Professional Documents
Culture Documents
1
JURNAL
PENELITIAN
KOMUNIKASI
PENANGGUNG Kepala Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Bandung
JAWAB
KETUA C. Suprapti Dwi Takariani, SH.
PENYUNTING
PENGIRIMAN Redaksi menerima kiriman naskah dari pembaca yang ditujukan pada alamat redaksi. Naskah yang
diterima harus asli dan belum pernah diterbitkan/dimuat di media lain, diketik dengan spasi 1,5 pada
NASKAH kertas A4 minimal 15 halaman maksimal 20 halaman, dilengkapi dengan identitas jati diri penulis.
Sumber dituliskan : nama pengarang, tahun karangan dan halaman sumber di antara kurung.
Contoh : (Amri Jahi, 1988 : 33). Daftar Pustaka ditulis pada halaman terpisah dan disusun menurut
abjad, dengan urutan : nama pengarang atau penyunting, tahun penerbitan, judul buku, artikel, kota
dan nama penerbit.
Contoh : Costanza R. (ed.) 1991, Ecological Economic, New York : Colombia University Press.
Naskah yang tidak diterbitkan menjadi hak milik redaksi dan tidak dapat diminta kembali
Penyunting
JURNAL
PENELITIAN
KOMUNIKASI
DAFTAR ISI
Ramon*
Abstraksi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terkenal kaya sumber daya alamnya, baik yang bisa
diperbaharui (renewable resources) maupun yang tidak bisa di
perbaharui (non-renewable resources). Laut Indonesia itu seluas dua
per tiga dari kawasan Nusantara, namun baru dimanfaatkan sebagian
kecil saja-terutama potensi ikannya saja. Padahal dari laut ini bisa
*
Drs. Ramon, M.Si., Penulis adalah Peneliti Madya bidang Komunikasi Politik
pada Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BP2KI)
Bandung.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemasalahan di atas, maka
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Bagaimana Kesiapan Infrastruktur Komunikasi Informasi Kota
Manado Menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 ?
Kegunaan
1. Secara Teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu
komunikasi informatika, dan agar dapat menjadi referensi bagi
penelitian selanjutnya dibidang teknologi informasi dan
komunikasi.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
sebagai bahan informasi tentang kesiapan infrastruktur komunikasi
informasi kota Manado Menyongsong Manado Kota Pariwisata
Dunia Tahun 2010 untuk menjadi bahan masukan kepada
Pemerintah Kota Manado dan pimpinan Departemen Komunikasi
dan Informatika dalam pengambilan kebijakan.
Tinjauan Teori
Sarjana komunikasi sepakat bahwa tujuan utama teori ialah
eksplanasi (Hawes, 1975, Miller & Nicholson, 1976; Monge, 1973;
Tucker et al, 1981). Monge (1973) mengatakan :
“The primary purpose of a scientific theory is scientific explanation …
To establish a theory of communication is to seek a set of propositians
that explain how communication operates, i.e. why various
communication events are related. (pp. 5-6) (Tujuan utama suatu teori
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Metode Penelitian dalam hal ini adalah sosiologis atau empiris
atau non doctrinal, dalam hal ini adalah terhadap ketersediaannya
sarana dan prasarana komunikasi dan informasi sekaligus sumber daya
manusianya dalam menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia
Tahun 2010.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan sosiologis terhadap kasus, yaitu suatu pendekatan
yang dilakukan untuk mempelajari secara mendalam terhadap suatu
individu, kelompok, institusi, atau interaksi-interaksi (sosial) yang
terjadi di dalamnya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
analisis yang bersifat deskriptif analitis, artinya bahwa data
dikumpulkan dengan menggunakan interview guide (pedoman
wawancara) yang bersifat terbuka dan terstruktur, yang akan menjadi
instrumen utama dalam analisis data, kemudian didukung oleh
perolehan data dari informan yang terkait dengan permasalahan yang
akan diteliti.
2. Sampel
Dalam penarikan sampelnya digunakan teknik purposive
random sampling yang dipilih secara sengaja. Yang berarti bahwa
setiap individu yang menjadi responden akan dipilih secara sengaja
dan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dalam hal ini
adalah :
Masyarakat yang menggunakan alat komunikasi informasi
untuk mengakses informasi terkait dengan kepariwisataan di Kota
Manado, sehingga terpilih: Dosen Pariwisata, Pengamat Pariwisata,
Akademisi bidang IT, Pakar Komunikasi, Tokoh Masyarakat, Tokoh
Lintas Agama, Sosiolog, Pengusaha yang tergabung dalam PHRI,
LSM bidang terkait, Pengusaha Warnet, Dunia Hiburan (Pub,
Diskotik, Karaoke, Café, Bar).
Aparat Pemerintah Kota Manado yang terkait bidang tugasnya dengan
kepariwisataan di kota Manado, dalam hal ini terpilih : Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kota Manado, Dinas Komunikasi dan
Informatika, Dinas Tata Kota, Dinas Pekerjaan Umum dan Pengelola
Pelabuhan Darat Laut maupun Udara, BPDE, Sekertariat MKPD
Provinsi dan Kota, Bappeda Kota Manado.
Selanjutnya untuk kebutuhan akurasi data akan dilakukan
cross check (cek silang) terhadap informan yang menjadi sasaran
penelitian ini dengan melakukan wawancara mendalam (eksploratif),
dalam hal ini adalah masyarakat umum pihak dinas terkait yakni
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Pengelola Pelabuhan (laut, darat,
dan udara), Balai Pengelola Data Elektronik (BPDE), PT. Pos dan
Giro, PT. Telkom dan Dinas Kominfo Kota Manado.
Analisis Data
Analisis data yang bersifat deskriptif, artinya bahwa data yang
diperoleh akan dianalisis dengan cara menggambarkan secara kritis
data dikumpulkan dengan menggunakan interview guide (pedoman
wawancara) yang bersifat terbuka dan terstruktur. Data yang diperoleh
akan menjadi instrumen utama dalam analisis deskriptif tersebut,
kemudian didukung oleh perolehan data dari informan yang terkait
dengan permasalahan yang akan diteliti untuk memberikan gambaran
secara kritis.
Definisi Konsep
1. Kesiapan
Kesiapan adalah sebagai kesudah-tersediaan sarana dan prasarana
komunikasi dan informasi yang dapat digunakan untuk
mendukung program Manado Kota Pariwisata Dunia 2010.
Definisi Operasional
1. Kesiapan
Dengan indikator telah tersedianya komputer, internet, telepon dan
semua peralatan komunikasi di tempat-tempat yang berhubungan
dengan kepariwisataan untuk menginformasikan pariwisata di
Kota Manado; yang dalam hal ini diambil di hotel-hotel,
perusahaan biro perjalanan, pusat-pusat perbelanjaan, warung
internet, warung telepon dan juga kantor pemerintah maupun
swasta yang berhubungan dengan dunia pariwisata.
2. Infrastruktur Komunikasi Informasi
Infrastruktur komunikasi informasi yang dimaksud dalam hal ini
berupa peralatan komputer, internet, telepon serta sarana dan
prasarana lain yang menggunakan teknologi informasi yang dapat
digunakan untuk mengakses informasi yang cepat terkait dengan
pariwisata di Kota Manado guna mendukung program Manado
Kota Pariwisata Dunia 2010.
Kondisi Geografis
Kota Manado terletak diujung utara pulau Sulawesi dan
merupakan kota terbesar di belahan Sulawesi Utara sekaligus sebagai
ibukota Propinsi Sulawesi Utara secara geografis Kota Manado
Luas Kota Manado adalah 15.726 hektar (157,26 Km2). Kota Manado
mempunyai 3 wilayah pulau dan berpenghuni, yaitu Pulau Manado
Tua, Pulau Bunaken dan Pulau Siladen.
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk tahun 2006 berdasarkan data Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS 2005) berjumlah 417.700 jiwa.
Dengan luas wilayah 157,26 Km2, berarti kepadatan penduduknya
mencapai 2.656 jiwa/Km2. Berdasarkan SUSENAS 2006, rasio jenis
kelamin penduduk Kota Manado lebih dari 100 dengan angka 93,41
persen. Hal ini menggambarkan bahwa jumlah penduduk laki-laki di
Kota Manado lebih kecil daripada jumlah penduduk perempuan.
F
No Ketersediaan alat komunikasi informasi N Keterangan
(%)
1 Ya 91 100 Internet
2 Tidak - - -
3 Belum - - -
4 Jawaban lain - - -
Jumlah 91 100
n = 60 responden + 31 informan
Sumber : Data diolah oleh peneliti.
Tabel 3
Ketersediaan Alat Komunikasi Informasi Menunjang
“Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010”
Ketersediaan alat komunikasi informasi F
No N Keterangan
dalam menunjang “MKPD” (%)
1 Telah menunjang 7 7,70 Internet
2 Kurang menunjang 11 12,09 -
3 Belum menunjang 60 65,93 -
4 Tidak menunjang 13 14,28 -
Jumlah 91 100
n = 60 responden + 31 informan
Sumber : Data diolah oleh peneliti.
Tabel 4
Sebaran Lokasi Ketersediaan Alat Komunikasi Informasi
Dalam Menunjang “Manado Kota Pariwisata Dunia 2010”
Lokasi Ketersediaan F
No N Keterangan
alat komunikasi informasi (%)
1 Kampus 70 33,50 Internet,computer
2 Kantor Pemerintah 12 5,74 Internet,computer
3 Kantor swasta 24 11,49 Internet,computer
4 Mall 11 5,26 Internet
5 Warung Internet 35 16,74 Internet
6 Biro Perjalanan 45 21,53 Internet
7 Lain-Lain 12 5,74 Internet,computer
Jumlah 209 100
n = 60 responden + 31 informan, responden boleh memilih jawaban lebih dari satu.
Sumber : Data diolah oleh peneliti.
Tabel 5
Pengetahuan Tentang
“Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010”
F
No. Mengetahui tentang MKPD N
(%)
1 Ya 91 100
2 Tidak - -
3 Jawaban lain - -
Jumlah 91 100
n = 60 responden + 31 informan
Sumber : Data diolah oleh peneliti.
Tabel 6
Pendidikan Terakhir Responden
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa kesiapan infrastruktur komunikasi informasi
Kota Manado Menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun
2010 dapat dikatakan belum siap, karena masih kurangnya
ketersediaan alat komunikasi informasi yang terfokus untuk
memberikan informasi Seputar Dunia Wisata Kota Manado sebagai
pusat informasi.
Saran-saran
1. Kepada Pemerintah Kota Manado, perlu adanya kerja keras dalam
penyediaan infrasruktur komunikasi informasi yang terfokus pada
info tentang dunia wisata di Kota Manado. Seperti : Penambahan
Baliho, Spanduk, Brosur, Leaflet, Banner, di lokasi-lokasi
strategis.
2. Pemerintah Kota Manado diharapkan dapat bekerjasama dengan
pihak swasta yang terkait dengan dunia wisata di Kota Manado
untuk bersama-sama mengusahakan Pusat Informasi Wisata dalam
rangka Program “Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010”.
3. Perlunya segera menyediakan tenaga yang terampil
mengoperasikan peralatan komunikasi informasi yang semakin
canggih (SDM IT), termasuk kemampuan bahasa Inggris sebagai
bahasa Internasional.
4. Pemerintah Kota Manado perlu memberikan alternatif obyek
wisata dengan bekerjasama dengan Pemerintah Kota maupun
Kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Utara, yang mempunyai
obyek wisata yang layak jual sebagai satu paket wisata. Misalnya
membuat MOU atau pertukaran informasi antar Kabupaten/Kota
dengan Pemkot Manado yang ada di Propinsi Sulawesi Utara
tentang infrastruktur komunikasi dan informasi, serta seputar
obyek pariwisata yang belum dikelola dengan baik.
5. Perlu segera dilakukan sosialisasi yang sifatnya sustainable di era
globalisasi, salah satunya dengan memasukkan program MKPD
2010 ke dunia maya (internet) secara berkesinambungan.
Peraturan Perundang-undangan :
Bacaan Tambahan :
Abstraksi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemberitaan di media massa seputar penertiban pengamen
jalanan sudah bukan hal asing lagi ditemui di negeri ini. Lewat berita
di surat kabar atau tayangan televisi, kita disuguhi pemandangan yang
memprihatinkan bahwa ternyata tidak sedikit kaum muda atau remaja
yang tidak bisa meneruskan sekolah dengan berbagai sebab tentunya
dan harus memilih mengisi hidupnya dengan mengamen. Wacana
yang berkembang di media, tidak jauh dari persoalan klasik bahwa
pengamen adalah salah satu faktor pengganggu ketertiban dan
kenyamanan masyarakat.
Ironisnya, jumlah remaja pengamen jalanan dari tahun ke
tahun cenderung mengalami peningkatan. Secara kuantitatif, jumlah
remaja pengamen jalanan di Purwokerto menurut data dari Sub Dinas
*
Agus Ganjar Runtiko, S.Sos., adalah pengajar di FISIP Universitas Jendral
Sudirman Purwokerto Jurusan Ilmu Komunikasi.
Pertanyaan Penelitian
Masalah pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana proses pembentukan/konstruksi identitas sosial di
kalangan remaja pengamen jalanan di Purwokerto?
2. Apa yang menjadi faktor penyebab sehingga kaum remaja ini
memilih tinggal di jalanan dan menjadi pengamen?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini mengarahkan kajiannya secara teliti mengenai :
1. Proses pembentukan/konstruksi identitas sosial di kalangan remaja
pengamen jalanan di Purwokerto
2. Faktor-Faktor penyebab sehingga kaum remaja ini memilih tinggal
di jalanan dan menjadi pengamen
3. Model penanganan terhadap persoalan remaja pengamen jalanan
yang telah dilakukan pemerintah dan lembaga-lembaga terkait
4. Respon kaum remaja pangamen terhadap segala bentuk tindakan
penertiban yang dilakukan oleh pemerintah
Kerangka Pemikiran
1. Remaja Pengamen dalam Tinjauan Sosiologis
Remaja pengamen di kawasan perkotaan secara teoritis dapat
ditinjau dari perspektif struktur sosial dalam masyarakat. Kelompok
ini bisa dikatakan sebagai kelas rendah di perkotaan.
Radikal, kriminal, apatis dan patologis adalah kata-kata yang sering
dilabelkan pada kelas proletar marjinal oleh baik kelas borjuis maupun
kelas menengah. Gambaran negatif tentang kelas proletar marjinal ini
beberapa bahkan didapatkan oleh seorang antropolog (Lihat Lewis,
dalam Keesing, 1992 : 233 – 249). Labelisasi seperti ini akan terus
menjebak kelas proletar marjinal ke dalam kemiskinan struktural (lihat
Soemardjan, dalam Alfian et. al., 1980 :1-11), sehingga mereka
semakin tak berdaya untuk keluar dari kungkungan marjinalisasi
struktural.
UNICEF (dalam Musyarofah, 2006 : 27) mengelompokkan
remaja/anak-anak yang mencari penghidupannya dijalanan sebagai on
the street dan of the street. Pengelompokan tersebut terkait dengan
periode mereka dijalanan. Dalam kategori on the street, adalah remaja
/anak-anak yang berada dijalanan dalam tempo sesaat. Mereka antara
lain terbagi dalam kelompok :
a. Remaja/Anak-Anak Miskin Perkotaan
Kelompok ini berasal dari dalam kota dan masih tinggal bersama
orangtuanya, yang merupakan penduduk asli maupun para
urbanisan yang mendiami tempat-tempat kumuh (slum area)
perkotaan. Sebagian anak-anak ini masih sekolah dan berada di
jalanan sekadar mencari tambahan bagi nafkah keluarga.
b. Remaja/Anak-Anak yang memberontak dan lepas dari orangtua
Kelompok ini biasanya masih memiliki orangtua, tetapi
memberontak dan sepenuhnya melepaskan diri dari keluarga.
c. Remaja/Anak-Anak dari Luar Kota
Kelompok ini tinggal bersama teman sebaya dan orang yang lebih
tua, sementara orangtua berada di kampung. Remaja kelompok ini ada
yang memiliki „bos‟ terkait dengan pekerjaan mereka, adapula „bos‟
sebagai penguasa kelompok tempat ia berada, yakni orang yang
3. Identitas Sosial
Identitas sosial berkenaan dengan bagaimana seseorang
menggunakan kelompok sosial tertentu yang dipandangnya dapat
memberikan perasaan positif tertentu pada dirinya. Secara umum
konsep ini diterjemahkan menjadi 3 (tiga) ide utama, yaitu
kategorisasi, identifikasi dan komparasi (Tajwel, 1978)
Menurut Hogg & Abrams (1998) pada dasarnya proses
kategorisasi menghasilkan persepsi stereotype, yaitu persepsi terhadap
anggota suatu kelompok yang memiliki karakteristik tertentu yang
dapat dijadikan acuan untuk membedakannya dari kelompok lain.
Berkaitan dengan hal ini, proses kategorisasi merupakan proses
pengelompokkan obyek yang dilakukan untuk memahami obyek
tersebut. Kategorisasi individu, merupakan proses pengelompokkan
individu dalam upaya memahami lingkungan sosialnya. Penggunaan
kategorisasi misalnya murid, guru, Muslim, Kristiani, hitam, putih,
dan seterusnya. Sedangkan proses identifikasi terjadi pada saat
seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tempat ia
bergabung. Tajfel (1978) menyatakan bahwa, identitas sosial
dikonsepsikan dengan mengaitkan pengetahuan individu tentang
perasaan memiliki suatu kelompok sosial tertentu dan emosi, juga
evaluasi signifikan yang dihasilkan dari keanggotaan suatu kelompok.
Setiap individu mengidentifikasikan dirinya lebih dengan in-
groupnya dan hal ini akan mengurangi perbedaan di antara diri dan in-
groupnya. Jika terjadi peningkatan identifikasi terhadap kelompok (in-
group). Seseorang merubah dari kutub personal ke intergorupnya.
Seseorang menggunakan penanda adalah dalam rangka mencari
konsep diri yang dipandang positif, dan hal ini merupakan bagian dari
fungsi normal psikologi seseorang. Untuk menghadapi dunia ini,
individu membutuhkan pandangan positif yang melekat pada sikap
dan perilaku dirinya. Pernyataan tentang baik, buruk, pintar, bodoh,
bersih, tinggi dan lainnya lahir dari adanya komparasi (perbandingan).
Identitas sosial menghadirkan relasi antar kelompok dalam
konteks sosial yang nyata (Tajfel 1978; Tajfel & Turner 1979) di
Metode Penelitian
a. Bentuk dan Strategi Penelitian
Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, yang
lebih menekankan pada masalah proses dan makna (konstruksi
identitas sosial), maka jenis penelitian dengan strateginya yang
terbaik adalah penelitian kualitatif deskriptif. Jenis penelitian ini
Sampling
Penelitian kualitatif cenderung menggunakan teknik cuplikan
yang bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan
konsep teoritis yang digunakan, keingintahuan pribadi peneliti,
karakteristik empirisnya, dan lain-lain. Oleh karena itu cuplikan yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat purposive
sampling, atau lebih tepat disebut sebagai cuplikan dengan “criterion-
based selection” (Goetz & Le Compte, 1984). Dalam hal ini peneliti
akan memilih informan yang dipandang paling tahu, sehingga
kemungkinan pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan
kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data (Patton,
1980).
Pengembangan Validitas
Guna menjamin dan mengembangkan validitas data yang akan
dikumpulkan dalam penelitian ini maka diperlukan teknik
pengembangan validitas data sebagaimana biasa digunakan dalam
penelitian kualitatif yaitu teknik triangulasi. Dari empat teknik
triangulasi yang ada (Patton, 1980), hanya akan digunakan tiga di
antaranya yakni (1) Triangulasi data (sumber) yaitu mengumpulkan
data sejenis dari beberapa sumber data yang berbeda. (2) Triangulasi
peneliti yaitu mendiskusikan data yang diperoleh dengan peneliti lain
dalam hal ini adalah rekan sejawat dalam sebuah forum diskusi
informal yang menyajikan draft awal hasil penelitian lapangan. (3)
Triangulasi teori dilakukan dengan menggunakan perspektif lebih
dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.
Model Analisis
Proses analisis dalam penelitian kualitatif pada dasarnya
bersifat induktif di mana analisis dilakukan secara bersamaan dengan
Konsep Diri
Terdapat beberapa nilai yang menjadi bentuk-bentuk identitas
sosial. Salah satunya adalah keharusan untuk berkarya. Anjar, salah
seorang pelaku penelitian mengatakan, “Jangan bicara kematian dong,
belum mempunyai karya nih. Kalau mati, apa yang ditinggalkan di
dunia ini? Harus meninggalkan karya. Sosialisme kamu, komunisme
kamu itulah karya kamu!”
Komunitas remaja marjinal ini juga bukan tidak percaya
Tuhan. Terbukti, ketika diwawancara mereka juga sempat
membicarakan puasa. Seperti Anjar yang mengatakan, “Kalau puasa
aku nggak kaget, masalah laper-laper aku nggak kaget, sebelum bulan
Model Penanganan
Pemerintah Kabupaten Banyumas menyerahkan penanganan
anak-anak jalanan ini kepada Dinas Sosial. Pada keadaan-keadaan
tertentu, Dinas Sosial bekerja sama dengan Satpol PP dan kadang-
kadang juga melibatkan aparat kepolisian. Pelibatan aparat kepolisian
Kesimpulan
1. Kaum remaja marjinal pengamen jalanan ini ada yang tidak
mengakui labelisasi kebanyakan orang. Mereka lebih suka
mendapatkan sebutan sebagai komunitas tertentu. Hal ini lebih
mengungkap realitas bahwa mereka juga ingin mendapatkan
pengakuan mengenai eksistensinya. Secara lebih dalam eksistensi
mereka sebagai manusia yang berhak mendapatkan perlakuan adil.
Secara garis besar, kelompok atau komunitas remaja marjinal
pengamen jalanan terbagi menjadi tiga, yakni komunitas Punk,
komunitas Skinhead dan komunitas pengamen jalanan biasa.
Masing-masing mempunyai ciri khas. Komunitas Punk dicirikan
dengan pakaian yang seadanya, terkesan kumuh, akan tetapi sangat
peka dengan isu-isu sosial yang sedang berkembang. Komunitas
Skinhead, terkesan „lebih bersih‟ tetapi cenderung kurang responsif
dengan isu-isu sosial saat ini. Sedangkan komunitas ketiga,
cenderung tidak peduli dengan isu-isu sosial saat ini, namun lebih
mementingkan kebutuhan ekonomi.
Saran-Saran
1. Penanganan anak jalanan selama ini cenderung hanya dipandang
dari sebuah sisi, tanpa pernah berusaha mengungkap sisi lain dunia
mereka. Akibatnya bagaimanapun penanganannya, remaja
marjinal pengamen jalanan akan kembali beroperasi sebagaimana
biasa. Pemerintah dan pihak-pihak terkait perlu berusaha menggali
hal-hal yang dirasakan oleh mereka.
2. Remaja marjinal pengamen jalanan perlu dipandang sebagai bentuk
pemiskinan struktural, bukan sebagai penyakit. Sehingga,
penanganan mikro saja, yakni penanganan yang hanya berorientasi
pada remaja pengamen jalanan saja tidak akan pernah
menyelesaikan masalah. Penanganan secara makro, yakni
penanganan secara menyeluruh, yang meliputi penanganan
terhadap remaja pengamen jalanan, penyuluhan kepada keluarga,
dan pelatihan bagi petugas lapangan yang berhubungan langsung
dengan mereka akan lebih memberikan hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber lain :
Irtanto*
Abstraksi
PENDAHULUAN
*
Drs. Irtanto adalah peneliti politik dan pemerintahan pada Balitbang Propinsi
Jawa Timur.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah 1)
Bagaimana preferensi pemilih kandidat gubernur Jawa Timur periode
2008-2013?; 2) Faktor-faktor apa yang memengaruhi perilaku politik
pemilih pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur periode
2008-2013?; 3) Bagaimana pendapat publik terhadap nilai-nilai
demokrasi dalam pilgub ? 4) Media apa yang dipakai untuk
memperoleh informasi tentang pilgub Jatim ?. 5) Kapan mereka
menentukan pilihan politiknya ?
Lingkup Penelitian
Penelitian tentang perilaku memilih Gubernur Jawa Timur
periode 2008-2013 ini dilaksanakan pada bulan Juli 2008 sampai
Desember 2008 yang difokuskan pada ruang lingkup perilaku yang
pendekatan dilihat dari sisi sosiologi, psikologis, rasional dan
struktural sosial.
KERANGKA PEMIKIRAN
2. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini menjelaskan bahwa sikap seseorang-sebagai
refleksi dari kepribadian seseorang, merupakan variabel yang cukup
menentukan dalam memengaruhi perilaku politik seseorang.
Pendekatan psikologis menekankan pada tiga aspek psikologis, yaitu
ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi terhadap isu-isu
dan orientasi terhadap kandidat. (Niemi and Herbert F. Weisberg,
1984: 9-12) Pendekatan psikologis menganggap sikap merupakan
variabel sentral dalam menjelaskan perilaku politik seorang.
3. Pendekatan Rasional
Ada faktor situasional yang ikut perperan dalam
mempengaruhi pilihan politik seseorang. Dengan begitu, para pemilih
tidak hanya pasif tetapi juga aktif, bukan hanya terbelenggu oleh
karakteristik sosiologis tetapi juga bebas bertindak. Faktor-faktor
situasional itu bisa berupa isu-isu politik ataupun kandidat yang
dicalonkan. Dengan demikian isu-isu politik menjadi pertimbangan
Sumber Informasi
Sumber informasi tentang pemilihan gubernur langsung yang
mereka peroleh beraneka ragam, baik itu dari media massa elektronik,
radio maupun televisi, media cetak seperti surat kabar harian (Koran),
umbul-umbul, baliho, selebaran, teman, tetangga, kampanye/rapat
umum, organisasi keagamaan dan organisasi partai politik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber informasi yang
mereka dapatkan tentang kandidat calon gubernur kebanyakan
bersumber dari media televisi. Mereka mengenal pasangan calon
gubernur Khofifah-Mudjiono baik yang memiliki budaya mataraman,
budaya pendalungan dan budaya arek lebih banyak mengenalnya
lewat televisi. Demikian juga pasangan kandidat pasangan Soekarwo-
Saifullah dikenal oleh para pemilih lewat media televisi. Tampak
bahwa media televisi lebih efektif dijadikan sarana kampanye dari
pada media lainnya. Mereka yang memperoleh informasi pemilihan
gubernur langsung dari akses media massa tersebut dari berbagai
kalangan profesi, baik itu sebagai dosen, guru, pengusaha, wiraswasta,
karyawan swasta, PNS, TNI/Polri, mahasiswa, pegawai
BUMN/BUMD, dan berbagai kalangan pendidikan baik
berpendidikan tidak sekolah sampai sarjana/pascasarjana serta mereka
yang aktif di berbagai organisasi maupun yang tidak aktif yang
kapasitasnya sebagai pengurus dan sebagai anggota.
Bukan berarti media lainnya tidak digunakan, namun
jumlahnya relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan media televisi.
Media radio lebih banyak digunakan oleh masyarakat memiliki
budaya arek. Sedangkan media massa surat kabar hampir merata
digunakan oleh semua kalangan yang baik yang memiliki budaya
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Sumarsono*
Abstraksi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dahulu desa seringkali dianggap sebagai simbol
keterbelakangan, tradisional dan nyaris tanpa dinamika. Desa
seringkali juga dikonotasikan sebagai serba kekurangan, sanitasi yang
buruk, kemiskinan, kesenjangan dan lain-lain. Anggapan yang
demikian tidak sepenuhnya benar, kini banyak desa yang mulai
menggeliat dan berangsur angsur berubah menjadi lebih maju, terbuka
pada berbagai akses informasi dan isolasi, bahkan menuju tingkatan
sejahtera.
*
Drs. Sumarsono, M.Si., adalah Peneliti Madya di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Profesi Balitbang SDM Depkominfo RI.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan BIM
Cihideung beserta seluruh kegiatannya sebagai lembaga informasi
masyarakat yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat
sekitarnya melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi
Metodologi
Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif,
pengumpulan data dilakukan dengan cara mewawancarai berbagai key
person diantaranya Kepala Desa Cihideung, Ayi Sudrajat; Ketua
Kelompok Tani Giri Mekar (KTGM), Landjar Nursalim;
Bendaharawan KTGM, Ida Hidayat; Humas KTGM, Adil Hendra, dan
pengelola BIM antara lain Fitria, Trisna, Ika serta Pengujung BIM dari
SMA Cisarua. Wawancara dilakukan secara langsung di lapangan dan
bagi yang sulit ditemui, wawancara dilakukan dengan melalui telepon.
Materi pertanyaan sekitar keberadaan dan peranan BIM beserta
seluruh kegiatannya di lapangan sehingga dengan demikian
diharapkan dapat diperoleh gambaran ataupun deskripsi tentang profil
BIM secara utuh dan lengkap.
Kelembagaan
Di perdesaan masih berlaku sistem sosial tertentu yaitu suatu
kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam
kerjasama untuk memecahkan masalah, dalam rangka mencapai
tujuan bersama. Anggota atau unit-unit sistem sosial itu bisa berupa
perorangan (individu), kelompok informal, organisasi modern atau sub
sistem. (Rogers, 1991: 31). Anggota sistem sosial yang berbeda
tersebut menciptakan struktur di dalamnya dimana ada heararki sosial
yang harus diperhatikan. Di perdesaan kita kenal tokoh-tokoh agama,
adat dan tokoh formal yang masing masing diakui peranannya bagi
masyarakat.Tokoh-tokoh tersebut dihormati dan disegani oleh
masyarakat perdesaan karena peranannya sebagai orang yang
dianggap lebih tahu dibidangnya.Oleh karena itu tidak jarang mereka
dijadikan panutan dan teladan bagi masyarakat sekitarnya. Sikap dan
pendapat mereka selalu diperhitungkan dan dipedomani. Mereka juga
mendominasi forum-forum yang ada di perdesaan seperti rembug desa
atau musyawarah desa, keputusan keputusan komunal dan lain-lain.
Singkat kata mereka memiliki tempat tersendiri yang lebih tinggi dan
terhormat di masyarakat. Oleh karena itu setiap kali ada pengenalan
ide-ide baru atau inovasi dipedesaan akan selalu melibatkan para
tokoh tersebut untuk mendukungnya.Tanpa restu mereka jangan harap
ide-ide baru akan bisa masuk dan diterima masyarakat. Oleh karena
itu pendirian BIM juga memperhitungkan peran para tokoh
masyarakat Desa Cihideung . BIM didirikan dengan melibatkan
tokoh-tokoh masyarakat yang disebut Dewan Pembina BIM yang
terdiri dari Kepala Desa Cihideung (Ayi Sudrajat), Ketua Kelompok
Tani Giri Mekar (KTGM) Landjar Nursalim, Tokoh Masyarakat
Pengelola BIM
BIM Cihideung dikelola oleh staf pengelola yang terdiri dari
pengelola definitif dan pengelola sukarelawan. Staf Pengelola definitif
terdiri dari Project Manager : Taru J Wisnu dari Mastel; Site Manager:
Ida Elvira; Koordinator Kegiatan : Deden Kosasih; Humas : Rusli;
Sekretaris : Mega; Bendahara : Fitri; Koordinator Sukarelawan: Dani.
Sukarelawan umumnya terdiri dari para pemuda/pemudi setempat
yang bertugas menjaga sekretariat BIM sehari-harinya. Mereka
melayani pengunjung yang datang dengan berbagai keperluan seperti
mengetik, mencari data yang terkait penugasan guru di sekolah atau
sekedar chatting atau main game.
Struktur kepengurusan BIM yang demikian tidaklah terlalu
muluk karena memang BIM diharapkan menjadi lembaga milik
masyarakat, yang berbasis masyarakat oleh karena itu sudah
seharusnya sederhana dan tidak elitis untuk ukuran perdesaan.
Tidak semua staf pengelola BIM seperti tersebut di atas aktif
melaksanakan tugasnya karena berbagai alasan. Hanya beberapa orang
sukarelawan yang biasa menunggu pelanggan di sekretariat BIM
diantaranya ialah Fitria yang menyebut dirinya sebagai Ketua,
sedangkan kedua orang tadi yaitu Trisna dan Ika sebagai pengurus
harian. Sebagai reward yang sekaligus upaya meningkatkan
wawasannya para pengurus BIM ini pernah diajak ke Seminar di
Yogyakarta, Pelatihan komputer di Politeknik Telkom di
Gegerkalong, Bandung dan mengunjungi pameran ICT Expo di
Jakarta yang diselenggarakan tanggal 20-24 Mei 2008.
Menurut buku panduan untuk Fasilitator Infomobilisasi,
pengelola Telecenter atau sejenisnya yang ideal terdiri dari tiga orang
yang disebut tim-3 (The Three Musketeer) yaitu manager telecenter,
staf pengembangan media/IT admin dan staf pengembangan
komunitas/Fasilitator Infomobilisasi (FI) yang bertugas mengelola
kegiatan Infomobilisasi melalui kegiatan pendampingan kelompok.
Mereka bertiga inilah yang disebut Badan Pengelola Harian (BPH)
telcenter. (Pe-PP, Bappenas UNDP; 2007:39). BPH ini merupakan tim
inti yang berfungsi sebagai motor penggerak lembaga, oleh karena itu
seharusnya bekerja secara penuh dan mendapatkan imbalan/gaji.
Kegiatan BIM
Sebagaimana diuraikan terdahulu kegiatan BIM selain
melaksanakan layanan rutin sekretariat juga kegiatan terjadwal yang
telah tersusun dalam program kerja ataupun Rencana Aksi BIM.
Rencana Aksi ini disusun cukup bagus dan rinci yang dimulai pada 3
Januari 2007. Kegiatan-kegiatan dimaksud sangat beragam yang
antara lain mulai dari persiapan pendirian BIM, peresmian BIM,
penyelenggaraan berbagai pelatihan dan praktek, kegiatan publikasi,
kompetisi, festival, studi banding dan perpustakaan. Macam-macam
pelatihan yang telah dan akan dilaksanakan meliputi antara lain:
pelatihan partisipasi masyarakat, pelatihan komputer, bahasa Inggris,
membuat coklat candy, dekorasi tanaman hias, pembuatan data basis
tanaman hias, manajemen, usaha sampingan, fund raising, dan lain-
lain. Untuk kegiatan publikasi meliputi : pembuatan buletin BIM,
majalah dinding, website, pemetaan daerah, dan lain-lain.
Sebagai lembaga yang bergerak dibidang informasi, kegiatan
BIM akan lebih lengkap apabila ditambahkan dengan kegiatan
Infomobilisasi atau pendampingan masyarakat/kelompok dalam hal
pencarian, pengolahan dan penerapan informasi di lapangan. Kegiatan
pencarian informasi dapat berupa menyediakan informasi dari
berbagai sumber apakah media massa, website atau nara sumber yang
kompeten. Untuk pengolahannya dapat dilakukan melalui saling
belajar, seleksi, evaluasi, diskusi dan pemecahan masalah, sedangkan
penerapan di lapangan berupa aplikasi atau praktek di lapangan yang
biasanya didampingi oleh tenaga ahli/pengalaman dibidangnya.
Pendampingan kelompok dapat dilakukan secara berkala atau
insidental atas insiatif sendiri ataupun permintaan dari kelompok.
Partisipasi Masyarakat
Sebagai lembaga informasi perdesaan BIM telah dirancang
sedemikian rupa agar mampu berperan sebagai agen pembaharuan di
perdesaan. Sebagaimana diuraikan terdahulu BIM telah dibentuk
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Sumber lain :
Kompas, Sabtu 25 Oktober 2008
http://www.cihideung.blogspot.com
http://www.mastel.or.id
http://www.ruangkeluarga.com
Abstraksi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan social software sebagai bagian dari komunikasi
dalam proses belajar-mengajar telah diteliti dan dilaporkan oleh
*
Akhmad Riza Faizal, S.Sos., dan Wulan Suciska, S.I.Kom., Pengajar Jurusan
Komunikasi, FISIP Universitas Negeri Lampung.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mengajukan
pertanyaan bagaimana penggunaan social software sebagai media
komunikasi dalam proses pengajaran pada perguruan tinggi di
Indonesia?
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini terutama ditujukan untuk pendidik
dan peneliti yang memiliki minat untuk menyelidiki lebih lanjut dan
menerapkan teknologi web pada berbagai bidang. Mudah-mudahan,
dengan minat yang sama kita dapat membangun jaringan pada topik
ini.
METODE PENELITIAN
Diagram 1
Penggunaan Social Software Pada Website PTN Di Indonesia
(Per Juli 2008)
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Syarif Budhirianto*
Abstraksi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) merupakan salah
satu pilar utama pembangunan bangsa saat ini, dan tidak satu bidang
kehidupan/sektor pembangunan nasional yang tidak memerlukan
penggunaan TIK. Bahkan maju tidaknya suatu negara ditentukan
oleh penguasaan TIK oleh masyarakatnya. Dengan penguasaan
teknologi tersebut, segala aktivitas informasi dan komunikasi dapat
berjalan dengan cepat tanpa ada hambatan batas-batas suatu negara..
*
Drs. Syarif Budhirianto adalah peneliti muda di Balai Pengkajian dan
Pengembangan Komunikasi dan Informatika(BP2KI) Bandung.
Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka masalah penelitian ini
adalah bagaimana motivasi pengguna Warmasif dalam memenuhi
kebutuhan bermedia di Provinsi Jawa Barat? Identifikasinya adalah :
1. Bagaimana motivasi pengguna dalam mengakses fasilitas-fasilitas
di Warmasif dalam pemenuhan kebutuhan informasinya.
2. Bagaimana motivasi pengguna dalam pemenuhan kebutuhan
hiburannya
3. Bagaimana motivasi pengguna dalam pemenuhan kebutuhan
komunikasi (interaksi sosial).
Tujuan
1. Untuk mengetahui pemanfaatan warmasif oleh pengguna dalam
pemenuhan kebutuhan informasi.
Manfaat
1. Bermanfaat bagi Ditjen Aplikasi dan Telematika Departemen
Komunikasi dan Informatika dalam rangka penyusunan program,
strategi dan kebijakan pemberdayaan Warmasif sebagai sarana
pemenuhan kebutuhan informasi sesuai dengan sasaran dan
tujuannya.
2. Berguna bagi pengelola Warmasif dalam meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat.
3. Melalui peningkatan fungsi, peran dan pemanfaatan secara optimal
berguna bagi masyarakat untuk mendukung upaya mempercepat
tercapainya masyarakat informasi Indonesia yang ditargetkan
tahun 2015.
Kerangka Pemikiran
Motivasi dan Kebutuhan Media
Kebutuhan manusia yang berkaitan dengan media menurut
McQuail dalam Lull (1998:120) meliputi kebutuhan akan informasi,
hiburan dan integrasi sosial. Lebih lanjut menurut Katz, bahwa untuk
memenuhi kebutuhan bermedia , setiap individu dapat mencapainya
dengan cara pemenuhan kebutuhan yang didapatkan dengan cara
mengakses/menggunakan media yang diharapkan dapat memenuhi
kebutuhannya itu.
Menurut Gerungan (1983: 25), motif merupakan suatu
pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan, atau
dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat
sesuatu “. Berkaitan dengan motif manusia yang menggunakan media
internet, hal ini didasarkan pada suatu kebutuhan tertentu. , menurut
Katz dalam Marshall (2000), beberapa kategori kebutuhan individu
yang semuanya berasal dari fungsi sosial dan psikologi dari media
diantaranya kebutuhan kognitif, afektif, integrative personal, interaksi
sosial, dan kebutuhan akan pelarian.
Metode Penelitian
1. Sifat penelitian ini adalah deskriptif, pendekatannya kuantitatif,
yakni untuk mengungkapkan motivasi pengguna (user) Warmasif
sebagai pemenuhan kebutuhan bermedia di 7 ( tujuh )
kabupaten/kota di Jawa Barat terhadap pemenuhan bermedia.
Lokasi penelitian adalah di Provinsi Jawa Barat. Dari 26 jumlah
kota dan kabupaten yang ada, hanya ada 7 (tujuh) kabupaten dan
kota yang terdapat fasilitas Warung Masyarakat Informasi (
Warmasif ), yaitu berdasarkan kesepakatan Direktorat Aplikasi dan
Telekomunikasi (Depkominfo) dengan PT. Pos Indonesia yakni,
Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Tasikmalaya, Kab. Karawang,
Kab. Kuningan, Kab. Garut, dan Kab. Purwakarta.
2. Responden penelitian untuk masing-masing Warmasif adalah 10
orang , jumlah keseluruhan 70 responden. Pengambilan responden
untuk masing-masing Warmasif dilakukan dengan sampel random
secara ordinal (Ordinal random sampling). Adapun dalam konteks
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah berdasarkan
daftar catatan pengunjung dalam sebulan terakhir, kemudian
daftar tersebut di satukan untuk diberi nomor secara berurutan
mulai dari nomor satu sampai terakhir. Untuk pengambilan sampel,
Operasionalisasi Variabel
Variabel motivasi kebutuhan bermedia terdiri atas sub variabel :
pemenuhan kebutuhan informasi, pemenuhan kebutuhan hiburan, dan
pemenuhan kebutuhan berkomunikasi.
1. Pemenuhan kebutuhan informasi, dengan indikator : asal mula
mengenal Warmasif, jenis-jenis informasi, fasilitas internet
Warmasif dalam proses pencarian informasi, dan sikap para
pengguna tentang informasi yang didapat.
2. Pemenuhan kebutuhan hiburan, dengan indikator : pengetahuan
para pengguna tentang hiburan , pengguna menggunakan fasilitas
internet untuk mencari hiburan, dan sikap para pengguna tentang
hiburan.
3. Pemenuhan kebutuhan komunikasi, dengan indikator :
pengetahuan para pengguna tentang komunikasi pada media
internet, penggunaan fasilitas internet di Warmasif untuk
melakukan interaksi sosial, dan sikap para pengguna tentang
interaksi sosial .
HASIL PENELITIAN
Identitas Responden
Jumlah responden penelitian adalah 70 (tujuh puluh) orang ,
identitasnya meliputi : jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan pendidikan.
Jenis kelamin responden, laki-laki (Bandung):7,Bekasi: 5,Karawang:
9,Tasikmalaya: 6,Purwakarta: 3,Garut: 5, Kuningan: 8 = 43
(61,42%)), perempuan (Bandung) : 3, Bekasi: 5,
Karawang:1,Tasikmalaya:4,Purwakarta:7,Garut:5,Kuningan:2 = 27
(38,58%)). Dari 70 responden yang berada di 7 (tujuh) lokasi
Warmasif di kota dan kabupaten di Jawa Barat, sebagian besar
berjenis kelamin laki-laki. Tetapi Kategori jenis kelamin ini bukan
merupakan satu-satunya faktor yang diteliti.
Sedangkan usia mereka yang terbesar adalah antara 17 – 24
tahun, disusul antara 25 – 32 tahun, dan sebagian kecil lagi adalah
mereka yang berumur lebih dari 57 tahun. Banyaknya mereka yang
mengunjungi Warmasif dari kalangan usia muda, karena pengetahuan
dan pergaulan mereka semasa di bangku sekolah lebih tertarik
mempelajari TIK.
Usia mereka sebagian besar adalah antara 17 – 24 tahun yaitu
sejumlah 41 orang atau 58,57 %. Pekerjaan responden sebagian besar
adalah dari kalangan pelajar dan mahasiswa, yakni 40 orang dan
sebagian kecil lainnya adalah petani, pengusaha, profesional, dan
pensiunan, yaitu masing-masing satu orang. Sedangkan pendidikannya
sebagian besar berlatarbelakang SMA, dan hanya sebagian kecil saja
dari sekolah dasar. Hal ini menunjukan keberadaan Warmasif masih
didominir oleh mereka yang berlatar belakang pelajar dan mahasiswa.
Data secara rinci dapat dilihat pada tabel 1.
Pemanfaatan Warmasif
Frekuensi pemanfaatan Warmasif di Kantor Pos sejak berdirinya
awal tahun 2007, adalah 1-3 kali 51 (72,86%); 4-6 kali 15 (21,43%);
7-9 kali 4 (5,71%).
Keberadaan Warmasif tergolong baru, dan belum semua
masyarakat mengetahui , hal ini karena sosialisasi belum optimal.
Sebagian besar pengguna Warmasif pemanfaatannya antara 1 sampai
3 kali , dan tidak ada seorangpun yang telah mengunjungi 10 kali
lebih. Kurangnya masyarakat menggunakan Warmasif dimungkinkan
karena letaknya hanya di kantor pos, serta ada persaingan dari usaha
sejenis yang bertebaran di sudut-sudut kota, seperti warnet (warung
internet).
Tabel 3
Asal Mula Mengetahui Warmasif
Tabel 4
Motif Pemanfaatan Warmasif
Tabel 6
Jenis Hiburan Ketika Mengakses Media Internet
Dari tabel di atas tergambar bahwa salah satu jenis hiburan yang
paling banyak dicari oleh pengguna Warmasif adalah chatting . Hal ini
Tabel 7
Sikap Pengguna Tentang berkomunikasi Pada Media Internet
Sikap
No. Interaksi Sosial/komunikasi Ya Tidak
F % F %
Berkiriman surat secara on-line
1 48 98,8 1 1,1
cukup mudah
Berkiriman surat secara on-line
2 35 55,7 14 44,3
kerahasiaannya cukup terjaga
Merasa aman berbicara terus
3 37 53,4 12 46,6
terang ketika chatting
Mempercayai perkataan lawan
4 10 18,2 39 81,8
bicara ketika chatting
Kesimpulan
1. Pemenuhan kebutuhan informasi pada warung masyarakat
informasi (Warmasif) di Provinsi Jawa Barat kurang optimal
dimanfaatkan oleh masyarakat pengguna (user) sesuai dengan
tujuan dan sasarannya, yakni dalam upaya mengembangkan
perdagangan komoditi unggulan melalui perdagangan elektronik/e-
commerce, serta meningkatkan layanan informasi pendidikan
masyarakat. Sebaliknya mereka lebih banyak mengakses jenis
informasi bersifat umum, yaitu informasi politik, budaya, olah raga,
cari kerja, dan lainnya.
2. Motivasi dalam pemenuhan kebutuhan hiburan di Warmasif dinilai
tinggi, yakni keinginan untuk sejenak melarikan diri dari realitas
hidup, mencari kesenangan hedonistik, mencari kepuasan pribadi
dan pelepasan emosi, serta jenis hiburan yang berbeda dengan yang
didapat media lainnya. Pemenuhan kebutuhan hiburan biasanya
dilakukan dengan cara melakukan chatting, men-download atau
Saran
1. Hendaknya kesepakatan kerja sama antara Ditjen Aplikasi
Telematika dengan PT POS Indonesia tentang Warmasif lebih
ditingkatkan sosialisasinya, sehingga masyarakat dapat
mengetahui keberadaannya didalam upaya meningkatkan layanan
informasi dan pendidikan masyarakat.
2. Hendaknya pengelola Warmasif untuk lebih meningkatkan
kemampuan mengakses internet, menambah fasilitas yang dapat
memanjakan pelanggan, serta biaya akses internet yang lebih
murah lagi kepada masyarakat, sehingga akan termotivasi lagi
menggunakannya sebagai media informasi dan komunikasi.
3. Idealnya Warmasif berada di daerah-daerah yang memiliki
komoditas unggulan tetap, seperti pertanian, perikanan, hasil
kerajinan, dan lain-lain. Untuk selanjutnya dapat diberdayakan
lagi, seperti pemasaran melalui internet, transaksi online, promosi
barang dan akses digital lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber lainnya :
Dida Dirgahayu*
Abstraksi
Saat ini, pers berada dalam situasi di mana pengertian wartawan dan
media mengalami pergeseran penting sebagai akibat dari
berkembangnya dua hal. Yaitu perkembangan jurnalistik dan
perkembangan media. Dunia jurnalistik kini mulai mengalami
perubahan, dulu reportase adalah tugas khusus yang dibebankan
kepada wartawan atau reporter media massa, maka sekarang setiap
warga bisa melaporkan peristiwa kepada media. Inilah yang
kemudian disebut sebagai citizen journalism. Permasalahan
penelitian ini adalah : bagaimana sikap jurnalis terhadap citizen
journalism. Merupakan penelitian deskriptif (descriftive studies)
dengan metode pendekatan kuantitatif. Manfaat penelitian ini
diantaranya untuk memberikan gambaran tentang eksistensi citizen
journalism diantara civic journalis (media mainstream) yang lazim
disebut media massa.
Kata kunci : Sikap, Jurnalis, Citizen Journalism
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi telah mengubah hakekat
media. Dengan internet, kini berkembang situs-situs lembaga maupun
pribadi. Selain itu, berkembang juga weblog atau blog, di mana setiap
orang bisa melaporkan peristiwa di sekelilingnya, atau paling tidak,
melaporkan gagasannya kepada publik. Dengan demikian, kalau dulu
media didirikan oleh lembaga, atau individu yang mempunyai uang
dan kekuasaan (power), kini setiap individu bisa membuat media.
Karena itu, di zaman internet ini, setiap individu juga adalah media.
Dengan perkawinan jurnalistik baru dengan perkembangan teknologi
*
Dida Dirgahayu, S.Sos adalah peneliti pertama Balai Pengkajian dan
Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BP2KI) Bandung.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menggambarkan :
1. Pengetahuan dan pemahaman jurnalis tentang citizen journaslism
2. Penilaian jurnalis terhadap citizen journaslism
3. Reaksi jurnalis terhadap citizen journalism
Manfaat
Penelitian ini layak dilakukan karena bermanfaat untuk
memperoleh gambaran tentang sikap jurnalis terhadap citizen
journaslism. Hasil penelitian dan kajian ini akan memberikan data
awal, gambaran dan aspirasi para jurnalis.
Tinjauan Pustaka
Sikap
Menurut Louis Thurstone dan Charles Osgood, sikap
merupakan suatu bentuk evolusi atau reaksi perasaan terhadap suatu
objek, baik perasaan mendukung atau memihak ( favourable ), atau
perasaan tidak mendukung (unfavourable) pada objek tersebut.
(Azwar, 2003:5). Menurut Gerungan (1996:150), sikap merupakan
kecenderungan bereaksi terhadap objek-objek, dimana kecenderungan
bereaksi ini merupakan cara yang khas tergantung dari motivasi,
emosi, persepsi, dan proses kognitifnya.
Jurnalis
Wartawan (journalist) adalah orang yang terlibat dalam
pencarian, pengolahan, dan penulisan berita. Mulai dari Pemimpin
Redaksi hingga koresponden yang terhimpun dalam bagian redaksi.
Menurut UU No.40/1999 tentang Pers (pasal 1 poin 4), wartawan
adalah ”orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Wartawan ( journalist ) adalah orang yang secara rutin melakukan
aktivitas jurnalistik, yakni aktivitas peliputan, perekaman, dan
penulisan berita, opini, dan feature untuk media massa. Dalam sebuah
lembaga penerbitan pers, wartawan masuk dalam Bagian Redaksi
(Editor Department) yang dipimpin oleh Pemimpin Redaksi (Editor in
Chief). Jadi, tidak semua orang yang bekerja di sebuah perusahaan
pers (media massa) adalah wartawan. Merekalah yang memburu berita
(fakta atau kejadian), meliput berbagai peristiwa, dan menuliskannya
untuk dikonsumsi orang banyak. ”Di mana terjadi suatu peristiwa,
Citizen Journalism
Internet kini menjadi new media, media kontemporer yang
memberi wahana baru dalam aktualitas pemberitaan. Lebih dari media
apa pun yang telah ada. Keunggulan itu akhirnya dipergunakan oleh
sebagian pihak untuk menjadikan media internet sebagai salah satu
wadah media mainstream. Kendati begitu, pemberitaan atau
penyebaran informasi di media internet ini tetap terpolarisasi pada
model diktum. Bahkan lebih kuat dan leluasa. Karena regulasi pers
maupun undang-undang pada media internet ini sangat kabur dan
tidak tegas. Walhasil, awan pun mendapatkan kembali posisi lamanya.
Perbedaan mendasar antara media mainstream yang tumbuh lebih
awal dengan media mainstream pada internet, hanya terletak pada
kecepatan penyampaian. Berdasar kesadaran itu, sejumlah orang
melakukan pemikiran-pemikiran untuk menembus batas ini.
Blog sebenarnya sebuah website juga. Website seperti kita
ketahui adalah satu lembaran informasi yang ada di internet. Jadi
ketika kita masuk ke internet, misalnya membaca berita surat kabar
atau salah satu informasi departemen pemerintah atau perusahaan, itu
yang kita sebut dengan Website. Weblog atau blog adalah versi
mutakhir dari web. Disebut mutakhir karena di weblog kita bisa
berkomunikasi, berdialog dengan orang yang memiliki blog.
(http://www.pontianakpost.com)
Pemberitaan Citizen Journalism lebih mendalam dengan
proses yang tak terikat waktu, seperti halnya tenggat deadline di
media mainstream. Bentuk Citizen Journalism dapat dilihat pada
proses penayangan berita di televisi, dengan menggunakan visual dari
masyarakat (kameramen amatir). Citizen Journalism dinilai sebagai
bentuk partisipasi aktif masyarakat untuk menyuarakan pendapat
secara lebih leluasa, terstruktur, serta dapat diakses secara umum dan
sekaligus menjadi rujukan alternatif.
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif ( descriptive research),
bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, akurat, dan
faktual, mengenai situasi-situasi, fakta-fakta dari populasi tertentu
(Suryabrata,1983:19) Menggambarkan sikap jurnalis terhadap citizen
Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2007 di Kota
Bogor, lokasi ini dipilih karena berdasarkan data dari Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Barat, Kota Bogor mempunyai
jumlah wartawan yang bertugas sebanyak 317 orang.di daerah tersebut
mempunyai jumlah wartawan yang banyak, merupakan daerah
perkotaan sehingga akses jurnalis terhadap internet relatif lebih
dimungkinkan.
PEMBAHASAN
Kesimpulan
1. Pengetahuan dan pemahaman jurnalis tentang citizen
journaslism. Para jurnalis dalam penelitian ini telah mengetahui
dan memahami istilah dan aktivitas citizen journalism. Sumber
informasi tentang citizen journalism berasal dari informasi/
content dalam internet dan buku . Dalam memanfaatkan blog
sebagai aktivitas citizen journalism, para jurnalis mempunyai
frekuensi dan intensitas waktu yang tinggi. Selain sebagai sumber
informasi dan data tambahan, citizen journalism juga berfungsi
sebagai sumber inspirasi dalam melaksanakan tugasnya sebagai
jurnalis. Para jurnalis memahami timbulnya citizen journalism
sebagai ruang publik melalui media internet dalam rangka
partisipasi masyarakat dalam mengemukakan pendapatnya,
menceriterakan apa yang terjadi disekitarnya. Para jurnalis telah
mempergunakan weblog dengan frekuensi dan intensitas waktu
penggunaan yang cukup tinggi
2. Penilaian jurnalis tentang citizen journaslism. Terdapat
penilaian yang kritis dan objektif dari para jurnalis, bahwa isi atau
content dari blog sebagai media citizen journalism sebagian
merupakan tulisan berbentuk opini dan ulasan. Dari penilaian
tersebut memunculkan penilaian lainnya bahwa opini dan ulasan
kurang dipercaya validitasnya, penilaian ini argumentatif karena
sebagai seorang jurnalis dalam membuat berita tidak
mencampurkan antara opini dan fakta. Para jurnalis menilai bahwa
Saran
Perlu adanya kesamaan persepsi yang konstruktif diantara
jurnalis, bloger, praktisi pers dan komunikasi, praktisi telematika dan
masyarakat pengguna media tentang keberadaan citizen journalism.
Kesamaan persepsi diantaranya mengenai perbedaan, dan persamaan
tentang tugas pokok dan fungsi, mekanisme kerja dan pelakunya.
Perbedaan secara substantif maupun kelembagaan, sehingga dapat
mendudukan keduanya dalam porsi, eksistensi, dan keberadaannya
masing-masing.
Sumber lain :
http://sulungz.blogs.friendster.com
http://www.pontianakpost.com
Pikiran Rakyat, 2006, Pusat Data Redaksi (Unit: Cyber Media-
Dokumentasi Digital), Bandung