Professional Documents
Culture Documents
oleh
i
yang tiada batasnya kepada Penulis. Serta tidak lupa Penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman HI Universtitas Jember angkatan 2008, yang selalu
memberikan motivasi, kritikan serta canda tawanya sehingga dalam menyelesaikan
makalah ini Penulis dapat dengan bahagianya menyelesaikannya. Penulis bangga
bersama kalian.
Memang dalam penulisan makalah ini tentu masih sarat dengan
kekurangan. Oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik yang bersifat membangun
dari para pembaca yang budiman demi perbaikan makalah ini kedepannya. Akhir kata
semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Salam Hormat
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………......................................... i
DAFTAR ISI………………………………………………………………… iii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………… 6
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………….. 6
1.4 Kerangka Teori…………………………………………………….. 6
1.5 Hipotesis……………………………………………………………. 8
BAB 2 MULTINATIONAL CORPORATIONS (MNCs)….……………… 9
2.1 Pengertian MNCs………………………………………………….. 9
2.2 Pro dan Kontra Terhadap Kehadiran MNCs……………………. 11
BAB 3 INVESTASI………………………………………………………….. 16
3.1 Pengertian Investasi……………………………………………….. 16
3.2 Penentu-penentu Tingkat Investasi………………………………. 16
3.3 Jenis-jenis Investasi……………………………………………….. 17
3.4 Pro dan Kontra Terhadap Investasi……………………………… 18
BAB 4 MNCs dan KAPITALISME………………………………………… 23
4.1 Sejarah Munculnya Kapitalisme…………………………………. 25
4.2 Karateristik Kapitalisme………………………………………….. 26
4.3 MNCs dan Konsep Imperialisme..……………………………….. 26
4.3.1 Pengertian Imperialisme………………………………….. 26
4.3.2 MNCs Sebagai Imperialisme Baru (New Imperialism)…….. 27
BAB 5 PERAN MNCs TERHADAP DIMENSI BURUH………………… 32
5.1 MNCs dan Penyerapan Tenaga Kerja……………………………. 33
5.2 Eksploitasi Buruh Oleh MNCs…………………………………….. 33
iii
BAB 6 PENUTUP…………………………………………………………… 36
6.1 Kesimpulan………………………………………………………… 36
6.2 Saran……………………………………………………………….. 38
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 39
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, Qalam, Yogyakarta, 2003
1
2
dunia dengan 450.000 anak perusahaan diberbagai belahan dunia.2 Jumlah ini
kemudian bertambah menjadi 63.000 MNCs dengan sekitar 690.000 anak
perusahaan pada tahun 1998.3
Pendapatan MNCs sering kali lebih besar dari perdagangan internasional
yang dilakukan oleh negara. Hal ini menandakan bahwa peran MNCs dalam
perekonomian global tidak dapat dianggap enteng. Dari seratus ekonomi terbesar
dunia, 51 diantaranya adalah korporasi dan 49 lainnya merupakan negara.4 Hal ini
dapat berdampak terhadap bargaining position dari MNCs sering kali lebih kuat
dibandingkan bargaining position dari suatu negara. Sebagai contoh yang terjadi di
Indonesia di mana pihak asing (MNCs) dapat melakukan intervensi terhadap
pembuatan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA). Di Indonesia
yang sebelumnya membatasi ruang gerak MNCs di Indonesia pada tahun 1967.
Pihak asing hanya boleh memiliki saham sampai dengan 5% sehingga hal ini
menyebabkan ketidakleluasaan pihak asing untuk menguasai perekonomian
Indonesia.
Pihak asing ternyata tidak puas hanya mendapatkan 5% dari saham di
Indonesia, melalui perubahan UUPMA tahun 1968, pihak asing boleh memiliki
saham sampai dengan 49%. Seiring berjalannya waktu pihak asing semakin bebas
menguasai Indonesia karena pihak asing boleh memiliki saham sampai dengan 95%.
Meningkatnya peran MNCs dalam perekonomian global juga mendorong
adanya peningkatan dalam bidang investasi di berbagai negara. Foreign Direct
Investment (FDI) yang saat ini marak terjadi diyakini dapat meningkatkan kas suatu
negara dan secara tidak langsung negara dapat melakukan pembangunan yang
berkelanjutan dari adanya FDI yang dampaknya akan mampu mensejahterakan
2
Jeffry A. Frieden dan David A. Lake, International Political Economy : Prespectives On Global Power
and Wealth, Edisi Ke Empat, Routledge, New York, 1996. hal. 141.
3
Theodore H. Cohn, Global Political Economy : Theory and Practice, Edisi Ke Dua, Addison Wesley
Longman Inc, New York, 2003, hal. 319.
4
Zain Maulana, Jerat Globalisasi Neoliberal Ancaman Bagi Negara Dunia KeTiga, Riak, Yogyakarta,
2010, hal. 36.
3
rakyat. Hal ini karena FDI didasarkan pada dua asumsi pokok5, pertama, bahwa FDI
bukan sekedar aliran modal, namun mencakup suatu paket modal jangka panjang,
kemungkinan terjadinya transfer teknologi dan kemampuan manajemen yang sangat
dibutuhkan oleh negara-negara dunia ketiga untuk melakukan pembangunan
berkelanjutan dan mengurangi angka kemiskinan. Kedua, kemiskinan diartikan
sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan minimalnya,
karena kehilangan kemampuan untuk memilih dan kesempatan untuk kehidupan
yang lebih baik.
Maraknya MNCs yang tumbuh dan pergerakan investasi yang masif seperti
saat ini, terlihat jelas bahwa untuk menunjang kedua aktivitas tersebut (MNCs dan
investasi) dibutuhkan yang namanya modal (capital). Sehingga banyak para ahli
yang berpendapat bahwa MNCs dianggap sebagai agen penyebaran nilai-nilai
kapitalisme.
Namun apakah benar dengan dengan dengan meliberalisasikan pasar, dan
menarik masuknya MNCs untuk beroperasi dan menanamkan modalnya di sini akan
membuat negara kita semakin kuat dalam perekonomian yang dapat berdampak
pada kesejahteraan rakyat banyak seperti, yang terkandung dalam Undang-Undang
Dasar 45 (UUD 45)? Bukankah para pemikir kritis menyebutkan bahwa capitalism
is a greedy development?
Saat ini negara-negara di kawasan Amerika Latin seperti, Venezuela yang
dipimpin Hugo Chavez, Bolivia yang dipimpin oleh Evo Morales berusaha keras
untuk menasionalisasikan aset-aset negara mereka dari tangan MNCs. Selain itu
bagaimana gerakan revolusioner Sandinista di Nikaragua yang berusaha untuk terus
melawan nilai-nilai neoliberalisme.
Bahkan di Amerika Latin saat ini sedang terjadi fenomena bangkitnya
perlawanan “kiri” terhadap agenda neoliberalisme yang sarat akan nilai-nilai
kapitalisme. Ini dapat dilihat dari kemenangan presiden-presiden yang beraliran
“kiri” seperti Hugo Chavez, Evo Morales. Sekarang, para pemimpin populis ini
5
Carl, Aaron, The Contribution of FDI TO Poverty Alleviation, FLAS, hal. 1.
4
Selain para nelayan, dampak rusaknya dari kegiatan penambangan ini juga
dirasakan oleh sebagian petani jeruk di daerah sekitar tempat penambangan. Untuk
beroperasinya PT. IMN menggunakan air yang berasal dari Sungai Kali Baru untuk
mengekstraksi emas. Padahal Sungai Kali Baru sudah sejak lama digunakan untuk
memenuhi kebutuhan irigasi pertanian. Pada saat yang sama, PT. IMN juga merusak
Gunung Tumpang Pitu, yang dibawahnya terdapat perkebunan jeruk dan pertanian
pangan warga. Padahal kawasan ini menghidupi ratusan petani jeruk. Hal ini belum
ditambah dengan kondisi bagaimana warga lokal, yang dari sejak lahir telah berada
di situ namun tidak mendapatkan manfaat yang optimal dari kekayaan alamnya.
Walaupun warga sekitar dapat dampak limpahan dari beroperasinya PT.
IMN seperti terserapnya warga lokal untuk jadi tenaga kerja dan terbukanya lahan
untuk berwirausaha. Namun warga lokal di sekitar lingkungan beroperasinya PT.
IMN dianggap belum memiliki keterampilan dalam bidang pertambangan, hal ini
mengakibatkan mereka (warga lokal) hanya bekerja dengan jabatan yang rendah,
seperti office boy, cleaning service, security dan jabatan-jabatan rendah lainnya.
Namun untuk jabatan strategis tetap saja PT. IMN menggunakan orang luar yang
dianggap berkompeten dibidangnya. Dari hal di atas kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa keuntungan yang paling besar diraih oleh PT. IMN yang
melakukan penambangan.
Melihat dari fenomena bangkitnya perlawanan “kiri” di Amerika Latin
terhadap agenda-agenda neoliberalisme dan kasus yang pernah terjadi di Kabupaten
Banyuwangi yang sangat berpotensi menimbulkan konflik yang dapat berujung
kepada disintegrasi bangsa. Berdasarkan pemaparan singkat di atas maka penulis
tertarik untuk menganalisisnya dalam makalah yang berjudul :
“Pengaruh Multinational Corporations (MNCs) Sebagai Agen Penyebaran Nilai-
nilai Kapitalisme di Indonesia (dibidang investasi dan eksploitasi terhadap
buruh)”
6
6
Moh.Nasir, Ph.D, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal.133
7
7
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2007, hal. 242.
8
Rupert Woodfin dan Oscar Zarate, Marxisme Unutk Pemula, Resist Book, Yogyakarta, 2008, hal. 58.
8
pada adanya hubungan sosial dengan tenaga kerja yang terkandung di dalamnya. 9
Menurut Marx, hukum ekonomi kapitalis adalah ekuivalensi, jadi harga bahan baku
+ harga tenaga kerja = harga komoditas.10 Marx lalu menunjukkan bahwa nilai lebih
ini diperoleh karena pekerja bekerja melampaui waktu yang wajar. Kelebihan waktu
itu adalah kerja tanpa upah. Inilah salah satu dari nilai kapitalisme yakni eksploitatif
di mana proses akumulasi modal adalah proses dari prampasan dari kaum buruh
sendiri, yaitu tenaga lebihnya tak dibayar dan menjadi keuntungan kapitalis.
1.5 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang diangkat
dalam penelitian, kebenarannya harus diuji secara empiris. Sehingga secara implisit,
hipotesis juga menyatakan prediksi.11
Hipotesis yang penulis ajukan berkaitan dengan permasalahan dalam tulisan
ini adalah : MNCs merupakan agen penyebar nilai-nilai kapitalisme
(ekspolitasi, ekspansi, dan akumulasi) dalam dimensi buruh (pekerja) dan
investasi di Indonesia.
9
Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008,
hal. 102.
10
F. Budi Hardiman, Op. Cit., hal. 243.
11
Sumardi, Suryabrata, Metodologi Penelitian, Rajawali Pers, Jakarta, 1997, hal. 69.
BAB 2
MULTINATIONAL CORPORATIONS (MNCs)
12
Michael J. Carbaugh, Inernational Economics, South-Western College Publishing, Cincinnati, 2000
13
Carbaugh, Op. Cit., hal.312-315.
9
10
14
David Balaam dan Michael Vesseth, Introduction to International Political Economy, Pretince Hall,
New Jersey, 2001
15
http://www.astra-honda.com/index.php/berita/view/195, diakses pada tanggal 29 Oktober 2010
12
16
http://forum.otomotifnet.com/forum/archive/index.php/t-7641.html, diakses pada tanggal 29 Oktober
2010
17
http://www.zonaindo.com/2010/06/thailand-krisis-pabrik-fortuner-pindah.html, diakses pada tanggal 27
Oktober 2010
13
pada permintaan, maka posisi tawar MNCs akan lebih besar daripada posisi tawar
pemerintah, dimana MNCs memainkan politik “take it or leave it”.
Untuk masalah kesejahteraan kaum buruh misalnya kita ambil contoh
seorang pekerja level supervisor yang bekerja pada pabrik Nike yang hanya
memperoleh US$ 18 per hari, di mana seorang Philip H. Knight, Presiden dari Nike
Inc. dapat memperoleh US$ 4526 per hari.18 Berdasarkan fakta tersebut, dapat kita
bayangkan bagaimana dengan upah mereka yang bekerja sebagai buruh kasar.
Selain itu, ada juga ketentuan lain mengenai pesangon yang merugikan buruh dan
pekerja, yaitu ketika perusahaan tutup karena alasan force majeur, maka
perusahaan tidak wajib membayar uang pesangon kepada buruh atau pekerja.
Dampak ini belum dilihat dari faktor lingkungan di mana tempat MNCs
tersebut beroperasi. Banyak kasus yang terjadi akibat beroperasinya suatu MNCs di
suatu negara merusak alam/lingkungan hidup negara tersebut dan warga sekitarnya
lah yang harus menanggung kerugian dari aktivitas MNCs tersebut. Sebagai contoh
adalah PT. Freeport Indonesia. Freeport adalah salah satu perusahaan tambang
emas terbesar di dunia di Provinsi Papua Barat. PT. Freeport Indonesia mulai
beroperasi sejak tahun 1967 atas izin pemerintah semasa Orde Baru. Dari jangka
waktu yang sudah sekian lama memberikan dampak kerusakan lingkungan yang
parah di Papua Barat. Mungkin kita masih ingat kejadian longsor di sekitar
tambang emas PT. Freeport pada tahun 2008. Longsor yang terjadi di sekitar areal
tambang emas PT. Freeport Indonesia di Mimika, Provinsi Papua tak semata-mata
karena kawasan tersebut terjal ataupun karena timpaan hujan deras. Tetapi ini bukti
bahwa daya dukung kawasan tersebut tak mampu menanggung beban kerusakan
lingkungan karena penambangan.19
Memang sebagian besar MNCs telah menerapkan konsep Corporate Social
Responsibility (CSR). CSR menurut Bauer dapat diartikan sebagai, “corporate
18
http://aiviniezt.blogspot.com/2010/09/menilik-keberadaan-mnc-di-indonesia.html, diakses pada tanggal
27 Oktober 2010
19
http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0063&ikey=1, diakses pada tanggal 31 Oktober
2010
14
20
Archie. B. Carroll, Business and Society: Ethics and Stakeholder Management, 3rd edition, South
Western College Publishing, 1996, hal. 31-32.
21
Yulius P. Hemawan, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi,
Graha Ilmu, Yogyakarta, 2007, hal. 226.
15
dibandingkan negara dan kadang negara juga mempunyai posisi tawar yang lebih
kuat dibandingkan MNCs.
BAB 3
INVESTASI
22
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Ekonomi Makroekonomi, Edisi Kedua, Rajawali Pers, Bandung,
1994, hal. 107.
23
Sadono Sukirno, Op.Cit, hal. 107.
24
Sadono Sukirno, Op.Cit, hal. 109.
16
17
25
Ha jooj Chang and Illene Grabel, Membongkar Mitos Neolib;Upaya Merebut kembali Makna
Pembangunan, Insist Press, Yogyakarta, 2008, hal. 106.
18
menjadi salah satu tujuan utama.26 Diperkirakan, angkanya mencapai USD 671
miliar27. Sebagai catatan, investasi asing oleh perusahaan multinasional di negara
berkembang meningkat pesat dari US$ 13 miliar pada tahun1981 menjadi US$ 25
miliar pada tahun 1991. Namun hadirnya investasi asing (FDI) juga patut
dipertanyakan. Meski membawa arus modal yang sangat besar, kehadiran investasi
asing tidak serta-merta mengatasi problema pembangunan. Mengapa demikian?.
Ada enam analisa mengenai investasi di Indonesia, yaitu28 :
1. Motif Investasi
Aktivitas investasi asing di Indonesia sebagian besar tak terlepas dari
adanya sebuah motif penguasaan atas sumber kekayaan alam seperti eksplorasi
minyak, pertambangan, dan penebangan hutan. Dalam perkembangannnya
kegiatan eksplorasi ini semakin menjurus ke arah eksploitasi alam yang
berpotensi menghancurkan daya dukung lingkungan dan peminggiran
masyarakat lokal.
Suatu contoh longsor yang terjadi di sekitar area tambang PT. Freeport
Indonesia pada bulan Mei 2008 yang semata-mata bukan karena
ketidakmampuan area untuk menampung air limbah namun adanya perusakan
lingkungan yang dibuat oleh PT. Freeport Indonesia.29 Sehingga di sini konsep
CSR tidak lagi menjadi penting dan diabaikan .
2. Keuntungan Untuk Home Country
Keuntungan besar yang diperoleh dari hasil aktivitas produksi di
Indonesia tidak serta merta digunakan untuk reinvestasi dan proses alih
teknologi namun direpatriasikan ke negara asal (home country). Praktik-praktik
seperti ini sangat merugikan Indonesia terutama posisi neraca pembayaran
Sebagai analisis adalah masalah keuntungan yang diperoleh PT. Freeport
Indonesia. Seperti apa yang diungkapkan Marwan Batubara, Direktur Eksekutif
26
http://www.pontianakpost.com/?mib=berita.detail&id=33622, diakses pada tanggal 03 November 2010
27
Ibid
28
http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?p=21442, diakses pada tanggal 03 November 2010
29
http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0063&ikey=1, diakses pada tanggal 01 November
2010
20
30
http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/03/04/brk,20100304-229961,id.html, diakses pada
tanggal 03 November 2010
21
31
http://konservasionis.wordpress.com/2010/02/13/sejarah-kelam-tambang-freeport/, diakses pada
tanggal 03 November 2010
BAB 4
MNCs dan KAPITALISME
23
24
menunjang industri. Kondisi ini terjadi pada tahun 1700-an. Di fase inilah terkenal
tokoh yang disebut “bapak kapitalisme” dengan bukunya yang sangat tekenal the
Wealth of Nations (1776) dimana salah satu poin ajarannya laissez faire dengan
invisible hand-nya (mekanisme pasar) dan beberapa tokoh seangkatan seperti David
Ricardo dan John Stuart Mills, yang sering dikenal sebagai tokoh ekonomi neo-
klasik. Pada fase inilah kapitalisme sering mendapat hujatan pedas dari kelompok
Marxis.
Kapitalisme mengalamai fase yang singnifikan saat terjadinya Perang
Dunia I. Kapitalisme berlanjut sebagai peristiwa penting ini ditandai paling tidak
oleh tiga momentum. Pertama, pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika.
Kedua, bangkitnya kesadaran bangsa- bangsa di Asia dan Afrika sebagai ekses dari
kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu dengan
perlawanan. Ketiga, revolusi Bolshevik Rusia yang berhasrat meluluhlantakkan
institusi fundamental kapitalisme yang berupa pemilikan secara individu atas
penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan
kemapanan agama
Secara sosiologis paham kapitalisme berawal dari perjuangan terhadap
kaum feodal, salah satu tokoh yang terkenal Max Weber dalam karyanya The
Protestan Ethic of Spirit Capitalism, mengungkapkan bahwa kemunculan
kapitalisme erat sekali dengan semangat religius terutama kaum protestan. Pendapat
Weber ini didukung Marthin Luther King yang mengatakan bahwa lewat perbuatan
dan karya yang lebih baik manusia dapat menyelamatkan diri dari kutukan abadi.
Tokoh lain yang mendukung adalah Benjamin Franklin dengan mottonya yang
sangat terkenal yaitu “time is money”, bahwa manusia hidup untuk bekerja keras
dan memupuk kekayaan.
Secara ekonomis maka perkembangan tidak akan pernah akan bisa lepas
Dari sang maestro, Bapak kapitalisme yaitu Adam Smith dimana ia mengemukakan
5 teori dasar dari kapitalisme :
1. Pengakuan hak milik pribadi tanpa batas-batas tertentu.
25
barang jadi. Dan yang terjadi sekarang adalah kaum kolonialis melakukan
ekspansi ke seluruh penjuru dunia melalui modal dan pendirian pabrik-pabrik
besar yang notabene adalah pabrik lisensi. Yang semakin dimuluskan dengan
jalan globalisasi.
Itulah yang terjadi pada hampir di seluruh belahan dunia, kapitalisme
semakin mengakar dan menghisap negara-negara miskin dan berkembang seperti
Indonesia melalui sebuah cara yang disebut globalisasi. Kapitalisme semakin
menggurita dalam setiap sendi kehidupan bangsa Indonesia yang besar ini.
32
http://www.scribd.com/doc/5975671/Imperialisme-Teori, diakses pada tanggal 31 Oktober 2010
27
dalam aktivitasnya. Sub bab berikutnya akan dibahas bentuk baru dari imperialisme
itu sendiri
33
Robert Lekachman dan Borin Van Loon, Kapitalisme Teori dan Sejarah Perkembangannya, Resist
Book, Yogyakarta, 2008, hal. 59-61.
29
mengeksploitasi. Penjajahan yang dilakukan oleh MNCs bisa berupa buruh dengan
gaji yang murah, ketergantungan, dan penguasaan atas ekonomi. Tenaga kerja yang
memang banyak diserap oleh MNCs secara tidak langsung bisa membantu
pemerintah dalam masalah pengangguran. Namun di sisi lain merupakan sebuah
bentuk eksploitasi buruh. Alasan MNCs suka menanamkan investasinya ke negara-
negara berkembang adalah karena upah buruh yang murah. Perhitungan awal
adalah buruh murah untuk menggairahkan investasi.34
Modal asing masuk kemudian roda ekonomi berjalan mengiringi.
Perhitungan ini sangat kasar dan prematur. Posisi buruh dianggap alat produksi
seperti halnya mesin, lokasi, modal, dll. Mereka dilihat sebagai ternak yang bisa
diambil susu, kulit dan dagingnya dengan mudah. Ekspansi dan eksploitasi yang
besar-besaran dilakukan demi akumulasi modal. Sebagai contoh perusahaan nike
selama periode 1989-1994 membuka lokasi pabrik baru di Cina, Indonesia dan
Thailand dimana upah sangat rendah.35
Sekarang coba kita tinjau operasi MNCs, perusahaan-perusahaan joint
venture atau perusahaan-perusahaan yang mendapat lisensi beroperasi di Indonesia.
Dalam proses produksinya, perusahaan-perusahaan di Indonesia, baik yang PMA,
joint-venture atau perusahaan domestik yang mendapat lisensi, tetap tergantung pada
perusahaan induknya. PT. Multi Bintang yang memproduksi bir, raginya harus
didatangkan dari Belanda, PT. Boma Bisma Indra yang mendapat lisensi dari Deutz
untuk memproduksi mesin diesel, komponen-komponennya masih harus didatangkan
dari Jerman, PT. Astra yang memproduksi mobil Toyota, tetap harus mengimpor
mesinnya dari Jepang, PT. IPTN yang membuat pesawat terbang dan helikopter,
sebagian besar komponennya harus diimpor. Demikian pula PT. Food Specialities
Indonesia, PT. Unilever dan sebagainya. Bahan-bahan dan komponen yang harus
diimpor dari negara asal MNC itu, tidak dapat dibeli di tempat lain, karena barang
substitusi akan mempunyai komposisi kimia dan karakteristik teknik yang berbeda.
34
http://pengukuraspal.multiply.com/journal/item/13, diakses pada tanggal 01 November 2010
35
http://blog.unsri.ac.id/revolusi_jalanan/isu-perburuhan/outsourcing-sebuah-pengingkaran
kapitalisme-terhadap-hak-hak-buruh/mrdetail/14162/, diakses pada tanggal 01 November 2010
30
Ketergantungan oleh komponen ini baru ditinjau dari segi teknik, belum lagi harganya
yang dipermainkan oleh perusahaan induknya, sehingga di bidang pemasaran juga
terjadi di bidang perencanaan (design). Dalam semua segi aktifitasnya MNC di dunia
ketiga pada umumnya dan di Indonesia khususnya, tetap dikoordinir oleh perusahaan di
negara asalnya, baik di bidang perencanaan, produksi, pemasaran dan sebagainya.
Pendapat ini sejalan dengan pemikiran Robert Gilpin :
“There is a common pool of managerial, financial and technical resources,
and most importantly, the parent operates the whole in terms of a coordinated
global strategy. Purchasing, production, marketing, research and so forth, are
organized and managed by the parent in order to achieve its long-term goal of
corporate growth”
Dari penjelasan di atas sudah sangat jelas bahwa secara tidak sadar kita
telah dijadikan imperium oleh sebuah MNCs. Kemapanan yang kita lihat saat patut
dipertanyakan kembali karena praktek imperialsme baru dewasa ini semakin „rapi‟
dan „halus‟ dalam pengoperasiannya yang tidak lagi menunjukkan sifat aslinya
yang penuh dengan kehancuran.
BAB 5
PERAN MNCs TERHADAP DIMENSI BURUH
36
http://www.astra-honda.com/index.php/berita/view/195, diakses pada tanggal 29 Oktober 2010
37
http://bisnis.vivanews.com/news/read/613643-nasib_25_ribu_karyawan_dipertaruhkan, diakses pada
tanggal 3 November 2010
32
33
38
Rupert Woodfin dan Oscar Zarate, Op.Cit, hal. 49.
39
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/39/ekbis2.htm, diakses pada tanggal 29 Oktober 2010
35
makanan yang sehat. Juga berarti harus tinggal di gubug tanpa fasilitas air yang
memadai. Buruh harus bekerja 18 jam per hari. Kalau mengeluh, buruh dipecat.
Namun hal ini sangat bertolak belakang dengan gaji yang diterima oleh
bos dan dedengkot Nike Inc, Philip H. Knight yang menerima gaji dan bonus
sebesar 864.583 dollar dan 787.500 dollar pada tahun 1995. Jumlah ini belum
termasuk stok Nike sebesar 4,5 biliun dollar.40 Contoh di atas telah mampu
menggambarkan bagaimana keegoisan kelas kapitalis terhadap kesejahteraan buruh.
Dimana posisi buruh selalu dirugikan dan kaum kapitalis selalu diuntungkan (zero
sum game).
Selain itu contoh diatas membuktikan bahwa MNCs walaupun modalnya
besar, mampu menyerap tenaga kerja yang banyak namun kenyataannya buruh
dieksploitasi, kesejahteraan hidupnya tidak terjamin bahkan tidak perduli terhadap
hak-hak yang seharusnya diterima oleh buruh-buruh tersebut, MNCs mengganggap
bahwa kesejahteraan buruh bukan menjadi tanggung jawab MNCs tetapi tanggung
jawab pemerintah. Eksploitasi terhadap buruh juga dilakukan dengan
mempekerjakan anak-anak dibawah umur terbukti adanya pernyataan International
Labour Organization (ILO) mengemukakan fakta bahwa terdapat lebih dari 200 juta
anak-anak pada usia 5-14 tahun terlibat dalam kegiatan eksploitasi pekerja di
negara kurang berkembang, pembedaan gender dilakukan dengan memberikan gaji
yang lebih rendah pada wanita bahkan wanita yang lulus S1 hanya mendapatkan
25% dari gaji pria.41
40
Ibid
41
http://aiviniezt.blogspot.com/2010/09/menilik-keberadaan-mnc-di-indonesia.html diakses tanggal 1
November 2010
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari berbagai pemaparan dan analisa di atas, dapat kita tarik sebuah benang
merah antara manuver MNCs, eksistensi buruh, dan kapabilitas Pemerintah dari host
country, yang dapat kami klasifikasikan dalam beberapa kategori :
Dimensi Politik
Dalam konteks aplikasi sistem politik yang demokratis di negara berkembang
atau negara dunia ke-3, orientasi kualitas akan penentuan dan pemilihan para
perangkat birokrat dan Decision Maker menjadi sedikit “ternafikan”. Hal ini
dikarenakan sistem legitimasi yang quantity oriented atau hanya terfokus pada
perolehan suara terbanyak. Politisasi dalam usaha memperoleh legitimasi
“power”, membuat kecenderungan berpikir dan bertindak secara instan dalam
usaha mewujudkan interest atau cita-cita konstitusi oleh para wakil rakyat yang
dipilih secara quantity oriented tersebut. Inilah yang “memaksa” terciptanya
afiliasi antara perangkat birokrasi dan para pengusaha(kapitalis) dalam usaha
mewujudkan tujuan pembangunan dan “kesejahteraan” masyarakat sesuai yang
tercantum dalam konstitusi, namun hal ini disikapi secara konvesional dan
pragmatis. Mereka menghiraukan proses yang membentuk dan mensukseskan
suatu tujuan dan hanya fokus pada hasil akhir (pembangunan ekonomi dan
kemakmuran masyarakat). Padahal untuk menciptakan suatu fondasi ekonomi
yang kuat dan lahirnya suatu kesinambungan kemakmuran, proses yang
berkualitas, mandiri, penuh kesadaran, dan sesuai dengan nilai/norma yang
berpihak pada masyarakat lokal (owner resources) menjadi indikator yang
memiliki peranan cukup vital.
36
37
Dimensi Ekonomi
Kesimpulan dalam pembahasan kami dapat diklasifikasikan dalam dua konteks,
yaitu:
1. Konteks MNCs dan Home country
Di sini dapat kita lihat potensi yang luar biasa dari penerapan dan penyebaran
nilai-nilai kapitalisme. Karakteristiknya yang berkaitan dengan eksploitasi,
akumulasi, dan ekspansi adalah sesuatu yang sangat sistematis dan
menjanjikan optimalisasi Benefit yang sangat menggiurkan. MNCs sebagai
aktor utama dan home country sebagai supporter vital, merupakan kombinasi
hebat dalam upaya merealisasikan interest kedua pihak tersebut yang terlihat
condong ke economic oriented.
2. Konteks Buruh dan Host country
Posisi sebagai obyek dan korban cukup relevan jika kita membicarakan
dampak dari kapitalisme terhadap buruh dan Host country. Sebagi pihak-
pihak yang tidak memiliki capital (dalam konteks teknologi, SDM, uang,
saham, dll), otomatis mereka menjadi pihak yang memiliki bargaining
position lemah dan cenderung tereksploitasi oleh MNCs.
Dimensi new-Imperialisme
Investasi merupakan salah satu bentuk neo-instrumental dalam “menjajah” suatu
negara. Dewasa ini, sektor ekonomi memang terlihat menjadi mainframe utama
dalam setiap kebijakan yang diambil oleh suatu negara. Biasanya, level ekonomi
akan menimbulkan spill over effect ke berbagai bidang kehidupan lain, seperti
sosial, budaya, politik, dll. Inilah yang membuka mata kita akan fundamentalnya
efek dan peran dari pihak yang menguasai sektor ekonomi, khususnya melalui
investasi secara langsung maupun tidak langsung. Mengenai keterkaitan dengan
neo-imperialisme, dapat kita amati dari fenomena dependensi suatu negara
terhadap investasi dari negara lain, serta tindakan eksploitatif dan optimalized
benefit oriented dari para investor-investor tersebut yang merupakan antek, serta
alat dari kapitalisme dan home country interest.
38
6.2 Saran
Kami ingin memberikan masukan untuk beberapa pihak, yaitu:
1. Pemerintah (host country)
Suatu model atau sistem yang sukses diterapkan di suatu negara, belum tentu
cocok/aplicable diterapkan di negara lain. Ambil dan ekstraksi berbagai sistem
yang ada dan pemimpin negara yang visioner akan menerapkan sistem yang
cocok dengan nilai, norma, karakter SDA dan SDM, serta interest yang
merepresentasikan kepentingan masyarakat. Hargailah proses menuju
kemakmuran pembangunan dan kemandirian, serta ubahlah mindset yang
bersifat Pragmatis atau hanya mementingkan hasil akhir secara instan.
2. Akademisi
Pertahankanlah idealisme kalian, dari situlah kita akan menyadari kontradiksi
yang terjadi dalam berbagai fenomena di sekitar kita. Kritis dalam balutan
kesantunan, merupakan ellegant action di dalam usaha “mengingatkan” para
aktor utama dalam fenomena tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Carbaugh, Michael J. 2000. International Economics. Cincinnati : South Western
College Publishing
Carl, Aaron. The Contribution of FDI TO Poverty Alleviation. FLAS
Carroll , Archie B. 1996. Business and Society : Ethics and Stakeholder Management,
3rd Edition. Concinnanti : South Western College Publishing
Chang, Ha Jooj and Illene Grabel. 2008. Membongkar Mitos Neolib, Upaya Merebut
Kembali Makna Pembangunan. Yogyakarta : Insist Press
F. Budi, Hardiman. 2007. Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Fakih, Mansour. 2008. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta ;
Pustaka Pelajar
Frieden, Jeffry A. dan David A. Lake. 1996. International Political Economy :
Prespectives On Global Power and Wealth, Edisi Keempat. New York :
Routhledge
Fukuyama, Francis. 2003. The End of History and the Last Man. Yogyakarta : Qalam
H. Cohn, Theodore H. 2003. Global Political Economy : Theory and Practice, Edisi
Kedua. New York : Addison Wesley Longman Inc
Hemawan, Yulius P. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional : Aktor,
Isu dan Metodologi. Yogyakarta : Graha Ilmu
Lekachman, Robert dan Borin Van Loon. 2008. Kapitalisme Teori dan Sejarah
Perkembangannya. Yogyakarta : Resists Book
Maulana, Zain. 2010. Jerat Globalisasi Neoliberal Ancaman Bagi Negara Dunia
Ketiga. Yogyakarta : Riak
Nasir Ph.D, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Sukirno, Sadono. 1994. Pengantar Teori Ekonomi Makroekonomi, Edisi Kedua,
Bandung : Rajawali Pers
39
40
Situs
blog.unm.ac.id/.../MULTINATIONAL-CORPORATIONS-DAMPAKNYA-BAGI
INDONESIA.pdf
http://aiviniezt.blogspot.com/2010/09/menilik-keberadaan-mnc-di-indonesia.html
http://blog.unsri.ac.id/revolusi_jalanan/isu-perburuhan/outsourcingsebuah-
pengingkaran-kapitalisme-terhadap-hak-hak-buruh/mrdetail/14162/
http://pengukuraspal.multiply.com/journal/item/13
http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0063&ikey=1,
http://www.scribd.com/doc/5975671/Imperialisme-Teori
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/39/ekbis2.htm,