You are on page 1of 45

KARYA TULIS PERTEMUAN NASIONAL MAHASISWA HUBUNGAN

INTERNASIONAL (PNMHII) KE-XXII UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA


“Pengaruh Multinational Corporations (MNCs) Sebagai Agen Penyebaran Nilai-
nilai Kapitalisme di Indonesia (dibidang investasi dan eksploitasi terhadap
buruh)”

oleh

Yenny Kurniawati 080910101001


Moch. Satria Guna P. 080910101010
Gangsar Parikesit 080910101034
Triono Akhmad Munib 080910101035

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2010
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, serta tidak
lupa kepada junjungan besar Nabi Muhammad saw. Karena atas hidayah-Nya lah
akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengaruh
Multinational Corporations (MNCs) Sebagai Agen Penyebaran Nilai-nilai
Kapitalisme di Indonesia (dibidang investasi dan eksploitasi terhadap buruh)”.
Sebagaimana yang kita telah ketahui bahwa saat ini dunia sedang
dihadapkan dengan fenomena globalisasi. Di mana fenomena globalisasi yang terjadi
saat ini memiliki sifat ambivalensi. Globalisasi dapat mendatangkan banyak manfaat,
namun di sisi lain globalisasi menebarkan ancaman yang membahayakan. Bagi mereka
yang terlebih dahulu mengalami modernisasi dan memiliki modal (capital) yang
banyak, globalisasi justru akan mendatangkan banyak manfaat. Namun di sisi lain bagi
mereka (negara-negara berkembang dan negara-negara dunia ketiga) globalisasi justru
dianggap monster yang mengerikan dan siap memakan mereka yang lemah.
Dalam makalah ini Penulis mencoba mendeskripsikan bagaimana Multi
National Corporations (MNCs) sangat berperan besar dalam menyebarkan nilai-nilai
kapitalisme. Di mana kapitalisme mempunyai tiga prinsip dasar, yakni eksploitasi,
akumlasi dan ekspansi. Maraknya aktivitas MNCs di negara-negara berkembang bahkan
negara dunia ke tiga ternyata tidak selalu membawa dampak yang positif. Negara-
negara berkembang dan negara-negara dunia ketiga saat ini sangat tergantung dengan
hadirnya MNCs. Mereka terpaksa menyediakan tenaga kerja yang murah. Sehingga
dapat kita lihat fenomena yang terjadi saat ini lebih seperti bentuk imperialisme baru, di
mana negara-negara berkembang dan negara-negara dunia ketiga sangat tergantung
dengan adanya MNCs. Hal ini sama seperti kondisi penjajahan pada waktu dahulu, di
mana negara jajahan membutuhkan negara penjajah dan mereka (negara jajahan)
dieksploitasi habis-habisan. Yang membedakannya hanya tidak adanya usaha represif.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Kepada dosen-dosen tercinta
yang tidak pernah jenuh mencurahkan keilmuan mengenai Hubungan Internasional
kepada Penulis. Kepada kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi serta doa

i
yang tiada batasnya kepada Penulis. Serta tidak lupa Penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman HI Universtitas Jember angkatan 2008, yang selalu
memberikan motivasi, kritikan serta canda tawanya sehingga dalam menyelesaikan
makalah ini Penulis dapat dengan bahagianya menyelesaikannya. Penulis bangga
bersama kalian.
Memang dalam penulisan makalah ini tentu masih sarat dengan
kekurangan. Oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik yang bersifat membangun
dari para pembaca yang budiman demi perbaikan makalah ini kedepannya. Akhir kata
semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jember, 02 November 2010

Salam Hormat
Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………......................................... i
DAFTAR ISI………………………………………………………………… iii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………… 6
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………….. 6
1.4 Kerangka Teori…………………………………………………….. 6
1.5 Hipotesis……………………………………………………………. 8
BAB 2 MULTINATIONAL CORPORATIONS (MNCs)….……………… 9
2.1 Pengertian MNCs………………………………………………….. 9
2.2 Pro dan Kontra Terhadap Kehadiran MNCs……………………. 11
BAB 3 INVESTASI………………………………………………………….. 16
3.1 Pengertian Investasi……………………………………………….. 16
3.2 Penentu-penentu Tingkat Investasi………………………………. 16
3.3 Jenis-jenis Investasi……………………………………………….. 17
3.4 Pro dan Kontra Terhadap Investasi……………………………… 18
BAB 4 MNCs dan KAPITALISME………………………………………… 23
4.1 Sejarah Munculnya Kapitalisme…………………………………. 25
4.2 Karateristik Kapitalisme………………………………………….. 26
4.3 MNCs dan Konsep Imperialisme..……………………………….. 26
4.3.1 Pengertian Imperialisme………………………………….. 26
4.3.2 MNCs Sebagai Imperialisme Baru (New Imperialism)…….. 27
BAB 5 PERAN MNCs TERHADAP DIMENSI BURUH………………… 32
5.1 MNCs dan Penyerapan Tenaga Kerja……………………………. 33
5.2 Eksploitasi Buruh Oleh MNCs…………………………………….. 33

iii
BAB 6 PENUTUP…………………………………………………………… 36
6.1 Kesimpulan………………………………………………………… 36
6.2 Saran……………………………………………………………….. 38
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 39

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Berakhirnya perang dingin yang ditandai oleh runtuhnya tembok Berlin
pada tahun 1989 merupakan titik awal bagi kebangkitan kapitalisme di dunia ini.
Uni Soviet Sosialis Republik (USSR) dibawah kepemimpinan Presiden Michael
Gorbachev dengan program glasnot dan perestorikanya menjadikan USSR terpecah
menjadi negara-negara baru. Akhirnya Amerika Serikat (AS) keluar sebagai
pemenang dalam perang dingin. Tak pelak orang seperti Francis Fukuyama, yang
terkenal dengan bukunya The End of History and the Last Man, menyatakan bahwa
dengan berakhirnya komunisme maka ide-ide liberal dan ekonomi pasar telah
berhasil menyingkirkan rival berat mereka selama ini, dan ini sekaligus pertanda
berakhirnya sejarah1.
Selain itu, saat ini semua negara-negara di seluruh dunia menghadapi era
globalisasi, di mana tidak ada satu negara pun yang dapat membendung globalisasi.
Bahkan di negara-negara yang mempunyai rezim otoritarian atau rezim totalitarian
seperti di Korea Utara dan Myanmar pun tidak dapat membendung globalisasi.
Globalisasi ini dapat ditandai dengan semakin cepatnya perkembangan
telekomunikasi, teknologi dan transportasi, sehingga membuat dunia terasa semakin
kecil. Di era globalisasi seperti saat ini juga mulai banyak aktor-aktor yang muncul
selain negara. Aktor-aktor non negara tersebut diantaranya Multinational
Corporations (MNCs), Non Government Organizations (NGOs), gerakan sosial dan
bahkan individu.
MNCs adalah faktor penting yang mendorong terjadinya proses globalisasi
ekonomi dunia menuju integrasi ekonomi tanpa batas. MNCs saat ini juga dianggap
sebagai aktor yang turut diperhatikan kekuatannya dalam perekonomian global.
Data statistik menyebutkan pada akhir 1990-an, terdapat sekitar 53.000 MNCs di

1
Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, Qalam, Yogyakarta, 2003

1
2

dunia dengan 450.000 anak perusahaan diberbagai belahan dunia.2 Jumlah ini
kemudian bertambah menjadi 63.000 MNCs dengan sekitar 690.000 anak
perusahaan pada tahun 1998.3
Pendapatan MNCs sering kali lebih besar dari perdagangan internasional
yang dilakukan oleh negara. Hal ini menandakan bahwa peran MNCs dalam
perekonomian global tidak dapat dianggap enteng. Dari seratus ekonomi terbesar
dunia, 51 diantaranya adalah korporasi dan 49 lainnya merupakan negara.4 Hal ini
dapat berdampak terhadap bargaining position dari MNCs sering kali lebih kuat
dibandingkan bargaining position dari suatu negara. Sebagai contoh yang terjadi di
Indonesia di mana pihak asing (MNCs) dapat melakukan intervensi terhadap
pembuatan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA). Di Indonesia
yang sebelumnya membatasi ruang gerak MNCs di Indonesia pada tahun 1967.
Pihak asing hanya boleh memiliki saham sampai dengan 5% sehingga hal ini
menyebabkan ketidakleluasaan pihak asing untuk menguasai perekonomian
Indonesia.
Pihak asing ternyata tidak puas hanya mendapatkan 5% dari saham di
Indonesia, melalui perubahan UUPMA tahun 1968, pihak asing boleh memiliki
saham sampai dengan 49%. Seiring berjalannya waktu pihak asing semakin bebas
menguasai Indonesia karena pihak asing boleh memiliki saham sampai dengan 95%.
Meningkatnya peran MNCs dalam perekonomian global juga mendorong
adanya peningkatan dalam bidang investasi di berbagai negara. Foreign Direct
Investment (FDI) yang saat ini marak terjadi diyakini dapat meningkatkan kas suatu
negara dan secara tidak langsung negara dapat melakukan pembangunan yang
berkelanjutan dari adanya FDI yang dampaknya akan mampu mensejahterakan

2
Jeffry A. Frieden dan David A. Lake, International Political Economy : Prespectives On Global Power
and Wealth, Edisi Ke Empat, Routledge, New York, 1996. hal. 141.
3
Theodore H. Cohn, Global Political Economy : Theory and Practice, Edisi Ke Dua, Addison Wesley
Longman Inc, New York, 2003, hal. 319.
4
Zain Maulana, Jerat Globalisasi Neoliberal Ancaman Bagi Negara Dunia KeTiga, Riak, Yogyakarta,
2010, hal. 36.
3

rakyat. Hal ini karena FDI didasarkan pada dua asumsi pokok5, pertama, bahwa FDI
bukan sekedar aliran modal, namun mencakup suatu paket modal jangka panjang,
kemungkinan terjadinya transfer teknologi dan kemampuan manajemen yang sangat
dibutuhkan oleh negara-negara dunia ketiga untuk melakukan pembangunan
berkelanjutan dan mengurangi angka kemiskinan. Kedua, kemiskinan diartikan
sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan minimalnya,
karena kehilangan kemampuan untuk memilih dan kesempatan untuk kehidupan
yang lebih baik.
Maraknya MNCs yang tumbuh dan pergerakan investasi yang masif seperti
saat ini, terlihat jelas bahwa untuk menunjang kedua aktivitas tersebut (MNCs dan
investasi) dibutuhkan yang namanya modal (capital). Sehingga banyak para ahli
yang berpendapat bahwa MNCs dianggap sebagai agen penyebaran nilai-nilai
kapitalisme.
Namun apakah benar dengan dengan dengan meliberalisasikan pasar, dan
menarik masuknya MNCs untuk beroperasi dan menanamkan modalnya di sini akan
membuat negara kita semakin kuat dalam perekonomian yang dapat berdampak
pada kesejahteraan rakyat banyak seperti, yang terkandung dalam Undang-Undang
Dasar 45 (UUD 45)? Bukankah para pemikir kritis menyebutkan bahwa capitalism
is a greedy development?
Saat ini negara-negara di kawasan Amerika Latin seperti, Venezuela yang
dipimpin Hugo Chavez, Bolivia yang dipimpin oleh Evo Morales berusaha keras
untuk menasionalisasikan aset-aset negara mereka dari tangan MNCs. Selain itu
bagaimana gerakan revolusioner Sandinista di Nikaragua yang berusaha untuk terus
melawan nilai-nilai neoliberalisme.
Bahkan di Amerika Latin saat ini sedang terjadi fenomena bangkitnya
perlawanan “kiri” terhadap agenda neoliberalisme yang sarat akan nilai-nilai
kapitalisme. Ini dapat dilihat dari kemenangan presiden-presiden yang beraliran
“kiri” seperti Hugo Chavez, Evo Morales. Sekarang, para pemimpin populis ini

5
Carl, Aaron, The Contribution of FDI TO Poverty Alleviation, FLAS, hal. 1.
4

terutama sekali menekankan diutamakannya egalitarisme (persamaan) sosial, dan


tidak menghargai anjuran-anjuran yang diberikan oleh dunia Barat. Jalan lama, yaitu
jalan kapitalisme seperti yang dianjurkan oleh International Monetary Fund (IMF),
Bank Dunia, dan World Trade Organisation (WTO), sudah pernah mereka tempuh
bertahun-tahun, dan hasilnya adalah yang serba negatif, dan serba lebih
menyengsarakan rakyat.
Bukankah saat ini di Indonesia kita juga dapat melihat bagaimana gerakan-
gerakan sosial dari masyarakat dan aksi-aksi demonstrasi untuk menentang nilai-
nilai kapitalisme. Ambil contoh kasus yang terjadi di Provinsi Jawa Timur (Jatim).
Di Banyuwangi, kabupaten yang terletak di ujung timur Provinsi Jatim ini pernah
memiliki konflik akibat adanya ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Konflik ini terjadi di Kecamatan Pesanggaran, dimana di wilayah Gunung Tumpang
Pitu, Gunung Jatian, Gunung Wedi Ireng, Gunung Sumber Salak, dan Gunung
Macan yang ternyata di tanahnya memiliki kandungan emas.
Mengetahui akan hal itu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi
memandang bahwa wilayah itu sangat berpotensi untuk menambah Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Banyuwangi. Dengan dalih bahwa warga lokal
belum memiliki ilmu pengetahuan mengenai pertambangan dan teknologi yang
mutakhir, maka Pemkab Banyuwangi mengajak perusahaan swasta untuk mengelola
lahan tersebut. Akhirnya PT. Indo Multi Niaga (IMN) mendapatkan tender tersebut.
Setelah hampir 2 tahun lebih perusahaan ini beroperasi, warga di sekitar
kawasan eksplorasi tersebut mulai merasakan dampak kerusakan alam akibat dari
kegiatan eksplorasi PT. IMN tersebut. Para nelayan di kawasan Pancer, Lampon,
Grajakan, Rajegwesi, hingga Muncar mulai merasakan adanya penurunan hasil
tangkapan mereka. Tangkapan ikan mereka menurun karena disebabkan oleh hasil
pembuangan limbah tailing dari sisa proses penambangan. Padahal logam berat ini
tentu dapat mencemari kawasan perairan, mempengaruhi ekositemnya dan
menyebabkan gangguan kesehatan, yang mengancam keberlanjutan hidup warga di
masa depan.
5

Selain para nelayan, dampak rusaknya dari kegiatan penambangan ini juga
dirasakan oleh sebagian petani jeruk di daerah sekitar tempat penambangan. Untuk
beroperasinya PT. IMN menggunakan air yang berasal dari Sungai Kali Baru untuk
mengekstraksi emas. Padahal Sungai Kali Baru sudah sejak lama digunakan untuk
memenuhi kebutuhan irigasi pertanian. Pada saat yang sama, PT. IMN juga merusak
Gunung Tumpang Pitu, yang dibawahnya terdapat perkebunan jeruk dan pertanian
pangan warga. Padahal kawasan ini menghidupi ratusan petani jeruk. Hal ini belum
ditambah dengan kondisi bagaimana warga lokal, yang dari sejak lahir telah berada
di situ namun tidak mendapatkan manfaat yang optimal dari kekayaan alamnya.
Walaupun warga sekitar dapat dampak limpahan dari beroperasinya PT.
IMN seperti terserapnya warga lokal untuk jadi tenaga kerja dan terbukanya lahan
untuk berwirausaha. Namun warga lokal di sekitar lingkungan beroperasinya PT.
IMN dianggap belum memiliki keterampilan dalam bidang pertambangan, hal ini
mengakibatkan mereka (warga lokal) hanya bekerja dengan jabatan yang rendah,
seperti office boy, cleaning service, security dan jabatan-jabatan rendah lainnya.
Namun untuk jabatan strategis tetap saja PT. IMN menggunakan orang luar yang
dianggap berkompeten dibidangnya. Dari hal di atas kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa keuntungan yang paling besar diraih oleh PT. IMN yang
melakukan penambangan.
Melihat dari fenomena bangkitnya perlawanan “kiri” di Amerika Latin
terhadap agenda-agenda neoliberalisme dan kasus yang pernah terjadi di Kabupaten
Banyuwangi yang sangat berpotensi menimbulkan konflik yang dapat berujung
kepada disintegrasi bangsa. Berdasarkan pemaparan singkat di atas maka penulis
tertarik untuk menganalisisnya dalam makalah yang berjudul :
“Pengaruh Multinational Corporations (MNCs) Sebagai Agen Penyebaran Nilai-
nilai Kapitalisme di Indonesia (dibidang investasi dan eksploitasi terhadap
buruh)”
6

1.2 Rumusan Masalah


Masalah memiliki arti penting bagi suatu penelitian ilmiah. Masalah akan
mendorong peneliti untuk berpikir dan menyelidiki agar mendapatkan
pemecahannya. Masalah timbul apabila terdapat perbedaan antara apa yang
diharapkan dengan kenyataan yang ada. Masalah timbul karena adanya tantangan,
adanya kesangsian ataupun kebingungan kita terhadap suatu hal atau fenomena,
adanya kemenduaan arti (ambigu), adanya halangan dan rintangan, adanya celah
(gap) baik antar kegiatan maupun antar fenomena, baik yang telah ada maupun yang
akan ada.6
Dari uraian singkat sebelumnya, maka penulis merumuskan bahwa masalah
pokok yang hendak dibahas dalam karya tulis ilmiah ini adalah :
“Seberapa jauh pengaruh MNCs sebagai agen penyebaran nilai-nilai
kapitalisme terhadap dimensi buruh (pekerja) dan investasi di Indonesia?”

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan yang ingin dicapai melalui makalah ini yakni, penulis ingin
mengetahui seberapa jauh peran MNCs terhadap dimensi buruh (pekerja) dan
investasi di Indonesia. Selain itu penulis juga ingin karya tulis ini dapat bermanfaat
bagi para peneliti lainnya yang ingin mengkaji seputar MNCs, nilai-nilai kapitalisme
dan hubungannya dengan eksploitasi terhadap pekerja serta investasi.

1.4 Kerangka Teori


Kerangka teori adalah pedoman dalam menguji data dan manganalisa
permasalahan yang ada. Teori sangat diperlukan sebagai landasan pemikiran untuk
mempermudah menganalisa permasalahan sehingga dapat dilakukan pembahasan
yang mendalam dan sesuai dengan tema yang disampaikan.
Untuk menganalisa perkembangan kehadiran MNCs terhadap dimensi
buruh (pekerja) dan investasi di negara-negara berkembang yang besifat ekspolitatif,

6
Moh.Nasir, Ph.D, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal.133
7

penulis menggunakan teori Marxisme (Karl Heinrich Marx 1818-1883). Marxisme


telah dianut oleh banyak negara-negara yang beraliran “kiri”. Bahkan Russia ketika
tergabung dalam USSR menerapkan Marxisme sebagai ideologi negara mereka. Di
sisi lain Marxisme yang mencita-citakan komunisme di bawah keditakturan
proletariat menjadi sangat ditakuti oleh negara-negara yang menganut paham
kapitalisme.
Ada dua ajaran Marx yang tertuang dalam Das Capital, yakni ajaran
mengenai “nilai lebih” dan “kehancuran otomatis sistem kapitalisme”.7 Selain itu
pada volume pertama buku Das Capital, Marx mengemukakan ramalannya yang
terkenal,8 “Selama sejumlah modal tetap yang dimiliki oleh pemilik perusahaan
menurun, yang merebut atau memonopoli seluruh keuntungan dalam proses
transformasi ini, maka akan tumbuh kesengsaraan rakyat, penindasan, perbudakan,
degradasi, eksploitasi. Tetapi juga akan terjadi pemberontakan kelas buruh,
sejumlah kelas yang jumlahnya terus membengkak, didisplinkan, disatukan dan
diorganisasikan oleh mekanisme proses produksi kapitalis itu sendiri. Monopoli
kapital menjadi hambatan-hambatan atau modus produksi kapitalisme, di mana
hambatan-hambatan tersebut semakin terbuka dan subur dalam sistem kapitalisme.
Sentralisasi alat-alat produksi dan sosialisasi kerja pada akhirnya dapat mencapai
suatu titik di mana mereka menjadi tidak memadai lagi dengan lapisan kulit
kapitalis. Lapisan kulit ini meledak hancur. Lonceng kematian hak milik pribadi
kapitalis berdentang. Kaum penjarah akan dijarah.” Inilah ramalan Marx mengenai
kehancuran otomatis sistem kapitalisme.
Mengenai nilai lebih atau value added, Marx menggambarkan apa yang
disebut dengan “fetisisme komoditas” yang artinya suatu komoditi dapat ditukarkan
seolah-olah hanya karena fisiknya, padahal nilai tukar suatu komoditi justru terletak

7
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2007, hal. 242.
8
Rupert Woodfin dan Oscar Zarate, Marxisme Unutk Pemula, Resist Book, Yogyakarta, 2008, hal. 58.
8

pada adanya hubungan sosial dengan tenaga kerja yang terkandung di dalamnya. 9
Menurut Marx, hukum ekonomi kapitalis adalah ekuivalensi, jadi harga bahan baku
+ harga tenaga kerja = harga komoditas.10 Marx lalu menunjukkan bahwa nilai lebih
ini diperoleh karena pekerja bekerja melampaui waktu yang wajar. Kelebihan waktu
itu adalah kerja tanpa upah. Inilah salah satu dari nilai kapitalisme yakni eksploitatif
di mana proses akumulasi modal adalah proses dari prampasan dari kaum buruh
sendiri, yaitu tenaga lebihnya tak dibayar dan menjadi keuntungan kapitalis.

1.5 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang diangkat
dalam penelitian, kebenarannya harus diuji secara empiris. Sehingga secara implisit,
hipotesis juga menyatakan prediksi.11
Hipotesis yang penulis ajukan berkaitan dengan permasalahan dalam tulisan
ini adalah : MNCs merupakan agen penyebar nilai-nilai kapitalisme
(ekspolitasi, ekspansi, dan akumulasi) dalam dimensi buruh (pekerja) dan
investasi di Indonesia.

9
Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008,
hal. 102.
10
F. Budi Hardiman, Op. Cit., hal. 243.
11
Sumardi, Suryabrata, Metodologi Penelitian, Rajawali Pers, Jakarta, 1997, hal. 69.
BAB 2
MULTINATIONAL CORPORATIONS (MNCs)

2.1 Pengertian MNCs


Multinational Corporations atau biasa disingkat dengan MNCs merupakan
sebuah perusahaan nasional yang berekspansi melewati batas nasional
(internasional). Michael J. Carbaugh menyebutkan sedikitnya ada empat
karakteristik dari MNCs. Namun untuk mempermudah pemahaman kita, terdapat
empat karakteristik dari MNCs12, yakni :
1. MNCs disebutkan sebagai suatu perusahaan bisnis yang beroperasi di dua atau
lebih negara tujuan (host country) dimana perusahaan induk MNCs tadi berasal
di negara asal (home country)
2. MNCs sering kali melakukan kegiatan research and development di negara
tujuan
3. Sifat operasional tadi perusahaan tadi adalah lintas batas negara
4. Adanya pemindahan modal yang ditandai dengan arus investasi asing langsung
dari daerah-daerah sedikit yang memberikan keuntungan kepada MNCs ke
daerah-daerah yang dianggap mampu memberikan kontribusi positif atas
keberadaan MNCs.
MNCs sangat mengutamakan prinsip efisiensi, di mana dengan biaya
pengeluaran yang sedikit dapat mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Efisiensi MNCs yang dilakukan oleh MNCs di sini terbagi menjadi dua yakni,
faktor permintaan dan faktor biaya.13 Faktor permintaan erat kaitannya dengan profit
orientation yang ingin didapatkan oleh MNCs. Sebagai contoh, apa yang dilakukan
oleh MNCs yang terus melakukan perluasan pangsa pasar mereka (ekspansi).
Dengan pasar yang semakin luas dan hasil produksinya diminati oleh konsumen, ini
akan mendatangkan keuntungan yang menggiurkan.

12
Michael J. Carbaugh, Inernational Economics, South-Western College Publishing, Cincinnati, 2000
13
Carbaugh, Op. Cit., hal.312-315.
9
10

Faktor biaya lebih menekankan bagaimana efisiensi dalam produksi dan


distribusi dapat ditekan dengan maksimal. Dengan biaya produksi dan distrbusi
yang dapat ditekan dengan maksimal maka akan berdampak dengan naiknya
keuntungan dari suatu MNCs. Sebagai contoh PT. Toyota yang membuka pabrik
baru di Indonesia. Dengan adanya pabrik baru di Indonesia bahan-bahan produksi
mobil Toyota ada yang dihasilkan di sini (Indonesia), hal ini mengakibatkan dengan
semakin berkurangnya biaya produksi, karena PT. Toyota tidak perlu mengimpor
bahan-bahannya. Selain itu dengan dibukanya pabrik Toyota yang baru di Indonesia,
PT. Toyota dapat mencari tenaga kerja dengan biaya yang lebih murah.
Pendapatan MNCs sering kali lebih besar dari perdagangan internasional
yang dilakukan oleh negara. Hal ini menandakan bahwa peran MNCs dalam
perekonomian global tidak dapat dianggap enteng. Tabel di bawah ini
menggambarkan perbandingan pendapatan antara MNCs dan Gross Domestic
Product (GDP) sejumlah negara.
Tabel. 1 Perbandingan Pendapatan Lima Perusahaan
Internasional dan GDP Sejumlah Negara (dalam milyar dolar)
MNCs Negara
Mitsubishi (Jepang) Rwanda
184.36591.290,6 1.359
Mitsui (Jepang) Bangladesh
181.51868.770,9 23.977
Itochu (Jepang) Filipina
169.16465.708,9 54.068
General Motors (AS) Venezuela
168.828217.123,4 59.995
Sumitomo (Jepang) Indonesia
167.53050.268 52.20
Diolah dari sumber : IBON Fact and Figure, 15 Juni 1997
Dari tabel di atas kita dapat mengetahui bahwa pendapatan MNCs sering
kali lebih besar dari GDP suatu negara. Hal ini dapat berdampak terhadap
bargaining position dari MNCs sering kali lebih kuat dibandingkan bargaining
position dari suatu negara.
11

2.2 Pro dan Kontra Terhadap Kehadiran MNCs


Seperti mata uang yang selalu memiliki dua sisi, kehadiran MNCs di suatu
negara pun juga demikian. Selalu ada sisi positif dan negatif mengenai kehadiran
MNCs di suatu negara. Jika dilihat dari sisi yang positif, ada tiga keuntungan
dengan masuknya MNCs,14 yaitu :
1. Meningkatkan pendapatan nasional
Dengan hadirnya suatu MNCs di sebuah negara akan dapat menambah
pundi-pundi kas negara. Negara tentu dapat menetapkan pajak kepada MNCs
yang sedang beroperasi di negara tersebut. Semakin besar pendapatan negara
yang diperoleh dari pajak MNCs, tentu akan semakin memudahkan negara untuk
menyelenggarakan pembangunan. Sebagai contoh berdasarkan laporan
keuangan Freeport pada 2008, total pendapatan Freeport adalah US$ 3,703
miliar dengan keuntungan US$ 1,415 miliar. Adapun penerimaan negara dari
Freeport melalui pajak maupun royalti sebesar US$ 725 juta.
2. Penyerapan tenaga kerja
Sudah tidak dapat dipungkiri lagi hadirnya suatu MNCs akan menyerap
tenaga kerja. Dengan terserapnya tenaga kerja, jumlah pengangguran akan
berkurang. Di sisi lain dengan terserapnya tenaga kerja di sini, akan terjadi
proses transfer teknologi dan pengenalan sistem manajerial yang baru.
Sebagai contoh, dengan hadirnyanya PT. Astra Honda Motor (AHM) di
Indonesia setidaknya, dapat menyerap 14 ribu tenaga kerja di Indonesia dalam
posisi internal perusahaan, namun jika dihitung secara rinci dari dealer AHM,
toko suku cadang setidakny ada 1 juta pekerja saat ini menurut Johanes Loman
selaku Executive Vice President AHM.15
3. Merangsang industri lokal
Dengan hadirnya MNCs di suatu negara, ini akan merangsang indsutri
lokal yang memasok bahan-bahan produksi dari MNCs tersebut. Masih

14
David Balaam dan Michael Vesseth, Introduction to International Political Economy, Pretince Hall,
New Jersey, 2001
15
http://www.astra-honda.com/index.php/berita/view/195, diakses pada tanggal 29 Oktober 2010
12

menggunakan contoh yang sama, (PT. AHM Indonesia) ternyata komponen


motor Honda hampir 98% adalah produk industri lokal. Untuk sepeda motor
suktik (matik) sudah 97% persen, sedangkan motor sport saat ini mencapai 91%.
Selain itu, setidaknya saat ini tidak kurang dari 500 vendor dan produsen suku
cadang lokal yang memasok produknya ke PT. AHM Indonesia. Diantara vendor
dan produsen suku cadang yang bermitra dengan PT. AHM adalah perusahaan
skala Usaha Kecil dan Menengah (UKM)16.
Namun di sisi lain dengan hadirnya suatu MNCs di suatu negara tidak dapat
dipungkiri juga dapat mendatangkan efek buruk. MNCs mendapatkan kritik tajam
yang dinilai dapat menghambat perkembangan ekonomi nasional suatu negara dan
dapat menimbulkan efek imperialisme akibat ketergantungan ekonomi suatu negara
terhadap MNCs.
Ini dapat dilihat pada saat negara mengalami krisis ekonomi, MNCs dengan
mudahnya menarik investasinya ke negara lainnya yang memiliki kondisi
perekonomian dan politik yang stabil. Hal ini akan berdampak pada semakin
jatuhnya perekonomian negara yang ditinggalkan oleh MNCs tersebut. Dengan
berpindahnya MNCs tersebut, tentu ini akan meningkatkan angka pengangguran,
dengan meningkatnya angka pengangguran dan jumlah lapangan yang tersedia
sangat terbatas dapat mengakibatkan goyahnya stabilitas keamanan ekonomi
negara tersebut. Suatu contoh yang terjadi di Thailand krisis politik di sana
mendorong pabrik Toyota Fortuner dipindahkan ke Indonesia17.
Jika kita menyoroti dari aspek ketenagakerjaan di sini berlaku hukum
“supply and demand”. Pemerintah negara-negara berkembang biasanya mewakili
aspek supply/persediaan dengan adanya lokasi/daerah, tenaga kerja, dan material
yang berasal dari sumberdaya alam lokal. Selanjutnya, MNCs merupakan pihak
yang mewakili permintaan. Selanjutnya mudah, ketika persediaan lebih besar dari

16
http://forum.otomotifnet.com/forum/archive/index.php/t-7641.html, diakses pada tanggal 29 Oktober
2010
17
http://www.zonaindo.com/2010/06/thailand-krisis-pabrik-fortuner-pindah.html, diakses pada tanggal 27
Oktober 2010
13

pada permintaan, maka posisi tawar MNCs akan lebih besar daripada posisi tawar
pemerintah, dimana MNCs memainkan politik “take it or leave it”.
Untuk masalah kesejahteraan kaum buruh misalnya kita ambil contoh
seorang pekerja level supervisor yang bekerja pada pabrik Nike yang hanya
memperoleh US$ 18 per hari, di mana seorang Philip H. Knight, Presiden dari Nike
Inc. dapat memperoleh US$ 4526 per hari.18 Berdasarkan fakta tersebut, dapat kita
bayangkan bagaimana dengan upah mereka yang bekerja sebagai buruh kasar.
Selain itu, ada juga ketentuan lain mengenai pesangon yang merugikan buruh dan
pekerja, yaitu ketika perusahaan tutup karena alasan force majeur, maka
perusahaan tidak wajib membayar uang pesangon kepada buruh atau pekerja.
Dampak ini belum dilihat dari faktor lingkungan di mana tempat MNCs
tersebut beroperasi. Banyak kasus yang terjadi akibat beroperasinya suatu MNCs di
suatu negara merusak alam/lingkungan hidup negara tersebut dan warga sekitarnya
lah yang harus menanggung kerugian dari aktivitas MNCs tersebut. Sebagai contoh
adalah PT. Freeport Indonesia. Freeport adalah salah satu perusahaan tambang
emas terbesar di dunia di Provinsi Papua Barat. PT. Freeport Indonesia mulai
beroperasi sejak tahun 1967 atas izin pemerintah semasa Orde Baru. Dari jangka
waktu yang sudah sekian lama memberikan dampak kerusakan lingkungan yang
parah di Papua Barat. Mungkin kita masih ingat kejadian longsor di sekitar
tambang emas PT. Freeport pada tahun 2008. Longsor yang terjadi di sekitar areal
tambang emas PT. Freeport Indonesia di Mimika, Provinsi Papua tak semata-mata
karena kawasan tersebut terjal ataupun karena timpaan hujan deras. Tetapi ini bukti
bahwa daya dukung kawasan tersebut tak mampu menanggung beban kerusakan
lingkungan karena penambangan.19
Memang sebagian besar MNCs telah menerapkan konsep Corporate Social
Responsibility (CSR). CSR menurut Bauer dapat diartikan sebagai, “corporate

18
http://aiviniezt.blogspot.com/2010/09/menilik-keberadaan-mnc-di-indonesia.html, diakses pada tanggal
27 Oktober 2010
19
http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0063&ikey=1, diakses pada tanggal 31 Oktober
2010
14

social responsibility is serously considering the impact of the company’s action on


society.”20 Dari definisi di atas tersirat dua hal yang penting dalam konsep CSR,21
yaitu: to protect (melindungi), merupakan kewajiban MNCs untuk melindungi
masyarakat sekitarnya dari ekses-ekses negatif yang ditimbulkan oleh keberadaan
dan aktivitas MNCs, dan to improve (meningkatkan) adalah bagaimana MNCs
tersebut mampu memberikan kontribusi positif dengan memberdayakan
masyarakat sekitar untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Banyak MNCs
yang beroperasi di Indonesia telah melakukan CSR sebagai contoh perusahaan air
minum Aqua (Danone), yang melakukan CSR dengan mengadakan program “1
liter Aqua untuk 10 liter air bersih di Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Namun
disisi lain banyak yang mengatakan bahwa CSR hanyalah salah satu program untuk
memperbaiki citra/image dari MNCs tersebut. Bisa kita lihat ketika CSR dari suatu
MNCs dipromosikan melalui berbagai macam media (televisi, radio dan spanduk)
maka tidak lama rating dari MNCs tersebut mengalami peningkatan dan hal ini
tidak dapat menutupi semua cela dari nilai-nilai kapitalisme.
Melihat adanya segi yang positif dan negatif di atas maka hubungan antara
negara dan MNCs sangat dilematis. Di mana bagi negara-negara yang sedang
berkembang sangat memerlukan kehadiran MNCs untuk dapat menyerap tenaga
kerja dan mengurangi pengangguran dan disisi lain MNCs memang membutuhkan
tenaga kerja dengan biaya yang murah, layaknya pekerja-pekerja yang berasal dari
negara dunia ketiga. Banyak negara-negara yang berkembang berlomba-lomba
menciptakan situasi politik dan perekonomian yang kondusif. Bahkan tidak jarang
ngera-negara yang sedang berkembang memperbaiki infrastrukturnya (jalan,
penerangan, dll) hanya untuk menarik minat MNCs untuk berinvestasi di
negaranya. Sehingga terkadang MNCs mempunyai posisi tawar yang lebih kuat

20
Archie. B. Carroll, Business and Society: Ethics and Stakeholder Management, 3rd edition, South
Western College Publishing, 1996, hal. 31-32.
21
Yulius P. Hemawan, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi,
Graha Ilmu, Yogyakarta, 2007, hal. 226.
15

dibandingkan negara dan kadang negara juga mempunyai posisi tawar yang lebih
kuat dibandingkan MNCs.
BAB 3
INVESTASI

3.1 Pengertian Investasi


Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan
penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan
perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi
barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.22 Dalam prakteknya,
dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu
tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi,
pembelian berbagai macam barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan
produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan,
perbelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor,
bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya,
pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan
barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan
pendapatan nasional.23
3.2 Penentu-penentu Tingkat Investasi
Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah :
tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh
tingkat bunga
ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan
kemajuan teknologi
tingkat pendapatan nasionaldan perubahan-perubahannya
keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan24

22
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Ekonomi Makroekonomi, Edisi Kedua, Rajawali Pers, Bandung,
1994, hal. 107.
23
Sadono Sukirno, Op.Cit, hal. 107.
24
Sadono Sukirno, Op.Cit, hal. 109.

16
17

3.3 Jenis-Jenis Investasi


Investasi memiliki dua bentuk yaitu investasi “Greenfield” yang
melibatkan penciptaan fasilitas baru seperti pembangunan pabrik. “Brownfield”
dalam bentuknya yang lain yaitu berupa penggabungan dan akuisisi yang melibatkan
pembelian asset perusahaan dalam negri.25 Jenis investasi “Greenfield” cenderung
lebih aman bagi negara tujuan investasi. Sebagai contoh dengan dibukanya pabrik
mobil Toyota yang baru di Indonesia, tentu akan dapat menyerap tenaga kerja,
meningkatkan pendapatan nasional dan masih banyak spill over effect yang dapat
dirasakan. Jenis investasi “brownfiled” cenderung lebih berbahaya karena di sini
tidak disertai dengan adanya pembangunan infrastruktur baru. Jenis investasi ini
berbentuk seperti, penjualan saham, derivasi dan obligasi. Dimana ketika terjadi
suatu kondisi politik dan ekonomi yang tidak kondusif, maka para investor, akan
menarik investasinya secara besar-besaran. Hal ini akan mengakibatkan semakin
terpuruknya negara tersebut.
Joseph E. Stiglitz (2003) pernah mengatakan dalam bukunya Globalisasi
dan Kegagalan Lembaga-lembaga Keuangan Internasional, bahwa proses
liberalisasi terhadap pasar modal, bahwa proses liberalisasi terhadap pasar modal
memberikan risiko yang sangat besar, karena pergerakan modal tidak dapat
diprediksikan dan dikontrol, sehingga pada suatu masa akan mengalami Booming
yang berpotensi menimbulkan inflasi dan di masa yang lain, modal dapat lari
seketika dan akan menciptakan krisis dan resesi ekonomi yang parah.
Di bawah ini terdapat tabel mengenai FDI oleh beberapa negara dari tahun
1980 sampai dengan tahun 2003 (dalam jutaan dollar).

25
Ha jooj Chang and Illene Grabel, Membongkar Mitos Neolib;Upaya Merebut kembali Makna
Pembangunan, Insist Press, Yogyakarta, 2008, hal. 106.
18

Tabel. 2 FDI Inflows, by Host and Economy, 1980-2003 ($ millions)

Sumber : International Labour Organizations (ILO), 2005

3.4 Pro dan Kontra Terhadap Investasi


Investasi memang memiliki dua sisi, yaitu positif dan negatif. Untuk kaum
yang pro investasi dipandang sebagai job filed (lapangan pekerjaan) bagi para job
loses (pengangguran). Kemudian investasi maupun MNCs bisa meningkatkan
pendapatan negara dari sektor pajak. Yang terpenting adalah investasi asing bisa
membantu pemerintah mensukeskan programnya mengenai penyediaan tenaga
kerja. Namun juga terdapat sisi negatif. Salah satu faktor para investor asing sangat
suka menanamkan modalnya di negara berkembang karena faktor-faktor efisiensi,
yaitu terkait dengan upah buruh yang murah. Tak bisa dipungkiri memang aliran
dana dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) deras sekali masuk ke negara-
negara berkembang pada tahun 2010. Seperti apa yang pernah diungkapkan mantan
Menteri Keuangan, Sri Mulyani bahwa dana global akan mengalir lebih deras ke
negara-negara emerging market atau negara berkembang, dimana Indonesia
19

menjadi salah satu tujuan utama.26 Diperkirakan, angkanya mencapai USD 671
miliar27. Sebagai catatan, investasi asing oleh perusahaan multinasional di negara
berkembang meningkat pesat dari US$ 13 miliar pada tahun1981 menjadi US$ 25
miliar pada tahun 1991. Namun hadirnya investasi asing (FDI) juga patut
dipertanyakan. Meski membawa arus modal yang sangat besar, kehadiran investasi
asing tidak serta-merta mengatasi problema pembangunan. Mengapa demikian?.
Ada enam analisa mengenai investasi di Indonesia, yaitu28 :
1. Motif Investasi
Aktivitas investasi asing di Indonesia sebagian besar tak terlepas dari
adanya sebuah motif penguasaan atas sumber kekayaan alam seperti eksplorasi
minyak, pertambangan, dan penebangan hutan. Dalam perkembangannnya
kegiatan eksplorasi ini semakin menjurus ke arah eksploitasi alam yang
berpotensi menghancurkan daya dukung lingkungan dan peminggiran
masyarakat lokal.
Suatu contoh longsor yang terjadi di sekitar area tambang PT. Freeport
Indonesia pada bulan Mei 2008 yang semata-mata bukan karena
ketidakmampuan area untuk menampung air limbah namun adanya perusakan
lingkungan yang dibuat oleh PT. Freeport Indonesia.29 Sehingga di sini konsep
CSR tidak lagi menjadi penting dan diabaikan .
2. Keuntungan Untuk Home Country
Keuntungan besar yang diperoleh dari hasil aktivitas produksi di
Indonesia tidak serta merta digunakan untuk reinvestasi dan proses alih
teknologi namun direpatriasikan ke negara asal (home country). Praktik-praktik
seperti ini sangat merugikan Indonesia terutama posisi neraca pembayaran
Sebagai analisis adalah masalah keuntungan yang diperoleh PT. Freeport
Indonesia. Seperti apa yang diungkapkan Marwan Batubara, Direktur Eksekutif

26
http://www.pontianakpost.com/?mib=berita.detail&id=33622, diakses pada tanggal 03 November 2010
27
Ibid
28
http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?p=21442, diakses pada tanggal 03 November 2010
29
http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0063&ikey=1, diakses pada tanggal 01 November
2010
20

Indonesian Resource Studies bahwa kita (Indonesia) tak sampai mendapatkan


setengah keuntungan dari aktivitas pertambangan PT. Freeport. Berdasarkan
laporan keuangan Freeport pada 2008, total pendapatan Freeport adalah US$
3,703 miliar dengan keuntungan US$ 1,415 miliar. Adapun penerimaan negara
dari Freeport melalui pajak maupun royalti hanya US$ 725 juta. Bisa dilihat
bahwa penerimaan negara lebih kecil daripada Freeport. Bila ditarik hingga lima
tahun ke belakang, periode 2008-2004, Freeport menerima total pendapatan US$
17,893 miliar. Bila diasumsikan pengeluaran biaya operasi dan pajak 50 persen,
maka total penerimaan bersih Freeport adalah US$ 8,964 miliar. Sementara itu
total pendapatan negara dalam kurun waktu 2004-2008 lewat royalti mencapai
US$ 4,411 miliar.30
3. Bentuk Investasi
Kebanyakan orang Indonesia mengira bahwa kehadiran investasi asing
di Indonesia serta-merta membawa dolar dalam bentuk kontan. Ini hanya mimpi.
Para investor asing/MNCs sering memanfaatkan fasilitas kredit yang ditawarkan
oleh perbankan nasional. Oleh karena sebagian besar pejabat menganggap peran
investasi asing sangat penting maka para investor tersebut sering memperoleh
perlakuan istimewa terutama dalam hal akses kredit dengan bunga rendah
padahal dunia usaha domestik sendiri mengalami kelangkaan modal.
4. Praktek Transfer Pricing
Kegiatan investasi asing di Indonesia ikut memberikan kontribusi
dalam menurunnya target penerimaan pajak sebagai akibat dari praktik
transfer pricing. Praktek transfer pricing dilakukan dengan jalan transaksi
internal perusahaan. Dengan kata lain, transaksi/perdagangan
antarcabang/anak perusahaan masih dalam induk perusahaan yang sama namun
berlainan negara. Sebuah MNC otomotif bisa menjalankan proses produksinya
dalam negara yang berbeda. Misalnya, di Indonesia hanya memproduksi suku

30
http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/03/04/brk,20100304-229961,id.html, diakses pada
tanggal 03 November 2010
21

cadang lalu suku cadang tersebut dikapalkan ke Malaysia yang melakukan


assembling. Hasil assembling tersebut dikirim kembali ke Indonesia dalam
bentuk penjualan akhir (final sale). Proses transaksi ini sulit ditaksir berdasarkan
nilai pasar yang sebenarnya oleh karena sifat transaksi dilakukan secara internal
oleh perusahaan yang sama sehingga memungkinkan manipulasi nilai transaksi.
5. Eksploitasi Buruh
Kehadiran investasi asing di Indonesia diyakini akan memperluas
kesempatan kerja. Pendapat ini mungkin ada benarnya. Namun tak jarang,negeri
yang terkenal dengan berlimpahnya buruh yang murah sering dijadikan sebagai
eksploitasi untuk memperbesar keun-tungan dengan mengabaikan hak-hak
buruh seperti pelayanan kesehatan, asuransi jiwa tenaga kerja, dan dana pensiun.
Secara sepintas terserapnya tenaga kerja ke dalam pabrik-pabrik yang dimiliki
oleh modal asing memang cukup melegakan namun proses ini ibarat menanam
bom waktu di kemudian hari. Di samping itu patut dipertanyakan juga kesediaan
MNCs untuk melakukan proses transfer of knowledge pada tenaga kerja
Indonesia.
6. Pelanggaran HAM
Investasi asing di manapun di seluruh dunia selalu berkepentingan
dengan risiko politik dan keamanan. Para investor asing atau MNC tidak begitu
peduli dengan isu HAM atau demokrasi oleh karena bagi mereka yang penting
adalah stabilitas politik demi menjaga kelangsungan bisnis dan terjaminnya
kepentingan mereka. Sebagai contoh tewasnya Theys H. Eluay dan adalah
konflik antara PT Freeport dengan warga pendulang emas di areal konsesi PTFI
pada tahun 2006. Atau pada bulan Februari 1978 terjadi penembakan terhadap
seorang polisi Indonesia. Insiden ini disebabkan tak dipenuhinya seluruh janji
Freeport yang tertuang dalam January Agreement. Hingga 1978 itu, Freeport tak
memenuhi seluruh janji yang ada dalam perjanjian tersebut.
Hampir seluruh kasus pelanggaran HAM terkait tambang Freeport tidak
jelas penyelesaiannya. Para pelaku kejahatan HAM ini umumnya tidak
ditemukan atau mendapat perlindungan sehingga lolos dari jerat hukum.
22

Keadilan bagi korban pelanggaran HAM kasus-kasus Freeport tampaknya


memang suatu hal yang absurd.31
Meski masuknya investasi asing tidak serta merta mengatasi problem
pembiayaan pembangunan tidak dapat dimungkiri sedikit banyak tentu ada
manfaatnya bagi proses pembangunan ekonomi itu sendiri. Adalah sebuah kenaifan
bila mengharapkan kebaikan atau ketulusan hati dari investasi asing. Colman dan
Nixson (1978) dengan lugas mengatakan :
Their prime objective is global profit maximization and their actions
are aimed at achieving that objective, not developing the host less
developed country. If the technology and the products that they introduce
are inappropriate, if their actions exacerbate regional and social
inequalities, it they weaken balance of payments position, in the last resort
it is up to the less developed country government to pursue policies
which will eliminate the causes of these problems.

Di sini kita kembali menelaah kepada konsep kapitalisme mengenai


eksploitasi, dan akumulasi. Dari penjelasan di atas sudah tampak jelas bahwa
investasi asing maupun MNCs merupakan sebuah agen penyebaran nilai-nilai
kapitalisme yang kemudian parahnya akan menuju pada imperialisme. Masihkah
kita terus mengandalkan investasi asing atau MNCs?. Kita (Indonesia) merasa
dijajah kembali setelah sejarah kelam pernah hinggap di tanah air kita, yaitu
penjajahan Belanda 3,5 abad silam.
Investasi asing khususnya oleh negara-negara maju ke negara berkembang
membuat negara-negara berkembang dijadikan sebuah imperium. Bagaimana tidak,
kita hanya dieksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) dan juga masalah
ketenagakerjaan (buruh). Keuntungan pun juga kita tidak mendapatkan separuhnya.
Bukankah kondisi ini mengingatkan kita kembali kepada konsep imperialisme pada
masa lampau. Di mana daerah jajahan yang dalam hal ini negara berkembang hanya
dieksploitasi yang kemudian untuk mensejahterahkan kerajaan yang menjajah
(negara maju).

31
http://konservasionis.wordpress.com/2010/02/13/sejarah-kelam-tambang-freeport/, diakses pada
tanggal 03 November 2010
BAB 4
MNCs dan KAPITALISME

4.1 Sejarah Munculnya Kapitalisme


Kapitalisme awal muncul pada abad ke-15. Pada fase ini masih mengacu
pada kebutuhan pokok yang ditandai dengan hadirnya industri sandang di Inggris
sejak abad XVI sampai abad XVIII. Dan berlanjut pada usaha perkapalan,
pergudangan, bahan- bahan mentah, barang- barang jadi dan variasi bentuk
kekayaan yang lain. Dan kemudian berubah menjadi perluasan kapasitas produksi,
dan talenta kapitalisme ini yang kemudian hari justru banyak menelan korban.
Di perkotaan, para saudagar kapitalis menjual barang-barang produksi
mereka dalam satu perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya. Mula-mula
mereka menjual barang pada teman sesama saudagar seperjalanan, lalu berkembang
menjadi perdagangan publik. Sementara di wilayah pedesaan saat itu masih
cenderung feodalistik.
Dalam hal ini Russel mengemukakan adanya tiga faktor yang menghambat
kapitalisme di pedesaan dan berbagai wilayah lain. Kendala itu adalah:
a. Tanah yang ada hanya digunakan untuk bercocok tanam, sehingga hasil
produksinya sangat terbatas. Russel mengusulkan untuk mengubah tanah
menjadi sesuatu yang lebih menguntungkan (profitable). Atau dengan pengertian
lain tanah bias diperjual belikan seperti barang lainnya.
b. Para petani atau buruh tani yang masih terikat pada system ekonomi subsistensi.
Komentar Russel untuk hal ini adalah mereka siap untuk dipekerjakan dengan
upah tertentu.
c. Hasil produksi yang diperoleh petani saat itu hanya sekedar digunakan untuk
mencukupi kebutuhan pribadi. Menurutnya, produksi hasil petani harus
ditawarkan ke pasar dan siap dikonsumsi oleh publik
Kemudian kapitalisme memasuki fase baru di mana ada pergeseran dari
perdagangan publik kebidang industri yang ditandai oleh Revolusi Industri di
Inggris dimana banyak diciptakan mesin-mesin dan teknologi besar yang sangat

23
24

menunjang industri. Kondisi ini terjadi pada tahun 1700-an. Di fase inilah terkenal
tokoh yang disebut “bapak kapitalisme” dengan bukunya yang sangat tekenal the
Wealth of Nations (1776) dimana salah satu poin ajarannya laissez faire dengan
invisible hand-nya (mekanisme pasar) dan beberapa tokoh seangkatan seperti David
Ricardo dan John Stuart Mills, yang sering dikenal sebagai tokoh ekonomi neo-
klasik. Pada fase inilah kapitalisme sering mendapat hujatan pedas dari kelompok
Marxis.
Kapitalisme mengalamai fase yang singnifikan saat terjadinya Perang
Dunia I. Kapitalisme berlanjut sebagai peristiwa penting ini ditandai paling tidak
oleh tiga momentum. Pertama, pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika.
Kedua, bangkitnya kesadaran bangsa- bangsa di Asia dan Afrika sebagai ekses dari
kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu dengan
perlawanan. Ketiga, revolusi Bolshevik Rusia yang berhasrat meluluhlantakkan
institusi fundamental kapitalisme yang berupa pemilikan secara individu atas
penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan
kemapanan agama
Secara sosiologis paham kapitalisme berawal dari perjuangan terhadap
kaum feodal, salah satu tokoh yang terkenal Max Weber dalam karyanya The
Protestan Ethic of Spirit Capitalism, mengungkapkan bahwa kemunculan
kapitalisme erat sekali dengan semangat religius terutama kaum protestan. Pendapat
Weber ini didukung Marthin Luther King yang mengatakan bahwa lewat perbuatan
dan karya yang lebih baik manusia dapat menyelamatkan diri dari kutukan abadi.
Tokoh lain yang mendukung adalah Benjamin Franklin dengan mottonya yang
sangat terkenal yaitu “time is money”, bahwa manusia hidup untuk bekerja keras
dan memupuk kekayaan.
Secara ekonomis maka perkembangan tidak akan pernah akan bisa lepas
Dari sang maestro, Bapak kapitalisme yaitu Adam Smith dimana ia mengemukakan
5 teori dasar dari kapitalisme :
1. Pengakuan hak milik pribadi tanpa batas-batas tertentu.
25

2. Pengakuan hak pribadi untuk melakukan kegiatan ekonomi demi meningkatkan


status sosial ekonomi.
3. Pengakuan adanya motivasi ekonomi dalam bentuk semangat meraih
keuntungan semaksimal mungkin.
4. Kebebasan melakukan kompetisi.
5. Mengakui hukum ekonomi pasar bebas/mekanisme pasar.

4.2 Karateristik Kapitalisme


Secara garis besar ada tigal hal karateristik utama dari pada kapitalisme.
Di mana tiga hal tersebut yang melandasi adanya penindasan yang terjadi dari sejak
munculnya kapitalisme sampai praktek kapitalisme yang terjadi detik ini. Tiga hal
tersebut adalah:
1. Eksploitasi
Ini berarti pengerukan secara besar-besaran dan habis-habisan terhadap
sumber daya alam maupun sumber daya manusia, seperti yang terjadi pada
jaman penjajahan, bahkan sampai sekarang meskipun dalam bentuk yang tidak
sama. Kaum kapitalis akan terus melakukan perampokan besar- besaran
terhadap kekayaan alam kita dan terus mengeksploitasi para buruh demi
kepentingan dan keuntungan pribadi.
2. Akumulasi
Secara harfiah akumulasi berarti penumpukan, sifat inilah yang
mendasari kenapa capitalist tidak pernah puas dengan dengan apa yang telah
diraih. Misalnya, kalau pertama modal yang dipunyai adalah Rp. 1 juta maka si
kapitalis akan berusaha agar bisa melipat gandakan kekayaannya menjadi Rp. 2
juta dan seterusnya. Sehingga kaum kapitalis selalu menggunakan segala cara
agar kekayaan mereka berkembang dan bertambah.
3. Ekspansi
Ini berarti pelebaran sayap atau perluasan wilayah pasar, seperti yang
pada kapitalisme fase awal. Yaitu dari perdagangan sandang diperluas pada
usaha perkapalan, pergudangan, barang- barang mentah dan selanjutnya barang-
26

barang jadi. Dan yang terjadi sekarang adalah kaum kolonialis melakukan
ekspansi ke seluruh penjuru dunia melalui modal dan pendirian pabrik-pabrik
besar yang notabene adalah pabrik lisensi. Yang semakin dimuluskan dengan
jalan globalisasi.
Itulah yang terjadi pada hampir di seluruh belahan dunia, kapitalisme
semakin mengakar dan menghisap negara-negara miskin dan berkembang seperti
Indonesia melalui sebuah cara yang disebut globalisasi. Kapitalisme semakin
menggurita dalam setiap sendi kehidupan bangsa Indonesia yang besar ini.

4.3 MNCs dan Konsep Imperialisme


4.3.1 Pengertian Imperialisme
Imperialisme bisa dikatakan sebuah level tertinggi dari sebuah sistem
ekonomi kapitalis. Karena setelah Abad ke-20, monopoli mendominasi segi-segi
ekonomi dan politik di dalam masyarakat secara utuh di negara-negara kapitalis
besar. Alat-alat produksi maupun kapital uang dikontrol oleh segelintir kapitalis
monopoli. Penguasaan dari kedua hal tersebut sangatlah penting dan dibutuhkan
oleh industri.32
Pengertian imperialisme secara bahasa berasal dari kata ”imperare” yang
artinya suatu negara untuk menguasai negara lain demi kepentingan ekonomi,
politik dan budaya agar mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi negaranya.
Dari situ kemudian berkembang istilah imperator yaitu sebutan untuk orang yang
berkuasa atas suatu wilayah. Sedangkan wilayah kekuasaanya kemudian disebut
dengan imperium. Pengertian di atas jika dikaitkan dengan sebelum terbentuknya
konsep negara bangsa secara gamblang terlihat di mana suatu kerajaan/emperor
yang kuat bisa menguasai dan mengeskploitasi suatu daerah dengan dampak yang
sangat jelas terlihat. Namun di abad ke-20 ini dan semakin majunya teknologi
membuat imperialisme mengalami bentuk baru yang bisa dikatakan lebih halus

32
http://www.scribd.com/doc/5975671/Imperialisme-Teori, diakses pada tanggal 31 Oktober 2010
27

dalam aktivitasnya. Sub bab berikutnya akan dibahas bentuk baru dari imperialisme
itu sendiri

4.3.2 MNCs Sebagai Bentuk Imperialisme Baru (New Imperialism)


Seperti yang dikatakan di atas bahwa saat ini di abad ke-20 imperialisme
mengalami perbuhan bentuk dalam aktivitasnya yang bisa dikatakan lebih ”halus”.
Dalam sejarah imperialisme yang dilakukan oleh negara-negara kuat dibedakan
menjadi dua macam yaitu imperialisme kuno dan imperialisme modern. Keduanya
adalah memiliki kesamaan tujuan yaitu untuk menguasai daerah untuk kepentingan
pribadi negara imperialisme. Adapun perbedaan dari kedua imperialisme tersebut
adalah sebagai berikut.

Tabel. 3 Perbedaan Imperialisme Kuno dan Modern


Jenis Imperialisme Kuno Imperialisme Modern
Waktu Terjadi sebelum Revolusi Terjadi setelah Revolusi
Terjadinya Industri Industri
- Berpijak pada semboyan 3G - Menguasai suatu daerah
(Gold, Gospel, Glory) untuk kepentingan industri
- Gold : memperoleh kekayaan yaitu :
Kepentingan sebanyak-banyaknya a. Tempat mendapatkan
- Gospel : menyebarkan agama bahan mentah
- Glory : Memperoleh kejayaan b. Tempat memasarkan hasil
secara politik c. Tempat menanamkan
modal
Sumber : http://www.majalahbara-smaga.co.cc/2010/02/pengertian imperialisme-dan.html

Bentuk imperialisme modern saat ini telah dibungkus ke dalam sebuah


perusahaan yang dinamakan Multinational Corporations (MNCs). MNCs yang
semakin menjamur di negara-negara berkembang tidak jauh dan lain adalah sebuah
imperialisme baru. Mengapa MNCs dikategorikan sebagai bentuk penjajahan baru?
Hal ini tidak terlepas dari MNCs yang telah menggantikan penaklukkan terang-
terangan yang dipraktekkan sebelum Perang Dunia II oleh kekuatan-kekuatan
kolonial tidak langsung, yang diantaranya :
28

1. perusahaan-perusahaan multinasional mengacaukan pola-pola produksi di Brazil


dan tempat-tempat lainnya dengan mengganti tanaman pangan dan serat yang
memungkinkan swasembada dengan tanaman pertanian komersial
2. mereka seringkali meminggirkan pengusaha-pengusaha kecil pribumi
3. konglomerat-konglomerat makanan raksasa menjerumuskan pilihan-pilihan
konsumsi dengan memasarkan minuman-minuman ringan, makanan sampah
(junk food) dan barang-barang kualitas rendah serupa negara-negara miskin
4. etika global para konglomerat mengenai konsumen di pasar mereka: berikan
sedikit demi sedikit mungkin dan ambil sebanyak mungkin yang secara politik
bisa diterima
5. ITT terkenal dengan peran yang dimainkan dalam menggulingkan pemerintahan
Salvador Allende di Chile yang terpilih secara popular
6. Seringkali, perusahaan-perusahaan multinasional sebenarnya mengekspor lebih
banyak modal dari negara-negara berkembang dibandingkan jumlah modal yang
harus mereka bawa masuk
7. Seringkali konsekuensi aktivitas intensif multinasional adalah terciptanya
seegelintir sektor modern di tengah nyatanya peningkatan kemiskinan ekonomi
tradisional, seperti yang banyak terjadi di Iran era Shah.
8. Keuntungan perusahaan-perusahaan multinasional yang jeli sedikit terkait
dengan keefisienan dan sensivitas mereka pada pemilihan-pemilihan konsumen
disbanding dengan ketrampilan mereka dalam melobi, menyuap, dan
persekutuan-persekutuan yang saling menguntungkan dengan para politisi di
banyak Negara.33
MNCs yang kebanyakan dimiliki oleh negara maju terus mengekspansi
perusahaannya untuk memasarkan hasil produksinya, mendapatkan bahan mentah,
dan menanamkan modalnya. Negara berkembang seakan dijajah dengan bentuk
baru yang bukan lagi seperti imperialisme kuno yang secara terang

33
Robert Lekachman dan Borin Van Loon, Kapitalisme Teori dan Sejarah Perkembangannya, Resist
Book, Yogyakarta, 2008, hal. 59-61.
29

mengeksploitasi. Penjajahan yang dilakukan oleh MNCs bisa berupa buruh dengan
gaji yang murah, ketergantungan, dan penguasaan atas ekonomi. Tenaga kerja yang
memang banyak diserap oleh MNCs secara tidak langsung bisa membantu
pemerintah dalam masalah pengangguran. Namun di sisi lain merupakan sebuah
bentuk eksploitasi buruh. Alasan MNCs suka menanamkan investasinya ke negara-
negara berkembang adalah karena upah buruh yang murah. Perhitungan awal
adalah buruh murah untuk menggairahkan investasi.34
Modal asing masuk kemudian roda ekonomi berjalan mengiringi.
Perhitungan ini sangat kasar dan prematur. Posisi buruh dianggap alat produksi
seperti halnya mesin, lokasi, modal, dll. Mereka dilihat sebagai ternak yang bisa
diambil susu, kulit dan dagingnya dengan mudah. Ekspansi dan eksploitasi yang
besar-besaran dilakukan demi akumulasi modal. Sebagai contoh perusahaan nike
selama periode 1989-1994 membuka lokasi pabrik baru di Cina, Indonesia dan
Thailand dimana upah sangat rendah.35
Sekarang coba kita tinjau operasi MNCs, perusahaan-perusahaan joint
venture atau perusahaan-perusahaan yang mendapat lisensi beroperasi di Indonesia.
Dalam proses produksinya, perusahaan-perusahaan di Indonesia, baik yang PMA,
joint-venture atau perusahaan domestik yang mendapat lisensi, tetap tergantung pada
perusahaan induknya. PT. Multi Bintang yang memproduksi bir, raginya harus
didatangkan dari Belanda, PT. Boma Bisma Indra yang mendapat lisensi dari Deutz
untuk memproduksi mesin diesel, komponen-komponennya masih harus didatangkan
dari Jerman, PT. Astra yang memproduksi mobil Toyota, tetap harus mengimpor
mesinnya dari Jepang, PT. IPTN yang membuat pesawat terbang dan helikopter,
sebagian besar komponennya harus diimpor. Demikian pula PT. Food Specialities
Indonesia, PT. Unilever dan sebagainya. Bahan-bahan dan komponen yang harus
diimpor dari negara asal MNC itu, tidak dapat dibeli di tempat lain, karena barang
substitusi akan mempunyai komposisi kimia dan karakteristik teknik yang berbeda.

34
http://pengukuraspal.multiply.com/journal/item/13, diakses pada tanggal 01 November 2010
35
http://blog.unsri.ac.id/revolusi_jalanan/isu-perburuhan/outsourcing-sebuah-pengingkaran
kapitalisme-terhadap-hak-hak-buruh/mrdetail/14162/, diakses pada tanggal 01 November 2010
30

Ketergantungan oleh komponen ini baru ditinjau dari segi teknik, belum lagi harganya
yang dipermainkan oleh perusahaan induknya, sehingga di bidang pemasaran juga
terjadi di bidang perencanaan (design). Dalam semua segi aktifitasnya MNC di dunia
ketiga pada umumnya dan di Indonesia khususnya, tetap dikoordinir oleh perusahaan di
negara asalnya, baik di bidang perencanaan, produksi, pemasaran dan sebagainya.
Pendapat ini sejalan dengan pemikiran Robert Gilpin :
“There is a common pool of managerial, financial and technical resources,
and most importantly, the parent operates the whole in terms of a coordinated
global strategy. Purchasing, production, marketing, research and so forth, are
organized and managed by the parent in order to achieve its long-term goal of
corporate growth”

Dari pembahasan mengenai industri-industri di Indonesia, terlihat jelas


bahwa walaupun terjadi perkembangan, namun tetap ada ketergantungan dan
nampaknya sejalan dengan teori Associated Dependent Development-nya Fernando
Hendrique Cardoso. Dalam teori ini, “pemilikan” industri nampaknya tidak penting,
apakah dimiliki pihak asing, berbentuk perusahaan patungan atau perusahaan
domestik yang bergabung dengan perusahaan-perusahaan asing, tetapi penekanan
justru pada siapa yang mengambil keputusan, umumnya berada di luar negeri.
Yang terakhir adalah masalah penguasaan ekonomi. Kita bisa lihat pada
tabel 1 tentang “Perbandingan Pendapatan MNCs dengan GDP Negara”. Tampak
jelas bahwa pendapatan MNCs yang notabene hanya satu perusahaan bisa 10 kali
lipat bahkan lebih GDP negara yang merupakan hasil akumulasi dari pajak, ekspor-
impor, penjualan tambang, dll. Misalnya General Motors (AS) yang mendapatkan
pendapatan 168.828217.123,4 milyar dollar dengan GDP Venezuela yang hanya 59.995
milyar dollar. MNCs telah menguasai perekonomian negara berkembang terlebih
menguasai perekonomian dunia. Walaupun memang suatu MNCs tetap membayar pajak
dan kewajiban-kewajiban finansial kepada negara yang ditanami investasi, namun tetap
keuntungan mereka tak berkurang secara signifikan. Apalagi keuntungan mereka didapat
dengan pengeluaran yang sedikit, yaitu upah buruh yang murah. Apakah masih belum bisa
dikatakan bahwa MNCs sebagai agen kapitalis yang selalu mengedepankan efisiensi dan
kemudian berubah bentuk menjadi new imperialism?
31

Dari penjelasan di atas sudah sangat jelas bahwa secara tidak sadar kita
telah dijadikan imperium oleh sebuah MNCs. Kemapanan yang kita lihat saat patut
dipertanyakan kembali karena praktek imperialsme baru dewasa ini semakin „rapi‟
dan „halus‟ dalam pengoperasiannya yang tidak lagi menunjukkan sifat aslinya
yang penuh dengan kehancuran.
BAB 5
PERAN MNCs TERHADAP DIMENSI BURUH

5.1 MNCs dan Penyerapan Tenaga Kerja


Kehadiran MNCs di negara-negara berkembang memang sangat membantu
pemerintah setempat khususnya dalam masalah penyerapan ketenagakerjaan.
Pemerintah sendiri terkadang sulit untuk menolak kehadiran MNCs. MNCs yang
datang dengan membawa “kabar gembira”, yaitu penyediaan lapangan kerja.
Pemerintah seakan terjebak dalam tuntuntannya akan mensejahterahkan rakyat
namun pemerintah sendiri pun masih belum bisa menyediakan lapangan pekerjaan.
Mau tidak mau, pemerintah setempat pun menerima kehadiran MNCs tersebut.
Namun kondisi ini sangat dimanfaatkan oleh MNCs di mana hampir
kebanyakan MNCs melakukan ekspansi, di mana ekspansi ini juga tidak terlepas
dari memperoleh raw material yang digunakan dalam proses produksi namun juga
mencari tenaga kerja dengan upah yang murah. MNCs melakukan ekspansinya
kepada negara-negara berkembang khususnya negara dunia ketiga hal ini
dikarenakan negara berkembang mempunyai jumlah penduduk yang banyak.
Sedangkan pemerintah dari negara berkembang biasanya belum dapat menyediakan
lapangan pekerjaan yang cukup bagi angkatan kerja.
Tidak bisa dipungkiri memang MNCs menyediakan lapangan pekerjaan
bagi angka kerja di suatu negara. Hal ini pun juga terjadi di Indonesia. Misalnya PT.
AHM Indonesia yang setidaknya menyerap 14 ribu pekerja di bidang internal. 36 Di
sisi lain franchise Carrefour di Indonesia yang mampu menyerap karyawan sebesar
20.000.37 Selain itu kita juga dapat melihat mulai banyak berdiri kawasan industri di
Indonesia, seperti kawasan industri KIIC di Karawang, Jababeka di Cikarang, Ngoro
di Mojokerto dan masih banyak lagi yang lainnya.

36
http://www.astra-honda.com/index.php/berita/view/195, diakses pada tanggal 29 Oktober 2010
37
http://bisnis.vivanews.com/news/read/613643-nasib_25_ribu_karyawan_dipertaruhkan, diakses pada
tanggal 3 November 2010

32
33

5.2 Eksploitasi Buruh Oleh MNCs


Pendirian MNCs di Indonesia sebenarnya mempunyai efek tersendiri yaitu
terhadap penyerapan buruh dan eksploitasi buruh. Memang benar ketika MNCs
didirikan buruh-buruh dapat terserap karena kebutuhan MNCs dalam
mengembangkan usahanya dan modal yang besar sehingga MNCs dapat menyerap
buruh dalam jumlah besar namun hal ini ternyata tidak dibarengi dengan
peningkatan kesejahteraan buruh. Ini dapat dilihat dari bagaimana aksi-aksi
demonstrasi yang dilakukan oleh para buruh ketika Labour Day yang diperingati
setiap tanggal 1 Mei.
Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para buruh ini mempunyai beberapa
tuntuntan seperti, peningkatan kesejahteraan bagi mereka (buruh), dihapuskannya
sistem out sourcing dan sistem kerja kontrak yang dinilai sangat merugikan bagi
buruh, selain itu mereka menuntut akan naiknya Upah Minimum Regional (UMR).
Mengapa mereka menuntut banyak hal kepada negara agar membuatkan payung
hukum bagi ketenaga kerjaan? Ini tidak terlepas dari bagaimana buruh merasa
dieksploitasi oleh MNCs.
Sedikit kita kembali kepada teori Karl Marx dengan slogannya yang
terkenal “bersatulah para buruh seluruh dunia” Di sini eksploitasi yang dilakukan
oleh kaum kapitalis (MNCs) kepada buruh ialah dalam masalah value added atau
akan adanya fetisisme komoditas yang artinya suatu komoditi dapat ditukarkan
seolah-olah hanya karena fisiknya, padahal nilai tukar suatu komoditi justru terletak
pada adanya hubungan sosial dengan tenaga kerja yang terkandung di dalamnya.
Jadi setiap komoditas punya nilai guna dan nilai tukar. Faktor yang ada dalam
semua komoditas itu adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam produksi
komoditas.
Dari value added tersebut kaum kapitalis memperoleh keuntungan.
Keuntungan adalah sesuatu yang bukan hanya membuat kaum kapitalis hidup
dengan enak, keuntungan juga merupakan salah satu aspek yang penting dalam
34

seluruh sistem kapitalisme, tanpa keuntungan kapitalisme tidak mampu bertahan


hidup.38 Karena sistem kapitalisme menekankan pada peran penting modal. Maka
di sini kaum borjuis yang memiliki modal banyak dapat membeli alat produksi, di
mana alat produksi ini tidak mampu dibeli oleh kaum yang tidak memiliki modal.
Di sini kaum yang tidak memiliki modal biasanya hanya punya satu cara untuk
bertahan hidup, yakni menjual tenaga kerja. Tenaga kerja dari kaum buruh memang
dibayar oleh para kapitalis namun di sini pembayaran tersebut tidak adil dengan
usaha yang telah dilakukan oleh para buruh, sedangkan kaum kapitalis memperoleh
keuntungan yang banyak padahal mereka tidak bekerja dan hanya memiliki modal.
Ketika teknologi terus berkembang sehingga alat-alat produksi yang baru
dapat melakukan efisiensi baik dari segi waktu dan biaya. Maka rasio bagi kaum
kapitalis ialah melakukan pembelian alat produksi yang baru tersebut dan
merumahkan beberapa buruhnya karena tenaga kerjanya sudah dapat tergantikan
oleh alat produksi yang baru tersebut. Semakin banyak buruh yang di rumahkan
maka tingkat pengangguran semakin tinggi dan dampaknya semakin sulit
memperoleh pekerjaan. Hal inilah yang digunakan oleh para kaum kapitalis untuk
lebih mengintimidasi buruh. Selain itu kaum kapitalis tidak hanya menahan laju
pergerakan para buruh dengan ekonomi deterministik namun juga kaum kapitalis
menciptakan hegemoni. Agar kaum buruh dapat lebih jinak dan tidak radikal.
Berikut merupakan sebuah contoh mengenai eksploitasi yang dilakukan
oleh MNCs kepada buruhnya. Menurut Portland Jobs with Justice (PJJ), lebih dari
sepertiga produk Nike dihasilkan di Indonesia. Buruh hanya mendapat 2,25 dollar
AS dan naik menjadi 2,46 dollar pada April 1997 per hari untuk membuat sekitar
100 sepatu.39 Dengan upah tersebut, buruh tidak mampu membeli makanan dan
mencari tempat berlindung yang cukup. Dalam release yang dikeluarkan Portland
Jobs with Justice (PJJ) dikatakan bahwa kalau Anda menjadi buruh Nike di
Indonesia berarti Anda dan sekitar 88 persen buruh lainnya mengalami kekurangan

38
Rupert Woodfin dan Oscar Zarate, Op.Cit, hal. 49.
39
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/39/ekbis2.htm, diakses pada tanggal 29 Oktober 2010
35

makanan yang sehat. Juga berarti harus tinggal di gubug tanpa fasilitas air yang
memadai. Buruh harus bekerja 18 jam per hari. Kalau mengeluh, buruh dipecat.
Namun hal ini sangat bertolak belakang dengan gaji yang diterima oleh
bos dan dedengkot Nike Inc, Philip H. Knight yang menerima gaji dan bonus
sebesar 864.583 dollar dan 787.500 dollar pada tahun 1995. Jumlah ini belum
termasuk stok Nike sebesar 4,5 biliun dollar.40 Contoh di atas telah mampu
menggambarkan bagaimana keegoisan kelas kapitalis terhadap kesejahteraan buruh.
Dimana posisi buruh selalu dirugikan dan kaum kapitalis selalu diuntungkan (zero
sum game).
Selain itu contoh diatas membuktikan bahwa MNCs walaupun modalnya
besar, mampu menyerap tenaga kerja yang banyak namun kenyataannya buruh
dieksploitasi, kesejahteraan hidupnya tidak terjamin bahkan tidak perduli terhadap
hak-hak yang seharusnya diterima oleh buruh-buruh tersebut, MNCs mengganggap
bahwa kesejahteraan buruh bukan menjadi tanggung jawab MNCs tetapi tanggung
jawab pemerintah. Eksploitasi terhadap buruh juga dilakukan dengan
mempekerjakan anak-anak dibawah umur terbukti adanya pernyataan International
Labour Organization (ILO) mengemukakan fakta bahwa terdapat lebih dari 200 juta
anak-anak pada usia 5-14 tahun terlibat dalam kegiatan eksploitasi pekerja di
negara kurang berkembang, pembedaan gender dilakukan dengan memberikan gaji
yang lebih rendah pada wanita bahkan wanita yang lulus S1 hanya mendapatkan
25% dari gaji pria.41

40
Ibid
41
http://aiviniezt.blogspot.com/2010/09/menilik-keberadaan-mnc-di-indonesia.html diakses tanggal 1
November 2010
BAB 6
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari berbagai pemaparan dan analisa di atas, dapat kita tarik sebuah benang
merah antara manuver MNCs, eksistensi buruh, dan kapabilitas Pemerintah dari host
country, yang dapat kami klasifikasikan dalam beberapa kategori :
Dimensi Politik
Dalam konteks aplikasi sistem politik yang demokratis di negara berkembang
atau negara dunia ke-3, orientasi kualitas akan penentuan dan pemilihan para
perangkat birokrat dan Decision Maker menjadi sedikit “ternafikan”. Hal ini
dikarenakan sistem legitimasi yang quantity oriented atau hanya terfokus pada
perolehan suara terbanyak. Politisasi dalam usaha memperoleh legitimasi
“power”, membuat kecenderungan berpikir dan bertindak secara instan dalam
usaha mewujudkan interest atau cita-cita konstitusi oleh para wakil rakyat yang
dipilih secara quantity oriented tersebut. Inilah yang “memaksa” terciptanya
afiliasi antara perangkat birokrasi dan para pengusaha(kapitalis) dalam usaha
mewujudkan tujuan pembangunan dan “kesejahteraan” masyarakat sesuai yang
tercantum dalam konstitusi, namun hal ini disikapi secara konvesional dan
pragmatis. Mereka menghiraukan proses yang membentuk dan mensukseskan
suatu tujuan dan hanya fokus pada hasil akhir (pembangunan ekonomi dan
kemakmuran masyarakat). Padahal untuk menciptakan suatu fondasi ekonomi
yang kuat dan lahirnya suatu kesinambungan kemakmuran, proses yang
berkualitas, mandiri, penuh kesadaran, dan sesuai dengan nilai/norma yang
berpihak pada masyarakat lokal (owner resources) menjadi indikator yang
memiliki peranan cukup vital.

36
37

Dimensi Ekonomi
Kesimpulan dalam pembahasan kami dapat diklasifikasikan dalam dua konteks,
yaitu:
1. Konteks MNCs dan Home country
Di sini dapat kita lihat potensi yang luar biasa dari penerapan dan penyebaran
nilai-nilai kapitalisme. Karakteristiknya yang berkaitan dengan eksploitasi,
akumulasi, dan ekspansi adalah sesuatu yang sangat sistematis dan
menjanjikan optimalisasi Benefit yang sangat menggiurkan. MNCs sebagai
aktor utama dan home country sebagai supporter vital, merupakan kombinasi
hebat dalam upaya merealisasikan interest kedua pihak tersebut yang terlihat
condong ke economic oriented.
2. Konteks Buruh dan Host country
Posisi sebagai obyek dan korban cukup relevan jika kita membicarakan
dampak dari kapitalisme terhadap buruh dan Host country. Sebagi pihak-
pihak yang tidak memiliki capital (dalam konteks teknologi, SDM, uang,
saham, dll), otomatis mereka menjadi pihak yang memiliki bargaining
position lemah dan cenderung tereksploitasi oleh MNCs.
Dimensi new-Imperialisme
Investasi merupakan salah satu bentuk neo-instrumental dalam “menjajah” suatu
negara. Dewasa ini, sektor ekonomi memang terlihat menjadi mainframe utama
dalam setiap kebijakan yang diambil oleh suatu negara. Biasanya, level ekonomi
akan menimbulkan spill over effect ke berbagai bidang kehidupan lain, seperti
sosial, budaya, politik, dll. Inilah yang membuka mata kita akan fundamentalnya
efek dan peran dari pihak yang menguasai sektor ekonomi, khususnya melalui
investasi secara langsung maupun tidak langsung. Mengenai keterkaitan dengan
neo-imperialisme, dapat kita amati dari fenomena dependensi suatu negara
terhadap investasi dari negara lain, serta tindakan eksploitatif dan optimalized
benefit oriented dari para investor-investor tersebut yang merupakan antek, serta
alat dari kapitalisme dan home country interest.
38

6.2 Saran
Kami ingin memberikan masukan untuk beberapa pihak, yaitu:
1. Pemerintah (host country)
Suatu model atau sistem yang sukses diterapkan di suatu negara, belum tentu
cocok/aplicable diterapkan di negara lain. Ambil dan ekstraksi berbagai sistem
yang ada dan pemimpin negara yang visioner akan menerapkan sistem yang
cocok dengan nilai, norma, karakter SDA dan SDM, serta interest yang
merepresentasikan kepentingan masyarakat. Hargailah proses menuju
kemakmuran pembangunan dan kemandirian, serta ubahlah mindset yang
bersifat Pragmatis atau hanya mementingkan hasil akhir secara instan.
2. Akademisi
Pertahankanlah idealisme kalian, dari situlah kita akan menyadari kontradiksi
yang terjadi dalam berbagai fenomena di sekitar kita. Kritis dalam balutan
kesantunan, merupakan ellegant action di dalam usaha “mengingatkan” para
aktor utama dalam fenomena tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Carbaugh, Michael J. 2000. International Economics. Cincinnati : South Western
College Publishing
Carl, Aaron. The Contribution of FDI TO Poverty Alleviation. FLAS
Carroll , Archie B. 1996. Business and Society : Ethics and Stakeholder Management,
3rd Edition. Concinnanti : South Western College Publishing
Chang, Ha Jooj and Illene Grabel. 2008. Membongkar Mitos Neolib, Upaya Merebut
Kembali Makna Pembangunan. Yogyakarta : Insist Press
F. Budi, Hardiman. 2007. Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Fakih, Mansour. 2008. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta ;
Pustaka Pelajar
Frieden, Jeffry A. dan David A. Lake. 1996. International Political Economy :
Prespectives On Global Power and Wealth, Edisi Keempat. New York :
Routhledge
Fukuyama, Francis. 2003. The End of History and the Last Man. Yogyakarta : Qalam
H. Cohn, Theodore H. 2003. Global Political Economy : Theory and Practice, Edisi
Kedua. New York : Addison Wesley Longman Inc
Hemawan, Yulius P. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional : Aktor,
Isu dan Metodologi. Yogyakarta : Graha Ilmu
Lekachman, Robert dan Borin Van Loon. 2008. Kapitalisme Teori dan Sejarah
Perkembangannya. Yogyakarta : Resists Book
Maulana, Zain. 2010. Jerat Globalisasi Neoliberal Ancaman Bagi Negara Dunia
Ketiga. Yogyakarta : Riak
Nasir Ph.D, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Sukirno, Sadono. 1994. Pengantar Teori Ekonomi Makroekonomi, Edisi Kedua,
Bandung : Rajawali Pers

39
40

Suryabrata, Sumardi. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali Pers


Woodfin, Rupert dan Oscar Zarate. 2008. Marxisme Unutk Pemula. Yogyakarta :
Resist Book

Situs
blog.unm.ac.id/.../MULTINATIONAL-CORPORATIONS-DAMPAKNYA-BAGI
INDONESIA.pdf
http://aiviniezt.blogspot.com/2010/09/menilik-keberadaan-mnc-di-indonesia.html
http://blog.unsri.ac.id/revolusi_jalanan/isu-perburuhan/outsourcingsebuah-
pengingkaran-kapitalisme-terhadap-hak-hak-buruh/mrdetail/14162/
http://pengukuraspal.multiply.com/journal/item/13
http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0063&ikey=1,
http://www.scribd.com/doc/5975671/Imperialisme-Teori
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/39/ekbis2.htm,

You might also like