You are on page 1of 3

Pasar Bebas dan Etika

30 Jan 2010

• Opini

• Republika

Thomas Koten

Direktur Social Development Center

Di pintu gerbang era berlakunya Perjanjian Perdagangan Pasar Bebas ASEAN-Cina, industri dalam
negeri diliputi kekhawatiran yang sangat tinggi. Yang dikhawatirkan adalah hancurnya industri
dalam negeri karena kalah bersaing di tengah membanjirnya produk luar negeri, khususnya Cina,
yang telah bertahun-tahun menguasai Indonesia.

Di samping itu, Indonesia belakangan ini masih juga terus membanggakan pertumbuhan
ekonominya. Namun, sebenarnya, keadaan ini tidak berkualitas lantaran hanya ditopang konsumsi
dan ekspor produk primer. Semua itu tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan
mengurangi angka kemiskinan secara absolut. Masyarakat pun terus saja rentan menjadi miskin
jika penguasaan teknologi ekonomi kita tidak berkembang.

Hal ini mengingat apa yang dikatakan J Gremillion, seorang ekonom yang sangat mendukung
pasar bebas, bahwa salah satu ukuran kemajuan suatu bangsa dan keberhasilan suatu
pemerintahan di era pasar bebas adalah tingkat kemampuannya untuk menguasai teknologi
ekonomi. Namun, persoalan yang dihadapi Indonesia bukanlah sendirian. Masih banyak negara
lain, khususnya negara-negara berkembang. Sehingga, kepincangan dan ketidakadilan global akan
terus membuntuti kencangnya persaingan di era pasar bebas ini. Lalu, apa yang mesti dilakukan?
teknologi ekonomi

Negara-negara yang terlibat dalam gelombang pasar bebas, menurut Gremillion, mesti memahami
bahwa pada era sekarang ini sedang didominasi oleh sebuah rancangan pembangunan dunia yang
dikenal sebagai Marshall Plan yang menjadi batu sendi interpen-densi global yang terus memintai
dunia. Biar bagaimanapun rancangan pembangunan dunia yang mengglobal itu selalu memiliki
sasaran ekonomi dengan penguasaan pada kemajuan teknologi ekonomi yang akan terus menjadi
pe-nyanggah bagi kekuatan negara atau pemerintahan.

Artinya, dari penguasaan teknologi ekonomi itulah, segala kekuatan arus modal
investasi dan barang-barang hasil produksi tidak menjadi kekuatan negatif yang terus
menggerogoti dan melumpuhkan kekuatan negara.Karena, senang atau tidak, kita
sekarang sedang digiring masuk dalam suatu era baru pada percaturan ekonomi dan
politik global yang diikuti dengan era pasar bebas yang diba-luti semangat kapitalisme
yang membuntuti filosofi modal tak lagi berbendera dan peredaran barang tak lagi
bertuan.

Ini jelas menimbulkan paradigma-paradigma baru yang di dalamnya semua bergerak


berlandaskan pada pergerakan modal investasi dan barang produksi yang tidak berbendera dan
tidak bertuan, yang akan terus menjadi batu sendi interpen-densi global yang terus memintai
dunia.

Yang menimbulkan persoalan ke depan adalah bagaimana supaya korporasi bisnis yang akan
meningkat tajam dalam skala global ini tidak menimbulkan implikasi inefisiensi dan mislokasi
sumber daya. Dan, pada gilirannya, ketidakadilan global menganga lebar dan kesejahteraan dunia
akan menurun drastis.

Ketidakadilan akan sangat dirasakan oleh negara-negara yang belum maju teknologi ekonominya,
seperti Indonesia yang sangat menginginkan dana investasi untuk menyegarkan dan
menggerakkan kembali roda perekonomian demi meningkatkan daya saing di bidang produksi.

Namun, harus diingat bahwa efek investasi pun tidak bisa dianggap ringan. Lihat, bagaimana telah
terjadinya kasus korupsi yang dilakukan oleh investor asing.Contohnya adalah apa yang tertera
dalam buku yang diterbitkan oleh Transparency International (TI). Global Corruption Report
(2004) secara mengejutkan menampilkan data-data tentang korupsi oleh investor asing,
khususnya tentang bagaimana investor asing menyuap pejabat-pejabat negara.

Etika global

Apabila pola pergerakan investasi dan hasil produksi, misalnya, mengalami perubahan drastis,
perlu diperhatikan berbagai hal. Pertama, tindakan tertentu dari suatu pemerintahan sebuah
negara untuk melindungi tujuan nasionahiya akan mengakibatkan menurunnya kesejahteraan
secara global. Meskipun tindakan itu memberikan manfaat bagi ekonomi domestiknya, tidak dapat
dimungkiri bahwa net cost akan muncul di tempat lain.

Kedua, harus disadari bahwa negara, memiliki fungsi legitimasi Sjang menimbulkan gejala untuk
korporasi global. Maka", muncullah pertanyaan, bagaimana membedakan anta-rangsiegilunasi
pemerintah dengjJji fungsi mendorong kesejahteraan dunia.

Ketiga, konflik akan muncul antara pemerintah berbagai negara dan antara berbagai kepentingan
usaha. Apabilakon-flik ini terus berlangsung, yang terjadi adalah terabainya kesejahteraan
masyarakat. Maka, solusi apa yang yang harus diambil?

Menurut Bergsten dan Graham, dua ahli ekonomi pembangunan dan politik, menegaskan bahwa
diperlukan semacam konklusi, yakni adanya strategi untuk restrukturisasi dan tertib internasional
untuk menjamin terbentuknya pola investasi internasional beserta barang-barang produksinya, di
mana alokasi yang tidak efisien dapat dihindarkan agar nasib rakyat miskin di dunia tidak
terabaikan, kesejahteraan masyarakat dunia dapat tercipta, dan jurang ketidakadilan antarnegara
dapat dipersempit.

Yang terpenting adalah diperlukan bangunan etika global yang berperan mem-6acfc up setiap
penyelewengan yang terjadi di belantara pasar bebas.Kemiskinan, kemelaratan, dan ketidakadilan
yang terdapat di dunia yang menimpa negara-negara miskin hakikatnya tidak lagi akibat
kesalahan negara-negara bersangkutan sehingga itu pun menjadi tanggung jawab global pula.
Kesejahteraan bersama dan keadilan global pun merupakan sebuah fiksi moral dan wujud perilaku
etis global pula.

Kesejahteraan dan keadilan global merupakan sesuatu yang tercipta oleh keharmonisan berbagai
kepentingan yang selalu memerhatikan nilai-nilai moral dan tata etika yang dianut
umum.Maksudnya, perilaku etis global adalah perilaku negara-negara yang bertanggung jawab
atas nasib masyarakat dunia. Negara-negara yang bertindak etis adalah negara-negara yang
bertanggung jawab atas nasib dunia yang pincang akibat menggelindingnya pasar bebas ini. Jika
ini terjadi, perwajahan ekonomi dan politik global tidak akan kehilangan rona kemanusiaannya.

Entitas terkait6acfc |Apabila |Biar |Contohnya |Etika |Indonesia |Jji |Kesejahteraan |


Ketidakadilan |Masyarakat |Sjang |Marshall Plan |Menurut Bergsten |Pasar Bebas |
Thomas Koten |Transparency International |Global Corruption Report |Direktur Social
Development Center |Perjanjian Perdagangan Pasar Bebas |Ringkasan Artikel Ini
Artinya, dari penguasaan teknologi ekonomi itulah, segala kekuatan arus modal
investasi dan barang-barang hasil produksi tidak menjadi kekuatan negatif yang terus
menggerogoti dan melumpuhkan kekuatan negara.Karena, senang atau tidak, kita
sekarang sedang digiring masuk dalam suatu era baru pada percaturan ekonomi dan
politik global yang diikuti dengan era pasar bebas yang diba-luti semangat kapitalisme
yang membuntuti filosofi modal tak lagi berbendera dan peredaran barang tak lagi
bertuan. Ini jelas menimbulkan paradigma-paradigma baru yang di dalamnya semua
bergerak berlandaskan pada pergerakan modal investasi dan barang produksi yang
tidak berbendera dan tidak bertuan, yang akan terus menjadi batu sendi interpen-densi
global yang terus memintai dunia. Yang terpenting adalah diperlukan bangunan etika
global yang berperan mem-6acfc up setiap penyelewengan yang terjadi di belantara
pasar bebas.Kemiskinan, kemelaratan, dan ketidakadilan yang terdapat di dunia yang
menimpa negara-negara miskin hakikatnya tidak lagi akibat kesalahan negara-negara
bersangkutan sehingga itu pun menjadi tanggung jawab global pula. Kesejahteraan dan
keadilan global merupakan sesuatu yang tercipta oleh keharmonisan berbagai
kepentingan yang selalu memerhatikan nilai-nilai moral dan tata etika yang dianut
umum.Maksudnya, perilaku etis global adalah perilaku negara-negara yang bertanggung
jawab atas nasib masyarakat dunia.

Jumlah kata di Artikel : 836


Jumlah kata di Summary : 196
Ratio : 0,234

*Ringkasan berita ini dibuat otomatis dengan bantuan mesin. Saran atau masukan dibutuhkan
untuk keperluan pengembangan perangkat ini dan dapat dialamatkan ke tech at mediatrac
net.Pendapat Anda

You might also like