You are on page 1of 25

BAB 1.

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. H
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Sembiring 1/3 Jember
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Status : menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal MRS : 22 Februari 2010
Tanggal Pemeriksaan : 28 Februari 2010
Tanggal KRS : 28 Februari 2010
No. Rekam medik : 27.97.09

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan bersama penderita tanggal 22 Februari 2010
1. Keluhan utama : Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 1 hari MRS pasien mengeluh sesak nafas. Sesak dirasakan
pasien secara mendadak, tidak mengeluarkan bunyi nyaring, lebih
berat pada saat menarik nafas. Sesak berkurang jika pasien duduk, atau
berbaring dengan bantal yang tinggi. Sesak bertambah jika pasien
melakukan aktifitas atau emosi, kadang sesak timbul jika pasien
sedang berbaring tanpa menggunakan bantal. Selain itu pasien
mengeluhkan jantung yang selalu berdebar, dan batuk berdahak sejak 1
bulan SMRS, dahak kental berwarna kuning, banyak dan tidak berbau.
Pasien mengeluhkan pusing dan nyeri kepala, keringat malam (-),
nafsu makan menurun, dan nyeri perut serta kembung.

1
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mempunyai riwayat hipertensi yang diserita sida 1 tahun,
pengobatan tidak teratur, rata-rata tekanan darah sistol pasien 150
mmHg. Riwayat asma disangkal, riwayat diabetes mellitus
disangkal, riwayat alergi disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal.
5. Riwayat Pengobatan
Pasien mendapatkan pengobatan hipertensi dari puskesmas berupa
obat tablet yang diminum 1 kali sehari. Pasien lupa nama obatnya.
Tetapi pasien tidak teratur meminumnya.

III. ANAMNESIS SISTEM


1. Sistem serebrospinal : pusing (+)
2. Sistem kardiovaskular : dada berdebar
3. Sistem pernafasan : sesak saat inspirasi batuk (+)
4. Sistem gastrointestinal : Nyeri perut, BAB(+) dbn
5. Sistem urogenital : BAK dbn
6. Sistem integumentum : keringat dingin (-)
7. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Kesan : Pasien mengeluh sesak, pusing, dada berdebar dan nyeri perut.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : sedang
2. Keadaan sakit : sedang
3. Kesadaran : Compos mentis
4. Vital Sign
- Tekanan darah : 160/100 mmHg
- Nadi : 110 x/menit

2
- Pernafasan : 34 x/ menit
- Suhu badan : 36,4 ˚C

B. Pemeriksaan khusus
1. Kepala
☻Kesan umum
- Wajah : normal, tidak tampak kesakitan dan tidak ada
pembengkakan
- Rambut : Warna hitam, agak bergelombang, tidak mudah rontok.
- Kulit : warna sawo matang, lembab, turgor kulit normal
☻Mata
- Bola mata : tidak terdapat eksoftalmus
- Konjungtiva : anemia -/-, perdarahan -/-
- Sklera : ikterus -/-
- Palpebra : oedema -/-
- Pupil : isokor 3 mm/ 3mm, reflek cahaya +/+
- Lensa : katarak -/-
☻Telinga
- Bentuk : normal
- Lubang : normal
- Pendengaran : dalam batas normal
- Perdarahan : tidak ada
☻Hidung
- Pernafasan cuping hidung nampak
- Tidak tampak adanya sekret atau perdarahan
☻Mulut
- Bibir : tidak ada kelainan kongenital, cianosis (-), oedema
(-)
- Lidah : ukuran normal, tidak kotor, tidak tremor
- Gigi : tidak ada yang goyang, karies (-)

3
- Mukosa : hiperemi (-)
☻Leher
- Deviasi trakea :-
- Kaku kuduk :-
- Tiroid : tidak ada pembesaran
- JVP : tidak ada peningkatan JVP
- KGB : tidak ada pembesaran
2. Thorak
 Bentuk simetris
 Tidak ada pelebaran ICS
 Pergerakan dinding thorak simetris
 COR :
 Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V AAL (S)
 Perkusi : Redup di ICS IV PSL (D) - ICS V AAL (S)
 Auskultasi : S1 S2 tunggal, e/g/m: -/-/-
 PULMO
 Pulmo anterior
o Inspeksi : simetris, ketertinggalan gerak (-/-), retraksi
(-/-), pergerakan otot bantu pernafasan (-/-)
o Palpasi : fremitus raba N/N, nyeri tekan (-), gerakan
dada simetris, tidak ada ketertinggalan gerak.
o Perkusi : hemithorax dextra et sinistra sonor
o Auskultasi : vesikuler +/+, Rhonki+/+ , Wheezing -/-
 Pulmo posterior
o Inspeksi : nafas teratur, pergerakan simetris
o Palpasi : fremitus raba N/N, gerakan simetris
o Perkusi : sonor +/+
o Auskultasi : vesikuler +/+, Rhonki+/+, wheezing -/-

4
3. Abdomen
 Inspeksi : cembung
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : distended , nyeri tekan (+) di epigastrium Hepar/Lien/Ren
tidak teraba
 Perkusi : redup, shifting dullness +
4. Genetalia : dalam batas normal
5. Ekstremitas :
 Superior : Akral hangat +/+
Oedema -/-
 Inferior : Akral hangat +/+
Oedema -/-

V. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (22 Februari 2010)

Hematologi
Hb 10,7 g/dL
Lekosit 9.1 x 109/L
Hematokrit 35.0 %
Trombosit 195 x 109/L
LED 15/35

Faal Hati
Bilirubin Direk 2.25
Bilirubin Total 4.02
SGOT 35
SGPT 33
Fosfatase Alkali 98
Total Protein 6.3
Albumin 2.5

5
Globulin 3.8

Faal Ginjal Nilai rujukan


Kreatinin serum 1.5 0,5 – 1,1 mg/dl
BUN 35 6 – 20 mg/dl
Urea 75 10 – 50 mg/dl
Asam Urat 11.4 2,0 – 5,7 mg/dl

Gula Darah Nilai rujukan


Sewaktu 108 < 200 mg/dl

Kadar Lemak Nilai rujukan


Trigliserida 1.5 0,5 – 1,1 mg/dl
Kolestrol Total 35 6 – 20 mg/dl
Kolesterol HDL 75 10 – 50 mg/dl
Kolesterol LDL 11.4 2,0 – 5,7 mg/dl

Hasil Pemeriksaan Echocardiografi (24 Februari 2010)


 Pliabilitas katup jantung: baik
 Dimensi ruang jantung: LV/RV dilatasi

Color Dopler
 Fungsi diastolic : E/A fusion
 Fungsi sistolik: LV menurun, EF 25,88%, RV menurun

6
 Fungsi Katup Jantung: Normal

Analisa Segmental
 Kinetik: Global Hipokinetik
 Lain-lain: tampak thrombus di:
o LV 3 buah dinding kaudan dan anterior
o RV apical

Kesimpulan:
Dilated cardiomegali dengan multiple trombus

7
Pemeriksaan Foto Thorax

Kesan:
Cor: kardiomegali
Pulmo: efusi pleura D

Pemeriksaan Elektrokardiografi

8
VI. RESUME

9
Sorang pasien perempuan usia 35 tahun dating dengan keluhan
utama sesak. Sesak dirasakan pasien secara mendadak, tidak
mengeluarkan bunyi nyaring, lebih berat pada saat menarik nafas. Sesak
berkurang jika pasien duduk, atau berbaring dengan bantal yang tinggi.
Sesak bertambah jika pasien melakukan aktifitas atau emosi, kadang sesak
timbul jika pasien sedang berbaring tanpa menggunakan bantal. Selain itu
pasien mengeluhkan jantung yang selalu berdebar, dan batuk berdahak
sejak 1 bulan SMRS, dahak kental berwarna kuning, banyak dan tidak
berbau. Pasien mengeluhkan pusing dan nyeri kepala, keringat malam (-),
nafsu makan menurun, dan nyeri perut serta kembung.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD: 160/100 mmHg, N:
100x/mnt, RR: 34 x/mnt. Pemeriksaan umum didapatkan retraksi otot
bantuan nafas, cuping hidung, suara rhonki di kedua basal parunya. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan undulasi positif. Gambaran
Ekokardiografi didapatkan hasil dilated cardiomegali dengan multiple
thrombus.

VII. DIAGNOSIS
Dilated miokardiopati dengan multiple thrombus di ventrikel kiri

VII. PENATALAKSANAAN
1. Evaluasi airway, breathing dan circulation.
2. Tirah baring.
3. Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam-basa dan kalori.
4. RL 20 tpm.
5. Oksigen 3-4 L/mnt
6. ISDN 2 x 5 mg
7. Captopril 3 x 12,5 mg
8. Digoksin 1-0-0-
9. Bisoprolol 2,5 mg 1-1-0
10. Spinorolakton 1 x 300 mg

10
11. Allopurinol 1 x 300 mg
12. HCT 50 mg 1x1 tab

VIII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

BAB 2. PEMBAHASAN

11
PDA merupakan salah satu anomali kardiovaskuler yang paling sering
diakibatkan oleh infeksi rubella ibu selama awal kehamilan. Selain itu PDA
merupakan masalah yang sering pada unit perawatan intensif neonatus, dimana
PDA mempunyai beberapa sekuele besar pada bayi premature (Schneider, 2006).
Patent Ductus Arteriosus (PDA) merupakan kelainan jantung yang sering
ditemukan dengan perkiraan sebesar 15% pada kasus penyakit jantung congenital
dewasa atau sekitar 1 dari 2000 kelahiran. Kelainan ini terjadi akibat adanya
kegagalan penutupan ductus arteriosus yang normalnya terjadi saat lahir. Adanya
defek yang besar mengakibatkan berkurangnya usia hidup dengan tingkat
mortalitas sebesar 0.5% pertahun, dan rata-rata kematian terjadi pada dekade
ketiga atau keempat. Tingkat mortalitas pada usia 30 tahun sebesar 20 % dan
meningkat 4% setiap tahunnya (Chorne, 2007).

2.1 Definisi
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada
janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi
normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan
secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila
tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus :
PDA).
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus
(arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama
kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan
tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001;
235)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus
setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta
(tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah) (Milliken,
2010).

12
2.2 Etiologi
Awalnya duktus arteriosus ini merupakan duktus penghubung
a.pulmonalis dengan aorta desendens, dimana duktus ini berasal dari arkus aorta
ke VI. Normalnya duktus ini tertutup secara fungsional 10-15 jam setelah lahir
dan tertutup menjadi ligamentum arteriosum secara anatomis pada usia 2-3
minggu. Apabila penutupan duktus tersebut tidak terjadi, akan timbul suatu
kelainan yang disebut Presistent Ductus Arteriosus (PDA) (Chorne, 2007).
Pada beberapa anak, duktus tidak menutup atau hanya menutup sebagian.
Hal ini terjadi karena tidak adanya sensor oksigen yang normal pada otot duktus
atau karena kelemahan pada otot duktus. Adapun faktor resiko terjadinya PDA
adalah prematuritas dan sindroma gawat pernafasan (Schneider, 2006; Milliken,
2010).

Gambar 2.1 Patent Ductus Arteriosus

Beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan


angka kejadian penyakit jantung bawaan :
1. Faktor Prenatal :
a. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
b. Ibu alkoholisme.
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.

13
2. Faktor Genetik (Schneider, 2006).
1. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
2. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
3. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
4. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

2.3 Patofisiologi
Selama kehidupan janin, kebanyakan dari darah arterial pulmonal dialirkan
melalui duktus arteriosus ke dalam aorta. Penutupan fungsional duktus normalnya
terjadi segera sesudah kelahiran, tetapi jika duktus tetap terbuka ketika tahanan
vaskuler pulmonal turun, darah aorta dialirkan ke dalam arteri pulmonalis. Ujung
aorta duktus tepat sebelah distal keluarnya arteri subklavia, dan duktus masuk
arteri pulmonal pada percabangannya. Paten Ductus Arteriosus terjadi sebagai
akibat tekanan aorta yang lebih tinggi, aliran darah melalui duktus berjalan dari
aorta ke arteri pulmonalis. Luasnya shunt tergantung pada ukuran duktus dan rasio
tahanan vaskuler pulmonal dan sistemik (Schneider, 2006; Hermes-DeSantis,
2006).

Gambar 2.2 Aliran Darah pada Pasien dengan Patent Ductus Arteriosus.

Dalam sirkulasi janin, ductus arteriosus diperlukan untuk mengalihkan


aliran darah dari resistensi tinggi permukaan pembuluh darah paru, yang

14
menerima hanya 5-8% dari arus keluar ventrikel kanan, menciptakan sebuah shunt
kanan-ke-kiri. Saat lahir, perluasan paru-paru neonatal dikaitkan dengan resistensi
pembuluh darah paru yang menurun dengan cepat. Normal konstriksi duktus
dimulai pada saat ini dan selesai dalam 8-10 jam. Tahap kedua penutupan terkait
dengan proliferasi intima fibrosa selesai dalam waktu 2-3 minggu. Patensi setelah
3 bulan dianggap abnormal, dan pengobatan harus dipertimbangkan pada saat ini,
walaupun penatalaksanaan kegawatdaruratan jarang diperlukan (Milliken, 2010).
Duktus ini merupakan otot arteri dengan lapisan otot polos tebal pada tepi
medialnya. Otot ini berkontraksi dan menutup dalam beberapa hari setelah lahir.
Keseimbangan dari faktor yang menyebabkan relaksasi dan kontraksi menentukan
nada vaskular dari ductus tersebut. Faktor utama yang menyebabkan relaksasi
adalah kadar prostaglandin yang tinggi, hipoksemia, dan produksi nitrat oksida
pada ductus tersebut. Faktor-faktor yang mengakibatkan kontraksi termasuk
penurunan kadar prostaglandin, peningkatan tekanan oksigen parsial, peningkatan
reseptor prostaglandin endotelin prostaglandin-1, norepinefrin, asetilkolin,
bradikinin, dan penurunan E. Peningkatan sensitivitas, dalam hubungannya
dengan ketidakmatangan paru yang mengarah ke hipoksia, memberikan kontribusi
terhadap peningkatan frekuensi PDA pada bayi prematur (Milliken, 2010).
Kegagalan kontraksi ductus arteriosus pada bayi prematur telah diduga
terjadi karena metabolisme prostaglandin yang buruk karena paru-paru imatur.
Selanjutnya, reaktivitas prostaglandin yang tinggi dan penurunan kalsium sensitif
oksigen dalam sel otot polos vaskuler yang seharusnya memberikan kontraksi
pada ductus tersebut. Tidak adanya kontraksi maksimal DA pada neonatus
mungkin disebabkan karena kegagalan metabolisme prostaglandin yang
kemungkinan besar disebabkan oleh hipoksemia, asfiksi, atau peningkatan aliran
darah paru, gagal ginjal, dan gangguan pernapasan (Hermes-DeSantis, 2006;
Milliken, 2010).
Induksi dan ekspresi COX-2 (suatu isoform COX -memproduksi
prostaglandin) dapat juga mencegah penutupan duktus. Aktivasi reseptor protein
G pasangan EP4 oleh PGE2, prostaglandin primer mengatur impuls duktal yang
menyebabkan relaksasi otot duktus halus.Selama kehamilan akhir, penurunan

15
kadar prostaglandin menyebabkan penyempitan ductus arteriosus. Dengan
demikian, lapisan intimal menjadi kontak dan menutup jalan lumen duktus.
Suatu PDA dianggap patologis bila tetap ada setelah usia 3 bulan atau dikaitkan
dengan munculnya gejala. penutupan spontan setelah 5 bulan jarang terjadi pada
bayi cukup bulan. Bila tidak diobati, pasien dengan PDA beresiko besar untuk
berkembang menjadi Eisenmenger Syndrome, di mana resistensi pembuluh darah
paru bisa melebihi resistensi pembuluh darah sistemik, dan shunting kiri-ke-kanan
biasa berbalik ke arah kanan-ke-kiri. Pada tahap ini, penyakit vaskular paru tidak
dapat diubah, penutupan PDA merupakan kontraindikasi, dan transplantasi paru-
paru mungkin satu-satunya harapan untuk kelangsungan hidup jangka panjang
(Milliken, 2010).

2.4 Diagnosis
a. Anamnesis
Kebanyakan pasien dengan PDA tampak dengan murmur seperti mesin
dan asimtomatik. Neonatus dan bayi dapat tampak dengan tanda-tanda gagal
jantung termasuk takipnea, diaforesis, gagal tumbuh, ketidakmampuan untuk
makan, dan iritabilitas. Mereka juga mungkin memiliki riwayat sering infeksi paru
berulang. PDA dewasa yang telah terdiagnosis mungkin tampak dengan tanda-
tanda dan gejala gagal jantung, aritmia atrium, atau bahkan sianosis diferensial
terbatas pada bagian bawah kaki, yang menunjukkan tidak teroksigenisasinya
shunting darah dari paru ke sirkulasi sistemik (Milliken, 2010).
Neonatus menunjukan tanda-tanda seperti mendengkur, takipnea dan
retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan anak, maka anak akan mengalami dispnea,
jantung membesar, hipertropi ventrikuler kiri akibat penyesuaian jantung terhadap
penigkatan volume darah (Schneider, 2006; Hermes-DeSantis, 2006).

b. Pemeriksaan Fisik

16
Pasien biasanya tampak dengan keadaan umum yang baik, dengan
respirasi dan detak jantung normal. Jika duktus sedang atau besar, maka sering
tampak perluasan tekanan nadi dan denyut nadi perifer terpecah, mencerminkan
meningkatnya stroke volume ventrikel kiri dan limpahan darah diastolik ke yang
menyebabkan penurunan resistensi pembuluh darah paru. Mengerasnya pulsasi
suprasternal dan karotid dapat dicatat sebagai peningkatan stroke volume ventrikel
kiri (Milliken, 2010).
Murmur kontinyu dengan kualitas bunyi seperti mesin biasanya terdengar
paling keras di batas midsternal dan atas kiri. Pada pasien dengan gagal jantung
berat dan peningkatan resistensi pembuluh darah paru yang berat, mungkin ada
murmur yang tidak terdengar. Pasien dengan PDA besar dapat berkembang
menjadi Eisenmenger dan datang dengan sianosis karena kegagalan shunting pada
saat tekanan arteri paru melebihi tekanan sistemik seperti yang dijelaskan
sebelumnya (Milliken, 2010).
Impuls apeks jelas dan kuat. Getaran maksimalnya pada sela iga II kiri,
sering didapat dan menjalar ke arah klavikula kiri, ke bawah linea parasternal kiri
atau ke arah apeks. Biasanya getarannya sistolik tetapi dapat diraba di seluruh
siklus jantung. Bisingnya kontinu klasik, terdengar seperti bising mesin, dengung
gasing, atau gelegar guntur. Bising mulai terdengar segera setelah bunyi pertama,
mencapai intensitas maksimal pada akhir sistole. Terlokalisasi pada sela iga II
kiri, menjalar ke arah klavikula kiri atau ke linea parasternal kiri bawah (Milliken,
2010).
Pada neonatus, murmur jantung ditemukan dalam beberapa hari atau
minggu pertama kehidupan. Murmur ini biasanya lebih mirip murmur sistolik
daripada murmur berkelanjutan pada minggu-minggu pertama kehidupan dan bisa
sangat mirip dengan murmur sistolik jinak (Milliken, 2010).
Selanjutnya, dalam membedakan antara tanda klinis signifikan dan tidak
signifikan PDA adalah penting. Sebuah tanda klinis signifikan PDA ditandai
dengan masalah pernapasan dengan gangguan ventilasi, ditambah dengan kongesti
paru dengan takikardia, nadi melompat-lompat (bounding), dan asidosis
metabolik. Adanya shunt kiri ke kanan mengarah pada peningkatan risiko

17
komplikasi yang mencakup perdarahan intraventrikuler, narcotizing enterocolitis,
penyakit paru-paru kronis, dan kematian (Hermes-DeSantis, 2006; Milliken,
2010).

c. Pemeriksaan Penunjang (Schneider, 2006; Hermes-DeSantis, 2006; Milliken,


2010).
1) Pemeriksaan Roentnografi biasanya menunjukkan arteri pulmonal yang
menonjol dengan corak vaskuler intrapulmonal bertambah. Besar jantung
bergantung pada derajat shunt dari kiri ke kanan.
a) patent ductus arteriosus (PDA) Besar - gambaran kardiomegali dengan
pembesaran dominan ventrikel kiri dan atrium kiri, gambaran
pembesaran arteri paru utama, dan pembuluh darah perifer paru yang
melebar; aorta asenden menonjol; gambaran meningkatnya corakan vena
paru, edema interstisial, dan edema paru ketika terjadi kegagalan
ventrikel; mungkin dapat terjadi PDA dengan kalsifikasi pada orang
dewasa
b) PDA Sedang - cardiomegaly sedang dengan gambaran penonjolan
ventrikel kiri dan pembesaran atrium kiri, penonjolan arteri pulmonalis
utama dan gambaran vaskuler paru yang meningkat di bagian paru-paru
perifer; aorta asenden menonjol; mungkin dapat terjadi PDA dengan
kalsifikasi pada orang dewasa
c) PDA Kecil - Biasanya normal; mungkin sedikit menonjol pada arteri
paru utama dan perifer
2) Pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan ruang-ruang jantung normal jika
duktus kecil. Sedangkan pada shunt besar, dimensi atrium kiri dan ventrikel
kiri bertambah.
a) aortic end pada PDA ditemukan pertama kali dan kemudian ditemukan
kembali pada arteri paru-paru. Sulitnya dalam mendokumentasikan
ukuran, bentuk, dan perjalanan ductus.

18
b) aliran turbulen tinggi dengan kecepatan jet dalam arteri paru dapat
diandalkan untuk deteksi oleh pencitraan aliran warna Doppler. Teknik
ini sensitif dalam mendeteksi bahkan untuk PDA kecil.
c) Echocardiography memberikan informasi diagnostik yang penting
tentang asosiasi malformasi kardiovaskular kongenital.

Gambar 2.3 Gambaran Ekokardiografi pasien dengan PDA

3) Pemeriksaan doppler akan menampakkan aliran turbulen retrograd


(membalik) sistolik dan atau diastolik dalam arteri pulmonalis dan aliran
retrograd aorta pada diastole
4) Pada Kateterisasi jantung menampakkan tekanan normal atau naik pada
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, tergantung dari besarnya shunt.

19
Adanya darah yang teroksigenisasi yang masuk dalam aerteri pulmonal
memperkuat adanya shunt dari kiri ke kanan.

2.5 Diagnosis Banding (Schneider, 2006; Milliken, 2010).


a. Ventricular septal defect
b. Aortopulmonary window (aortopulmonary fenestration)
c. Venous hum
d. Truncus arteriosus
e. Absent pulmonary valve syndrome
f. Ventricular septal defect with aortic regurgitation
g. Ruptured sinus of Valsalva and fistula
h. Systemic arteriovenous fistula
i. Coronary artery fistula
j. Pulmonary arteriovenous fistulae
k. Bronchial pulmonary artery stenosis

a.6 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
1. Bayi dengan tanda-tanda kegagalan awalnya dapat diobati dengan
digoksin dan terapi diuretik, tetapi gangguan ductus diharuskan untuk
pengobatan definitif (Milliken, 2010).
2. Indometasin (Indocin): Indometasin telah terbukti bermanfaat
menghasilkan dua kali lipat tingkat penutupan spontan (Milliken, 2010).
a) McCarthy et al menunjukkan dampak keberhasilan terapi indometasin
pada patent ductus arteriosus (PDA) pada 4 bayi baru lahir dengan
berat lahir 1500-2075 g yang lahir pada usia kehamilan (GA) dari 35
minggu atau lebih.
b) Watanabe et al mengevaluasi terapi indometasin pada 13 bayi dengan
komplikasi PDA pada penyakit jantung bawaan dan dilaporkan terjadi
penutupan pada 4 dari 7 bayi dengan berat lahir 2500 g atau lebih.
Indometasin terbukti berhasil dalam kedua kasus, namun ductus dapat

20
membuka kembali dalam hari atau minggu kemudian. Indometasin
profilaksis juga ditemukan untuk mengurangi angka kejadian
perdarahan intrakranial berat. Efek samping dari indometasin
termasuk vasokonstriksi serebral.
c) Selain itu, obat ini menimbulkan efek yang merugikan ginjal karena
perfusi ginjal dan diuresis dalam kehidupan dini neonatal sangat
dipengaruhi oleh efek prostaglandin pada arteriol aferen glomerulus.
3. Ibuprofen: ibuprofen profilaksis juga banyak digunakan. Bila
dibandingkan dengan indometasin, ibuprofen dikaitkan dengan risiko
oliguria lebih rendah pada bayi prematur. Selain itu, salah satu penelitian
menunjukkan adanya peningkatan risiko hipertensi paru pada pasien.
Evaluasi Cochrane pada profilaksis ibuprofen menyimpulkan bahwa
meskipun menggunakan ibuprofen profilaksis mengurangi insiden PDA
pada hari ke 3, dampak yang tidak diharapkan harus lebih ditujukan juga
melihat perkembangan saraf (Chorne, 2007; Milliken, 2010).

b. Penatalaksanaan Operatif
Tanpa memandang umur, penderita dengan PDA memerlukan penutupan
dengan pembedahan. Direkomendasikan dilakukan penutupan PDA tidak hanya
untuk kasus yang simptomatis dengan defek yang besar, tetapi dengan tujuan
untuk mencegah timbulnya infective endarteritis, yang biasanya terjadi pada
duktus ukuran kecil dengan perkiraan insiden 0.45% per tahun (Rekomendasi klas
IIa Level of Evidence C Guideline GUCH 2008 ). Selain itu juga penutupan PDA
juga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi lain seperti hipertrofi
ventrikel dengan gagal jantung kongestif, penyakit vascular paru termasuk
sindroma Eisenmenger, pertumbuhan terhambat,, aneurisma dan kalsifikasi duktus
(rekomendasi klas I Level of Evidence C Guideline GUCH 2008).
Tehnik penutupan melalui pembedahan merupakan tindakan yang efektif
tetapi mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi terutama akibat
thorakotomi pada pasien dewasa. Perubahan degeneratif seperti kalsifikasi atau
aneurisma akan mempersulit tindakan operasi dan menyebabkan penggunaan

21
prosedur yang lebih rumit lagi seperti penggunaan total cardiopulmonary bypass
dan trans-aortic patch closure. Selain itu juga dengan makin bertambahnya usia
maka keluhan dan gejala yang timbul akan semakin bervariasi seperti gagal
jantung, kardiomegali, hipertensi pulmonal dan aritmia. Hal ini akan
mengakibatkan peningkatan efek samping akibat tindakan operasi. Suatu studi
melaporkan mortalitas sebesar 3,5 – 18% akibat tindakan koreksi pembedahan
pada kasus GUCH dengan hipertensi pulmonal. Dan dengan semakin
bertambahnya usia, resiko operasi akan diperberat dengan adanya penyakit
penyerta (Schneider, 2006; Hermes-DeSantis, 2006).

c. Amplatzer Duct Occluder (ADO)


Perkembangan teknologi dan peningkatan kualitas kateter, sheath, wires
serta retrieval equipment dan kemajuan tehnik pencitraan noninvasif sehingga
dapat mengidentifikasi variasi anatomi duktus menyebabkan kemajuan tehnik
penutupan secara transkateter. Saat ini keuntungan penutupan PDA secara
transkateter lebih besar bila dibandingkan dengan tindakan operasi seperti resiko
tindakan yang lebih ringan, rawat inap yang lebih singkat, tingkat keberhasilan
yang tinggi, tidak adanya skar serta biaya yang lebih murah. Suatu studi
melaporkan bahwa insidens residual PDA pada ADO lebih rendah bila
dibandingkan dengan tindakan operasi (Pedra, 2002; Amin, 2000).

Gambar 2.4 Amplatzer duct occluder

22
Pada bayi atau anak tanpa gagal jantung dan gagal tumbuh kembang,
tindakan penutupan PDA secara bedah dapat dilakukan secara elektif pada usia
diatas 3–4 bulan. Pengobatan anti gagal jantung dengan digitalis, diuretika dan
vasodilator harus diberikan pada bayi dengan PDA yang besar disertai tanda-tanda
gagal jantung kongestif. Selanjutnya bila kondisi membaik maka operasi ligasi
dapat ditunda sampai usia 12–16 minggu karena adanya kemungkinan PDA
menutup secara spontan. Tindakan penutupan PDA tidak dianjurkan lagi bila
sudah terjadi hipertensi pulmonal dengan penyakit obstruktif vaskuler paru.
Dalam dekade terakhir ini penutupan PDA dapat dilakukan juga secara non bedah
dengan memasang coil atau alat seperti payung/jamur bila memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan (Amin, 2000).

Gambar 2.5 Jalur Pemasangan ADO

23
Gambar 2.6 PDA yang Telah Terpasang ADO

2.7 Komplikasi
Bila pada penderita PDA kecil tidak dilakukan penutupan maka
manifestasi klinis jangka panjang dapat menyebabkan endokarditis infeksi.
Sedang pada penderita PDA beasar dapat menyebabkan Hipertensi pulmonal dan
gagal jantung kongestif (Schneider, 2006).
Komplikasi pada pasien dengan menggunakan ADO dapat terjadi, ADO
terbuat dari nitinol (nikel titanium naval ordnance laboratory). Nitinol
mengandung 55% nikel dan 45% titanium. ADO bersifat shape memory (dapat
diubah bentuknya menjadi lebih kecil sehingga masuk dalam kateter, kemudian
setelah keluar dari kateter bentuk alat kembali ke seperti semula), superelastis
sehingga dapat mengembang sendiri begitu keluar dari kateter. Diketahui, efek
yang ditimbulkan akibat pajanan oral nikel dapar berupa hemolisis, penurunan
hematokrit, penekanan jumlah leukosit/trombosit pada glukosa darah, dermatitis
kontak, dan karsinogenik (Harahsheh, 2007).

24
2.8 Prognosis
Penutupan spontan sesudah masa bayi sangat jarang terjadi, namun
sesudah penutupan sesudah tindakan pembedahan prognosis baik, gejala gagal
jantung cepat menghilang, perkembangan fisik segera membaik, pembesaran
jantung segera kembali normal, serta bising seperti mesin (machinery like)
menghilang (Chorne, 2007).
Pada pasien dewasa, prognosis lebih tergantung pada kondisi pembuluh
darah paru dan status miokardium jika kardiomiopati kongestif muncul sebelum
penutupan duktus. Pasien dengan hipertensi paru minimal atau reaktif dan
perubahan miokard terbatas mungkin memiliki harapan hidup normal (Milliken,
2010).

25

You might also like