ‫ُم ْح َدثَا ُت َها َو ُك َّل ُم ْح َدثَة ب ْد َعةٌ َو ُك َّل ب ْد َعة‬
.‫ان إِلَى َي ْوِم ال ِْقيَ َام ِة‬
ٍ ‫و َعلَى آلِ ِه وص ْحبِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس‬
َ ْ َ ْ ََ َ َ َ
Allah Ta’ala berfirman:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihah ialah yang
ta’at kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta
memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara “(mereka; maksudnya, Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli
isterinya dengan baik). (QS An-Nisaa’/ 4:34).

Ayat ini menegaskan tentang kaum lelaki adalah pemimpin atas kaum wanita, dan menjelaskan
tentang wanita shalihah.
Menurut Ibnu Katsir, lelaki itu adalah pemimpin wanita, pembesarnya, hakim atasnya, dan
pendidiknya. Karena lelaki itu lebih utama dan lebih baik, sehingga kenabian dikhususkan pada
kaum lelaki, dan demikian pula kepemimpinan tertinggi. Karena Nabi Shallallaahu alaihi wa
Salam bersabda:

.ً‫َن ُي ْفلِ َح َق ْو ٌم َولَّ ْوا أ َْم َر ُه ْم ْام َرأَة‬


ْ‫ل‬
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada
seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari
ayahnya).

Ibnu Katsir melanjutkan, dan demikian pula (khusus untuk lelaki) jabatan qodho’/ kehakiman
dan hal-hal lainnya. Karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, yaitu berupa
mahar/ maskawin, nafkah-nafkah dan beban-beban yang diwajibkan Allah atas lelaki untuk
menjamin perempuan. Maka dalam diri lelaki itu ada kelebihan dan keutamaan atas perempuan,
hingga sesuailah kalau lelaki itu menjadi pemimpin atas perempuan. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala:
“Dan laki-laki memiliki satu derajat lebih atas wanita” . (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz I, halaman
608, atau juz II, halaman 292 tahqiq Sami As-Salamah).

Penjelasan Ibnu Katsir itu ada rincian yang senada yaitu perkataan Abu As-Su’ud: “Dan
pengutamaan bagi kaum laki-laki itu karena kesempurnaan akal, bagusnya pengaturan,
kesungguhan pandangan, dan kelebihan kekuatannya. Oleh karena itu ada kekhususan bagi laki-
laki yaitu mengenai an-nubuwwah (kenabian), al-imamah (kepemimpinan), al-wilayah
(kewalian), as-syahadah (kesaksian --dalam perkara pidana, wanita tidak boleh jadi saksi, hanya
khusus lelaki, pen) jihad dan hal-hal lainnya. (Irsyaadul ‘Aqlis Saliim, 1/339).

Wanita shalihah

Selanjutnya, arti ayat: “Sebab itu maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri,” maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan
harta suaminya; “ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”
Ini adalah rincian keadaan wanita di bawah kepemimpinan lelaki. Allah Ta’ala telah
menyebutkan bahwa wanita itu ada dua macam. Yang satu adalah wanita-wanita shalihah
muthi’ah (baik lagi taat) dan yang lain adalah ‘ashiyah mutamarridah (bermaksiat lagi
menentang).

Wanita-wanita shalihah muthi’ah adalah taat kepada Allah dan suaminya, melaksanakan hak-hak
dan kewajiban yang ada pada dirinya, menjaga dirinya dari kekejian (zina), dan menjaga harta
suaminya dari pemborosan. Sebagaimana mereka menjaga hal-hal yang berlangsung antara
dirinya dan suaminya yang wajib disembunyikan dan menjaga baik-baik kerahasiaannya. Di
dalam hadits disebutkan:

‫َح ُد ُه َما ِس َّر‬ ُ ‫ي إِل َْي ِه ثُ َّم َي ْن‬#ْ ‫ض‬


ِ ‫ضي إِلَى ْامرأَتِِه و ُت ْف‬
ِ ِ ‫َّاس ِع ْن َد‬
َّ ‫اهلل َم ْن ِزلَةً َي ْو َم ال ِْقيَ َام ِة‬ ِ ‫إِ َّن ِم ْن َش ِّر الن‬
َ ‫ش ُر أ‬ َ َ ْ ‫الر ُج ُل ُي ْف‬
.)‫ (رواه مسلم و أبو داود‬.‫احبِ ِه‬ ِ‫ص‬
َ
“Sesungguhnya termasuk sejelek-jelek manusia bagi Allah tempatnya di hari kiamat, (yaitu) laki-
laki yang menggauli (menyetubuhi) isterinya dan isterinya pun menggaulinya, kemudian
salahsatunya menyiarkan rahasia teman bergaulnya itu.” (HR Muslim dan Abu Daud).

Keadaan masyarakat jahil

Aturan dalam Al-Quran telah tegas dan jelas, lelaki itu pemimpin atas wanita, sedang wanita itu
dipentingkan ketaatannya kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada suaminya. Namun
kepemimpinan lelaki ataupun ketaatan wanita seakan tidak dianggap penting dalam dunia jahil.
Hingga muncul kondisi yang ironis, tidak sesuai aturan. Ada wanita yang diangkat-angkat oleh
orang-orang jahil melebihi kodratnya dan melanggar aturan agama. Sebaliknya, ada wanita-
wanita yang diperlakukan oleh orang-orang jahil sebagai barang mainan, yang hal itu melanggar
kodratnya atau fitrahnya, disamping melanggar aturan agama. Seharusnya, wanita mendapat
perlindungan, pemeliharaan dari para suami dan bahkan masyarakat. Namun, justru wanita
dijadikan alat untuk melariskan hal-hal yang tak terpuji atau tak sesuai dengan ajaran Islam,
misalnya tontonan. Sehingga wanita yang sebenarnya terhormat itu kemudian dijadikan bahan
tontonan. Ada orang tua atau suami yang merelakan wanitanya jadi penyanyi, penjoget, pelawak,
pelaku adegan-adegan film atau sinetron tak senonoh yang ditonton banyak orang. Ada orang tua
dan suami-suami yang merelakan wanitanya dijadikan pajangan untuk menarik pembeli atau
konsumen di toko-toko, di bank-bank, di pameran-pameran perdagangan, di hotel-hotel dan
sebagainya. Jual beli antara lelaki dan perempuan pada asalnya mubah, boleh-boleh saja. Tetapi
sekarang wanita di pertokoan bukan sekadar sebagai pelayan, namun sebagai alat penarik
konsumen, hingga wanita-wanita pelayan itu diseragami pakaian yang setengah telanjang. Ini
sudah bertentangan dengan aturan Islam. Dan bahkan ada orang tua atau suami yang merelakan
wanitanya dijadikan mainan oleh orang lain. Na’uudzu billaahi min dzaalik. Lelaki yang
demikian itu adalah dayyuts, tidak merasa cemburu terhadap keluarganya yang berbuat sesuatu
dengan lelaki lain. Menurut Hadits Nabi n, surga haram atas lelaki dayyuts.

.‫ِّس ِاء‬
َ ‫ث َو َر ُجلَةُ الن‬ ُّ ‫ْجنَّةَ؛ ال َْعا ُق لَِوالِ َديْ ِه َوالد‬
ُ ‫َّي ْو‬ َ ‫ثَالَثَةٌ الَ يَ ْد ُخلُ ْو َن ال‬
“Tiga orang yang tidak masuk surga (yaitu): orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya,
dayyuts (laki-laki yang membiarkan kemaksiatan pada keluarganya), dan perempuan yang
menyerupakan dirinya dengan laki-laki.” (Hadits Riwayat Al- Hakim dan Al-Baihaqi, hadits
hasan dari Ibnu Umar).

Jadi lelaki yang merelakan isterinya ataupun anak-anaknya dijadikan pajangan padahal
seharusnya lelaki itu punya rasa cemburu dan menjaganya, namun justru merelakannya, maka
bisa dimasukkan dalam lingkungan yang mengarah pada dayyuts. Maka betapa ruginya. Akibat
merelakan keluarganya (yang wanita) dijadikan pajangan itu kemudian menjadikan haramnya
surga baginya. Ia tidak akan masuk surga. Sehingga, hanya kerugian lah yang didapat.
Kesenangan di dunia tidak seberapa, namun haramnya masuk surga telah mengancamnya. Inilah
yang mesti kita berhati-hati benar dalam hal menjaga diri dan keluarga kita.

Dianggap lumrah, biasa

Sangat disayangkan sekali, dunia jahil telah memupuk aneka macam pelanggaran seperti tersebut
diatas menjadi pemandangan yang biasa. Dianggapnya tidak ada masalah. Padahal, semua
tontonan dan pekerjaan yang menarik konsumen dengan cara memajang wanita itu sudah
mengikuti bujukan syetan, sekaligus melanggar aturan Allah. Allah memerintahkan agar kita
menahan sebagian pandangan kita terhadap lain jenis (lihat QS An-Nuur: 30-31) namun justru
orang-orang yang mendukung dunia jahil ini menarik-narik manusia agar membuka mata lebar-
lebar untuk “menikmati” wanita yang mereka pajang. Itu semua alurnya adalah mendekatkan
kepada zina. Sedangkan Allah Subhannahu wa Ta'ala menegaskan:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji
dan satu jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32).

Dalam ayat itu ditegaskan, tidak boleh mendekati zina. Ini telah mencakup larangan segala hal
yang menghantarkan kepada perbuatan zina. Memajang wanita-wanita dalam aneka pergaulan
hidup yang dimaksudkan untuk menarik konsumen ataupun pelanggan atau penonton itu sudah
termasuk sarana mendekatkan ke arah zina. Karena hal itu sudah merupakan sarana atau
penghantar, maka terkena kaidah (‫ )الحكم بوسائله‬hukum itu mencakup sarananya. Mendekati zina
itu jelas telah dilarang dengan tegas oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala. Maka mengadakan sarana
untuk dekat dengan zina atau yang jurusannya mendekati zina berarti haram pula.

Lebih dari itu, ayat tersebut mengandung makna, lebih terlarang lagi adalah zinanya itu sendiri.
Karena mendekati zina saja sudah dilarang. Inilah yang di dalam ilmu ushul fiqh disebut Qiyas
Aulawi”. Contohnya, mengatakan uf/ hus kepada orang tua saja diharamkan, apalagi
memukulnya, maka lebih lagi haramnya. Jadi, mendekati zina saja dilarang, apalagi berzina.
Itulah pengertiannya.

Dengan demikian, ayat tersebut sangat strategis sifatnya. Yaitu, ke bawah: sarana-sarana dan
perbuatan yang menjurus pada pendekatan zina sudah ikut terlarang. Sedang ke atas: perbuatan
zina itu sendiri lebih terlarang lagi.

Aturan di dalam Islam sebegitu jelas dan gamblang, namun dalam dunia yang jahil orang yang
menyepelekan bahkan justru menggalakkan hal-hal yang menjurus pada pendekatan zina, bahkan
membolehkan perzinaan itu sendiri lebih dihormati. Ini benar-benar keterlaluan.

Wanita shalihah sangat terpuji

Islam memberikan imbalan pahala sesuai dengan kadar kepayahan atau usaha manusia. Wanita
dari zaman ke zaman, oleh orang-orang jahil merupakan sasaran yang paling utama untuk
dijadikan daya pikat. Memerankan wanita sebagai daya pikat itu sendiri sudah merupakan
pelanggaran sebagaimana diuraikan di atas. Maka Islam memberikan antisipasinya atau
pencegahannya, yaitu pertama dengan melarang manusia mendekati zina, dan kedua memberikan
tempat yang terpuji bagi wanita yang shalihah.

Islam menempatkan wanita shalihah dalam kedudukan yang terpuji itu bisa difahami pula bahwa
untuk membina wanita agar jadi shalihah, serta wanita itu sendiri dalam berupaya menjadi
wanita shalihah adalah perkara yang besar. Perkara yang banyak godaannya. Kenapa? Karena,
manusia jahil telah menjadikan wanita sebagai sasaran untuk dijadikan daya pikat, dan itu jelas
bertentangan dengan Islam. Sedangkan wanita itu sendiri didudukkan oleh manusia-manusia
jahil pada posisi yang enak, yang menggiurkan, bila mau melanggar aturan Islam. Sehingga
wanita itu sendiri akan sulit mempertahankan diri agar menjadi orang yang shalihah alias taat
aturan Allah dan RasulNya. Maka sesuai dengan istilah "aljazaa’u min jinsil ‘amal,” imbalan itu
sesuai dengan perbuatan, maka wanita shalihah sangat dihormati dalam Islam karena memang
sulit melakukannya. Bukan sulit karena secara naluriah, namun sulit karena lebih banyak
godaannya, baik dari dalam nafsu wanita itu sendiri maupun faktor dari luar, lingkungan yang
jahil.
Dari sini bisa difahami betapa terpujinya wanita yang baik yang istilahnya wanita shalihah. Yaitu
wanita yang menuruti aturan agama suci dengan patuh, yang otomatis mampu menjalani sikap
dan perilaku tanpa melanggar ajaran Ilahi, yang mencakup segi kehidupan demi kebahagiaan
dunia dan akhirat. Terhadap wanita shalihah itu, ada pula pujian simpati dari Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam :

.)‫ (رواه مسلم و النسائي‬.ُ‫الصالِ َحة‬ ِ ‫لد ْنيا متاعٌ و َخير مت‬
َّ ُ‫اع َها ال َْم ْرأَة‬َ َ ُ ْ َ َ َ َ ُّ َ‫ا‬
“Dunia ini adalah perhiasan yang menyenangkan hati. Dan sebaik-baik perhiasan yang
menyenangkan itu adalah wanita yang shalihah/ baik. (Hadits Riwayat Muslim dan An-Nasa’i).

Di sini jelas, betapa tingginya nilai wanita shalihah itu. Dia paling baik di antara hal yang mesti
disenangi manusia. Berarti sudah merupakan puncak yang tiada saingannya lagi.
Bila kita perbandingkan, kejadian manusia itu sendiri adalah bentuk yang paling baik. Seperti
firman Allah dalam Surat, Attien:
“...Sungguh Kami telah menjadikan manusia dalam sebaik-baik bentuk. Kemudian Kami
kembalikannya jadi serendah-rendahnya yang rendah (masuk neraka). Kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal shalih maka mereka akan memperoleh pahala yang tak
putus-putusnya." (QS. At-Tien: 4, 5, 6).

Di dalam ayat itu dinyatakan, manusia dibuat dalam bentuk yang paling baik. Di balik bentuknya
yang paling baik, ternyata disebutkan, akan dikembalikan menjadi sesuatu yang paling rendah di
antara yang rendah, kecuali yang beriman dan berbuat baik. Kalau diperbandingkan, wanita
disebut hiasan yang paling menyenangkan berarti di balik itu ada yang bahkan paling tidak
menyenangkan. Ya, memang betul demikian adanya. Hasil perbandingan itu diperkuat atau
punya alasan Hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam :

‫الصالِ ُح‬
َّ ‫الصالِ َحةُ َوال َْم ْس َك ُن‬
َّ ُ‫آد َم ال َْم ْرأَة‬ َ ‫ ِم ْن َس َع‬.ٌ‫آد َم ثَالَثَة‬
َ ‫اد ِة ابْ ِن‬ َ ‫ث َو ِم ْن َش َق َاو ِة ابْ ِن‬ َ ‫ِم ْن َس َع‬
َ ‫اد ِة ابْ ِن‬
ٌ َ‫آد َم ثَال‬
‫ (رواه أحمد‬.ُ‫الس ْوء‬ ُّ ‫ب‬ ُ ‫الس ْوءُ َوال َْم ْر َك‬
ُّ ‫الس ْوءُ َو ال َْم ْس َك ُن‬ َ ‫ َو ِم ْن َش َق َاو ِة ابْ ِن آ‬.‫الصالِ ُح‬
ُّ ُ‫َد َم ال َْم ْرأَة‬ َّ ‫ب‬ ُ ‫َوال َْم ْر َك‬
.)‫والطبراني والبزار عن سعد بن أبي وقص‬

"Di antara (unsur) kebahagiaan anak Adam (manusia) adalah tiga hal. Dan di antara (unsur)
sengsaranya ibnu Adam ada tiga (juga). Di antara unsur kebahagiaan manusia yaitu, wanita/
isteri yang shalihah/ baik, tempat tinggal yang baik, dan kendaraan yang baik. Dan di antara
(unsur) penderitaan manusia adalah: wanita / isteri yang buruk (tidak shalihah), tempat tinggal
yang jelek, dan kendaraan yang jelek." (Hadits shahih riwayat Ahmad, At-Thabrani, dan Al-
Bazzar dari Sa'ad bin Abi Waqash)

Nah, dalam hadits itu dijelaskan, wanita/ isteri yang shalihah adalah unsur kebahagiaan. Tapi
sebaliknya, wanita/ isteri yang jahat adalah unsur penderitaan. Dalam Hadits itu ternyata wanita
atau isteri disebut sebagai unsur pertama dalam hal kebahagiaan maupun kesengsaraan. Wanita
diucapkan dalam deretan yang pertama dari tiga unsur kebahagiaan maupun kesengsaraan.

Jadi wanita merupakan unsur yang paling extrim, sebagai andalan. Berarti sejalan pula dengan
pernyataan perbandingan tadi. Bahwa wanita shalihah itu paling menyenangkan, tapi sebaliknya,
wanita yang bukan shalihah itu adalah paling menyebalkan.

Wanita shalihah dan suami taqwa

Nabi n membela dan mengangkat martabat wanita, sampai memuji dan menyebutkan fungsi
kedudukan wanita shalihah lagi menyenangkan. Hal itu bisa disimak pandangan Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam , yang memuji wanita shalihah:

ِ ِ َ ‫ما است َف‬


َ َ‫ إِ ْن أ ََم َر َها أَط‬،‫صالِ َح ٍة‬
ُ‫اع ْتهُ َوإِ ْن نَظََر إِل َْي َها َس َّرتْه‬ ٍ ِ
َ ‫اد ال ُْم ْؤم ُن َب ْع َد َت ْق َوى اهلل َع َّز َو َج َّل َخ ْي ًرا لَهُ م ْن َز ْو َجة‬ َْ َ
.)‫ حسن‬،‫ (رواه ابن ماجة عن أبي أمامة‬.‫ص َح ْتهُ فِ ْي َن ْف ِس َها َو َمالِ ِه‬ َ َ‫اب َع ْن َها ن‬َ َ‫ْس َم إِل َْي َها أ ََب َرتْهُ َوإِ ْن غ‬ ِ
َ ‫َوإ ْن أَق‬
"Tidak ada keuntungan orang mukmin setelah taqwa kepada Allah 'Azza wa Jalla yang lebih
baik baginya dibanding mempunyai isteri yang shalihah/ baik. Apabila dia (lk) menyuruhnya
maka ditaati. Apabila dia (lk) melihatnya, maka isteri itu menggembirakan nya. Apabila ia
memberi bagian padanya maka dia menerimanya dengan baik. Dan apabila ia tidak ada di rumah
maka isteri yang shalihah itu tetap memurnikan cintanya untuk sang suami dalam menjaga
dirinya sendiri dan harta suaminya." (Hadits Riwayat Ibnu Majah dari Abi Umamah berderajat
hasan/ baik).
Jelas sekali pujian Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam terhadap derajat wanita yang shalihah.
Sampai didudukkan sebagai hal yang paling menguntung-kan bagi orang yang taqwa. Berarti
dijadikan pendamping paling baik bagi para muttaqin. Sedang derajat taqwa itu adalah derajat
paling tinggi di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala :
"Sesungguhnya yang paling mulia dari kamu sekalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa".
(QS Al-Hujuraat/ 49: 13).
Jadi, posisi wanita shalihah itu memang benar-benar terpuji dan mulia, sebab dijadikan
pendamping orang yang bertaqwa alias yang paling mulia di sisi Allah, dengan disebut sebagai
unsur yang paling memberikan keuntungan. Sedang yang menilai derajat tingginya itu ternyata
adalah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam lewat Hadits tersebut di atas.
Kita percaya, apa yang disabdakan itu pasti betul. Maka, sebagai penganut ajaran suci dari Nabi
Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam, seharusnya kita berlomba membina wanita, baik itu
isteri kita, keluarga kita maupun kerabat agar mencapai derajat prestasi unggul yang sesuai
dengan anjuran beliau, yaitu wanita shalihah. Mungkin bisa kita mulai dari sekarang. Mari kita
berlomba membentuk wanita shalihah dalam keluarga dan masyarakat Islam. Mudah-mudahan
hal ini bisa kita laksanakan. Amien.

‫ أَ ُق ْو ُل َق ْولِ ْي َه َذا‬.‫ْح ِك ْي ِم‬ ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬
ِّ ‫ات َو‬
َ ‫الذ ْك ِر ال‬ َ َ َ ْ َ ْ َ َ
ِ ِ ِ
َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬
.‫َسَتغْ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم‬
ْ ‫َوأ‬
Khutbah Kedua

َ‫ َم ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَال‬،‫ات أَ ْع َمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ َ ْ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬ ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ ِ‫م‬
ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬ َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ
ِ
َ‫ يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهلل‬:‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫َص َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‬ ِ ٍ
ْ ‫صلَّى اهللُ َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آل ِه َوأ‬ َ
َ َ‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َعل لَّهُ َم ْخ َر ًجا} َوق‬ ِ
َ َ‫ ق‬.‫َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسل ُم ْو َن‬
َ‫{و َمن َيت َِّق اهلل‬ َ :‫ال‬ َ :‫ال َت َعالَى‬
ِ ِ
}‫َج ًرا‬ْ ‫يُ َك ِّف ْر َع ْنهُ َسيِّئَاتِه َو ُي ْعظ ْم لَهُ أ‬
َ‫ يَا أَيُّها‬،‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‬ ِ
َ ُ‫ {إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ ي‬:‫ال‬ َ ‫السالَِم َعلَى َر ُس ْولِ ِه َف َق‬ َّ ‫الصالَ ِة َو‬ َّ ِ‫ثُ َّم ا ْعلَ ُم ْوا فَِإ َّن اهللَ أ ََم َر ُك ْم ب‬
.}‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما‬ ِ
َ ‫الَّذيْ َن َء َامُن ْوا‬
.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‬
ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫صلَّْي‬ ٍ
َ ‫آل ُم َح َّمد َك َما‬ ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬
َ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‬
ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك‬ ِ ‫وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬
َ َ
‫ اَللَّ ُه َّم أَ ِرنَا‬.‫ب‬ ِ َ َّ‫ إِن‬،‫ات‬ ِ ‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ‫ا ْغ ِفر لِل‬
ٌ ْ‫ك َسم ْي ٌع قَ ِري‬ َ َْ َ ْ ‫ َوال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل‬،‫ْم ْسلم ْي َن َوال ُْم ْسل َمات‬ ُ ْ
ً‫اآلخ َر ِة َح َسنَة‬ ِ ‫الد ْنيا حسنةً وفِي‬ ِ ِ ِ ْ ‫اطل باَ ِطالً وار ُزقْنَا‬ ِ
َ َ َ َ َ ُّ ‫ َر َّبنَا آتنَا في‬.ُ‫اجتنَابَه‬ َْ َ َ‫ َوأَ ِرنَا الْب‬،ُ‫اعه‬ َ َ‫ اتِّب‬#‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا‬
َ ‫ال‬
‫ب ال ِْع َّز ِة‬ َ ِّ‫ ُس ْب َحا َن َرب‬.‫ين إِ َم ًاما‬ ِ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّرةَ أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل‬ ِ ِ ِ
ِّ ‫ك َر‬ َ ‫ْمتَّق‬
ُ َْ َ ُ َ ‫ب لَنَا م ْن أَ ْز َو‬ ْ ‫ َر َّبنَا َه‬.‫اب النَّا ِر‬َ ‫َوقنَا َع َذ‬
ِّ ‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر‬
.‫ب ال َْعال َِم ْي َن‬ ِ ِ
َ ‫ َو َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسل ْي َن َوال‬،‫َع َّما يَص ُف ْو َن‬
ِ ‫ان وإِيتآ ِئ ِذي الْ ُقربى وي ْنهى ع ِن الْ َفح َش‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْب ْغ ِي يَِعظُ ُك ْم‬ ْ َ َ ََ َْ َ َ ِ ‫ إِ َّن اهللَ يَأ ُْم ُر ُك ْم بِال َْع ْد ِل َواْ ِإل ْح َس‬،‫اهلل‬ ِ ‫اد‬ َ َ‫ِعب‬
ِ ‫َذ ْكر‬
.‫اهلل أَ ْكَب ُر‬ ِ ِ ِ ِ ْ َ‫ فَاذْ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم واسأَلُوهُ ِمن ف‬.‫لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرو َن‬
ُ ‫ضله ُي ْعط ُك ْم َول‬ ْ ْ ْ َ ْ ْ َ َْ َ َ ُ ُْ ْ َ

32
Selamatkanlah Kaum Wanita

Oleh: Muhammad Ihsan Zainuddin

ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِِ
ُ‫ َم ْن َي ْهدي اهلل‬،‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ بِاهلل م ْن ُش ُر ْو ِر أَْن ُفسنَا َوم ْن َسيِّئَات أَ ْع َمالنَا‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َ ْ‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ ِ ِ ْ ‫ض َّل لَه ومن ي‬ ِ ‫فَالَ م‬
ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُده‬ َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ
.‫َج َم ِع ْي َن‬ ِ ْ ‫ اَللَّه َّم ص ِّل وسلِّم َعلَى مح َّم ٍد و َعلَى آلِ ِه وأ‬.ُ‫ورسولُه‬
ْ ‫َص َحابِه أ‬ َ َ َُ ْ ََ َ ُ ُْ َ َ
‫ أ ََّما َب ْع ُد؛‬.‫يَاأَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬

Jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia!


Kaum muslimin para hamba Allah yang dirahmati Allah!
Pada masa modern ini, pembicaraan tentang wanita adalah termasuk pembicaraan yang telah
menyita banyak waktu semua orang, dari kalangan intelektual maupun dari kalangan awam.
Betapa tidak, kaum wanita dengan kelemahlembutannya dapat melakukan hal-hal spektakuler
yang dapat mengguncangkan dunia. Dengan kelemahlembutannya itu ia dapat melahirkan tokoh-
tokoh besar yang dapat membangun dunia. Namun dengan kelemah-lembutannya pulalah ia
dapat menjadi penghancur dunia yang paling potensial.

Untuk mengetahui bagaimana semestinya posisi kaum wanita yang tepat maka kita perlu
mengetahui bagaimana posisi kaum wanita di kalangan generasi terdahulu sebelum datangnya
Islam.

Siapapun yang mencoba mempelajari kondisi kaum wanita sebelum Islam maka ia temukan
hanyalah sekumpulan fakta yang tidak menggembirakan. Ia akan terheran-heran menyaksikan
kondisi kaum wanita yang sangat berbeda antara suatu bangsa dengan bangsa yang lain, bahkan
antara satu suku dengan suku yang lain. Di suatu bangsa ia melihat kaum wanita menjadi
penguasa tertinggi, sementara pada bangsa yang lain mereka manjadi makhluq yang terhina dan
dianggap aib bahkan dikubur hidup-hidup.
Allah berfirman tentang ratu Saba’:
“Sesungguhnya aku (burung hud-hud) mendapati seorang ratu yang menguasai mereka dan ia
dianugrahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar” (An-Naml: 23).

Sementara di belahan bumi lain, Allah menceritakan sisi yang berlawanan dari itu:
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah ia
dibunuh.” (At-Takwir: 8-9).

Itulah kondisi kaum wanita di masa jahiliyah; ibarat barang yang terhina dalam keluarga dan
masyarakat, diperbudak oleh kaum pria. Hari kelahirannya adalah hari di mana semua wajah
menjadi kecewa, dan tidak lama kemudian ia akan dikubur hidup-hidup dalam kubangan tanah
yang digali oleh ayahnya sendiri. Inilah akibat dari jauhnya akal masyarakat dari cahaya wahyu.
Inilah gambaran umat yang dilahirkan oleh berhalaisme dan dididik oleh para tukang sihir dan
peramal.
Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu berkata: “bila engkau ingin melihat bagaimana kejahilan bangsa
Arab terdahulu maka bacalah firman Allah Ta’ala:
“Sungguh merugilah orang-orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan tanpa
ilmu.” (Al-An’am: 140)

Fahamlah kita bagaimana kejahiliyahan menenggelamkan masyarakat Arab saat itu ke dalam
pojok-pojok kegelapan peradaban, hingga akhirnya terbitlah fajar Islam lalu terdengarlah di
penjuru dunia untuk pertama kalinya:
”Dan para laki-laki beriman dan wanita yang beriman itu adalah wali (penolong) antara sebagian
mereka kepada sebagaian yang lain.” (At-Taubah: 17).
Lalu bergaunglah firmanNya:
“Dan para wanita itu mempunyai hak dan keseimbangan dengan kewajiban mereka secara
ma’ruf.” (Al-Baqarah: 228).

Dengan demikian Islam telah meletakkan dasar dan pondasi yang begitu kokoh untuk
membangun pribadi wanita yang baru berdasarkan wahyu dari Dzat yang telah menciptakannya.
Dan pemuliaan Islam terhadap wanita tidak cukup sampai di sini, Islam bahkan telah menjadikan
ibu sebagai orang yang lebih dihormati daripada seorang ayah.

‫ ثُ َّم َم ْن؟‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫ك‬
َ ‫ أ َُّم‬:‫ال‬
َ َ‫ ثُ َّم َم ْن؟ ق‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫ك‬
َ ‫ أ َُّم‬:‫ال‬
َ َ‫ ثُ َّم َم ْن؟ ق‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫ك‬
َ ‫ أ َُّم‬:‫ال‬ ِ ‫ يا رسو َل‬:‫ال رجل‬
َ َ‫اهلل َم ْن أ َُب ُّر؟ ق‬ ْ ُ َ َ ٌ ُ َ َ َ‫ق‬
.)‫ (رواه البخاري ومسلم‬.‫اك‬
َ َ‫ أَب‬:‫ال‬
َ َ‫ق‬

Seorang pria bertanya: “Wahai Rasulullah! Kepada siapakah aku berbakti?” Beliau menjawab:
”Ibumu” Ia bertanya lagi: “lalu kepada siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” kemudian ia bertanya
lagi: “lalu kepada siapa ? beliau menjawab: “Ibumu” kemudian ia bertanya lagi “lalu kepada
siapa ?” barulah beliau berkata: “ayahmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Kaum muslimin yang berbahagia!


Islam telah meletakkan jalinan yang kuat dan kokoh untuk menjaga kaum wanita. Bila mereka
berpegang padanya mereka akan selamat, sebaliknya bila mereka menyia-nyiakannya maka
mereka akan sesat dan binasa. Jalinan itu adalah sifat “Al-Hasymah” (bersikap malu) dan “Al-
Afaf” (menjaga kesucian) yang kemudian memberikan konsekwensi agar seorang wanita
mengenakan hijab syar’i, tetap berdiam di rumah, dan menghindari percampurbauran dengan
kaum pria; yang semuanya itu menjadikannya ibarat sebuah permata bernilai tinggi di kedalaman
lautan yang tidak di jamah kecuali orang yang berhak untuk itu.

Islam memandang bahwa percampurbauran antara pria dan wanita (ikhthilath) sebagai sebuah
bahaya yang sangat nyata, oleh karena itu Islam mencegahnya dan menggantinya dengan
mensyariatkan pernikahan.

Hadirin yang berbahagia!


Ketahuilah bahwa musuh-musuh Islam telah mengetahui bagaimana nilai hijab syar’i dalam
melindungi seorang muslimah, mereka juga faham perintah untuk “tinggal di rumah saja”
memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menjaga wanita muslimah, dalam menjaga
kesucian dan kemuliaannya. Oleh karena itu, kita dapat melihat bagaimana mereka memerangi
hijab muslimah tanpa ampun. Suatu waktu mereka menyebutnya sebagai sebuah kedzaliman dan
kejahatan atas wanita., atau sebagai penghalang yang merintangi berkembangnya dunia ketiga,
atau dikali lain mereka menyebutnya sebagai budaya Arab saja. Seiring dengan itu, mereka juga
mendorong para wanita muslimah untuk keluar dari rumah-rumah yang telah melindungi mereka
dengan alasan persamaan hak dan derajat antara pria dan wanita. Dan yang masih saja hangat
sampai hari ini adalah sebuah ide sekuler yang berhasil ditanamkan oleh musuh-musuh Islam
kedalam otak sebagian kaum muslimin; yaitu ide melakukan perombakan terhadap fiqh Islam
yang katanya hanya berpihak pada kaum pria, sehingga lahirlah ide “Fiqh Perempuan”
Semua itu dilakukan oleh musuh-musuh Islam bukan karena mereka kasihan dan ingin menolong
wanita muslimah atau karena cinta kepada kaum muslimin. Sekali-kali tidak, hal ini, karena
kebencian yang terpendam dalam hati-hati mereka;
“Beginilah kalian, kalian mencintai mereka padahal mereka sama sekali tidak mencintai kalian.”
(Ali-Imran:119)

Para hamba Allah yang saya cintai!.


Siapapun di dunia ini yang memiliki akal sehat akan dapat melihat permusuhan yang amat nyata
dari kaum Yahudi dan Nashrani khususnya kepada umat Islam. Semuanya dapat melihat dengan
jelas bagaimana mereka selalu menjadikan wanita muslimah sebagai sasaran mereka. Bukankah
kaum Yahudi telah memancangkan permusuhannya terhadap hijab sejak mereka mengatur siasat
untuk merobek hijab seorang muslimah dan menampakkan auratnya di pasar Bani
Qainuqa’??!.Dan hingga kinipun, permusuhan itu tetap membara, sebab mereka mengetahui
bahwa rusaknya kaum wanita pertanda rusaknya tatanan masyarakat.
Namun sangat disayangkan, entah berapa banyak dari kaum muslimin yang menyerahkan diri
mereka kepada tipu-daya mereka. Entah berapa banyak dari kaum muslimin yang turut serta
membantu mereka memerangi hijab syar’i ini. Mereka inilah para korban “brain washing” yang
dilancarkan oleh kaum kafir dalam berbagai aspek kehidupan.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah!.


Sesungguhnya istri-istri kita, saudari-saudari kita, dan putri-putri kita adalah bunga-bunga yang
menghiasi taman kehidupan kita. Mereka adalah belahan hati kita semua. Namun hampir-hampir
saja kita tidak lagi dapat merasakan keindahan bunga itu karena ada sebuah tiupan angin kencang
yang sebentar lagi akan merenggutnya. Apakah anda sekalian mengetahui angin kencang apakah
itu?.Ia adalah angin westernisasi yang mengajak mereka melepaskan hijabnya, yang mendorong
mereka untuk bercampur baur dengan kaum pria dan membisiki mereka agar membuang rasa
malu mereka untuk bercampur-baur dengan kaum. Angin kencang ini ditiupkan melalui
lembaran-lembaran surat kabar dan majalah, melalui roman-roman percintaan, melalui siaran-
siaran televisi dan radio atau media-media informasi lainnya .
Mereka telah mendorong kaum wanita mengubur sendiri dirinya hidup-hidup;bukan di dalam
tanah, tetapi di dalam sifat ‘iffah mereka yang telah hilang, kedalam kehormatan mereka yang
tercabik-cabik, dan kedalam kesucian mereka yang telah ternoda! lalu apakah gunanya hidup
mereka setelah itu?
Mereka telah melakukan perbuatan yang lebih keji dari apa yang pernah terjadi di masa Jahiliyah
dulu. Bagaimana anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup dimasa itu akan mendapatkan
Surga Allah, disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam bersabda: ‫َّة‬ِ ‫اَلْمو ُؤو َدةُ فِي الْجن‬.
َ ْ َْ
“Anak-anak perempuan yang dikubur hidup-hidup itu di Surga.”

Namun di zaman ini, para wanita itulah yang mengubur dirinya sendiri hingga hilang rasa malu.
Dan balasan untuk mereka pun begitu menakutkan, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
bersabda tentang wanita yang seperti ini:

‫ْجنَّةَ َوالَ يَ ِج ْد َن‬ ِِ ِ ِ ِ ‫ت ر ُؤوسه َّن َكأ‬ ِ ‫ونِساء َك‬


َ ‫ْن ال‬
َ ‫َسن َمة الْبُ ْخت ال َْمائلَة الَ يَ ْد ُخل‬
ْ ُ ُ ْ ُ ٌ َ‫ت َمائِال‬
ٌ َ‫ات ُم ِم ْيال‬
ٌ َ‫ات َعا ِري‬
ٌ َ‫اسي‬ ٌَ َ
.‫ِريْ َح َها‬

“Dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang yang melenggak lenggok, kepala-kepala
mereka seperti punuk-punuk onta, mereka itu tidak akan masuk Surga dan tidak mendapatkan
baunya.” (HR. Muslim).

Kaum muslimin para hamba Allah yang berbahagia!


Oleh karenanya, melalui mimbar Jum’at yang mulia ini kami menyerukan kepada para
penanggung jawab kaum wanita, para bapak, para suami dan para saudara, renungkanlah
Melalui mimbar Jum’at ini pula, kami mengingatkan para pemudi Islam agar mereka tidak
mendengarkan tipuan-tipuan musuh-musuh anda yang selalu menampakkan indahnya hidup
bercampur baur dengan kaum pria atas nama kebebasan, kemajuan dan kemoderenan. Karena
bagi mereka yang penting dari diri anda hanyalah kenikmatan dan kelezatan sesaat. Nasehat
kami kepada Anda adalah bahwa kunci perbaikan itu ada di tangan Anda semua. Jika Anda
ingin, Anda dapat memperbaiki diri sendiri. Dan kebaikan Anda juga berarti kebaikan bagi
ummat ini.
“Dan tinggallah kalian (para wanita) di dalam rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian berhias
seperti berhiasnya kaum jahiliyah pertama, dan tegakkanlah shalat, tuanaikanlah zakat, dan
taatilah Allah beserta RasulNya.” (Al-Ahzab: 33).
Akhirnya, semoga wasiat ini dapat bermanfa’at dalam proses perbaikan terhadap ummat yang
kian terpuruk ini. Semoga bagi kita sekalian dianugrahkan taufiq dan inayah untuk membangun
kekuatan dan kejayaan ummat seperti sedia kala . Amin.
‫ْح ِك ْي ِم‪ .‬أَ ُق ْو ُل َق ْولِ ْي َه َذا‬ ‫آن الْع ِظ ْي ِم‪ ،‬و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي ِ‬
‫ات َو ِّ‬
‫الذ ْك ِر ال َ‬ ‫َ َ‬ ‫َ َ ْ َ ْ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر َ‬
‫َسَتغْ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم‪.‬‬
‫َوأ ْ‬
‫‪Khutbah Kedua‬‬

‫ات أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَالَ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ي لَهُ‪ .‬أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ض َّل لَه ومن ي ْ ِ‬ ‫مِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‬ ‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َص َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسل ْي ًما َكثِْي ًرا‪ .‬قَ َ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آل ِه َوأ ْ‬ ‫َ‬
‫{و َمن َيت َِّق اهللَ‬ ‫ال‪َ :‬‬ ‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َعل لَّهُ َم ْخ َر ًجا} َوقَ َ‬ ‫ال َت َعالَى‪َ :‬‬ ‫َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪ .‬قَ َ‬
‫ِ ِ‬
‫َج ًرا}‬‫يُ َك ِّف ْر َع ْنهُ َسيِّئَاتِه َو ُي ْعظ ْم لَهُ أ ْ‬
‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّهاَ‬ ‫ِ‬
‫ال‪{ :‬إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬ ‫السالَِم َعلَى َر ُس ْولِ ِه َف َق َ‬
‫الصالَ ِة َو َّ‬ ‫ثُ َّم ا ْعلَ ُم ْوا فَِإ َّن اهللَ أ ََم َر ُك ْم بِ َّ‬
‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما}‪.‬‬ ‫ِ‬
‫الَّذيْ َن َء َامُن ْوا َ‬

‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪.‬‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬


‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫صلَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َما َ‬ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك َ‬ ‫وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬
‫ب‪ .‬اَللَّ ُه َّم أَ ِرنَا‬ ‫ات‪ ،‬إِنَّ َ ِ‬ ‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ا ْغ ِفر لِل ِ ِ‬
‫ك َسم ْي ٌع قَ ِريْ ٌ‬ ‫َْ َ‬ ‫ْم ْسلم ْي َن َوال ُْم ْسل َمات‪َ ،‬وال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل ْ َ‬ ‫ْ ُ‬
‫اآلخ َر ِة َح َسنَةً‬ ‫الد ْنيا حسنةً وفِي ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫اطل باَ ِطالً وار ُزقْنَا ْ ِ‬ ‫ِ‬
‫اجتنَابَهُ‪َ .‬ر َّبنَا آتنَا في ُّ َ َ َ َ َ‬ ‫َْ‬ ‫اعهُ‪َ ،‬وأَ ِرنَا الْبَ َ‬ ‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا‪ #‬اتِّبَ َ‬
‫ال َ‬
‫ب ال ِْع َّز ِة‬ ‫ين إِ َم ًاما‪ُ .‬س ْب َحا َن َربِّ َ‬ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّر َة أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك َر ِّ‬ ‫ْمتَّق َ‬ ‫ُ َ َْ ُ‬ ‫ب لَنَا م ْن أَ ْز َو َ‬ ‫اب النَّا ِر‪َ .‬ر َّبنَا َه ْ‬‫َوقنَا َع َذ َ‬
‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َع َّما يَص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسل ْي َن َوال َ‬
‫ان وإِيتآ ِئ ِذي الْ ُقربى وي ْنهى ع ِن الْ َفح َش ِ‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْبغْ ِي يَِعظُ ُك ْم‬ ‫ْ‬ ‫َْ ََ َ َ‬ ‫اهلل‪ ،‬إِ َّن اهللَ يَأ ُْم ُر ُك ْم بِال َْع ْد ِل َواْ ِإل ْح َس ِ َ َ‬
‫اد ِ‬ ‫ِعبَ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرو َن‪ .‬فَاذْ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم واسأَلُوهُ ِمن فَ ْ ِ ِ ِ‬
‫ب‬‫ضله ُي ْعط ُك ْم َولَذ ْك ُر اهلل أَ ْك َ‬ ‫ُ َ َ َْ َ ْ ْ َ ْ ْ ْ‬ ‫َ ْ ُْ‬

‫‪33‬‬
‫‪Menjaga Diri Dan Keluarga dari Api Neraka‬‬

‫‪Oleh: Agus Hasan Bashori Lc‬‬

‫ضلِ ْل‬ ‫ات أَ ْعمالِنَا‪ ،‬من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م ِ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن س ْيئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ض َّل لَهُ َو َم ْن يُ ْ‬ ‫ُ ُ‬ ‫َ َْ َ‬ ‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد هلل نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫َن الَ إِلَهَ إِالَّ اهلل َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‪.‬‬ ‫ي لَهُ‪َ ,‬وأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ِ‬
‫فَالَ َهاد َ‬
.‫يَآ أ َُّي َها الَّ ِذيْ َن آ ََمنُو َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقا تِِه َوالَ تَ ُمو تُ َّن إِالَّ َوأَْنتُ ْم ُم ْسلِ ُم ْو َن‬
‫ َو َّات ُقوا اهللَ الَّ ِذي‬،‫اء‬ ِ ِ ً ‫ث ِم ْن ُهما ِرج‬ ِ ٍ ِ ِ ‫يآ أ َُّيها النَّاس َّات ُقواْ ربَّ ُكم الَّ ِذي َخلَ َق ُكم من َن ْف‬
َ ‫ال َكث ْي ًرا َون َس‬ َ َ َّ َ‫س َواح َدة َو َخلَ َق م ْن َها َز ْو َج َها َوب‬ َْ ْ ُ َ ُ َ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫صل ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغف ْر‬ْ ُ‫ ي‬,‫ يَآ أ َُّي َها الَّذيْ َن آ ََمنُوا َّات ُقواْ اهللَ َوقُولُواْ َق ْوالً َسديْ َدا‬.‫ إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرق ْيبًا‬,‫األر َح ِام‬ ْ ‫اء لُو َن بِه َو‬ َ ‫تَ َس‬
.‫لَ ُك ْم ذُنُو بَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع اهللَ َو َر ُسولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي َما‬
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر ُم َخ َدثَا ُت َها َو ُك َّل ُم ْح َدثٍَة‬ ٍ
َ ‫ي ُم َح َّمد‬ ُ ‫اله ْد ِي َه ْد‬ َ ‫ َو َخ ْي َر‬,َ‫اب اهلل‬
ِ ِ ِ ‫ فَِإ ْن أَص َد َق ال‬:‫أ ََّمابع ُد‬
ُ َ‫ْحديث كت‬ َ ْ َْ
.‫ضالَل ٍَة فِى النَّا ِر‬
َ ‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل‬ َ ‫بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬
.‫ان إِلَى َي ْوِم الدِّيْ ِن‬ِ ‫اَللَّ ُه َّم ص ِّل َعلَى مح َّم ٍد و َعلَى آلِ ِه وص ْحبِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ِحس‬
َ ْ َ ْ ََ َ َ َ َُ َ

Saudara-saudara seiman rahimakumullah.


Marilah kita selalu mengulangi ucapan rasa syukur kepada Allah karena nikmat-nikmat-Nya
yang telah tercurahkan kepada kita semua sehingga kesehatan jasmani dan rohani masih
menghiasi kita. Semoga rasa syukur yang kita panjatkan ini, menjadi kunci lebih terbukanya
pintu-pintu karunia-Nya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Jika kalian bersyukur, maka akan Kami tambahkan bagimu dan jika kamu mengingkarinya,
sesungguhnya siksaanKu itu sangat pedih”. (Ibrahim: 7)
Kami peringatkan juga para jamaah dan diri ini agar senantiasa menjaga ketaqwaan, agar
mengakar kuat dan kokoh di lubuk hati yang paling dalam. Sebab itulah modal yang hakiki untuk
menyongsong kehidupan abadi, agar hari-hari kita nanti bahagia.

Ikhwani fiddin rahimakumullah.


Seorang muslim seyogyanya menjadikan kampung akhirat sebagai target utama yang harus
diraih. Tidak meletakkan dunia dan gemerlapannya di lubuk hatinya, namun hanya berada di
genggaman tangannya saja, sebagai batu loncatan untuk mencapai nikmat Jannah yang langgeng.
Jadi, jangan sampai kita hanya duduk-duduk santai saja menanti perjalanan waktu, apalagi
tertipu oleh ilusi dunia.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
“Ketahuilah, bahwasanya kehidupan dunia hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan,
perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta
dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan
akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan
kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.(Al-Hadid: 20)

Ibnu Katsir berkata (dengan ringkas): “Allah Subhannahu wa Ta'ala membuat permisalan dunia
sebagai keindahan yang fana dan nikmat yang akan sirna. Yaitu seperti tanaman yang tersiram
hujan setelah kemarau panjang, sehingga tumbuhlah tanaman-tanaman yang menakjubkan para
petani, seperti ketakjuban orang kafir terhadap dunia, namun tidak lama kemudian tanaman-
tanaman tersebut menguning, dan akhirnya kering dan hancur”.
Misal ini mengisyaratkan bahwa dunia akan hancur dan akhirat akan menggantikannya, lalu
Allah pun memperingatkan tentangnya dan menganjurkan untuk berbuat baik. Di akhirat, hanya
ada dua pilihan: tempat yang penuh dengan adzab pedih dan hunian yang sarat ampunan dan
keridhaan Allah bagi hamba-Nya. Ayat ini diakhiri dengan penegasan tentang hakikat dunia
yang akan menipu orang yang terkesan dan takjub padanya.
Topik utama kita kali ini menekankan pentingnya pendidikan anak yang termasuk salah satu
unsur keluarga, agar dia selamat dunia dan akhirat. Anak bagi orang tua merupakan buah
perkawinan yang menyenangkan. Dibalik itu, anak adalah amanat yang dibebankan atas orang
tua. Tidak boleh disia-siakan dan di sepelekan. Pelaksana amanah harus menjaga dengan baik
kondisi titipan agar tidak rusak. Sebab orang tua kelak akan ditanya tentang tanggung jawabnya.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

ْ ‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َم‬


‫سؤ ُْو ٌل عَنْ َر ِعيَّتِ ِه‬ ٍ ‫ُكلُّ ُك ْم َر‬

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang tanggungjawabnya”.(Hadits shahih,
Riwayat Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi, dari Ibnu Umar)

Anak terlahir dalam keadaan fitrah. Kewajiban orang tua merawatnya agar tidak menyimpang
dari jalan yang lurus, dan selamat dari api neraka. Selain itu, anak yang shalih akan menjadi
modal investasi bagi kedua orang tuanya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan
bakarnya dari manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar, keras, lagi tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.(At-Tahrim: 6)
Ali Radhiallaahu anhu berkata dalam menafsiri ayat ini: “Didik dan ajarilah mereka”. Adh-
Dhahak dan Muqatil berujar: “Wajib atas seorang Muslim untuk mendidik keluarganya seperti
kerabat, budak perempuan dan budak laki-lakinya tentang perintah dan larangan Allah”.

Hadirin jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.


Maka, mulai sekarang hendaknya para orang tua sadar terhadap kewajiban mereka untuk
mendidik anak-anak mereka agar menjadi hamba Allah yang taat. Memilihkan pendidikan anak
yang kondusif untuk perkembangan iman dan otaknya. Bukannya membiarkan anak-anak
mereka begitu saja tanpa pengawasan terhadap bacaan yang mereka gemari, apa saja yang suka
mereka saksikan dan aktivitas yang mereka gandrungi. Kelalaian dalam hal ini, berarti penyia-
nyiaan terhadap amanat Allah.

Ingatlah akibat yang akan menimpa kita dan keluarga kita yang tersia-siakan pendidikan
agamanya! Nerakalah balasan yang pantas bagi orang-orang yang melalaikan kewajibannya.
Termasuk anak kita yang malang.!!!
Sesungguhnya neraka itu terlalu dalam dasarnya untuk diukur, tiada daya dan upaya bagi mereka
untuk meloloskan diri dari siksanya. Kehinaan dan kerendahanlah yang selalu menghiasi roman
muka mereka. Keadaan seperti ini tak akan kunjung putus, jika tidak ada sedikitpun iman dalam
dada mereka. Alangkah besarnya kerugian mereka. Begitu banyak penderitaan yang harus
mereka pikul. Inilah kerugian nyata dan hakiki, ketika orang tercampakkan ke dalam lubang
neraka Jahanam.

Untuk menegaskan tentang kedahsyatan siksa neraka, kami kutip firman Allah Subhannahu wa
Ta'ala :
“Setiap kulit mereka hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain supaya mereka
merasakan adzab”. (An-Nisaa’: 56).
Dan juga sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yang menunjukkan tentang siksaan
neraka yang paling ringan, yaitu siksa yang ditimpakan atas Abu Thalib yang artinya:
Dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
“Penduduk neraka yang paling ringan adzabnya adalah Abu Thalib. Dia memakai 2 terompah
dari api neraka (yang berakibat) otaknya mendidih karenanya”. (HR. Muttafaqun ‘Alaih).
Dengan penjelasan di atas, kita sudah sedikit banyak paham tentang tempat kembalinya orang
yang mendurhakai Allah.

َّ ‫اسَتغْ ِف ُرا اهللَ اِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬


.‫الر ِخ ْي َم‬ ِ ِ
ْ ‫استَبِ ُقوا الْ َخ ْي َرات أَ ُق ْو ُل َق ْولي َه َذا َو‬
ْ َ‫ف‬

Khutbah Kedua

‫ضلِ ْل‬ ِ ‫ من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م‬،‫ات أَ ْعمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ
ْ ُ‫ض َّل لَهُ َو َم ْن ي‬ ُ ُ َ َْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد هلل نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
:‫ أ ََّما َب ْع ُد‬.‫صلَّى اهللُ َعلَْيهَ َو َسلَّ ْم تَ ْسلِ ًما‬ َ ْ‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهلل َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬،ُ‫ي لَه‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬
َ ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬
ِ
َ ‫فَالَ َهاد‬

Dari mimbar ini kami ingatkan kembali, marilah kita mulai dengan memberikan perhatian yang
besar terhadap Tarbiyatul Aulad, yaitu proses pendidikan anak kita.
Al-Qur’an telah mengulas tentang sejarah seorang ayah yang mendidik anaknya untuk mengenal
kebaikan. Itulah Luqman, yang dimuliakan Allah Subhannahu wa Ta'ala dengan pencantuman
perkataannya ketika mendidik keturunannya dalam Al-Qur’an. Secara luas itu termaktub dalam
surat (QS. Luqman 12-19).

Dalam surat tersebut, Luqman memulai mengajari anaknya dengan penanaman kalimat tauhid
yang hakikatnya memurnikan ibadah hanya untuk Allah saja, dilanjutkan dengan kewajiban
berbakti dan taat kepada orang tua selama tidak menyalahi syariat. Wasiat berikutnya adalah
berkaitan dengan penyemaian keyakinan tentang hari pembalasan, penjelasan kewajiban
menegakkan shalat. Setelah itu amar ma’ruf dan nahi mungkar yang berperan sebagai faktor
penting untuk memperbaiki umat, tak lupa beliau singgung, beserta sikap sabar dalam
pelaksanaannya. Berikutnya beliau mengalihkan perhatiannya menuju adab-adab keseharian
yang tinggi. Di antaranya larangan memalingkan wajah ketika berkomunikasi dengan orang lain,
sebab ini berindikasi jelek, yaitu cerminan sikap takabur. Beliau juga melarang anaknya berjalan
dengan congkak dan sewenang-wenang di muka bumi sebab Allah Ta'ala tidak menyukai orang-
orang yang sombong. Beliau juga mengarahkan anaknya untuk berjalan dengan sedang tidak
terlalu lambat ataupun terlalu cepat. Sedang nasehat yang terakhir berkaitan erat dengan perintah
untuk merendahkan suara, tidak berlebih-lebihan dalam berbicara.
Demikianlah wasiat Luqman terhadap anaknya, yang sarat dengan mutiara yang sangat agung
dan berfaedah bagi buah hatinya untuk meniti jalan kehidupan yang dipenuhi duri, agar bisa
sampai ke akhirat dengan selamat.Cukuplah kiranya kisah tadi sebagai suri tauladan bagi para
pemimpin keluarga. Memenuhi kebutuhan sandang dan pangan yang memang penting. Namun
ingat, kebutuhan seorang anak terhadap ilmu dan pengetahuan lebih urgen (mendesak).

Jamaah Jum’at yang berbahagia.


Orang tua wajib memenuhi kebutuhan ruhani sang anak, jangan sampai gersang dari pancaran
ilmu dien. Perkara ini jauh lebih penting dari sekedar pemenuhan kebutuhan jasmani karena
berhubungan erat dengan keselamatannya di dunia dan akhirat. Hal itu dapat terealisir dengan
‫‪pendidikan yang berkesinambungan di dalam maupun di luar rumah. Masalahnya, model‬‬
‫‪pendidikan yang ada saat ini hanya menelorkan generasi-generasi yang materialistis, gila dunia.‬‬
‫‪Karena itu kita harus menengok dan menggali metode-metode pendidikan yang dipakai Salafus‬‬
‫‪Shalih yang ternyata telah terbukti dengan membuahkan insan-insan yang cemerlang bagi umat‬‬
‫!‪ini.‬‬

‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما‬ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫صلُّ ْوا َعلَْيه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسل ْي َما‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬‫صلُّو َن َعلَى النَّبِي يَآ أ َُّي َها الَّذيْ َن آ ََمنُواْ َ‬ ‫إِ َّن اهللَ َو َمآلَئ َكتَهُ يُ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْب َر ِاه ْي َم َو َعلَى‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد‪َ ،‬ك َما بَ َار ْك َ‬‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪ .‬وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫يم‪ ،‬إِنَّ َ‬ ‫ِ ِ ِ‬
‫يم َو َعلَى آل إ ْب َراه َ‬
‫ِ ِ‬
‫ت َعلَى إ ْب َراه َ‬ ‫صلَّْي َ‬
‫َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك َحم ٌد َمج ْي ٌد‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫آل إ ْب َراه ْي َم إنَّ َ‬
‫وف َّر ِح ْي ٌم‪َ ،‬ر َّبنَا ظَلَ ْمنَا أَْن ُف َسنَا‬
‫ك َرءُ ُ‬ ‫ان َوالَ تَ ْج َع ْل فِي ُقلُوبِنَا ِغالًّ لِلَّ ِذيْ َن َء َام ُن ْوا َر َّبنَآ إِنَّ َ‬
‫ر َّبنَا ا ْغ ِفر لَنَا و ِإل ْخوانِنَا الَّ ِذين سب ُقونَا بِا ِإليم ِ‬
‫َْ‬ ‫ْ َ ََ‬ ‫ْ َ َ‬ ‫َ‬
‫الد ْنيَا َح َسنَةً‬‫صغَ ًارا‪َ .‬ر َّبنَآ َءاتِنَا ِفي ُّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫اس ِرين‪ ،‬ر َّبنَا ا ْغ ِفر لَنَا ولوال ِدينَا واْرحم ُهما َكما ر َّبيانَا ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫وإِ ْن ل ِ‬
‫ْ َ َ ْ َ َْ َ َ َ َ‬ ‫َم َت ْغف ْر لَنَا َو َت ْر َح ْمنَا لَنَ ُك ْونَ َّن م َن الْ َخ ْ َ َ‬ ‫َ ْ‬
‫اب النَّا ِر‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫َوفي األَخ َرة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ َ‬

‫‪34‬‬
‫‪Maksiat Penduduk Negeri‬‬

‫‪Oleh: Syafaruddin‬‬

‫ات أَ ْعمالِنَا‪ ،‬من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م ِ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫ض َّل‬ ‫ُ ُ‬ ‫َ َْ َ‬ ‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‪ .‬يَا أَيُّهاَ‬‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬‫َن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬ ‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫لَه ومن ي ْ ِ‬
‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬
‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫َّ ِ‬
‫س‬ ‫الذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاته َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسل ُم ْو َن‪ .‬يَا أ َُّي َها الن ُ‬
‫آءل ُْو َن بِ ِه َواْأل َْر َح َام إِ َّن اهللَ َكا َن‬ ‫َّ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫اح َد ٍة و َخلَ َق ِم ْنها َزوجها وب َّ ِ‬ ‫وِ‬
‫سَ‬ ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي تَ َ‬ ‫سً‬ ‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َ‬ ‫َ ْ ََ ََ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ِ‬
‫َعلَْي ُك ْم َرق ْيبًا‪.‬‬
‫ِ‬ ‫يا أ َُّيها الَّ ِذين ءامنُوا َّات ُقوا اهلل و ُقولُوا َقوالً س ِدي ًدا‪ .‬ي ِ‬
‫صل ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َيغْ ِف ْر لَ ُك ْم ذُنُ ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُط ِع اهللَ َو َر ُس ْولَهُ‬ ‫ََ ْ ْ ْ َ ْ ُْ‬ ‫َ َ َْ َ َ‬
‫َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‪.‬‬
‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر ُم ْح َدثَا ُت َها‬ ‫ٍ‬
‫ي ُم َح َّمد َ‬ ‫اله ْد ِي َه ْد ُ‬‫اب اهللَ‪َ ،‬و َخ ْي َر َ‬
‫أ ََّما بع ُد؛ فَِإ َّن أَص َد َق ال ِ ِ ِ‬
‫ْحديث كتَ ُ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َْ‬
‫ضالَل ٍَة فِي النَّا ِر‪.‬‬ ‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل َ‬ ‫َو ُك َّل ُم ْح َدثٍَة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة َ‬
‫ان إِلَى َي ْوِم الدِّيْ ِن‪.‬‬‫اَللَّ ُه َّم ص ِّل َعلَى مح َّم ٍد و َعلَى آلِ ِه وص ْحبِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ِحس ِ‬
‫َ َ ََ ْ َ ْ َ‬ ‫َُ َ‬ ‫َ‬
‫‪Kaum muslimin rahimakumullah‬‬
‫‪Taqwa adalah bekal seorang hamba ketika ia menghadap kepada Sang Pencipta, bekal yang‬‬
‫‪kelak menjadi hujah baginya di hadapan Tuhannya, bahwa kehidupannya dialam dunia telah‬‬
‫‪dipergunakan sebaik-baiknya. Untuk itulah wahai kaum Muslimin sekalian, marilah kita perbaiki‬‬
‫‪dan satukan niat serta tekad, untuk meraih predikat golongan mahluk Allah yang muttaqin yang‬‬
selalu meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah dan RasulNya, untuk dapat mengambil
apa-apa yang telah dijanjikan, berupa kehidupan yang baik di dunia dan Surga yang abadi kelak
di akhirat.
“Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”. (Al-baqarah: 197).
“Sesungguhnya orang-orang bertaqwa itu berada dalam Surga (taman-taman) dan (didekat) mata
air-mata air yang mengalir”. (Al-Hijr: 45).

Kaum muslimin rahimakumullah


Allah ciptakan mahluk dan Allah sertakan bersama mereka nabi-nabi dan rasul-rasul sebagai
utusan yang menerangkan dan menjelaskan konsep tatanan hidup selama berada di alam yang
serba cepat dan fana ini, Allah turunkan pula kitab-kitab-Nyabersama para utusan-utusan itu,
sebagai aturan main di dalam dunia, baik hubungan sesama mahluk, lebih-lebih hubungan
mahluk dengan penciptanya. Di antara kitab-kitab yang Allah turunkan ialah Al-Qur'an, mu’jizat
nabi mulia yang menjelaskan tuntunan Allah, aturan terakhir penutup para nabi dan rasul.
“Sesungguhnya kami telah pengutusmu (muhammad) dengan kebenaran sebagai pembawa berita
gembira dan pemberi peringatan”. (Al-Baqarah: 119).

Allah turunkan Al-Qur’an untuk menyelesaikan masalah-masalah di antara mereka dan juga
untuk mengingatkan mereka akan yaumul mii’aad yaitu hari pembalasan terhadap apa-apa yang
telah dilakukan oleh para penghuni alam dunia.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (An-Nalh: 44).

Kaum muslimin rahimakumullah


Akan tetapi di balik semua itu, realita yang terjadi, kita sering dan teramat sering dikejutkan dan
dibuat prihatin dengan musibah yang acap kali menimpa negeri ini. Masih terngiang ditelinga
kita peristiwa gempa bumi yang terjadi beberapa waktu yang lalu, yang memakan korban
manusia dan memaksa mengungsi dari tempat-tempat mereka, banjir yang berulang kali terjadi
di beberapa tempat, padahal baru kemarin kita merasakan beratnya kemarau panjang, gunung di
beberapa tempat sudah mulai aktif dan memuntahkan isi kandungannya, huru-hara terjadi
diberbagai kota diiringi hancurnya tempat-tempat tinggal dan pusat-pusat keramaian dengan
kobaran api yang melalap baik materi maupun sosok-sosok jiwa sebagai pelengkapnya,
pembantaian yang telah dan terus berlangsung secara biadab terjadi di beberapa tempat dan entah
berapa tempat lagi yang akan terjadi di belahan negeri ini, busung lapar anak manusia negeri ini
sering kita dengar meskipun katanya kita berada di negeri subur nan tropis, dengan disusul
jatuhnya nilai rupiah yang mengakibatkan krisis moneter yang berdampak kemiskinan,
pengangguran dan kelaparan masih saja kita rasakan, penyakit-pernyakit aneh dan kotor mulai
merebak dan meng-gerogoti penduduk negeri ini dan berbagai musibah yang telah menghadang
di hadapan mata, termasuk di dalam hancurnya generasi-generasi muda penerus bangsa ini
disebabkan terha-nyut dan tenggelam bersama obat-obat setan yang terlarang.

Apakah adzab telah mengintai negeri ini, sebagaimana yang tersurat di dalam Al-Qur’an surat
Ash-Shaffat ayat 25, kaum Nuh yang Allah tenggelamkan dikarenakan mendustakan seorang
rasul, atau kaum Tsamud yang disebabkan tak beriman, membusungkan dada dan menantang
datangnya adzab, Allah jadikan mereka mayat-mayat yang bergelimpangan dengan gempa yang
mengguncang mereka, atau seperti kaum Luth yang dikarenakan perzinaan sesama jenis,
homosexsual, Allah hujani mereka dengan batu, atau seperti kaum Madyan yang Allah jadikan
mereka mayat-mayat yang bergelimpangan disebabkan curang dalam takaran dan timbangan
serta membuat kerusakan dimuka bumi dan menghalangi orang untuk beriman, atau seperti kaum
‘Aad yang disebabkan tidak memurnikan tauhid dan bersujud kepadaNya, Allah kirim kepada
mereka angin yang sangat panas yang memusnahkan mereka.

Kaum-kaum terdahulu Allah hancurkan dan luluh lantahkan disebabkan satu dua kemungkaran
yang dikepalai kesyirikan, sekarang bagaiman dengan kita, apa yang kita saksikan dan alami
sekarang ini, apa yang terjadi ditempat kita, lingkungan kita, dikota kita, dan bahkan di seantero
negeri kita?, maksiat terjadi dimana-mana, pergaulan lawan jenis dan perzinaan yang keluar dari
norma-norma agama semakin menggila, ditambah lagi media-media masa visual dan non-visual
ikut melengkapi ajang syaitan ini dengan dalih seni dan hak-hak manusia, padahal Allah dan
RasulNya telah jelas-jelas mengharamkan hal tersebut. Firman Allah.

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji
dan jalan yang buruk” (Al-Isra’: 32).
Dan dalam sebuah hadits shahih Rasul bersabda:

ِ ‫من وج ْدتُموه يعمل عمل َقوِم لُو ٍط فَاقْتلُوا الْ َف‬


.‫اع َل َوال َْم ْفعُ ْو َل بِ ِه‬ ُ ْ ْ َ ََ ُ َ َْ ُ ُْ َ َ ْ َ
“Barangsiapa di antara kalian yang menemui mereka yang melakukan perbuatan kaum Luth
(homosexsual) maka bunuhlah kedua pelakunya”. (riwayat Abu dawud dan At-Tirmidzi).
Kemana hak Allah dan RasulNya?. Kecurangan dalam perniagaan yang terjadi pada kaum
Madyan pun terjadi sekarang, kecurangan bukan hanya curang dalam timbangan secara zhahir,
tetapi penindasan, tipu muslihat, sampai kepada sogok menyogok dan riba pun seakan suatu
yang harus dilakukan, kemana firman Allah:

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang”. (Al-Muthaffifin:1).


Dan Rasulpun melaknat orang yang menyogok dan yang disogok, sebagaimana hadis shahih
yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad.
Berbagai bentuk perjudian pun digelar, pembunuhan yang tanpa memperhitungkan nilai
kemanusiaan dan agama pun terus terjadi silih berganti, padahal Rasul Shalallaahu alaihi
wasalam telah memperingatkan untuk meninggalkan tujuh hal yang menghancurkan.

ِ ِ ‫الن ْف‬ ِ ِ‫الشر ُك ب‬ ِ ‫ يا رسو َل‬:‫ قِ ْيل‬.‫ات‬ ِ ‫الس ْبع الْموبَِق‬ ِ ِ


َ ‫س الَّت ْي َح َّر َم اهللُ إِالَّ بِال‬
‫ْح ِّق‬ َّ ‫اهلل َو َق ْت ُل‬ ْ ِّ :‫ال‬
َ َ‫اهلل َو َما ُه َّن؟ ق‬ ُْ َ َ َ ْ ُ َ َّ ‫ا ْجتَنبُوا‬
ِ َ‫ت الْم ْؤ ِمن‬ ِ ِ ِ ‫ف الْم ْح‬ ِ ‫الز ْح‬
َّ ‫َّولِّ ْي َي ْو َم‬ ِ ِ
.‫ات‬ ُ َ‫صنَات الْغَافال‬ َ ُ ُ ‫ف َوقَ ْذ‬ َ ‫الربَا َوأَ ْك ُل َمال الْيَت ْي ِم َوالت‬
ِّ ‫الس ْح ُر َوأَ ْك ُل‬
ِّ ‫َو‬

Yang artinya: “Jauhilah tujuh hal yang menghancurkan (membina-sakan)”. Bertanya para
sahabat, apa itu yang Rasulullah?, bersabda beliau: “Syirik (menyekutukan Allah), membunuh
jiwa yang Allah haramkan, kecuali yang dibenarkan syari’at, sihir (tenung dan santet), memakan
riba, memakan (menyelewengkan) harta anak yatim, lari dari pertempuran (karena takut),
menuduh wanita baik-baik berzina”. (Ash-Shahihain).
Akan tetapi semua ini berlaku, perbuatan syirik yang merupakan biang malapetaka dunia dan
akhirat kini seolah telah menjadi sesuatu kebutuhan, berapa banyak kita dapati media masa yang
menjajakan kesyirikan, ulama-ulama sesat menyeru umat kepada perbuatan syirik dengan
membungkus sedemikian rupa untuk menipu umat, dan kini mereka telah menancapkan kaki-
kaki mereka.

Kaum Muslimin
Segala sesuatunya kini telah terbalik, yang hak dikatakan dan dianggap batil, yang batil
dipertahankan, dan tidak malu-malu di hadapan yang hak.
Siapakah yang bertanggung jawab akan hal ini?, yang jelas kita semua bertanggung jawab, kita
sebagai umara’, ulama maupun pribadi-pribadi muslim.“Jikalau sekiranya penduduk-penduduk
negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya”. (Al-A’raf: 96).

Kaum Muslimin jamaah shalat Jum’at yang mulia.


Islam adalah satu-satunya ajaran yang menjamin ketenteraman dan kesejahteraan hidup, tidak
saja di dunia, tetapi bahkan di akhirat, sebab ajaran ini adalah ajaran dari Dzat yang maha
memberikan jaminan bagi kebutuhan insan.

Kaum Muslimin
Untuk menyelamatkan negeri dan umat ini tidak lain adalah kita kembali memurnikan dan
menegakkan ajaran Allah pencipta kita, ketika umat semakin jauh dari ajarannya semakin gencar
pula azab yang akan diterima dan ditimpahkan, oleh karena itu ada baiknya kita menilik kembali
perkataan Syaikh Ali Hasan Al-Atsari bahwa tidak ada jalan lain dalam mengembalikan umat
dan memperbaiki umat ini kecuali dengan tashfiyah dan tarbiyah sebagaimana yang disebutkan
di dalam kitabnya “At-Tashfiah wat Tarbiyah”, “Bahwa kondisi yang buruk yang menimpa
kaum muslimin dewasa ini adalah akibat terlalu jauhnya mereka dari kitab Allah dan sunnah
RasulNya “. Kenapa hal itu bisa terjadi, Syaikh Abdurrahman Ibnu Yahya Al-Muallimi Al-
Yamani tokoh ulama salaf abad XIV H yang dinukil dalam buku At-Tashfiah wat Tarbiyah hal
19-20 bahwa hal itu terpulang pada tiga persoalan.

1. Tercampurnya ajaran yang bukan dari Islam dengan ajaran Islam.

2. Lemahnya kepercayaan orang akan apa yang menjadi ajaran Islam.

3. Tidak adanya pengamalan (penerapan) terhadap hukum-hukum Islam.

.‫الر ِح ْي ُم‬ ُ ‫ِلي َو لَ ُك ْم إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف‬


َّ ‫ور‬ ِ ‫ول َقو لِي ه َذا و‬
ْ َ َ ْ ُ ُ‫أَق‬
ْ َ‫اسَتغْف ُروا اهلل‬
Khutbah Kedua

ِ ‫ من ي ْه ِد اهلل فَالَ م‬،‫ات أَ ْعمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬
ِ ِ ِ
ُ‫ض َّل لَه‬ ُ ُ َ َْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد هلل نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬
َ ‫إِ َّن ال‬
ِ ‫َن مح َّم ًدا رسو ُل‬ ِ ِ ْ ‫ومن ي‬
‫ أ ََّما َب ْع ُد؛‬.‫اهلل‬ ْ ُ َ َ ُ َّ ‫َن الَ إِلَهَ إِالَّ اهلل َوأَ ْش َه ُد أ‬
َّ ‫ أَ ْش َه ُد أ‬.ُ‫ي لَه‬
َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ
Kaum muslimin jamaah shalat Jum’at yang dimuliakan oleh Allah:
Pada khutbah kedua ini, Syaikh Ali Hasan Al-Atsari melanjutkan dalam kitabnya bahwa ada tiga
hal pokok yang mendasar dalam mengatur sistem tarbiyah (pembinaan) yang merupakan
rangkaian dari tashfiyah.

1. Menitik beratkan pada kebangkitan aqidah tauhid dan pembersihan dari segala bentuk
bid’ah dan penyelewengan-penyelewengannya.

2. Barometer semua pembinaan adalah Al-Qur’an dan As-Sunah. Dengan praktek-praktek


yang diterapkan para salafus shalih dan ulama-ulama rabbani yang mengakar
pemahamannya terhadap Al-Qur’an dan As-Sunah.

3. Bahwa tarbiyah haruslah menyangkut pengarahan umum yang erat hubungannya dengan
kehidupan sehari-hari, seperti keyakinan, norma-norma, adat-adat, tradisi, kegiatan
kantor, politik, sosial dan seterusnya (At-Tashfiah wat Tarbiyah hal. 101).

Kaum Muslimin rahimakumullah


Yang terakhir. Apakah keadaan dan kenyataan yang menimpa kita selama ini tidak menjadikan
kita berfikir dan berbenah diri untuk hidup yang akan datang, kehidupan abadi yang menentukan
sengsara atau bahagia.
“Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka
di malam hari di waktu mereka sedang tidur”. (Al-A’raf: 97).
“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidaklah
merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi”. (Al-A’raf: 99).

‫ َوبَا ِر ْك َعلَى‬.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‬


ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫صلَّْي‬ ٍ
َ ‫آل ُم َح َّمد َك َما‬ ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬
َ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
‫ َر َّبنَا ا ْغ ِف ْر لَنَا َو ِإل ْخ َوانِنَا‬.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‬
ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك‬
ِ ‫ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬
َ
ِ ٌ ‫ك رءو‬ ِ ِ ِ ِ ِ
‫سنَا َوإِ ْن لَّ ْم‬
َ ‫ َر َّبنَا ظَلَ ْمنَا أَْن ُف‬.‫ف َّرح ْي ٌم‬ ْ ُ َ َ َّ‫الَّذيْ َن َسَب ُق ْونَا بِاْ ِإليْ َمان َوالَ تَ ْج َع ْل ف ْي ُقلُ ْوبِنَا غالًّ لِّلَّذيْ َن َء َام ُن ْوا َر َّبنَا إِن‬
ُّ ‫ َر َّبنَا آتِنَا فِي‬.‫صغَ ًارا‬
‫الد ْنيَا‬ ِ ‫ ر َّبنَا ا ْغ ِفر لَنَا ولِوالِ َد ْينَا وارحم ُهما َكما ر َّبيانَا‬.‫اس ِريْن‬ ِ ِ ِ
َ َ َ َ َْ ْ َ ََ ْ َ َ ‫َتغْف ْر لَنَا َوَت ْر َح ْمنَا لَنَ ُك ْونَ َّن م َن الْ َخ‬
.‫اب النَّا ِر‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫سنَةً َوقنَا َع َذ‬ َ ‫سنَةً َوفي اآلخ َرة َح‬ َ ‫َح‬
ِ‫ش‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْب ْغ ِي يَ ِعظُ ُك ْم ل ََعلَّ ُك ْم‬ َ ‫ان َوإِيتَآ ِئ ِذي الْ ُق ْربَى َو َي ْن َهى َع ِن الْ َف ْح‬ ِ ‫ إِ َّن اهلل يأْمر ُكم بِالْع ْد ِل واْ ِإل ْحس‬،‫اهلل‬
َ َ َ ْ ُُ َ َ
ِ ‫اد‬ َ َ‫ِعب‬
.‫اهلل أَ ْكَب ُر‬ ِ ‫َذ ْكر‬ ِ ِ ِ ِ ْ َ‫ فَاذْ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم واسأَلُوهُ ِمن ف‬.‫تَ َذ َّكرو َن‬
ُ ‫ضله ُي ْعط ُك ْم َول‬ ْ ْ ْ َ ْ ْ َ َْ َ َ ُ ُْ

35
Taqwa Kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala

Oleh: M. Ikhsan
ِ ‫ من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م‬،‫ات أَ ْعمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
‫ض َّل‬ ُ ُ َ َْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
.ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ َ ْ‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬ ِ ِ ْ ‫لَه ومن ي‬
َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ
‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن‬ ِ ِ ِِ ِ َّ
ُ ‫ يَا أ َُّي َها الن‬.‫يَا أَيُّهاَ الذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاته َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسل ُم ْو َن‬
‫آءل ُْو َن بِ ِه َواْأل َْر َح َام إِ َّن اهللَ َكا َن‬ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ‫اح َد ٍة و َخلَ َق ِم ْنها َزوجها وب‬ ِ‫سو‬
َ‫س‬ َ َ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي ت‬ ً‫س‬ َ ‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون‬ ََ ََ ْ َ َ َ ٍ ‫َن ْف‬
‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْر لَ ُك ْم ذُ ُن ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع‬ ِ ِ ِ
ْ ُ‫ ي‬.‫ يَا أ َُّي َها الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‬.‫َعلَْي ُك ْم َرق ْيبًا‬
.‫اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬
‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر ُم ْح َدثَا ُت َها‬ ٍ
َ ‫ي ُم َح َّمد‬ ُ ‫ َو َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد‬،َ‫اب اهلل‬
ِ ِ ِ ‫أ ََّما بع ُد؛ فَِإ َّن أَص َد َق ال‬
ُ َ‫ْحديث كت‬ َ ْ َْ
.‫ضالَل ٍَة فِ ْي النَّا ِر‬
َ ‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل‬ َ ‫َو ُك َّل ُم ْح َدثٍَة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬
Hadirin ... Jama'ah Jum'ah Yang dimuliakan Allah
Allah Subhannahu wa Ta'ala Maha Pencipta, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Kuasa,
Maha Pengatur semesta, Maha Pemberi rizqi bagi setiap manusia, binatang dan makhluk lainnya.
Oleh sebab itu Allahlah satu-satunya sembahan yang benar yang harus diibadahi oleh
hambaNya. Manusia diciptakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala tidak lain agar manusia itu
beribadah hanya kepada Allah semata.
Artinya: “Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manu-sia melainkan supaya mereka
menyembahKu”.
Tetapi manfaat ibadah itu justru untuk kepentingan mereka yang beribadah itu sendiri dalam
membentuk pribadinya menjadi orang yang bertaqwa.
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah: 21)

Hadirin ... jama'ah Jum'ah yang dimuliakan Allah


Para sahabat dan salafus shalih yang memahami betul tuntunan Al-Qur’an dan mengikuti jejak
sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, mereka mempunyai perhatian yang besar
terhadap TAQWA ini, mereka terus mencari hakikatnya, saling bertanya satu sama lain, serta
mereka berusaha keras untuk mencapai derajat TAQWA ini.

Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam Tafsirnya bahwa: Umar Ibnul Khathab Radhiallaahu
anhu. Bertanya kepada Ubai Ibnu Ka’ab Radhiallaahu anhu, tentang TAQWA ini, maka
berkatalah Ubai kepada Umar:
“Pernahkah engkau melewati jalan yang penuh duri?”
“Ya, Pernah”. Jawab Umar.
Ubai bertanya lagi: “Apa yang anda lakukan saat itu?”.
Umar menjawab: “Saya akan berjalan dengan sungguh-sungguh dan berhati-hati sekali agar tak
terkena dengan duri itu”. Lalu Ubai berkata: “Itulah TAQWA”.

Dari riwayat ini bisa kita ambil ibrahnya, bahwa TAQWA itu adalah kepekaan batin, kelembutan
perasaan, rasa khauf kepada Allah terus menerus, hingga ia selalu waspada dan hati-hati agar
tidak terkena duri syahwat dan duri syubhat di jalanan. Ia menghindari perbuatan syirik sejauh-
jauhnya, juga menghindari perbuatan syirik sejauh-jauhnya, juga menghindari semua maksiat
dan dosa, yang kecil maupun yang besar. Serta ia juga berusaha keras sekuat tenaga mentaati dan
melaksanakan perintah-perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala, lahir dan batin dengan hati yang
khudlu’ dan merendahkan diri di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Hadirin ... jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah


Di antara ciri-ciri orang yang bertaqwa kepada Allah itu adalah:

1. Gemar menginfaqkan harta bendanya di jalan Allah, baik dalam waktu sempit maupun
lapang.

2. Mampu menahan diri dari sifat marah.

3. Selalu memaafkan orang lain yang telah membuat salah kepadanya (tidak pendendam).

4. Tatkala terjerumus pada perbuatan keji dan dosa atau mendzalimi diri sendiri, ia segera
ingat kepada Allah, lalu bertaubat dan beristighfar, memohon ampun kepadaNya atas
dosa yang telah dilakukan.

5. Tidak meneruskan perbuatan keji itu lagi, dengan kesadaran dan sepengetahuan dirinya.

Ciri-ciri orang yang bertaqwa ini, bisa kita lihat pada firman Allah:
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas
langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang
menginfaqkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya
diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan
siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

Hadirin ... jamaah Jum’ah yang dimuliakan Allah


Betapa pentingnya nilai TAQWA, hingga merupakan bekal yang terbaik dalam menjalani
kehidupan di dunia dan betapa tinggi derajat TAQWA, hingga manusia yang paling mulia di sisi
Allah adalah orang yang paling taqwa di antara mereka. Dan banyak sekali buah yang akan
dipetik, hasil yang akan diperoleh dan nikmat yang akan diraih oleh orang yang bertaqwa di
antaranya adalah:

1. Ia akan memperoleh Al-Furqon, yaitu kemampuan uantuk membedakan antara yang hak
dan yang batil, halal dan haram, antara yang sunnah dengan bid’ah. Serta kesalahan-
kesalahannya dihapus dan dosa-dosanya diampuni.
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan
memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan
mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al-Anfal:
29)
2. Ia akan memperoleh jalan keluar dari segala macam problema yang dihadapinya, diberi
rizki tanpa diduga dan dimudahkan semua urusannya.
Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS. At-Thalaq:
2-3)
Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya. (QS. At-Thalaq: 4)

3. Amalan-amalan baiknya diterima oleh Allah hingga menjadi berat timbangannya di hari
kiamat kelak, mudah peng-hisabannya dan ia menerima kitab catatan amalnya dengan
tangan kanan.
Berkatalah Habil (kepada saudaranya Qobil): “Sesungguhnya Allah hanya menerima
(korban) dari orang-orang yang taqwa”. (QS. Al-Maidah: 27)

4. Serta Allah akan memasukkan ke dalam Surga, kekal di dalamnya serta hidup dalam
keridloanNya.
Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada Surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka
dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridloan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan
hamba-hambaNya. (QS. Ali Imran: 15)

Jadi dengan TAQWA kepada Allah kemuliaan hidup dapat dicapai, kebaikan dunia dapat
diperoleh dan kebaikan akhirat dengan segala kenikmatannya dapat dirasakan.

‫َسَت ْغ ِف ُر‬ ِ ِ ‫الذ ْك ِر ال‬ ِّ ‫ات َو‬ ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ أَ ُق ْو ُل َق ْول ْي َه َذا َوأ‬.‫ْحك ْي ِم‬َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬
.‫الر ِح ْي ُم‬
َّ ‫ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬،ُ‫اسَت ْغ ِف ُر ْوه‬ ٍ ْ‫سائِ ِر ال ُْم ْسلِيِ ْم َن ِم ْن ُك ِّل ذَن‬ ِ ِ ِ
ْ َ‫ ف‬.‫ب‬ َ ‫اهللَ ال َْعظ ْي َم ل ْي َولَ ُك ْم َول‬
Khutbah Kedua

ِ ِ ِِ
َّ ‫ َوأَ ْش َه ُد أ‬،‫َّار‬
‫َن‬ ُ ‫ اَل َْواح ُد الْ َقه‬،ُ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهلل‬.‫ْح ْم ُد للَّه َح ْم ًدا َكث ْي ًرا َك َما أ ََم َر فَا ْنَت ُه ْوا َع َّما َن َهى َع ْنهُ َو َح َّذ َر‬ َ ‫اَل‬
‫ يَاأَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َام ُن ْوا‬،‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‬ ِ ِ ِ
َ ُ‫ إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ ي‬:‫ال اهللُ َت َعالَى ِفْي كتَابِه الْ َك ِريْ ِم‬ َ َ‫ ق‬.ُ‫ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬
.‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما‬
َ
ِ ‫ وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬.‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم‬ ِ
َ ‫د َك َما بَ َار ْك‬#ٍ ‫آل ُم َح َّم‬
‫ت‬ َ َ َ َ َ ‫صلَّْي‬َ ‫ك َك َما‬ َ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َع ْب ِد َك َو َر ُس ْول‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
ِ َ‫ والْم ْؤ ِمنِْين والْم ْؤ ِمن‬،‫ات‬ ِ ‫ اَللَّ ُه َّم ا ْغ ِفر لِلْمسلِ ِم ْين والْمسلِم‬.‫ك ح ِم ْي ٌد م ِج ْي ٌد‬ ِ ِ ‫َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
‫ات‬ ُ ََ ُ َ َ ُْ ََ ُْ ْ َ َ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َراه ْي َم‬ ََ َ
ِ ِ ِ
َ‫ب لَنَا م ْن أَ ْز َواجنَا َوذُ ِّريَّاتنَا ُق َّرة‬ ِ
ْ ‫ َر َّبنَا َه‬.‫اف َوالْغنَى‬ َ ‫الت َقى َوال َْع َف‬ ُّ ‫ُك ال ُْه َدى َو‬ َ ‫ اَلل ُه َّم إنَّا نَ ْسأَل‬.‫َحيَ ِاء ِم ْن ُه ْم َواْأل َْم َوات‬
ِ َّ ِ ْ ‫اْأل‬
‫ َر َّبنَا آتِنَا‬.‫َّاب‬
ُ ‫َنت ال َْوه‬ َ ‫كأ‬ َ َّ‫ك َر ْح َمةً إِن‬َ ْ‫ب لَنَا ِمن لَّ ُدن‬ ْ ‫غ ُقلُ ْو َبنَا َب ْع َد إِ ْذ َه َد ْيَتنَا َو َه‬
ْ ‫ َر َّبنَا الَ تُ ِز‬.‫ين إِ َم ًاما‬ ِ ‫أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل‬
َ ‫ْمتَّق‬ُ َْ َ ُ
.‫اب النَّا ِر‬ ِ ِ ِ ِ ُّ ‫فِي‬
َ ‫سنَةً َوقنَا َع َذ‬ َ ‫سنَةً َوفي اآلخ َرة َح‬ َ ‫الد ْنيَا َح‬
ِ‫ش‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْب ْغ ِي يَ ِعظُ ُك ْم ل ََعلَّ ُك ْم‬ َ ‫ان َوإِيتَآ ِئ ِذي الْ ُق ْربَى َو َي ْن َهى َع ِن الْ َف ْح‬
ِ ‫ إِ َّن اهلل يأْمر ُكم بِالْع ْد ِل واْ ِإل ْحس‬،‫اهلل‬
َ َ َ ْ ُُ َ َ
ِ ‫اد‬ َ َ‫ِعب‬
ِ ‫َذ ْكر‬
.‫اهلل أَ ْكَب ُر‬ ِ ِ ِ ِ ْ َ‫ فَاذْ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم واسأَلُوهُ ِمن ف‬.‫تَ َذ َّكرو َن‬
ُ ‫ضله ُي ْعط ُك ْم َول‬ ْ ْ ْ َ ْ ْ َ َْ َ َ ُ ُْ

36
Dengan Takwa Kita Gapai Masadepan Yang Gemilang Serta
Kehidupan Yang Hakiki

Oleh: Agus Salim Khan

ِ ‫ من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م‬،‫ات أَ ْعمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
‫ض َّل‬ ُ ُ َ َْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َ ْ‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬
‫ يَا أ َُّي َها‬.ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬ ِ ِ ْ ‫لَه ومن ي‬
َ ‫ضللْهُ فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ
‫ يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن‬:‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫اهلل َف َق ْد فَ َاز ال ُْمَّت ُق ْو َن‬ ِ ‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى‬
َ َ َ ْ ‫َّاس أ ُْو‬
ِ
ُ ‫الن‬
‫ث‬َّ َ‫اح َد ٍة َو َخلَ َق ِم ْن َها َز ْو َج َها َوب‬ ِ‫سو‬ ِ َّ
َ ٍ ‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف‬ ُ ‫ يَا أ َُّي َها الن‬:‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬
‫ يَا أ َُّي َها الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا‬.‫آءل ُْو َن بِ ِه َواْأل َْر َح َام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‬ ِ َّ ِ ِ ِ
َ‫س‬ َ َ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي ت‬ ً‫س‬ َ ‫م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون‬
.‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْر لَ ُك ْم ذُ ُن ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬ ِ
ْ ُ‫ ي‬.‫اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‬
‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر ُم ْح َدثَا ُت َها‬ ٍ
َ ‫ي ُم َح َّمد‬ ُ ‫ َو َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد‬،َ‫اب اهلل‬
ِ ِ ِ ‫أ ََّما بع ُد؛ فَِإ َّن أَص َد َق ال‬
ُ َ‫ْحديث كت‬ َ ْ َْ
‫ص ْحبِ ِه‬ ِِ ٍ ِ ٍ َ ‫ضالَلَةٌ و ُك َّل‬ ٍ ِ ٍِ
َ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ضالَلَة في النَّا ِر‬ َ َ ‫َو ُك َّل ُم ْح َدثَة ب ْد َعةٌ َو ُك َّل ب ْد َعة‬
.‫ان إِلَى َي ْوِم ال ِْقيَ َام ِة‬
ٍ ‫ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس‬
َ ْ َ ْ ََ
Para hadirin yang berbahagia.
Pada hakekatnya tak ada penyejuk yang benar-benar menyegarkan, dan tak ada obat yang paling
mujarab selain taqwa kepada Allah.

Hanya taqwa kepadaNyalah satu-satunya jalan keluar dari berbagai problem kehidupan, yang
mendatangkan keberkahan hidup, serta menyelamatkan dari adzabNya di dunia maupun di
akhirat nanti, karena taqwa jualah seseorang akan mewarisi Surga Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Saudara-saudara yang berbahagia.


Pengertian taqwa itu sendiri mengandung makna yang bervariasi di kalangan ulama. Namun
semuanya bermuara kepada satu pengertian yaitu seorang hamba meminta perlindungan kepada
Allah Subhannahu wa Ta'ala dari adzabNya, hal ini dapat terwujud dengan melaksanakan apa
yang di perintahkan-Nya dan menjauhi apa yang di larang-Nya.

Para hadirin yang berbahagia


Bila kata taqwa disandarkan kepada Allah maka artinya takutlah kepada kemurkaanNya, dan ini
merupakan perkara yang besar yang mesti ditakuti oleh setiap hamba. Imam Ahmad bin Hambal
Radhiallaahu anhu berkata, “Taqwa adalah meninggalkan apa-apa yang dimaui oleh hawa
nafsumu, karena engkau takut (kepada Dzat yang engkau takuti)”. Lebih lanjut ia mengatakan,
“Takut kepada Allah, ridha dengan ketentuanNya dan mempersiapkan diri untuk menghadapi
hari kiamat nanti.”

Para hadirin yang berbahagia


Pada hakekatnya Allah Subhannahu wa Ta'ala mewasiatkan taqwa ini, bukan hanya pada umat
Nabi Muhammad, melainkan Dia mewasiatkan kepada umat-umat terdahulu juga, dan dari sini
kita bisa melihat bahwa taqwa merupakan satu-satunya yang diinginkan Allah.
Allah Subhannahu wa Ta'ala menghimpun seluruh nasihat dan dalil-dalil, petunjuk-petunjuk,
peringatan-peringatan, didikan serta ajaran dalam satu wasiat yaitu Taqwa.

Hadirin yang berbahagia.


Pernah suatu ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berwasiat mengenai taqwa, dan kisah
ini diriwayatkan oleh Irbadh bin Sariyah bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam shalat
subuh bersama kami, kemudian memberi nasihat dengan nasihat yang baik yang dapat
meneteskan air mata serta menggetarkan hati yang mendengarnya. Lalu berkatalah salah seorang
sahabat, “Ya Rasulullah, sepertinya ini nasihat terakhir oleh karena itu nasihatilah kami”. Lalu
Nabi bersabda:

‫ َف َعلَْي ُك ْم‬،‫سَي َرى ا ْختِالَفًا َكثِْي ًرا‬ ِ ‫ فَِإنَّه من ي ِع‬،‫ وإِ ْن َكا َن عب ًدا حب ِشيًّا‬،‫السم ِع والطَّاع ِة‬ ِ ِ ِ
َ َ‫ش م ْن ُك ْم ف‬
ْ َ َُْ َ َ َْ َ َ َ ْ َّ ‫أ َْوص ْي ُك ْم بَت ْق َوى اهلل َو‬
.ٌ‫ضالَلَة‬ َ ‫ فَِإ َّن ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬،‫ات اْأل ُُم ْو ِر‬
ِ َ‫ وإِيَّا ُكم وم ْح َدث‬،‫اج ِذ‬ ِ َّ ‫بِسنَّتِي وسن َِّة الْ ُخلَ َف ِاء‬
ِ ‫ َعضُّوا َعلَْي َها بِالنَّو‬،‫اش ِديْن الْم ْه ِد ِّي ْين‬
َُ ْ َ َ ْ َ َ َ ‫الر‬ َُ ْ ُ
Artinya: “Aku wasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaati,
sekalipun kepada budak keturunan Habsyi. Maka sesungguhnya barangsiapa di antara kamu
hidup (pada saat itu), maka dia akan menyaksikan banyak perbedaan pendapat. Oleh karena itu
hendaklah kamu mengikuti sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk.
Gigitlah kuat-kuat dengan gigi gerahammu (peganglah sunnah ini erat-erat). Dan berwaspadalah
kamu terhadap perkara yang diada-adakan (bid’ah) karena setiap bid’ah itu sesat”. (HR. Ahmad
IV:126-127; Abu Dawud, 4583; Tarmidzi, 2676, Ibnu Majah, 43; Ad-Darimi 1:44-45; Al-
Baghawi, 1-205, syarah dan As Sunnah, dan Tarmidzi berkata, hadits ini hasan shahih, dan
shahih menurut Syaikh Al-Albani).

Hadirin yang berbahagia.


Tentang sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam: “Aku wasiatkan kepadamu agar kamu
bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaati”, tersebut di atas, Ibnu Rajab berkata, bahwa
kedua kata itu yaitu mendengar dan mentaati, mempersatukan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Adapun taqwa merupakan penjamin kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Hadirin sidang Jum’at yang berbahagia.


Di samping itu taqwa juga merupakan sebaik-baiknya pakaian dan bekal orang mu’min, hal ini
seperti yang digambarkan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam firmanNya surat Al-A’raaf
ayat 26 dan Al-Baqarah ayat 197. Allah berfirman:
Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang terbaik. (Al-A’raaf:
26).
Allah Ta'ala menganugerahkan kepada hamba-hambaNya pakaian penutup aurat (al-libas) dan
pakaian indah (ar-risy), maka al-libas merupakan kebutuhan yang harus, sedangkan ar-risy
sebagai tambahan dan penyempurna, artinya Allah menunjuki kepada manusia bahwa sebaik-
baik pakaian yaitu pakaian yang bisa menutupi aurat yang lahir maupun batin, dan sekaligus
memper-indahnya, yaitu pakaian at-taqwa.
Qasim bin Malik meriwayatkan dari ‘Auf dari Ma’bad Al-Juhani berkata, maksud pakaian taqwa
adalah al-hayaa’ (malu). Sedangkan Ibnu Abbas berpendapat bahwa pakaian taqwa adalah amal
shalih, wajah yang simpatik, dan bisa juga bermakna segala sesuatu yang Allah ajarkan dan
tunjukkan.
Adapun taqwa sebagai sebaik-baiknya bekal sebagaimana tertuang dalam firman Allah dalam
surat Al-Baqarah ayat 197:
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepadaKu, hai
orang-orang yang berakal”

Para hadirin yang berbahagia


Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat tersebut, dengan menyatakan bahwa kalimat
“sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”, menunjukkan bahwa tatkala Allah
memerintahkan kepada hambaNya untuk mengambil bekal dunia, maka Allah menunjuki
kepadanya tentang bekal menuju akhirat (yaitu taqwa).

Para hadirin yang berbahagia.


Seandainya kita mampu mengaplikasikan atau merealisasikan, kedua ayat di atas bukanlah suatu
hal yang mustahil, dan itu merupakan modal utama bagi kita untuk bersua kepada Sang Pencipta.
Saudara-saudara yang berbahagia, banyak sekali faktor-faktor penunjang agar kita bisa
merasakan ketaqwaan tersebut, di antaranya:

1. Mahabbatullah
2. Muraqabatullah (merasakan adanya pengawasan Allah)
3. Menjauhi penyakit hati
4. Menundukkan hawa nafsu
5. Mewaspadai tipu daya syaitan

1. Mahabbatullah
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
“Mahabbah itu ibarat pohon (kecintaan) dalam hati, akarnya adalah merendahkan diri di
hadapan Dzat yang dicintainya, batangnya adalah ma’rifah kepadaNya, rantingnya adalah
rasa takut kepada (siksa)Nya, daunnya adalah rasa malu terhadapNya, buah yang
dihasilkan adalah taat kepadaNya, bahan penyiramnya adalah dzikir kepadaNya, kapan
saja, jika amalan-amalan tersebut berkurang maka berkurang pulalah mahabbahnya
kepada Allah”. (Raudlatul Muhibin, 409, Darush Shofa).

2. Merasakan adanya pengawasan Allah.


Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Dan Allah melihat apa-apa yang kamu
kerjakan”. (Al-Hadid: 4).
Makna ayat ini, bahwa Allah mengawasi dan menyaksikan perbuatanmu kapan saja dan
di mana saja kamu berada. Di darat ataupun di laut, pada waktu malam maupun siang. Di
rumah kediamanmu maupun di ruang terbuka. Segala sesuatu berada dalam ilmuNya, Dia
dengarkan perkataanmu, melihat tempat tinggalmu, di mana saja adanya dan Dia
mengetahui apa yang kamu sembunyikan serta yang kamu fikirkan”. (Tafsir Al-Qur’anul
Adzim, IV/304).

3. Menjauhi penyakit hati


Para hadirin.
Di dunia ini tidak ada yang namanya kejahatan dan bencana besar, kecuali penyebabnya
adalah perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat. Adapun penyebab dosa itu teramat banyak
sekali, di antaranya penyakit hati, penyakit yang cukup kronis, yang menimpa banyak
manusia, seperti dengki, yang tidak senang kebahagiaan menghinggap kepada orang lain,
atau ghibah yang selalu membicarakan aib orang lain, dan satu penyakit yang tidak akan
diampuni oleh Allah yaitu Syirik. Oleh karena itu mari kita berlindung kepada Allah
Subhannahu wa Ta'ala dari penyakit itu semua.

4. Menundukkan hawa nafsu


Apabila kita mampu menahan dan menundukkan hawa nafsu, maka kita akan
mendapatkan kebahagiaan dan tanda adanya nilai takwa dalam pribadi kita serta di
akhirat mendapat balasan Surga. Seperti firman Allah yang artinya:
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada Tuhannya dan menahan diri dari keinginan
nafsunya, maka sesungguhnya Surgalah tempat tinggalnya.” (An-Nazi’at: 40-41)

5. Mewaspadai tipu daya syaithan


Para hadirin yang berbahagia.
Seperti kita ketahui bersama bahwasanya syaithan menghalangi orang-orang mu’min
dengan beberapa penghalang, yang pertama adalah kufur, jikalau seseorang selamat dari
kekufuran, maka syaithan menggunakan caranya yang kedua yaitu berupa bid’ah, jika
selamat pula maka ia menggunakan cara yang ketiga yaitu dengan dosa-dosa besar, jika
masih tak berhasil dengan cara ini ia menggoda dengan perbuatan mubah, sehingga
manusia menyibukkan dirinya dalam perkara ini, jika tidak mampu juga maka syaithan
akan menyerahkan bala tentaranya untuk menimbulkan berbagai macam gangguan dan
cobaan silih berganti.

Saudara-saudara yang berbahagia, maka tidak diragukan lagi, bahwa mengetahui rintangan-
rintangan yang dibuat syaithan dan mengetahui tempat-tempat masuknya ke hati anak Adam dari
bujuk rayu syaithan merupakan poin tersendiri bagi kita.

Para hadirin yang berbahagia, demikianlah apa-apa yang bisa saya sampaikan, marilah kita
berharap kepada Allah semoga kita termasuk orang-orang yang Muttaqin yang selalu istiqomah
pada jalanNya.
‫ِّي َو ِم ْن ُك ْم‬ ‫ِ‬ ‫الذ ْك ِر ال ِ‬
‫ْحك ْي ِم‪َ ،‬وَت َقبَ َّل اهللُ من ْ‬ ‫َ‬
‫آن الْع ِظ ْي ِم‪ ،‬و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي ِ‬
‫ات َو ِّ‬ ‫َ َ‬ ‫َ َ ْ َ ْ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر َ‬
‫سائِ ِر‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫الس ِميع الْعلِيم‪ .‬وأَسَت ْغ ِفر اهلل لِي ولَ ُكم‪ .‬أَ ُقو ُل َقولِي ه َذا وأ ِ‬
‫َسَت ْغف ُر اهللَ ال َْعظ ْي َم ل ْي َولَ ُك ْم َول َ‬ ‫تِالَ َوتَهُ‪ ،‬إِنَّهُ ُه َو َّ ْ ُ َ ْ ُ َ ْ ُ َ ْ َ ْ ْ ْ ْ َ َ ْ‬
‫الر ِح ْي ُم‪.‬‬
‫اسَتغْ ِف ُر ْوهُ‪ ،‬إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر َّ‬ ‫ِ‬ ‫ات اْأل ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫الْمسلِيِمن والْمسلِم ِ‬
‫ات َوال ُْم ْؤمنِْي َن َوال ُْم ْؤمنَ ِ ْ‬
‫َحيَاء م ْن ُه ْم َواْأل َْم َوات‪ .‬فَ ْ‬ ‫ُْ َْ َ ُْ َ‬
‫‪Khutbah Kedua‬‬

‫ات أَ ْعمالِنَا‪ ،‬من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م ِ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫ض َّل‬ ‫ُ ُ‬ ‫َ َْ َ‬ ‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ِ‬ ‫لَه ومن ي ْ ِ‬
‫صلَّى اهللُ‬ ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ َ‬ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ي لَهُ‪ .‬أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬ ‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ‬ ‫َص َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‪ .‬قَ َ‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آله َوأ ْ‬
‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يُ َك ِّف ْر َع ْنهُ َسيِّئَاتِِه‬ ‫ال‪َ :‬‬ ‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َعل لَّهُ َم ْخ َر ًجا}‪َ #‬وقَ َ‬ ‫ال َت َعالَى‪َ :‬‬ ‫تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪ .‬قَ َ‬
‫َج ًرا}‬ ‫ِ‬
‫َو ُي ْعظ ْم لَهُ أ ْ‬
‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن‬ ‫ِ‬
‫ال‪{ :‬إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬ ‫السالَِم َعلَى َر ُس ْولِ ِه َف َق َ‬ ‫الصالَ ِة َو َّ‬‫ثُ َّم ا ْعلَ ُم ْوا فَِإ َّن اهللَ أ ََم َر ُك ْم بِ َّ‬
‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما}‪.‬‬‫َء َام ُن ْوا َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪َ .‬وبَا ِر ْك َعلَى‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫صلَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َما َ‬ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ْم ْسلِ ِم ْي َن‬ ‫ِ ِ‬ ‫آل إِ ْبر ِاه ْيم‪ ،‬إِنَّ َ ِ ِ‬
‫ك َحم ْي ٌد َمج ْي ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم ا ْغف ْر لل ُ‬ ‫َ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك َ‬ ‫ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬
‫ات‪ ،‬إِنَّ َ ِ‬ ‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا‬ ‫ب‪ .‬اَللَّ ُه َّم أَ ِرنَا ال َ‬ ‫ك َسم ْي ٌع قَ ِريْ ٌ‬ ‫َْ َ‬ ‫َوال ُْم ْسل َمات‪َ ،‬وال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل ْ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫اجتِنَابَهُ‪َ .‬ر َّبنَا آتِنَا فِي ُّ‬ ‫ِ ِ‬
‫ب‬‫اب النَّا ِر‪َ .‬ر َّبنَا َه ْ‬ ‫سنَةً َوقنَا َع َذ َ‬ ‫سنَةً َوفي اآلخ َرة َح َ‬ ‫الد ْنيَا َح َ‬ ‫اعهُ‪َ ،‬وأَ ِرنَا الْبَاط َل باَطالً َو ْار ُزقْنَا ْ‬ ‫اتِّبَ َ‬
‫ص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسلِ ْي َن‬ ‫ب ال ِْع َّز ِة َع َّما ي ِ‬ ‫ين إِ َم ًاما‪ُ .‬س ْب َحا َن َربِّ َ‬ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّر َة أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫ك َر ِّ‬ ‫ْمتَّق َ‬
‫ُ َ َْ ُ‬ ‫لَنَا م ْن أَ ْز َو َ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬
‫َوال َ‬
‫ص ْحبِ ِه َو َسلَّ َم‪َ .‬وأَقِ ِم َّ‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫الصالَةَ‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَى ُم َح َّم ‪#‬د َو َعلَى آله َو َ‬ ‫َو َ‬

‫‪37‬‬
‫‪Membuka Pintu Rizki Yang Barakah‬‬

‫‪Oleh: Waznin Mahfudh‬‬

‫ات أَ ْعمالِنَا‪ ،‬من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م ِ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫ض َّل‬ ‫ُ ُ‬ ‫َ َْ َ‬ ‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‪ .‬يَا أ َُّي َها‬ ‫ِ‬ ‫لَه ومن ي ْ ِ‬
‫ضللْهُ فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن‬ ‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى ِ‬
‫اهلل َف َق ْد فَ َاز ال ُْمَّت ُق ْو َن‪ .‬قَ َ‬ ‫َّاس أ ُْو ْ َ َ َ‬
‫ِ‬
‫الن ُ‬
‫ث‬َّ َ‫اح َد ٍة َو َخلَ َق ِم ْن َها َز ْو َج َها َوب‬ ِ‫سو‬ ِ َّ
َ ٍ ‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف‬ ُ ‫ يَا أ َُّي َها الن‬:‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬
‫ يَا أ َُّي َها الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا‬.‫آءل ُْو َن بِ ِه َواْأل َْر َح َام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‬ ِ َّ ِ ِ ِ
َ‫س‬ َ َ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي ت‬ ً‫س‬ َ ‫م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون‬
.‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َيغْ ِف ْر لَ ُك ْم ذُنُ ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬ ِ
ْ ُ‫ ي‬.‫اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‬
‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر ُم ْح َدثَا ُت َها‬ ٍ
َ ‫ي ُم َح َّمد‬ ُ ‫ َو َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد‬،َ‫اب اهلل‬
ِ ِ ِ ‫أ ََّما بع ُد؛ فَِإ َّن أَص َد َق ال‬
ُ َ‫ْحديث كت‬ َ ْ َْ
ِ‫ اَللَّه َّم ص ِّل وسلِّم َعلَى نَبِِّينَا مح َّم ٍد و َعلَى آلِ ِه وصحبِه‬.‫ضالَل ٍَة فِي النَّا ِر‬ َ ‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل‬ ٍ ٍ
َ ‫َو ُك َّل ُم ْح َدثَة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َعة‬
َْ َ َ َُ ْ ََ َ ُ
.‫ان إِلَى َي ْوِم ال ِْقيَ َام ِة‬
ٍ ‫ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس‬
َ ْ َ ْ ََ
Ikhwani Rahimakumullah!
Predikat iman dan taqwa inilah yang senantiasa kita syukuri, sebab iman dan taqwa itu adalah
dua daun pintu bagi terbukanya rizki kita yang penuh barakah, bukan rizki yang haram yang
dilaknat Allah.
Al-Qur’an menegaskan (QS:7 Al-Araf: 96)
Artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Ibnu Katsir menjelaskan syarat-syarat iman dan taqwa itu adalah hatinya beriman pada apa yang
dibawa oleh Rasulullah, membenarkan dan mengikutinya, bertaqwa dengan melaksanakan
ketaatan-ketaatan dan meninggalkan perbuatan keharaman. (Tafsir III hal: 100)

Ikhwani rahima kumullah!


Diantara buah-buah iman bagi kaum Mukminin antara lain adalah:
Pertama, taqwa itu sendiri, menjaga diri dari dosa, ancaman siksa, bahaya dan membuka pintu
rizki karena Allah berfirman (QS; Ath Thalaq : 2-3):
Artinya: Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya
Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengada-kan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

Jamaah Jum’ah rahima kumullah


Yang kedua, iman membuahkan pula taubat dan istighfar; yang akan menebar rizki untuk kita
sekalian.
Amiril Mukminin Umar dalam beristisqa’ atau memohon rizki, hanyalah dengan istighfar (Ruhul
Maani, 29/72-73)
Rasulullah bersabda:

‫ب (رواه أحمد‬ ِ ُ ‫ض ْي ٍق َم ْخ َر ًجا َو َر َزقَهُ ِم ْن َح ْي‬


ُ ‫ث الَ يَ ْحتَس‬ َ ‫اال ْست ْغ َف َار َج َع َل اهللُ لَهُ ِم ْن ُك ِّل غَ ٍّم َف َر ًجا َو ِم ْن ُك ِّل‬
ِ ‫من أَ ْك َثر‬
َ َْ
)‫وأبو داود وابن ماجه‬
“Barang siapa yang memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah) niscaya Allah
menjadikan untuk setiap kesedihan jalan keluar, untuk setiap kesempitannya kelapangan dan
Allah akan memberikan rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka “(HR. Ahmad,
Abu Daud, Ibnu Majah)
Allah menegaskan pula dalam (QS: Hud: 3)
Artinya: Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepadaNya. (Jika
kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-
menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada
tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.

Ikhwani rahima kumullah!


Itulah taubat yang menyesali dan menghentikan dosa dan maksiat kemudian menggantikannya
dengan amal shalih dan keridhaan sesama.
Ketiga: Iman membuahkan TAWAKKAL, yaitu berusaha dengan disertai sikap menyandarkan
diri hanya kepada Allah yang memberikan kesehatan, rizki, manfaat, bahaya, kekayaan,
kemiskinan, hidup dan kematian serta segala yang ada, tawakkal ini akan membukakan rizki dari
Allah, sebagaimana janjinya dalam QS: 65 At-Thalaq: 3):
Artinya: Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam memberikan contoh tentang bertawakkal yang
sesungguhnya dengan bersabda:

.)‫ح بِطَانًا (رواه الترمذى‬ ِ ِ ِ


ً ‫ل َْو أَنَّ ُك ْم ُك ْنتُ ْم َت َو َكلُ ْو َن َعلَى اهلل َح َّق َت َو ُكلِّه ل َُر ِزقْتُ ْم َك َما ُت ْر َز ُق الطَّْي ُر َتغْ ُدو خ َم‬
ُ ‫اصا َوَت ُر‬
“Sungguh seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakal niscaya kalian
akan diberikan rizki sebagai-mana rizki-rizki burung-burung, mereka berangkat pergi dalam
keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang” (HR. Timidzi No. 2344).

Ikhwani rahima kumullah!


Keempat: Iman dan taqwa membuahkan taqarrub yang berupa rajin mengabdi bahkan
sepenuhnya mengabdi beribadah kepada Allah lahir bathin khusu dan khudhu.
Beribadah yang sepenuhnya akan dapat membuka rizki Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam :

ِ ‫ الَ ُتب‬،‫آدم‬ َ ْ‫ك ِغنًى َوأ َْمألُ يَ َدي‬


‫اع ْدنِي‬َ َ َ ‫ يَا ابْ َن‬،‫ك ِر ْزقًا‬ َ َ‫غ لِ ِعب‬
َ َ‫ادتِ ْي أ َْمألُ َقلْب‬ ْ ‫ َت َف َّر‬،‫آد َم‬
َ ‫ يَا ابْ َن‬:‫َي ُق ْو ُل َربُّ ُك ْم َتبَ َار َك َوَت َعالَى‬
َ ْ‫ك َف ْق ًرا َوأ َْمألُ يَ َدي‬
)‫ سلسلة األحاديث الصحيحة‬،‫ك ُش ْغالً (رواه الحاكم‬ َ َ‫فَأ َْمألُ َقلْب‬
“Rabb kalian berkata; Wahai anak Adam! Beribadahlah kepadaKu sepenuhnya, niscaya aku
penuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki. Wahai anak
Adam! Jangan jauhi Aku, sehingga aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi kedua
tanganmu dengan kesibukan”. (HR. Al-Hakim: Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah No. 1359).
Jamaah Jum’ah rahima kumullah
Kelima: Iman dan taqwa membimbing hijrah fisabilillah. Perubahan sikap dari yang buruk
kepada sikap kebaikan, atau hijrah adalah perpindahan dari negeri kafir, menuju negeri kaum
Muslimin, menolong mereka untuk mencapai keridhaan Allah (Tafsir manar, 5: 39)
Hijrah ini membukakan pintu rizki Allah dengan janjiNya dalam surat An-Nisa ayat 100:
Artinya: Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini
tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan
maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum
sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya disisi Allah. Dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Jamaah Jum’ah rahima kumullah


Keenam: Iman dan Taqwa membuahkan gemar berinfaq: Yaitu infaq yang dianjurkan agama,
seperti kepada fakir miskin, untuk agama Allah. Infak manjadikan pintu rizki terbuka, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berjanji dalam QS: Saba: 39)
Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya Rabb-ku melapangkan rezki bagi siapa yang
dikehendakiNya diantara hamba-hambaNya dan menyempitkan (siapa yang dikehendakiNya)”.
Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi
rezki yang sebaik-baiknya.
Meskipun sedikit, tetap diganti di dunia dan di akhirat (Tafsir Ibnu Katsir 3/595) jaminan Allah
pasti lebih disukai orang yang beriman dari pada harta dunia yang pasti akan binasa (lihat At-
Tafsir: Al-Kabir, 25:263) dan berinfak adalah sesuatu yang dicintai Allah (lihat tafsir Takrir wat
Tanwir, 22:221).
Para malaikat mendoakan:
‫اَللَّ ُه َّم أَ ْع ِط ُم ْن ِف ًقا َخلَ ًفا‬.
“Ya Allah, berikanlah kepada orang-orang berinfak ganti” (HR. Bukhari No. 1442).
Dari Sabda Rasulullah:
)‫ض َع َفائِ ُك ْم (رواه البخاري‬
ُ ِ‫َف َه ْل ُت ْر َز ُق ْو َن إِالَّ ب‬
“Bukankah kalian diberi rizki karena sebab orang-orang lemah diantara kalian?” Begitu juga
termasuk kelompok dhaif orang-orang yang mempelajari ilmu (lihat tafsir Al-Manar, 3:38).

Ikhwani Rahima kumullah,


Kemudian Ketujuh, Iman dan Taqwa membuahkan pula gemar ber-silaturahmi yaitu berbuat
baik kepada segenap kerabat dari garis keturunan maupun perkawinan dengan lemah lembut,
kasih dan melindungi (Muqatul Mafatih, 8/645)
Silaturahim ini menjadi pintu pembuka rizki adalah karena sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam:

.ُ‫ص ْل َر ِح َمه‬
ِ ِ‫ واَ ْن ي ْنسأَ لَهُ فِي أَثَ ِر ِه َف ْلي‬،‫ط لَهُ فِي ِر ْزقِ ِه‬
ْ َ ُ َ َ‫س‬َ ‫َم ْن َس َّرهُ أَ ْن ُي ْب‬
“Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya)
maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahmi”. (HR. Bukhari No. 5985).
Silaturahim ini menyangkut pula kerabat yang belum Islam atau yang bermaksiat, dengan usaha
menyadarkan mereka, buka mendukung kemungkaran atau kemaksiatannya. Namun bila mereka
semakin merajalela dengan cara silaturahim ini maka menjauhi adalah yang terbaik, namun tetap
‫‪kita mohonkan hidayah.‬‬
‫‪Kedelapan, melaksanakan ibadah haji dengan umrah, atau umrah dengan hajji yang tulus hanya‬‬
‫‪mengharap ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi‬‬
‫‪wasalam:‬‬

‫ث ال ِ ِ َّ ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫تَابِعوا ب ْين الْح ِّج والْعمر ِة فَِإ َّن ُهما يَن ِّفي ِ‬
‫ان الْ َف ْق َر َو ُّ‬
‫س‬ ‫ب َك َما ُيَن ِّفي الْك ْي ُر َخبَ َ َ‬
‫ْحديْد َوالذ َهب َوالْفضَّة َول َْي َ‬ ‫الذنُ ْو َ‬ ‫َ ُ َ‬ ‫ُْ َ َ َ َ ُ ْ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬
‫ْجنَّةُ (أحمد والترمذي والنسائي وابن خزيمة وابن حبان)‪.‬‬ ‫اب إِالَّ ال َ‬ ‫للْح َّج ‪#‬ة ال َْم ْب ُر ْو َرة َث َو ٌ‬
‫‪“Lanjutkanlah haji dengan umrah, karena sesunguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan‬‬
‫‪dan dosa, sebagaimana api dapat hilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala‬‬
‫‪haji yang mabrur itu melainkan Surga.” (Ahmad No. 3669, Timidzi No. 807, Nasa’I 5:115, Ibnu‬‬
‫)‪Khuzaimah No. 464, Ibnu Hibban No. 3693‬‬

‫!‪Sidang jum’at rahimakumullah‬‬


‫‪Terakhir marilah kita simpulkan agar kita senantiasa ingat apa yang menjamin kita untuk‬‬
‫‪memperoleh rizki Allah yang berkah di dunia dan akhirat. Yaitu Taqwallah, Istiqhfar dan Taubat,‬‬
‫‪Tawakal, Taqarrub dengan ibadah berhijrah, berinfaq, silaturrahim dan segera melaksanakan haji‬‬

‫َسَت ْغ ِف ُر‬ ‫ِ‬ ‫الذ ْك ِر ال ِ‬ ‫آن الْع ِظ ْي ِم‪ ،‬و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي ِ‬
‫ات َو ِّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ْحك ْي ِم‪ .‬أَ ُق ْو ُل َق ْول ْي َه َذا َوأ ْ‬
‫َ‬ ‫َ َ‬ ‫َ َ ْ َ ْ َ‬ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر َ‬
‫اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم‪.‬‬

‫‪Khutbah Kedua‬‬

‫ات أَ ْعمالِنَا‪ ،‬من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م ِ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫ض َّل‬ ‫ُ ُ‬ ‫َ َْ َ‬ ‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ِ‬ ‫لَه ومن ي ْ ِ‬
‫صلَّى اهللُ‬ ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ َ‬ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ي لَهُ‪ .‬أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬ ‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ‬ ‫َص َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‪ .‬قَ َ‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آله َوأ ْ‬
‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يُ َك ِّف ْر َع ْنهُ َسيِّئَاتِِه‬ ‫ال‪َ :‬‬ ‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َعل لَّهُ َم ْخ َر ًجا}‪َ #‬وقَ َ‬ ‫ال َت َعالَى‪َ :‬‬ ‫تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪ .‬قَ َ‬
‫َج ًرا}‬ ‫ِ‬
‫َو ُي ْعظ ْم لَهُ أ ْ‬
‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن‬ ‫ِ‬
‫ال‪{ :‬إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬ ‫السالَِم َعلَى َر ُس ْولِ ِه َف َق َ‬ ‫الصالَ ِة َو َّ‬‫ثُ َّم ا ْعلَ ُم ْوا فَِإ َّن اهللَ أ ََم َر ُك ْم بِ َّ‬
‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما}‪.‬‬
‫َء َام ُن ْوا َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪َ .‬وبَا ِر ْك َعلَى‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫صلَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َما َ‬ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ْم ْسلِ ِم ْي َن‬ ‫ِ ِ‬ ‫آل إِ ْبر ِاه ْيم‪ ،‬إِنَّ َ ِ ِ‬
‫ك َحم ْي ٌد َمج ْي ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم ا ْغف ْر لل ُ‬ ‫َ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك َ‬ ‫ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬
‫ات‪ ،‬إِنَّ َ ِ‬ ‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا‬ ‫ب‪ .‬اَللَّ ُه َّم أَ ِرنَا ال َ‬ ‫ك َسم ْي ٌع قَ ِريْ ٌ‬ ‫َْ َ‬ ‫َوال ُْم ْسل َمات‪َ ،‬وال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل ْ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫اجتِنَابَهُ‪َ .‬ر َّبنَا آتِنَا فِي ُّ‬ ‫ِ ِ‬
‫ب‬‫اب النَّا ِر‪َ .‬ر َّبنَا َه ْ‬ ‫سنَةً َوقنَا َع َذ َ‬ ‫سنَةً َوفي اآلخ َرة َح َ‬ ‫الد ْنيَا َح َ‬ ‫اعهُ‪َ ،‬وأَ ِرنَا الْبَاط َل باَطالً َو ْار ُزقْنَا ْ‬ ‫اتِّبَ َ‬
‫ص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسلِ ْي َن‬ ‫ب ال ِْع َّز ِة َع َّما ي ِ‬ ‫ين إِ َم ًاما‪ُ .‬س ْب َحا َن َربِّ َ‬ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّر َة أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫ك َر ِّ‬ ‫ْمتَّق َ‬
‫ُ َ َْ ُ‬ ‫لَنَا م ْن أَ ْز َو َ‬
ِّ ‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر‬
.‫ب ال َْعال َِم ْي َن‬ َ ‫َوال‬
َّ ‫ َوأَقِ ِم‬.‫ص ْحبِ ِه َو َسلَّ َم‬ ِِ ٍ
.َ‫الصالَة‬ َ ‫د َو َعلَى آله َو‬# ‫صلَّى اهللُ َعلَى ُم َح َّم‬ َ ‫َو‬

38
Hubungan Antara Dosa Dan Bencana

Oleh: Muhammad Mukhlis

ِ ‫ من ي ْه ِدي اهلل فَالَ م‬،‫ات أَ ْعمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
‫ض َّل‬ ُ ُ َ َْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
.‫َن ُم َح َّم ًدا َر ُس ْو ُل اهلل‬ َّ ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َوأَ ْش َه ُد أ‬.ُ‫ي لَه‬ ِ ِ ْ ‫لَه ومن ي‬
َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ
.‫ان إِلَى َي ْوِم الدِّيْ ِن‬ ٍ ‫َجم ِع ْين ومن تَبِع ُه َداهُ بِِإ ْحس‬
َ َ ْ َ َ َ َ ْ ‫َص َحابِه أ‬
ِ ِِ ٍ
ْ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َوبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َوأ‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
َّ ‫ َوَت َز َّو ُد ْوا فَِإ َّن َخ ْي َر‬،‫ َف َق ْد فَ َاز ال ُْم ْؤ ِم ُن ْو َن ال ُْمَّت ُق ْو َن‬،‫اهلل‬
‫الز ِاد‬ ِ ‫ص ْي ُكم وإِيَّاي َن ْف ِسي بَِت ْقوى‬
َ ْ
ِ ِ
َ َ ْ ‫ أ ُْو‬،‫أ ََّما َب ْع ُد؛ أ َُّي َها ال ُْم ْسل ُم ْو َن‬
.‫الت ْق َوى‬
َّ

Ma’assyirol muslimin, rahimakumullah


Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhannahu wa Ta'ala yang
telah menjadikan kita sebagai hamba-hambaNya yang beriman, yang telah menunjuki kita
shiratal mustaqim, jalan yang lurus, yaitu jalan yang telah ditempuh orang-orang yang telah
diberi ni’mat oleh Allah, dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan shalihin.

Saya bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah, dan bahwa
Muhammad adalah hamba dan RasulNya, semoga shalawat dan salam selalu terlimpah kepada
Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti petunjuk
beliau dengan baik hingga hari kiamat.

Selanjutnya dari atas mimbar ini, perkenankanlah saya menyampaikan wasiat kepada saudara-
saudara sekalian dan kepada diri saya sendiri, marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada
Allah Subhannahu wa Ta'ala selama sisa umur yang Allah karuniakan kepada kita, dengan
berusaha semaksimal mungkin menjauhi larangan-laranganNya dan melaksanakan perintah-
perintahNya dalam seluruh aktivitas dan sisi kehidupan. Sungguh kita semua kelak akan
menghadap Allah sendiri-sendiri untuk mempertang-gungjawabkan seluruh aktivitas yang kita
lakukan. Pada hari itu, hari yang tidak diragukan lagi kedatangannya, yaitu hari kiamat, tidak
akan bermanfaat harta benda yang dikumpul-kumpulkan dan anak yang dibangga-banggakan
kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang salim, hati yang betul-betul bersih
dari syirik sebagaimana firmanNya dalam Surat Asy-Syu’aro ayat 88-89:
(Yaitu) di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali bagi orang-orang yang menghadap
Allah dengan hati yang bersih. (Asy-Syu’ara’: 88-89)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Dalam kesempatan khutbah Jum’at kali ini saya akan membahas tentang hubungan antara dosa
dan bencana yang menimpa umat manusia sebagaimana yang diterangkan di dalam Al-Qur’an.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berbunyi:
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)”

Allah juga berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 112:


Artinya: “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya
aman lagi tenteram, rizkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi
(penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka
pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”

Seorang ulama’ yang bernama Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu memberi ulasan terhadap
kedua ayat tersebut dengan mengatakan: “Ayat-ayat yang mulia ini memberi pengertian kepada
kita bahwa Allah itu Maha Adil dan Maha Bijaksana, Ia tidak akan menurunkan bala’ dan
bencana atas suatu kaum kecuali karena perbuatan maksiat dan pelanggaran mereka terhadap
perintah-perintah Allah” (Jalan Golongan Yang Selamat, 1998:149)

Kebanyakan orang memandang berbagai macam musibah yang menimpa manusia hanya dengan
logika berpikir yang bersifat rasional, terlepas dari tuntutan Wahyu Ilahi. Misalnya terjadinya
becana alam berupa letusan gunung berapi, banjir, gempa bumi, kekeringan, kelaparan dan lain-
lain, dianggap sebagai fenomena kejadian alam yang bisa dijelaskan secara rasional sebab-
sebabnya. Demikian dengan krisis yang berkepanjangan, yang menimbulkan berbagai macam
dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga masyarakat tidak merasakan
kehidupan aman, tenteram dan sejahtera, hanya dilihat dari sudut pandang logika rasional
manusia. Sehingga, solusi-solusi yang diberikan tidak mengarah pada penghilangan sebab-sebab
utama yang bersifat transendental yaitu kemaksiatan umat manusia kepada Allah Subhannahu wa
Ta'ala Sang Pencipta Jagat Raya, yang ditanganNyalah seluruh kebaikan dan kepadaNya lah
dikembalikan segala urusan.

Bila umat manusia masih terus menerus menentang perintah-perintah Allah, melanggar larangan-
laranganNya, maka bencana demi bencana, serta krisis demi krisis akan datang silih berganti
sehingga mereka betul-betul bertaubat kepada Allah.

Ikhwani fid-din rahimakumullah


Marilah kita lihat keadaan di sekitar kita. Berbagai macam praktek kemaksiatan terjadi secara
terbuka dan merata di tengah-tengah masyarakat. Perjudian marak dimana-mana, prostitusi
demikian juga, narkoba merajalela, pergaulan bebas semakin menjadi-jadi, minuman keras
menjadi pemandangan sehari-hari, korupsi dan manipulasi telah menjadi tradisi serta
pembunuhan tanpa alasan yang benar telah menjadi berita setiap hari.

Pertanyaannya sekarang, mengapa segala kemungkaran ini bisa merajalela di tengah-tengah


masyarakat yang mayoritas muslim ini? Jawabannya adalah tidak ditegakkannya kewajiban yang
agung dari Allah Subhannahu wa Ta'ala yaitu amar ma’ruf nahi mungkar, secara serius baik oleh
individu maupun pemerintah sebagai institusi yang paling bertanggung jawab dan paling mampu
untuk memberantas segala macam kemungkaran secara efektif dan efisien. Karena pemerintah
memiliki kekuatan dan otoritas untuk melakukan, meskipun kewajiban mengingkari
kemungkaran itu merupakan kewajiban setiap individu muslim sebagaimana sabda Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam :

ِ ‫ف اْ ِإليْم‬ َ ِ‫َم يَ ْستَ ِط ْع فَبِ َق ْلبِ ِه َوذَل‬ ِِ ِ‫من رأَى ِم ْن ُكم م ْن َكرا َفلْيغَِّيرهُ بِي ِد ِه فَِإ ْن لَم يستَ ِطع فَبِل‬
.‫ان‬ َ ُ ‫ض َع‬ ْ َ‫ك أ‬ ْ ‫سانه فَِإ ْن ل‬
َ ْ َْْ َ ْ ُ ً ُْ َ َْ
Artinya: “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah merubahnya dengan
tangannya, bila tidak mampu ubahlah dengan lisannya, bila tidak mampu ubahlah dengan
hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman” (Hadits shahih riwayat Muslim)

Namun harus diketahui bahwa memberantas kemungkaran yang sudah merajalela tidak hanya
dilakukan oleh individu-individu, karena kurang efektif dan kadang-kadang beresiko tinggi.
Sehingga kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar itu bisa dilakukan secara sempurna dan efektif
oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Usman bin Affan Radhiallaahu anhu ,
khalifah umat Islam yang ketiga:
“Sesungguhnya Allah mencegah dengan sulthan (kekuasaan) apa yang tidak bisa dicegah dengan
Al-Qur’an”

Disamping itu amar ma’ruf nahi mungkar merupakan salah satu tugas utama sebuah
pemerintahan, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
“Sesungguhnya kekuasaan mengatur masyarakat adalah kewajiban agama yang paling besar,
karena agama tidak dapat tegak tanpa negara. Dan karena Allah mewajibkan menjalankan amar
ma’ruf nahi mungkar, menolong orang-orang teraniaya. Begitu pula kewajiban-kewajiban lain
seperti jihad, menegakkan keadilan dan penegakan sanksi-sanksi atau perbuatan pidana. Semua
ini tidak akan terpenuhi tanpa adanya kekuatan dan pemerintahan” (As Siyasah Asy Syar’iyah,
Ibnu Taimiyah: 171-173).

Apabila kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar itu tidak dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
maka sebagai akibatnya Allah akan menimpakan adzab secara merata baik kepada orang-orang
yang melakukan kemungkaran ataupun tidak. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam, dalam sebuah haditst Hasan riwayat Tarmidzi:

َ‫ث َعلَْي ُك ْم ِع َقابًا ِم ْنهُ ثُ َّم تَ ْدعُ ْونَهُ فَال‬ ِ ‫والَّ ِذي َن ْف ِسي بِي ِد ِه لَتأْمر َّن بِالْمعرو‬
َ ‫ف َولََت ْن َه ْو َن َع ِن ال ُْم ْن َك ِر أ َْو ل َُي ْو َش َك َّن اهللُ أَ ْن َي ْب َع‬ ْ ُْ َ ُُ َ َ ْ ْ َ
.‫اب لَ ُك ْم‬
َ ‫يُ ْستَ َج‬
Artinya: “Demi Allah yang diriku berada di tanganNya! Hendaklah kalian memerintahkan
kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar atau Allah akan menurunkan siksa kepada
kalian, lalu kalian berdo’a namun tidak dikabulkan”.

Demikian pula Allah menegaskan di dalam QS. Al-Maidah ayat: 78-79, bahwa salah satu sebab
dilaknatnya suatu bangsa adalah bila bangsa tersebut meninggalkan kewajiban saling melarang
perbuatan mungkar yang muncul di kalangan mereka.
Artinya: “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra
Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. Mereka satu
sama lain tidak melarang perbuatan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah
apa yang mereka perbuat”

Yang dimaksud laknat adalah dijauhkan dari rahmat Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dengan
demikian supaya bangsa ini bisa keluar dan terhindar dari berbagai krisis dalam kehidupan di
segala bidang dan selamat dari beragam musibah dan bencana, hendaklah seluruh kaum
muslimin dan para pemimpin atau penguasa mereka, bertaubat kepada Allah Subhannahu wa
Ta'ala dengan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang perbuatan-perbuatan mungkar
sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing, mentaati Allah Ta’ala dan menjauhi
seluruh larangan-larangan dalam seluruh aspek kehidupan.

‫ب ا ْغ ِف ْر َو ْار َح ْم‬
ِّ ‫ َوقُ ْل َر‬،‫ْح ِك ْي ِم‬ ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬
ِّ ‫ات َو‬ ِ ِ ِ
َ ‫الذ ْك ِر ال‬ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬
ِ ‫الر‬
.‫اح ِم ْي َن‬ َ ْ‫َوأَن‬
َّ ‫ت َخ ْي ُر‬

Khutbah Kedua

ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن س ْيئ‬


ِ ‫ من ي ْه ِد اهلل فَالَ م‬،‫ات أَ ْعمالِنَا‬ ِ ِ ِ ِِ
‫ض َّل‬ ُ ُ َ َْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
.‫َن ُم َح َّم ًدا َر ُس ْو ُل اهلل‬ َّ ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َوأَ ْش َه ُد أ‬.ُ‫ي لَه‬ ِ ِ ْ ‫لَه ومن ي‬
َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ
.‫َج َم ِع ْي َن‬ ِ ِِ ٍ
ْ ‫َص َحابِه أ‬ ْ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َوبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َوأ‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
Dalam khutbah kedua ini saya akan memberikan kesim-pulan dari khutbah pertama. Yang
pertama, kemaksiatan manusia kepada Allah Rabbul ‘Alamin merupakan penyebab utama
terjadinya berbagai musibah yang menimpa umat manusia baik itu berupa bencana alam maupun
krisis di berbagai bidang kehidupan. Yang kedua, satu-satunya jalan untuk terhindar dari segala
musibah tersebut dan dapat menikmati kehidupan yang aman, tenteram, damai dan sejahtera
adalah dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Allah dan RasulNya Muhammad Shalallaahu alaihi
wasalam dalam seluruh aspek kehidupan yang ada dengan penuh ketundukkan, kecintaan dan
keikhlasan. Yang ketiga, bahwa segala do’a dan istighatsah yang dilakukan umat Islam supaya
bisa keluar dari segala macam musibah tidak akan dikabulkan oleh Allah kecuali bila kaum
muslimin secara sungguh-sungguh memerintahkan kepada yang ma’ruf dan memberantas segala
yang mungkar.

Akhirnya marilah kita tutup khutbah Jum’at ini dengan berdo’a kepada Allah Subhannahu wa
Ta'ala :

‫وبنَا َو َك ِّف ْر َعنَّا َسيِّئَاتِنَا َوَت َو َّفنَا َم َع‬ ِ ِ ِ ‫ادي لِ ِإل‬ ِ َ‫اديا ين‬ِ ِ
َ ُ‫ َر َّبنَا فَا ْغف ْر لَنَا ذُن‬،‫يمان أَ ْن َءامنُوا بَِربِّ ُك ْم َفئَ َامنَّا‬ َ ُ ً َ‫َّر َّبنَآ إَِّننَا َسم ْعنَا ُمن‬
.‫اْأل َْب َرا ِر‬
.‫اد‬ ُ ِ‫ك الَتُ ْخل‬
َ ‫ف ال ِْم َيع‬ َ ِ‫َر َّبنَا َو َءاتِنَا َم َاو َعدَتنَا َعلَ ُىر ُسل‬
َ َّ‫ك َوالَتُ ْخ ِزنَا َي ْو َم ال ِْقيَ َام ِة إِن‬
‫ص ًرا َك َما َح َملْتَهُ َعلَى الَّ ِذيْ َن ِمن َق ْبلِنَا‪َ ،‬ر َّبنَا َوالَ تُ َح ِّملْنَا‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َر َّبنَا الَ ُت َؤاخ ْذنَا إِ ْن نَّس ْينَا أ َْو أَ ْخطَأْنَا‪َ ،‬ر َّبنَا َوالَ تَ ْح ِم ْل َعلَْينَا إِ ْ‬
‫انص ْرنَا َعلَى الْ َق ْوِم الْ َكافِ ِريْ َن‪.‬‬ ‫َنت َم ْوالَنَا فَ ُ‬ ‫ف َعنَّا َوا ْغ ِف ْر لَنَا َو ْار َح ْمنَا أ َ‬ ‫َماالَ طَاقَةَ لَنَا بِ ِه‪َ ،‬وا ْع ُ‬
‫ت ُم ْسَت َق ًّرا َو ُم َق ًاما‪.‬‬ ‫اء ْ‬ ‫َّم إِ َّن َع َذ َاب َها َكا َن غَ َر ًاما إَِّن َها َس َ‬
‫اب َج َهن َ‬‫ف َعنَّا َع َذ َ‬ ‫اص ِر ْ‬ ‫َر َّبنَا ْ‬
‫ين إِ َم ًاما‪.‬‬ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّرةَ أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ْمتَّق َ‬
‫ُ َ َْ ُ‬ ‫ب لَنَا م ْن أَ ْز َو َ‬ ‫َر َّبنَا َه ْ‬
‫َج َم ِع ْي َن‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِِ‬ ‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬
‫َص َحابِه أ ْ‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَى َر ُس ْوله َو َعلَى آله َوأ ْ‬ ‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪َ .‬و َ‬ ‫َوال َ‬

‫‪39‬‬
‫‪Ayat Yang paling Ditakuti Oleh Ulama‬‬

‫‪Oleh: H. Hartono Ahmad Jaiz‬‬

‫ات أَ ْعمالِنَا‪ ،‬من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م ِ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫ض َّل‬ ‫ُ ُ‬ ‫َ َْ َ‬ ‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‪ .‬يَا أ َُّي َها‬ ‫ِ‬ ‫لَه ومن ي ْ ِ‬
‫ضللْهُ فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن‬ ‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى ِ‬
‫اهلل َف َق ْد فَ َاز ال ُْمَّت ُق ْو َن‪ .‬قَ َ‬ ‫َّاس أ ُْو ْ َ َ َ‬
‫ِ‬
‫الن ُ‬
‫ث‬‫اح َد ٍة َو َخلَ َق ِم ْن َها َز ْو َج َها َوبَ َّ‬ ‫سوِ‬ ‫َّ ِ‬
‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف ٍ َ‬ ‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أ َُّي َها الن ُ‬ ‫إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪ .‬قَ َ‬
‫آءل ُْو َن بِ ِه َواْأل َْر َح َام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‪ .‬يَا أ َُّي َها الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا‬ ‫َّ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫سَ‬ ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي تَ َ‬ ‫سً‬ ‫م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َ‬
‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َيغْ ِف ْر لَ ُك ْم ذُنُ ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‪.‬‬ ‫ِ‬
‫اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‪ .‬يُ ْ‬
‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر ُم ْح َدثَا ُت َها‬ ‫ٍ‬
‫ي ُم َح َّمد َ‬ ‫اب اهللَ‪َ ،‬و َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد ُ‬
‫أ ََّما بع ُد؛ فَِإ َّن أَص َد َق ال ِ ِ ِ‬
‫ْحديث كتَ ُ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َْ‬
‫ص ْحبِ ِه‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬ ‫ضالَلَةٌ و ُك َّل َ ٍ ِ‬ ‫ِ ٍ‬ ‫ٍِ‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو َ‬ ‫ضالَلَة في النَّا ِر‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬ ‫َو ُك َّل ُم ْح َدثَة ب ْد َعةٌ َو ُك َّل ب ْد َعة َ َ‬
‫ان إِلَى َي ْوِم ال ِْقيَ َام ِة‪.‬‬
‫ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس ٍ‬
‫ََ ْ َ ْ َ‬
‫‪Betapa kurang ajarnya tingkah pemuda Yahudi Bani Qainuqa' di Madinah. Pemuda-pemuda‬‬
‫‪bejat akhlaqnya itu menarik-narik kain seorang perempuan yang sedang berjual beli dengan‬‬
‫‪mereka. Betapa sadisnya kebiadaban Yahudi Bani Nadzir di Madinah yang ingin menjatuhkan‬‬
‫‪batu besar ke diri Rasulullah, Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam. Dan betapa liciknya‬‬
‫‪kemunafikan Yahudi Bani Quraiddhah yang mengadakan permufakatan rahasia dengan kafir‬‬
‫‪Quraisy ketika perang Khandaq, di mana kaum muslimin dipimpin Rasulullah berada di dalam‬‬
‫‪parit.‬‬

‫‪Bejatnya akhlaq, sadisnya tingkah dan liciknya hati busuk, semuanya telah mewabah pada darah‬‬
‫‪daging mereka orang-orang Yahudi Bani Israel. Dan penyakit akhlaq yang sampai memuncak itu‬‬
‫‪tentunya ada bibit-bibit penyakitnya. Bukan sekadar kuman akhlaq yang ringan, tetapi kuman‬‬
‫‪yang berbahaya. Dan kuman itu tidak hanya sekali datang berlalu, namun sekali datang dan‬‬
datang lagi, bahkan senantiasa diusahakan datang. Apa itu? "Aklihimus suht". Makanan mereka
haram.

Di dalam Al-Quran ditegaskan oleh Allah:


“Dan engkau akan melihat kebanyakan dari mereka (orang Yahudi) berlomba-lomba dengan
dosa dan permusuhan dan mema-kan yang haram. Sungguh buruklah apa yang mereka
kerjakan”. (Al-Maidah : 62).
Kenapa yang jadi bibit penyakitnya makanan haram? Jelas. Mereka memiliki energi, tenaga
untuk berbuat adalah karena makanan. Lantas, mereka berbuat aneka usaha, arahnya adalah
mencari makan. Jadi makanan di sini ibarat terminal, tempat berangkat dan sekaligus tempat
tujuan. Kalau makanan itu sudah jelas-jelas haram dan itulah yang menjadi pangkal mereka
berbuat, maka kebaikan apa yang perlu mereka perjuangkan dengan modal makanan haram itu?
Tidak mungkin mereka memburu kebaikan dengan umpan yang dimiliki berupa modal makanan
haram. Maka tidak mungkin pula mereka berhati-hati untuk memperhitungkan mana yang halal
dan mana yang haram dalam memburu sasaran yang tak lain adalah makanan pula. Ibarat orang
yang memang sudah memakai baju kotor untuk membengkel, mana mungkin ia menghitung-
hitung mana tempat yang bersih dan mana yang kotor. Toh tempat yang bersih ataupun kotor
sama saja, bahkan lebih perlu menyingkiri tempat yang bersih, karena nanti harus bertugas
membersihkan tempat itu kalau kena kotoran dari bajunya.

Singkatnya, dengan modal bekal makanan haram, perbuatan-nya pun cenderung menempuh jalan
haram, dan hasilnya pun barang haram, kemudian dimakanlah hasil yang haram itu untuk bekal
berbuat yang haram lagi dan seterusnya.

Moral buruk dan makanan haram

".....Sungguh buruklah apa yang mereka kerjakan!" Ini penegasan Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Perbuatan mereka itu jelas dicap sebagai keburukan. Namun bukan sekadar mandeg/berhenti
sampai perbuatan mereka itu saja sirkulasinya. Tidak. Dalam contoh kasus ini, yang berusaha
mencari makanan haram tentunya adalah orang tua, penanggung jawab keluarga. Tetapi yang
memakan hasilnya, makanan haram, berarti seluruh keluarga yang ditanggung oleh pencari harta
haram itu. Dan ternyata, betapa bejatnya akhlaq/moral pemuda-pemuda alias anak-anak mereka
yang diberi makan dengan makanan haram itu. Pemuda-pemuda itu sampai begitu lancangnya,
menarik-narik kain perempuan di pasar saat berjual beli.
Mungkinkah pemuda-pemuda tersebut sebejat itu kalau mereka ditumbuhkan dengan makanan
halal, mereka lihat orang tuanya shaleh, lingkungannya baik-baik dan terjalin ukhuwah/
persaudaraan dengan baik? Sebaliknya, mungkinkah dengan modal makanan haram itu orang tua
menunjukkan "baiknya" perbuatan jahat mereka (yang sudah ketahuan memburu barang haram),
menampakkan ketulusan hati (yang sudah ketahuan rakus terhadap barang haram) dan
menasihati dengan amalan baik-baik (sedang dirinya jelas melanggar)? Tidak mungkin. Maka
tumbuh dengan suburlah generasi penerus mereka itu dengan pupuk-pupuk serba haram dan
jahat. Itulah.

Orang alim agama ada yang lebih parah


Sikap seperti itu sungguh parah. Tetapi, masih ada yang lebih parah. Karena yang lebih parah ini
bahkan menyangkut orang-orang pandai dan pemuka agama, maka Allah Subhannahu wa Ta'ala
mengecamnya cukup diawali dengan bentuk pertanyaan.
“Mengapa orang-orang alim mereka, dan pendeta-pendeta mereka (Yahudi) tidak melarang
mereka mengucapkan perkataan dosa dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa
yang telah mereka kerjakan itu.” (Al-Maidah : 63).

Kita dalam hal diamnya para alim dan pemuka agama di kalangan Yahudi itu bisa juga
menduga-duga kenapa mereka tidak mencegah perkataan dosa dan makan haram. Dugaan itu
akan membuat perasaan bergetar, kalau sampai mereka yang alim dan pemuka agama di
kalangan Yahudi itu bahkan antri ikut makan haram.
Maka ayat tersebut, bagi Ibnu Abbas (sahabat Nabi n yang ahli tafsir Al-Quran) adalah celaan
yang paling keras terhadap ulama yang melalaikan tugas mereka dalam menyampaikan da'wah
tentang larangan-larangan dan kejahatan-kejahatan. Bahkan Ad-Dhohhaak berkata, tidak ada
ayat dalam Al-Quran yang lebih aku takuti daripada ayat ini.

Tidak kurang dari itu, bahkan cercaan Allah itu lebih penting untuk disadari oleh ulama Islam,
bukan sekadar cerita cercaan terhadap pendeta-pendeta Yahudi.

.‫الر ِح ْي ُم‬
َّ ‫اسَت ْغ ِف ُروا اهللَ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬ ِ
ْ َ‫أَ ُق ْو ُل َق ْول ْي َه َذا ف‬
Khutbah Kedua

ِ ‫ من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م‬،‫ات أَ ْعمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
‫ض َّل‬ ُ ُ َ َْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
ِ ِ ْ ‫لَه ومن ي‬
ُ‫صلَّى اهلل‬ َ ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬ َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ َ ْ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬ َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ
َ‫ يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوال‬:‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫َص َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‬ ِِ ٍ
ْ ‫َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آله َوأ‬
‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يُ َك ِّف ْر َع ْنهُ َسيِّئَاتِِه‬ َ :‫ال‬ َ َ‫ َوق‬#}‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َعل لَّهُ َم ْخ َر ًجا‬ َ :‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬
}‫َج ًرا‬ ِ
ْ ‫َو ُي ْعظ ْم لَهُ أ‬
‫ يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن‬،‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‬ ِ
َ ُ‫ {إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ ي‬:‫ال‬ َ ‫السالَِم َعلَى َر ُس ْولِ ِه َف َق‬ َّ ‫الصالَ ِة َو‬َّ ِ‫ثُ َّم ا ْعلَ ُم ْوا فَِإ َّن اهللَ أ ََم َر ُك ْم ب‬
.}‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما‬
َ ‫َء َام ُن ْوا‬
‫ َوبَا ِر ْك َعلَى‬.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‬
ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫صلَّْي‬ ٍ
َ ‫آل ُم َح َّمد َك َما‬ ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬
َ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
‫ْم ْسلِ ِم ْي َن‬ ِ ِ ِ ِ َ َّ‫ إِن‬،‫آل إِ ْبر ِاه ْيم‬
ُ ‫ اَللَّ ُه َّم ا ْغف ْر لل‬.‫ك َحم ْي ٌد َمج ْي ٌد‬ َ َ
ِ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى‬
ََ َ َ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك‬ ِ ‫ُم َح َّم ٍد و َعلَى‬
َ
ِ َ َّ‫ إِن‬،‫ات‬ ِ ‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو‬ ِ ِ ِِ ِ ِ
‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم أَ ِرنَا ال‬.‫ب‬ ٌ ْ‫ك َسم ْي ٌع قَ ِري‬ َ َْ َ ْ ‫ َوال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل‬،‫َوال ُْم ْسل َمات‬
ِ ِ ِ ِ ُّ ‫ َر َّبنَا آتِنَا فِي‬.ُ‫اجتِنَابَه‬ ِ ِ
‫ب‬ْ ‫ َر َّبنَا َه‬.‫اب النَّا ِر‬ َ ‫سنَةً َوقنَا َع َذ‬ َ ‫سنَةً َوفي اآلخ َرة َح‬ َ ‫الد ْنيَا َح‬ ْ ‫ َوأَ ِرنَا الْبَاط َل باَطالً َو ْار ُزقْنَا‬،ُ‫اعه‬ َ َ‫اتِّب‬
‫ َو َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسلِ ْي َن‬،‫ص ُف ْو َن‬ ِ ‫ب ال ِْع َّز ِة َع َّما ي‬ َ ِّ‫ ُس ْب َحا َن َرب‬.‫ين إِ َم ًاما‬ ِ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّرةَ أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل‬ ِ ِ
َ ِّ ‫ك َر‬ َ ‫ْمتَّق‬
ُ َْ َ ُ َ ‫لَنَا م ْن أَ ْز َو‬
ِّ ‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر‬
.‫ب ال َْعال َِم ْي َن‬ َ ‫َوال‬
َّ ‫ َوأَقِ ِم‬.‫ص ْحبِ ِه َو َسلَّ َم‬ ِِ ٍ
َ‫الصالَة‬ َ ‫د َو َعلَى آله َو‬# ‫صلَّى اهللُ َعلَى ُم َح َّم‬ َ ‫َو‬

40
Mensyukuri Nikmat Allah Ta'ala

Oleh: Drs. M.D. Hakim, Bba

َّ‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِال‬.ُ‫َح َم ُدهُ ُس ْب َحانَهُ َوأَ ْش ُك ُرهُ َعلَى َما أ َْولَ َده‬ ِ ِ
ِ َ‫اس ِع واْ ِال ْمتِن‬ ِ ِ ‫اَلْحم ُد لِلَّ ِه قَ ِدي ِم اْ ِإلح‬
ْ ‫ أ‬،‫ان‬ َ ‫سان ذي ال َْعطَاء ال َْو‬ َْ ْ َْ
ِ‫د و َعلَى آل ِه‬#ٍ ‫ك مح ِّم‬ ِ ِ
َ َ ُ َ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى َع ْبد َك َو َر ُس ْول‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬َ ْ‫اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬
ِ َ‫ وإِ ْن َتعدُّوا نِ ْعمة‬،‫َن اهلل س ْبحانَهُ ُهو الْم ْن ِعم الْمَت َفضِّل‬ ِ ِ ‫ أ ََّما بعد؛ َفيا ِعب‬.‫وصحبِ ِه‬
َ‫اهلل ال‬ َ ْ ُ َ ُ ُ ُ ُ َ َ ُ َ َّ ‫اد اهلل اَّت ُقوا اهللَ َت َعالَى َوا ْعلَ ُم ْوا أ‬ َ َ َ ُ َْ َْ َ
.‫ َواهللُ أَ ْخ َر َج ُك ْم ِم ْن بُطُْو ِن أ َُّم َهاتِ ُك ْم الَ َت ْعلَ ُم ْو َن َش ْيئًا ل ََعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُر ْو َن‬.‫ار‬ ِ
َ ْ‫ إ َّن اْ ِإلن‬.‫ص ْو َها‬
ٌ ‫سا َن لَظَلُ ْو ٌم َك َّف‬ ُ ‫تُ ْح‬
Saudara-saudara sidang Jum’at yang berbahagia.
Syukur alhamdulillah pada hari ini kita masih diberi kesempatan berkumpul dan bertatap muka
sambil saling mengingatkan, betapa besarnya nikmat-nikmat yang telah dan sementara
dianugrahkan Allah kepada hamba-hambaNya, tidak terkecuali kita yang hadir ditempat yang
mulia ini...

Begitu kita bangun pada dini hari, terasa badan jadi bugar, semangat dan tenaga kerja rasanya
pulih dan kembali segar, dan ini salah satu karunia nikmat yang kadang tidak banyak
direnungkan dan diperhatikan. Bukankah kita telah merasakan nikmatnya tidur sepanjang
malam. Sekujur badan terbujur lemas, lena menerawang di alam mimpi, istirahat pulas
menikmati tidur karunia Allah yang terakar, dan andaikata rasa kantuk itu tak kunjung tiba,
berarti nikmatnya tidur tidak akan kita rasakan, apa yang terjadi? Betapa gelisahnya perasaan ini,
badan terasa gerah, ini baru sisi kecil dari kehidupan ummat manusia.

Coba kita simak firman Allah seperti yang telah dibacakan pada awal khutbah, yakni dalam
surah Ibrahim ayat 34:
Artinya: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah tidaklah dapat kamu
menghinggakannya.”
Walau sesungguhnya kita patut wajib menyadari segala sesuatu yang telah dianugrahkan Allah
kepada kita dari berbagai bentuk dan macam nikmat, nah cobalah kita buktikan Firman Allah
tersebut di atas.

Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia .


Marilah kita layangkan pandangan kita ke sekeliling lingkungan, bahwasanya setiap makhluk
yang hidup di atas permukaan bumi Allah ini sangat tergantung kepada komponen udara yang
telah disediakan oleh Maha Pencipta.
Di dalam udara atau hawa, padanya dijumpai berbagai unsur gas, gas oksigen, nitrogen,
hidrogeen, helium, zat lemas, argon, kripton dan gas-gas mulia lainnya yang kecil jumlahnya.
Jadi sesungguhnya sama sekali tidak ada pabrik gas, karena manusia tak mampu membuat gas.
Yang ada hanyalah pabrik memisah-misahkan gas dengan perbedaan titik didih masing-masing
gas.

Dari hasil penyelidikan cerdik pandai bahwa pada udara tersebut ditemui dalam prosentasi unsur-
unsur gas yang seimbang sebagaimana yang diperlukan oleh umat manusia dan makhluk-
makhluk lainnya.
Salah satu unsur gas yang sangat berpotensi bagi hidup dan kesehatan manusia adalah gas
oxygen. Kebutuhan seorang manusia dalam memenuhi kesehatan memerlukan gas oxygen setiap
harinya antara 18-20 %. Allah telah mengatur sedemikian rupa dengan pasti bahwa di dalam
udara yang kita hirup saat ini persis dalam prosentasi antara 18-20 %. Andai kata lebih tinggi
dari prosentase tersebut, maka suhu udara gerah, panas dan akibatnya mudah terpicu timbulnya
kebakaran dimana -mana, dan sebaliknya bila jauh di bawah prosentase tersebut maka yang akan
terjadi adalah penduduk susah bernafas, tersengal-sengal karena pernafasan kita terganggu oleh
zat lemas yang memenuhi lingkungan hidup kita dan besar kemungkinan keluhan akan
berkepanjangan seperti yang telah kita alami beberapa waktu lalu merambanya asap dipenjuru
Asia. Maha Besar Engkau ya Allah .!

Saudara-saudara muslimin yang barbahagia.


Untuk lebih meyakinkan diri kita, apa yang dikemukakan tadi, patutlah diketahui atau kalau ada
yang telah mendalami anggaplah kita mengulang kajian lama, bahwa seorang manusia sehat
dewasa dalam keadaan normal, dalam satu menit kurang lebih 20 (Dua Puluh) kali bernapas.
Satu kali bernafas udara kurang lebih 2 liter udara ke dalam rongga-rongga pernapasan, ini
berarti semenit akan menghirup kurang lebih 40 liter udara. Kalau sehari semalam (24 jam) kita
akan mengkonsumsi 57.600 liter udara, atau dengan kata lain kita telah menggunakan gas
oxygen murni (100%) sebanyak 20% dari 57.600 liter udara adalah 11.520 liter oxygen murni
seharinya.
Berapa besarkah nilai ekonominya?

Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia.


Saat ini umum dipasarkan satu tabung oxygen harganya Rp. 40.000 yang isinya 6000 liter yang
kadar oxygen antara 97-99% berarti nilai tiap liternya adalah 40.000: 6000 adalah kurang lebih
Rp. 6.600 per liter.
Ini berarti seseorang manusia sehat cuma-cuma alias gratis telah menghabiskan gas oxygen
setiap harinya dengan nilai 11.520 kali Rp. 6.600 sama dengan Rp. 760.000,- kalau sebulan
nilainya menjadi Rp. 22.800.000,-
Nah kalau kita ingin lebih mendalaminya lagi seberapa besar nikmat oxygen yang telah kita
hirup selama hidup atau pada usia kita saat ini misalnya 40 tahun, 50 tahun atau 60 tahun rata-
rata kita semua yang masih hidup, tertuang kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam nilai
rupiah saat ini di atas 1 milyar, rasanya memang mustahilkah? Tapi kalau tidak percaya boleh
hitung sendiri setelah sampai kerumah, begitu besarnya nikmat Allah kepada hambaNya dan
masih sebagian kecil nikmat yang baru kita perhatikan.
Oleh karena itu dalam surat Ar-rahman, Allah Subhannahu wa Ta'ala mewanti-wanti kepada
hambaNya dengan mengulang-ulang 31 kali peringatan bagi umat manusia dengan firmanNya:
Artinya: “NikmatKu manakah lagi yang kamu dustakan.”

Marilah kita bersama-sama meluangkan waktu merenung sejenak di tengah kesibukan mencari
nafkah betapa besar karunia Allah kepada diri kita, keluarga kerabat kita, bangsa kita dan hamba
Allah pada umumnya.
Sebagaimana yang telah kita ketahui dengan nyata sisi-sisi kecil atas nikmat yang telah kita
rasakan bernilai sekian besarnya apalagi dalam mengarungi hidup ini, masih akan mengenyam
nikmat-nikmat lainnya berupa nikmat kelapangan rizki, nikmat berkeluarga, nikmat kebahagiaan,
nikmat kepuasan hidup dan masih setumpuk nikmat lainnya yang sukar menyebutkannya satu
persatu.

Sebagai hasil renungan kita atas nikmat ini tentunya menimbulkan kesadaran dari lubuk hati
yang dalam, kemudian dituangkan dalam bentuk kesyukuran, dan kesyukuran ini tidaklah punya
arti sama sekali jika hanya dalam bentuk lisan semata.

Mensyukuri karunia Allah harus berupa pengakuan hati kepada kebesaran dan keagungan Allah
dalam sikap dan tindakan nyata, berupa membantu hajat hidup orang-orang yang dalam
kesempitan, menghibur orang-orang yang dalam kesedihan, orang yang terkena musibah,
membantu mereka yang membutuhkan pertolongan, meyantuni anak-anak yatim dan badan-
badan amal lainnya. Janganlah berdalih tidak mampu sementara rizki terus mengalir masuk,
penuhilah telapak tangan fakir miskin yang sedang mengulas dada tipisnya karena ketiadaan
makanan hingga kelaparan berkepanjangan, ceritakanlah, kabarkanlah dan sebarkanlah kepada
orang lain betapa nikmat Allah yang telah kita rasakan, ulangilah berkali-kali syukur ini kepada
Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Hadirin sidang Jum’at yang berbahagia.


Realisasi rasa syukur tersebut, bukanlah suatu perbuatan yang sia-sia, tapi dengan demikian akan
mempertebal Iman dan Takwa kepada Maha Pencipta, dan yang terpenting kita akan terhindar
dari murka dan siksaan Allah seperti FirmanNya dalam surat Al-An’am ayat 46 yang berbunyi:
Artinya: “Katakanlah, terangkanlah kepadaKu jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan
kepadamu? Perhatikanlah bagaimana (Kami) berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran
(Kami) kemudian mereka tetap berpaling juga.”

Satu hal lagi yang lebih membesarkan hati kita yakni adanya jaminan Allah Subhannahu wa
Ta'ala bagi hambaNya dengan firmanNya dalam surat Ibrahim ayat 7:
Artinya: “Jika kalian bersyukur niscaya Aku tambahkan bagimu beberapa kenikmatan, dan jika
kamu sekalian mengingkarinya ingatlah siksaKu sangat pedih.”

Marilah kita memohon kehadirat Allah Subhannahu wa Ta'ala semoga Allah menjauhkan kita
dari perbuatan kufur nikmat dan memberikan limpahan karunia agar kita tetap termasuk dalam
golongan yang sedikit yakni golongan orang-orang yang tahu mensyukuri nikmatNya, Amin Ya
Robbal Alamien.
‫الذ ْك ِر الْح ِكي ِم‪ ،‬وَت َقب َّل اهلل ِمن ِ‬ ‫آن الْع ِظ ْي ِم‪ ،‬و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِاْآلي ِ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ِّي َوم ْن ُك ْم تِالَ َوتَهُ‪ ،‬إِنَّهُ‬
‫َ ْ َ َ ُ ْ‬
‫ات َو ِّ‬ ‫َ َ ْ َ ْ َ‬ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر َ‬
‫الر ِح ْي ُم‪.‬‬
‫اسَت ْغ ِف ُر ْوهُ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر َّ‬ ‫ت َخير َّ ِ‬
‫الراح ِم ْي َن‪َ .‬و ْ‬
‫الس ِميع الْعلِيم‪ .‬وقُل ر ِّ ِ‬
‫ب ا ْغف ْر َو ْار َح ْم َوأَنْ َ ْ ُ‬ ‫ُه َو َّ ْ ُ َ ْ ُ َ ْ َ‬
‫‪Khutbah Kedua‬‬

‫شا َكلَ ِة‬ ‫ش َار َك ِة َوال ُْم َ‬ ‫ك لَهُ‪ ،‬اَل ُْمَت َعالِ ْي َع ِن ال ُْم َ‬ ‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َح ْم ًدا َكثِْي ًرا َك َما أ ََم َر‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬ ‫اَل َ‬
‫صلَّى‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ النَّبِ ُّي ال ُْم ْعتََب ُر‪َ .‬وا ْعلَ ُم ْوا أ َّ‬ ‫ش ِر‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أ َّ‬‫سائِ ِر الْبَ َ‬ ‫ِ‬
‫َن اهللَ ُس ْب َحانَهُ َ‬ ‫َن ُم َح َّم ًدا َ‬ ‫لَ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ص ِّل َعلَى‬ ‫صلُّ ْوا َعلَْيه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسل ْي ًما‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬ ‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَاأَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َام ُن ْوا َ‬ ‫َعلَى نَبِيِّه قَديْ ًما‪ .‬إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬
‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما‬ ‫آل إِ ْبر ِاه ْيم‪ ،‬وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬ ‫صلَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َما َ‬ ‫ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫َ َ َ‬ ‫َ ََ‬ ‫َ‬
‫ك ح ِم ْي ٌد م ِج ْي ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم ا ْغ ِفر لِلْمسلِ ِم ْين والْمسلِماتِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ت َعلَى إِ ْبراه ْيم و َعلَى ِ‬
‫ْ ُْ ََ ُْ َ‬ ‫آل إِ ْب َراه ْي َم‪ ،‬في ال َْعالَم ْي َن إِنَّ َ َ َ‬ ‫َ ََ‬ ‫بَ َار ْك َ‬
‫ات َوغَافِ َر‬ ‫اج ِ‪#‬‬ ‫ك س ِم ْيع قَ ِريْب م ِج ْيب الد َ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ات اْأل ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ْح َ‬
‫ِ‬
‫َّع َوات َويَا قَاض َي ال َ‬ ‫َحيَاء م ْن ُه ْم َواْأل َْم َوات‪ ،‬إِنَّ َ َ ٌ ٌ ُ ُ‬ ‫َوال ُْم ْؤمنِْي َن َوال ُْم ْؤمنَ ِ ْ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬‫آم ْي َن يَا َر َّ‬‫اح ِمين‪ِ .‬‬ ‫ك يا أَرحم َّ ِ‬ ‫ِ ِ ِ ِ‬ ‫ُّ ِ‬
‫الر ْ َ‬ ‫الذنُ ْوب َوالْ َخط ْيئَات ب َر ْح َمت َ َ ْ َ َ‬
‫شِ‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْبغْ ِي يَ ِعظُ ُك ْم ل ََعلَّ ُك ْم‬ ‫ان َوإِيتَآ ِئ ِذي الْ ُق ْربَى َو َي ْن َهى َع ِن الْ َف ْح َ‬ ‫اهلل‪ ،‬إِ َّن اهلل يأْمر ُكم بِالْع ْد ِل واْ ِإل ْحس ِ‬
‫َ‬ ‫َ َ ُُ ْ َ َ‬
‫اد ِ‬ ‫ِعبَ َ‬
‫ضلِ ِه ُي ْع ِط ُك ْم َواهللُ ُس ْب َحانَهُ َوَت َعالَى‬ ‫اسأَل ُْوهُ ِم ْن فَ ْ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫تَ َذ َّك ُر ْو َن‪ .‬فَاذْ ُك ُروا اهللَ ال َْعظ ْي َم يَ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُك ُر ْوهُ َعلَى نَِع ِمه يَ ِز ْد ُك ْم َو ْ‬
‫َج ُّل َوأَ ْعظَ ُم َوأَ ْكَب ُر‪.‬‬
‫أَ ْعلَ ُم َوأ َ‬

‫‪Sumber:‬‬
‫‪www.alsofwah.or.id/khutbah‬‬
‫‪Posted By http://ichsanmufti.wordpress.com‬‬

‫‪41‬‬
‫‪Tiga Amalan Baik‬‬
Oleh: Muhammad Ali Aziz

َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬
ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُده‬ َ ْ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬،‫اهلل‬ِ ‫اَلْحم ُد لِلَّ ِه الَّ ِذي أَمرنَا بِاْ ِال ْعتِص ِام بِح ْب ِل‬
َ َ ََ ْ َْ
‫ص ْي ُك ْم‬ِ ‫ أُو‬،‫اهلل‬
ْ
ِ ‫اد‬ َ َ‫ أ ََّما َب ْع ُد؛ َفيَا ِعب‬.ُ‫ص ْحبِ ِه َو َم ْن تَبِ َع ُه َداه‬ ِِ ٍ
َ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.ُ‫َو َر ُس ْولُهُ الَ نَبِ َّي َب ْع َده‬
.‫ يَاأَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬:‫ال اهللُ َت َعالَى‬ َ ‫ َف َق‬،‫اهلل‬ِ ‫بَِت ْقوى‬
َ
Kaum Muslimin Yang Terhormat
Bumi yang kita tempati adalah planet yang selalu berputar, ada siang dan ada malam. Roda
kehidupan dunia juga tidak pernah berhenti. Kadang naik kadang turun. Ada suka ada duka. Ada
senyum ada tangis. Kadangkala dipuji tapi pada suatu saat kita dicaci. Jangan harapkan ada
keabadian perjalanan hidup.
Oleh sebab itu, agar tidak terombang-ambing dan tetap tegar dalam menghadapi segala
kemungkinan tantangan hidup kita harus memiliki pegangan dan amalan dalam hidup. Tiga
amalan baik tersebut adalah Istiqomah, Istikharah dan Istighfar yang kita singkat TIGA IS.

1. Istiqomah. yaitu kokoh dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah.

Begitu pentingnya istiqomah ini sampai Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam
berpesan kepada seseorang seperti dalam Al-Hadits berikut:

ِ ِ ِ ‫ْت يا رسو َل‬ ِ ِ


ِ ‫اهلل ر‬ ِ
ْ ‫ قُ ْل ل ْي في اْ ِإل ْسالَِم َق ْوالً الَ أ‬،‫اهلل‬
ُ‫َسأَلُهُ َع ْنه‬ ْ ُ َ َ ُ ‫ ُقل‬:‫ال‬ َ َ‫ض َي اهللُ َع ْنهُ ق‬ َ ‫َع ْن أَب ْي ُس ْفيَا َن بْ ِن َع ْبد‬
)‫ (رواه مسلم‬.‫استَ ِق ْم‬ ِ ِ‫ت ب‬
ْ ‫اهلل ثُ َّم‬ ُ ‫آم ْن‬
َ ‫ قُ ْل‬:‫ال‬َ َ‫ ق‬.‫َح ًدا غَْي َر َك‬
َ ‫أ‬.
“Dari Abi Sufyan bin Abdullah Radhiallaahu anhu berkata: Aku telah berkata, “Wahai
asulullah katakanlah kepadaku pesan dalam Islam sehingga aku tidak perlu bertanya
kepada orang lain selain engkau. Nabi menjawab, ‘Katakanlah aku telah beriman kepada
Allah kemudian beristiqamahlah’.” (HR. Muslim).

Orang yang istiqamah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanan bersama
dalam tantangan hidup. Sekalipun dihadapkan pada persoalan hidup, ibadah tidak ikut
redup, kantong kering atau tebal, tetap memperhatikan haram halal, dicaci dipuji, sujud
pantang berhenti, sekalipun ia memiliki fasilitas kenikmatan, ia tidak tergoda melakukan
kemaksiatan.

Orang seperti itulah yang dipuji Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam Al-Qur-an surat
Fushshilat ayat 30:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka
(dengan mengatahkan): “Janganlah kamu merasa takut, dan janganlah kamu merasa
sedih, dan bergembiralah dengan syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (Qs.
Fushshilat: 30)

2. Istikharah, selalu mohon petunjuk Allah dalam setiap langkah dan penuh
pertimbangan dalam setiap keputusan.
Setiap orang mempunyai kebebasan untuk berbicara dan melakukan suatu perbuatan.
Akan tetapi menurut Islam, tidak ada kebebasan yang tanpa batas, dan batas-batas
tersebut adalah aturan-aturan agama. Maka seorang muslim yang benar, selalu berfikir
berkali-kali sebelum melakukan tindakan atau mengucapkan sebuah ucapan serta ia
selalu mohon petunjuk kepada Allah.
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pernah bersabda:

ِ ِ ِ ِ ِ‫من َكا َن ي ْؤ ِمن ب‬.


)‫ (رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة‬.‫ت‬ ْ َ‫اهلل َوالَْي ْوم اْآلخ ِر َفلَْي ُق ْل َخ ْي ًرا أ َْو لي‬
ْ ‫ص ُم‬ ُ ُ َْ
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau
diamlah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Orang bijak berkata “Think today and speak tomorrow” (berfikirlah hari ini dan bicaralah
esok hari).
Kalau ucapan itu tidak baik apalagi sampai menyakitkan orang lain maka tahanlah,
jangan diucapkan, sekalipun menahan ucapan tersebut terasa sakit. Tapi ucapan itu benar
dan baik maka katakanlah jangan ditahan sebab lidah kita menjadi lemas untuk bisa
meneriakkan kebenaran dan keadilan serta menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

Mengenai kebebasan ini, malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi Muhammad
Shalallaahu alaihi wasalam untuk memberikan rambu-rambu kehidupan, beliau bersabda:

ٌّ ‫شئْتَ فَإِنَّكَ َم ْج ِز‬


.‫ي بِ ِه‬ ِ ‫ َوأَ ْحبِ ْب َما‬، ٌ‫شئْتَ فَإِنَّ َك َميِّت‬
ِ ‫ َوا ْع َم ْل َما‬،ٌ‫شئْتَ فَإِنَّكَ ُمفَا ِرق‬ ْ ‫ يَا ُم َح َّمدًا ِع‬:‫أَتَانِ ْي ِج ْب ِر ْي ُل فَقَا َل‬
ِ ‫ش َما‬
)‫(رواه البيهقي عن جابر‬.
Jibril telah datang kepadaku dan berkata: Hai Muhammad hiduplah sesukamu, tapi
sesungguhnya engkau suatu saat akan mati, cintailah apa yang engkau sukai tapi engkau
suatu saat pasti berpisah juga dan lakukanlah apa yang engkau inginkan sesungguhnya
semua itu ada balasannya. (HR.Baihaqi dari Jabir).

Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ini semakin penting untuk diresapi ketika akhir-
akhir ini dengan dalih kebebasan, banyak orang berbicara tanpa logika dan data yang
benar dan bertindak sekehendakya tanpa mengindahkan etika agama . Para pakar barang
kali untuk saat-saat ini, lebih bijaksana untuk banyak mendengar daripada berbicara yang
kadang-kadang justru membingungkan masyarakat.

Kita memasyarakatkan istikharah dalam segala langkah kita, agar kita benar-benar
bertindak secara benar dan tidak menimbulkan kekecewaan di kemudian hari.
Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
َ َ‫َار َوالَ عَا َل َم ِن ا ْقت‬
‫ص َد‬ ْ ‫ست ََخا َر َوالَ نَ ِد َم َم ِن ا‬
َ ‫ستَش‬ َ ‫ َما َخ‬.
ْ ‫اب َم ِن ا‬
Tidak akan rugi orang yang beristikharah, tidak akan kecewa orang yang bermusyawarah
dan tidak akan miskin orang yang hidupnya hemat. (HR. Thabrani dari Anas)

3. Istighfar, yaitu selalu instropeksi diri dan mohon ampunan kepada Allah Rabbul
Izati.

Setiap orang pernah melakukan kesalahan baik sebagai individu maupun kesalahan
sebagai sebuah bangsa. Setiap kesalahan dan dosa itu sebenarnya penyakit yang merusak
kehidupan kita. Oleh karena ia harus diobati.

Tidak sedikit persoalan besar yang kita hadapi akhir-akhir ini yang diakibatkan kesalahan
kita sendiri. Saatnya kita instropeksi masa lalu, memohon ampun kepada Allah,
melakukan koreksi untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah dengan penuh
keridloan Allah.

Dalam persoalan ekonomi, jika rizki Allah tidak sampai kepada kita disebabkan karena
kemalasan kita, maka yang diobati adalah sifat malas itu. Kita tidak boleh menjadi umat
pemalas. Malas adalah bagian dari musuh kita. Jika kesulitan ekonomi tersebut, karena
kita kurang bisa melakukan terobosan-teroboan yang produktif, maka kreatifitas dan etos
kerja umat yang harus kita tumbuhkan.

Akan tetapi adakalanya kehidupan sosial ekonomi sebuah bangsa mengalami kesulitan.
Kesulitan itu disebabkan karena dosa-dosa masa lalu yang menumpuk yang belum
bertaubat darinya secara massal. Jika itu penyebabnya, maka obat satu-satunya adalah
beristighfar dan bertobat.

Allah berfirman yang mengisahkan seruan Nabi Hud Alaihissalam, kepada kaumnya:
“Dan (Hud) berkata, hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah
kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan
menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan
berbuat dosa” (QS. Hud:52).

Para Jamaah yang dimuliakan Allah


Sekali lagi, tiada kehidupan yang sepi dari tantangan dan godaan. Agar kita tetap tegar dan
selamat dalam berbagai gelombang kehidupan, tidak bisa tidak kita harus memiliki dan
melakukan TIGA IS di atas yaitu Istiqomah, Istikharah dan Istighfar.
Mudah-mudahan Allah memberi kekuatan kepada kita untuk menatap masa depan dengan
keimanan dan rahmatNya yang melimpah. Amin

.‫الر ِح ْي ُم‬ ِ ِ َ‫ول َقو لِي ه َذا وأَستغْ ِفر اهلل لِي ولَ ُكم ف‬
ُ ‫اسَتغْف ُر ْوهُ انَّهُ ُه َو الْغَ ُف‬
َّ ‫ور‬ ْ ْ َ ْ َ ُ َ ْ َ َ ْ ُ ُ‫أَق‬
Khutbah Kedua

‫ إِيَّاهُ َن ْعبُ ُد‬،ُ‫ك لَه‬ َ ْ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.‫اهلل ال َْمتِْي ِن‬
ِ ‫اد واْ ِال ْعتِص ِام بِح ْب ِل‬ ِ ‫اَلْحم ُد لِلَّ ِه الَّ ِذي أَمرنَا بِاْ ِالت‬
َ َ َ ‫ِّح‬ َ ََ ْ َْ
‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه‬ ِ
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ث َر ْح َمةً لل َْعال َِم ْي َن‬ َّ ‫ َوأَ ْش َه ُد أ‬.‫َوإِيَّاُه نَ ْستَ ِع ْي ُن‬
ُ ‫ اَل َْم ْبعُ ْو‬،ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬
ِ
‫صلُّ ْو َن َعلَى‬ ِ ِّ ‫استَطَ ْعتُ ْم َو َسا ِرعُ ْوا إِلَى َمغْ ِف َر ِة َر‬
َ ُ‫ إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ ي‬.‫ب ال َْعال َِم ْي َن‬ ْ ‫ اَّت ُقوا اهللَ َما‬،‫اد اهلل‬ َ َ‫ ِعب‬.‫َج َم ِع ْي َن‬ ِ
ْ ‫َص َحابِه أ‬ ْ ‫َوأ‬
‫َص َحابِ ِه‬ ِِ ٍ ِ ِ ِ
ْ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َوبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َوأ‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫صلُّ ْوا َعلَْيه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسل ْي ًما‬ َ ‫ يَاأَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َام ُن ْوا‬،‫النَّبِ ِّي‬
ِ ِ‫ وأ َْهل‬،‫ وانْص ِر اْ ِإل ْسالَم والْمسلِ ِم ْين‬،‫َصلِح ج ِم ْيع والَةَ الْمسلِ ِم ْين‬ ِ ‫اج ِه وذُ ِّريَّاتِِه أ‬ ِ ِِ
َ‫ك الْ َك َف َرة‬ َ َ ُْ ََ ُ َ َ ُْ ُ َ َ ْ ْ ‫ اَللَّ ُه َّم أ‬.‫َج َمع ْي َن‬ ْ َ ‫َو َق َرابَته َوأَ ْز َو‬
‫َحيَ ِاء ِم ْن ُه ْم‬ ْ ‫ات اْأل‬ ِ َ‫ات والْم ْؤ ِمنِْين والْم ْؤ ِمن‬ ِ ِ ِ ِ ‫ اَللَّ ُه َّم ا ْغ ِفر لِل‬.‫ك إِلَى يوِم الدِّيْ ِن‬ َ َ‫َوال ُْم ْش ِركِ ْي َن َوأَ ْع ِل َكلِ َمت‬
ُ َ َ ُ َ ‫ْم ْسلم ْي َن َوال ُْم ْسل َم‬ ُ ْ َْ
‫ِ‬ ‫اضي الْح ِ‬ ‫ِ‬ ‫ك قَ ِريْب م ِج ْيب الد َ ِ‬ ‫واْأل َْمو ِ‬
‫ت َخ ْي ُر‬‫ْح ِّق َواَنْ َ‬‫اجات‪ .‬اَللَّ ُه َّم ا ْفتَ ْح َبْيَننَا َو َب ْي َن َق ْومنَّا بِال َ‬
‫َّع َوات َويَا قَ َ َ َ‬ ‫ٌ ُ ُ‬ ‫ات‪ ،‬إِنَّ َ‬ ‫َ َ‬
‫اب النَّا ِر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫الْ َفاتِ ِح ْي َن‪َ .‬ر َّبنَا آتنَا في ُّ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫سنَةً َوقنَا َع َذ َ‬‫سنَةً َوفي اآلخ َرة َح َ‬ ‫الد ْنيَا َح َ‬
‫شِ‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْبغْ ِي يَ ِعظُ ُك ْم ل ََعلَّ ُك ْم‬ ‫ان َوإِيتَآ ِئ ِذي الْ ُق ْربَى َو َي ْن َهى َع ِن الْ َف ْح َ‬ ‫اهلل‪ ،‬إِ َّن اهلل يأْمر ُكم بِالْع ْد ِل واْ ِإل ْحس ِ‬
‫َ‬ ‫َ َ ُُ ْ َ َ‬
‫اد ِ‬ ‫ِعبَ َ‬
‫َذ ْكر ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫اهلل أَ ْكَب ُر‪.‬‬ ‫ب لَ ُك ْم َول ُ‬ ‫تَ َذ َّك ُر ْو َن‪ .‬فَاذْ ُك ُروا اهللَ ال َْعظ ْي َم يَ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْدعُ ْوهُ يَ ْستَج ْ‬

‫‪42‬‬
‫‪Akibat Memakan Harta Riba‬‬

‫‪Oleh: Ade Zarkasyi bin Sabit‬‬

‫ات أَ ْعمالِنَا‪ ،‬من ي ْه ِد اهلل فَالَ م ِ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا وِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫ض َّل‬ ‫ُ ُ‬ ‫َ َْ َ‬ ‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُرهُ‪َ ،‬و َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ِ‬ ‫لَه ومن ي ْ ِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ص ِّل‬ ‫َن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ي لَهُ‪ .‬أَ ْش َه ُد أ َّ‬
‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬
‫ِ‬
‫ان إِلَى َي ْوم الدِّيْ ِن‪ ،‬أ ََّما‬‫َصحابِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس ٍ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ َّ‬ ‫َو َسلِّ ْم َعلَى نَبِِّينَا َو َر ُس ْولِنَا ُم َح َّم ٍد َ َّ‬
‫صلى ا هللُ َعلَْيه َو َسل َم َو َعلَى آله َوأ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ‬
‫َب ْع ُد؛‬
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‪َ ،‬و َش َّر األ ُُم ْو ِر ُم َح َدثَا ُت َها‪َ ،‬و ُك َّل ُم ْح َدثٍَة‬ ‫ٍ‬
‫ي ُم َح َّمد َ‬ ‫دي َه ْد ُ‬ ‫اهلل َو َخ ْي َر ال َْه ِ‬‫ث كِتَاب ِ‬
‫ُ‬
‫َص َد َق الْح ِديْ ِ‬
‫َ‬ ‫فَِإ َّن أ ْ‬
‫ضالَ ٍلة‪.‬‬
‫بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة َ‬
‫ال َتبَ َار َك َوَت َعالَى فِ ْي كِتَابِ ِه ال َْع ِزيْ ِز‪:‬‬
‫ث قَ َ‬ ‫اهلل َف َق ْد فَ َاز ال ُْم ْؤ ِم ُن ْو َن ال ُْمَّت ُق ْو َن‪َ ،‬ح ْي ُ‬
‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى ِ‬
‫اد اهلل‪ ،‬أ ُْو ْ َ َ َ‬
‫َفيا ِعب َ ِ ِ‬
‫َ َ‬
‫ِ‬
‫يَاأَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسل ُم ْو َن‪.‬‬
‫ِ ِ‬ ‫اح َد ٍة و َخلَ َق ِم ْنها َزوجها وب َّ ِ‬ ‫سوِ‬ ‫َّ ِ‬
‫آء َو َّات ُقوا‬ ‫سً‬ ‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َ‬ ‫َ ْ ََ ََ‬ ‫َ‬ ‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف ٍ َ‬
‫يَاأ َُّي َها الن ُ‬
‫ام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‪.‬‬ ‫ِ‬
‫آءل ُْو َن بِه َواْأل َْر َح َ‬
‫سَ‬
‫َّ ِ‬
‫اهللَ الذ ْي تَ َ‬
‫ِ‬ ‫ياأ َُّيها الَّ ِذين ءامنُوا َّات ُقوا اهلل و ُقولُوا َقوالً س ِدي ًدا‪ .‬ي ِ‬
‫صل ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َيغْ ِف ْر لَ ُك ْم ذُنُ ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُط ِع اهللَ َو َر ُس ْولَهُ‬ ‫ََ ْ ْ ْ َ ْ ُْ‬ ‫َ َ َْ َ َ‬
‫ِ‬
‫َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َعظ ْي ًما‪.‬‬
‫س ٍن‪.‬‬ ‫َّاس بَ ُخلُ ٍق َح َ‬
‫ِ‬
‫سنَةَ تَ ْم ُح َها َو َخال ِق الن َ‬ ‫ْح َ‬ ‫ت َوأَتْبِ ِع َّ‬
‫السيِّئَةَ ال َ‬ ‫ث َما ُك ْن َ‬ ‫السالَ ُم‪ :‬اِتَّ ِق اهللَ َح ْي ُ‬
‫الصالَةُ َو َّ‬ ‫ال َعلَْي ِه َّ‬ ‫َوقَ َ‬

‫‪Kaum muslimin seiman dan seaqidah‬‬


‫‪Tepatnya ketika Allah Subhannahu wa Ta'ala memberikan mukjizat kepada hamba dan‬‬
‫‪kekasihNya, Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam berupa Isra’ Mi’raj, pada saat itu pula‬‬
‫‪Allah Ta'ala perlihatkan berbagai kejadian kepada beliau yang kelak akan memimpin jaga raya‬‬
‫‪ini. Di antaranya Rasulullah n melihat adanya beberapa orang yang tengah disiksa di Neraka,‬‬
‫‪perut mereka besar bagaikan rumah yang sebelumnya tidak pernah disaksikan Rasulullah‬‬
‫‪Shalallaahu alaihi wasalam. Kemudian Allah Ta’ala tempatkan orang-orang tersebut di sebuah‬‬
‫‪jalan yang tengah dilalui kaumnya Fir’aun yang mereka adalah golongan paling berat menerima‬‬
siksa dan adzab Allah di hari Kiamat. Para pengikut Fir’aun ini melintasi orang-orang yang
sedang disiksa api dalam Neraka tadi. Melintas bagaikan kumpulan onta yang sangat kehausan,
menginjak orang-orang tersebut yang tidak mampu bergerak dan pindah dari tempatnya
disebabkan perutnya yang sangat besar seperti rumah. Akhirnya Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam bertanya kepada malaikat Jibril yang menyertainya, “Wahai Jibril, siapakah orang-
orang yang diinjak-injak tadi?” Jibril menjawab, “Mereka itulah orang-orang yang makan harta
riba.” (lihat Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 2/252).

Dalam syariat Islam, riba diartikan dengan bertambahnya harta pokok tanpa adanya transaksi
jual beli sehingga menjadikan hartanya itu bertambah dan berkembang dengan sistem riba. Maka
setiap pinjaman yang diganti atau dibayar dengan nilai yang harganya lebih besar, atau dengan
barang yang dipinjamkannya itu menjadikan keuntungan seseorang bertambah dan terus
mengalir, maka perbuatan ini adalah riba yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah Subhannahu wa
Ta'ala dan RasulNya Shalallaahu alaihi wasalam, dan telah menjadi ijma’ kaum muslimin atas
keharamannya.

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:


“Allah menghilangkan berkah riba dan menyuburkan shadaqah, dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa”. (QS. Al-Baqarah: 270).

Barang-barang haram yang tiada terhitung banyaknya sampai menyusahkan dan memberatkan
mereka ketika harus cepat-cepat berjalan pada hari Pembalasan. Setiap kali akan bangkit berdiri,
mereka jatuh kembali, padahal mereka ingin berjalan bergegas-gegas bersama kumpulan
manusia lainnya namun tiada sanggup melakukannya akibat maksiat dan perbuatan dosa yang
mereka pikul.

Maha Besar Allah yang telah berfirman:


“Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri kecuali seperti berdirinya
orang yang kemasukan syetan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat): Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah: 275).

Dalam menafsirkan ayat ini, sahabat Ibnu “Abbas Radhiallaahu anhu berkata:
“Orang yang memakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila lagi
tercekik”. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/40).
Imam Qatadah juga berkata:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta riba akan dibangkitkan pada hari Kiamat
dalam keadaan gila sebagai tanda bagi mereka agar diketahui para penghuni padang mahsyar
lainnya kalau orang itu adalah orang yang makan harta riba.” (Lihat Al-Kaba’ir, Imam Adz-
Dzahabi, hal. 53).

Dalam Shahih Al-Bukhari dikisahkan, bahwasanya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam


bermimpi didatangi dua orang laki-laki yang membawanya pergi sampai menjumpai sebuah
sungai penuh darah yang di dalamnya ada seorang laki-laki dan di pinggir sungai tersebut ada
seseorang yang di tangannya banyak bebatuan sambil menghadap ke pada orang yang berada di
dalam sungai tadi. Apabila orang yang berada di dalam sungai hendak keluar, maka mulutnya
diisi batu oleh orang tersebut sehingga menjadikan dia kembali ke tempatnya semula di dalam
sungai. Akhirnya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bertanya kepada dua orang yang
membawanya pergi, maka dikatakan kepada beliau: “Orang yang engkau saksikan di dalam
sungai tadi adalah orang yang memakan harta riba.” (Fathul Bari, 3/321-322).

Kaum muslimin sidang Jum’at yang berbahagia… inilah siksa yang Allah berikan kepada orang-
orang yang suka makan riba, bahkan dalam riwayat yang shahih, sahabat Jabir Radhiallaahu
anhu mengatakan:

.ٌ‫ ُه ْم َس َواء‬:‫ال‬ ِ ‫الربا وموكِلَه و َكاتِبه و َش‬


َ َ‫ َوق‬،‫اه َديْ ِه‬ ِ ِ
َ ُ َ َ ُ ْ ُ َ َ ِّ ‫ آك َل‬n ‫ل ََع َن َر ُس ْو ُل اهلل‬
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam melaknat orang yang memakan riba, yang memberi
makan riba, penulisnya dan kedua orang yang memberikan persaksian, dan beliau bersabda:
“Mereka itu sama”. (HR. Muslim, no. 1598).

Semaraknya praktek riba selama ini tidak lepas dari propaganda musuh-musuh Islam yang
menjadikan umat Islam lebih senang untuk menyimpan uangnya di bank-bank, lebih-lebih
dengan semaraknya kasus-kasus pencurian dan perampokan serta berbagai adegan kekerasan
yang semakin merajalela. Bahkan sistem simpan pinjam dengan bunga pun sudah dianggap biasa
dan menjadi satu hal yang mustahil bila harus dilepaskan dari perbankan. Umat tidak lagi
memperhatikan mana yang halal dan mana yang haram. Riba dianggap sama dengan jual beli
yang diperbolehkan menurut syari’at Islam. Kini kita saksikan, gara-gara bunga berapa banyak
orang yang semula hidup bahagia pada akhirnya menderita tercekik dengan bunga yang ada.
Musibah dan bencana telah meresahkan masyarakat, karena Allah yang menurunkan hukumNya
atas manusia telah mengizinkan malapetaka atas suatu kaum jika kemaksiatan dan kedurhakaan
telah merejalela di dalamnya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Abu Ya’la dan isnadnya jayyid, bahwasannya
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

ِ ‫الربا إِالَّ أَحلُّوا بِأَْن ُف ِس ِهم ِع َقاب‬


.‫اهلل‬ َ ْ َْ ِّ ‫َما ظَ َه َر فِ ْي َق ْوٍم‬
َ ِّ ‫الزنَى َو‬
“Tidaklah perbuatan zina dan riba itu nampak pada suatu kaum, kecuali telah mereka halalkan
sendiri siksa Allah atas diri mereka.” (Lihat Majma’Az-Zawaid, Imam Al-Haitsami, 4/131).

Dan dari bencana yang ditimbulkan karena memakan riba tidak saja hanya sampai di sini,
bahkan telah menjadikan hubungan seorang hamba dengan Rabbnya semakin dangkal yang tidak
lain dikarenakan perutnya yang telah dipadati benda-benda haram. Sehingga nasi yang
dimakannya menjadi haram, pakaian yang dikenakannya menjadi haram, motor yang
dikendarainya pun haram, dan barang-barang perkakas di rumahnya pun menjadi haram, bahkan
ASI yang diminum oleh si kecil pun menjadi haram. Kalau sudah seperti ini, bagaimana
mungkin do’a yang dipanjatkan kepada Allah akan dikabulkan jika seluruh harta dan makanan
yang ada dirumahnya ternyata bersumber dari hasil praktek riba.
Sebenarnya praktek riba pada awal mulanya adalah perilaku dan tabi’at orang-orang Yahudi
dalam mencari nafkah dan mata pencaharian hidup mereka. Dengan sekuat tenaga mereka
berusaha untuk menularkan penyakit ini ke dalam tubuh umat Islam melalui bank-bank yang
telah banyak tersebar. Mereka jadikan umat ini khawatir untuk menyimpan uang di rumahnya
sendiri seiring disajikannya adegan-adegan kekerasan yang menakutkan masyarakat lewat jalur
televisi dan media-media massa lainnya, sehingga umatpun bergegas mendepositokan uangnya
di bank-bank milik mereka yang mengakibatkan keuntungan yang besar lagi berlipat ganda bagi
mereka, menghimpun dana demi melancarkan rencana-rencana jahat zionis dan acara-acara
kristiani lainnya. Mereka banyak membantai umat Islam, namun diam-diam tanpa disadari di
antara kita telah ada yang membantu mereka membantai saudara-saudara kita semuslim dengan
mendepositokan uang kita di bank-bank mereka.

Dalam firmanNya Allah Subhannahu wa Ta'ala menegaskan:


“Dan disebabkan mereka (orang-orang Yahudi) memakan riba, padahal sesungguhnya mereka
telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang
bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka siksa yang pedih”.
(QS. An-Nisa’: 161).

Lalu pantaskah bila umat Islam mengikuti pola hidup suatu kaum yang Allah pernah
mengutuknya menjadi kera dan babi, sedangkan Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-
Kitab (Yahudi dan Nashrani), niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi kafir sesudah
kamu beriman.” (QS. Ali Imran: 100).

Semoga Allah senantiasa menunjukkan kita kepada jalanNya yang lurus, yang telah ditempuh
oleh para pendahulu kita dari generasi salafush-shalih.

‫َسَتغْ ِف ُر‬ ِ ِ ‫الذ ْك ِر ال‬ ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬
ِّ ‫ات َو‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ أَ ُق ْو ُل َق ْول ْي َه َذا َوأ‬.‫ْحك ْي ِم‬
َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬
.‫اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم‬

Khutbah Kedua

ِ ‫ من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م‬،‫ات أَ ْعمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا وِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
‫ض َّل‬ ُ ُ َ َْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ َو َنعُوذُ ب‬،ُ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُره‬ َ ‫إِ َّن ال‬
ِ ِ ْ ‫لَه ومن ي‬
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬
‫ص ِّل‬ َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬َ ْ‫َن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬
َّ ‫ أَ ْش َه ُد أ‬.ُ‫ي لَه‬
َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ
ِ
‫ أ ََّما‬،‫ان إِلَى َي ْوم الدِّيْ ِن‬ ٍ ‫َصحابِ ِه ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس‬ ِِ َّ َّ َ ‫َو َسلِّ ْم َعلَى نَبِِّينَا َو َر ُس ْولِنَا ُم َح َّم ٍد‬
َ ْ َ ْ َ َ َ ْ ‫صلى اهللُ َعلَْيهَ َو َسل َم َو َعلَى آله َوأ‬
‫َب ْع ُد؛‬
‫ َو ُك َّل ُم ْح َدثٍَة‬،‫ َو َش َّر األ ُُم ْو ِر ُم َح َدثَا ُت َها‬،‫ص َّل اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ٍ
َ ‫ي ُم َح َّمد‬ ُ ‫دي َه ْد‬
ِ ‫ث كِتَاب‬
ِ ‫اهلل َو َخ ْي َر ال َْه‬ ُ
ِ ْ‫َص َد َق الْح ِدي‬
َ ْ ‫فَِإ َّن أ‬
.ٌ‫ضالَلة‬ َ ‫بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬
‫‪Dalam khutbah kedua ini, setelah kita menyadari realitas yang ada, marilah kita sering-sering‬‬
‫‪beristighfar kepada Allah, karena tidak ada obat penyembuh dari kesalahan dan kedurhakaan‬‬
‫‪yang telah kita lakukan kecuali hanya dengan mengakui segala dosa kita lalu beristighfar‬‬
‫‪memohon ampun kepada Allah dan untuk tidak mengulanginya kembali sambil beramal shalih‬‬
‫‪menjalankan ketaatan unukNya, sebagaimana yang dikatakan Nabi Hud Alaihissalam kepada‬‬
‫‪kaumnya:‬‬
‫‪“Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia‬‬
‫‪menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada‬‬
‫‪kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Hud: 52).‬‬
‫‪Pada penutup khutbah ini, marilah kita memunajatkan do’a kepada Allah sebagai bukti‬‬
‫‪bahwasanya kita ini fakir di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala .‬‬

‫َج َم ِع ْي َن‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ب ال َْعال َِم ْي َن َو َّ‬ ‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬
‫َص َحابِه أ ْ‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َو َعلَى آله َوأ ْ‬ ‫السالَ ُم َعلَى َر ُس ْو ِل اهلل ُم َح َّمد َ‬ ‫الصالَةُ َو َّ‬ ‫اَل َ‬
‫َّعو ِ‬ ‫ِ‬ ‫ات اْأل ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْغ ِفر لَنَا ولِلْم ْؤ ِمنِْين والْم ْؤ ِمنَ ِ‬
‫ات‪.‬‬ ‫ب الد َ َ‬
‫ِ‬
‫َحيَاء م ْن ُه ْم َواْأل َْم َوات‪ ،‬يَا ُمج ْي َ‬ ‫ات َوال ُْم ْسل ِم ْي َن َوال ُْم ْسل َم ِ ْ‬ ‫ْ َ ُ ََ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫الد ْنيَا َواْآلخ َرة إِالَّ‬ ‫ِ‬
‫اجةً م ْن َح َوائ ِج ُّ‬ ‫ِ‬ ‫ع لَنَا َذ ْنبًا إِالَّ غَ َف ْرتَهُ َوالَ َه ًّما إِالَّ َف َّر ْجتَهُ َوالَ َد ْينًا إِالَّ قَ َ‬‫اَللَّ ُه َّم الَ تَ َد ْ‬
‫ض ْيتَهُ َوالَ َح َ‬
‫الر ِ‬
‫اح ِم ْي َن‪.‬‬ ‫ض ْيَت َها يَا أ َْر َح َم َّ‬ ‫قَ َ‬
‫ف َّر ِح ْي ٌم‪َ .‬ر َّبنَا‬ ‫ك َرءُ ْو ٌ‬‫ان َوالَ تَ ْج َع ْل فِ ْي ُقلُ ْوبِنَا ِغالًّ لِّلَّ ِذيْ َن َء َام ُن ْوا َر َّبنَا إِنَّ َ‬ ‫ر َّبنَا ا ْغ ِفر لَنَا و ِإل ْخوانِنَا الَّ ِذيْن سب ُقونَا بِاْ ِإليْم ِ‬
‫َ‬ ‫َ ََ ْ‬ ‫ْ َ َ‬ ‫َ‬
‫اب النَّا ِر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫آتِنَا ِفي ُّ‬
‫سنَةً َوقنَا َع َذ َ‬ ‫سنَةً َوفي اآلخ َرة َح َ‬ ‫الد ْنيَا َح َ‬
‫ص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسلِ ْي َن‬ ‫ب ال ِْع َّز ِة َع َّما ي ِ‬
‫َ‬ ‫ك َر ِّ‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‪ُ ،‬س ْب َحا َن َربِّ َ‬ ‫ٍ‬
‫صلَّى اهللُ َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َ‬ ‫َو َ‬
‫العال َِم ْي َن‪.‬‬ ‫والْحم ُد ِ‬
‫ب َ‬ ‫هلل َر ِّ‬ ‫َ َْ‬

‫‪43‬‬
‫‪Mengukir Prestasi Dihadapan Ilahi‬‬

‫‪Oleh Suyadi Husein Mustofa‬‬

‫ات أَ ْعمالِنَا‪ ،‬من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م ِ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫ض َّل‬ ‫ُ ُ‬ ‫َ َْ َ‬ ‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫لَه ومن ي ْ ِ‬
‫ضللْهُ فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬

‫ك ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو َم ْن تَبِ َع ُه َداهُ إِلَى َي ْوِم ال ِْقيَ َام ِة‪.‬‬ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َوبَا ِر ْك َعلَى نَبِيِّ َ‬
‫اَللَّ ُه َّم َ‬
‫اهلل‪َ ،‬ف َق ْد فَ َاز ال ُْم ْؤ ِم ُن ْو َن ال ُْمَّت ُق ْو َن‪َ ،‬وَت َز َّو ُد ْوا فَِإ َّن َخ ْي َر َّ‬
‫الز ِاد‬ ‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى ِ‬ ‫ِ‬
‫َم َعاش َر ال ُْم ْسلم ْي َن أ َْر َش َد ُك ُم اهللُ ‪ ...‬أ ُْو ْ َ َ َ‬
‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫الر ِح ْي ِم‪:‬‬
‫الر ْح َمـ ِن َّ‬‫اهلل َّ‬‫الر ِج ْي ِم‪ ،‬بِس ِم ِ‬
‫ْ‬ ‫ان َّ‬ ‫اهلل ِم َن َّ‬
‫الش ْيطَ ِ‬ ‫ال َتعالَى فِي كِتَابِ ِه الْ َك ِريْ ِم‪ ،‬أَعُوذُ بِ ِ‬
‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ث قَ َ َ‬ ‫الت ْق َوى‪َ ،‬ح ْي ُ‬‫َّ‬
‫ِ ِ‬ ‫اح َد ٍة و َخلَ َق ِم ْنها َزوجها وب َّ ِ‬ ‫سو ِ‬ ‫َّ ِ‬
‫آء َو َّات ُقوا‬
‫سً‬ ‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َ‬ ‫َ ْ ََ ََ‬ ‫َ‬ ‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف ٍ َ‬
‫يَا أ َُّي َها الن ُ‬
.‫ام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‬ ِ
َ ‫آءل ُْو َن بِه َواْأل َْر َح‬
َ‫س‬
ِ َّ
َ َ‫اهللَ الذ ْي ت‬
ِ ِ ‫ ي‬.‫يا أ َُّيها الَّ ِذين ءامنُوا َّات ُقوا اهلل و ُقولُوا َقوالً س ِدي ًدا‬
ُ‫صل ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْر لَ ُك ْم ذُ ُن ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُط ِع اهللَ َو َر ُس ْولَه‬ ُْ ْ َ ْ ْ ْ ََ َ َ َْ َ َ
.‫َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬

‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر ُم ْح َدثَا ُت َها‬ ٍ


ُ ‫ َو َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد‬،َ‫اب اهلل‬
َ ‫ي ُم َح َّمد‬
ِ ِ ِ ‫أ ََّما بع ُد؛ فَِإ َّن أَص َد َق ال‬
ُ َ‫ْحديث كت‬ َ ْ َْ
.‫ضالَل ٍَة فِي النَّا ِر‬ َ ‫َو ُك َّل ُم ْح َدثٍَة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬
َ ‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل‬
Ma’asyiral muslimin arsyadakumullah ...
Pada kesempatan yang baik ini, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Ta’ala yang
telah memberikan taufiq serta hidayahNya, sehingga kita masih dalam keadaan Iman dan Islam...

Selanjutnya, dari atas mimbar Jum’ah ini, saya wasiatkan kepada diri saya berikut jama’ah
sekalian, Marilah,- dari sisa-sisa waktu yang Allah berikan ini, kita gunakan untuk selalu
mening-katkan ketaqwaan kita kepada Allah, yaitu dengan selalu memper-hatikan syariat Allah,
kita aplikasikan dalam setiap derap langkah hidup kita hingga akhir hayat. Baik berhubungan
dengan hal-hal yang wajib, sunnah, haram, makruh, maupun yang mubah. Karena, dengan
ukuran inilah prestasi seorang manusia dinilai dihadapan Allah. Suatu ketika Umar Ibnul
Khaththab bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang gambaran taqwa itu. Lalu ia menjawab
dengan nada bertanya: “Bagaimana jika engkau melewati jalan yang penuh onak dan duri?”
Jawab Umar. “Tentu aku bersiap-siap dan hati-hati” Itulah taqwa, kata Ubay bin Ka’ab

Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah


Telah dimaklumi bahwa, manusia pada mulanya berasal dari dua orang sejoli, Nabiyullah Adam
dan ibunda Hawa. Daripadanya berkembang menjadi banyak bangsa bahkan suku. Semua
manusia dinegara manapun dinisbatkan kepada beliau berdua. Dalam hal ini Allah berfirman di
dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13, artinya:“Hai manusia, sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Disebutkan dalam ayat ini bahwa kedudukan manusia dihadapan Allah adalah sama, tidak ada
perbedaan. Adapun yang membedakan di antara mereka adalah dalam urusan diin (agama), yaitu
seberapa ketaatan mereka kepada Allah dan RasulNya.
Al-Hafifzh Ibnu Katsir menambahkan: “Mereka berbeda di sisi Allah adalah karena taqwanya,
bukan karena jumlahnya”
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

.)‫ (رواه البيهقي‬.‫صالِ ٍح‬ ْ َ‫َح ٍد ف‬


َ ‫ض ٌل إِالَّ بِالدِّيْ ِن أ َْو َع َم ٍل‬
ٍ ‫لَيس أل‬
َ ‫َحد َعلَى أ‬
َ َ ْ
“Tidaklah seseorang mempunyai keutamaan atas orang lain, kecuali karena diinnya atau amal
shalih.”
Ma’asyiral muslimin jama’ah Jum’ah rahimakumullah ...
Saat ini, kehidupan manusia telah berkembang dengan pesat dalam segala aspeknya. Dari segi
jumlah mencapai milyaran, dari sisi penyebaran, ratusan bangsa bahkan ribuan suku yang
masing-masing mengembangkan diri sesuai potensi yang bisa dikem-bangkan. Darinya pula
muncul beragam bahasa, adat istiadat, budaya dan lain-lain, termasuk teknologi yang mereka
temukan. Namun, kalau kita renungkan semua itu adalah untuk jasmani kita (saja) agar hidup
kita dalam keadaan sehat, tercukupi kebutuhan materi, tidak saling mengganggu, aman tentram
dalam mengemban persoalan kehidupan. Inilah tuntutan “kasat mata” hidup seorang manusia.

Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah ...


Tak pelak dari perkembangan tersebut menimbulkan rasa gembira, puas, bangga, bahkan lebih
dari itu, yakni sombong. Sebagai contoh, negara yang maju, kuat merasa lebih baik dan harus
diikuti (baca: ditakuti) oleh negara yang lain. Orang kaya merasa lebih baik dari yang miskin,
orang yang mempunyai jabatan dan kedudukan (tertentu yang lebih tinggi) merasa lebih baik dan
pantas untuk diikuti oleh yang lain dalam segala tuntutannya. Bahkan kadang-kadang, orang
yang ditakdirkan Allah mempunyai “kelebihan” dari orang yang ditakdirkan “kekurangan” itu
menyu-ruh (memaksa)-nya untuk mengerjakan hal-hal yang menyalahi ajaran agama Allah.

Ma’asyiral Muslimin, Jama’ah Jum’ah rahikumullah ...


Begitulah kecenderungan manusia dalam memenuhi hasrat hidupnya, kadang (atau bahkan
sering) tidak mempedulikan perintah atau larangan Allah. Padahal dari aturan agama inilah
manusia diuji oleh Allah-menjadi hamba yang taat atau maksiat. Itulah parameter yang pada
saatnya nanti akan dimintai pertanggung-jawabannya.

Tetapi sekali lagi, karena tipisnya ikatan manusia dengan syariat Allah, manusia banyak yang
tidak menghiraukan halal atau haram, karena memang manusia “tidak punyak hak” untuk
menghalalkan atau mengharamkan sesuatu, kecuali kembali kepada syariat agama Allah. Karena
minimnya ilmu syar’i itulah yang menyebabkan banyak manusia terjerembab ke lembah
kedurhakaan dan jatuh ke lumpur dosa. Bahkan tidak menutup kemungkinan, para pelakunya
tidak merasa berbuat dosa, atau malah bangga dengan “amal dosa” itu, na’udzubillah.
Renungkanlah syair seorang tabi’in Abdullah Ibnul Mubarak:

.‫صيَا ُن َها‬ ِ َ ‫ب و َخير لِن ْف ِس‬


ْ ‫كع‬ َ ٌ ْ َ ِ ‫ب َحيَاةُ الْ ُقلُ ْو‬ ُّ ‫ َوَت ْر ُك‬،‫الذ َل اِ ْد َما ُن َها‬
ِ ‫الذ ُن ْو‬ ُّ ‫ك‬َ ُ‫ب َو ُي ْو ِرث‬ ُ ‫ب تُ ِم ْي‬
َ ‫ت الْ ُقلُ ْو‬ ُّ ‫ت‬
َ ‫الذ ُن ْو‬ ُ ْ‫َرأَي‬
“Aku lihat perbuatan dosa itu mematikan hati, membiasakannya akan mendatangkan kehinaan.
Sedang meninggalkan dosa itu menghidupkan hati, dan baik bagi diri(mu) bila
meninggalkannya”

Prestasi manakah yang akan kita ukir? Prestasi barrun, taqiyyun, karimun (baik, taqwa, mulia!)
Ataukah prestasi fajirun, syaqiyun, Dzalilun (ahli maksiat, celaka, hina) Dalam hal mana? Yaitu
sejauh mana kita menyikapi ajaran Allah dan RasulNya. Perhatikanlah wasiat Imam Al-Hasan
Al-Bashri berkata:

.‫ك‬
َ‫ض‬ُ ‫ب َب ْع‬ َ ‫ ُكلَّ َما َذ َه‬،‫ام‬
َ ‫ب َي ْو ٌم َذ َه‬ َ ْ‫أ َُّي َها النَّاُس إِنَّ َما أَن‬
ٌ َّ‫ت أَي‬
“Wahai manusia, ketahuilah bahwasanya engkau adalah (kumpulan) hari-hari, setiap ada sehari
yang berlalu, maka hilanglah sebagian dari dirimu.”

Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah ..

 Sudah berapa umur kita yang berlalu begitu saja ..

 Sudah berapa amal taat yang telah kita kumpulkan sebagai investasi di sisi Allah ..

 Sudah berapa pula, amal maksiat yang telah kita lakukan yang menyebabkan kita
(nantinya) terseret kedalam Neraka ..

Marilah, segera bertobat untuk ‘mengukir” dengan amal taat terhadap Allah dan Rasulnya.
Umat Islam (termasuk saya dan jama’ah sekalian) telah diberi hidayah berupa Al-Qur’an (dan
As-Sunnah). Selanjutnya tinggal bagaimana umat Islam menerjemahkan dalam kehidupan
sehari-hari. Apakah kita termasuk zhalimun linafsih, muqtashid, atau saabiqun bil khairat bi
idznillah.
Dalam tafsirnya, Al-Hafizh Ibnu Katsir memberikan pengertiannya masing-masing sebagai
berikut:

 Zhalimun linafsihi: Orang yang enggan mengerjakan kewajiban (syariat) tetapi banyak
melanggar apa yang Allah haramkan (yang dilarang)

 Muqtashid: Orang yang menunaikan kewajiban, meninggalkan yang diharamkan, kadang


meninggalkan yang sunnah dan mengerjakan yang makruh.

 Sabiqun bil khairat: Orang yang mengerjakan kewajiban dan yang sunnah, serta
meninggalkan yang haram dan makruh, bahkan meninggalkan sebagian yang mubah
(karena wara’nya)

Tak seorang pun di antara kita yang bercita-cita untuk mendekam dalam penjara. Apalagi penjara
Allah yang berupa siksa api Neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan bebatuan. Tetapi
semua itu terpulang kepada kita masing-masing. Kalau kita tidak mempedulikan syari’at Allah,
tidak mustahil kita akan mendekam di dalamnya. Na’udzu billah.
Itulah ujian Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasul SAW.

ِ ‫الش َهو‬ ِ ‫ت الْجنَّةُ بِالْم َكا ِر ِه وح َّف‬


ِ ‫ت الن‬ ِ ‫ح َّف‬
.‫ات‬ َ َّ ‫َّار ب‬
ُ َُ َ َ ُ
“(Jalan) menuju Jannah itu penuh dengan sesuatu yang tidak disukai manusia, dan (jalan) Neraka
itu dilingkupi sesuatu yang disukai oleh syahwat”
Semoga Allah mengumpulkan kita dalam umatNya yang terbaik dan terjauhkan dari
ketergelinciran ke dalam jurang kemaksiatan. Amin

.‫ْح ِك ْي ِم‬ ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬
ِّ ‫ات َو‬ ِ ِ ِ
َ ‫الذ ْك ِر ال‬ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬
‫‪Khutbah Kedua‬‬

‫اهلل‪ ،‬والَ حو َل والَ ُق َّو َة إِالَّ بِ ِ‬


‫اهلل‪.‬‬ ‫َ َْ َ‬
‫السالَم َعلَى رسو ِل ِ‬
‫َ ُْ‬ ‫الصالَةُ َو َّ ُ‬ ‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َو َّ‬
‫اَل َ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‪.‬‬ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهلل َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ك ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو َم ْن تَبِ َع ُه َداهُ إِلَى َي ْوِم ال ِْقيَ َام ِة‪.‬‬ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َوبَا ِر ْك َعلَى نَبِيِّ َ‬‫اَللَّ ُه َّم َ‬
‫اهلل‪َ ،‬ف َق ْد فَ َاز ال ُْم ْؤ ِم ُن ْو َن ال ُْمَّت ُق ْو َن‪.‬‬ ‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى ِ‬ ‫ِ‬
‫َم َعاش َر ال ُْم ْسلم ْي َن أ َْر َش َد ُك ُم اهللُ ‪ ...‬أ ُْو ْ َ َ َ‬
‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪َ .‬وبَا ِر ْك َعلَى‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬ ‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫صلَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َما َ‬ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪.‬‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك َ‬ ‫ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬
‫وبنَا َو َك ِّف ْر َعنَّا َسيِّئَاتِنَا َوَت َو َّفنَا َم َع اْأل َْب َرا ِر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ادي لِ ِإل ِ‬ ‫اديا ينَ ِ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫يمان أَ ْن َءامنُوا بَِربِّ ُك ْم َفئَ َامنَّا َر َّبنَا فَا ْغف ْر لَنَا ذُنُ َ‬ ‫َ‬ ‫َّر َّبنَآإَِّننَا َسم ْعنَا ُمنَ ً ُ‬
‫اد‪.‬‬‫ف ال ِْم َيع َ‬ ‫ك الَتُ ْخلِ ُ‬ ‫ك َوالَتُ ْخ ِزنَا َي ْو َم ال ِْقيَ َام ِة إِنَّ َ‬ ‫َر َّبنَا َو َءاتِنَا َم َاو َعدَتنَا َعلَ ُىر ُسلِ َ‬
‫اب النَّا ِر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫َر َّبنَآ َءاتِنَا فِي ُّ‬
‫سنَةً َوقنَا َع َذ َ‬ ‫سنَةً َوفي اْألَخ َرة َح َ‬ ‫الد ْنيَا َح َ‬
‫َّم إِ َّن َع َذ َاب َها َكا َن غَ َر ًاما‪.‬‬ ‫اب َج َهن َ‬ ‫ف َعنَّا َع َذ َ‬ ‫اص ِر ْ‬‫َر َّبنَا ْ‬
‫ين إِ َم ًاما‪.‬‬ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّرةَ أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ْمتَّق َ‬
‫ُ َ َْ ُ‬ ‫ب لَنَا م ْن أَ ْز َو َ‬ ‫َر َّبنَا َه ْ‬
‫اَللَّه َّم أَصلِح لَنا ِديننا الَّ ِذي هو ِعصمةُ أَم ِرنَا‪ ،‬وأَصلِح لَنا ُد ْنيانَا الَّتِي فِيها معا ُشنا‪ ،‬وأَصلِح لَنا ِ‬
‫آخ َرَتنَا الَّتِ ْي إِل َْي َها‬ ‫ْ ْ َ ََ َ َ ْ ْ َ‬ ‫ْ َُ ْ َ ْ َ ْ ْ َ َ‬ ‫ُ ْ ْ َ ََْ‬
‫احةً لَنَا ِم ْن ُك ِّل َش ٍّر‪.‬‬ ‫ت َر َ‬ ‫اج َع ِل ال َْم ْو َ‬ ‫ادنَا‪ ،‬واجع ِل الْحيا َة ِزي َ ِ‬
‫اد ًة لَنَا ف ْي ُك ِّل َخ ْي ٍر‪َ ،‬و ْ‬ ‫َم َع ُ َ ْ َ َ َ َ‬
‫ف َّر ِح ْي ٌم‪.‬‬ ‫ك َرءُ ْو ٌ‬ ‫ان َوالَتَ ْج َع ْل فِ ْي ُقلُ ْوبِنَا ِغالًّ لِّلَّ ِذيْ َن َء َام ُن ْوا َر َّبنَا إِنَّ َ‬ ‫ر َّبنَا ا ْغ ِفر لَنَا و ِإل ْخوانِنَا الَّ ِذيْن سب ُقونَا بِاْ ِإليْم ِ‬
‫َ‬ ‫َ ََ ْ‬ ‫ْ َ َ‬ ‫َ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬ ‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬ ‫َصحابِ ِه أ ِ‬
‫َج َمع ْي َن‪َ .‬وال َ‬
‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫صلَّى اهللُ َعلَى ُم َح َّم ‪#‬د َو َعلَى آله َوأ ْ َ ْ‬ ‫َو َ‬

‫‪44‬‬
‫‪Cinta Dan Benci Karena Allah‬‬

‫‪Oleh: Ramaisha Ummu Hafidz‬‬

‫ات أ َْعمالِنَا‪ ،‬من يه ِد اهلل فَالَ م ِ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫ض َّل لَهُ َو َم ْن‬ ‫َ َ ْ َْ ُ ُ‬ ‫َ ْ ََ‬ ‫إِ َّن احْلَ ْم َد للَّه حَنْ َم ُدهُ َونَ ْستَعْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب ْ ُ ْ‬
‫ِ‬ ‫ي ِ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬
‫َن حُمَ َّم ًدا َعْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‪.‬‬ ‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬ ‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُْ‬
‫ِ‬
‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الَّذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن نَ ْف ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬
‫س‬ ‫يَا أَيُّهاَ الذيْ َن ءَ َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق تُ َقاته َوالَ مَتُْوتُ َّن إالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسل ُم ْو َن‪ .‬يَا أَيُّ َها الن ُ‬
‫ث ِمْن ُه َما ِر َجاالً َكثِْيًرا َونِ َسآءً َو َّات ُقوا اهللَ الَّ ِذ ْي تَ َسآءَلُْو َن بِِه َواْأل َْر َح َام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم‬ ‫اح َد ٍة َو َخلَ َق ِمْن َها َز ْو َج َها َوبَ َّ‬ ‫وِ‬
‫َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬
‫صل ْح لَ ُك ْم أ َْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغف ْر لَ ُك ْم ذُنُ ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُط ِع اهللَ َو َر ُس ْولَهُ‬‫َرقْيبًا‪ .‬يَا أَيُّ َها الذيْ َن ءَ َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َو ُق ْولُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‪ .‬يُ ْ‬
‫َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظْي ًما‪.‬‬
‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َوشََّر األ ُُمو ِر حُمْ َدثَا ُت َها َو ُك َّل حُمْ َدثٍَة‬ ٍ ِ ِ ِ
َ ‫ي حُمَ َّمد‬ ُ ‫ َو َخْيَر اهْلَْد ِي َه ْد‬،َ‫اب اهلل‬ ُ َ‫َص َد َق احْلَديث كت‬ ْ ‫أ ََّما َب ْع ُد؛ فَِإ َّن أ‬
.‫ضالَلٍَة يِف النَّا ِر‬ ٍ
َ ‫بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َعة‬
َ ‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل‬
.‫ان إِىَل َي ْوِم الدِّيْ ِن‬
ٍ ‫اَللَّه َّم ص ِّل علَى حُمَ َّم ٍد وعلَى آلِِه وصحبِ ِه ومن تَبِعهم بِِإحس‬
َ ْ ْ َُ ْ َ َ ْ َ َ ََ َ َ ُ
Jamaah Jum’ah rahimakumullah
Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Azza wajalla, yang telah menganugerakan
rasa cinta dan benci dihati para makhlukNya. Dan hanya Dia pulalah yang berhak mengatur
kepada siapakah kita harus mencintai dan kepada siapa pula kita membenci.

Jama’ah sidang Jum’ah rahimakumullah


Cinta yang paling tinggi dan paling wajib serta yang paling bermanfaat mutlak adalah cinta
kepada Allah Ta’ala semata, diiringi terbentuknya jiwa oleh sikap hanya menuhankan Allah
Ta’ala saja. Karena yang namanya Tuhan adalah sesuatu yang hati manusia condong kepadanya
dengan penuh rasa cinta dengan meng-agungkan dan membesarkannya, tunduk dan pasrah secara
total serta menghamba kepadaNya. Allah Ta’ala wajib dicintai karena DzatNya
sendiri,sedangkan yang selain Allah Ta’ala dicintai hanya sebagai konsekuensi dari rasa cinta
kepada Allah Ta’ala.

Jamah Jum’ah yang berbahagia.


Dalam Sunan At-Tirmidzi dan lain-lain, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

ِ ‫ض فِي‬ ِ ‫ب فِي‬ ِ
.)‫ (رواه الترمذي‬.‫اهلل‬ ُ ‫اهلل َوال ُْب ْغ‬ ُ ‫أ َْوثَ ُق عُ َرى اْ ِإليْ َمان ال‬
ُّ ‫ْح‬

“Tali iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR.At
Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, Rasulullah juga bersabda:

ِ ِِ ِِ ِ ِ َ‫ب لِلَّ ِه وأَبغ‬


‫ (رواه أبو داود والترمذي وقال حديث‬.‫ْم َل اْ ِإليْ َما َن‬ ْ ‫ض للَّه َوأَ ْعطَى للَّه َو َمنَ َع للَّه َف َقد‬
َ ‫استَك‬ َ ْ َ َّ ‫َح‬ َ ‫َم ْن أ‬
.)‫حسن‬

“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan
tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” (HR. Abu Dawud dan At-
Tirmidzi, ia mengatakan hadits hasan)

Jamaah Jum’ah yang berbahagia.


Dari dua hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa kita harus memberikan kecintaan dan
kesetiaan kita hanya kepada Allah semata. Kita harus mencintai terhadap sesuatu yang dicintai
Allah, membenci terhadap segala yang dibenci Allah, ridla kepada apa yang diridlai Allah, tidak
ridla kepada yang tidak diridlai Allah, memerintahkan kepada apa yang diperintahkan Allah,
mencegah segala yang dicegah Allah, memberi kepada orang yang Allah cintai untuk
memberikan dan tidak memberikan kepada orang yang Allah tidak suka jika ia diberi.
Jamaah Jum’ah yang dimuliakan Allah.
Dalam pengertian menurut syariat, dimaksud dengan al-hubbu fillah (mencintai karena Allah)
adalah mencurahkan kasih sayang dan kecintaan kepada orang –orang yang beriman dan taat
kepada Allah ta’ala karena keimanan dan ketaatan yang mereka lakukan.
Sedangkan yang dimaksud dengan al-bughdu fillah (benci karena Allah) adalah mencurahkan
ketidaksukaan dan kebencian kepada orang-orang yang mempersekutukanNya dan kepada
orang-orang yang keluar dari ketaatan kepadaNya dikarenakan mereka telah melakukan
perbuatan yang mendatangkan kemarahan dan kebencian Allah, meskipun mereka itu adalah
orang-orang yang dekat hubungan dengan kita, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Kamu tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling
kasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang orang itu
bapak-bapak, anak-anak sauadara-saudara ataupun saudara keluarga mereka.” (Al-Mujadalah:
22)

Jamaah Jum’ah yang berbahagia……


Jadi, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in serta pengikut mereka di seluruh penjuru dunia adalah
orang-orang yang lebih berhak untuk kita cintai (meskipun kita tidak punya hubungan apa-apa
dengan mereka), dari pada orang-orang yang dekat dengan kita seperti tetangga kita, orang tua
kita, anak-anak kita sendiri, saudara-saudara kita, ataupun saudara kita yang lain, apabila mereka
itu membenci, memusuhi dan menentang Allah dan RasulNya dan tidak melakukan ketaatan
kepada Allah dan RasulNya maka kita tidak berhak untuk mencintai melebihi orang-orang yang
berjalan di atas al-haq dan orang yang selalu taat kepada Allah dan rasulNya. Demikian juga
kecintaan dan kebencian yang tidak disyari’atkan adalah yang tidak berpedoman pada kitabullah
dan sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Dan hal ini bermacam-macam jenisnya di
antaranya adalah: kecintaan dan kebencian yang dimotifasi oleh harta kekayaan, derajat dan
kedudukan, suku bangsa, ketampanan, kefakiran, kekeluargaan dan lain-lain, tanpa
memperdulikan norma-norma agama yang telah digariskan oleh Allah Ta’ala

Jamaah Jum’ah yang berbahagia ...


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata “Bahwasannya seorang mukmin wajib dicurahkan
kepadanya kecintaan dan kasih sayang meskipun mendhalimi dan menganggu kamu, dan seorang
kafir wajib dicurahkan kepadanya kebencian dan permusuhan meskipun selalu memberi dan
berbuat baik kepadamu.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...


Sesuai dengan apa yang di katakan oleh Syakhul Islam Ibnu Taimiyah, marilah kita berlindung
kepada Dzat yang membolak-balikkan hati, supaya hati kita dipatri dengan kecintaan dan
kebencian yang disyariatkan oleh Allah dan RasulNya. Karena kadang orang-orang yang
menentang Allah di sekitar kita lebih baik sikapnya terhadap kita dari pada orang-orang yang
beriman kepada Allah, sehingga kita lupa dan lebih mencintai orang-orang kafir dari pada orang-
orang yang beriman. Naudzubilla min dzalik.

Jama’ah Jum’ah yang berbahagia ...


Dalam pandangan ahlusunnah wal jamaah kadar kecintaan dan kebencian yang harus dicurahkan
terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Orang-orang yang dicurahkan kepadanya kasih sayang dan kecintaan secara utuh.
Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, melaksanakan
ajaran Islam dan tonggak-tonggaknya dengan ilmu dan keyakinan yang teguh . Mereka
adalah orang-orang yang mengikhlaskan segala perbuatan dan ucapannya untuk Allah
semata. Mereka adalah orang-orang yang tunduk lagi patuh terhadap perintah-perintah
Allah dan RasulNya serta menahan diri dari segala yng dilarang oleh Allah dan Rasulnya.
Mereka adalah orang-orang yang mencurahkan kecintaan, kewala’an, kebencian dan
permusuhan karena Allah ta’ala serta mendahulukan perkataan Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam atas yang lainnya siapapun orangnya.

2. Orang-orang yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi lainnya.
Mereka adalah orang yang mencampuradukan antara amalan yang baik dengan amalan
yang buruk, maka mereka dicintai dan dikasihani dengan kadar kebaikan yang ada pada
diri mereka sendiri, dan dibenci serta dimusuhi sesuai dengan kadar kejelekan yang ada
pada diri mereka. Dalam hal ini kita harus dapat memilah-milah, seperti muamalah
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam terhadap seorang sahabat yang bernama Abdullah
bin Himar. Saat itu Abdulllah bin Himar dalam keadaan minum khamr maka dibawalah
dia kehadapan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, tiba-tiba sorang laki-laki
melaknatnya kemudian berkata: “betapa sering dia didatangkan kehadapan Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam dalam keadaan mabuk.” Rasulullah bersabda: “janganlah
engkau melaknatnya. Sesungguhnya dia adalah orang yang cinta kepada Allah dan
RasulNya (Shohih Al-Bukhari kitab Al-Hudud). Pada hal jama’ah yang berbahagia,
dalam riwayat Abu Dawud dalam kitab Al-Asyribah juz 4 yang dishahihkan oleh Al-Bani
dalam shahih Al-Jami Ash Shaghir hadits nomer 4967 Rasulullah n melaknat khamr,
orang yang meminumnya, orang yang menjualnya, orang yang memerasnya dan orang
yang minta diperaskan, orang yang membawanya dan orang yang dibawakan khamr
kepadanya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah ... adapun yang ketiga

3. Orang–orang yang dicurahkan kebencian dan permusuhan kepadanya secara utuh.


Mereka adalah orang yang tidak beriman kepada rukun iman dan orang yang
mengingkari rukun Islam baik sebagian atau keseluruhan dengan rasa mantap, orang yang
mengingkari asma’ wa sifat Allah ta’ala, atau orang yang meleburkan diri dengan ahlu
bida’ yang sesat dan menyesatkan, atau orang yang melakukan hal-hal yang membatalkan
keIslamannya. Terhadap orang ini wajib bagi kita untuk membenci secara utuh, karena
mereka adalah musuh Allah dan RasulNya Shalallaahu alaihi wasalam.

Sidang Jumah yang dimuliakan Allah


Ada beberapa faktor yang dapat mengkokohkan kecintaan dijalan Allah, antara lain:

1. Memberitahukan kepada orang yang dicintai bahwa kita mencintai karena Allah ta’ala.
Diriwayatkan dari Abu Dzar Radhiallaahu anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam bersabda:

ِ ‫ْت ِفي م ْن ِزلِ ِه َفلْي ْخبِرهُ أَنَّهُ ي ِحبُّهُ فِي‬


ِ ِ ‫ب أَح ُد ُكم‬
.)712 ،‫ (رواه ابن المبارك في الزهد‬.‫اهلل َت َعالَى‬ ُ ْ ُ َ ْ ‫صاحبَهُ َفلْيَأ‬
َ ْ َ َّ ‫َح‬ َ ‫إِ َذا أ‬
“Apabila ada seorang dari kalian mencintai temannya hendaklah dia datangi rumahnya dan
mengkhabarinya bahwa ia mencintainya (seorang teman tadi) kerena Allah Ta’ala.” (HR.Ibnul
Mubarok dalam kitab Az-Zuhdu, hal 712 dengan sanad shohih)

2. Saling memberi hadiah


Rasulullah bersabda dalam riwayat Abu Hurairah Radhiallaahu anhu:

.)‫ وسنده حسن‬،6/169 ،‫ والبيهقي‬120 ‫ (رواه البخاري في األدب المفرد‬.‫اد ْوا تَ َح ُّاب ْوا‬
َ ‫َت َه‬
“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al-Bukhari
dalam kitab Adabul Mufrod, hal 120 dan Baihaqi 6/169 dengan sanad hasan)

3. Saling mengunjungi
Rasulullah bersabda dalam riwayat Abu Hurairah .

.)‫ سنده صحيح‬،‫ (رواه الطبراني والبيهقي‬.‫يَا أَبَا ُه َر ْي َرةَ! ُز ْر ِغبًّا َت ْز َد ْد ُحبًّا‬

“Wahai Abu Hurairah! berkunjunglah engkau dengan baik tidak terlalu sering dan terlalu jarang,
niscaya akan bertambah sesuatu dengan kecintaan.” (HR.Thabrani dan Baihaqi dengan sanad
yang shahih)

4. Saling menyebarkan salam.

‫السالَ َم‬ ُ ْ‫ أَف‬،‫َدلُّ ُك ْم َعلَى َش ْي ٍء إِذَا َف َعلْتُ ُم ْوهُ تَ َح َاب ْبتُ ْم‬
َّ ‫شوا‬ ُ ‫ أ ََوالَ أ‬،‫ْجنَّةَ َحتَّى ُت ْؤ ِم ُن ْوا َوالَ ُت ْؤ ِم ُن ْوا َحتَّى تَ َح ُّاب ْوا‬
َ ‫الَ تَ ْد ُخلُ ْو َن ال‬
.)2/35 ،‫ (رواه مسلم‬.‫َب ْينَ ُك ْم‬

“Tidaklah kalian masuk Surga sehingga kalian beriman, tidakkah kalian beriman sehingga kalian
saling mencintai, Maukah kamu aku tunjukkan tentang sesuatu yang apabila kalian melakukan-
nya akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim 2/35).

5. Meninggalkan dosa-dosa.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda:

‫ (رواه البخاري في األدب‬.‫َح ُد ُه َما‬ ِ ٍ ْ‫اهلل َع َّز وج َّل أَو فِي اْ ِإلسالَِم َفي ْفر ُق بيَنهما إِالَّ بِ َذن‬
ِ ‫ان فِي‬
ِ َ‫اد ا ْثن‬
َّ ‫َما َت َو‬
َ ‫ب يُ ْحدثُهُ أ‬ َ ُ َْ ُ َ ْ ْ ََ
.)‫ وهو حديث حسن‬84 ‫المفرد ص‬

“Tidaklah dua orang yang saling mencintai karena Allah atau karena Islam kemudian berpisah
kecuali salah satu dari ke duanya telah melakukan dosa.” (HR. Al-Bukhari dalam kitabnya Al-
Adab AlMufrad hal.84)

6. Meninggalkan perbuatan ghibah (membicarakan sesuatu tentang saudaranya di saat tidak ada,
dan jika saudaranya tersebut mendengarkan dia marah-marah atau tidak suka) Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu adalah dosa dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan (ghibah) sebagian yang
lain,sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentunya kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Penerima tubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat:12)

‫َسَت ْغ ِف ُر‬ ِ ِ ‫الذ ْك ِر ال‬ ِّ ‫ات َو‬ ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ أَ ُق ْو ُل َق ْول ْي َه َذا َوأ‬.‫ْحك ْي ِم‬َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬
.‫الر ِح ْي ُم‬
َّ ‫ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬،ُ‫اسَتغْ ِف ُر ْوه‬ ٍ ْ‫سائِ ِر ال ُْم ْسلِ ِم ْي َن ِم ْن ُك ِّل ذَن‬ ِ ِ ِ
ْ َ‫ ف‬.‫ب‬ َ ‫اهللَ ال َْعظ ْي َم ل ْي َولَ ُك ْم َول‬
Khutbah kedua

ِ ‫ من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م‬،‫ات أَ ْعمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
‫ض َّل‬ ُ ُ َ َْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
ِ ِ ْ ‫لَه ومن ي‬
ُ‫صلَّى اهلل‬
َ .ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬ َ ْ‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬ َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ
.‫َعلَْي ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‬

Jama’ah Jum’at yang berbahagia ...


Kewajiban saling mencintai dijalan Allah bukanlah suatu perintah yang tidak membawa hasil
apa-apa. Tetapi Allah memerintahkan sesuatu itu pasti ada buahnya dan hasilnya. Buah dan hasil
dari saling mencintai di jalan Allah di antaranya adalah:

1. Mendapatkan kecintaan Allah.

2. Mendapatkan Kemuliaan dari Allah.

3. Mendapatkan naungan Arsy Allah di hari kiamat, pada saat tidak ada naungan kecuali
naungan Allah.

4. Merasakan manisnya iman.

5. Meraih kesempurnaan iman.

6. Masuk Surga

Jama’ah Jum’ah yang berbahagia


Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang tunduk patuh hanya kepada Allah.
Semoga kecintaan dan kebencian kita selalu sesuai dengan apa yang telah disyariatkan oleh
Allah dan RasulNya n. Apalagi yang kita harapkan kecuali mendapatkan kecintaan dari Allah,
mendapatkan kemuliaan dari Allah, mendapatkan naungan ‘Arsy Allah pada hari tidak ada
naungan kecuali naunganNya, meraih manisnya Iman, mendapatkan kesempurnaan iman dan
masuk ke dalam SurgaNya yang tinggi. Semoga Allah selalu memberkahi dan merahmati kita.
Amiin.
‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صلُّ ْوا َعلَْيه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسل ْي ًما‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َام ُن ْوا َ‬
‫إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬
‫ك َعلَى‬ ‫ات‪ ،‬إِنَّ َ‬ ‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫َجم ِع ْين‪ .‬اَللَّ ُه َّم ا ْغ ِفر لِل ِ ِ‬ ‫آلِ ِه و ِ ِ‬
‫َْ َ‬ ‫ْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات َوال ُْم ْسلم ْي َن َوال ُْم ْسل َمات اْأل ْ َ‬ ‫ْ ُ‬ ‫ص ْحبه أ ْ َ َ‬ ‫َ َ‬
‫ك‬ ‫ُك ِّل َشي ٍء قَ ِد ْير‪ .‬ر َّبنَا ا ْغ ِفر لَنَا و ِإل ْخوانِنَا الَّ ِذيْن سب ُقونَا بِاْ ِإليْم ِ‬
‫ان َوالَ تَ ْج َع ْل فِ ْي ُقلُ ْوبِنَا ِغالًّ لِّلَّ ِذيْ َن َء َام ُن ْوا َر َّبنَا إِنَّ َ‬ ‫َ‬ ‫َ ََ ْ‬ ‫ْ َ َ‬ ‫ٌ َ‬ ‫ْ‬
‫سنَةً‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫صغَ ًارا‪َ .‬ر َّبنَا آتِنَا فِي ُّ‬ ‫ف َّر ِح ْيم‪ .‬ر َّبنَا ا ْغ ِفر لَنَا ولِوالِ َد ْينَا وارحم ُهما َكما ر َّبيانَا ِ‬
‫سنَةً َوفي اآلخ َرة َح َ‬ ‫الد ْنيَا َح َ‬ ‫َ ْ َْ َ َ َ َ‬ ‫ْ ََ‬ ‫ٌ َ‬ ‫َرءُ ْو ٌ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ك ر ِّ ِ ِ‬
‫ب الْع َّزة َع َّما يَص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسل ْي َن َوال َ‬ ‫اب النَّا ِر‪ُ .‬س ْب َحا َن َربِّ َ َ‬ ‫َوقنَا َع َذ َ‬
‫ِ‬
‫شِ‬
‫آء َوال ُْمن َك ِر َوالَْب ْغ ِي يَ ِعظُ ُك ْم ل ََعلَّ ُك ْم‬ ‫ان َوإِيتَآ ِئ ِذي الْ ُق ْربَى َو َي ْن َهى َع ِن الْ َف ْح َ‬ ‫اهلل‪ ،‬إِ َّن اهلل يأْمر ُكم بِالْع ْد ِل واْ ِإل ْحس ِ‬
‫َ‬ ‫َ َ ُُ ْ َ َ‬
‫اد ِ‬ ‫ِعبَ َ‬
‫َذ ْكر ِ‬
‫اهلل أَ ْكَب ُر‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫تَ َذ َّكرو َن‪ .‬فَاذْ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم واسأَلُوهُ ِمن فَ ْ ِ ِ ِ‬
‫ضله ُي ْعط ُك ْم َول ُ‬ ‫ُ َ َ َْ َ ْ ْ َ ْ ْ ْ‬ ‫ُْ‬

‫‪45‬‬
‫‪Potret Haji Kita, Antara Cita-Cita Dan Fakta‬‬

‫‪Oleh: Agus Hasan Bashori, Lc‬‬

‫ٍ‬ ‫اس ِع الْع ِظي ِم الْبِ ِّر َّ ِ‬


‫ْح ِك ْي ُم ال َْعلِ ْي ُم‪ ،‬بَ َدأَ الْ َخل َ‬
‫ْق‬ ‫س َرهُ َو ُه َو ال َ‬
‫ع َفيَ َّ‬ ‫َّرهُ َوأَ ْن َز َل َّ‬
‫الش ْر َ‬ ‫الرح ْي ِم َخلَ َق ُك َّل َش ْيء َف َقد َ‬ ‫َ ْ‬
‫اَلْحم ُد لِلَّ ِه الْو ِ‬
‫َ‬ ‫َْ‬
‫اب الْ َك ِري ِم‪ ( :‬التوبة‪ )36 :‬أَحم ُدهُ َعلَى جالَ ِل ُنعوتِهِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ْحك ْيم‪ ،‬الْ َقائل في الْكتَ ِ‬ ‫ِ‬
‫ُْ‬ ‫َ‬ ‫َْ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫َج َراهُ َو ُه َو ال َْع ِز ْي ُز ال َ ُ‬ ‫ْك َوأ ْ‬ ‫س َر الْ ُفل َ‬‫َوأَ ْن َهاهُ َويَ َّ‬
‫ك لَهُ فِي أُل ُْو ِهيَّتِ ِه َو ُر ُب ْوبِيَّتِ ِه‪.‬‬
‫ص َفاتِِه َوأَ ْش ُك ُرهُ َعلَى َت ْوفِ ْي ِق ِه َو َس َوابِ ِغ نِ ْع َمتِ ِه‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬ ‫ال ِ‬ ‫و َكم ِ‬
‫َ َ‬
‫ص ْحبِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ِف ْي ُسنَتِ ِه‪.‬‬ ‫ِ ِِ‬ ‫ِِ‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَْيه َوآله َو َ‬ ‫ث إِلَى َج ِم ْي ِع بَ ِريَّته‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬ ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‪ ،‬ال َْم ْبعُ ْو ُ‬‫َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬
‫اش َر ال ُْم ْسلِ ِم ْي َن اَِّت ُقوا اهللَ َوا ْعلَ ُم ْوا أ َّ‬
‫َن اهللَ َم َع ال ُْمت َِّق ْي َن‪.‬‬ ‫مع ِ‬
‫ََ‬
‫‪Jamaah shalat jum’at yang berbahagia‬‬
‫‪Marilah kita tingkatkan Iman dan taqwa kepada Allah karena hanya dengan taqwa kita akan‬‬
‫‪mendapatkan ampunan, pertolongan dan surgaNya yang agung.‬‬
‫‪Kita sekarang berada pada bulan Dzul Qa’dah bulan kesebelas dari bulan Qamariyah, satu dari‬‬
‫‪ dan satu dari tiga bulan haji yang‬اشهر الحرم ‪empat bulan yang disebut dengan bulan-bulan haram‬‬
‫‪ di sebut Dzul Qa’dah karena mereka:‬أشهر معلومات ‪disebut dengan‬‬

‫ي ْقعدو َن فِي ِه ع ِن اْألَس َفا ِر وال ِْقت ُ ِ‬


‫ْح ِّج‪.‬‬ ‫ال ا ْستِ ْع َد ً‬
‫ادا ِإل ْح َر ٍام بِال َ‬ ‫ْ َ َ‬ ‫َ ُُْ ْ َ‬
‫‪“Mereka duduk (tinggal dirumah) tidak melakukan perjalanan maupun peperangan sebagai‬‬
‫‪persiapan untuk melakukan ihram haji”.‬‬
‫‪Pada hari ini kita saksikan bersama persiapan dan pem-berangkatan para jemaah calon haji. Kita‬‬
‫‪rasakan bersama betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah mereka dan sejuta harapan telah‬‬
‫‪tertanam dalam di lubuk hati mereka, manakala saudara-saudara kita tadi meninggalkan‬‬
‫‪kampung halamannya terbang menuju kiblat umat Islam sedunia, memenuhi panggilan Allah‬‬
‫‪Subhanahu wa Ta’ala.‬‬
Tidak ada ibadah seagung ibadah haji, tidak ada sesuatu agama yang memiliki konsep ibadah
seperti konsep haji Islam. Haji mengandung seribu makna, merangkum sejuta hikmah. Karena
itu haji merupakan tiang kelima dari kelima pilar utama dalam Islam.
Di lihat dari sebutannya saja ibadah ini sudah unik. Betapa tidak Al-Allamah Abu Abdillah
Muhammad bin Abdir Rohman Al-Bukhari Alhanafi Azzahid (546 H) menjelaskan. “Haji adalah
bermaksud (berkeinginan dan bersengaja), sementara maksud dan niat, keduanya menghantarkan
seseorang menuju cita-cita, niat adalah amal yang paling mulia karena ia adalah pekerjaan
anggota yang paling utama yaitu hati, manakala ibadah ini adalah ibadah yang paling besar dan
ketaatan yang paling berat maka disebut ibadah yang paling utama” yaitu Al-Haj yang berarti al-
qashdu.

Tatkala seorang haji tiba di ka’bah, dan sebelumnya dia sudah mengetahui bahwa pemilik rumah
(ka’bah) tidak berada di sana, maka dia berputar mengelilingi rumah : Thawaf mengisyaratkakn
bahwa ka’bah bukanlah maksud dan tujuan. Tetapi tujuannya adalah pemilik rumah ‫رب الكعبة‬..

Begitu pula mencium hajar aswad, bukan berarti dan bukan kerena menyembah batu, melainkan
karena mengikuti sunnah rasul. Karena beliaulah yang mencontohkan kita untuk melakukan yang
demikian. Inilah pembeda antara musyrik dan muslim. Dulu orang musyrik mencium batu karena
untuk menyembah batu. Tetapi sekarang Muslim mencium batu untuk mengikuti sunnah rasul
yang diantara hikmahnya adalah seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu .

“Hajar Aswad adalah bagaikan tangan kanan Allah dimuka bumi ini. Maka barangsiapa yang
menjabatnya (menyentuhnya) atau menciumnya maka seolah-olah ia menjabat (tangan) Allah
dan mencium tangan kananNya.”
Karena itu ketika menyentuhnya seorang haji harus mengingat bahwa ia sedang berbai’at kepada
Allah (pencipta dan pemilik batu yang telah memerintah untuk menyentuhnya). Berbai’at untuk
selalu taat dan tunduk kepadaNya, dan harus ingat barang siapa yang menghianati bai’at maka ia
berhak mendapatkan murka dan adzab Allah.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.


Karena maksud kita bukan ‫ البيت‬tetapi ‫ رب البيت‬dan karena unsur niat begitu utama dan penting
maka Allah brfirman:

.‫ْح َّج َوالْعُ ْم َر َة لِلَّ ِه‬ ِ


َ ‫َوأَت ُّموا ال‬
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah itu karena Allah”
Karena itu pulalah para ulama menganjurkan bahwa kewajiban pertama bagi calon haji adalah
bertaubat. Bertaubat dari semua dosa dan maksiat, baik calon haji itu seorang petani, pegawai,
polisi, artis, dokter, mentri maupun seorang kiayi, laki-laki maupun perempuan , tua maupun
muda.
Inilah yang disyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya:

َّ ‫الز ِاد‬
.‫الت ْق َوى‬ َّ ‫َوَت َز َّو ُد ْوا فَِإ َّن َخ ْي َر‬
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa”(al-Baqarah; 197).
Tentu saja kita sudah maklum bahwa taqwa itu tidak bisa dicapai kecuali dengan bertaubat dan
meninggalkan segala jenis perbuatan maksiat.
Kalau calon haji sudah bertaubat maka ia akan mampu memahami dan menjiwai syiar haji yang
teramat indah itu yaitu.

.‫ك‬
َ ‫َك لََّب ْي‬ َ ْ‫ك الَ َش ِري‬
َ ‫كل‬ َ ‫ك اللَّ ُه َّم لََّب ْي‬
َ ‫ لََّب ْي‬،‫ك‬ َ ‫لََّب ْي‬
Ia akan menghayati seolah-olah berucap: Ya Allah aku datang, akau datang, memenuhi
panggilanMu, lalu aku berdiri di depan pintuMu. Aku singgah di sisiMu. Aku pegang erat
kitabMu, aku junjung tinggi aturanMu, maka selamatkan aku dari adzabMu, kini aku siap
menghamba kepadaMu, merendahkan diri dan berkiblat kepadaMu. BagiMu segala ciptaan,
bagiMu segala aturan dan perundang-undangan, bagiMu segala hukum dan hukuman tidak ada
sekutu bagiMu. Aku tidak peduli berpisah dengan anak dan istriku, meninggalkan profesi dan
pekerjaan, menanggalkan segala atribut dan jabatan, karena tujuanku hanyalah wajah-Mu dan
keridhaanMu bukan dunia yang fana dan bukan nafsu yang serakah maka amankan aku dari
adzabMu.

Ma’asiral muslimin rahimakumullah.


Jika calon haji sudah bertaubat maka ia pasti akan mampu mencapai hakekat haji yang telah
digariskan oleh Allah, dalam firman-Nya:
Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak
boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (Al-
Baqarah: 197)

Seorang yang beribadah haji tidak boleh melakukan rofats yaitu jima dan segala ucapan dan
perbuatan yang behubungan dengan seksual. Tidak boleh melakukan Fusuq yaitu segala bentuk
maksiat dan tidak boleh melakukan jidal yaitu perdebatan yang mengikuti hawa nafsu, bukan
untuk mencari kebenaran.

Maka barang siapa yang telah sukses memenuhi perintah Allah tersebut ia akan mendapatkan
haji yang mabrur, yang diantara tandanya adalah sepulang haji ia tidak akan mengulang maksiat,
dosa-dosa yang lalu, ia akan tampil sebagai muslim yang shalih dan muslimah yang shalihah.
Maka sebuah negara semakin banyak muslim dan muslimah yang taat, negara itu akan semakin
aman makmur dan sentosa. Maksiat dan kemungkaran akan menepi, perjudian dan pencurian
akan sepi, perzinaan dan pembunuhan akan mudah diatasi. Apalagi jika yang pergi haji adalah
Bapak Bupati, para Mentri dan Pak Polisi.

Sepulang haji yang kikir akan menjadi dermawan, yang kasar akan menjadi pengantin dan yang
biasanya menyebar kejahatan berubah menebar salam.
Itu semua manakala hajinya mabrur. Namun kenyataannya adalah bagaikan siang yang
dihadapkan dengan malam, semuanya bertolak belakang, mereka tidak mengambil manfaat dari
ibadah haji selain menambah gelar Pak Haji atau Bu Hajjah. Yang korup tetap korup, yang artis
tetap artis, yang lintah darat tetap lintah darat, yang jahat tetap jahat.
Maka tidak heran jika Rofats, Fusuq dan Jidal marak dimana-mana sampai terjadi krisis moral,
krisis nilai, krisis kemanusiaan, krisis politik, lingkungan, ekonomi dan sosial.
‫‪Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.‬‬
‫‪Demikianlah sekelumit tentang makna haji, haji mabrur dan potret haji kita, semoga Allah‬‬
‫‪menjadikan haji kita yang dahulu dan yang akan datang menjadi haji yang mabrur, dan semoga‬‬
‫‪dijauhkan dari haji yang maghrur (tertipu) dan mabur.‬‬

‫َسَتغْ ِف ُر‬ ‫ِ‬ ‫الذ ْك ِر ال ِ‬


‫ات َو ِّ‬‫آن الْع ِظ ْي ِم و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ْحك ْي ِم‪ .‬أَ ُق ْو ُل َق ْول ْي َه َذا َوأ ْ‬
‫َ‬ ‫َ َ‬ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر َ َ َ ْ َ ْ َ‬
‫الر ِح ْي ُم‪.‬‬
‫اسَت ْغ ِف ُر ْوهُ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر َّ‬ ‫سائِ ِر ال ُْم ْسلِ ِم ْي َن ِم ْن ُك ِّل َذنْ ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ب فَ ْ‬ ‫اهللَ ل ْي َولَ ُك ْم َول َ‬
‫‪Khutbah Kedua‬‬

‫ات أَ ْعمالِنَا‪ ،‬من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م ِ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫ض َّل‬ ‫ُ ُ‬ ‫َ َْ َ‬ ‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ِ‬ ‫لَه ومن ي ْ ِ‬
‫صلَّى اهللُ‬ ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ َ‬ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ي لَهُ‪ .‬أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬ ‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ‬ ‫َص َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‪ .‬قَ َ‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آله َوأ ْ‬
‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يُ َك ِّف ْر َع ْنهُ َسيِّئَاتِِه‬ ‫ال‪َ :‬‬ ‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َعل لَّهُ َم ْخ َر ًجا} َوقَ َ‬ ‫ال َت َعالَى‪َ :‬‬ ‫تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪َ .‬وقَ َ‬
‫َج ًرا}‬ ‫ِ‬
‫َو ُي ْعظ ْم لَهُ أ ْ‬
‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن‬ ‫ِ‬
‫ال‪{ :‬إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬ ‫السالَِم َعلَى َر ُس ْولِ ِه َف َق َ‬ ‫الصالَ ِة َو َّ‬‫ثُ َّم ا ْعلَ ُم ْوا فَِإ َّن اهللَ أ ََم َر ُك ْم بِ َّ‬
‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما}‪.‬‬‫َء َام ُن ْوا َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪َ .‬وبَا ِر ْك َعلَى‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫صلَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َما َ‬ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ْم ْسلِ ِم ْي َن‬ ‫ِ ِ‬ ‫آل إِ ْبر ِاه ْيم‪ ،‬إِنَّ َ ِ ِ‬
‫ك َحم ْي ٌد َمج ْي ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم ا ْغف ْر لل ُ‬ ‫َ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك َ‬ ‫ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬
‫ِ‬
‫َحياء م ْن ُهم واْأل َْموات‪ ،‬إِنَّ َ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا‬ ‫ب‪ .‬اَللَّ ُه َّم أَ ِرنَا ال َ‬ ‫ك َسم ْي ٌع قَ ِريْ ٌ‬ ‫َْ َ‬ ‫َوال ُْم ْسل َمات‪َ ،‬وال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل ْ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫اجتِنَابَهُ‪َ .‬ر َّبنَا آتِنَا فِي ُّ‬ ‫ِ ِ‬
‫ب‬‫اب النَّا ِر‪َ .‬ر َّبنَا َه ْ‬ ‫سنَةً َوقنَا َع َذ َ‬ ‫سنَةً َوفي اآلخ َرة َح َ‬ ‫الد ْنيَا َح َ‬ ‫اعهُ‪َ ،‬وأَ ِرنَا الْبَاط َل باَطالً َو ْار ُزقْنَا ْ‬ ‫اتِّبَ َ‬
‫ص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسلِ ْي َن‬ ‫ب ال ِْع َّز ِة َع َّما ي ِ‬ ‫ين إِ َم ًاما‪ُ .‬س ْب َحا َن َربِّ َ‬ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّرةَ أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫ك َر ِّ‬ ‫ْمتَّق َ‬
‫ُ َ َْ ُ‬ ‫لَنَا م ْن أَ ْز َو َ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬
‫َوال َ‬
‫ص ْحبِ ِه َو َسلَّ َم‪َ .‬وأَقِ ِم َّ‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫الصالَ َة‪.‬‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَى ُم َح َّم ‪#‬د َو َعلَى آله َو َ‬ ‫َو َ‬
‫( ‪) Januari 2004 / 30 dzulqa'dah 1425 22‬‬

‫‪46‬‬
‫‪Hijrah, Peristiwa Penuh Strategi‬‬

‫‪Oleh: H Hartono Ahmad Jaiz‬‬


ِ ‫ من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م‬،‫ات أَ ْعمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
‫ض َّل‬ ُ ُ َ َْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
َ ْ‫ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬
‫ يَا أ َُّي َها‬.ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬ ِ ِ ْ ‫لَه ومن ي‬
َ ‫ضللْهُ فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ
‫ يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن‬:‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫اهلل َف َق ْد فَ َاز ال ُْمَّت ُق ْو َن‬ ِ ‫ص ْي ُكم وإِيَّاي بَِت ْقوى‬
َ َ َ ْ ‫َّاس أ ُْو‬
ِ
ُ ‫الن‬
‫ث‬َّ َ‫اح َد ٍة َو َخلَ َق ِم ْن َها َز ْو َج َها َوب‬ ِ‫سو‬ ِ َّ
َ ٍ ‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف‬ ُ ‫ يَا أ َُّي َها الن‬:‫ال َت َعالَى‬ َ َ‫ ق‬.‫إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬
‫ يَا أ َُّي َها الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا‬.‫آءل ُْو َن بِ ِه َواْأل َْر َح َام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‬ ِ َّ ِ ِ ِ
َ‫س‬ َ َ‫آء َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي ت‬ ً‫س‬ َ ‫م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون‬
.‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْر لَ ُك ْم ذُ ُن ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬ ِ
ْ ُ‫ ي‬.‫اهللَ َو ُق ْول ُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا‬
‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر ُم ْح َدثَا ُت َها‬ ٍ
َ ‫ي ُم َح َّمد‬ ُ ‫ َو َخ ْي َر ال َْه ْد ِي َه ْد‬،َ‫اب اهلل‬
ِ ِ ِ ‫أ ََّما بع ُد؛ فَِإ َّن أَص َد َق ال‬
ُ َ‫ْحديث كت‬ َ ْ َْ
‫ص ْحبِ ِه‬ ِِ ٍ ِ ٍ َ ‫ضالَلَةٌ و ُك َّل‬ ٍ ِ ٍِ
َ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫ضالَلَة في النَّا ِر‬ َ َ ‫َو ُك َّل ُم ْح َدثَة ب ْد َعةٌ َو ُك َّل ب ْد َعة‬
.‫ان إِلَى َي ْوِم ال ِْقيَ َام ِة‬
ٍ ‫ومن تَبِع ُهم بِِإ ْحس‬
َ ْ َ ْ ََ
Adegan yang sangat tegang memecahkan genangan air mata Abu Bakar di dalam gua Tsur, di
luar kota Makkah. Musuh-musuh yang pedangnya siap menebas Nabi Muhammad Shalallaahu
alaihi wasalamberdiri di hadapan Abu Bakar, hanya berbatas cahaya. Abu Bakar mendampingi
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam di dalam gua, sedang musuh-musuh yang siap "menerkam"
berdiri di mulut gua. Isak tangis pun tak bisa ditahan, keluar dari mulut Abu Bakar yang
mengkhawatirkan, Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam ditangkap musuh dan dibunuh.
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam membisiki Abu Bakar; “Laa tahzan innallaha ma'anaa”,
janganlah engkau bersedih hati, karena sesungguhnya Allah beserta kita.

Musuh bebuyutan Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam yang memimpin pengejaran dan
akan membunuh Nabi pun berada di mulut gua Tsur, 5 kilometer dari Makkah. Justru Umayyah
Ibnu Khalaf, musuh bebuyutan Nabi itulah yang menganggap mustahil Muhammad yang sedang
dicari-cari itu berada di dalam gua ini. Maka bubarlah para calon pembunuh yang ingin
menggondol 100 unta bila menemukan Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam ini.

Tiga malam lamanya Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam dan Abu Bakar As-Shiddiq
berada di dalam gua. Sementara orang-orang kafir Makkah yang sejak semula memusuhi bahkan
ingin membunuh Nabi itu meningkat jadi berlomba mencari hadiah 100 unta dalam rangka
membunuh Nabi. Tingkah polah kaum kafir Makkah yang haus darah dan serakah harta ini tidak
mudah diajak kompromi. Untuk itu, Abdullah bin Abu Bakar memainkan peran yang cukup
penting. Setiap malam Abdullah bin Abu Bakar menginap di dekat kaum Quraisy yang
memusuhi Nabi di Makkah. Pada saat manusia lelap tidur menjelang fajar, Abdullah mendatangi
Nabi, lantas pagi hari Abdullah sudah berada di kalangan kaum Quraisy Makkah. Maka orang-
orang Quraisy menduga, Abdullah tetap berada di Makkah bersama mereka. Padahal, semua
gerak-gerik dan rencana Quraisy telah disadap dan disampaikan kepada Nabi Shalallaahu alaihi
wasalam .

Untuk menghilangkan jejak-jejak kaki Abdullah yang berjalan di padang pasir antara Makkah
dan gua Tsur itu, maka Amir bin Fuhairah menggiring kambingnya menyusuri bekas-bekas tapak
kaki Abdullah, mendekati gua Tsur. Hilanglah jejak-jejak kaki di padang pasir itu. Sementara,
Asma' binti Abu Bakar membawakan makanan untuk Nabi dan Abu Bakar yang berada di dalam
gua.

Untuk melanjutkan perjalanan, keluar dari gua Tsur menuju Yatsrib (kini bernama Madinah),
Abu Bakar sebelumnya telah berjanji dengan penunjuk jalan yang mahir, bernama Abdullah Bin
Uraiqith. Penunjuk jalan ini disewa, dan diharap menemui Abu Bakar di gua Tsur setelah tiga
hari. Sekalipun Abdullah Bin Uraiqith ini masih belum Islam, namun ia tidak mau membocorkan
perjanjian, dan tidak tergiur oleh sayembara hadiah 100 unta bagi yang mampu
menemukan/membunuh Nabi.

Dalam perjalanan dari gua Tsur menyusuri pantai menuju ke Yatsrib berkendaraan unta, Nabi
dan Abu Bakar yang dipandu oleh Abdullah Bin Uraiqith ini dikejar oleh Suraqah Bin Malik Al-
Mudlaji dengan kuda. Setiap hampir sampai di belakang Nabi Muhammad SAW, kuda Suraqah
terperosok kaki depannya ke dalam pasir. Sampai tiga kali, dan yang terakhir, dari lobang yang
memerosok-kan kaki kuda itu keluar debu yang amat banyak. Maka Suraqah minta perlindungan
kepada Nabi dan Abu Bakar. Dan Suraqah yakin, Nabi dengan ajarannya itu akan menang.

Kehadiran Nabi Shalallaahu alaihi wasalam sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat di Yatsrib.
Mereka dengan sangat gembira menjemput Nabi SAW. Namun Nabi tidak langsung ke Yatsrib,
singgah dulu di Quba', mendirikan masjid. Hingga sekarang dikenal dengan Masjid Quba', dekat
Madinah. Peristiwa singgah di Quba, di tempat Bani Amr bin Auf inilah yang sampai kini dicatat
sebagai peristiwa hijrah yang menurut penyelidikan Mahmud Basya, ahli falak, terjadi pada 2
Rabi'ul Awwal, bertepatan 20 September 622 Masehi. Tanggal inilah yang kemudian dijadikan
perhitungan tahun pertama Hijriyah. Hal itu ditetapkan dalam sidang pada masa pemerintahan
Umar bin Khothob, 17 Hirjiyah/639 M atas usulan Ali bin Abi Tholib. Sekalipun Hijrah itu
sendiri terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal, namun tidak ada masalah dalam penanggalan Hilaliyah
dimulai dengan Muharram. (lihat Nurul Yaqin, halaman 83 atau terjemahannya hal 108).

Bukan Meninggalkan Medan


Peristiwa hijrah (pindahnya) Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Makkah ke Yatsrib (Madinah)
itu bukanlah suatu kejadian pemimpin lari meninggalkan medan. Karena, walaupun telah
"sempurna" kekejaman kaum kafir Quraisyh dalam memusuhi Nabi dan pengikutnya, tidaklah
Nabi lari duluan. Umat Islamlah yang dipersilakan duluan untuk meninggalkan Makkah. Sedang
di Makkah tinggallah Nabi, Abu Bakar (yang tadinya akan berangkat pula, lalu diminta untuk
bersama Nabi), Shuhaib, Ali, Zaid bin Haritsah dan beberapa orang lemah yang belum siap
berhijrah. Ali bertugas menggantikan tidur di tempat tidur Nabi Shalallaahu alaihi wasalam saat
malam pengepungan oleh kaum Quraish. Sedang Abu Bakar diminta untuk menunggu Nabi di
luar Makkah, yang kemudian bertemu untuk masuk ke gua Tsur seperti tersebut.

Untuk membela agama yang akan ditumpas oleh kaum kafir Quraisy ini Abu Bakar membawa
harta sebanyak 6.000 Dirham, mata uang perak. Beratnya, 6.000 x 3,12 gram = 18.720 gram.
Nilainya sama dengan 2.808 gram emas, (nilai ini diperbandingkan dalam zakat). Ukuran zakat
harta adalah 200 Dirham (perak) atau 20 Dinar (emas). 20 Dinar emas = 20 mitsqol = 93,6 gram.
Ini menurut Fiqh Islam, H. Sulaiman Rasyid, (192-193) 1. Bekal Abu Bakar 6.000 Dirham itu
dicatat dalam buku "Muharram dan Hijrah", Amir Taat Nasution, hal 32.
Peran Abu Bakar Shiddiq dalam peristiwa Hirjah ini sungguh besar. Entah berapa dirham Abu
Bakar menyewa tukang penunjuk jalan, Abdullah Bin Uraiqith yang belum memeluk agama
Islam, sampai tidak tergiur memilih ikut sayembara hadiah 100 unta bila menemukan/membunuh
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Pengaruh Abu Bakar terhadap anak-anaknya, Abdullah dan
Asma', hingga menjadi penyelidik khusus dan penjamin makan yang cukup menanggung risiko
dalam perjalanan Makkah-Gua Tsur. Usaha maksimal Abu Bakar yang penuh risiko, baik jiwa
maupun harta itu, masih pula dilacak oleh kaum kafir Quraisy sampai di hadapan Abu Bakar, di
mulut gua. Maka, menangisnya Abu Bakar, sebagai manusia, sangat bisa dimaklumi. Apalagi,
yang didampingi adalah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam yang akan dibunuh. Tentu saja Abu
Bakar amat khawatir, bagaimana nasib umat Islam yang telah berada di negeri orang, di Madinah
(Yatsrib). Siapa pengayom jiwa mereka. Dan siapa lagi nanti yang akan membimbing
menyiarkan ajaran Islam yang baru embrio ini.

Sewaktu dikejar oleh Suraqah di tengah perjalanan menuju Yastrib, Abu Bakarlah yang tahu
persis bagaimana keganasan orang yang akan membunuh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dan
ingin meraih hadiah 100 unta sebagai pahlawan Quraisy. Abu Bakar senantiasa menengok ke
belakang, sedang Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tetap tegar menghadapkan muka ke depan.
Peristiwa-peristiwa menegangkan yang langsung dialami oleh Abu Bakar dalam mendampingi
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ini lebih menebalkan keimanannya yang memang sudah kaliber
amat tangguh. Hingga, harta benda seluruhnya disumbangkan untuk Islam, di bawa ke hadapan
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pada peristiwa lain. Sampai Nabi Shalallaahu alaihi wasalam
terheran-heran. Ditanya, apa yang masih ada padamu? Malah dijawab oleh Abu Bakar, bahwa
Allah dan Rasul-Nyalah yang ada padanya.

Perjuangan tidak selesai, walau hijrah telah dilaksanakan. Penggalangan kekuatan umat yang
terdiri dari kaum Muhajirin (yang datang dari Mekkah) dan Anshor (yang asli Madinah) ditata
dengan penuh semangat persaudaraan oleh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Hingga kaum
Anshor rela mengorbankan harta untuk saudara-saudaranya, kaum Muhajirin. Hingga sebagian
mereka merelakan sebagian isterinya dicerai agar dikawini saudaranya, kaum Muhajirin. Semua
itu dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan kesadaran. Karena, semuanya menyadari, kaum
kafir Makkah tentu tidak rela adanya peristiwa hijrah massal ini. Ternyata pada tahun kedua
Hijriyah, kaum kafir Quraisy telah menyiapkan 950 tentara, 100 kuda dan 700 unta untuk
menyerbu umat Islam. Terjadilah perang Badr pada bulan Ramadhan, 2 Hijriah. Abu Lahab,
dedengkot kafir Quraisy rela menyumbangkan 100 unta untuk perang menyerbu muslimin yang
berjumlah 313 orang dengan 2 kuda dan 70 unta. Perang yang langsung dipimpin Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam ini dimenangkan oleh kaum muslimin, suatu prestasi yang sangat di
luar dugaan. Hingga, seketika Abu Lahab, dedengkot kafir Quraisy mendengar kabar kekalahan
itu, ia langsung berodol jantungnya. 100 unta yang disumbangkan untuk memusuhi muslimin
telah sia-sia, hingga ia sangat menyesalinya.

Pengaruh hijrah dan kemenangan perang Badr ini satu segi lebih memantapkan muslimin
Muhajirin dan Anshor, namun satu segi menjadikan tokoh Madinah yang akan tergusur
pengaruhnya serta kaum Yahudi, menyikapi dengan tingkah lain. Memilih nifak atau
mengadakan makar. Abdullah bin Ubay bin memilih nifak, sedang kaum Yahudi merencanakan
makarnya untuk membunuh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Dengan demikian, peristiwa
hijriyah ini disusul dengan problema yang cukup kompleks. Bukan sekadar penggusuran secara
fisik seperti di Makkah, namun lebih beragam lagi' permusuhan licik, musuh dalam selimut, dan
persekongkolan jahat yang tak henti-hentinya.

Kemunafikan dan persekongkolan yang menghadang di hadapan umat Islam bukan membuat
padamnya Islam, namun justru menambah wawasan dan kecermatan umat dalam menempuh
gelombang hidup. Umat tidak berfirqoh-firqoh (pecah belah), tidak menonjolkan identitas
keaslian daerahnya (Makkah/Muhajirin, Madinah/Anshor). Semuanya dalam persaudaraan, seia
sekata. Tabiat pedagang dari Makkah yang keras bisa bersatu menjadi bersaudara dengan tabiat
petani Madinah yang lunak dan sopan. Perpaduan yang saling tenggang rasa, tolong menolong,
tanpa mengungkit jasa, tanpa mengeruk keuntungan pribadi dengan dalih demi kelancaran
pembinaan masyarakat; itu semua mewujudkan umat yang terbaik. Khoiro Ummah, sebaik-baik
umat. Jegal-menjegal tidak mereka kenal. Hingga, orang munafiq seperti Abdullah bin Ubay bin
Salul yang ingin senantiasa menjegal Nabi Shalallaahu alaihi wasalam serta pengikutnya, justru
ia sendiri sangat rapi dalam menyimpan kemunafikannya. Sangat menampakkan keislamannya,
setiap shalat pun di belakang Nabi Shalallaahu alaihi wasalam .

Peristiwa Hijrah yang membuahkan masyarakat berkadar khoiro ummah ini mengakibatkan tidak
berdayanya kaum kafir, dan tidak berkutiknya orang munafik. Mafhum mukholafah atau analogi
logisnya, di saat umat kondisinya bobrok, orang munafik pun tidak mendapatkan hasil apa-apa.
Karena, di saat masyarakat bobrok kondisinya, tentu saja kebobrokan itu akibat dari banyaknya
orang munafik. Banyaknya jumlah munafik kini mengakibatkan perben-turan kepentingannya,
otomatis akan sia-sia. Ibarat pucuk cemara yang meliuk ikut hembusan angin, di saat angin sudah
berbalik arah, pucuk daun itu belum sempat berbalik, kemudian bertabrakan sesamanya.

Hijrah membuahkan masyarakat muslim terbaik, dan kemunafikan tidak berkutik. Sebaliknya,
bila muslimin terbaik itu jumlahnya sangat minim, maka kemunafikan pun tidak membuah-kan
hasil. Naluri manusia cenderung membela kebenaran, yang dalam istilah agama disebut fitrah.
Maka Islam disebut pula agama fitrah, yaitu agama yang memang sesuai dengan naluri manusia
itu sendiri. Hingga tak mengherankan, para musuh bebuyutan, kaum kafir Makkah yang
mengejar-ngejar Nabi Shalallaahu alaihi wasalam hingga Nabi berhijrah itu, 8 tahun kemudian
mereka semua masuk Islam dengan sukarela. Sedang Nabi n sama sekali tidak dendam kepada
mereka. Lalu Nabi n menegaskan, tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah (terbukanya Makkah,
yaitu penduduk Makkah masuk Islam semua secara serentak, tahun 8 Hijriyah). Tokoh-tokoh
tua, seperti Abu Sufyan yang tadinya sangat memusuhi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pun
masuk Islam. Tidak ada penolakan atau kata terlambat yang diucapkan oleh Nabi Shalallaahu
alaihi wasalam, sekalipun kesadaran mereka baru datang di masa pensiun.

.‫الر ِح ْي ُم‬
َّ ‫اسَت ْغ ِف ُروا اهللَ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬ ِ
ْ َ‫أَ ُق ْو ُل َق ْول ْي َه َذا ف‬
Khutbah Kedua

ِ ‫ من ي ْه ِد ِه اهلل فَالَ م‬،‫ات أَ ْعمالِنَا‬ ِ َ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَ ْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئ‬ ِ ِ ِ ِِ
‫ض َّل‬ ُ ُ َ َْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ِ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُر ْه َو َنعُوذُ ب‬ َ ‫إِ َّن ال‬
ِ ِ ْ ‫لَه ومن ي‬
ُ‫صلَّى اهلل‬ َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬
َ ُ‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه‬ َ ْ‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬.ُ‫ي لَه‬
َ ‫ضل ْل فَالَ َهاد‬ ُ ْ ََ ُ
َ َ‫ ق‬.‫َص َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‬
َ‫ يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوال‬:‫ال َت َعالَى‬ ِِ ٍ
ْ ‫َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آله َوأ‬
‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يُ َك ِّف ْر َع ْنهُ َسيِّئَاتِِه‬ ‫ال‪َ :‬‬ ‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َعل لَّهُ َم ْخ َر ًجا}‪َ #‬وقَ َ‬‫ال َت َعالَى‪َ :‬‬ ‫تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪ .‬قَ َ‬
‫َج ًرا}‬ ‫ِ‬
‫َو ُي ْعظ ْم لَهُ أ ْ‬
‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن‬ ‫ِ‬
‫ال‪{ :‬إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬ ‫السالَِم َعلَى َر ُس ْولِ ِه َف َق َ‬
‫الصالَ ِة َو َّ‬
‫ثُ َّم ا ْعلَ ُم ْوا فَِإ َّن اهللَ أ ََم َر ُك ْم بِ َّ‬
‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما}‪.‬‬‫َء َام ُن ْوا َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪َ .‬وبَا ِر ْك َعلَى‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫صلَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َما َ‬‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ْم ْسلِ ِم ْي َن‬ ‫ِ ِ‬ ‫آل إِ ْبر ِاه ْيم‪ ،‬إِنَّ َ ِ ِ‬
‫ك َحم ْي ٌد َمج ْي ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم ا ْغف ْر لل ُ‬ ‫َ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك َ‬ ‫ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬
‫ات‪ ،‬إِنَّ َ ِ‬ ‫َحي ِاء ِم ْن ُهم واْأل َْمو ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا‬ ‫ب‪ .‬اَللَّ ُه َّم أَ ِرنَا ال َ‬ ‫ك َسم ْي ٌع قَ ِريْ ٌ‬ ‫َْ َ‬ ‫َوال ُْم ْسل َمات‪َ ،‬وال ُْم ْؤمن ْي َن َوال ُْم ْؤمنَات اْأل ْ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫اجتِنَابَهُ‪َ .‬ر َّبنَا آتِنَا فِي ُّ‬ ‫ِ ِ‬
‫ب‬‫اب النَّا ِر‪َ .‬ر َّبنَا َه ْ‬ ‫سنَةً َوقنَا َع َذ َ‬ ‫سنَةً َوفي اآلخ َرة َح َ‬ ‫الد ْنيَا َح َ‬ ‫اعهُ‪َ ،‬وأَ ِرنَا الْبَاط َل باَطالً َو ْار ُزقْنَا ْ‬ ‫اتِّبَ َ‬
‫ص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسلِ ْي َن‬ ‫ب ال ِْع َّز ِة َع َّما ي ِ‬ ‫ين إِ َم ًاما‪ُ .‬س ْب َحا َن َربِّ َ‬ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّر َة أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل ِ‬‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫ك َر ِّ‬ ‫ْمتَّق َ‬
‫ُ َ َْ ُ‬ ‫لَنَا م ْن أَ ْز َو َ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬
‫َوال َ‬
‫ص ْحبِ ِه َو َسلَّ َم‪َ .‬وأَقِ ِم َّ‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫الصالَةَ‪.‬‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَى ُم َح َّم ‪#‬د َو َعلَى آله َو َ‬ ‫َو َ‬

‫‪47‬‬
‫‪Muhasabah Di Bulan Muharam‬‬

‫‪Oleh: Faqihuddin‬‬

‫ات أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَالَ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫َن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ي لَهُ‪َ .‬وأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ض َّل لَه ومن ي ْ ِ‬ ‫مِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ‬ ‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫ال اهللُ َت َعالَى‪:‬‬ ‫ان إِلَى َي ْوِم الدِّيْ ِن‪ .‬قَ َ‬ ‫ورسولُهُ‪ .‬وصلَّى اهلل وسلَّم َعلَْي ِه و َعلَى آلِ ِه وص ْحبِ ِه ومن تَبِع ُه َداهُ بِِإ ْحس ٍ‬
‫َ‬ ‫َ َ ََ ْ َ‬ ‫َ‬ ‫ََُ َ‬ ‫َ َ ُْ َ َ‬
‫يَا أَيُّهاَ الَّ ِذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪.‬‬
‫ِ ِ‬ ‫اح َد ٍة و َخلَ َق ِم ْنها َزوجها وب َّ ِ‬ ‫سو ِ‬ ‫َّ ِ‬
‫ث م ْن ُه َما ِر َجاالً َكث ْي ًرا َون َس ً‬
‫آء‬ ‫َ ْ ََ ََ‬ ‫َ‬ ‫َّاس َّات ُق ْوا َربَّ ُك ُم الذ ْي َخلَ َق ُك ْم ِّم ْن َن ْف ٍ َ‬ ‫يَا أ َُّي َها الن ُ‬
‫ام إِ َّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‪.‬‬ ‫ِ‬
‫آءل ُْو َن بِه َواْأل َْر َح َ‬
‫َّ ِ‬
‫َو َّات ُقوا اهللَ الذ ْي تَ َس َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يا أ َُّيها الَّ ِذين ءامنُوا َّات ُقوا اهلل و ُقولُوا َقوالً س ِدي ًدا‪ .‬ي ِ‬
‫صل ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َيغْف ْ‪#‬ر لَ ُك ْم ذُنُ ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُط ِع اهللَ‬ ‫ََ ْ ْ ْ َ ْ ُْ‬ ‫َ َ َْ َ َ‬
‫َو َر ُس ْولَهُ َف َق ْ‪#‬د فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‪.‬‬
‫صلَّى اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َو َّش َر األ ُُمو ِر ُم ْح َدثَا ُت َها َو ُك َّل‬ ‫ٍ‬ ‫َص َد َق ال ِ ِ ِ‬
‫ي ُم َح َّمد َ‬ ‫اله ْد ِي َه ْد ُ‬ ‫َح َس َن َ‬ ‫اب اهللَ‪َ ،‬وأ ْ‬ ‫ْحديث كتَ ُ‬ ‫َ‬ ‫إِ َّن أ ْ‬
‫ضالَل ٍَة فِي النَّا ِر‪ .‬أ ََّما َب ْع ُد؛‬ ‫ضالَلَةٌ َو ُك َّل َ‬ ‫ُم ْح َدثٍَة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة َ‬
Sidang Jum’ah yang berbahagia.
Setelah kita bersyukur kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan bershalawat kepada nabi kita
Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam. Kita berharap dan memohon semoga Allah Subhannahu
wa Ta'ala, meridhoi dan menerima amalan yang kita lakukan sebagai amalan ibadah yang
diterima serta kita memohon pula untuk senantiasa dijadikan pengikut Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam yang setia hingga akhir hayat serta kita tidak kembali keharibaanNya kecuali
dalam keadaan berserah diri kepadaNya, sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kita di
dalam surat Ali Imran ayat 102: Artinya: “Dan janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan
beragam Islam.” (QS. Ali Imran 102)
Sidang Jum’at yang berbahagia

Perputaran waktu terus bergulir seiring dengan perputaran matahari. Dari hari ke hari, minggu ke
minggu dan bulan ke bulan, tanpa terasa kita sampai pada suatu putaran bulan Muharam yang
merupakan permulaan dari putaran bulan dalam kalender hijriyah. Banyak dari saudara kita yang
menjadikan bulan Muharram ini sebagai momentum, sehingga memperingatinya merupakan
suatu hal yang menjadi keharusan bahkan terkadang sampai keluar dari syari’at Islam. Padahah
Rasul Shalallaahu alaihi wasalam dan para sahabatnya serta ulama pendahulu umat tidak pernah
melakukan hal tersebut.

Sidang Jum’at yang berbahagia


Mestinya kita banyak bertafakur untuk bermuhasabah atas bertambahnya umur ini, karena
sesungguhnya dengan bertambah-nya umur berarti hakekatnya berkurang kesempatan untuk
hidup di dunia ini. Allah menciptakan kita hidup di muka bumi ini bukan untuk sia-sia. Tanpa
tujuan yang jelas. Sebagaimana kita tahu bersama bahwa Allah menciptakan makhluk bernama
manusia tiada lain hanya untuk beribadah kepadaNya. Allah berfirman di dalam surat Adz-
Dzariyat ayat 56 sebagai berikut:
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu
(beribadah kepadaKu).”
Sidang Jum’at yang berbahagia ..

Hidup di dunia ini sementara bukan kehidupan yang abadi atau kekal, dan dunia ini hanya
merupakan persinggahan, yang tujuannya adalah kehidupan yang kekal abadi yaitu kehidupan
akhirat. Berkenaan dengan ini Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (Al-A’la: 17).
Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia dengan segala gemerlapan dan keindahannya
tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kebaikan dan kekekalan kehidupan akhirat yang
kekal abadi.

Sidang Jum’at yang berbahagia


Maka seorang yang beriman kepada Allah, dia harus lebih memanfaatkan kehidupan dunia ini
dengan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan kehidupan yang abadi tersebut. Dan menjadikan
dunia ini sebagai sarana menuju kehidupan akhirat yang lebih baik. Allah Subhannahu wa Ta'ala
berfirman dalam surat Al-Hasyr:
Artinya: “Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat) dan bertaqwalah kepada
Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Hasyr: 18).
Sidang Jum’at yang berbahagia ..
Lalu bekal apa yang akan kita bawa menuju kehidupan yang penuh dengan kebaikan tersebut?
Dengan hartakah? Pangkatkah yang kita banggakan? Atau keturunankah? Saya keturunan raja,
bangsawan atau kyai. Ternyata bukan itu semua, sebab Allah Maha Kaya, Maha Berkuasa dan
Maha Suci tidak memandang yang lain dari hambaNya kecuali taqwa hambaNya. Sebagaimana
Allah ingatkan dalam firmanNya:
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang
paling bertaqwa di antara kamu”.

Sidang Jum’at yang berbahagia


Jelas bagi kita bahwa bekal yang harus kita persiapkan tiada lain hanyalah taqwa, karena taqwa
adalah sebaik-baik bekal dan persiapan. Allah berfirman dan mengingatkan kita semua dalam
surat Al-Baqarah:
Artinya: “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah
kepadaKu hai orang-orang yang berakal”. (QS. Al. Baqarah: 197).
Sering kita mendengar kata takwa dari ustadz, mubaligh dan para penceramah, namun bagi
kebanyakan kita antara perbuatan dengan apa yang didengar tentang takwa jauh dari semestinya.
Mengapa demikian? Di antara sebabnya mereka belum tahu hakekat takwa, tingkatan dan buah
dari takwa tersebut. Sehingga hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri tanpa adanya
perhatian penuh terhadap pentingnya bertakwa yang merupakan sebaik-baik bekal bagi
kehidupan dunia ini terlebih kehidupan akhirat nanti.

Sidang Jum’at yang berbahagia ...


Ar-Rafi’i menyatakan dalam Al-Mishbahul Munir Fi Gharibisy Syahril Kabir, “Waqahullahu
Su’a” artinya Allah menjaga dari kejahatan. Dan kata Al-Wiqa’ yaitu segala sesuatu yang
digunakan sebagai pelindung. Itulah arti takwa secara bahasa. Sedangkan takwa menurut syariat
para ulama berbeda pendapat, namun semuanya bermuara pada satu pengertian, yaitu seorang
hamba melindungi dirinya dari kemurkaan Allah, dan juga siksaNya. Hal itu dilakukan dengan
melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarangNya. Ibnu Qayyim
menyatakan, hakikat takwa adalah mentaati Allah atas dasar iman dan ihtisab, baik terhadap
perkara yang diperintahkan ataupun perkara yang dilarang. Maka dia melakukan perintah itu
karena imannya terhadap apa yang diperintahkanNya disertai dengan pembenaran terhadap
janjiNya, dengan imannya itu pula ia meninggalkan yang dilarangNya dan takut terhadap
ancamanNya.

Sidang Jum’at yang berbahagia.


At-Takwa dalam Al-Qur’an mencakup tiga makna yaitu: pertama: takut kepada Allah dan
pengakuan superioritas Allah. Hal itu seperti firmanNya:
Artinya: “Dan hanya kepadaKulah kamu harus bertakwa.” (Al-Baqarah: 41).
Kedua: Bermakna taat dan beribadah, sebagaimana firmanNya:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-
benarnya takwa”. (Ali Imran: 102).
Ibnu Abas Radhiallaahu anhu berkata, “Taatlah kepada Allah dengan sebenar-benarnya
ketaatan.”
Mujahid berkata, “Takwa kepada Allah artinya, Allah harus ditaati dan pantang dimaksiati,
selalu diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.”
Ketiga, dengan makna pembersihan hati dari noda dan dosa. Maka inilah hakikat takwa dari
makna takwa, selain pertama dan kedua. Allah berfirman yang artinya: “Barangsiapa yang
mentaati Allah dan rasulNya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepadaNya maka mereka
itulah orang yang beruntung”. (An-Nur: 52).

Sidang Jum’at yang berbahagia ..


Para mufassir juga berkata, bahwa takwa mempunyai tiga kedudukan:
1. Memelihara dan menjaga dari perbuatan syirik
2. Memelihara dan menjaga dari perbuatan bid’ah
3. Memelihara dan menjaga dari perbuatan maksiat.
Sehingga seorang disebut muttaqin, selalu berusaha sungguh-sungguh berada dalam keadaan taat
secara menyeluruh, baik dalam perkara wajib, nawafil (sunnah), meninggalkan kemaksiatan
berupa dosa besar dan kecil. Serta meninggalkan yang tidak bermanfaat karena khawatir
terjerumus ke dalam dosa, itulah cakupan takwa sebagaimana dimengerti oleh salafush shalih.

Sidang Jum’at yang berbahagia.


Apa yang kita dapatkan bila bertakwa kepada Allah?
Allah Ta’ala menjanjikan kepada kita, akan berada dalam kebahagiaan hidup didunia dan
akhirat. Di antara janji Allah yang merupakan buah dari takwa adalah memberikan jalan keluar
dan mendatangkan rizki. Allah Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (At-Thalaq: 2-3).

Mengadakan jalan keluar artinya menyelamatkannya dari setiap kesulitan di dunia dan akherat.
Ibnu ‘Uyainah berkata itu artinya, ia mendapat keberkahan dalam rizkinya. Dan Abu Sa’id Al-
Khudri berkata: Barangsiapa berlepas dari kuatnya kesulitan dengan kembali kepada Allah,
niscaya Dia akan memberikan jalan keluar dari beban yang ia pikul. “ (Jami Ahkamiil Qur’an,
VIII: 6638-3369, secara ringkas) Dan balasan bagi mereka di akhirat yang jelas adalah akan
mewarisi tempat yang merupakan dambaan setiap insan yaitu Surga dengan segala
kenikmatannya. Allah Ta’ala berfirman:

“Itulah Surga yang akan kami wariskan kepada hamba-hamba kami yang selalu bertakwa”
(Maryam: 63).
Demikianlah kita sebagai hamba Allah, sudah semestinya dalam menghadapi bulan Muharam ini
dengan bertafakkur, sudah sejauh mana persiapan kita menghadapi kehidupan yang abadi
tersebut. Yang terkadang kita begitu bersemangat dan penuh antusias menggapai kehidupan yang
fana ini. Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

ِ ِ ‫الذ ْك ِر ال‬ ِّ ‫ات َو‬ ِ ‫ و َن َفعنِي وإِيَّا ُكم بِما فِ ْي ِه ِمن اْآلي‬،‫آن الْع ِظ ْي ِم‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ َوَت َقبَ َّل اهللُ من‬،‫ْحك ْي ِم‬
‫ِّي‬ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ‫بَ َار َك اهللُ ل ْي َولَ ُك ْم في الْ ُق ْر‬
‫َسَت ْغ ِف ُر اهللَ ال َْع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم َولِ َسائِ ِر ال ُْم ْسلِ ِم ْي َن‬ ِ ِ َّ ‫ إِنَّهُ ُه َو‬،ُ‫َو ِم ْن ُك ْم تِالَ َوتَه‬
ْ ‫ أَ ُق ْو ُل َق ْول ْي َه َذا َوأ‬.‫الس ِم ْي ُع ال َْعل ْي ُم‬
.‫الر ِح ْي ُم‬
َّ ‫ إِنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر‬،ُ‫اسَت ْغ ِف ُر ْوه‬ ِ َ‫ات والْم ْؤ ِمنِْين والْم ْؤ ِمن‬
ْ َ‫ ف‬.‫ات‬ ُ َ َ ُ َ ‫َوال ُْم ْسل َم‬
ِ ِ

Khutbah Kedua
‫ات أَ ْع َمالِنَا‪َ ،‬م ْن َي ْه ِد ِه اهللُ فَالَ‬ ‫اهلل ِمن ُشرو ِر أَْن ُف ِسنَا و ِمن سيِّئَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ ْ َ‬ ‫ْح ْم َد للَّه نَ ْح َم ُدهُ َونَ ْستَع ْينُهُ َونَ ْسَتغْف ُر ْه َو َنعُوذُ بِ ْ ُ ْ‬ ‫إِ َّن ال َ‬
‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ َّ‬ ‫ي لَهُ‪ .‬أَ ْش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِريْ َ‬ ‫ِ‬ ‫ض َّل لَه ومن ي ْ ِ‬ ‫مِ‬
‫َن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‬ ‫ضل ْل فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ْ ُ‬ ‫ُ‬
‫ِ‬
‫ال َت َعالَى‪ :‬يَا أَيُّهاَ الَّذيْ َن َء َامنُوا َّات ُقوا اهللَ‬ ‫َص َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‪ .‬قَ َ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬
‫صلَّى اهللُ َعلَى نَبِِّينَا ُم َح َّمد َو َعلَى آل ِه َوأ ْ‬ ‫َ‬
‫{و َمن َيت َِّق اهللَ‬ ‫ال‪َ :‬‬ ‫{و َمن َيت َِّق اهللَ يَ ْج َعل لَّهُ َم ْخ َر ًجا} َوقَ َ‬ ‫ال َت َعالَى‪َ :‬‬ ‫َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‪ .‬قَ َ‬
‫ِ ِ‬
‫َج ًرا}‬‫يُ َك ِّف ْر َع ْنهُ َسيِّئَاتِه َو ُي ْعظ ْم لَهُ أ ْ‬
‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا أَيُّهاَ‬ ‫ِ‬
‫ال‪{ :‬إِ َّن اهللَ َو َمالَئ َكتَهُ يُ َ‬ ‫السالَِم َعلَى َر ُس ْولِ ِه َف َق َ‬ ‫الصالَ ِة َو َّ‬ ‫ثُ َّم ا ْعلَ ُم ْوا فَِإ َّن اهللَ أ ََم َر ُك ْم بِ َّ‬
‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما}‪.‬‬ ‫ِ‬
‫الَّذيْ َن َء َامُن ْوا َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪.‬‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫صلَّْي َ‬ ‫ٍ‬
‫آل ُم َح َّمد َك َما َ‬ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫اَللَّ ُه َّم َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم‬ ‫آل إِ ْب َر ِاه ْي َم‪ ،‬إِنَّ َ‬
‫ت َعلَى إِ ْبر ِاه ْيم و َعلَى ِ‬
‫َ ََ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َار ْك َ‬ ‫وبَا ِر ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد و َعلَى ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬
‫ك س ِم ْيع قَ ِريْ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ات اْأل ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ا ْغ ِفر لِلْمسلِ ِم ْين والْمسلِم ِ‬
‫ب‬‫ب ُمج ْي ُ‬ ‫َحيَاء م ْن ُه ْم َواْأل َْم َوات‪ ،‬إِنَّ َ َ ٌ ٌ‬ ‫ات‪َ ،‬وال ُْم ْؤمنِْي َن َوال ُْم ْؤمنَ ِ ْ‬ ‫ْ ُْ ََ ُْ َ‬
‫اجتِنَابَهُ‪َ .‬ر َّبنَا آتِنَا فِي ُّ‬ ‫ِ ِ‬ ‫الد َ ِ‬
‫الد ْنيَا َح َسنَةً‬ ‫اعهُ‪َ ،‬وأَ ِرنَا الْبَاط َل باَطالً َو ْار ُزقْنَا‪ْ #‬‬ ‫ْح َّق َح ًّقا َو ْار ُزقْنَا اتِّبَ َ‬‫َّع َوات‪ .‬اَللَّ ُه َّم أَ ِرنَا ال َ‬
‫ين إِ َم ًاما‪.‬‬ ‫اجنَا وذُ ِّريَّاتِنَا ُق َّر َة أَ ْعي ٍن واجعلْنَا لِل ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫ْمتَّق َ‬‫ُ َ َْ ُ‬ ‫ب لَنَا م ْن أَ ْز َو َ‬ ‫اب النَّا ِر‪َ .‬ر َّبنَا َه ْ‬ ‫َوفي اآلخ َرة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ َ‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‪.‬‬ ‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َر ِّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ك ر ِّ ِ ِ‬
‫ب الْع َّزة َع َّما يَص ُف ْو َن‪َ ،‬و َسالَ ٌم َعلَى ال ُْم ْر َسل ْي َن َوال َ‬ ‫ُس ْب َحا َن َربِّ َ َ‬
‫ص ْحبِ ِه َو َسلَّ َم‪َ .‬وأَقِ ِم َّ‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫الصالَ َة‬ ‫صلَّى اهللُ َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آله َو َ‬ ‫َو َ‬

You might also like