You are on page 1of 20

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA

(PMRI)
(Sub-bab Membandingkan Pecahan pada Kelas III SD Negeri Purworejo
Tahun Pelajaran 2010/ 2011)

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Matematika Realistik


Indonesia (PMRI)

Disusun oleh:

Eka Novarina (07.214.2952/ VIIA)


Eka Sri Nuryani (07.214.2953/ VIIA)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2010/ 2011
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber
daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pendidikan harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil maksimal. Pendidikan hendaknya
dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut dapat dicapai dengan
terlaksananya pendidikan yang tepat waktu dan tepat guna untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Sejalan dengan upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sekolah merupakan lembaga formal penyelenggara pendidikan. Sekolah Dasar
(SD) sebagai salah satu lembaga formal dasar yang bernaung di bawah
Departemen Pendidikan Nasional mengemban misi dasar dalam memberikan
kontribusi untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan dilaksanakan dalam bentuk proses belajar mengajar yang
merupakan pelaksanaan dari kurikulum sekolah. Melalui kegiatan pengajaran,
siswa-siswi SD yang berada pada tahap operasi konkrit sudah semestinya dibekali
dengan ilmu pengetahuan dasar dan keterampilan dasar yang dalam hal ini adalah
mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum SD/MI untuk mengembangkan
pengetahuan dan keterampilannya pada jenjang pendidikan selanjutnya.
Pengajaran di kelas tidak terlepas dari aktivitas belajar siswa. Melalui aktivitas
belajar tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengalaman belajar sehingga
proses pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa. Pelaksanaannyapun
harus dilaksanakan dengan pendekatan belajar yang relevan dengan paradigma
pendidikan sekarang.
Paradigma baru pendidikan sekarang ini lebih menekankan pada peserta
didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang.
Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Melalui
paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar, aktif
berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain
dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi (Zamroni, 2000). Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan dalam
pembelajaran matematika yang sesuai dengan paradigma pendidikan sekarang.
PMRI menginginkan adanya perubahan dalam paradigma pembelajaran, yaitu dari
paradigma mengajar menjadi paradigma belajar (Marpaung, 2004).
PMRI selama ini merupakan sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang
relatif baru dan belum semua kalangan dalam dunia pendidikan mengenalnya.
Pembelajaran matematika selama ini terlalu dipengaruhi pandangan bahwa
matematika adalah alat yang siap pakai. Pandangan ini mendorong guru bersikap
cenderung memberi tahu konsep/ sifat/ teorema dan cara menggunakannya. Guru
cenderung mentransfer pengetahuan yang dimiliki ke pikiran anak dan anak
menerimanya secara pasif dan tidak kritis. Adakalanya siswa menjawab soal
dengan benar namun mereka tidak dapat mengungkapkan alasan atas jawaban
mereka. Siswa dapat menggunakan rumus tetapi tidak tahu dari mana asalnya
rumus itu dan mengapa rumus itu digunakan. Keadaan demikian mungkin terjadi
karena di dalam proses pembelajaran tersebut siswa kurang diberi kesempatan
dalam mengungkapkan ide-ide dan alasan jawaban mereka sehingga kurang
terbiasa untuk mengungkapkan ide-ide atau alasan dari jawabannya.
Perubahan cara berpikir yang perlu sejak awal diperhatikan ialah bahwa hasil
belajar siswa meruapakan tanggung jawab siswa sendiri. Artinya bahwa hasil
belajar siswa dipengaruhi secara langsung oleh karakteristik siswa sendiri dan
pengalaman belajarnya. Tanggung jawab langsung guru sebenarnya pada
penciptaan kondisi belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman
belajar yang baik (Marpaung, 2004). Pengalaman belajar akan terbentuk apabila
siswa ikut terlibat dalam pembelajaran yang terlihat dari aktivitas belajarnya.
PMRI juga menekankan untuk membawa matematika pada pengajaran bermakna
dengan mengkaitkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik.
Siswa disajikan masalah-masalah kontekstual, yaitu masalah-masalah yang
berkaitan dengan situasi realistik. Kata realistik disini dimaksudkan sebagai suatu
situasi yang dapat dibayangkan oleh siswa atau menggambarkan situasi dalam
dunia nyata (Zulkarnain, 2002). Aktivitas belajar yang terjadi dalam pembelajaran
dengan pendekatan belajar yang relatif baru ini menjadi hal yang menarik untuk
diteliti. Berdasarkan uraian di atas kami tertarik untuk menggambarkan tentang
aktivitas belajar siswa kelas III A SD Negeri Purworejo dengan menggunakan
pendekatan PMRI. Penelitian ini berjudul “PENDIDIKAN MATEMATIKA
REALISTIK INDONESIA (sub-bab Membandingkan Pecahan pada Kelas III SD
Negeri Purworejo Tahun Pelajaran 2010/ 2011)”.
Identifikasi Masalah
Pusat pengembangan kurikulum dan sarana pendidikan badan penelitian dan
pengembangan menyatakan bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang
sulit untuk diajarkan. Kesulitan itu terlihat dari kurang bermaknanya kegiatan
pembelajaran yang dilakukan guru, dan sulitnya pengadaan media pembelajaran.
Akibatnya guru biasanya langsung mengajarkan pengenalan angka seperti pada

pecahan ,1 disebut pembilang dan 2 disebut penyebut.

Batasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak meluas maka masalah dibatasi
hanya pada penelitian pembelajaran menggunakan pendekatan PMRI pada sub-
bab membandingkan pecahan di kelas III SD Negeri Purworejo tahun pelajaran
2010/ 2011.

Perumusan Masalah
Masalah yang dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa pada sub-bab membandingkan pecahan
antara siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan pendekatan
PMRI dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan ekspositori ?
Apakah rata-rata hasil belajar siswa pada sub-bab membandingkan pecahan yang
mendapatkan pendekatan PMRI lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
belajar siswa yang menggunakan pendekatan ekspositori?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar siswa pada bab pecahan antara
yang mendapatkan pembelajaran menggunakan pendekatan PMRI dengan
siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
ekspositori.
membandingkan rata-rata hasil belajar siswa pada bab pecahan yang
mendapatkan pembelajaran menggunakan pendekatan PMRI dengan siswa
yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
ekspositori.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara
lain :
Bagi sekolah tempat penelitian, sebagai bahan pertimbangan dalam
pengembangan dan penyempurnaan program pengajaran matematika di
sekolah;
Bagi guru mata pelajaran, sebagai informasi tentang suatu pendekatan
pembelajaran dalam upaya meningkatkan kualitas pengajaran;
Bagi peneliti, sebagai pengalaman langsung dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan pendekatan realistik;
Bagi siswa, sebagai motivasi untuk meningkatkan kemampuannya khususnya
dalam pelajaran matematika;
Sebagai gambaran pelaksanaan pemb elajaran dengan pendekatan PMRI;
Sebagai bahan acuan untuk melengkapi penelitian selanjutnya yang berkaitan;
Sebagai sumbangan peneliti untuk proses sosialisasi PMRI.
BAB II
LANDASAN TEORI

Tinjauan Pustaka
Pendidikan Matematika Realistik
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) tidak dapat
dipisahkan dari Institude Freudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971,
berada di bawah Utrecht University Belanda. Nama institut diambil dari nama
pendirinya yaitu Profesor Hans Freudenthal (1905-1990), seorang penulis,
pendidik dan matematikawan berkebangsaan Jerman-Belanda. Sejak tahun
1971, Institut ini mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap
pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realistic Mathematics
Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika,
bagaimana siswa belajar matematika dan bagaimana matematika harus
diajarkan (Hadi, 2005). Pendidikan matematika realistik dikembangkan
berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal yang berpendapat bahwa
matematika merupakan aktivitas insani (human activities) yang harus
dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut, PMRI mempunyai
ciri antara lain bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus diberikan
kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui
bimbingan guru, dan bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep
matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan
persoalan “dunia riil” (Hadi, 2004). Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa
tidak boleh dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi.
Menurutnya pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan
berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika
dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari berbagai
konteks (situasi) yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar.
Konsep matematika muncul dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari
penyelesaian yang berkait dengan konteks (context link solution), siswa
secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman metematik ke tingkat
yang lebih formal. Model-model yang muncul dari aktivitas matematik siswa
akan dapat mendorong terjadinya interaksi di kelas sehingga mengarah pada
level berpikir matematik yang lebih tinggi. Teori PMRI sejalan dengan teori
belajar yang berkembang saat ini, seperti kontruktivisme dan pembelajaran
kontekstual (contextual teaching and learning, disingkat CTL). Namun, baik
pendekatan konstruktivisme maupun CTL mewakili teori belajar secara
umum. PMRI merupakan suatu teori pembelajaran yang dikembangkan
khusus untuk matematika. Selanjutnya juga diakui bahwa konsep pendidikan
matematika realistik sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki
pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan
bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan
mengembangkan daya nalar (Hadi, 2004).
Paradigma baru dalam pembelajaran sekarang ini khususnya PMRI
menekankan terhadap proses pembelajaran dimana aktivitas siswa dalam
mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang dia perlukan
benar-benar menjadi pengalaman belajar tersendiri bagi setiap individu.
Menurut De Lange, pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI
meliputi aspek-aspek berikut (Hadi, 2005) :
Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa
sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya sehingga siswa
segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna.
Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai dalam pelajaran tersebut.
Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara
informal terdapat persoalan/ masalah yang diajukan.
Pengajaran berlangsung secara interaktif : siswa menjelaskan dan memberikan
alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban
temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan
ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain dan melakukan
refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil
pelajaran.
Paradigma baru pendidikan sekarang ini juga lebih menekankan pada
peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan
berkembang. Dalam PMRI, siswa dipandang sebagai seseorang yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya sehingga siswa dapat mengembangkan pengetahuan tersebut
apabila diberikan kesempatan untuk mengembangkannya. Dengan demikian,
siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan.
Hadi (2005) menyatakan bahwa PMRI mempunyai konsepsi tentang siswa
sebagai berikut :
Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika
yang mempengaruhi belajar selanjutnya.
Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan untuk
dirinya sendiri.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi
penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan
penolakan.
Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal
dari seperangkat ragam pengalaman.
Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu
memahami dan mengerjakan matematika.
Selain konsepsi tentang siswa, PMRI juga merumuskan peran guru
dalam pembelajaran yaitu (Hadi, 2005) :
Guru hanya sebagai fasilitator belajar.
Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif.
Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif
menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu
siswa dalam menafsirkan persoalan riil.
Guru tidak terpaku pada materi yang terdapat dalam kurikulum, melainkan
aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil baik fisik maupun sosial.
Berdasarkan aspek-aspek pembelajaran, konsepsi siswa dan peran
guru dalam pembelajaran tersebut mempertegas bahwa PMRI sejalan dengan
paradigma baru pendidikan sehingga pantas dikembangkan di Indonesia
(Marpaung, 2004).
Van den Huivel-Panhuizen dalam bukunya “Mathematics
Education in the Netherland A Guide Tour” (Marpaung, 2004) menyebutkan
prinsip-prinsip PMRI yaitu :
Prinsip Aktivitas
Prinsip ini menyatakan bahwa aktivitas matematika paling banyak
dipelajari dengan melakukannya sendiri.
Prinsip Realitas
Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran matematika dimulai dari
masalah-masalah dunia nyata yang dekat dengan pengalaman siswa
(masalah yang realitas bagi siswa).
Prinsip Perjenjangan
Prinsip ini menyatakan bahwa pemahaman siswa terhadap matematika
melalui berbagai jenjang; dari menemukan (to invent), penyelesaian
masalah kontekstual secara informal ke skematisasi, ke perolehan insign
dan selanjutnya ke penyelesaian secara formal.
Prinsip Jalinan
Prinsip ini menyatakan bahwa materi matematika di sekolah sebaiknya
tidak dipecah-pecah menjadi aspek-aspek (learning strands) yang
diajarkan terpisah-pisah.
Prinsip Interaksi
Prinsip ini menyatakan bahwa belajar matematika dapat dipandang
sebagai aktivitas sosial selain sebagai aktivitas individu.
Prinsip Bimbingan
Prinsip ini menyatakan bahwa dalam menemukan kembali (reinvent)
matematika siswa perlu mendapat bimbingan.
De Lange mengungkapkan bahwa teori PMRI terdiri dari 5 (lima)
karakteristik (Zulkardi, 1999) yaitu :
Penggunaan konteks nyata (real context) sebagai starting point dalam
pembelajaran untuk dieksplorasi.
Penggunaan model-model.
Penggunaan hasil belajar siswa dan kontruksi.
Interaksi dalam proses belajar atau interaktivitas.
Keterkaitan (connection) dalam berbagai bagian dari materi pelajaran.
Metode Ekspositori
Metode ekspositori adalah metode pembelajaran yang digunakan
dengan memberikan keterangan terlebih dahulu, definisi, prinsip dan konsep
materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah
dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan penugasan.
Penggunaan metode ekspositori merupakan metode pembelajaran
mengarah kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa secara
langsung. Siswa tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta-fakta,
konsep dan prinsip karena telah disajikan secara jelas oleh guru. Kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori cenderung berpusat
kepada guru. Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi pembelajaran
secara terperinci tentang materi pembelajaran.
Metode eksposotori sering dianalogikan dengan metode ceramah,
karena sifatnya sama-sama memberikan informasi. Menurut Hasibuan dan
Moedjiono (2000: 13) metode caramah adalah cara penyampaian bahan
pelajaran dengan komunikasi lisan.
Pembelajaran Pecahan
Materi pecahan merupakan materi yang ada pada kurikulum untuk
kelas III SD / MI. Kompetensi dasar yang akan dikembangkan dalam
pembelajaran pecahan di kelas III adalah mengenal dan menggunakan
pecahan dalam pemecahan masalah. Dari kompetensi dasar tersebut
ditargetkan akan terlihat indikator pada siswa dimana siswa mampu
menyatakan beberapa bagian dari keseluruhan ke bentuk pecahan,
menyajikan nilai pecahan secara visual atau melalui gambar, mengurutkan
pecahan (sejenis), membandingkan pecahan sejenis dan menuliskan pecahan
pada garis bilangan (Depdiknas, 2003).
Pembelajaran pecahan dengan PMRI menekankan siswa agar dapat
memahami konsep pecahan melalui pendekatan realistik, sehingga siswa
tidak memandang suatu pecahan hanya sebatas bilangan semata. Siswa
mengetahui bahwa pecahan merupakan bagian dari keseluruhan suatu
kesatuan utuh. Kegiatan pembelajaran melibatkan siswa aktif untuk
menemukan dan mengkontruksi konsep yang menjadi tujuan pembelajaran.
Aktivitas nyata dilakukan langsung oleh siswa dengan bimbingan dari guru.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, siswa kelas III berada pada tahap
operasi konkrit, sehingga anak mempunyai struktur kognitif yang
memungkinkan anak bisa berpikir untuk berbuat. Kehadiran model (benda)
yang sudah dikenal siswa akan membantu siswa lebih memahami konsep dari
pembelajaran matematika. Siswa dibimbing untuk membangun sendiri
konsep pecahan sebagai suatu pengalaman belajar.

Langkah - Langkah Pembelajaran


Langkah-langkah yang peneliti tempuh dalam pembelajaran sub-bab
membandingkan pecahan dengan pendekatan PMRI adalah sebagai berikut:
Siswa dibagi menjadi 9 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 4-5
siswa.
Guru memberikan ilustrasi pembagian. Ilustrasi yang digunakan adalah membagi
2 kertas kepada 2 siswa.
Guru memberikan masalah yaitu bagaimana membagi 1 kertas untuk 2 siswa.
Guru membimbing siswa untuk menemukan solusi.
Solusi yang diharapkan adalah siswa membagi kertasnya menjadi 2 bagian
yang sama besar.
Guru membimbing siswa untuk memecahkan masalah lain yang sejenis.
Siswa diminta dalam kelompok untuk mengerjakan lembar kegiatan yang telah
disediakan. (lembar kegiatan terlampir)
Salah satu kelompok diminta untuk menunjukkan hasil pekerjaan kelompoknya
di depan kelas.
Siswa dibimbing untuk menyimpulkan hasil dari lembar kegiatan.
Diharapkan siswa dapat menemukan konsep membandingkan pecahan.

Materi
Pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam
ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan, yang
biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan pembilang.
Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai satuan, dan
dinamakan penyebut.

Contoh : pada pecahan , 1 disebut pembilang dan 2 disebut penyebut.


Membandingkan pecahan yang penyebutnya sama, cukup dengan
membandingkan pembilangnya. Jika pembilang lebih besar maka pecahannya
juga lebih besar.
Membandingkan pecahan yang pembilangnya sama, cukup dengan
membandingkan penyebutnya. Jika penyebutnya lebih besar maka pecahannya
lebih kecil.

BAB III
PEMBAHASAN

Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian


Tempat, waktu dan subyek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tempat : SD Negeri Purworejo
Waktu : 4 minggu (14 Oktober sd 2 November 2010)
Subyek : Kelas IIIA dan IIIB

Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis rata-rata nilai untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar antara siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan PMRI dengan siswa yang
pembelajarannya tidak dengan PMRI.
Untuk menentukan rata-rata atau mean digunakan rumus:

Keterangan:

: rata-rata

: frekuensi kelas ke-i


: nilai kelas ke-i
n : jumlah sampel

Berdasarkan daftar nilai terlampir, dapat diketahui sebagai berikut:


Pada kelas yang pembelajarannya menggunakan pendekatan PMRI
Secara keseluruhan soal evaluasi yang terdiri dari 4 soal mengenal pecahan
½, 1/3, ¼, 1/6 dan 4 soal membandingkan pecahan, rata-rata nilai siswa
adalah 55,6 dengan rincian perolehan skor sebagai berikut :

Pada 4 soal membandingkan pecahan rata-rata nilai siswa 53,3 dengan


rincian perolehan skor sebagai berikut :

Dari 4 buah soal terdapat 4 soal benar sebanyak 3 siswa.

Dari 4 buah soal terdapat 3 soal benar sebanyak 11 siswa.

Dari 4 buah soal terdapat 2 soal benar sebanyak 14 siswa.

Dari 4 buah soal terdapat 1 soal benar sebanyak 8 siswa.

Dari 4 buah soal terdapat 0 soal benar sebanyak 2 siswa.

Pada kelas yang pembelajarannya tidak menggunakan pendekatan PMRI


Secara keseluruhan soal evaluasi yang terdiri dari 4 soal mengenal pecahan
½, 1/3, ¼, 1/6 dan 4 soal membandingkan pecahan, rata-rata nilai siswa
adalah 48,3.

Pada 4 soal membandingkan pecahan rata-rata nilai siswa 47,7 dengan


rincian perolehan skor sebagai berikut :

Dari 4 buah soal terdapat 4 soal benar sebanyak 2 siswa.

Dari 4 buah soal terdapat 3 soal benar sebanyak 9 siswa.

Dari 4 buah soal terdapat 2 soal benar sebanyak 10 siswa.

Dari 4 buah soal terdapat 1 soal benar sebanyak 13 siswa.

Dari 4 buah soal terdapat 0 soal benar sebanyak 2 siswa.

Analisis kesalahan siswa dalam mengerjakan soal membandingkan


pecahan adalah siswa belum bisa membedakan konsep pecahan dengan penyebut
sama dan konsep pecahan dengan pembilang sama. Rata-rata siswa dalam
mengurutkan pecahan dengan pembilang sama menggunakan konsep
mengurutkan pecahan dengan penyebut sama, yaitu pecahan yang lebih besar
adalah pecahan yang memuat pembilang yang lebih besar, padahal mengurutkan
pecahan dengan pembilang yang sama, pecahan yang lebih besar adalah yang
memuat pembilang yang lebih kecil.
Jadi, dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa kelas yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan PMRI mendapatkan rata-rata yang
lebih tinggi daripada kelas yang pembelajarannya tidak menggunakan pendekatan
PMRI. Akan tetapi, karena selisihnya hanya sedikit maka tidak bisa disimpulkan
secara langsung bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI
lebih baik daripada pembelajaran dengan pendekatan ekspositori. Diperlukan
perhitungan lebuh lanjut menggunakan rumus statistik yang lain.
Kelebihan dari pendekatan PMRI antara lain:
Siswa tidak terasa untuk diajak belajar suatu materi, dalam hal ini materi
pecahan, sehingga siswa tidak menghafal materi tetapi memahami materi.
Pembelajaran di dalam kelas berlangsung dalam suasana yang menyenangkan,
karena siswa tidak hanya belajar secara audio dan visual, tetapi mereka juga
belajar secara motorik.
Siswa tidak takut untuk bertanya.
Selain mendapatkan kompetensi akademik siswa juga belajar mengembangkan
kompetensi sosial, dalam hal ini bekerja sama dalam kelompok.
Siswa dapat membuktikan sendiri kebenaran dari perbandingan beberapa

pecahan. Misal .
Kelemahan pendekatan PMRI antara lain:
Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan suatu materi.
Kelas menjadi cukup ramai, karena siswa bebas beraktifitas dan bekerja dalam
kelompok.
Beberapa siswa kesulitan dalam menerapkan hasil dari aktifitasnya menjadi
konsep materi pelajaran.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan perhitungan yang telah dilakukan
dalam penelitian ini, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa:
Ada perbedaan hasil belajar siswa pada bab pecahan antara siswa yang
mendapatkan pembelajaran menggunakan pendekatan PMRI dengan siswa
yang mendapatkan pembelajaran tidak dengan menggunakan pendekatan
PMRI. Hal ini terlihat jelas pada rata-rata nilai kedua kelas yang berbeda.

Rata-rata nilai kelas yang menggunakan pendekatan PMRI yaitu 55,6 lebih tinggi
jika dibandingkan dengan rata-rata nilai kelas yang tidak menggunakan
pendekatan PMRI yaitu 50,97.

Saran
Dengan adanya perbedaan yang cukup signifikan antara hasil belajar siswa
yang pembelajarannya menggunakan pendekatan PMRI dengan siswa yang
pembelajarannya tidak menggunakan pendekatan PMRI, maka peneliti
memberikan saran sebagai berikut:
Bagi guru diharapkan untuk menerapkan pendekatan PMRI pada materi-materi
yang sesuai dan dialokasikan dengan waktu yang ada.
Bagi sekolah diharapkan untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran dengan
pendekatan PMRI karena kegiatan ini memerlukan biaya yang cukup banyak.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk meneliti lebih mendalam tentang
pembelajaran dengan pendekatan PMRI.

DAFTAR PUSTAKA
Buletin PMRI Edisi Keenam-Februari 2005 hlm 3, Pembelajaran Pecahan dengan
PMRI Lebih Bermakna oleh Ratini.

Buletin PMRI Edisi Keenam-Februari 2005 hlm 5, Pendahuluan ke Pemahaman


Pecahan dengan oleh Sutarto Hadi.

Heruman. 2008. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

Tim Bina Karya Guru. 2007. Matematika Terampil Berhitung. Jakarta: Erlangga.
DAFTAR NILAI KELAS IIIA
No. Nomor Nilai
Nama Siswa
Urt. Induk
1 3650 Listya Dyah P. 50

2 3717 Addin Dahri Iffana 38

3 3718 Adelia Swastikasari 75

4 3719 Ahmad Alfa Hakim 50

5 3720 Ananda Rizki Satria 25

6 3721 Andika Purwanto Putra -

7 3722 Angger Wicaksono 38

8 3723 Anggun Dwi Ramadhani 63

9 3725 Aulia Salmaa’ Inayah 63

10 3726 Dipta Luthfi Kumarajati 50

11 3727 Dwi Almira Trisnanagari 63

12 3728 Elfrida Nathania Permana 38

13 3729 Esa Firdausa 38

14 3730 Fillah Syakur Azindha 63

15 3732 Firza Surya Aditya 25

16 3733 Hasna Putri Shafa 63

17 3734 Irham Mulana Akbar 63

18 3735 Mahlan Syahid Assofi 38

19 3737 Merynda Shabilla 63

20 3739 M. Azhar Pratama 38

21 3740 M. Neza Hidayat -

22 3742 Ninditya Wahyu Febriani 50

23 3743 Nova Eka Putri 63

24 3744 Ranti Suci Ningrum 63

25 3746 Rievaldy Handhianta 25

26 3747 Risyda Muflihatul Hidayah 100

27 3748 Rizky Mirza Daffa 0

28 3749 Rizqullah Panggih Dwiatmoko 38


29 3750 Romi Fadhurrohman Nabil 50
30 3751 Rosyita Aini A. 63

31 3752 Salma Nadiya Septiana 50

32 3753 Salma Nashifa Septiani 38

33 3754 Sarah Azzahra 63

34 3755 Setiyo Cahyono 50

35 3756 Shalsabila Viant Kimberly 75

36 3757 Tsabita Yamna Putri Rahman 50

37 3923 Limubai Deleon 63

38 3924 Adela Cynthianaja 50

Rata-rata 51

DAFTAR NILAI KELAS IIIB

No. Nomor Nilai


Nama Siswa
Urt. Induk
1 3677 Albertus Erick Trinovanto 50

2 3678 Ahmad Alwi Zaini 63

3 3679 Adinda Az Zahwa 75

4 3680 Aisyah Washfa Zahidah 63

5 3681 Aninda Garnierita D. 63

6 3683 Achrie Raka Ramadhani 38

7 3684 Atbar Rinonce Kinasih 63

8 3685 Azzahra Putri Pewanto 25

9 3686 Bhaswara Dertiyuga S. 50

10 3687 Destira Nila Paramasiwi 50

11 3688 Eka Nurul Azizi 25

12 3690 Frandienata 88

13 3691 Ghaza Wahyuwiratama 75

14 3692 Gibran Safira Darumawan 38

15 3693 Hana Novia Rahmadani 50

16 3694 Hanna Sajidah 75


17 3695 Hasna Ikbar Hanifah S. 75

18 3696 Intan Pematasari S. 38

19 3697 Krysha Wira Pradipta 38

20 3699 Nasywa Naila Nauvalin 75

21 3700 Oxana Angel 88

22 3702 Ra’afi Rahmadani Yosak 75

23 3703 Rafi’ Arkaan Maulana A. 38

24 3704 Resti Ariyani W. 38

25 3705 Ridwan Lazuardi 50

26 3706 Rizky Junian Nugroho 25

27 3707 Rizqika Desthiana 50

28 3708 Savira Rizqy Permata P. 30

29 3709 Salma Hanum Nadiah 25

30 3710 Salsa Bernadetha 63

31 3711 Salsabila Nada Yumna 50

32 3712 Shela Ayunin Navia 100

33 3713 Sherlly Rossa 75

34 3714 Syifa Alifta Suci A. 63

35 3715 Tannisa Ardelia F. 63

36 3716 Tegar Resna Santoso 38

37 3770 Ardisa Putri Valensiana U. 50

38 3927 Chaesa 75

Rata-rata 55,6

You might also like