You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Wahdat al-Wujud yang merupakan sebuah doktrin dari Ibn Arabi, secara bahasa
bermakna kesatuan wujud. Adapun makna terminologisnya adalah bahwa tidak ada
sesuatu pun dalam wujud kecuali Tuhan dan bahwa wujud selain-Nya hanyalah ada
dikarenakan manifestasi wujud-Nya. Dengan kata lain bahwa wujud selain-Nya adalah
refleksi atau berasal dari wujud Tuhan. Satu-satunya eksistensi sejati adalah milik Yang
Satu dan Yang Satu inilah yang tampak dalam semua manifestasi.

Sebagimana yang sempat disinggung di atas, dalam wahdat al-wujud terdapat


tasybih (keserupaan) dan tanzih (ketidakdapatdibandingkan). Keduanya merupakan
istilah penting dalam doktrin wahdat al-wujud Ibn Arabi. Tasybih yakni bahwa Tuhan
adalah identik, atau lebih tepatnya serupa dan satu dengan alam, walaupun keduanya
tidak setara, karena Dia, melalui nama-nama-Nya, menampakkan diri-Nya dari dalam.
Akan tetapi dilihat dari sisi tanzih, Tuhan sama sekali berbeda dengan alam karena Dia
adalah Zat Mutlak yang tidak terbatas di luar alam nisbi yang terbatas.Terkait hal ini, Ibn
Arabi memiliki suatu ungkapan yang sarat akan makna, huwa la huwa (Dia dan bukan
Dia).

B. TUJUAN PENULISAN
Karya tulis ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah akhlak
tasawuf serta ingin lebih memahami tentang wahdat al-wujud.

C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu
dengan cara penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan makalh ini serta melihat
data-data yang berada di internet.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wahdat Al-Wujud

Wahdat al-Wujud terdiri dari dua kata yaitu wahdat dan wujud, wahdah
mempunyai arti tunggal dan wujud ada, dengan demikian wahdat al-wujud berarti
kesatuan wujud. Pada kelanjutannya kata wahdah oleh ulama’ klasik dita’rifkan sebagai
satu kesatuan yang Zatnya tak dapat dibagi oleh sesuatu yang sekecil apapun. Selain dari
dua pengertian diatas kata wahdah oleh para ahli filsafat dan para sufistik diartikan
bahwa kata wahdah sebagai kesatuan antara materi dan roh, hakekat dan bentuk, lahir dan
batin, Allah dan alam. Pengertian yang ketiga inilah yang digunakan oleh para sufi yang
mempunyai paham bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan wujud.
Sebenarnya wahdat al-wujud mempunyai pemahaman yang sangat kompleks dan sangat
sulit untuk ditangkap., untunglah Syekh Akbar Ibnu Arabi selaku pencetus paham ini
mengilustrasikan wahdat al-wujud ( kesatuan jiwa ) dengan sangat jelas tentang
hubungan tuhan dan alam dalam konsep kesatuan wujud. .

‫ومعععععععععا العععععععععوجه إل واحعععععععععد غيعععععععععر أنعععععععععه انعععععععععت أععععععععععددت المرابعععععععععا تععععععععععددا‬


“wajah itu satu tapi jika engkau memperbanyak cermin maka ia pun akan menjadi
banyak, akan tetapi wajahnya tetap satu”.

Tasawuf Ibnu Arabi bukan hanya manusia saja yang menyatu dengan tuhan akan
tetapi seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Para pendukung wahdat Al
wujud menyebutkan segala macam-macam benda dan makhluk yang ada di alam ini
merupakan manifestasi dari pada Tuhan. Tuhan di sini bukan dalam arti esensi ( Zat)
akan tetapi sifat-sifat-Nya yang indah. Secara detailnya dalam hayal Ibnu Arabi Tuhan
dan alam seperti halnya hubungan wajah dan cermin. Wajah ditujukan kepada tuhan dan
cermin dimaksudkan kepada seluruh alam, dimana benda-benda ( bayangan seluruh alam
termasuk manusia) yang ada dalam cermin tersebut merupakan perwujutan dari pada
Dzat Tuhan yang disebut sifat Tuhan. Karena Tuhanlah yang mempunyai wujud yang
hakiki atau wajibul wujud hanyalah Tuhan dan selain Tuhan yang ada dialam alam ini

2
tidak mempunyai wujud, dengan kata lain yang mempuyai wujud hanyalah Tuhan, dan
wujud yang dijadikannya( isi seluruh alam) sebenarnya tidak mempunyai wujud.
Menurut Prof.Dr. Abudin Nata, bahwa filosofis Wahdatul wujud ialah pada setiap sesuatu
memiiki aspek lahir dan batin termsuk pada Tuhan, aspek lahir pada manusia ialah
fisiknya yang tampak, dan batinnya yang berupa roh yang ada pada jiwa manusia,
selnjutnya unsur lahir yang ada pada Tuhan ialah sifat-sifat-Nya yang indah dan unsur
batin pada diri Tuhan ialah Dzat yang kekal, dengan demikian wahdat al-wujud tidak
dikatakan keluar dari islam karena tidak mengganggu pada Dzat Tuhan.

B. Perbandingan Kesatuan Wujud

Telah banyak dijumpai para kalangan sufi yang fana’ atau karam di dalam
kema’rifatannya sehingga keluar dengan sendirinya ucapan-ucapan yang aneh yang
dianggap menyimpang dari ajaran syari’at. Seperti
* 1. Ma fill Jubbatti illallah (Tiada dalam jubahku melainkan ALlah).
* 2. Anal Haq (Akulah Tuhan yang Benar)
* 3. Ana Man Ahwa, Waman Ahwa Ana (Akulah Tuhan yang kucinta, dan Tuhan yang
kucinta ialah aku)

Perkataan tersebut datang dari lotahan mulut sang sufi dalam keadaan yang tidak
sadarkan diri. Diwaktu itu pulalah terajadi perkataan al-ittihad (pengucapan-pengucapan
yang menimbulkan segera faham orang ramai bahawa Tuhan dan manusia/makhluk
adalah satu jiwa). Sehingga tak sedikit dari kalangan para sufi yang tidak selamat dari
fitnah sebagai mana yang terjadi pada Al-Hallaj yang difonis mati oleh penguasa
Islam.

Secara filosofis dapat kita pahami, bahwa perkataan tersebut memang sering
terjadi terhadap kalangan para sufi, tapi bukan berarti kita mengklaim bahwa orang itu
keluar dari ajaran Islam karena wahdat al-wujud merupakan ilmu batin yang sangat sulit
dipahami oleh orang yang belum mencapai tingkatannya. Seperti dengan sendirinya ia
mengucapkan ” Akulah Tuhan yang kucinta, dan Tuhan yang kucinta ialah aku”
sebenarnya pengucapan-pengucapan yang seperti itu bukanlah pada hakekatnya ia

3
mengakui sebagai tuhan akan tetapi menceritakan apa terjadi terhadap diri tuhan. Seperti
ada seseorang membaca al-qur’an yang artinya “Sayalah Tuhan, tiada Tuhan melainkan
saya” tapi seseorang tersebut bukan berarti mengakui esensinya sebagai Tuhan.
Contoh diatas tadi terjadi pada sang sufi ketika ia dalam keadaan karam dan fana’ dalam
kelezatan kepada tuhan, sebagaimana Syekh siti jenar ketika bersemedi di dalam gua, ia
dipanggil oleh dua orang murid utusan sunan giri tuan syekh menjawab ” tidak ada siti
jenar yang ada hanya allah” dan ketika dua orang utusan itu kembali lagi untuk
menghadap Siti Jenar ia pun menjawab “ jenar tidak ada yang ada cuman tuhan”. Hal ini
menunjukkan Orang yang karam dalam Wahdatul Wujud atau fana’ maka alam
sekelilingnya laksana cermin yang mereka nampak Tuhan di dalamnya, maka
terluncurlah dari mulut mereka pengucapan-pengucapan umpama “alam ini adalah
Tuhan” atau “alam ini Tuhan dan Tuhan itu alam”. Maka dari itu bila menjumpai orang-
orang yang demikian pahamilah wahdatul wujud secara filosofis ( radikal, sistematis dan
universal ) jangan cuman menghukumi secara lahiriahnya saja. Dari keterangan di atas
sangatlah jelas bahwa Wahdatul wujud meskipun nampaknya bertentangan dengan
syari’at, tapi itu adalah sebuah ilmu batin yang kebenarannya bersifat sangat filosofis,
yang tidak patut disebar luaskan dan dipelajari secara ilmiah karena wahdatul wujud
hanya dimilki oleh orang-orang yang sudah diridhoi oleh tuhan sebagai orang-orang
pilihan. Karena jika wahdatul wujud ini disebar luaskan akan mengalami fitnah yang
akan menimbulkan peRcekcokan dan pembunuhan seperti apa yang terjadi pada Syekh
Siti jennar dan Al-Hallaj. Jika Wahdatul Wujud memang harus dipelajari paling tidak
harus menempuh tingkatan-tingkatannya yakni syari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat.
Yang pada tingkatan selanjutnya akan terbentuk insan kamil

C. Tokoh Wahdat Al-Wujud

Paham Wahdatul Wujud diajarkan oleh Muhyidin Ibnu Arabi yang lahir di kota
Murcia Spanyol pada tahun 1165M. Setelah selesai studi di Seville, ia pindah ke Tunis di
Tahun 1145, dan di sana ia masuk aliran sufi. Di tahun 1202 M, ia pergi ke Mekkah dan
meninggal di Damaskus di tahun 1240M.

4
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wahdaul wujud dalam pandangan ulama’ sufi menyatukan materi dengan roh
lahir dan batin, makhluk dan Tuhan. Didalam tiap-tiap sesuatu ada unsur lahir dan batin,
unsur lahir pada manusia terletak pada fisiknya dan batin terletak pada rohnya, unsur
lahir pada tuhan terletak pada sifat-sifat-Nya yang indah dan batin terletak pada Dzatnya,
jadi wahdatul wujud tidak keluar dari Islam karena tidak mengganggu Dzat-Nya tuhan
dan juga tidak menyekutukan tuhan.

Sering keluar dari mulut para sang sufi yang diantaranya penganut paham wahdat
al- wujud Perkataan tersebut datang dari lotahan mulut sang sufi dalam keadaan yang
tidak sadarkan diri Karena alam sekitar ini bagi mereka yang karam dalam wahdat al-
wujud didalam hatinya yang ada cuman tuhan yang lain tidak ada.

Tokoh wahdatul wujud ialah Ibnu Arabi pemikirannya disebut phanteisme.


Wahdat al-wujud ialah sesuatu pemahaman kebatinan yang sangat sulit dipelajari
dipamahami oleh kalangan awam sehingga tidak sedikit dari kalangan sufi yang tidak
selamat dari fitnah, maka dari wahdataul wujud tidak pantas disebar luaskan karena ilmu
tersebut merupakan pemikiran yang dimliki oleh orang tertentu yang sudah diridhoi oleh
allah.

B. Saran

Tulisan ini bukan mengajak anda untuk turut menganut paham wahdat al-wujud,
tapi sekedar memahami konsep wahdatul wujud yang sudah di identintifisikan dengan
beberapa refrensi tasawuf yang ada dan untuk meluruskan paham wahdatul wujud ,
karena selama ini kalangan umum terlalu mengklaim dan berburuk sangka terhadap para
sufi penganut wahdat al-wujud yang sudah dianggap menyimpang dari ajaran syari’at
yang sesungguhnya, seperti apa yang disinggung diatas bahwa ajaran wahdat al-wujud

5
merupakan ajaran kebatinan yang sangat sulit ditangkap lebih-lebih dengan ilmu syari’at,
tapi meskipun ajaran tersebut dianggap kebenaran hakikipun, tidak pantas disebar
luaskan karena ajaran tersebut hanya dipengerti oleh orang menerimanya dan sulit
dimengerti oleh orang lain yang tidak sesuai tingkatannya, bila ajaran tersebut disebar
luaskan akan mengalami fitnah yang sangatlah besar seperti apa yang terjadi pada tokoh
sufi seperti Ibnu Arabi, Al-hallaj, Abu yazid Al-Bustami dan Syekh Siti Jenar yang
diklaim kafir oleh kalangan Fuqaha’. Sebenarnya didalam islam sudah diatur dengan
jelas bagaimana menghadapkan kepada tuahan yakni dengan cara Ihsan ” beridahlah
seakan-akan kamu melihat tuhan dan jika kamu tidak mampu maka merasalah kamu di
lihat tuhan” dan tingkat derajat seorang hamba Allah oleh Allah diukur dengan
ketakwaan-Nya (Al-Hujuraat:13) dengan cara inilah kehidupan kita tidak akan mendapat
tantangan masa.

6
DAFTAR PUSTAKA

Nata Abudin. 2009. Akhlak Tasawwuf. Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Karta Mulyadhi Negara. 2006. Menyelami Lubuk Tasawwuf. Jakarta, Erlangga.

Mustofa. 1997. Akhlak Tasawwuf. Bandung, Pustaka Setia.

Anwar Rosihan. Akhlak Tasawwuf. Bandung, Pustaka Setia.

You might also like