You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Amputasi merupakan pembedahan yang menghilangkan sebagian atau seluruh


anggota tubuh bagian ekstremitas. Seringkali masyarakat merasa takut dan tidak mau untuk
diamputasi karena masyarakat atau klien menggangap hal tersebut sangat berbahaya dan
dapat menyebabkan kematian. Padahal dalam konteks pembedahan, amputasi bertujuan untuk
menyelamatkan hidup.

Secara umum, amputasi merupakan pilihan pembedahan yang terakhir, dimana


sedapat mungkin dilakukan prosedur bedah yang mempertahankan ekstremitas. Namun pada
beberapa kondisi, antara lain pada sarkoma jaringan lunak yang sudah menginfiltrasi semua
struktur lokal di ekstremitas, amputasi merupakan pilihan. Sebagai ukuran medis, amputasi
digunakan untuk memeriksa rasa sakit atau proses penyebaran penyakit dalam kelenjar yang
terpengaruh, misalnya pada malignancy atau gangrene. Dalam beberapa kasus amputasi
dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut menyebar lebih jauh dalam tubuh. Jadi,
amputasi dilakukan sebagai pilihan terakhir jika segala pengobatan yang telah dilakukan
tidak berhasil.

1.2 Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan suatu gambaran, penjelasan
yang lebih mendalam mengenai amputasi. Diharapkan masyarakat dapat mengetahui tentang
amputasi itu sendiri, pengobatan setelah amputasi dengan cara yang tepat dan dukungan yang
perlu diberikan pada klien yang mengalami amputasi.

1.3 Rumusan Masalah

1) Apakah yang menyebabkan tindkan amputasi?


2) Bagaimana metoda dan klasifikasi dari amputasi?
3) Bagaimana patofisiologi terjadinya amputasi?
4) Bagaimana Asuhan Keperawatan terhadap klien amputasi?
5) Bagaimana peran perawat dalam membantu menghadapi ganguan psikologis
yang dialami klien?
6) Bagaimana latihan ROM aktif dan pasif bagi klien ini?

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah metode
pustaka dan studi literatur, dengan mencari dan mengumpulkan data penting dari berbagai
sumber seperti website dan situs-situs internet serta buku-buku yang ada.
BAB II

KONSEP

2.1 Konsep Amputasi


2.1.1 Pengertian Amputasi
Amputasi berasal dari kata “ amputare “ yang kurang lebih diartikan
“pancung”.Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas, atau dengan kata lain suatu tindakan
pembedahan dengan membuang bagian tubuh (Burner, 1988; 807 ). Tindakan ini
merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah
organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten
cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien
atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

2.1.2 Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia
Iskemia karena penyakit reskulanisasi perifer, bisanya pada oang tua, seperti
klien dengan arteriosklerosis, diabetes mellitus.
2. Trauma amputasi
Bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan kendaraan bermotor, thermal injury
seperti (terbakar) , infeksi, gangguan metabolism seperti pagets deases dan
kelainan congenital.
3. Gas ganggren
Keadaan nyeri akut dan dimana otot dan jaringan subkutan menjadi terisi dengan
gas dan eksudat serosangiunosa; disebabkan infeksi luka oleh bakteri anaerob,
yang diantaranya adalah berbagai spesies clostridium.
4. Osteomielitis
Peradangan pada tulang (bisa menyebabkan lumpuh) dan bias juga terjadi
assending infection.
5. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
6. Keganasan
Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.

2.1.3 Jenis Amputasi


Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat
penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan
sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta
memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma
dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

2.1.4 Metode Pelaksanaan Amputasi


Amputasi dilakukan dengan 2 metode yaitu :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi)
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengemban. Bentuknya
benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapa
ditutup setelah tidak terinfeksi, dan dilakukan pada kondisi infeksi yang berat
dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama

2. Metode tertutup
Pada metode ini kulit tepi ditarik
pada atas ujung tulang dan dijahit
pada daerah yang diamputasi.
Dilakukan dalam kondisi yang
lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat
dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi
perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah
kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese
(mungkin). Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang
mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien
sesuai dengan kompetensinya.

2.2 Batas dan Tingkatan Amputasi


2.2.1 Tingkatan amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit.

 Pada cedera, ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat.


 Pada tumor, ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan
lokal.
 Pada penyakit pembuluh darah, ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas dan
daya sembuh luka puntung
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,
berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-
jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua
letak amputasi yaitu :
 Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic
limb dan inschemic limb. Hal ini dibedakan erhubungan dengan cara
menutup flap yang berbeda. Pada amputasi jenis ini dikenal tension
myodesis dan myoplasty. Tension myodesis adala mengikatkan group
otot tuang dengan tulang, sedangkan myoplasty adalah menjahitkan
otot dengan jaringan lunak pada sisi yang lain yaitu pada otot atau fasia
sebelahnya. Cara ini berguan untuk menstabilkan stump dan sangat
ditekankan untuk penderita yang masih aktif dan masih muda.
 Amputasi diatas lutut (above knee amputation)
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien
dengan penyakit vaskuler perifer. Amputasi jenis ini merupkan
tebanyak kedua stelah amputasi bawah lutut. Pada amputasi jenis ini
persendian lutut hilang, maka harus dipikirkan yang terbaik yang dapat
menyangga berat badan. Prosthesis yang konvensional membutuhkan
jarak 9-10 cm dari distal stump sehingga bisa berfungsi seperti sendi
lutut. Amputasi tulang setinggi 5 cm atau kurang dari distal trochanter
minor akan mempunyai fungsi dan kekuatan penggunaan postesis sama
dengan hip disarticulation.
3. Nekrosis
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak
berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta
melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi
terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan
5. Neuroma
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga
melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong
saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sentation
Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas
tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi
terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
2.2.2 Batas dan Lokasi Amputasi

Pada ekstremitas atas, tidak dipakai batas amputasi tertentu, sedangkan pada
ekstremitas bawah lazim dipakai “ Batas Amputasi Klasik”
Penilaian batas amputasi :
1. Jari dan kaki
Pada amputasi jari tangan dan kaki penting untuk mempertahankan falanx dasar.
Amputasi transmetatarsal memberi puntung yang baik. Amputasi di sendi tarso-
metatarsus lisfranc mengakibatkan per ekuinus dengan pembebanan berlebih pada
kulit ujung puntung yang sukar ditanggulangi.
2. Proksimal sendi pergelangan kaki
Amputasi transmaleolar baik sekali bila kulit tumit utuh dan sehat sehingga dapat
menutup ujung puntung.
3. Tungkai bawah
Panjang puntung tungkai bawah paling baik antara 12 dan 18 cm dari sendi lutut,
tergantung keadaan setempat, usia penderita dan tinggi badan. Bila jarak dari sendi
lutut kurang dari 5 cm, protesis mustahil dapat dikendalikan.
4. Eksartikulasi kulit
Eksartikulasi lutut menghasilkan puntung yang baik sekali. Amputasi ini dapat
dilakukan pada penderita geriatrik.
5. Tungkai atas
Puntung tungkai atas sebaiknya tidak kurang dari 10cm dibawah sendi panggul,
karena bisa menyebabkan kontraktur fleksi-abduksi-eksorotasi. Puntung juga tidak
boleh kurang dari 10 cm diatas sendi lutut karena ujung puntung sepanjang ini
sukar dibebani. Eksartikulasi dapat menahan pembebanan.
6. Sendi panggul dan hemipelvektomi
Eksartikulasi sendi panggul kadang dilakukan pada tumor ganas. Protesis akan
lebih sukar dipasang. Protesis untuk hemipelvektomi tersedia, tetapi memerlukan
kemauan dan motivasi kuat dari penderita.
7. Tangan
Amputasi parsial jari atau tangan harus sehemat mungkin setiap jari dengan
sensitibilitas kulit dan lingkup gerak utuh berguna sekali sebab dapat digunakan
untuk fungsi menggenggam atau fungi oposisi ibu jari.
8. Pergelangan tangan
Dipertahankan fungsi pronasi dan supinasinya. Tangan mioelektrik maupun
kosmetik dapat dipakai tanpa kesulitan.
9. Lengan bawah
Batas amputasi di pertengahan lengan bawah paling baik untuk memasang protesis.
Puntung harus sekurang-kurangnya distal insersi M. Biseps dan M. Brakhialis
untuk fleksi siku.
10. Siku dan lengan atas
Ekssartikulasi siku mempunyai keuntungan karena protesis dapat dipasang tanpa
fiksasi sekitar bahu. Pada amputasi di diafisis humerus, protesis harus
dipertahankan dengan ikatan dan fiksasi pada bahu. Eksartikulasi bahu dan
amputasi intertorakoskapular , yang merupakan amputasi termausk gelang bahu,
ditangani dengan protesis yang biasanya hanya merupakan protesis kosmetik.

2.3 Patofisiologi
Dilampirkan

2.4 Pemeriksaan Diagnostik


2.4.1 Pemeriksaan Radiologi
- Radiologi (ST- Scan)
- X-ray
- Kultur jaringan
- Biopsy
- Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau
melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan
dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar
dan fungsi jantung.
- Pemeriksaan pasca amputasi

2.4.2 Kondisi fisik

SISTEM TUBUH KEGIATAN

Integumen : Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat


hidrasi.
Kulit secara umum.

Lokasi amputasi Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut


atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus
return.

Sistem Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan


Cardiovaskuler :
pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator
Cardiac reserve fungsi jantung.

Pembuluh darah
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian
terhadap elastisitas pembuluh darah.

Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai


adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.

Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.


Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.

Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.


Memonitor intake dan output cairan.

Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.


Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik
dan sensorik daerah yang akan diamputasi.

Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

2.5 Penatalaksanaan
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi,
menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang untuk
menggunakan prostesis. Lansia mungkin mengalami keterlambatan penyembuhan,
karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lain. Percepatan penyembuhan dapat
dilakukan dengan penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema
sisa tungkai dengan balutan kompres lunak atau rigid, dan menggunakan teknik
aseptic dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi.
1. Balutan Rigid Tertutup
Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan
lunak dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur. Segera setelah
pembedahan balutan gips rigid dipasang dan dilengkapi tempat memasang
ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan.Pasang kaus kaki steril
pada sisi steril, dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai
(puntung) kemudian dibalut dengan gips elastisyang ketika mengeras akan
memberikan tekanan yang merata. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi
peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segera
diganti.
2. Balutan Lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan
inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi
dapat dibalutkan pada balutan.
3. Amputasi Bertahap
Dilakukan bila ada gangrene atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi
guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka
didebridemen dan dibiarkan mongering. Sepsis ditangani dengan antibiotik.
Dalam beberapa hari, bila infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil,
dilakukan amputasi definitive dengan penutupan kulit.
4. Prostesis
Sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah, sehingga latihan
segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan prostesis sementara adalah
membiasakan klien menggunakan prosthesis sedini mungkin. Kadang
prosthesis darurat baru diberikan setelah satu minggu luka menyembuh tanpa
penyulit. Pada amputasi karena pembuluh darah, prosthesis sementara
diberikan setelah empat minggu.
Prostesis bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya
defek system musculoskeletal harus diatasi, termasuk defek faal. Pada
ekstremitas bawah, tujuan prosthesis ini sebagian besar dapat dicapai.
Sebaliknya untuk ekstremitas atas, tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan
tangan mioelektrik canggih yang bekerja atas sinyal mioelektrik dari otot
biseps dan triseps.
2.5.1 Proses Perawatan Luka
Perawatan luka umum
Perawatan luka mencakup pembersihan luka dan debridemen, pengolesan preparat
antibiotik topikal serta pembalutan. Kasa yang dibuat dari bahan biogik, biosintetik,
dan sintetik dapat digunakan.
 Pembersihan luka
Pembersihan luka harus dilakukan secara berkala untuk mengcegah terjadinya
infeksi dan kelainan yang lain yang bisa diakibatkan oleh perawatan luka yang
kurang tepat. Luka dapat dibersihak menggunkan larutan NaCl atau betadine
sebagia antisepti luar.
 Terapi antibiotik topikal
Terapi ini digunakan untuk mencegah timbulnya invasi mikroorganisme yang
akan memeprberat dari kondisi klien
 Penggantian balutan
 Balutan basah
Balutan basah biasanya dilakukan untuk lesi inflamasi yang akut dan
mengeluarkan sekret. Kompres tersebut bisa steril ataupun nonsteril
menurut keadaannnya. Komprees basah akan:
1. Mengurangi inflamasi dengan menimbulkan konstriksi pada pembuluh
darah (sehingga menguarangi vasodilatasi dan aliran darah setempat
pada daerah inflamasi);
2. Membersihkan kulit dari eksudat, kusta dll;
3. Mempertahankan drainase pada daerah yang terinfeksi;
4. Meningkatkan proses kesembuhan dengan memfasilitasi gerakan
bebas ael-sel epidermis lewat kulit yang sakit sehingga terbentuk
jaringan granulasi yang baru.
Kompres basah umunya mengandung air ledenga yang bersih atau larutan
salin dengan suhu kamar. Meskipun sebagian kompres basah harus
ditutupi untuk mencegah evaporasi, kebanyakan kompres ini dibiarkan
terbuka terhadap udara.kompres terbuka memerlukan penggantian yang
sering karena evaporasi berlangsung dengan cepat. Kompres tertutup lebih
jarang diganti. Namun demikian, bahaya selalu ada karena bentuk
kompres ii bukan hanya melunakkan tetapi juga dapat menimbulkan
maserasi pada kulit yang ditutupi.
Kompres basah hingga kering dilakukan untuk menghilangkan eksudat.
Kasa dibiarkan pada tempatnya sanapai kasa tersebut mengering.
 Balutan oklusif
Balutan oklusif dapt dibuat atau diproduksi secara komersila dari
potongan kain penutup atau kasa yang steril atau nonsteril. Kasa dipkai
untuk menutupi obat topikal yang dioleskan pada kulit yang luka. Daerah
lesi dibuat kedap udara dengan memekai lembaran plastik yang tipis.
Lembaran plastik tersebut tipis dan mudah beradaptasi dengan tubuh serta
permukaan kulit. Plester bedah dari plastik ynag mengandung
kortikosteroid pada lapisan perekat dapat dipotong menjadi ukran tertentu
dan dapat ditempelkan di bagian luka. Umunya plastik pembalut ini tidak
boleh digunakan lebih dari 12 jam.
Untuk memesang kasa di rumah, klien harus mendapatkan intruksi :
1. Mencuci daerah yang sakit, kemudian mengeringkannya;
2. Mengoleskan obat pada lesi ketika kulit tersebut berada dalam keadaan
basah;
3. Menutupu dengan lembaran plastik;
4. Menutupi dengan pembalut elastik, kasa tau plester kertas agar bagian
tepi tersegel.
Kasa harus dilepas setelah 12 jam dari setipa 24 jam untuk mencegah
penipisan kulit, striae (guratan mirip sabuk), talangiektasia dan maserasi.
 Terapi intralesi
Terapi intralesi terdiri atas penyuntikan suspensi obat yang steril ke dalam
atau tepat di bawah lesi. Meskipun terapi ini mungkin memberikan efek
antiinflamasi, atrifi lokal dapat terjadi bila obat tersebu dimasukkan ke
dalam jaringan subkutan.
2.5.2 ROM
ROM adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan
otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik
secara aktif ataupun pasif. Latihan Range of motion berfungsi antara lain utuk mencegah
kontraktur, meningkatkan tonus, massa, dan kekuatan otot, serta melancarkan
sirkulasi perifer.
Latihan ROM Pasif dan Aktif.
 Jenis ROM
ROM pasif
Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang
normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %
 ROM aktif
Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan
pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien
aktif). Keuatan otot 75%

Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma
memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Latihan berikut
dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta memelihara
mobilitas persendian.
Flexi dan Extensi Pergelangan Tangan
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan
lengan.
Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang
pergelangan tangan pasien.
Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
Flexi dan Extensi Siku
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak tangan
mengarah ke tubuhnya
Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya dengan tangan lainnya
Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu
Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya
Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk
Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya
Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya
Kembalikan ke posisi semula
Abduksi dan Adduksi
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien disampinga badannya
Letakkan satu tangan perawat di atas pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan
lainnya
Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kea rah perawat
Kembalikan ke posisi semula
Flexi dan Extensi jari-jari
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang kaki
Bengkokkan (tekuk) jari-jari ke bawah
Luruskan jari-jari kaki ke belakang
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
Flexi dan Extensi Pergelangan Kaki Siku
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di
atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks
Tekuk pergelangan kaki, arahkan di atas siku pasien
Catat perubahan yang terjadi
Rotasi pangkal paha
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain di atas
lutut
Putar kaki menjauhi perawat
Putar kaki kearah perawat
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi

2.6 Komplikasi
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga
menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada
bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang
akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat
pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga
sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu
gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada
pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan
waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior
dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari
pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah,
volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat
diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat
juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan
suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan
pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan
otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan
fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan
organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi
keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter
anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon,
menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada
dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis
renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman
dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong
akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke
jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal
kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai
darah.
2.7 Gangguan Psikososial
2.8 Pencegahan dan Pendidikan Kesehatan
2.9 Peran perawat
 Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung menggunakan
putung : perawatan luka, mandi, menggunakan pakaian.hal itu dapat mendorong
antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh
 Berikan dukungan moral untuk meningkatkan status mental klien
 Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima dirinya di
amputasi
 Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan
pada gaya hidup karena itu dapat mengurangi rasa tertekan dalam diri klien,
menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental.
 Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan
pemilihan amputasi. Hal itu dapat membantu klien menggapai penerimaan
terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi.
 Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki
kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan
atau kondisi yang lebih parah.itu sangat di butuhkan untuk meningkatkan
dukungan mental
2.10 Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Nama : Tn.M
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Diagnosa Medis : Amputasi above knee

Keluahan Utama : Nyeri bila stump digerakkan

Riwayat Penyakit Sekarang :


P : Nyeri bila stump digerakkan
Q:
R : Kaki Kanan
S:
T:

Riwayat Penyakit Masa Lalu : -


Riwayat Penyakit Keluarga : -

Pemeriksaan Fisik :
TTV
TD : 110/80 mmHg S : 37,60C
HR : 92x/menit RR : 18x/menit
Pemeriksaan Head to toe :
Inspeksi : tampak tulang femur yang dikelilingi luka berwarna kemerahan, pada
bagian tepi luka tampak masih mengeluarkan pus (5cc) berwarna
kuning kental. Terdapat 10 jahitan.
Palpasi : kulit sekitar luka teraba hangat.
Perkusi :-
Auskultasi :-

Pemeriksaan Diagnostik : -
B. Analisa Data

No Data Etiologi Diagnosa


1. DO : tampak tulang Amputasi Gangguan Rasa Nyaman :
femur yang dikelilingi Nyeri
Terputusnya continuitas
luka berwarna
tulang, otot dan saraf
kemerahan, tepi luka
Ujung saraf
mengeluarkan pus dan
terdapat 10 jahitan, klien Hipotalamus
juga masih bedrest di
Persepsi nyeri
tempat tidur
Phantom limb

DS : Klien mengatakan Pasang stump


lemah dan nyeri bila
Nyeri
stump digerakkan
2. DO : klien masih bedrest Amputasi Gangguan Mobilitas Fisik
di tempat tidur karena 
lemah dan nyeri bila Terputusnya kontinuitas
stump digerakkan tulang, otot, saraf

Hilangnya organ
(ekstremitas)

Gangguan mobilitas
3. DO : klien dilakukan Amputasi Gangguan Citra Diri
amputasi above knee 
Terputusnya kontinuitas
tulang, otot, saraf

Hilangnya organ
(ekstremitas)

Perubahan fisik

Gangguan citra diri
4. DO : terlihat tulang Amputasi Infeksi
femur dengan luka
Luka pasca operasi
kemerahan,
mengeluarkan pus
Invasi bakteri
kuning kental, kulit
Infeksi
sekitar luka teraba hangat

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
tulang ditandai dengan nyeri pada stump
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hilangnya ekstremitas ditandai
dengan bedrest.
3. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan fisik ditandai dengan
hilangnya anggota tubuh.
4. Infeksi berhubungan dengan luka pasca operasi ditandai dengan pus purulen.

D. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Gangguan rasa nyeri hilang /  Kaji TTV dan  Untuk menentukan
nyaman : nyeri skala nyeri intervensi
berkurang dengan
b.d terputusnya selanjutnya
kriteria hasil :
kontinuitas  Napas dalam
tulang d.d nyeri  Klien  Ajarkan tekhik merupakan
pada stump napas dalam, tekhnik relaksasi
menyatakn
relaksasi dan untuk mengurangi
nyeri hilang
distraksi rasa nyeri,
 Skala nyeri distraksi akan
membantu
berkurang
mengalihkan focus
 Ekspresi wajah klien terhadap
klien rileks nyeri
      Tinggikan  Memperlancar
stump peredaran darah
sehingga
mengurangi rasa
nyeri.
 Berikan  Mengurangi rasa
kompres hangat nyeri, tapi tidak
boleh dilakukan
jika pada luka
terbuka karena
akan membuat
pembuluh darah
bervasodilatasi
 Berikan  Mengurangi rasa
massage nyeri dan
membuat klien
lebih nyaman,
jangan massage
Kolaborasi : pada area luka
 Berikan  Obat pereda nyeri
analgetik

2. Gangguan Mencapai mobilitas Mandiri :


mobilitas fisik mandiri dengan  Kaji derajat  Mengetahui
b.d hilangnya kriteria hasil sbb : imobilisasi. kemampuan klien
ekstremitas d.d  Memperlihatkan dalam aktivitas.
bedrest. rentang gerak  Dorong  Mempercepat
aktif. partisipasi pada klien untuk dapat
 Tetap seimbang aktivitas bermobilisasi.
saat duduk dan terapeutik,
berpindah misalnya
tempat. perubahan
 Meningkatkan posisi : berdiri
kekuatan dan setelah duduk
ketahanan. atau berdiri
 Mampu dengan satu kaki
menggunakan
prostesis  Dekatkan alat-  Memudahkan
dengan aman. alat yang klien dalam
 Mempu dibutuhkan memenuhi
menggunakan klien. kebutuhannya
alat bantu saat secara mandiri.
mobilisasi.
 Mencegah
 Dorong klien
kontraktur sendi.
untuk
melakukan
latihan gerak
sendi (ROM) :
latihan panggul
dan lutut pada
klien amputasi
bawah lutut,
latihan pinggul
untuk klien
amputasi atas
lutut dan latihan
pada tungkai
yang
diamputasi.
 Menguatkan otot
 Dorong klien
dan mencegah
untuk
atrofi.
melakukan
latihan otot.
 Menghindari
 Merubah posisi
dekubitus.
setiap 3-4 jam
sekali dan
gunakan kasur
busa.
 Bantu klien  Membantu klien
dalam dalam mobilisasi.
mobilisasi
dengan kursi
roda, kruk, atau
tongkat.
 Memudahkan
 Ajarkan klien
mobilisasi.
menggunakan
prostesis.

Kolaborasi :
 Ahli fisioterapi  Membantu
dan ahli penyembuhan
prostesis. klien.
3. Gangguan citra Memperlihatkan Mandiri :
diri b.d peningkatan citra  Identifikasi  Memfasilitasi
perubahan fisik diri dengan kriteria sikap positif rehabilitasi.
d.d hilangnya hasil sbb : klien.
anggota tubuh.  Menerima  Jalin hubungan  Klien mau
perubahan citra saling percaya mengungkapkan
diri. dengan klien. perasaannya.
 Berpartisipasi  Dorong klien  Melatih
dalam aktivitas untuk melihat, penerimaan diri
perawatan diri. merasakan, klien.
 Memperlihatkan kemudian
peningkatan melakukan
kemandirian. perawatan pada
 Memperlihatkan sisa tungkai.
rasa percaya  Sertakan  Memberi
diri. keluarga dalam dukungan agar
mendukung klien tidak merasa
klien. sendiri.
 Bantu klien  Klien mempunyai
mencapai tujuan kekuatan dan
realistik secara percaya diri untuk
bertahap. mencegah frustasi.

Kolaborasi
 Konsultasi  Membantu klien
dengan psikolog dalam penerimaan
jika diperlukan. dirinya.
4. Infeksi b.d luka Infeksi berhenti dan  Kaji adanya  Untuk
pasca operasi d.d tidak menyebar tanda-tanda menentukan
pus purulen dengan kriteria : infeksi dan intervensi
 Nilai Leukosit derajat selanjutnya
normal keparahan
 Luka tidak infeksi
kemerahan  Ganti balutan  Mencegah
 Luka tidak secara teratur masuknya
mengeluarkan dengan tekhnik mikroorganisme
pus steril lain penyebab
 Luka tidak infeksi
bengkak  Cuci tangan  Menghindari
 Luka tidak sebelum dan penyebaran infeksi
panas sesudah
melakukan
perawatan luka
 Jaga lingkungan  Mencegah infeksi
pasien agar dan mencegah
aman, bersih dan luka pada pasien
nyaman bertambah

BAB III

SEVEN JUMP
Kasus

Tn. M, 34 tahun, mengalami kecelakaan lalu lintas 2 bulan yang lalu. Kaki kanannya remuk,
kemudian klien berobat ke alternative namun setelah 1,5 bulan tidak mengalami
penyembuhan. Akhirnya klien dibawa ke emergency RSHS. Klien didiagnosa gas ganggren
pada femur dexstra. Setelah mendapat informant consent, klien dilakukan amputasi above
knee. Saat ini tampak luka amputasi dengan kondisi luka sebagai berikut: tampak tulang
femur yang dikelilingi luka berwarna kemerahan, pada bagian tepi luka tampak masih
mengeluarkan pus (5 cc) berwarna kuning kental, terdapt 10 jahitan luka, kulit sekitar luka
teraba hangat, klien masih bedrest di tempat tidur karena lemah dan nyeri bila stump
digerakkan. TTV: TD = 110/80 mmHg, N = 92x/menit, S = 37,6˚C, RR = 18x/menit.

Step 1

1. Stump : tarikan kulit yang bentuknya bulat.

2. Gas gangren : kematian jaringan yang berbau busuk dan bisa berasal dari pus itu
sendiri.

3. Above knee : bagian lutut ke atas.

4. Femur dexstra : bagian paha sebelah kanan.

Step 2

1. Bagaimana cici-ciri luka setelah diamputasi?

2. Apakah ada infeksi bakteri?

3. Kenapa disekitar luka hangat?

4. Indikasi amputasi?

5. Apa luka diperparah karena pengobatan alternatif?

6. Perawatan luka buat amputasi?

7. Dampak psikososial akibat amputasi?

8. Etiologi gas gangren?

9. Kenapa pus kuning kental?


10. Apa saja inform consent?

11. Komplikasi?

12. Penatalaksanaan (farmako dan nonfarmako)?

13. Berapa lam penyembuhan kembali jaringan normal setelah amputasi?

14. Peran perawat dan universal precaution?

15. Mengapa stump bila digerakkan timbul nyeri?

16. Pada awal fraktur, klsifikasi fraktur apa?

17. tampak femur, jahitannya di bagian mana?

18. Pemeriksaan diagnostik?

19. Setelah amputasi apakah masih gas gangren?

20. Faktor resiko?

21. Dampak negative pengobatan alternatif?

22. Penanganan fraktur/remuk?

23. Apakah amputasi yang dilakukan terlalu dini?

24. Bagaimana tindakan perawat supaya tidak menyinggung klien ketika merawat pasien?

25. Diagnosis medis?

Step 3

23. 1,5 bulan tidak terlalu dini karena sudah ada gas gangren → adanya jaringan mati dan
berbau maka harus diamputasi.

21. Udah patah malah dipijat bisa mengakibatkan urat tertarik dan bisa makin parah, bisa
juga remuk terus angulsi dan dapat terjadi pecahnya pembuluh darah.

4. Indikasinya nekrosis jaringan.

10. Akibat tidak dilakukan amputasi, bagaimana bentuk tubuh klien, harus ada
persetujuan dari klien dan keluarga.

24. Menggunakan masker sebelum bertemu klien dan melakukan interaksi dengan klien,
tidak memperlihatkan ekspresi yang kurang baik dan berlebihan (jijik).
7. Syok dan merasa kehilangan → stress, cita diri ↓. Spiritual ditingkatkan,
meningkatkan kepercayaan diri klien agar klien tidak malu dalam melaksanakan
mekanisme koping dari keluarga, menggali perasaan klien.

14. Sarung tangan steril, pakai gaun, masker, sanitasi baik dan prinsipnay harus steril.

Peran perawat : mempersiapkan klien dalam menghadapi amputasi, mempersiapkan


ruangan dan peralatan, balutan pasien, dll.

16. Fraktur communitued

3. Karena adanya inflamasi dan responnya kalor, rubor, dan adanya pus juga, dari
hipermetabolisme dan darah juga panas.

2. Adanya pus karena infeksi.

12. Tongkat dan kursi roda, kaki palsu. Antibiotik dan analgetik, Vit. C, diet TKTP.
Terapi jalan untuk meningkatkan spasme otot.

20. DM semakin cepat, parah, dan luas.

25. Amputasi.

18. Radiologi, CT Scan, MRI, pemeriksaan serologi, X-Ray, pemeriksaan lab, angiografi.

19. Tidak ada gas gangrene setelah amputasi.

8. Penatalaksanaan yang salah dan tidak steril, hormon insulin (DM), gangguan
vaskuler, karena stress jaringan.

5. Iya, karena tidak steril dan pengobatan yang salah.

22. - Adanya bone graft → cangkok tulang (diambil dari iliaka)

- Kompres dingin, balutan luka/bidai yang ketat dan tidak ada pijatannya.

- Fiksasi internal

9. Adanya invasi bakteri. Bau berasal dari racun bakteri yang keluar, pus dari makrofag.

17. Dijahitnya 1/3 distal, dengan jahitan kosmetik.

11. Infeksi, DIC, perdarahan, sakit meskipun sudah tidak ada angota tubuh itu tapi merasa
masih ada.

15. Karena ditarik stumpnya nyeri, ada pengaruh rangsangan saraf.

6. Prinsipnya steril, universal precaution dijaga, balutan steril, immobilisasi, balutan gak
boleh bash dan harus kering, pakai kasa steril dan perban.
Step 4

Kecelakaan

Trauma

Fraktur communitif

Penanganan yang kurang tepat (alternatif)

Gas gangren

Amputasi

Antibiotik →Invasi bakteri Stump Imflamasi

↓ ↓

Keluar pus & bau ←Inflamasi Nyeri ← analgesic

Nyeri ← Histamine, bradikinin

Kalor, rubor

Step 5

LO no 1 dan 14.

Askep dan patof

Penkes

Phantom limb

Latihan ROM aktif dan pasif


Alat bantu apa saja

IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Amputasi adalah merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir
manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang
lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
amputasi merupakan pilihan pembedahan yang terakhir, dimana sedapat mungkin
dilakukan prosedur bedah yang mempertahankan ekstremitas. Namun pada beberapa
kondisi, antara lain pada sarkoma jaringan lunak yang sudah menginfiltrasi semua
struktur lokal di ekstremitas, amputasi merupakan pilihan.
4.2 Saran
Untuk mencegah amputasi maka kita harus mengobati luka yang ada dengan tepat
karena kalau tidak diobati akan terjadi gangguan vaskuler dan akan mengakibatkan
nekrosis jaringan yang kalau di biarkan harus di amputasi untuk mencegah
penyebaran nekrotik

V
DAFTAR PUSTAKA
Suratun.dkk.2008.klien gangguan sistem muskuloskeletal seri Asuhan
Keperawatan.Jakarta: EGC

Brunner & suddart.2001. Kep.Medikal Bedah,Jakarta:EGC

Guyton hall.2002.Fisiologi kedokteran.Jakarta : EGC

Amputasi http//:www.Nursingspirit.blogspot.com/2009/07/ (Diakses Senin, 13


Desember 2010)

Asuhan Keperawatan Amputasi http//: www.kardi-blogspot.com/2008/11/akept-


amputasi.Html (Diakses Selasa, 14 Desember 2010)
LAMPIRAN

PATOFISIOLOGI
Kecelakaan lalu lintas

Fraktur

Defisit pengetahuan Penanganan yang salah


Informasi Nekrosis jaringan

Gas ganggren

terputusnya kontinuitas tlg otot saraf amputasi

hilang organ luka pasca amputasi

gangguan citra diri invasi bakteri infeksi

inflamasi kalor, rubor, dolor

saraf terputus vasokontriksi dilatasi histamine, bradikinin

ujung saraf makrofag, leukosit menekan saraf

merangsang hipotalamus menempel pada jaringan luka Nyeri

persepsi nyeri pus yang purulen

phantom limb

pasang stump

gangguan mobilitas fisik

You might also like