You are on page 1of 12

IMUNISASI DASAR

Tinjauan Umum 5 Imunisasi Dasar


1. Pengertian

Imunisasi berasal dari kata Imun, kebal atau resistan. Anak di imunisasi, berarti diberikan
kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resistan terhadap suatu penyakit,
tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain (Notoadmodjo, 1997 : 37).

2. Tujuan

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit-penyakit tersebut adalah disentri,
tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tubercoluse (Notoadmodjo, 1997 :
39).

Tujuan dari pemberian imunisasi adalah sebagai berikut :


a. Untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu.
b. Apa bila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang yang dapat
menimbulkan cacat dan kematian
(Dick. George, 1992 : 26).

3. Jenis-Jenis Imunisasi
Pada dasarnya ada 2 (dua) jenis imunisasi :

a. Imunisasi pasif (passive immunization)


Imunisasi pasif ini adalah “Immunoglobulin” jenis imunisasi ini dapat mencegah penyakit
campak (measles pada anak-anak).

b. Imunisasi aktif (active immunization)


Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :
1. BCG, untuk mencegah penyakit TBC
2. DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit diptheri, pertusis dan tetanus
3. Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis
4. Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles)
5. Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis B
(Notoatmodjo. 1997 : 39)

4. Penyakit yang Dapat di Cegah Dengan Imunisasi


a. TBC

Untuk mencegah timbulnya tuberkolosis (TBC) dapat dilakukan imunisasi BCG. Imunisasi BCG
adalah singkatan dari Basillus Calmatto Guenin. Nama ini diambil dari nama penemu kuman
yaitu Calmotto dan Guenin yang digunakan tersebut sejak tahun 1920 dibiakkan sampai 230 kali
selama 13 tahun

Di Negara yang telah maju, imunisasi BCG diberikan kepada mereka yang mempunyai resiko
kontak dengan penderita TBC dan uji tuberkulinya masih negative, misalnya dokter, mahasiswa
kedokteran, dan perawat. Uji tuberculin adalah suatu tes (uji) untuk mengetahui apakah
seseorang telah memiliki zat anti terhadap penyakit TBC atau belum.

Di Indonesia pemberian imunisasi BCG tidak hanya terbatas pada mereka yang memiliki resiko
tinggi mengingat tingginya kemungkinan infeksi kuman TBC. Imunisasi BCG diberikan pada
semua bayi baru lahir sampai usia kurang dari dua bulan. Penyuntikan biasanya dilakukan
dibagian atas lengan kanan (region deltoid) dengan dosis 0,05 ml reaksi yang mungkin timbul
setelah penyuntikan adalah :

Kemerah-merahan disekitar suntikan, dapat timbul luka yang lama sembuh di daerah suntikan,
dan terjadi pembengkakan di kelenjar sekitar daerah suntikan (biasanya di daerah ketiak).
Bila terjadi hal tersebut di atas yang penting adalah menjaga kebersihan terutama daerah sekitar
luka dan segera bawa ke dokter.

b. Difteri, Pertusis dan Tetanus

Penderita difteri, pertusis, dan tetanus ini bila tidak segera mendapat pertolongan yang memadai
maka berakibat fatal. Imunisasi DPT dimaksudkan untuk mencegah ketiga penyakit tersebut di
atas. Imunisasi dasar diberikan tiga kali, pertama kali bersama dengan BCG dan polio, kemudian
berturut-turut dua kali dengan jarak masing-masing 4 minggu (1 bulan). Imunisasi ulangan dapat
dilakukan 1 tahun setelah imunisasi ketiga dan pada saat usia masuk sekolah dasar (5-6 tahun).
Imunisasi selanjutnya dianjurkan tiap lima tahun dengan imunisasi DT (tanpa pertusis).

c. Poliomyelitis
Penderita poliomyelitis apabila terhindar dari kematian banyak yang menderita kecacatan
sehingga imunisasi sebagai usaha pencegahan sangat dianjurkan.

Imunisasi polio di Indonesia dilakukan dengan cara meneteskan vaksin sabin sebanyak 2 tetes di
mulut. Pertama kali diberikan bersama BCG dan DPT pertama pada usia dua bulan. Kemudian
diulang dengan jarak 4 minggu sebanyak 4 kali. Imunisasi ulangan dilakukan satu tahun, setelah
imunisasi dasar ke-4 dan saat masuk SD (6-7 tahun). Imunisasi tambahan dapat diberikan apabila
ada resiko kontak dengan virus ganas.

d. Hepatitis B
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara vaksin hepatitis B yang dipakai untuk program
pemerintah di Indonesia adalah vaksin buatan Korean Green Cross yang dibuat dari plasma
darah penderita hepatitis B. Adapula vaksin yang dibuat secara sintetis. Vaksin ini dibuat dari sel
ragi, misalnya H-B Vak II yang dikembangkan oleh MSD (Merck Sharp dan Dohme). Adapun
cara pemakaiannya (vaksin dari Koerean Green Cross) sebagai berikut :

1. Imunisasi dasar dilakukan tiga kali. Dua kali pertama untuk merangsang tubuh
menghasilkan zat anti dan yang ketiga untuk meningkatkan jumlah zat anti yang sudah
ada

2. Jadwal imunisasi yang dianjurkan adalah untuk bayi baru lahir (0 – 11 bulan) dengan satu
kali suntikan dosis 0,5 ml satu bulan kemudian mendapat satu kali lagi. Setelah itu,
imunisasi ketiga diberikan pada saat bayi berusia 6 bulan, mengenai waktu pemberian
suntikan yang ketiga ada beberapa pendapat. Untuk pelaksanaan program diberikan 1
bulan setelah suntikan kedua. Hal ini semata-mata untuk kemudahan dalam pelaksanaan,
tetapi kekebalan yang didapat tidaklah berbeda. Imunisasi hepatitis B ulangan dilakukan
setiap 5 tahun sekali.

e. Campak

Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan melalui imunisasi. Imunisasi campak dilakukan
ketika bayi berumur sekitar 9 bulan. Imunisasi campak hanya dilakukan satu kali dan
kekebalannya bisa berlangsung seumur hidup. Imunisasi campak bisa diberikan sendiri atau
bersama dalam imunisasi MMR (Sudarmanto, 1997 : 22).

5. Jadwal Pemberian Imunisasi

Jenis Vaksin Jumlah Vaksinasi Selang Waktu Pemberian Sasaran


1. BCG
2. DPT
3. Polio
4. Hepatitis B
5. Campak 1 kali
3 kali
(DPT 1, 2, 3)
4 kali
(Polio 1, 2, 3, 4)
3 kali
(Hepatitis B 1, 2, 3,)
1 kali -
4 minggu
4 minggu

4 minggu
- Bayi 0-11 bulan
Bayi 2-11 bulan
Bayi 2 –11 bulan
Bayi 0-6 bulan
Anak 9-11 bulan
Sumber : Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat Tahun 1997

6. Efek Samping dan Penatalaksanaan


a.BCG
Pembengkakan kelenjar regional menjadi pecah; ulkus, luka dibiarkan (tidak perlu diinsisi
ataupun kompres).
b. DPT

Efek samping dan penatalaksanaan imunisasi DPT adalah sebagai berikut:


1. Demam ringan berikan kompres dan anti piretik,
2. Rasa sakit di daerah suntikan (1-2) hari kapan perlu berikan analgetik,
3. Jarang demam tinggi atau kejang,
4. Penanganan kejang positif, berikan anti convulsan.

c. Polio

Efek samping imunisasi polio adalah sebagai berikut :


1. Sangat jarang; bila terjadi kelumpuhan ekstremitas segera konsul,
2. Diare,
3. Dehidrasi (tergantung derajat diare, biasanya hanya diare ringan).

d. Hepatitis B
Tidak ada efek sampingnya.
e. Campak

Efek samping dan penatalaksanaan imunisasi campak adalah sebagai berikut :


1. Demam ringan berikan kompres dan obat antipiretik,
2. Nampak sedikit bercak merah pada pipi dan bawah telinga pada hari 7-8 setelah penyuntikan
tidak berbahaya lakukan observasi.
(Dick. George, 1992 : 37)
2.4. Jadwal Pemberian Imunisasi
2.4.1. Vaksinasi BCG
Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan intrakutan
dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadituberkulin
konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung pada potensi

vaksin dan dosis yang tepat serta cara penyuntikan yang benar. Kelebihan dosis dan suntikan
yang terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya abses ditempat suntikan. Untuk menjaga
potensinya, vaksin BCG harus disimpan pada suhu 20 C. (Depkes RI, 2005)

2.4.2. Vaksinasi DPT

Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian vaksin
yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan ditambah dengan
bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml diberikan secara
subkutan atau intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan interval
4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam
ringan dan reaksi lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang
terlalu tinggi, kejang, kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam,
hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes RI, 2005)

2.4.3. Vaksinasi Polio

Untuk kekebalan terhadap polio diberikan 2 tetes vaksin polio oral yang mengandung viruis
polio yang mengandung virus polio tipe 1, 2 dan 3 dariSabin. Vaksin yang diberikan melalui
mulut pada bayi umur 2-12 bulan sebanyak 4 kali dengan jarak waktu pemberian 4 minggu.
(Depkes RI, 2005)

2.4.4. Vaksinasi Campak

Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah dilemahkan dan dalam bentuk
bubuk kering ataufreezeried yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang telah tersedia
sebelum digunakan. Suntikan ini diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml pada anak umur
9-12 bulan. Di negara berkembang imunisasi campak dianjurkan diberikan lebih awal dengan
maksud memberikan kekebalan sedini mungkin, sebelum terkena infeksi virus campak secara
alami. Pemberian imunisasi lebih awal rupanya terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang
berasal dari ibu (maternal antibodi), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal campak
dalam tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih diberikan 4-6 bulan kemudian. Maka untuk
Indonesia vaksin campak diberikan mulai abak berumur 9 bulan. (Depkes RI, 2005):

2.5. Manfaat dan Efek Samping Imunisasi


Imunisasi bertujuan untuk merangsang system imunologi tubuh untuk membentuk antibody
spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit. (Musa, 1985). Walaupun
cakupan imunisasi tidak sama dengan 100% tetapi sudah mencapai 70% maka anal-anak yang
tidak mendapatkan imunisasi pun akan terlindungi oleh adanya suatu “herd immunity”.

Berdasarkan hasil penelitian Ibrahim (1991), menyatakan bahwa bila imunisasi dasar
dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat menguragi angka kesakitan dan
kematian balita sekitar 80-95%. Pengertian teratur dalam hal ini adalah teratur dalam mentaati
jadwal dan jumlah frekuensi imunisasi, sedangkan yang dimaksud imunisasi dasar lengkap
adalah telah mendapat semua jenis imunisasi dasar (BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali dan
Campak 1 kali) pada waktu anak berusia kurang dari 11 bulan. Imunisasi dasar yang tidak
lengkap, maksimal hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang sama
sekali tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah lagi.

Pemberian tetanus toksoid pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya tetanus neonatorum
pada bayi baru lahir yang ditolong dengan tidak steril dan pemotongan tali pusat memakai alat
tidak steril. Imunisasi terhadap difteri dan pertusis dimulai sejak umur 2-3 bulan dengan selang
4-8 minggu sebanyak 3 kali akan memberikan perlindungan mendekati 100% sampai anak
berusia 1 tahun. Imunisasi campak diberikan 1 kali akan memberikan perlindungan seumur
hidup. Imunisasi poliomyelitis dapat memberikan perlindungan seumur hidup apabila telah
diberikan 4 kali. (Ibrahim, 1991).

Vaksin sebagai suatu produk biologis dapat memberikan efek samping yang tidak diperkirakan
sebelumnya dan tidak selalu sama reaksinya antara penerima yang satu dengan penerima lainnya.
Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau
Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah
menerima imunisasi yang diduga berhubungan dengan imunisasi. Penyebab kejadian ikutan
pasca imunisasi terbagi atas empat macam, yaitu kesalahan program/tehnik pelaksanaan
imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan dan penyebab tidak diketahui. Gejala klinis KIPI
dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan,
nodelle/ pembengkakan dan indurasi pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara lain panas,
gejala gangguan pencernaan, lemas, rewel dan menangis yang berkepanjangan. (Depkes, 2000)
IMUNISASI BCG
Vaksin BCG tidak dapat mencegah seseorang terhindar dari infeksi M. tuberculosa 100%,
tapi dapat mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut, Berasal dari bakteri hidup yang
dilemahkan ( Pasteur Paris 1173 P2), Ditemukan oleh Calmette dan Guerin
• Diberikan sebelum usia 2 bulan Disuntikkan intra kutan di daerah insertio m. deltoid dengan
dosis 0,05 ml, sebelah kanan
• Imunisasi ulang tidak perlu, keberhasilan diragukan
Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc NaCl 0,9%. Setelah
dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpanan pada suhu
< 5°C terhindar dari sinar matahari (indoor day-light)
Cara penyuntikan BCG
• Bersihkan lengan dengan kapas air
• Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum yang berlubang
menghadap keatas.
• Suntikan 0,05 ml intra kutan
– merasakan tahan
– benjolan kulit yang pucat dengan pori- pori yang khas diameter 4-6 mm
Kenapa suntikan intra kutan?
• Vaksin BCG ® lapisan chorium kulit sebagai depo ®berkembang biak® reaksi indurasi,
eritema, pustula
• Setelah cukup berkembang ® sub kutan® kapiler, kelenjar limfe, peredaran darah
Bayi kulitnya tipis®intra kutan sulit ® sering suntikan terlalu dalam (sub kutan)
Reaksi sesudah imunisasi BCG
1. Reaksi normal ® lokal
• 2 minggu ® indurasi, eritema, kemudian menjadi pustula
• 3-4 minggu ® pustula pecah menjadi ulkus (tidak perlu pengobatan)
• 8-12 minggu ® ulkus menjadi scar diameter 3-7 mm.
2. Reaksi regional pada kelenjar
• Merupakan respon seluler pertahanan tubuh
• Kadang terjadi ® di kelj axila dan servikal (normal BCG-it is)
• Timbul 2-6 bulan sesudah imunisasi
• Kelenjar berkonsistensi padat, tidak nyeri, demam (-)
• Akan mengecil 1-3 bulan kemudian tanpa pengobatan.
Komplikasi
1. Abses di tempat suntikan
• Abses bersifat tenang (cold abses) ® tidak perlu terapi
• Oleh karena suntikan sub kutan
• Abses matang ® aspirasi
2. Limfadenitis supurativa
• Oleh karena suntikan sub kutan atau dosis tinggi
• Terjadi 2-6 bulan sesudah imunisasi
• Terapi tuberkulostatik ® mempercepat pengecilan.
Reaksi pada yang pernah tertular TBC:
• Koch Phenomenon ® reaksi lokal berjalan cepat (2-3 hari sesudah imunisasi) ® 4-6 minggu
timbul scar.
• Imunisasi bayi > 2 bulan ® tes tuberkulin (Mantoux)
• Untuk menunjukkan apakah pernah kontak dengan TBC
• Menyuntikkan 0,1 ml PPD di daerah flexor lengan bawah secara intra kutan
• Pembacaan dilakukan setelah 48 – 72 jam penyuntikan
• Diukur besarnya diameter indurasi di tempat suntikan.
• < 5 mm : negatif
• 6-9 mm : meragukan
• ³ 10 mm : positif
Tes Mantoux (-)®imunisasi(+)
Kontraindikasi
• Respon imunologik terganggu : infeksi HIV, def imun kongenital, leukemia, keganasan
• Respon imunologik tertekan: kortikosteroid, obat kanker, radiasi
• Hamil

IMUNISASI HEPATITIS B
• Vaksin berisi HBsAg murni
• Diberikan sedini mungkin setelah lahir
• Suntikan secara Intra Muskular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.
• Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C
• Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan imunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah lahir +
imunisasi Hepatitis B
• Dosis kedua 1 bulan berikutnya
• Dosis ketiga 5 bulan berikutnya (usia 6 bulan)
• Imunisasi ulangan 5 tahun kemudian
• Kadar pencegahan anti HBsAg > 10mg/ml
• Produksi vaksin Hepatitis B di Indonesia, mulai program imunisasi pada tahun 1997
Efek samping
• Demam ringan
• Perasaan tidak enak pada pencernaan
• Rekasi nyeri pada tempat suntikan
Tidak ada kontraindikasi

IMUNISASI POLIO
• Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero : asam
amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol merah
• Vaksin berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.
• Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml)
• Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4 minggu
• Imunisasi ulangan, 1 tahun berikutnya, SD kelas I, VI
• Anak diare ® gangguan penyerapan vaksin.
• Ada 2 jenis vaksin
– IPV ® salk
– OPV ® sabin ® IgA lokal
• Penyimpanan pada suhu 2-8°C
• Virus vaksin bertendensi mutasi di kultur jaringan maupun tubuh penerima vaksin
• Beberap virus diekskresi mengalami mutasi balik menjadi virus polio ganas yang
neurovirulen
• Paralisis terjadi 1 per 4,4 juta penerima vaksin dan 1 per 15,5 juta kontak dengan penerima
vaksin
Kontra indikasi : defisiensi imunologik atau kontak dengannya

IMUNISASI DPT
Terdiri dari
– toxoid difteri ® racun yang dilemahkan
– Bordittela pertusis ® bakteri yang dilemahkan
– toxoid tetanus ® racun yang dilemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat
• Merupakan vaksin cair. Jika didiamkan sedikit berkabut, endapan putih didasarnya
• Diberikan pada bayi > 2 bulan oleh karena reaktogenitas pertusis pada bayi kecil.
• Dosis 0,5 ml secara intra muskular di bagian luar paha.
• Imunisasi dasar 3x, dengan interval 4 minggu.
• Vaksin mengandung Aluminium fosfat, jika diberikan sub kutan menyebabkan iritasi lokal,
peradangan dan nekrosis setempat.
Reaksi pasca imunisasi:
• Demam, nyeri pada tempat suntikan 1-2 hari ® diberikan anafilatik + antipiretik
• Bila ada reaksi berlebihan pasca imunisasi ® demam > 40°C, kejang, syok ® imunisasi
selanjutnya diganti dengan DT atau DPaT
Kontraindikasi
• Kelainan neurologis n terlambat tumbuh kembang
• Ada riwayat kejang
• Penyakit degeneratif
• Pernah sebelumnya divaksinasi DPT menunjukkan: anafilaksis, ensefalopati, kejang,
renjatan, hiperpireksia, tangisan/teriakan hebat.

IMUNISASI CAMPAK
Vaksin dari virus hidup (CAM 70- chick chorioallantonik membrane) yang dilemahkan +
kanamisin sulfat dan eritromisin Berbentuk beku kering, dilarutkan dalam 5 cc pelarut
aquades.
• Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.
• Dosis 0,5 ml diberikan sub kutan di lengan kiri.
• Disimpan pada suhu 2-8°C, bisa sampai – 20 derajat celsius
• Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8°C
• Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian
Efek samping: demam, diare, konjungtivitis, ruam setelah 7 – 12 hari pasca imunisasi.
Kejadian encefalitis lebih jarang
Kontraindikasi:
* infeksi akut dengan demam, defisiensi imunologik, tx imunosupresif, alergi protein telur,
hipersensitifitas dng kanamisin dan eritromisin, wanita hamil.
* Anak yang telah diberi transfusi darah atau imunoglobulin ditangguhkan minimal 3 bulan.
* Tuberkulin tes ditangguhkan minimal 2 bulan setelah imunisasi campak

IMUNISASI HIB
• Untuk mencegah infeksi SSP oleh karena Haemofilus influenza tipe B
• Diberikan MULAI umur 2-4 bulan, pada anak > 1 tahun diberikan 1 kali
• Vaksin dalam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit.
• Dosis 0,5 ml diberikan IM
• Disimpan pada suhu 2-8°C
• Di Asia belum diberikan secara rutin
• Imunisasi rutin diberikan di negara Eropa, Amerika, Australia.

IMUNISASI MMR
Merupakan vaksin hidup yang dilemahkan terdiri dari:
– Measles strain moraten (campak)
– Mumps strain Jeryl lynn (parotitis)
– Rubela strain RA (campak jerman)
• Diberikan pada umur 15 bulan. Ulangan umur 12 tahun
• Dosis 0,5 ml secara sub kutan, diberikan minimal 1 bulan setelah suntikan imunisasi lain.
Kontra indikasi: wanita hamil, imuno kompromise, kurang 2-3 bulan sebelumnya mendapat
transfusi darah atau tx imunoglobulin, reaksi anafilaksis terhadap telur

IMUNISASI TYPHUS
Tersedia 2 jenis vaksin:
– suntikan (typhim) ® >2 tahun
– oral (vivotif) ® > 6 tahun, 3 dosis
• Typhim (Capsular Vi polysaccharide-Typherix) diberikan dengan dosis 0,5 ml secara IM.
Ulangan dilakukan setiap 3 tahun.
• Disimpan pada suhu 2-8°C
• Tidak mencegah Salmonella paratyphi A atau B
• Imunitas terjadi dalam waktu 15 hari sampai 3 minggu setelah imunisasi
Reaksi pasca imunisasi: demam, nyeri ringan, kadang ruam kulit dan eritema, indurasi tempat
suntikan, daire, muntah.

IMUNISASI VARICELLA
Vaksin varicella (vaRiLrix) berisi virus hidup strain OKA yang dilemahkan. Bisa diberikan
pada umur 1 tahun, ulangan umur 12 tahun. Vaksin diberikan secara sub kutan Penyimpanan
pada suhu 2-8°C
Kontraindikasi: demam atau infeksi akut, hipersensitifitas terhadap neomisin, kehamilan, tx
imunosupresan, keganasan, HIV, TBC belum tx, kelainan darah.
Reaksi imunisasi sangat minimal, kadang terdapat demam dan erupsi papulo-vesikuler.

IMUNISASI HEPATITIS A
Imunisasi diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun. Imunisasi dasar
3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian. Dosis vaksin (Harvix-inactivated virus strain
HM 175) 0,5 ml secara IM di daerah deltoid. Reaksi yag terjadi minimal kadang demam,
lesu, lelah, mual-muntah dan hialng nafsu makan

VAKSIN COMBO
Gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah
penyakit yang berbeda, misal DPT + hepatitis B +HiB atau Gabungan beberapa antigen dari

galur multipel yg berasal dari organisme penyakit yang sama, misal: OPV

Tujuan pemberian
• Jumlah suntikan kurang
• Jumlah kunjungan kurang
• Lebih praktis, compliance dan cakupan naik
• Penambahan program imunisasi baru mudah
• Imunisasi terlambat mudah dikejar
• Biaya lebih murah
Daya proteksi
Titer antibodi salah satu antigen lebih rendah namun masih diatas ambang protektif.
Efektivitasnya sama di berbagai jadwal imunisasi. Bisa terjadi kemampuan membuat antibodi
utk mengikat antigen berkurang. Dapat terjadi respon imun antigen kedua berubah.
Reaktogenitas yang ditentukan terutama oleh ajuvan tidak berbeda jauh. Nyeri berat lebih
sering terjadi pada vaksin kombo (Bogaerts, Belgia). Cakupan imunisasi menjadi lebih tinggi.
KIPI pada dosis vaksin ekstra tidak bertambah
COLD CHAIN (RANTAI DINGIN)
• Vaksin harus disimpan dalam keadaan dingin mulai dari pabrik sampai ke sasaran.
• Simpan vaksin di lemari es pada suhu yang tepat
• Pintu lemari es harus selalu tertutup dan terkkunsi
• Simpan termometer untuk memonitor lemari es.
• Taruh vaksin Polio, Campak, pada rak I dekat freezer.
• Untuk membawa vaksin ke Posyandu harus menggunakan vaccine carrier/ termos yang
berisi es.

You might also like