You are on page 1of 54

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau
suatu histerektomia untuk janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998 ).
Post partum adalah suatu masa yang dimulai setelah partus selesai
dan berakhir kira-kira 6 minggu, tetapi setelah alat genetalia pulih kembali
seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Winkjosastro,2002).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu
bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multi para kurang
dari 5 cm (Mochtar,2002).
Sehingga dapat saya simpulkan bahwa post seksio sesaria dengan
indikasi Ketuban pecah dini adalah suatu masa nifas setelah menjalani
persalinan dengan cara menyayat dinding uterus untuk mengeluarkan janin
yang dikarenakan air ketuban yang keluar sebelum ada tanda-tanda persalinan.
B.
Anatomi dan Fisiologi
1.
Anatomi dan fisiologi sistem reproduksi
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna. Organ
eksterna berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi
dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan
blastosis, dan sebagai tempat implantasi; dapat dikatakan berfungsi untuk
pertumbuhan dan kelahiran janin.
a. Struktur Eksterna
Gambar 1: Organ Reproduksi Eksterna pada wanita.
(Sumber: Wiknjosastro, 2005)
1. Mons Pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutran
berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang
diatas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea
(minyak) dan ditumbuhi Rambut berwarna hitam, kasar dan ikal pada
masa pubertas, yakni sekitar satu sampai dua tahun sebelum awitan haid.
Fungsinya sebagai bantal pada saat melakukan hubungan sex.
2. Labia Mayora
Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang
menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis.
Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengelilingi labia
monora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora melindungi
labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina (muara vagina).
3. Labia Minora
Labia minora, terletak di antara dua labia mayora, merupakan
lipatan kulit yang panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang
ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette.
Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen,
permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina; merah
muda dan basah. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia
berwarna merah kemurahan dan memungkinkan labia minora
membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik.
4. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang
terletak tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang,
bagian yang terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau kurang. Ujung badan
klitoris di namai glans dan lebih sensitif daripada badannya. Saat wanita
secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris membesar. Fungsi
klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksualitas.
5. Prepusium Klitoris
Dekat sambungan anterior, labia minora kanan dan kiri memisah
menjadi bagian medial dan lateral. Bagian lateral menyatu di bagian atas
klitoris dan membentuk prepusium, penutup yang berbentuk seperti kait.
Bagian medial menyatu di bagian bawah klitoris untuk membentuk
frenulum. Kadang-kadang prepusium menutupi klitoris.
6. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau
lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.
Vestibulum terdiri dari muara utetra, kelenjar parauretra (vestibulum
minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina (vestibulum mayus,
vulvovagina, atau Bartholin). Permukaan vestibulum yang tipis dan agak
berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia (deodorant semprot, garamgaraman,
busa sabun), panas, rabas dan friksi (celana jins yang ketat).
7. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan
tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di
garis tengah dibawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa
navikularis terletak di antara fourchette dan himen.
8. Perineum
Perineum ialah daerah muscular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.
Penggunaan istilah vulva dan perineum kadang-kadang tertuk
b. Struktur Intena al
Gam mba a waniita.

1. Ovarium
Sebuahh ovarium terletak di setiap sisi uterus, ddibawah dan di
belakang tuba a falopii. Dua ligamen mengikat ovarium ppada tempatnya,
yakni bagian mmesovarium ligamen lebar uterus, yang mem misahkan ovarium
dari sisi dind lateral kira-kira setinggi Krist iliaka antero
ding pelvis ta
superior, dan lligamentum ovari proprium.

Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakann ovulasi dan


memproduksi i hormon. Saat lahir, ovarium wanita norm mal mengandung
sangat banya ak ovum primordial (primitif). Ovarium jjuga merupakan
tempat utama a produksi hormon seks steroid (estrogen, pr rogesterone, dan
androgen) dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan dan fungsi wanita normal.
Menurut Harunyaha,2003 Hormone estrogen adalah hormone seks
yang di produksi oleh rahim untuk merangsang pertumbuhan organ seks
seperti payudara dan rambut pubik serta mengatur sirkulasi manstrubasi.
Hormone estrogen juga menjaga kondisi kesehatan dan elasitas dinding
vagina. Hormone ini juga menjaga teksture dan fungsi payudara. pada
wanita hamil hormone estrogen membuat puting payudara membesar dan
merangsang pertumbuhan kelenjar ASI dan memperkuat dinding rahim
saat terjadi kontraksi menjelang persalinan. Hormone progesterone
berfungsi untuk menghilangkan pengaruh hormone oksitoksin yang
dilepaskan oleh kelenjar pituteri. Hormone ini juga melindungi janin dari
serangan sel-sel kekebalan tubuh dimana sel telur yang di buahi menjadi
benda asing dalam tubuh ibu.
2. Tuba Falopii (Tuba Uterin)
Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan diameter 0,6 cm. Setiap
tuba mempunyai lapisan peritoneum di bagian luar, lapisan otot tipis di
bagian tengah, dan lapisan mukosa di bagian dalam. Lapisan mukosa
terdiri dari sel-sel kolumnar, beberapa di antaranya bersilia dan beberapa
yang lain mengeluarkan secret. Lapisan mukosa paling tipis saat
menstruasi. Setiap tuba dan lapisan mukosanya menyatu dengan mukosa
uterus dan vagina. Fungsi tuba fallopi adalah untuk mengantarkan ovum
dari ovarium ke uterus dan menyediakan tempat untuk pembuahan, tetapi
perjalanan ovum dapat terhalang di titik manapun dan jika ovum tadi di
buahi maka terjadi kehamilan etropik.
3.
Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh
peritoneum / serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng.
Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm
pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara
50-70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80
gram / lebih.
Uterus terdiri dari:
a) Fundus Uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, disitu ke-2 tuba fallopi berinsensi
ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus
uteris berada oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan
perabaan fundus uteri.
b) Korpus Uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada
korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3
lapisan: serosa, muskula & mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai
janin berkembang.
c)
Serviks Uteri
Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak
dibawah isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun
terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta
pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan sekret yang
kental dan lengket dari kanalis servikalis.
d) Dinding Uterus
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium,
dan sebagian lapisan luar peritoneum parietalis
4. Vagina
Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rectum dan di
belakang kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus (muara
eksterna di vestibulum di antara labia minora vulva) sampai
serviks.Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas. Karena tonjolan serviks ke bagian atas
vagina, panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 7,5 cm, sedangkan
panjang dinding posterior sekitar 9 cm. Ceruk yang terbentuk di sekeliling
serviks yang menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan
posterior.
Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi
estrogen dan progesterone. Sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus
menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang diambil dari mukosa
vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid.
Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah. Cairan
sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen
mempertahankkan keasaman. Apabila pH naik di atas lima a, insiden infeksi
vagina meninggkat (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004).
kan keasaman. Apabila pH naik di atas lima a, insiden infeksi
vagina meninggkat (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004).
2. Anatomi Dan Fi isiologi Abdomen
Gambar 3 3: anatomi abdomen (Sumber: Widjanarko, 20010)
a. Kulit
Gamba ar 4: anatomi kulit (Sumber: Widjanarko, 201 10)
1)
Lapisan Epidermis
Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa bertingkat.
Sel-sel yang menyusunya secara berkesinambungan dibentuk oleh
lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar ketika didorong
oleh sel-sel baru kearah permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan.
Lapisan luar terdiri dari keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak
memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat.
2) Lapisan Dermis
Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa dan
elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa
sejumlah papilla kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan
subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh
limfe dan saraf.
3) Lapisan subkutan
Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh
darah dan ujung syaraf. Lapisan ini mengikat kulit secara longgar
dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya. Dalam hubungannya
dengan tindakan Seksio Sesaria, lapisan ini adalah pengikat organ-
organ yang ada di abdomen, khususnya uterus. Organ-organ di
abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium. Dalam
tindakan Seksio Sesaria, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar
(epidermis) sampai dinding uterus.
b. Fasia
Gambar 5: pembukaan fasia(Sumber: Widjanarko, 2010).
Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak
yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa,. Fasia
profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu dengan fasia profunda
paha. Susunan ini membentuk pesawat antara Scarpa's fasia dan perut
dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah
lapisan terdalam otot, maka otot abdominis transverses, terletak fasia
transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis
oleh variabel lapisan lemak.. Fascias adalah lembar jaringan ikat atau
mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh.
c. Otot perut
Gambar 6: pemsahan fascia anterior dengan otot bawah
(Sumber: Widjanarko, 2010)
1) Otot dinding perut anterior dan lateral
Rectus abdominis meluas dari bagian depan margo costalis di
atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh beberapa pita
fibrosa dan berada didalam selubung. Linea alba adalah pita jaringan
yang membentang pada garis tengah dari procecuss xiphodius sternum ke
simpisis pubis, memisahkan kedua musculus rectus abdominis. Obliquus
externus, obliquus internus dan transverses adalah otot pipih yang
membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat
externus berjalan kea rah bawah dan atas ; serat obliquus internus
berjalan keatas dan kedepan ; serat transverses (otot terdalam dari otot
ketiga dinding perut) berjalan transversal di bagian depan ketiga otot
terakhir otot berakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi rectus
abdominis.
2) Otot dinding perut posterior
Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi pada bagian
belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas ke crista iliaca.(Gibson,
J. 2002)
C.
Etiologi
1.
Penyebab ketuban pecah dini
Penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan membran
atau meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membran disebabkan adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina dan serviks (Saifudin, 2000).
Menurut manuaba 1998 penyebab ketuban pecah dini antara lain
a.
servik incompetent
yaitu kelainan pada servik uteri di mana kanalis servikalis selalu
terbuka.
b. ketegangan uterus yang berlebihan
misalnya pada kehamilan ganda dan hidroamnion karena adanya
peningkatan tekanan pada kulit ketuban di atas ostium uteri internum
pada servik atau peningkatan intra uterin secara mendadak.
c. kelainan letak janin dalam rahim
misalnya pada letak sunsang dan letak lintang,karena tidak ada bagan
terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membrane bagian bawah.
d. kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik,
disproporsi.
e. Kelainan bawaan dari selaput ketuban
f. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini
2.
Indikasi seksio sesaria
Indikasi untuk seksio sesaria menurut Mochtar, Rustam, 1998
a.
Indikasi untuk ibu
Plasenta previa, Distocia serviks, Ruptur uteri mengancam,
Disproporsi cepalo pelviks, Pre eklamsi dan eklamsi, Tumor, Partus
lama.
b. Indikasi untuk janin
1) Mal presentasi janin
a) Letak lintang
Bila ada kesempitan panggul seksio sesaria adalah cara terbaik
dalam segala letak lintang dengan janin hidup. Semua
primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio
caesarea. Multipara letak lintang dapat lebih dulu dengan cara
yang lain
b) Letak bokong
Dianjurkan seksio sesaria bila ada Panggul sempit,
Primigravida, Janin besar, Presentasi dahi dan muka bila
reposisi dan cara lain tidak berhasil, Presentasi rangkap, bila
reposisi tidak berhasil, atau Gemeli
2)
Gawat Janin
Segera lakukan operasi agar tidak terjadi keracunan atau kematian
janin, sesuai dengan indikasi seksio sesaria.
Kontra indikasi
a)
Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin
hidup kecil. Dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan
operasi.
b)
Janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk
seksio sesaria ekstra peritoneal tidak ada.
c)
Kurangnya pengalaman dokter bedah dan tenaga medis yang
kurang memadai.
D. Patofisiologi
Ketuban pecah dini terjadi karena ada kelemahan selaput ketuban
perubahan menyeluruh dalam metabolisme kolagen atau ketika tekanan
dalam ketuban meningkat. Adanya bakteri yang mengandung enzime protease
dan kolagenase di tambah dengan respon inflamasi dari neutrofil secara
bersama-sama menurukan kadar kolagen membran yang akan mengakibatkan
penurunan kekuatan dan elastisitas selaput membran. Diduga juga adanya
molekul perusak jaringan lunak yang di sebut Reactive Oxigen Species ( ROS
) merusak kebutuhan jaringan kolagen sehingga menyebabkan kelemahan
selaput ketuban.
Produksi relaxine yang berlebihan juga akan meningkatkan aktivitas
enzime kolagenase yang akan merusak jaringan kolagen dari selaput ketuban.
Kemungkinan jugatrombosis vaskuler plasenta juga turut berperen karena
menimbulkan gangguan transport nutrisi sehingga aktivitas metabolisme
kolagen terganggu ( Mochtar, 1998).
E. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau
tanpa komlikasi harus di rujuk di rumah sakit. Bila janin hidup dan terdapat
polap tali pusat pasien di rujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari
badanya, bila mungkin dengan posisi bersujud. Kalau perlu posisi kepala janin
di dorong keatas dengan 2 jari agar tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di
vulva di bungkus kain hangat yang dilapisi plastik.
Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau
ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti penisilin prokain 1,2

juta IU intra muskuler tiap 12 jam dan ampisilin 1 gr per oral. Bila pasien
tidak tahan ampisilin diberikan eritromisin 1 gr peroral
Bila keluarga pasien menolak rujukan, klien di istirahatkan dengan
posisi berbaring miring, berikan antibiotik pinisilin prokain 1,2 juta IU intra
muskuler tiap 12 jam dan ampicilin 1 gr peroral dengan di ikuti 500 mg tiap 6
jam atau eritromisin dengan dosis yang sama.
Dengan kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan
konservatif yaitu tirah baring, diberi sedatif berupa fenobarbital 3x30 mg.
Diberikan antibiotik selama 5 hari dan glukoortikosteroid, contoh
dexametason 3x5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis bila terjadi infeksi,
akhiri kehamilan
Pada kehamilan 33-35 minggu lakukan terapi konservatif selama 24
jam lalu induksikan persalinan, bila terjadi infeksi akhiri kehamilan.
Sedangkan pada kehamilan lebih dari 2 minggu, bila ada his, mimpin
meneran dan lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his
lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor
pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dengan skor pelvik
lebih dari 5, sectio cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor
pelvik kurang dari 5 ( Arif Mansyur, 2001).
Apabila persalinan dilakukan dengan tindakan Seksio Sesaria maka
penatalaksanaan Post Seksio Sesaria antara lain periksa dan catat tanda
tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam
kemudian. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat. Pemberian
tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum karena pemberian
antibiotika, walaupun pemberian antibiotika sesudah seksio sesarea efektif
dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
Mobilisasi karena pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun
dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua
penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan. Dan pada
tahap akhir adalah pemulangan apabila tidak terdapat komplikasi penderita
dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi (Mochtar Rustam, 2002).
F. Manifestasi klinik
Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak. Dapat disertai demam bila
sudah ada infeksi. Janin mudah diraba. Pada pemeriksa dalam selaput ketuban
tidak ada, air ketuban sudah kering. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir
atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering ( Arif mansjoer,
2001).
G.
Jenis seksio sesaria
Menurut Mochtar Rustam (1998) jenis-jenis sectio caesarea adalah :
1.
Sectio Caesarea transperitonealis
a.
Sectio Caesarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kirakira
sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
riperitonearisasi yang baik
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri
spontan
b.
Sectio Caesarea ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen
bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
3) Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga periutoneum
4)
Perdarahan kurang
5)
Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri
spontan kurang atau lebih kecil.
Kekurangan :
1)
Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat
menye-babkan uterine putus dan terjadi perdarahan hebat.
2)
Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi.
2.
Sectio Caesarea ekstraperitonealis
Sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian
tidak membuka kavum abdominal.
H.
Macam-macam anastesi
1.
Pengertian
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran
disertai hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap
keadaan membawa problema-problema tersendiri sesuai dengan kondisi
penderita, sebab obat-obat anestesi bersifat depresi pada organ-organ vital.
2.
Aspek farmakologik anestesi yaitu :
Narkotik, analgesic, Sedatif, hipnotik, neuroleptik, Relaksasi otot-otot,
Vasokonstriktor dan vasopresor, dan oksitosik
3.
Teknik anestesi
a.
Anestesi Umum
Anestesi umum adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang
disertai dengan hilangnya kesadaran. Cara kerja obat anestetika
masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke
jaringan, yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang kaya akan
pembuluh darah yaitu otak sehingga kesadaran menurun atau hilang,
disertai hilangnya rasa nyeri dan lain-lain.
Cara pemberian obat :
1) Melalui rectum : Tiopental 10%, kloralhidrat
2) Intramuskular : ketamin HCl, diazepam
3) Intra vena : Tiopental 5%, 2,5% diazepam, ketamin
4) Perinhalasi : N2O, halotan, eter, metoksi, fluaton
Kontra indikasi :
1) Kontra indikasi mutlak payah jantung.
2) Kontra indikasi relatif, tergantung kepada efek farmakologis dari

obat yang dipakai yaitu Kelainan jantung hindarkan pemakaian


obat yang mendepresi miokard, misalnya eter, tiopental dan
halotan. Kelainan hepar hindarkan obat yang dimetabolisme di
hepar. Kelainan ginjal hindarkan obat yang diekresi di ginjal,
misal petidin atau gallarmin, morfin. Kelainan paru hindarkan
obat-obat yang menyebabkan hipersekresi saluran pernafasan
yang mengakibatkan pengentalan sekresi dalam paru misal eter.
Kelainan endokrin pada diabetes melitus hindarkan pemakaian
obat yang merangsang simpatis karena menyebabkan peninggian
gula darah misal eter.
Efek samping anestesi umum jarang terjadi pada orang yang
dinyatakan sehat. Tapi karena anestesi umum mempengaruhi seluruh
tubuh, lebih cenderung menyebabkan efek samping dari anestesi
lokal atau regional. Untungnya, kebanyakan efek samping anestesi
umum yang ringan dan dapat dengan mudah dikelola.
Anestesi Umum menekan tenggorokan refleks normal yang
mencegah aspirasi, seperti menelan, batuk , atau tersedak. Aspirasi
terjadi ketika suatu obyek atau cair terhirup ke saluran pernafasan
(pada tenggorokan atau paru-paru). Untuk membantu mencegah
aspirasi, sebuah endotrakeal (ET) tabung dapat dimasukkan selama
anestesi umum. Ketika sebuah tabung ET adalah di tempat, paruparu
dilindungi sehingga perut isi tidak bisa masuk ke dalam paruparu.
Aspirasi selama anestesi dan operasi sangat jarang. Untuk
mengurangi risiko ini, orang biasanya diminta untuk tidak makan
atau minum apa pun untuk jumlah tertentu jam sebelum anestesi
sehingga perut kosong. spesialis Anestesi menggunakan alat
keselamatan banyak untuk meminimalkan resiko aspirasi.
Penyisipan atau penghapusan saluran udara dapat
menyebabkan masalah pernapasan seperti batuk, tersedak, atau
kejang otot dalam kotak suara, atau laring ( laryngospasm ), atau di
saluran bronkial di paru-paru (bronkospasme). Penyisipan dari
saluran udara juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah( hipertensi ) dan denyut jantung (takikardia). komplikasi lain
mungkin termasuk kerusakan pada gigi dan bibir, bengkak di
pangkal tenggorokan, sakit tenggorokan , dan suara serak disebabkan
oleh cedera atau iritasi laring.
Risiko serius lainnya anestesi umum termasuk perubahan
dalam tekanan darah atau denyut jantung atau irama, serangan
jantung , atau stroke . Kematian atau sakit parah atau luka akibat
semata-mata untuk anestesi jarang dan biasanya juga terkait dengan
komplikasi dari pembedahan. Kematian terjadi pada sekitar 1 dari
250.000 orang yang mendapat anestesi umum, meskipun risiko lebih
besar bagi orang-orang dengan kondisi medis yang serius ( Roharjo,
2008).
b. Anestesi regional dan lokal
Adalah untuk menghilangkan impuls rasa nyeri dari bagian
tubuh tertentu dengan cara memblokir hantaran syaraf sensorik
untuk sementara.
Cara kerja obat anestesi regional bergabung dengan
protoplasma sel syaraf dan menghasilkan anestesi dengan cara
mencegah depolarisasi yang ditimbulkan oleh impuls transmisi.
Syaraf-syaraf motorik, karena penampang yang lebih kecil dan
selubung myelin syaraf sensorik yang lebih tipis.
Fungsi motorik dapat terkena atau tidak sama sekali, dan
penderita tidak kehilangan kesadarannya. Yang termasuk anastesi
regional adalah :
1) Topikal : obat anestesi diberikan pada akhir serabut syaraf di
mukosa dengan cara menyemprot atau mengoles
2) Infiltrasi : obat anestesi regional dengan cara infiltrasi langsung
pada garis insisi atau luka.
3) Field block : obat anestesi regional dengan cara membentuk
dinding anestesi sekitar daerah operasi.
4)
Blok syaraf : obat anestesi regional dengan cara suntikan
langsung ke syaraf atau sekitar syaraf yang mempersyarafi
bagian badan tertentu. Misal anestesi spinal, epidural atau
peridural.
Kontra indikasi antara lain kelainan daerah punggung yaitu
spondilitis, infeksi kulit. Kelainan kardiovaskuler yaitu arrythmia,
hypertensi, dan Anemia berat ( Mochtar,1998).
Efek samping anestesi ini, apabila digunakan dengan benar,
anestetik lokal aman dan memiliki efek samping utama
sedikit. Tetapi dalam dosis tinggi anestesi lokal dapat memiliki
efek beracun disebabkan oleh diserap melalui aliran darah ke
seluruh tubuh (keracunan sistemik). Hal ini secara signifikan dapat
mempengaruhi pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, dan
fungsi tubuh lainnya. Karena potensi efek toksik, peralatan untuk
perawatan darurat harus segera tersedia bila digunakan obat bius
lokal. Untuk anestesi regional, anestesi adalah disuntik dekat saraf,
seikat saraf, atau sumsum tulang belakang. Dalam kasus yang
jarang terjadi, kerusakan saraf dapat menyebabkan mati rasa terusmenerus,
lemah, atau sakit. anestesi Daerah (blok saraf regional,
epidural dan spinal anestesi ) juga membawa resiko toksisitas obat
bius sistemik jika diserap melalui aliran darah ke dalam tubuh atau
Lainnya. komplikasi termasuk jantung paru-paru masalah, dan
infeksi, pembengkakan, atau memar (hematoma) di tempat
suntikan. Pada spinal obat anestesi disuntikkan ke dalam cairan
yang mengelilingi sumsum tulang belakang ( cairan
serebrospinal ). Yang umum sebagian besar komplikasi anestesi
spinal adalah sakit kepala yang disebabkan oleh bocornya cairan
ini. Dengan teknik saat memberikan anestesi spinal, ini terjadi pada
sekitar 1% hingga 2% dari semua orang yang telah anestesi spinal
dan lebih umum pada orang muda. Sakit kepala tulang belakang
dapat ditangani dengan cepat dengan patch darah untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut. Sebuah patch suntikan darah melibatkan
sejumlah kecil darah sendiri orang yang ke daerah mana kebocoran
kemungkinan besar terjadi untuk menutup lubang dan
meningkatkan tekanan dalam saluran tulang belakang dan
mengurangi tarik pada selaput di sekitar kanal ( Roharjo, 2008).
I.
Fase Penyembuhan Luka
Fase penyembuhan luka menurut Sjamsuhidajat R (1997)
a.
Fase Inflamasi.
Respons vascular dan selular terjadi ketika jaringan terpotong atau
mengalami cedera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan
fibrinoplatelet. Ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah
seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air menembus
edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri. Netrofil adalah leukosit
pertama yang bergerak ke dalam jaringan yang rusak. Antigen-antibodi
juga timbul. Sel-sel basal pada pinggir luka mengalami mitosis dan
menghasilkan sel baru
b.
Fase Proliferatif.
Fibrosis memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk
sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran
luka; kuncup ini berkembang menjadi kapiler, yang merupakan sumber
nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.
c.
Fase Maturasi.
Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroplas mulai meninggalkan
luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun ke
dalam posisi yang lebih padat. Hal ini, sejalan dengan dehidrasi,
mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi
jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum
dalam 10 atau 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya
dari jaringan sebelum luka.
Fase penyembuhan luka
I
Fase Proses Gejala dan tanda
Inflamasi Reaksi radang Dolor, rubor, kalor, tumor
II Proliferasi Regenerasi /
fibroplasia
Jaringan granulasi / kalus
tulang penutupan: epitel /
endotel / mesotel
III Penyudahan Pematangan dan
perupaan kembali
Jaringan parut / fibrosis
J.
Adaptasi Post Partum
Perubahan fisiologis pada post partum menurut Fahrer Helen (2001)
meliputi :
1. Involusio
Yaitu suatu proses fisiologis pulihnya kembali alat kandungan ke
keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih
kecil karena cytoplasmanya yang berlebihan dibuang.
a.
Involusio Uterus
Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena
kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan
pemeriksaan TFU yaitu Setelah placenta lahir hingga 12 jam
pertama TFU 1 -2 jari dibawah pusat. Pada hari ke-6 TFU
normalnya berada di pertengahan simphisis pubis dan pusat. Pada
hari ke-9 / 12 TFU sudah tidak teraba.
b.
Involusio tempat melekatnya plasenta
Setelah placenta dilahirkan, tempat melekatnya placenta menjadi
tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta
trombosis pada endometrium terjadi pembentukan scar sebagai
proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada
endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan pembentukan
placenta pada kehamilan yang akan datang.
2. Lochea
Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari jaringanjaringan
mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama.
Menurut pembagiannya :
a.
Lochea rubra
Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari
kesatu dan kedua.
b.
Lochea sanguinolenta
Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari
ke-3 -6 post partum.
c.
Lochea serosa
Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung serum,
selaput lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati, pada hari ke-7
-10.
d.
Lochea alba
Berwarna putih / jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa serviks
dan bakteri atau kuman yang telah mati pada hari ke-1 -2 minggu
setelah melahirkan.
3.
Adaptasi Fisik
a.
Tanda-tanda vital
Suhu meningkat, dehidrasi karena perubahan hormonal tetapi bila
suhu diatas 38°C dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post
partum perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih,
endometritis dan sebagainya, pembengkakan buah dada pada hari ke2
/ 3 setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu,
walaupun tidak selalu.
b.
Adaptasi kardiovaskuler
1)
Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik ± 20
mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring duduk.
Keadaan sementara sebagai kompensasi cardiovaskuler
terhadap penurunan dalam rongga panggul dan perdarahan.
2)
Denyut nadi berkisar antara 60 -70 ´/menit, berkeringat dan
menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan dari sisa-sisa
pembakaran melalui kulit sering terjadi terutama pada malam
hari
c. Adaptasi sistem gastro intestinal
Diperlukan waktu 3 -4 hari sebelum faal usus kembali normal
meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun
asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1 -2 hari.
d. Adaptasi traktus urinarius
Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang
dapat mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensifitas terhadap
tekanan cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang
berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna, biasanya ibu
mengalami ketidakmampuan untuk buang air kecil selama 2 hari
pertama setelah melahirkan.
e. Adaptasi sistem endokrin
Perubahan buah dada, umumnya produksi air susu baru berlangsung
pada hari ke-2 -3 post partum, buah dada nampak membesar, keras
dan nyeri.
f. Adaptasi sistem muskuloskeletal
Otot dinding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan,
mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas
setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.
g. Perinuem
Setelah melahirkan perinuem menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju, pada post
natal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar
tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum
melahirkan (nuliparia).
h.
Laktasi
Setelah partus pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron
terhadap hipofisis hilang timbul pengaruh hormon-hormon hipofisis
kembali antara lain lactogenic hormone (prolaktin) yang akan
menghasilkan pula mamma yang telah dipersiapkan pada masa hamil
terpengaruhi dengan akibat kelenjar-kelenjar susu berkontraksi
sehingga mengeluarkan air susu dilaksanakan. Umumnya produksi
air susu baru berlangsung betul pada hari ke-2 -3 post partum.
4. Proses menjadi orang tua
Steele dan Pollack (1968) menyatakan bahwa menjadi orang tua
merupakan suatu proses yang terdiri dari dua komponen. Komponen
pertama bersifat praktis atau mekanis yang melibatkan ketrampilan
kognitif dan motorik, komponen kedua bersifat emosional yabg
melibatkan ketrampilan ktrampilan afektif dan kognitif. Kedua
komponen tersebut penting untuk perkembangan dan keberadaan bayi.
a.
Ketrampilan Kognitif-Motorik
Komponen pertama dalam proses menjadi orang tua melibatkan
aktivitas perawatan anak, seperti memberikan makan,
menggendong, menenakan pakaiaan, dan membersihkan bayi,
menjaganya dari bahay, dan memungkinkan untuk bergerak (Steele,
Pollack,1968). Aktivitas yang diorientasikan bopada tugas ini atau
ketrampilan kognitif motorik tidak terlihat secara otomatis pada
saat bayi lahir. Kemampuan orang tua dalam hal inidi pengaruhi
oleh pengalaman pribadiya dan budayanya. Banyak orang tua harus
belajar untuk melakukan tugas inidan proses belajar mungkin sukar
bagi mereka. Akan tetapi, hamper semua orang tuayang memiliki
keinginan untuk belajar dan dibantu dukungan orang lain menjadi
terbiasa dengan aktivitas merawat anak.
b.
Ketrampilan Kognitf-Afektif
Komponen psikologis dalam menjadi orang tua, sifatnya keibuan
atau kebapakan tampaknya berakar dari pengalaman orang tua di
masda kecil saat mengalami dan menerima kasih saayang dari
ibunya. Dalam hal ini orang tua bisa dikatakan mewarisi
kemampuan untuk menunjuk perhatian dan kelembutan serta
menyalurkan kemampuan ini kegenerasi berikutnya dengan meniru
hubungan orangtua-anak yang pernah di alaminya. Ketrampilan
kognitif-afektif menjadi orang tua ini meliputi sikap yang lembut,
waspada, dan memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan
keinginan anak. Komponen menjadi orang tua ini memiliki efek
yang mendasar pada cara perawatan anak yang dilakukan dengan
praktis dan pada respon emosionl anak terhadap asuhan yang
diterimanya. Suatu hubungan orangtua-anak tang poisitif ialah
saling member satu sama lain. Hubungan inin sangat mendasar,
yakni bahwa orang lain keinginan untuk member bantuan
bahwaorang tersebut berharga untuk menerima bantuan. Konsep
erikson (1959-1964) tentang dasar kepercayaan juga hampir sama.
Ia mengatakan perkembangan rasa percaya ini akan menentukan
respon bayi seumur hidupnya. Orang-orang yang mengalami
hubungan orang tua-anak yang positif cenderung lebih mudah
bersosialisasi dan terbuka serta mampu meminta bantuan dsan
menerima bantuan dari orang lain. Sebaliknya, mereka yang kurang
rasa percaya cenderung mengasingkan diri dan menyendiri. Mereka
memiikin kemungkinan yang lebih besaruntuk mengalami krisis
karea ketidak mampuanya menggunakan dukungan orangf lain
ketika menghadsapi masalah. (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004)
5. Adaptasi psikologis
Menurut Farrer, 2001 adaptasi psikologis dibagi atas:
a.
Fase taking in (Fase Dependen)
1) Selama 1 -2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu
dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
2)
Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan
keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu dan
ia lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih
meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat.
3)
Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan
tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa
ketidaknyamanan.
b.
Fase taking hold (Fase Independen)
1) Ibu sudah malu menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu
dengan memperlihatkan bayinya.
2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
3) Ibu mulai terbuka untukmenerima pendidikan kesehatan bagi diri
dan bayinya.
c.
Fase letting go (Fase Interdependen)
1) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru.
2) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih
meningkat.
3) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya.

K.
Komplikasi
Menurut Mochtar Rustam (1998). Komplikasi akibat seksio
sesaria antara lain:

1.
Infeksi puerperal ( nifas )
Infeksi post operasi terjadi apabiia sebelum keadaan pembedahan sudah
ada gejala-gejala infeksi intra parfum atau ada faktor-faktor yang
merupakan gejala infeksi.
a. Infeksi bersifat ringan : kenaikan suhu beberapa hari saja.
b.
Infeksi bersifat sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi,
disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.
c.
Infeksi bersifat berat : dengan peritonitis septis ileus paralitik, hal
ini sering kita jumpai pada partus teriambat, dimana sebelumnya
telah terjadi infeksi intraportal karena ketuban yang telah lama.
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolik dan antibiotik
yang adekuat dan tepat.
2.
Perdarahan
Rata-rata darah hilang akibat sectio caesaria 2 kali lebih banyak dari
pada yang hilang dengan kelahiran melalui vagina. Kira-kira 800 -1000
ml yang disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah yang terputus dan
terbaka, atonia uteri dan pelepasan pada plasenta.
3.
Emboli pulmonal
Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat mobilisasi
di bandingkan dengan melahirkan melaui vagina (normal).
4.
Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
5.
Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.
L.
Pemeriksaan penunjang
1.
Pemeriksaan USG (Ultra SonoGrafi)
Untuk menentukan usia kehamilan
2.
Test Nitrazin atau test lakmus
Untuk membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia
kehamilan, kelainan janin
3.
Test LEA (Leucosyt Ester Ase)
Untuk menentukan ada tidaknya infeksi
4.
Laboratorium darah
Untuk mengetahui lekosit.
M. Pengkajian fokus
Menurut Marillyn E (2001) :
1.
Pengkajian dasar data klien
Tinjauan ulang catatan pre natal dan intra operatif dan adanya indikasi
untuk kelahiran caesarea
2.
Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
3.
Integritas ego
Dapar menunjukkan labilitas emosional dan kegembiraan sampai
ketakutan, marah atau menarik diri klien/ pasangan dapat memiliki
pertanyaan atau salah terima pesan dalam pengalaman kelahiran
munngkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi
situasi baru.
4.
Eliminasi
Kateter urinarius indwelling tidak terpasang, urine jernih, bau khas
amoniak, bising usus tidak ada, samar/jelas
5.
Makanan / Cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal
6.
Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal
epidural
7.
Nyeri / Ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai sumber misalnya
trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/abdomen,
efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.
8.
Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler
9.
Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh. jalur
parenteral bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema, bengkak dan
nyeri tekan
10. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus aliran lochea sedang
dan bebas, bekuan berlebihan / banyak.
11. Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap Hb/Ht, mengkaji perubahan dan pra operasi
dan mengevaluasi efek kehilangan daerah pada pembedahan.
HAMIL

Ketuban pecah dini

Persalinan
N. Pathways Keperawatan
Tindakan SC

Perubahan Psikologis Post anestesi Luka Post Op Perubahan Fisiologis

Penurunan saraf Penurunan saraf Kontinuitas Perdarahan Endokrin


Mampu Penurunan saraf Penurunan kerja Proteksi tubuh Perangsangan
Taking In Taking Hold Leting Go Kontraksi uterus
medula oblongata Autonom jaringan terputus

Adekuat Tidak

Komponen Progesteron dan


Dependen, butuh Belajar hal baru

Adekuat
pelayanan dan dan mengalami menyelesaikan darah menurun estrogen turun
pernafasan otot saluran cerna kurang area sensorik
perlindungan
Defisit
paeawatan diri
Kurang
pengetahuan
perubahan dengan keluarga
Resiko terjadi
konstipasi
Penurunan reflek
batuk
Kembung
Mual
muntah
Tidak efektifnya
bersihan jalan nafas
motorik

Sel darah

Prolaktin dan
Involusi Perdarahan
merah menurun
Akumalasi sekret
oksitosin
mandiri Invasi Bakteri Menimbulkan
Kelemahan
Resiko Nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Resti infeksi Nyeri
Gangguan
pemenuhan
personal higiene
dan ADL
meningkat
reflek spasme
otot

Lochea Hb turun
Perfusi jaringan
Produksi ASI

Kurang volume
cairan dan
elektrolit
Dehidrasi
menurun
Kebersihan Lemah
Payudara Isapan bayi
Intoleransi
aktivitas
Resti infeksi
Peningkatan
suhu tubuh
Gangguan pada

kurang
bengkak
hipotalamus
fisik
Keterbatasan
mobilitas Perawatan Perawatan
Ejeksi ASI
baik tidak baik
ASI keluar ASI tidak
keluar

Proses laktasi tidak


efektif
Ferrer, H. 2001, Mochtar, 1998

Potensial efektif
O.
Diagnosa keperawatan
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
2.
Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001).
3.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan
nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder
akibat pembedahan (Doenges, 2001).
4.
Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2006).
5.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
6.
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam
pembedaran (Doenges, 2001).
7.
Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal /
rektal (Doenges, 2001).
8.
Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi
(Carpenito, 2006).
9.
Suhu tubuh berhubungan dengan intake yang kurang (dehidrasi ).
10. Defisit perawatan
diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges,
2001).
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis,
periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri
(Doenges, 2001)
P.
Intervensi dan rasional
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
(Doenges, 2001)
Tujuan: Mempertahankan kepatenan jalan nafas
Kriteria Hasil :
a.
Klien tidak mengalami penumpukan sekret
b. Klien dapat melakukan batuk efektif
Intervensi :
a. Kaji faktor faktor penyebab ( sekret, penurunan kesadaran, reflek
batuk )
Rasional : Penumpukan sekret, penurunan kesadaran dan reflek batuk
menurun dapat menghalangi jalan nafas
b. Pertahankan klien pada posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke
bawah.
Rasional : Dengan memberikan posisi miring, maka sekret dapat
mengalir ke bawah.
c.
Kaji posisi lidah, yakinkan tidak jatuh ke belakang dan menghalangi
nafas.
Rasional : Pasisi lidah yang jatuh ke belakang dapat menghalangi
jalan nafas.
d.
Tinggikan kepala tempat tidur.
Rasional : Pengembangan paru lebih maksimal
e.
Ajarkan batuk efektif.
Rasional : Untuk pengeluaran sekret dan jalan nafas.
2.
Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.
Kriteria Hasil :
a.
Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri
b. Klien tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat
Intervensi :
a. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyaman
Rasional : Membedakan karakteristik khusus dari nyeri, membantu
membedakan nyeri pasca operasi dan terjadinya komplikasi (misalnya:
ileus, retensi kandung kemih atau infeksi)
b. Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi
Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi
meningkat.
c. Anjurkan penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi
Rasional :Merilekskan otot, dan mengalihkan perhatian dan sensori
nyeri.
d. Anjurkan ambulasi dini
Rasional : Menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan peristaltik
untuk menghilangkan ketidaknyaman.
e.
Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan kenyamanan.
3.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan
nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat
pembedahan (Doenges, 2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat
meningkatkan dan melakukan aktifitas sesuai kemampuan tanpa disertai
nyeri
Kriteria Hasil : Klien dapat mengidentifikasikan faktor-faktor yang
menurunkan toleransi aktifitas.
Intervensi :
a.
Kaji respon klien terhadap aktifitas
Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam
keluhan kelemahan, keletihan yang berkenaan dengan aktifitas.
b.
Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu
klien sadar
Rasional : Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktifitas klien.
c.
Anjurkan klien untuk istirahat
Rasional : Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenaga
untuk beraktifitas, klien dapat rileks.
d.
Bantu dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari sesuai kebutuhan
Rasional : Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena
kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat terpenuhi dengan bantuan
keluarga dan perawat.
e.
Tingkatkan aktifitas secara bertahap
Rasional : Aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh para
klien sesuai yang diinginkan, meningkatkan proses penyembuhan dan
kemampuan koping emosional.
4.
Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap
bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2006)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a.
Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsio
laesa)
b. Tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-370C)
Intervensi :
a.
Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya
infeksi (color)
b.
Kaji luka pada abdomen dan balutan
Rasional :Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya
pus.
c.
Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka
dengan teknik aseptik.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organisme
infeksius.
d.
Catat / pantau kadar Hb dan Ht
Rasional : Resiko infeksi post partum dan penyembuhan buruk
meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
e.
Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.
5.
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam
pembedahan (Doenges, 2001)
Tujuan : etelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume cairan
dapat diminimalkan
Kriteria Hasil :Membran mukosa lembab, kulit tidak kering, Hb: 12 gr
Intervensi :
a.
Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran
Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasikan pengeluaran cairan / kebutuhan pengganti dan
menunjang intervensi.
b.
Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan, misal: privasi,
posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hangat di
atas perineum.
Rasional : Meningkatkan, relaksasi, otot perineal dan memudahkan
upaya pengosongan.
c.
Catat munculnya mual / muntah
Rasional : Masa Post Op, semakin lama durasi anestesi semakin besar
resiko untuk mual. Mual yang lebih dari 3 hari Post Op mungkin
dihubungkan untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obat lain.
d.
Periksa pembalut, banyaknya perdarahan
Rasional : Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hemoragi.
e.
Kolaborasi pemberian cairan sesuai program
Rasional : Mengganti cairan yang telah hilang.
6.
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masukan oral, nafsu makan menurun. (Carpenito, 2001)
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil: BB normal, porsi makan habis
Intervensi :

a.
Pantau masukan makanan setiap hari
Rasional: Penurunan berat bvadan secara terus-menerus dalam
keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan
terhadap terapi antiiroid
b.
Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan
saat penerimaan
Rasional: membuat data dasar, membantyu dan memantau keefektifan
aturan terapeutik dan menyadarkan perawat terhadap ketidaktepatan
kecenderungan dalam penurunan/penambah berat badan
c.
Dorong / motivasi pasien menghabiskan diet
Rasional: kalori dan protein di butuhkan untuk mempertahankan berat
badan, kebutuhan memenuhi metabolic dan meningkatkan
penyembuhan
d.
Dorong pasien untuk duduk saat makan
Rasional: duduk dapat membantu mencegah aspirasi dan membantu
pencernbaan yang baik
e.
Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP
Rasional: kalori, protein dan vitamin yang dibutuhkan untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan metabolic. mempertahankan berat
badandan mendorong regenerasi jaringanb
7.
Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisaahan dengan bayi(
carpenito,2000)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan laktasi efektif
Kreteria Hasil: klien dapat membuat suatu keputusan dan klien dapat
mengidentifiukasi aktivitas yang menentukan atau meningkatkan
menyusui yang berhasil
Intervensi
a.
Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting
Rasional: menentukan kermampuan untuk memberikan perawatan
yang tepat.
b.
Anjurkan klien breast care dan menyusui yang efektif
Rasional : mempelancar laktasi
c.
Anjurkan klien memberikan asi esklusif
Rasional : Asi dapat memenuhu kebutuhan nutrisi bagi bayi sehingga
pertumbuhan optimal
d.
Berikan informasi untuk rawat gabung
Rasional : menjaga meminimalkan tidak efektifnya laktasi
e.
Anjurkan bagaimana cara memeras, menyimpan, dan mengirim atau
memberikan Asi dengan aman
Rasional: Menjaga agar Asi tetap bisa digunakandan tetap hygienis
bagi bayi.
8.
Perningkatan suhu tubuh berhubungan dengan intake yang kurang
(Carpenito, 2001 ).
Tujuan : mempertahankan suhu dalam batas normal ( 36,5°C 37,4°C ).
Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu ( 36,5°C
37,4°), wajah tidak kemerahan
Intervensi :
a.
Pantau tanda-tanda vital. Terutama suhu tubuh klien
Rasional: untuk mengetahui kondisi pasien, mengetahui perubahan
suhu
b.
Beri kompres hangat.
Rasional: menurunkan suhu yang meningkat
c.
Pertahankan cairan parenteral.
Rasional : untuk mencegah terjadinya dehidrasi
d.
Beri antipiretik sesuai program.
Rasional : untuk menurunkan suhu tubuh yang meningkat
e.
Beri penjelasan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam
pada keluarga.
Rasional : untuk melatih keluarga agar tau hal-hal yang di lakukan jika
mengalami peningkatan suhu tubuh.
9.
Gangguan eliminasi BAB: Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus
otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal / rektal
(Doenges, 2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan
eliminasi BAB: Konstipasi.
Kriteria Hasil : Klien mendapatkan kembali pola fungsi usus yang normal
Intervensi :

a. Auskultasi terhadap adanya bising pada keempat kuadran


Rasional : Menentukan kesiapan terhadap pemberian makan per oral.
b. Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan
Rasional : Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau
kemungkinan ileus paralitik.
c. Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas / hari), peningkatan diet
makanan serat.
Rasional : Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan sayuran) dapat
merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi.
d.
Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan
ambulasi dini.
Rasional : Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan
memperbaiki motilitas abdomen.
e.
Kolaborasi pemberian pelunak feses
Rasional : Melunakkan feses, merangsang peristaltik, dan membantu
mengembalikan fungsi usus.
10. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges,
2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit keperawatan tidak
terjadi.
Kriteria Hasil :
a.
Klien mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
b. Klien mengidentifikasi / menggunakan sumber-sumber yang tersedia.
Intervensi :
a.
Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan
Rasional : Nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan perilaku,
sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri
sampai kebutuhan fisik.
b.
Tentukan tipe-tipe anestesia
Rasional : Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat diarahkan
untuk berbaring datar.
c.
Ubah posisi klien setiap 1-2 jam
Rasional : Membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis.
d.
Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan
punggung dan perawatan perineal)
Rasional : Memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan
kesejahteraan.
e.
Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama ambulasi)
Rasional : Mengizinkan beberapa otonomi meskipun tergantung pada
bantuan profesional.
f.
Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional :Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi
kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.
11.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai perubahan fisiologis,
periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan
interpretasi, tidak menggenal sumber-sumber data. (Doenges, 2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mengerti tentang
perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan
perawatan diri.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan pemahaman tentang perubahan
fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.
Intervensi :
a.
Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar
Rasional :Penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan
pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi.
b.
Kaji keadaan fisik klien
Rasional : Ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi
dalam menerima penyuluhan.
c.
Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis
yang normal.
Rasional : Membantu klien mengenali perubahan normal dari
respon respon yang abnormal.
d.
Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.
Rasional : Program latihan dapat membantu tonus otot-otot,
meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan
tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera.
e.
Demonstrasikan teknik-teknik perawatan bayi
Rasional : Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas
baru.

You might also like