You are on page 1of 20

APPENDICITIS ACUTE

Disusun Oleh :
dr.Adhita Dwi Aryanti ` 41061042

BAGIAN BEDAH
RS DUSTIRA / FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI-2009

1
BAB I

PENDAHULUAN

Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di

masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah

sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah

kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk

menghindari komplikasi yang umumnya berbahaya.

Apendisitis merupakan peradangan dari apendiks vermiformis, yang lebih

dikenal dengan sebutan infeksi usus buntu dan ini merupakan penyakit yang

sering dijumpai. Meskipun sebagian besar pasien dengan apendisitis akut dapat

dengan mudah didiagnosis tetapi tanda dan gejalanya cukup bervariasi, sehingga

diagnosis secara klinis dapat menjadi sulit ditegakkan, untuk itu dokter harus

mempunyai pengetahuan yang baik untuk mengenal apendisitis. Pada apendisitis

tidak mungkin dapat ditemukan satu galala klinis yang tidak dapat ditentukan oleh

satu test khusus untuk mendiagnosanya secara tepat. Pada beberapa kasus

apendisitis dapat sembuh tanpa pengobatan, tapi banyak juga yang memerlukan

laparotomi. Apendisitis akut dapat menyebabkan kamatian karena peritonitis dan

syok.

Apendisitis merupakan penyebab tersering dari nyeri abdomen yang

progresif dan menetap pada semua golongan umur, kegagalan menegakkan

diagnosa dan keterlambatan penatalaksanaannya akan menyebabkan peningakatan

morbiditas dan mortalitas.

2
Pada masyarakat dengan kebiasaan diet tinggi serat, apendisitis jarang

terjadi, dikarenakan serat akan menurunkan viskositas feses, mempersingkat

waktu transit feses dan menghambat pembentukan fekalit. Fekalit dapat

menyababkan obstruksi pada lumen apendiks. Kejadian apendisitis dapat

berkurang karena kebiasaan diet tinggi serat dan kebiasaan menggunakan toilet

jongkok bila dibandingkan dengan toilet duduk.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologis

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira

10 cm dan berpangkal di sekum. Lumennya menyempit di bagian proksimal

dan melebar di bagian distal. Namun demikian pada bayi apendiks

berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.

Apendiks terletak di ileosekum dan merupakan pertemuan ketiga tinea koli.

Untuk mencarinya cukup dicari pertemuan 2 tinea tersebut. Didekatnya

terdapat valvula Bauhini. Apendiks juga dapat terbentang retrocaecal,

retroileal, dan pelvic.

Apendiks menerima aliran darah dari cabang apendikuler dari

a.ileocoelica. Arteri ini berasal dari ileum terminalis superior memasuki

mesoapendiks dekat dasar apendiks. Cabang arteri kecil berjalan melalui a.

caecal.

Sistem limfe apendiks berjalan menuju nodus limfatik yang terbentang

sepanjang ileocoelica.

Persarafan apendiks berasal dari persarafan simpatis yang berasal

dari plexus mesenterikal superior (T10-L1), dan parasimpatis yang

aferennya berasal dari n.vagus. Meskipun fungsi apendiks sampai saat ini

tidak jelas, tetapi mukosa apendiks seperti mukosa lainnya mampu

menghasilkan sekresi cairan, musin, dan enzim proteolitik.

4
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk

apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung

terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak

mempengaruhi sistem imun karena jumlah kelenjar limfe disini sedikit

sekali jika dibandingkan jumlahnya di saluran cerna atau di seluruh tubuh.

Gambar 2.1 Anatomi Appendiks

2.2 Etiologi dan Patofisiologi Apendisitis

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Faktor-faktor yang

dapat menjadi pencetus apendisitis akut :

5
1. Obsruksi lumen apendiks : Obstruksi ini akan menyebabkan

distensi pada apendiks karena terkumpulnya cairan

intraluminal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh :

- Masuknya fekalit

- Kerusakan mukosa dan adanya tumor

- Terdapat bekuan darah

- Sumbatan oleh cacing ascaris

- Pengendapan barium di pemeriksaan x-ray sebelumnya.

2. Anatomi apendiks

a. Apendiks merupakan bagian dari sekum secara

embriologis. Karena itu ada hubungan mikroorganisme

antar keduanya.

b. Sirkulasi dari cabang ileocoelica saja (satu arah)

sehingga bila ada bagian yang buntu maka begian yang

terletak dibawahnya akan mati.

c. Apendiks merupakan tabung yang ujungnya buntu pada

satu tempat dan satu tempat lagi ada valvula atau klep

dan lumennya relatif kecil, tapi memproduksi mucus.

Kalau ada obstruksi → mucus tetap diproduksi →

tekanan akan meningkat → pecah→ nekrosis.

3. Ras dan makanan

a. Lebih banyak pada orang barat.

b. Makan daging → kemungkinannya lebih besar.

6
4. Konstipasi dan pemakaian laksatif

Flora usus normal apatogen menjadi patogen.

5. Fokal infeksi dari tempat lain yang manjalar secara hematogen.

Dalam pathogenesis appendisitis akut urutan kejadiannya adalah :

1. Obstruksi lumen menyebabkan sekresi mucus dan cairan yang

menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal

2. Ketika tekanan intrauminal meningkat, tekanan dalam mukosa

venula dan limfatik meningkat, aliran darah dan limfe terhambat

karena tekanan meningkat pada dinding apendiceal.

3. Ketika tekanan kapiler meningkat, terjadi iskemia mukosa

inflamasi dan ulserasi kemudian bakteri tumbuh pesat didalam

lumen dan bakteri menyerang mukosa dan submukosa sehingga

terjadi inflamasi transmural, edema, vascular stasis, dan nekrosis

dari muscular. Perforasi mungkin dapat terjadi.

Pada perjalanan penyakitnya, penyakit apendisitis akut dapat berubah

menjadi :

1. Phlegmon 2-3 hari perforasi, 3-5 hari peritonitis difusasepsis.

Phlegmon ialah proses penahanan dalam jaringan ikat longgar,

Pada orang dewasa, terjadi karena keterlambatan dalam

menegakkan diagnosa, sedangkan pada anak kecil disebabkan

apendiks kecil dan kurang komunikatif.

7
2. Mikroperforasi massa/infiltrate periappendiks.

Mikroperforasi adalah suatu peradangan oeh omentum dan

jaringan sekitarnya. Tubuh melokalisir perforasi oleh karena daya

tahan tubuh meningkat (dengan pemberian antibiotik).

Jika peradangan tidak sempurna, dapat terjadi penyebaran pus dari

ruangan omentum.

2.3 Manifestasi klinis

Appendisitis akut mempunyai gejala klinis yang banyak ekali dan

menyerupai penyakit lain. Pada bebrapa kasus appendiks tidak mempunyai

tanda utama, gejala, maupun tes diagnostik yang akurat

Gejala klinis

Gejala klinis appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Secara klasik

nyeri timbul pertama kali ditengah bagian bawah epigastrium atau daerah

umbilicus, menetap, kadang disertai rasa kram yang intermitten. Setelah

periode 12 jam, biasanya antara 4-6 jam lokasi nyeri terlokalisir di kuadran

kanan bawah di titik McBurney. Kadang tidakada nyeri epigastrium, tetapi

terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.

Tindakan itu dianggap berbahaya karena memermudah terjadinya

perforasi.

Variasi letak appendiks akan menyebabkan letak nyeri yang

bervariasi juga. Appendiks yang terletak retrosekal akan menyebabkan

8
nyeri peda daerah sisi dan nyeri punggung, sedangkan appendiks yang

terletak pelvic akan menyebabkan nyeri pada suprapubis, serta yang

terletak retroileal dapat menyebabkan nyeri pada daerah testis.

Bila terjadi peritonitis, dapat ditemukan nyeri tekan yang difus,

defence muskuler, bising usus yang menurun atau hilang pada distensi

abdomen.

Anoreksia hampir selalu menyertai appendicitis. Vomitus terjadi

pada kira-kira 75% pasien tetapi tidak terus menerus, sebagian besar

pasien mengalami vomitus hanya 1-2 kali.

Obstipasi sebagian besar terjadi sebelum nyeri abdomen dan

merasa bahwa defekasi dapat mengurangi rasa nyeri perutnya. Diare dapat

terjadi pada beberapa pasien.

2.4 Pemeriksaan Klinis

Tanda-tanda vital tidak mengalami perubahan yang banyak pada

appendicitis yang sederhana. Kenaikan temperature jarang melebihi 10C.

Kecepatan nadi dapat normal atau sedikit meningkat.

Palpasi

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka

kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya

rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan dan nyeri lepas secara klasik

di kuadran kanan bawah pada appendiks letak anterior yang mengalami

inflamasi. Nyeri tekan yang maksimal terletak pada atau dekat titik

9
McBurney. Nyeri tekan pada perut kanan ini merupakan kunci diagnosis.

Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan

bawah (tanda Rovsing). Pada appendisitis retrosekal atau retroileal

diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Karena

terjadi pergeseran sekum ke kraniolateral dorsal oleh uterus, keluhan

nyeri pada appendiks sewaktu hamil trimester I dan III akan bergeser ke

kanan sampai ke pinggang kanan. Anda pada kehamilan trimester I tidak

berbeda dengan orang tidak hamil, karena itu harus dibedakan apakah

nyeri berasal dari appendiks atau uterus, bila penderita miring ke kiri,

nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses

bukan berasal dari appendiks.

Peristaltik usus sering normal,peristaltik dapat hilang karena ileus

paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.

Rectal Toucher

Pada rectal toucher menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat

dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada appendisitis pelvika, pada

appendisitis pelvika, tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis

adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan rectal toucher.

Pada pemeriksaan rectal toucher, akan didapatkan :

- Nyeri tekan positif pada arah jam 9-11.

- Pada yang mengalami komplikasi, ampula teraba

distensi/cenderung kolaps.

10
Gambar 2.2 Pemeriksaan Rectal Toucher

Pada anak-anak, tidak diperlukan rectal toucher, karena

appendiksnya berbentuk konus atau pendek.

Pemeriksaan tambahan (pemeriksaan khusus)

1. Rovsing’s Sign :

Dengan cara penekanan pada kuadran kiri bawah menyebabkan

refleks nyeri pada daerah kuadran kanan bawah.

Gambar 2.3 Pemeriksaan Rovsing’s sign

11
2. Psoas sign :

Mengindikasikan adanya iritasi ke muskulus psoas. Tes ini

dilakukan dengan rangsangan otot psoas dengan hiperekstensi

sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,

kemudian paha ditahan. Tes ini dilakukan dengan cara pasien

terlentang. Secara perlahan tungkai kanan pasien diekstensikan

kearah kiri pasien sehingga menyebabkan peregangan m. psoas.

Rasa nyeri pada maneuver ini menandakan tes positif.

Gambar 2.4 Pemeriksaan Psoas sign

3. Obturator sign

Dilakukan untuk melihat apakah appendiks yang meradang kontak

dengan m. Obturator internus yang merupakan dinding panggul

kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi

terlentang akan menimbulkan nyeri pada appendisitis pelvika.

Positif dari nyeri hipogastrik pada peregangan m. Obturator

12
internus yang menandakan iritasi pada daerah tersebut. Tes

dilakukan dengan cara pasien berbaring terlentang, tungkai kanan

difleksikan dan dilakukan rotasi interna secara pasif.

Gambar 2.5 Pemeriksaan Obturator sign

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pada appendicitis akut tanpa komplikasi, pemeriksaan

laboratorium menemukan leukositosis (10.000-18.000/mm3) dengan

peningkatan PMN. Jika leukosit > 18.000, dengan adanya shift to the left,

harus dipikirkan telah terjadi perforasi atau penyakit infeksi lain.

Foto polos abdomen

Dapat membantu dalam mendiagnosis appendicitis akut, tetapi

gambaran radiologis yang didapatkan kadang tidak spesifik dan harus

diinterpretasikan dengan baik.

13
Beberapa petunjuk dalam menilai foto polos abdomen , menurut Brooks

dan Killen (1965) :

1. Adanya fluid level yang terlokalisir dalam sekum dan ileum

terminal, menandakan suatu inflamasi lokal pada abdomen kanan

bawah.

2. Ileus yang terlokalisir dengan gas didalam sekum, kolon ascenden

dan ileum terminal.

3. Garis panggul kanan yang tidak jelas (kabur), dimana garis

radioluscen timbul akibat adanya lemak diantara peritoneum dan m.

tranversus abdominis.

4. Bertambahnya densitas jaringan lunak pada kuadran kanan bawah.

5. Adanya fekalit pada fossa iliaka kanan.

6. Bayangan psoas yang tidak jelas (kabur) pada sisi kanan.

7. Terisinya appendiks oleh gas

8. Adanya bayangan udara bebas intraperitoneum.

9. Adanya deformitas bayangan gas sekum karena berdekatan dengan

massa yang meradang (hal ini sulit untuk diinterpretasikan, karena

mungkin terganggu oleh gas sekal dari cairan intraluminal atau feses.

Ultrasonografi

Dapat membantu dalam menegakkan diagnosis appendiks akut.

Peradangan appendiks ditujukkan dengan pembesaran diameter terluar

lebih dari 6 mm, tidak tertekan, berkurangnya peristaltik ataupun

14
akumulasi cairan disekitar periappendikal. Appendiks yang meradang

dapat ditunjukkan secara tepat pada 86% kasus, sehingga dapat

menurunkan appendektomi yang tidak perlu sekitar 7% dan penundaan

operasi yang lebih dari 6 jam, sebanyak 2%. USG menunjukkan

sensitifitas 75%, spesifisitasnya 100%. Laparoskopi dapat digunakan

sebagai alat diagnostik, sekaligus terapi. Alat ini dapat membedakan

kelainan ginekologis dan ileitis dengan appendisitis. Bila diagnosis

appendisitis akut dapat ditegakkan, maka dapat langsung dilakukan

appendektomi per laparoskopi.

CT scan

Dapat digunakan untuk diagnosis appendisitis. Pada CT scan

appendiks yang mengalami inflamasi tampak berdilatasi (lebih besar dari 5

cm) dan dindingnya lebih tipis. Fekalit dapat mudah dilihat, tetapi

kehadirannya tidak patognomonis pada diagnosis appendisitis.

2.6 Diagnosis

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis

klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus.

Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding lelaki. Hal ini

dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering

timbul gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari

15
genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit

ginekologik lain.

Untuk menegakkan diagnosis appendisitis akut didahului dengan anamnesis

yang lengkap, diikuti dengan pemeriksaan fisik dan diperkuat dengan

pemeriksaan penunjang.

2.7 Diagnosis Banding

Terdapat banyak penyakit akut abdomen yang mempunyai tanda dan

gejala yang mirip dengan apendisitis akut :

a. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit.

Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis

sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol

dibandingkan apendisitis akut.

b. Demam Dengue

Demam Dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis.

Di sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumple Leede,

trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat.

c. Limfadenitis Mesenterika

Limfadenitis mesenterika yang biasanya didahului oleh enteritis atau

gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai

dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan.

16
d. Kelainan ovulasi

Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri

peurt kana bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada

anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada

tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi

mungkin dapat mengganggu selama dua hari.

e. Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan apendisitis akut.

Suhu biasanya lebih tingi daripada apendesitis dan nyeri perut bagian

bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya

disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul

nyeri hebat dipanggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat

dilakukan colok dubur bila perlu untuk diagnosis banding

f. Kehamilan diluar kandungan

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak

menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan diluar rahim

dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus didaerah

pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan

vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada

kuldosentesis di dapatkan darah.

g. Kista ovarium terpuntir

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba

massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal,

17
atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi

dapat menetukan diagnosis.

h. Endometriasis eksterna

Endometrium diluar rahim akan memberikan keluhan nyeri ditempat

endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul ditempat itu

karena tidak ada jalan keluar.

i. Urolitiasis pielium/ureter kanan

Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari

pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran

yang khas. Eritrosituria serung ditemukan. Foto perut polos atau

urografi intravena dapat meyakinkan penyakit tersebut. Pielonefritis

sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral

disebelah kanan, dan piuria.

j. Penyakit saluran cerna lainnnya

Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan diperut,

seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau kolon,

obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis,

karsinoid, dan mukokel apendiks.

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adlah perforasi. Baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

18
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,

sekum, dan lekuk usus halus.

Komplikasi apendisitis akut diantaranya :

- Apendisitis abses

- Apendisitis perforata

- Apendisitis kronis

2.9 Penatalaksanaan

Terapi pilihan satu-satunya : Pembedahan ( Apendektomi)

Pada appendisitis dengan abses atau phlegmon , dianjurkan untuk

drainase abses dan appendektomi dilakukan 6-10 minggu kemudian.

Pada appendisitis dengan perforasi perlu dilakukan laparotomi. Sebelum

pembedahan perlu dilakukan perbaikan keadaan umum dengan infus,

pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman

anaerob , dan pemasangan pipa nasogastrik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidjat. R, De Jong. W, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC;


Jakarta. 2004

Seymor I. Schwartz, Appendix, in Principles of Surgery, 8th ed, Mc Graw


Hill inc; USA. 2005.

Sugandi . W, Referat Appendisitis, Sub Bagian Bedah Digestif, Fk


UNPAD-RSHS; Bandung. 2005.

Tek, J.K, Referat Appendisitis, Sub Bagian Bedah Digestif, Fk UNPAD-


RSHS,;Bandung . 2003.

20

You might also like