Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Absen : 08
BATANG
PERMASALAHAN
KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA
Dari berbagai faktor tersebut mungkin kita akan mengatakan bahwa tenaga kerja justu
menjadi masalah bagi bangsa ini. Apakah kita akan selalau berpikir seperti itu?
Mungkin negaa ini akan tersu terkutat dengan masalah tersebut. Jika melihat data
pengangguran di Indonesia pada Agustus tahun 2006 sebesar 10,93 orang kemudian
pada tahun 2007 (bulan Agustus) sebesar 10,01 juta. Kemudian angka pengangguran
di Indonesia pada Agustus 2008 mencapai 9,39 juta. (Data: Olahan dari BPS dan dai
berbagai sumber)
Setelah melihat data tersebut angka pengangguran mengalami penurunan dari tahun
ke tahun (saya percaya angka ini mungkin turun, jika anda melihat dari sumber lain
mungkin angka pengangguran di Indonesia justru mengalami kenikan, terutama
angka kemiskinan). Sedangkan berdasarkan data tersebut justru yang meningkat
adalah jasa kemasyarakatan yang terdiri dari pembantu rumah tangga, pertukangan
baik tukang kayu dan tukang batu dan jasa cleaning services yang naiak 1,08 juta
orang. Saya sakin anda sebagai mahasiswa tidak mau masuk ke lapangan pekejaan in.
Kemudian melihat angka yang masih sampai 9,39 juta pada tahun 2008 mungkin
angka ini sama dengan jumlah beberapa kota/kabupaten di Indonesia mungkin angka
ini lebih besar dari beberapa daerah tersebut.
• perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum (ayat 3);
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan
atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4);
• perubahan atau penambahan syarat-syarat tersebut diatas diatur lebih lanjut dalam
• hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian tertulis antara
perusahaan lain dan pekerja yang dipekerjakannya (ayat 6)
• hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh dapat didasarkan pada
perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (ayat 7);
• bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai pekerjaan
yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa perusahaan
lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan
perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi hubungan kerja antara
pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan (ayat 8).
Outsourcing berasal dari bahasa Inggris yang berarti “alih daya”. Outsourcing
mempunyai nama lain yaitu “contracting out” merupakan sebuah pemindahan operasi
dari satu perusahaan ke tempat lain. Hal ini biasanya dilakukan untuk memperkecil
biaya produksi atau untuk memusatkan perhatian kepada hal lain.Di negara-negara
maju seperti Amerika & Eropa, pemanfaatan Outsourcing sudah sedemikian
mengglobal sehingga menjadi sarana perusahaan untuk lebih berkonsentrasi pada
core businessnya sehingga lebih fokus pada keunggulan produk servicenya.
Inilah yang menjadi pemikiran bagi para karyawan, dimana outsourcing hanya
dianggap sebagai suatu upaya bagi perusahaan untuk melepaskan tanggungjawabnya
kepada kayawan, dengan alas an efesiensi dan efektifitas pekerjaan, outsourching ini
dilakukan.
Maka dalam outsourcing (Alih daya) sebagai suatu penyediaan tenaga kerja
oleh pihak lain dilakukan dengan terlebih dahulu memisahkan antara pekerjaan utama
(core business) dengan pekerjaan penunjang perusahaan (non core business) dalam
suatu dokumen tertulis yang disusun oleh manajemen perusahaan. Dalam melakukan
outsourcing perusahaan pengguna jasa outsourcing bekerjasama dengan perusahaan
outsourcing, dimana hubungan hukumnya diwujudkan dalam suatu perjanjian
kerjasama yang memuat antara lain tentang jangka waktu perjanjian serta bidang-
bidang apa saja yang merupakan bentuk kerjasama outsourcing. Karyawan
outsourcing menandatangani perjanjian kerja dengan perusahaan outsourcing untuk
ditempatkan di perusahaan pengguna outsourcing.
Chandra dan Hendro. 2006. Be A Smart And Good Entrepeneur. Bekasi: CLA
Publishing.
Disusun oleh:
Absen : 36
BATANG
Akar Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia
Peluang kerja terbuka bagi tenaga kerja Indonesia, meskipun Pemerintah Malaysia
menerapkan aturan yang ketat dalam berbagai hal, termasuk dalam masalah
ketenagakerjaan.
Indonesia dan Malaysia adalah dua negara yang memiliki persamaan dan
keseragaman dalam berbagai hal. Paling mencolok dari fenomena tersebut adalah ras
dan agama. Masing-masing negara didominasi oleh penduduk dengan ras Melayu dan
budaya dan bahasa. Kalau kita cermati budaya dan bahasa yang ada di kedua negara
Berdasarkan sejarah rakyat Indonesia memiliki ikatan yang kuat dengan rakyat di
Malaka dan berbagai migrasi baik dari Indonesia ke Malaysia. Atau sebaliknya sudah
Sulawesi, dampaknya Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia
bangsa Eropa, baik Indonesia yang dijajah Belanda atau pun Malaysia yang dijajah
Inggris harus terpisahkan oleh batas teritorial dan legal formal kenegaraan. Sehingga,
muncullah istilah Melayu Indonesia dan Melayu Malaysia. Akan tetapi kedua negara
ini sulit dibedakan karena memiliki akar budaya dan sejarah yang sama.
Pada perjalananya, baik Malaysia atau pun Indonesia memilih jalan sendiri-sendiri.
Terutama dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial. Indonesia dengan arsitek
pembangunan yang lebih agresif dari Malaysia mencoba membangun negara dengan
lebih mengedepankan sektor pendidikan yang memiliki nilai investasi jangka panjang
bagi bangsanya. Di antara kedua pilihan tersebut tidak ada yang dianggap lebih baik
atau buruk dalam konsep perdebatan. Tetapi, realitalah yang akan membuktikan.
Malaysia mampu unggul dalam jangka panjang. Khususnya di era globalisasi seperti
saat ini.
Kegagalan Indonesia dalam membangun menyebabkan permasalahan dalam bidang
ekonomi khususnya excess labour. Dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta
pemerintah ternyata tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang layak dan
menjanjikan. Permasalahan ini disebabkan oleh banyak faktor. Tetapi, yang paling
Permasalahan salah urus negara yang paling mencuat adalah tentang korupsi dan
buruknya kreativitas decision maker. Sehinnga, ada atau tidaknya pemerintah tanpa
beraktivitas. Kelebihan tenaga kerja ini menyebabkan adanya arus migrasi dari
Pada sisi yang lain ternyata hasil investasi jangka panjang Malaysia memberikan
kondisi kehidupan di Malaysia terasa lebih baik dan menggiurkan bagi warga
Indonesia.
Secara alamiah maka terjadilah arus pergerakan tenaga kerja ke Malaysia. Mengingat
negara ini memiliki akar budaya dan kesamaan adat istiadat. Sehingga, setiap tenaga
kerja Indonesia (TKI) yang hijrah ke Malaysia tidak perlu belajar lebih lama dalam
bidang budaya dan bahasa. Ditambah lagi banyaknya kesempatan yang menjanjikan
ringgit di negeri jiran ini dikarenakan proporsi jumlah penduduk dan perekonomian
Menurut data Imigrasi Malaysia ada dua juta TKI di Malaysia yang terdiri atas 1,2
juta TKI legal dan 800.000 ilegal telah bermukim Di Malaysia sampai dengan tahun
memiliki potensi permasalahan yang siap meledak di masa yang akan datang.
Permasalahan tersebut mengakar pada dua hal. Sumber daya manusia (SDM) buruh
migrant yang tidak memadai khusunya dalam latar belakang pendidikan dan birokrasi
Sebenarnya perekonomian Indonesia dan Malaysia sangat tergantung pada kerja sama
dalam bidang buruh migrant ini. Pada sisi Indonesia diterimnya tenaga kerja asal
dua hal. Ketersediaan tenaga kerja kasar dan bisa dibayar dengan harga yang lebih
murah, seperti di sektor perkebunan, kontruksi, jasa pembantu rumah tangga dan
manufaktur. Artinya, roda ekonomi kedua negara juga terbantu dengan kerja sama
ini.
Para TKI yang datang ke Malaysia pada kenyataannya harus melalui proses yang
resmi atau legal. Untuk mengurus izin atau permit setiap buruh migran legal harus
membayar sekitar RM 1.800 untuk izin kerja. Itu berarti bahwa dari gaji rerata
dihitung. Tapi, Wahyudi Kumorotomo, seorang pengajar FISIP UGM, tahun 2007
pada periode antara 1999-2001, misalnya, tercatat bahwa remittance dari buruh
migran ke tanah air mencapai Rp 28,29 triliun. Secara lebih jauh dapat disimpulkan
bahwa buruh migrant legal juga membayar kewajibannya kepada kedua negara secara
mahal.
Sayangnya, baik pemerintah Indonesia dan Malaysia kurang menghargai jasa dan
kontribusi mereka. Status buruh migrant atau para TKI masih dianggap rendah, atau
Hal ini bisa dilihat dari berbagai perlakuan yang diterima dari kedua negara.
Pemerintah Indonesia hanya mau menerima devisa yang dihasilkan para buruh
migrant tanpa mau mengelola secara profesional dan bertanggung jawab. Di sisi lain,
bertanggung jawab karena dengan diterimanya TKI bekerja di negaranya ini sangat
permukaan. Muhammad Iqbal (dalam tulisanya sebuah harian terbit di Jawa Timur)
mengatakan bahwa tahun 2009 merupakan tahun duka bagi TKI di Malaysia. Sebagai
contoh kasus terakhir adalah penganiayaan Siti Hajar oleh majikan dan kematian
KBRI Kuala Lumpur harus menampung sekitar 1.000 kasus TKI yang lari dari
majikan dan sekitar 600 kasus kematian TKI di Malaysia. Itu belum termasuk data di
empat Konsulat Jenderal RI di Penang, Johor Bahru, Kota Kinabalu, dan Kuching
yang diperkirakan hampir sama dengan data kasus di KBRI Kuala Lumpur.
Pihak yang sebenarnya paling bertanggung jawab atas problematika TKI di Malaysia
pada khususnya dan di luar negeri pada khususnya adalah pemerintah Indonesia.
Apabila dikelola dengan baik sebenarnya juga memberikan manfaat yang besar bagi
negara. Kalau ditinjau lebih dalam di tubuh pemerintah Indonesia ada dua hal yang
migrant yang kompetitif dan memiliki skill yang memadai dan yang kedua birokrasi
kebijakan.
SDM yang tidak memadai dan skill yang kurang justru menyebabkan permasalahan
ketika para TKI sudah sampai di tempat tujuan. Mayoritas, pekerja kasar yang datang
untuk bekerja kasar memiliki latar belakang pendidikan yang kurang memadai.
Sebagai contoh biasanya hanya lulusan sekolah menengah pertama dan sangat sedikit
yang lulus sekolah menengah atas atau bahkan perguruan tinggi. Sehingga, skill yang
dimiliki juga rendah apabila dibandingkan dengan tenaga kerja yang berasal dari
Maka terjadi kesulitan apabila menghadapi masalah atau berfikir secara jernih.
Dengan kata lain mudah sekali tertipu. Baik oleh para majikan, agent tenaga kerja,
penderitaan para tenaga kerja. Khususnya dari sisi perizinan dan pengayoman.
Pemerintah tidak bertanggung jawab dengan memastikan bahwa setiap buruh migrant
yang berangkat ke luar negeri memiliki kopetensi, skill, dan kapabilitas yang
memadai pada bidangnya. Yang diharapkan adalah mereka mau membayar pajak dan
depan. Bahkan, kerja sama antara oknum pemerintah dan agen tenaga kerja sering
kali menjerumuskan para tenaga kerja bekerja tidak sesuai bidangnya dan menarik
biaya keberangkatan yang melebihi apa yang harus dibayar oleh para pekerja.
Penderitaan para buruh migrant sebenarnya berlanjut secara terus menerus. Tidak
hanya karena kompetensi dan pemerintah yang tidak bertanggung jawab. Terlebih
dari itu oknum pemerintah terutama yang berhubungan dengan berbagai urusan
tenaga kerja seperti imigrasi dan departemen tenaga kerja sering memeras para buruh
migrant. Sebagai contoh ketika para buruh migrant ini kembali dari Malaysia ke
Para oknum ini berupaya mencari setiap kesalahan. Atau bahkan mengada-ngada
setiap kesalahan dengan ujungnya adalah meminta uang dari para TKI. Hal seperti ini
bisa ditemui di berbagai pintu kedatangan atau keberangkatan internasional.
Ironis dan lengkap sudah penderitaan para buruh migrant ini. Di tempat kerja mereka
terkadang membanting tulang tanpa mengenal lelah dengan durasi masa kerja hampir
jawab. Dan, bahkan ada sebagian oknum yang menjadikan sapi perahan.
Sebenarnya martabat mereka jauh lebih baik daripada para pegawai penyelenggara
negara atau apara oknum ini yang menyalahgunakan jabatan serta berusaha
memperkaya diri. Karena, mereka mencari jalan dan inisiatif terhadap kebuntuan dan
Chandra dan Hendro. 2006. Be A Smart And Good Entrepeneur. Bekasi: CLA
Publishing.