You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

Sejauh mana peranan dan efektivitas pendidikan dalam pembinaan kepribadian manusia,
para ahli tidak sama pandangannya. Secara fisiologis, pandangan – pandangan tersimpul
dalam teori – teori atau aliran aliran. Dalam pembahasan makalah ini akan diulas sedikit
tentang aliran – aliran filsafat pendidikan berdasarkan potensi manusia.
Pembahasan yang akan dikedepankan mempunyai kesamaan dengan apa yang diutarakan
dalam disiplin ilmu Psikologi Umum tentang manusia dan perkembangannya, yang
selanjutnya dibahas lebih mendalam dalam Psikologi Perkembangan. Berdasarkan kedua
disiplin ilmu tersebut, Filsafat Pendidikan dan Psikologi, aliran – aliran yang mengacu
pada potensi manusia dibagi menjadi empat, yaitu :
1) Aliran empirisme atau environmentalisme,
2) Aliran nativisme,
3) Aliran naturalisme, dan
4) Aliran konvergensi.

BAB II
PEMBAHASAN

Aliran filsafat pendidikan berdasarkan potensi manusia adalah sebagai berikut ;


1) Aliran Empirisme atau Environtalisme.
Empirisme berasal dari kata empiri yang berarti pengalaman. Aliran empirisme atau
environmental menyatakan bahwa perkembangan seorang individu akan ditentukan oleh
pengalaman – pengalaman yang diperolehnya selama perkembangan individu tersebut.
Pendidikan pun termasuk pada pengertian pengalaman seorang individu.
Menurut teori ini, seseorang dilahirkan bagaikan kertas putih bersih atau meja berlapis
lilin yang belum ada tulisannya. Pengalaman sebagai tulisan atau corak yang mengisi
kertas putih tersebut. Teori ini dikemukakan oleh John Locke ( 1632 – 1704 M ) yang
dikenal dengan teori tabula rasa. Adapun tokoh lain, yaitu J. Herbart ( 1776 – 1941 M )
yang mengemukakan bahwa manusia ketika lahir bagaikan sebuah bejana kosong.
Pengalaman yang dialami anak akan menjadi isi dari bejana tersebut.
Adapun tokoh lain yang mempunyai pandangan hampir sama dengan John Locke, yaitu :
a) Helvatus ( ahli filsafat Yunani ) yang berpendapat bahwa manusia dilahirkan dengan
jiwa dan watak yang hampir sama, yaitu suci dan bersih. Pendidikan dan lingkungan
yang membuat manusia berbeda.
b) Claude Andrien Helvetus ( Jerman, 1715 – 1771 ) yang berpendapat bahwa lingkungan
dan pendidikan dapat membentuk ke arah mana saja yang dikehendaki pendidik.
Jadi, berdasarkan teori – teori tersebut keturunan atau pembawaan tidak mempunyai
peranan dalam perkembangan individu. Pendidikan sebagai bagian dari pengalaman
mempunyai peranan yang penting, karena akan menentukan keadaan individu mada masa
yang akan datang. Oleh karena itu, menurut teori ini pendidikan merupakan usaha yang
cukup mampu untuk mengisi dan membentuk pribadi seseorang ke arah pola yang
diinginkan dan diharapkan lingkungan masyarakatnya. Kepribadian terbentuk atas dasar
pengaruh lingkungan pendidikan yang didapatnya.
2) Aliran Nativisme.
Nativisme berasal dari kata nativus yang berarti terlahir. Aliran nativisme menyatakan
bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor keturunan atau bawaan sejak lahir.
Menurut aliran ini, setiap individu ketika dilahirkan telah membawa sifat – sifat tertentu
yang akan menentukan keadaan individu yang bersangkutan. Dengan demikian, menurut
aliran ini keberhasilan belajar seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri. Faktor lain, yaitu
lingkungan dan pengalaman yang termasuk di dalamnya adalah pendidikan tidak akan
berpengaruh terhadap perkembangan individu itu. Teori ini dikemukakan oleh Arthur
Schopenhauer ( Belanda, 1788 – 1860 M ). ( Bigot, Kohstamm, Palland, 1950 )
Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat sejak lahir maka ia akan menjadi
jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bekat baik sejak lahir maka ia akan menjadi
baik. Dapat dikatakan, pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat anak tidak akan
berguna bagi perkembangan anak itu sendiri. Nativisme adalah tentang adanya
pengakuan daya asli yang telah terbentuk ketika manusia lahir ke dunia, yaitu daya
psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter ( keturunan ).
Aliran ini mengakibatkan pesimistis untuk pendidikan, karena pendidikan menjadi suatu
usaha yang tidak berdaya menghadapi perkembangan manusia. Manfaat pendidikan
hanya sekedar memoles permukaan peradaban dan tingkah laku sosial, sedangkan lapis
kepribadian yang lebih dalam tidak perlu ditentukan. Aliran ini menganggap kepribadian
harus diterima apa adanya tanpa mempercayai adanya nilai – nilai pendidikan untuk
mengubah kepribadian.

3) Aliran Naturalisme atau negativisme.


Aliran naturalisme yang dikemukakan oleh J.J Rosseau ( Perancis, 1712 – 1778 M ),
menyatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia mempunyai pembawaan baik. Namun
pembawaan baik tersebut akan rusak oleh faktor lingkungan. Dari pandangan tersebut
dapat ditarik pengertian sebagai berikut :
a) Semua manusia yang baru lahir mempunyai pembawaan baik, kemudian menjadi rusak
oleh tangan menuasia.
b) Pendidikan dapat merusak pembawaan anak yang baik, karena aliran ini memandang
tidak perlu adanya pendidikan bagi pengembangan bakat dan kemampuan anak. Hal yang
diperlukan adalah menyerahkan anak kepada alam ( nature ) agar pembawaan yang baik
itu tidak menjadi rusak ole manusia melalui kegiatan pendidikan.
c) Perlu adanya permainan bebas bagi anak untuk mengembangkan pembawaan,
kemampuan dan kecenderungannya untuk mempertahankan segala yang baik yang telah
diberikan oleh Sang Pencipta.
Rohracher, seorang psikolog Austria mempunyai pendapat yang sama dengan J.J Rosseau
yang mengemukakan bahwa manusia hanyalah hasil suatu proses alam menurut hukum
tertentu. Manusia itu bertanggungjawab pada dirinya tentang keadaan dirinya sendiri. Ia
rtidak bertanggungjawab tentang bakatnya.
Aliran naturalisme disebut juga aliran negativisme karena berpandangan bahwa pendidik
hanya membiarkan anak tumbuh dan berkembang dengan sendirinya selanjutnya
diserahkan kepada alam agar pembawaan baik yang dimilikinya tidak menjadi rusak oleh
tangan manusia melalui kegiatan pendidikan.
Akan tetapi agar lebih bijak untuk menghadapi kenyataan tersebut, sebagai pendidik
harus mengupayakan yang terbaik untuk mengarahkan anak tetap baik sesuai dengan
keadaan ketika anak tersebut lahir. Menurut pandangan M. Arifin dan Aminuddin R,
dalam artikelnya ( http//:one.indoskrip.com ), aliran ini mempunyai konsep tentang
pembelajaran, yaitu :
d) Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara
pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya
secara alami.
e) Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik
berperan sebagai fasilitator atau nara sumber yang menyediakan lingkungan yang mampu
mendorong keberanian anak didik ke arah pandangan positif dan tanggap terhadap
kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugersti dari pendidik. Tanggung jawab
belajar terdapat pada anak didik itu sendiri.
f) Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat peserta
didik, dengan menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi pada pola belajar anak
didik. Anak didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan
belajarnya sendiri sesuai dengan minat dan perhatiannya.
Dengan demikian, aliran naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelajaran yang
bersifat peadosentris, yaitu faktor kemampuan individu anak didik menjadi pusat
kegiatan proses belajar mengajar. Jadi, pendidikan yang merupakan bagian dari
pengalaman individu, dijadikan sebagai kemudahan agar anak berkembang sesuai dengan
kodrat alamiahnya.

4) Aliran Konvergensi.
Aliran ini merupakan teori gabungan ( konvergen ) dari aliran nativisme dan empirisme.
Tokoh aliran ini adalan William Stern, yang mengemukakan bahwa pembawaan dan
lingkungan mempunyai peranan penting dalam perkembangan individu. Aliran ini
berpendapat bahwa anak telah memiliki pembawaan baik atau buruk sejak lahir ke dunia,
perkembangan selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan.
Anak yang mempunyai pembawaan yang baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan
yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak
akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi
perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat
menghasilkan perkembangan anak secara optimal apabila tidak didukung oleh bakat yang
baik yang dibawa oleh anak. Akan tetapi William Stern tidak mengemukakan seberapa
besar perbandingan pengaruh dari faktor bawaan dan lingkungan.
Aliran ini menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan
atau bakat anak dan lingkungan. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian
interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Pribadi peserta didik akan terbentuk sebagai
hasil dari kedua faktor tersebut. Pandangan ini diidentifikasikan pendidikan sebagai
konsepsi pendidikan yang cenderung rasional.
Di Indonesia, teori yang dikemukakan aliran ini dapat diterima seperti yang dikemukakan
oleh Ki Hajar Dewantara, sebagai berikut :
” Tentang hubungan antara dasar dan keadaan ini menurut ilmu pendidikan ditetapkan
adanya konvergensi yang berarti bahwa kedua – duanya saling mempengaruhi, hingga
garis dasar keadaan itu selalu tarik menarik dan akhirnya menjadi satu. Mengenai perlu
tidaknya tuntutan di dalam tumbuhnya manusia, samalah keadaannya dengan soal perlu
atau tidaknya pemeliharaan dalam tumbuhnya tanam – tanaman. Misalnya, kalau sebutir
jagung yangt baik dasarnya jatuh di tanah yang baik, banyak airnya dan mendapat sinar
matahari, maka pemeliharaan dari bapak tani tentu akan menambah baik tanaman. Kalau
tak ada pemeliharaan, sedangkan tanahnya tidak baik atau tempat jatuhnya biji jagung itu
tidak mendapat sinar matahari atau kekurangan air, maka biji jagung itu walaupun
dasarnya baik, tak akan dapat tumbuh baik karena pengaruh keadaan. Sebaliknya kalau
sebutir jagung tidak baik dasarnya, akan tetapi ditanam dengan pemeliharaan yang sebaik
– baiknya oleh bapak tani, maka biji itu akan dapat tumbuh lebih baik daripada biji lain
yang tidak baik dasarnya. ” ( Ki Hajar Dewantara, 1962 )
Jadi, pandangan teori konvergensi dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Pendidikan itu serba mungkin diberikan kepada anak didik.
2) Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan kepada anak untuk
mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah pembawaan yang buruk.
3) Hasil pendidikan tergantung dari pembawaan dan lingkungan.

BAB II
PENUTUP

Kesimpulan :
Aliran filsafat berdasarkan potensi yang dimiliki manusia yaitu; aliran empirisme, aliran
nativisme, aliran naturalisme dan aliran konvergensi. Perbedaan pandangan pada setiap
aliran tidak harus menjadi perselisihan karena setiap aliran mempunyai dasar yang
dijadikan acuan untuk pendapat yang dikemukakan. Pendapat – pendapat yang
dikemukakan berdasarkan penilitian – penilitian yang dilakukan oleh para ahli dengan
objek yang ada disekitar mereka pada zamannya.
Aliran – aliran yang telah dikemukakan merupakan teori dasar dan asas filsafat
pendidikan idealisme, realisme dan empirisme. Masing – masing mempunyai pengaruh
dan penganut hingga sekarang dengan segala variasinya, baik dalam dunia dan
perkembangan filsafat, ilmu jiwa ( psikologi ) maupun ilmu pendidikan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Mcklar. Aliran – Aliran Pendidikan. http://one.indoskrip.com


Sudrajat, Akhmad. Aliran Filsafat Pendidikan. http://masterdagan.blogspot.com
Ahmadi, Abu. 2003. Psikologi Umum. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Ismono, H, Drs. 2000. Filsafat Pendidikan. Ciamis : Institut Agama Islam Darussalam.

LANDASAN FILSAFAT
Filsafat, Ilmu, dan Ilmu Pendidikan
Filsafat ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai
keakar-akarnya. Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka
dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan
dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif.
Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat, yaitu :
1. Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang hakikat segala sesuatu yang
terdapat dialam ini.
2. Epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran.
3. Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berfikir dengan benar.
4. Etika ialah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia, nilai, dan norma
masyarakat serta ajaran agama.
Hubungan Antara Filsafat dan Ilmu
Suatu ilmu baru muncul setelah terjadi pengkajian dalam filsafat. Filsafat merupakan
tempat berpijak bagi kegiatan pembentukan ilmu itu. Karena itu filsafat dikatakan sebagai
induk dari semua bidang ilmu. Pada taraf selanjutnya, ilmu menyatakan dirinya otonom,
ia bebas sama sekali dengan konsep-konsep dan norma-norma filsafat.
Jujun (1981) membagi tingkat perkembangan ilmu menjadi dua bagian :
1. Tingkat empiris ialah ilmu yang baru ditemukan di lapangan.
2. Tingkat penjelasan atau teoritis ialah ilmu yang sudah mengembangkan suatu
struktur teoritis.
Pendidikan adalah merupakan salah satu bidang ilmu. Sama halnya dengan ilmu-ilmu
yang lain pendidikan lahir dari induk-nya yaitu filsafat.
Sikun Pribadi (1989) menggambarkan hubungan filsafat, filsafat pendidikan, ilmu
pendidikan, ilmu pendidikan praktis, pebuatan mendidik, pengalaman mendidik, dan
keyakinan mendidik, sebagai berikut :
1. filsafat umum menjadi sumber segala kegiatan manusia.
2. filsafat pendidikan dijabarkan dari filsafat.
3. ilmu pendidikan dijabarkan dari filsafat pendidikan.
4. ilmu pendidikan praktis dijabarkan dari teori-teori pendidikan.
5. perbuatan mendidik menerapkan teori pendidikan praktis.
6. sebagai akibat dari perbuatan mendidik, akan mendapatkan pengalaman tentang
mendidik.
7. pengalaman mendidik memberi umpan balik kepada teori pendidikan yang
terdapat dalam ilmu mendidik.
8. ilmu pendidikan memberi umpan balik kepada filsafat pendidikan.
9. ilmu pendidikan juga mengadakan hubungan dengan pengalaman mendidik.
10. perbuatan-perbuatan mendidik bisa menimbulkan keyakinan tersendiri tentang
pendidikan.
Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai
keakar-akarnya mengenai pendidikan. Filsafat itu akan menjawab tiga pertanyaan pokok
sebagai berikut : (Ateng Sutisna, 1990)
1. apakah pendidikan itu ?
2. apa yang hendak ia capai ?
3. bagaimana cara terbaik merealisasi tujuan-tujuan itu ?
Zanti Arbi (1988) menceritakan tentang maksud filsafat pendidikan sebagai berikut :
1. Menginspirasikan, maksudnya memberi inspirasi kepada para pendidik untuk
melaksanakan ide tertentu dalam pendidikan.
2. Menganalisis, maksudnya memeriksa secara teliti bagian-bagian pendidikan agar
dapat diketahui secara jelas validitasnya.
3. Mempreskiptifkan, maksudnya upaya menjelaskan atau memberi pengarahan
kepada pendidik melalui filsafat pendidikan.
4. Menginvestigasi, maksudnya memeriksa atau meneliti kebenaran suatu teori
pendidikan.
Filsafat pendidikan juga mengingatkan kepada kita agar sangat hati-hati menyusun suatu
teori. Struktur teori itu harus jelas, tidak tumpang tindih, dianalisis bagian-bagiannya,
cabang-cabangnya dan ranting-rantingnya, pengertian dan tujuan pendidikan itu serta
cara-cara mencapai tujuan.
Agar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap, berikut akan
dipaparkan tentang beberapa aliran filsafat pendidikan yang dominan adalah :
1.Esensialis
2.Perenialis
3.Progresivis
4.Rekonstruksionis
5.Eksistensialis
Filsafat pendidikan esensialis bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti
berabadabad
lamanya. Filsafat pendidikan perenialis tidak jauh berbeda dengan filsafat
pendidikan esensialis.Kalau kebenaran yang esensial pada esensialis ada pada
kebudayaan klasik dengan great book-nya, maka kebenaran perenialis ada pada wahyu
tuhan.Aliran progresivisme mempunyai jiwa perubahan, relativitas, kebebasan, dinamika,
ilmiah , dan perbuatan nyata. Menurut filsafat ini , tidak ada tujuan yang pasti, begitu
pula tidak ada kebenaran yang pasti. Filsafat pendidikan rekonstruksionis merupakan
variasi dari progresivisme, yang menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus
diperbaiki (Callahan, 1983). Filsafat pendidikan eksistensialis berpendapat bahwa
kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri.
B. FILSAFAT PENDIDIKAN DI INDONESIA
Bangsa Indonesia baru memiliki filsafat umum atau filsafat Negara ialah Pancasila.
Sebagai filsafat Negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi
semangat dalam berkarya pada segala bidang, dan mewarnai segala segi kehidupan dari
hari ke hari.Bisa saja pemasyarakatan dan pembudayaan Pancasila dilakukan dengan cara
memasukkannya ke dalam setiap tindakan atau kegiatan manusia sehari-hari, termasuk ke
dalam mengajarkan suatu bidang studi, tetapi cara ini tidak akan menjamin efektivitas
dan efisiensi pekerjaan itu.Belum ada upaya mengoperasionalkan Pancasila agar mudah
diterapkan dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat, termasuk, penerapanya dalam dunia
pendidikan.Sementara itu dunia pendidikan di Indonesia belum mempunyai konsep atau
teori-teori sendiri yang cocok dengan kondisi , kebiasaan atau budaya Indonesia tentang
pengertian pendidikan dan cara-cara mencapai tujuan pendidikan . Ilmu pendidikan tidak
persis sama dengan ilmu-ilmu yang lain.Kalau ilmu-ilmu yang lain bersifat empiris yaitu
menerapkan apa adanya dari data yang didapat di lapangan dan bila mungkin
meramalkan hal-hal yang akan terjadi, maka ilmu pendidikan disamping bersifat empiris,
ia juga bersifat normatif.
Untuk dapat membentuk teori pendidikan Indonesia yang valid terlebih dahulu
dibutuhkan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia yang memadai.Filsafat ini akan
menguraikan tentang :
1.Pengertian pendidikan yang jelas, yang satu, dan berlaku di seluruh tanah air.
2.Tujuan pendidikan yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai
oleh sila-sila Pancasila.
3.Model pendidikan,yang membahas tentang model pendidikan di Indonesia yang tepat.
4.Cara mencapai tujuan yaitu segi teknik dari pendidikan itu sendiri.
Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan di Indonesia.
Upaya-upaya merumuskan filsafat pendidikan di Indonesia baru dalam tahap perhatian.
Perhatian�perhatian terhadap perlunya filsafat pendidikan itupun baru muncul disan-sini
belum terkoordinasi menjadi suatu perhatian besar untuk segera mewujudkannya.
Upaya mendorong pemerintah untuk memberi isyarat akan pentingnya merumuskan
filsafat pendidikan dan teori pendidikan yang bercorak Indonesia sudah pernah dilakukan
menjelang sidang umum MPR (Kompas , 27 Nopember 1992) sebagai satu sumbangan
untuk bahan sidang umum itu. Namun GBHN 1993 sebagai produk sidang itu , tidak
mencantumkan perlunya perumusan filsafat dan teori pendidikan itu.Itu menunjukkan
kemauan politik pemerintah belum ada. Di samping kunci utama untuk memulai
kegiatan pengembangan filsafat pendidikan itu belum ada, kunci kedua yang membuat
sulitnya mengembangkan filsafat dan teori pendidikan itu, yaitu kesulitan menjabarkan
sila-sila Pancasila agar mudah diterapkan di lapangan.
Andaikan isyarat untuk mewujudkan filsafat pendidikan sudah ada atau sudah ada suatu
kelompok yang berupaya merumuskan filsafat itu,maka ada beberapa hal yang perlu
dipikirkan .
1.Apakah filsafat pendidikan yang akan dibentuk,yang sesuai dengan kondisi dan budaya
Indonesia akan diberi nama Filsafat Pendidikan Pancasila atau dengan nama lain?
2.Apakah filsafat pendidikan itu diambil dari filsafat pendidikan internasional yang sudah
ada.Sehingga tinggal merevisi agar cocok dengan kondisi Indonesia.
3.Ataukah filsafat itu dimunculkan bersumber dari filsafat-filsafat umum yang berlaku
secara internasional.
Dampak Konsep Pendidikan
Pembahasan tentang landasan kependidikan dalam segi filsafat, yang mencakup filsafat
pada umumnya, filsafat-filsafat pendidikan internasional, filsafat Pancasila dan
kemungkinan terbentuknya filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia, memberi
dampak konsep tertentu.
Karena filsafat pendidikan yang cocok dengan alam dan budaya Indonesia belum
terbentuk, yang ada baru filsafat Negara yaitu Pancasila, maka tidak banyak konsep
pendidikan yang bias diturunkan dari sini.Memang benar ada sejumlah filsafat
pendidikan internasional yang sudah tentu berdampak terhadap pendidikan, namun
filsafat itu tidak mesti cocok bila diterapkan di Indonesia.Oleh sebab itu dampak konsep
pendidikan yang akan dituangkan adalah merupakan penjabaran nilai-nilai yang
terkandung dari sila-sila Pancasila, baik dalam segi kognitif, afektif dan psikomotor.
Referensi :
Pidarta, Made. 2000. Landasan Kepedidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Filsafat
• Selalu melihat pendidikan dari sudut bagaimana seharusnya (Das Solen) sehingga
lebih mengarahkan pada factor subjektifitas
• Berusaha untuk mengintegrasikan atau menerangkan bagian-bagian tertentu dari
suatu kajian ke dalam kesatuan yang menyeluruh dan bermakna.
Ilmu dan Kurikulum
• Memiliki pendekatan analitik dimana kajian tertentu diuraikan menjadi bagian-bagian
yang lebih terperinci.
• Melihat suatu fakta sesuai apa adanya (Das Sain) sehingga lebih objektif
PengembanganKurikulum
Filosofi : berbicara mengenai hal –hal yang konseptual dan ideal
Psikologis : membahas mengenai rencana belajar untuk dijadikan
pengalaman
Sosial Budaya : membahas tentang permasalahan yang berhubungan dengan
masyarakat.
Ilmu dan Teknologi : arahanya bahwa pendidikan tidak hanya untuk sekarang tetapi
untuk masa depan
Sehingga saya melihatnya ketiganya memiliki hubungan yang saling melengkapi
(komplementer) dimana :

Filsafat memberikan landasan yang mendasar bagi perkembangan ilmu


Ilmu memberikan bahan untuk berbagai pemikiran para filsuf.
Pengembangan Kurikulum merupakan salah satu aplikasi dari ilmu yang telah dikaji
Sehingga harapan terbesar semuanya dapat membantu manusia dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

BAGIAN-BAGIAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Menurut Sutan Zanti Arbi (1988, dalam Pidarta, 1997:86) setidaknya ada empat maksud
filsafat pendidikan dalam perannya terhadap pendidikan. Keempat maksud itu ialah,
menginspirasikan, menganalisis, mempreskriptifkan, dan menginvestigasi.
Meginspirasikan dalam uraian tersebut berarti bahwa filsafat pendidikan memberi
inspirasi kepada para pendidik untuk melaksanakan ide tertentu dalam pendidikan.
Melalui filsafat tentang pendidikan, filsof menjelaskan idenya bagaimana pendidikan itu,
ke mana diarahkan pendidikan itu, siapa saja yang patut menerima pendidikan, dan
bagaimana cara mendidik serta apa peran pendidik. Menganalisis dalam filsafat
pendidikan adalah memeriksa secara teliti bagian-bagian pendidikan agar dapat diketahui
secara jelas validitasnya. Hal ini dimaksudkan agar dalam menyusun konsep pendidikan
secara utuh tidak terjadi kerancuan (tumpang tindih).

Mempreskriptifkan dalam filsafat pendidikan adalah upaya menjelaskan atau memberi


pengarahan kepada pendidik melalui filsafat pendidikan. Yang dijelaskan bisa berupa
hakekat manusia bila dibandingkan dengan makhkuk lain, atau aspek-aspek peserta didik
yang memungkinkan untuk dikembangkan, proses perkembangan itu sendiri, batas
bantuan yang diberikan, batas keterlibatan pendidik, arah pendidikan, target pendidikan,
perbedaan arah pendidikan, dan bakat serta minat anak.

Menginvestigasi dalam filsafat pendidikan adalah untuk memeriksa atau meniliti


kebenaran suatu teori pendidikan. Maksudnya pendidik tidak dibenarkan mengambil
begitu saja suatu konsep atau teori pendidikan untuk dipraktekkan di lapangan, tetapi
hendaknya konsep yang dipraktekkan tersebut hasil dari penelitian yang dilakukan,
sedangkan posisi filsafat hanya sebagai latar pengetahuan saja. Selanjutnya, setelah
pendidik berhasil menemukan konsep, barulah filsafat digunakan untuk mengevaluasi
atau sebagai pembanding, berikutnya sebagai bahan revisi agar konsep pendidikan itu
menjadi lebih baik dan mantap.

Filsafat pendidikan selalu bereksplorasi menemukan sebuah format pendidikan yang


ideal untuk diterapkan di suatu negara. Format pendidikan yang dimaksud harus sejalan
dengan keadaan masyarakat di mana pendidikan itu dilaksanakan.

You might also like