Professional Documents
Culture Documents
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau
suatu histerektomia untuk janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998 ).
Post partum adalah suatu masa yang dimulai setelah partus selesai
dan berakhir kira-kira 6 minggu, tetapi setelah alat genetalia pulih kembali
seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Winkjosastro,2002).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu
bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multi para kurang
dari 5 cm (Mochtar,2002).
Sehingga dapat saya simpulkan bahwa post seksio sesaria dengan
indikasi Ketuban pecah dini adalah suatu masa nifas setelah menjalani
persalinan dengan cara menyayat dinding uterus untuk mengeluarkan janin
yang dikarenakan air ketuban yang keluar sebelum ada tanda-tanda persalinan.
B.
Anatomi dan Fisiologi
1.
Anatomi dan fisiologi sistem reproduksi
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna. Organ
eksterna berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi
dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan
blastosis, dan sebagai tempat implantasi; dapat dikatakan berfungsi untuk
pertumbuhan dan kelahiran janin.
a. Struktur Eksterna
Gambar 1: Organ Reproduksi Eksterna pada wanita.
(Sumber: Wiknjosastro, 2005)
1. Mons Pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutran
berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang
diatas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea
(minyak) dan ditumbuhi Rambut berwarna hitam, kasar dan ikal pada
masa pubertas, yakni sekitar satu sampai dua tahun sebelum awitan haid.
Fungsinya sebagai bantal pada saat melakukan hubungan sex.
2. Labia Mayora
Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang
menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis.
Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengelilingi labia
monora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora melindungi
labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina (muara vagina).
3. Labia Minora
Labia minora, terletak di antara dua labia mayora, merupakan
lipatan kulit yang panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang
ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette.
Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen,
permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina; merah
muda dan basah. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia
berwarna merah kemurahan dan memungkinkan labia minora
membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik.
4. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang
terletak tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang,
bagian yang terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau kurang. Ujung badan
klitoris di namai glans dan lebih sensitif daripada badannya. Saat wanita
secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris membesar. Fungsi
klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksualitas.
5. Prepusium Klitoris
Dekat sambungan anterior, labia minora kanan dan kiri memisah
menjadi bagian medial dan lateral. Bagian lateral menyatu di bagian atas
klitoris dan membentuk prepusium, penutup yang berbentuk seperti kait.
Bagian medial menyatu di bagian bawah klitoris untuk membentuk
frenulum. Kadang-kadang prepusium menutupi klitoris.
6. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau
lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.
Vestibulum terdiri dari muara utetra, kelenjar parauretra (vestibulum
minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina (vestibulum mayus,
vulvovagina, atau Bartholin). Permukaan vestibulum yang tipis dan agak
berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia (deodorant semprot, garamgaraman,
busa sabun), panas, rabas dan friksi (celana jins yang ketat).
7. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan
tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di
garis tengah dibawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa
navikularis terletak di antara fourchette dan himen.
8. Perineum
Perineum ialah daerah muscular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.
Penggunaan istilah vulva dan perineum kadang-kadang tertuk
b. Struktur Intena al
Gam mba a waniita.
1. Ovarium
Sebuahh ovarium terletak di setiap sisi uterus, ddibawah dan di
belakang tuba a falopii. Dua ligamen mengikat ovarium ppada tempatnya,
yakni bagian mmesovarium ligamen lebar uterus, yang mem misahkan ovarium
dari sisi dind lateral kira-kira setinggi Krist iliaka antero
ding pelvis ta
superior, dan lligamentum ovari proprium.
juta IU intra muskuler tiap 12 jam dan ampisilin 1 gr per oral. Bila pasien
tidak tahan ampisilin diberikan eritromisin 1 gr peroral
Bila keluarga pasien menolak rujukan, klien di istirahatkan dengan
posisi berbaring miring, berikan antibiotik pinisilin prokain 1,2 juta IU intra
muskuler tiap 12 jam dan ampicilin 1 gr peroral dengan di ikuti 500 mg tiap 6
jam atau eritromisin dengan dosis yang sama.
Dengan kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan
konservatif yaitu tirah baring, diberi sedatif berupa fenobarbital 3x30 mg.
Diberikan antibiotik selama 5 hari dan glukoortikosteroid, contoh
dexametason 3x5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis bila terjadi infeksi,
akhiri kehamilan
Pada kehamilan 33-35 minggu lakukan terapi konservatif selama 24
jam lalu induksikan persalinan, bila terjadi infeksi akhiri kehamilan.
Sedangkan pada kehamilan lebih dari 2 minggu, bila ada his, mimpin
meneran dan lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his
lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor
pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dengan skor pelvik
lebih dari 5, sectio cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor
pelvik kurang dari 5 ( Arif Mansyur, 2001).
Apabila persalinan dilakukan dengan tindakan Seksio Sesaria maka
penatalaksanaan Post Seksio Sesaria antara lain periksa dan catat tanda
tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam
kemudian. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat. Pemberian
tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum karena pemberian
antibiotika, walaupun pemberian antibiotika sesudah seksio sesarea efektif
dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
Mobilisasi karena pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun
dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua
penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan. Dan pada
tahap akhir adalah pemulangan apabila tidak terdapat komplikasi penderita
dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi (Mochtar Rustam, 2002).
F. Manifestasi klinik
Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak. Dapat disertai demam bila
sudah ada infeksi. Janin mudah diraba. Pada pemeriksa dalam selaput ketuban
tidak ada, air ketuban sudah kering. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir
atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering ( Arif mansjoer,
2001).
G.
Jenis seksio sesaria
Menurut Mochtar Rustam (1998) jenis-jenis sectio caesarea adalah :
1.
Sectio Caesarea transperitonealis
a.
Sectio Caesarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kirakira
sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
riperitonearisasi yang baik
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri
spontan
b.
Sectio Caesarea ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen
bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
3) Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga periutoneum
4)
Perdarahan kurang
5)
Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri
spontan kurang atau lebih kecil.
Kekurangan :
1)
Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat
menye-babkan uterine putus dan terjadi perdarahan hebat.
2)
Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi.
2.
Sectio Caesarea ekstraperitonealis
Sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian
tidak membuka kavum abdominal.
H.
Macam-macam anastesi
1.
Pengertian
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran
disertai hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap
keadaan membawa problema-problema tersendiri sesuai dengan kondisi
penderita, sebab obat-obat anestesi bersifat depresi pada organ-organ vital.
2.
Aspek farmakologik anestesi yaitu :
Narkotik, analgesic, Sedatif, hipnotik, neuroleptik, Relaksasi otot-otot,
Vasokonstriktor dan vasopresor, dan oksitosik
3.
Teknik anestesi
a.
Anestesi Umum
Anestesi umum adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang
disertai dengan hilangnya kesadaran. Cara kerja obat anestetika
masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke
jaringan, yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang kaya akan
pembuluh darah yaitu otak sehingga kesadaran menurun atau hilang,
disertai hilangnya rasa nyeri dan lain-lain.
Cara pemberian obat :
1) Melalui rectum : Tiopental 10%, kloralhidrat
2) Intramuskular : ketamin HCl, diazepam
3) Intra vena : Tiopental 5%, 2,5% diazepam, ketamin
4) Perinhalasi : N2O, halotan, eter, metoksi, fluaton
Kontra indikasi :
1) Kontra indikasi mutlak payah jantung.
2) Kontra indikasi relatif, tergantung kepada efek farmakologis dari
K.
Komplikasi
Menurut Mochtar Rustam (1998). Komplikasi akibat seksio
sesaria antara lain:
1.
Infeksi puerperal ( nifas )
Infeksi post operasi terjadi apabiia sebelum keadaan pembedahan sudah
ada gejala-gejala infeksi intra parfum atau ada faktor-faktor yang
merupakan gejala infeksi.
a. Infeksi bersifat ringan : kenaikan suhu beberapa hari saja.
b.
Infeksi bersifat sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi,
disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.
c.
Infeksi bersifat berat : dengan peritonitis septis ileus paralitik, hal
ini sering kita jumpai pada partus teriambat, dimana sebelumnya
telah terjadi infeksi intraportal karena ketuban yang telah lama.
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolik dan antibiotik
yang adekuat dan tepat.
2.
Perdarahan
Rata-rata darah hilang akibat sectio caesaria 2 kali lebih banyak dari
pada yang hilang dengan kelahiran melalui vagina. Kira-kira 800 -1000
ml yang disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah yang terputus dan
terbaka, atonia uteri dan pelepasan pada plasenta.
3.
Emboli pulmonal
Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat mobilisasi
di bandingkan dengan melahirkan melaui vagina (normal).
4.
Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
5.
Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.
L.
Pemeriksaan penunjang
1.
Pemeriksaan USG (Ultra SonoGrafi)
Untuk menentukan usia kehamilan
2.
Test Nitrazin atau test lakmus
Untuk membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia
kehamilan, kelainan janin
3.
Test LEA (Leucosyt Ester Ase)
Untuk menentukan ada tidaknya infeksi
4.
Laboratorium darah
Untuk mengetahui lekosit.
M. Pengkajian fokus
Menurut Marillyn E (2001) :
1.
Pengkajian dasar data klien
Tinjauan ulang catatan pre natal dan intra operatif dan adanya indikasi
untuk kelahiran caesarea
2.
Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
3.
Integritas ego
Dapar menunjukkan labilitas emosional dan kegembiraan sampai
ketakutan, marah atau menarik diri klien/ pasangan dapat memiliki
pertanyaan atau salah terima pesan dalam pengalaman kelahiran
munngkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi
situasi baru.
4.
Eliminasi
Kateter urinarius indwelling tidak terpasang, urine jernih, bau khas
amoniak, bising usus tidak ada, samar/jelas
5.
Makanan / Cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal
6.
Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal
epidural
7.
Nyeri / Ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai sumber misalnya
trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/abdomen,
efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.
8.
Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler
9.
Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh. jalur
parenteral bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema, bengkak dan
nyeri tekan
10. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus aliran lochea sedang
dan bebas, bekuan berlebihan / banyak.
11. Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap Hb/Ht, mengkaji perubahan dan pra operasi
dan mengevaluasi efek kehilangan daerah pada pembedahan.
HAMIL
Persalinan
N. Pathways Keperawatan
Tindakan SC
Adekuat Tidak
Adekuat
pelayanan dan dan mengalami menyelesaikan darah menurun estrogen turun
pernafasan otot saluran cerna kurang area sensorik
perlindungan
Defisit
paeawatan diri
Kurang
pengetahuan
perubahan dengan keluarga
Resiko terjadi
konstipasi
Penurunan reflek
batuk
Kembung
Mual
muntah
Tidak efektifnya
bersihan jalan nafas
motorik
Sel darah
Prolaktin dan
Involusi Perdarahan
merah menurun
Akumalasi sekret
oksitosin
mandiri Invasi Bakteri Menimbulkan
Kelemahan
Resiko Nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Resti infeksi Nyeri
Gangguan
pemenuhan
personal higiene
dan ADL
meningkat
reflek spasme
otot
Lochea Hb turun
Perfusi jaringan
Produksi ASI
Kurang volume
cairan dan
elektrolit
Dehidrasi
menurun
Kebersihan Lemah
Payudara Isapan bayi
Intoleransi
aktivitas
Resti infeksi
Peningkatan
suhu tubuh
Gangguan pada
kurang
bengkak
hipotalamus
fisik
Keterbatasan
mobilitas Perawatan Perawatan
Ejeksi ASI
baik tidak baik
ASI keluar ASI tidak
keluar
Potensial efektif
O.
Diagnosa keperawatan
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
2.
Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001).
3.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan
nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder
akibat pembedahan (Doenges, 2001).
4.
Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2006).
5.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
6.
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam
pembedaran (Doenges, 2001).
7.
Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal /
rektal (Doenges, 2001).
8.
Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi
(Carpenito, 2006).
9.
Suhu tubuh berhubungan dengan intake yang kurang (dehidrasi ).
10. Defisit perawatan
diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges,
2001).
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis,
periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri
(Doenges, 2001)
P.
Intervensi dan rasional
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
(Doenges, 2001)
Tujuan: Mempertahankan kepatenan jalan nafas
Kriteria Hasil :
a.
Klien tidak mengalami penumpukan sekret
b. Klien dapat melakukan batuk efektif
Intervensi :
a. Kaji faktor faktor penyebab ( sekret, penurunan kesadaran, reflek
batuk )
Rasional : Penumpukan sekret, penurunan kesadaran dan reflek batuk
menurun dapat menghalangi jalan nafas
b. Pertahankan klien pada posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke
bawah.
Rasional : Dengan memberikan posisi miring, maka sekret dapat
mengalir ke bawah.
c.
Kaji posisi lidah, yakinkan tidak jatuh ke belakang dan menghalangi
nafas.
Rasional : Pasisi lidah yang jatuh ke belakang dapat menghalangi
jalan nafas.
d.
Tinggikan kepala tempat tidur.
Rasional : Pengembangan paru lebih maksimal
e.
Ajarkan batuk efektif.
Rasional : Untuk pengeluaran sekret dan jalan nafas.
2.
Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.
Kriteria Hasil :
a.
Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri
b. Klien tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat
Intervensi :
a. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyaman
Rasional : Membedakan karakteristik khusus dari nyeri, membantu
membedakan nyeri pasca operasi dan terjadinya komplikasi (misalnya:
ileus, retensi kandung kemih atau infeksi)
b. Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi
Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi
meningkat.
c. Anjurkan penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi
Rasional :Merilekskan otot, dan mengalihkan perhatian dan sensori
nyeri.
d. Anjurkan ambulasi dini
Rasional : Menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan peristaltik
untuk menghilangkan ketidaknyaman.
e.
Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan kenyamanan.
3.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan
nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat
pembedahan (Doenges, 2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat
meningkatkan dan melakukan aktifitas sesuai kemampuan tanpa disertai
nyeri
Kriteria Hasil : Klien dapat mengidentifikasikan faktor-faktor yang
menurunkan toleransi aktifitas.
Intervensi :
a.
Kaji respon klien terhadap aktifitas
Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam
keluhan kelemahan, keletihan yang berkenaan dengan aktifitas.
b.
Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu
klien sadar
Rasional : Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktifitas klien.
c.
Anjurkan klien untuk istirahat
Rasional : Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenaga
untuk beraktifitas, klien dapat rileks.
d.
Bantu dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari sesuai kebutuhan
Rasional : Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena
kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat terpenuhi dengan bantuan
keluarga dan perawat.
e.
Tingkatkan aktifitas secara bertahap
Rasional : Aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh para
klien sesuai yang diinginkan, meningkatkan proses penyembuhan dan
kemampuan koping emosional.
4.
Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap
bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2006)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a.
Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsio
laesa)
b. Tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-370C)
Intervensi :
a.
Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya
infeksi (color)
b.
Kaji luka pada abdomen dan balutan
Rasional :Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya
pus.
c.
Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka
dengan teknik aseptik.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organisme
infeksius.
d.
Catat / pantau kadar Hb dan Ht
Rasional : Resiko infeksi post partum dan penyembuhan buruk
meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
e.
Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.
5.
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam
pembedahan (Doenges, 2001)
Tujuan : etelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume cairan
dapat diminimalkan
Kriteria Hasil :Membran mukosa lembab, kulit tidak kering, Hb: 12 gr
Intervensi :
a.
Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran
Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasikan pengeluaran cairan / kebutuhan pengganti dan
menunjang intervensi.
b.
Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan, misal: privasi,
posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hangat di
atas perineum.
Rasional : Meningkatkan, relaksasi, otot perineal dan memudahkan
upaya pengosongan.
c.
Catat munculnya mual / muntah
Rasional : Masa Post Op, semakin lama durasi anestesi semakin besar
resiko untuk mual. Mual yang lebih dari 3 hari Post Op mungkin
dihubungkan untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obat lain.
d.
Periksa pembalut, banyaknya perdarahan
Rasional : Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hemoragi.
e.
Kolaborasi pemberian cairan sesuai program
Rasional : Mengganti cairan yang telah hilang.
6.
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masukan oral, nafsu makan menurun. (Carpenito, 2001)
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil: BB normal, porsi makan habis
Intervensi :
a.
Pantau masukan makanan setiap hari
Rasional: Penurunan berat bvadan secara terus-menerus dalam
keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan
terhadap terapi antiiroid
b.
Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan
saat penerimaan
Rasional: membuat data dasar, membantyu dan memantau keefektifan
aturan terapeutik dan menyadarkan perawat terhadap ketidaktepatan
kecenderungan dalam penurunan/penambah berat badan
c.
Dorong / motivasi pasien menghabiskan diet
Rasional: kalori dan protein di butuhkan untuk mempertahankan berat
badan, kebutuhan memenuhi metabolic dan meningkatkan
penyembuhan
d.
Dorong pasien untuk duduk saat makan
Rasional: duduk dapat membantu mencegah aspirasi dan membantu
pencernbaan yang baik
e.
Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP
Rasional: kalori, protein dan vitamin yang dibutuhkan untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan metabolic. mempertahankan berat
badandan mendorong regenerasi jaringanb
7.
Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisaahan dengan bayi(
carpenito,2000)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan laktasi efektif
Kreteria Hasil: klien dapat membuat suatu keputusan dan klien dapat
mengidentifiukasi aktivitas yang menentukan atau meningkatkan
menyusui yang berhasil
Intervensi
a.
Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting
Rasional: menentukan kermampuan untuk memberikan perawatan
yang tepat.
b.
Anjurkan klien breast care dan menyusui yang efektif
Rasional : mempelancar laktasi
c.
Anjurkan klien memberikan asi esklusif
Rasional : Asi dapat memenuhu kebutuhan nutrisi bagi bayi sehingga
pertumbuhan optimal
d.
Berikan informasi untuk rawat gabung
Rasional : menjaga meminimalkan tidak efektifnya laktasi
e.
Anjurkan bagaimana cara memeras, menyimpan, dan mengirim atau
memberikan Asi dengan aman
Rasional: Menjaga agar Asi tetap bisa digunakandan tetap hygienis
bagi bayi.
8.
Perningkatan suhu tubuh berhubungan dengan intake yang kurang
(Carpenito, 2001 ).
Tujuan : mempertahankan suhu dalam batas normal ( 36,5°C 37,4°C ).
Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu ( 36,5°C
37,4°), wajah tidak kemerahan
Intervensi :
a.
Pantau tanda-tanda vital. Terutama suhu tubuh klien
Rasional: untuk mengetahui kondisi pasien, mengetahui perubahan
suhu
b.
Beri kompres hangat.
Rasional: menurunkan suhu yang meningkat
c.
Pertahankan cairan parenteral.
Rasional : untuk mencegah terjadinya dehidrasi
d.
Beri antipiretik sesuai program.
Rasional : untuk menurunkan suhu tubuh yang meningkat
e.
Beri penjelasan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam
pada keluarga.
Rasional : untuk melatih keluarga agar tau hal-hal yang di lakukan jika
mengalami peningkatan suhu tubuh.
9.
Gangguan eliminasi BAB: Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus
otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal / rektal
(Doenges, 2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan
eliminasi BAB: Konstipasi.
Kriteria Hasil : Klien mendapatkan kembali pola fungsi usus yang normal
Intervensi :