You are on page 1of 14

PERANAN DIAGNOSTIK DAN PERBAIKAN DALAM PROSE BELAJAR

MENGAJAR

Dalam kehidupan persekolahan, seorang guru selalu berhadapan dengan


sejumlah murid yang mempunyai ciri khas masing-masing. Secara ekstrim dikatakan
bahwa sebenarnya setiap anak berbeda satu dengan yang lainnya sebagaimana
berbedanya sidik jari.

Untuk memberikan  kesempatan berkembang yang wajar bagi anak di luar


rata-rata ini, seorang guru perlu memiliki kemampuan dan keterampilan untuk
melaksanakan diagnosis dan perbaikan belajar. Dia memerlukan pengetahuan dan
keterampilan untuk ‘melihat’ adanya kemampuan yang menyimpang dari
kemampuan rata-rata, melaksanakan suatu ‘pengujian atau pemeriksaan’ tentang
penglihatannya itu , dan akhirnya memprakarsai tindakan perbaikan dalam mengajar
dan belajar, hingga anak yang kemampuannya menyimpang tersebut dapat
berkembang sesuai dengan kecepatannya.

Diantara peranan yang penting tersebut beberapa di antaranya diuraikan


berikut ini:

1. Diagnosis dan perbaikan belajar mempunyai peranan sangat penting dalam 


membantu murid untuk berkembang sesuai dengan kemampuannya.
Keberadaan program diagnosis dan perbaikan belajar sangat besar artinya
bagi siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda dari kemampuan
umum teman-temannya sekelas. Tanpa adanya program diagnosis dan
perbaikan belajar, anak yang kurang mampu akan selamanya tertinggal dari
teman-temannya, dan anak  yang pintar mungkin akan menyalurkan
kemampuannya yang berlebih ke hal-hal yang negatif.
2. Diagnosis dan perbaikan belajar membuat guru lebih mengenal murid-
muridnya. Program ini akan menyadarkan guru akan ‘keanekaragaman’
muridnya. Kesadaran ini akan mendorong guru untuk lebih memvariasikan
kegiatan belajar-mengajarnya yang dikelolanya sehingga setiap murid dalam
kelas dapat memetik manfaatnya.
3. Akibat dari butir 1 dan 2 program diagnosis dan perbaikan belajar akan
sangat berperan dalam meningkatkan kepuasan guru mengajar dan kepuasan
murid belajar. Murid yang belajar dalam kondisi yang memungkinkan dia
maju sesuai dengan kecepatannya akan merasa memiliki suatu kemampuan
karena dia dapat menguasai apa yang dipelajarinya.
A.Prinsip-prinsip Diagnosis dan Perbaikan Belajar

Dalam melaksanakan diagnosis dan perbaikan belajar beberapa hal perlu


diperhatikan dengan cermat dan dijadikan pedoman dalam pelaksanaan.

1)  Belajar adalah suatu perbuatan yang sangat kompleks. Keberhasilannya


dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kadang-kadang susah untuk dipisah-
pisahkan

2)  Sehubungan dengan butir 1, kesulitan belajar juga disebabkan oleh berbagai


faktor yang kadang-kadang berinteraksi satu dengan  yang lainnya.

3)  Gejala kesulitan belajar dapat muncul dalam berbagai bentuk

4) Diagnosis dan perbaikan belajar hendaknya dilakukan sedini mungkin

5) Ketercapaiannya dan rasa simpati merupakan dasar pelaksanaan diagnosis dan


perbaikan belajar

6) Diagnosis yang tepat akan menghasilkan perbaikan belajar yang mungkin tepat
pula

7) Perbaikan belajar bersifat unik. Artinya, perbaikan belajar yang efektif untuk
seorang murid belum tentu efektif untuk murid lainnya.

B. Prosedur  Perbaikan Belajar Mengajar

a. Analisis hasil diagnosis

Kegiatan perbaikan belajar-mengajar dimulai dengan menganalisis hasil


diagnosis. Hasil diagnosis diharapkan memberi/menyediakan informasi tentang ‘jenis
kesulitan khusus’ yang dialami oleh murid serta penyebab munculnya kesulitan
belajar tersebut. Misalnya dalam kasus Tuti, kesulitan khususnya dalam hal
mengingat fakta-fakta, sedangkan perkiraan penyebab kesulitan itu adalah kurangnya
motivasi untuk belajar IPS, daya ingatan Tuti yang lemah, dan kurangnya waktu
untuk menghafal.

b. Menentukan bidang yang perlu  mendapat perbaikan

Berdasarkan analisis hasil diagnosis, guru menentukan bidang-bidang yang


perlu mendapat perbaikan. Dalam hal ini, guru perlu mengelompokkan bidang-
bidang tersebut ke dalam bidang-bidang yang:

1. Mungkin ditanganinya sendiri


2. Mungkin ditangani dengan bantuan orang lain dan
3. Tidak  mungkin ditangani oleh guru.
Masalah/bidang-bidang yang mungkin ditangani sendiri oleh guru sendiri
adalah bidang yang langsung berkaitan dengan proses belajar-mengajar.

c. Menyusun program perbaikan

Setelah menetapkan bidang yang mungkin ditangani oleh guru sendiri, guru
mulai menyusun program perbaikan belajar mengajar. Dalam hal ini guru
mengembangkan setiap komponen program yang mencakup.

1. Tujuan perbaikan
2. Materi perbaikan
3. Metode penyampaian
4. Waktu yang diperlukan
5. Penilaian kemajuan murid.

Program dapat dikembangkan untuk sekelompok murid yang mempunyai


kesulitan belajar dalam bidang yang sama, misalnya  kelompok murid yang
mendapat kesulitan dalam memahami konsep penjumlahan atau menghafal fakta-
fakta. Namun, lebih sering program ini perlu disusun untuk seorang murid yang
mendapat kesulitan khusus.

d. Melaksanakan program perbaikan

Setelah program direncanakan, tiba saatnya kini untuk melaksanakannya.


Yang menjadi tanda tanya besar adalah ‘kapan’ program ini harus dilaksanakan dan
bagaimana dengan waktu pelaksanaannya.

Perbaikan belajar mengajar pada umumnya merupakan program tambahan


bagi mereka yang  memerlukannya agar  mereka dapat berkembang sesuai dengan
kemampuannya. Oleh karena itu, guru diharapkan rela menyediakan waktu tambahan
bagi para murid yang memerlukannya. Lebih-lebih jika yang memerlukan bantuan ini
hanya beberapa orang murid, tentu mustahil melaksanakannya pada jam pelajaran
sekolah tanpa mengorbankan waktu belajar murid lain.

C.Bentuk-bentuk perbuatan belajar

Dalam bentuk-bentuk di bawah ini, digunakan istilah-istilah psikologis


seperti halnya dengan aspek-aspek kepribadian, misalnya, istilah kognitif,
sensorimotorik, dan sebagainya. Aspek-aspek tersebut sering dikenal dengan nama
‘fungsi-fungsi psikis’ yaitu ciri-ciri khas manusia untuk menghadapi lingkungan
hidup yang meliputi orang, dan benda, kejadian/peristiwa.
Semua bidang belajar ini tercakup dalam “lima jenis belajar’ yang secara
berturut-turut dijelaskan di bawah ini.

a. Informasi verbal (verbal information)

Yang dimaksudkan dengan informasi verbal ialah pengetahuan yang dimiliki


seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan dan tertulis.
Pengetahuan itu diperoleh dari sumber yang menggunakan bahasa juga, lisan atau
tertulis.  Jadi yang memiliki pengetahuan tertentu, kemampuan untuk menuangkan
pengetahuan itu dalam bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat
dikomunikasikan pula kepada orang lain di berbagai bidang studi, sehingga menjadi
orang yang ‘berpengetahuan’. Dalam banyak hal, pengetahuan berkaitan satu sama
lain, sehingga seseorang dapat memperoleh seperangkat pengetahuan (body of
knowledge) di berbagai bidang, baik bidang yang lebih bersifat praktis, maupun yang
lebih bersifat teoritis (bidang studi).

b. Kemahiran intelektual (intellectual skill)

Yang dimaksud dengan kemahiran intelektual ialah kemampuan untuk


berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu
representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata,
gambar).

Kemahiran intelektual dikategorikan menjadi empat yang diurutkan secara


hirerkis, artinya sub kemampuan yang ada dibawah menjadi  prasyarat bagi sub
kemampuan yang diatasnya dan tercakup di dalamnya. Empat sub kemampuan
tersebut adalah :

 Diskriminasi jamak (multiple discrimination) adalah kemampuan


mengadakan diskriminasi, orang mampu membedakan objek yang satu dari
yang lainnya.
 Konsep (concept)

Konsep atau pengertian adalah satuan dari yang mewakili sejumlah objek
yang mempunyai ciri-ciri sama.

 Kaidah (rule)

Bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu
ketentuan yang mempresentasikan suatu keturunan.
 Prinsip

Dalam prinsip telah terjadi kombinasi dari beberapa kaidah, sehingga


terbentuk kaidah yang bertaraf  lebih tinggi dan lebih kompleks.

c. Pengaturan kegiatan kognitif (cognitive strategy)

Gagne menyebut ‘cognitive strategy’ sebagai cara menangani aktivitas belajar


dan berpikir sendiri. Kemampuan mengatur kegiatan kognitif pada diri sendiri,
mempunyai aplikasi yang luas sekali. Makin mampu seorang dalam hal ini, makin
baik pula hasil pemikirannya.

d. Keterampilan motorik (motor skills)

Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan suatu


rangkaian gerak jasmani dalam  urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi
antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu.

Dalam kehidupan manusia, keterampilan motorik memegang peranan yang


sangat pokok. Sebagai contoh; seorang pengemudi sudah menguasai keterampilan
mengendarai kendaraannya sedemikian rupa, sehingga konsentrasinya tidak
seluruhnya termakan oleh penanganan peralatan kendaraan dan perhatiannya dapat
dipusatkan pada arus lalu lintas di jalan.

e. Sikap (attitude)

Sikap merupakan kemampuan internal yang berperan sekali dalam


mengambil tindakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak.
Orang yang  memiliki sikap yang mantap mampu untuk memilih secara tegas
diantara beberapa kemungkinan.

D. Faktor bahan atau hal yang harus dipelajari

Bahan atau hal yang harus dipelajari ikut menentukan bagaimana proses
belajar itu terjadi dan bagaimana hasil  yang dapat diharapkan.

Misalnya saja, belajar mengenai keterampilan dan  belajar mengenai


pemecahan soal tidaklah sama. Kompleksitas hal yang harus dipelajari juga besar
pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar. Bertitik tolak dari hal yang harus
dipelajari itu, misalnya kita mengenal

1) Belajar bahasa (verbal learning)

2) Belajar rangkaian huruf tanpa arti (non sensase syllabus learning)

3) Belajar serangkaian bahan (serial learning)


a.Faktor-faktor lingkungan

Faktor-faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok

1. Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembaban udara berpengaruh


terhadap proses dan hasil belajar.
2. Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia dan representasinya maupun
yang terwujud  hal-hal lain, langsung berpengaruh terhadap proses dan hasil
belajar. Dalam banyak hal, terdapat pengaruh kurang menguntungkan dari
lingkungan  terhadap proses belajar, seperti suara mesin pabrik, dan hiruk
pikuk lalu lintas

b. Faktor instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang pengadaan dan penggunaannya


dirancangkan sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini 
diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar
yang telah dirancangkan  pula. Faktor-faktor ini dapat berwujud gedung,
perlengkapan belajar, alat-alat praktikum, dan sebagainya.

Evaluasi mengenai keberhasilan usaha belajar harus memperhitungkan faktor-


faktor instrumental itu.

c.Kondisi individu pelajar

Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar, barangkali
kondisi individu pelajar yang memegang  peranan paling menentukan. Jika diuraikan,
kondisi individu ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:

1. Kondisi fisiologis

Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan


belajar seseorang. Di samping kondisi fisiologis umum itu, hal yang tidak kalah
pentingnya adalah kondisi  pancaindera, terutama penglihatan dan penginderaan.

2. Kondisi psikologis

Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja berpengaruh terhadap proses
belajar yang juga bersifat psikologis itu. Beberapa faktor yang utama akan
dikemukakan  yaitu :

o Minat
o Kecerdasan
o Bakat
o Motivasi
o Kemampuan-kemampuan kognitif

d.Proses belajar informasi verbal

Diawali dari anak kecil yang dimulai mengetahui nama untuk konsep-konsep
konkret yang sederhana. Kesulitan akan timbul jika siswa  di sekolah mempelajari
pasangan kata-kata, seperti menghafal pedoman kata Indonesia, Inggris, misal “kursi
– chair’.

Kesulitan ini dapat diatasi dengan :

1) Mempelajari daftar kata-kata secara berulang-ulang (mengulang dengan


tujuan meningkatkan penyimpanan, lebih baik kerap mengulang dalam waktu
yang tidak terlalu lama)

2)  Menciptakan suatu siasat untuk mengarahkan pedoman kata-kata dalam


ingatan. Menciptakan suatu bayangan yang berfungsi sebagai penghubung
antara kedua kata yang harus dihafal.

Beberapa fase dalam jalur  belajar informasi verbal ataupun tekanan yang harus
diberikan pada fase tertentu, adalah sebagai berikut:

1) Fase motivasi; cukup berperan jika siswa mempelajari banyak pedoman kata-
kata atau banyak fakta.

2) Fase mengolah; perlu mendapat tekanan pada belajar fakta, karena dalam fase
ini siswa mengadakan organisasi  yang pada dasarnya berwujud mencari 
makna atau arti, yang kemudian dituangkan dalam suatu perumusan verbal.

3)  Fase menggali; berperan sekali jika fakta yang telah dihafal, dimasukkan
kembali di dalam LTM (long term memory), untuk dipelajari kembali
(review) atau dihubungkan dengan fakta baru.

4)  Fase prestasi; mengambil wujud menuangkan informasi yang dimiliki


dalam perumusan verbal yang tepat, sehingga orang lain dapat menangkapnya
dengan jelas.

Kondisi ekstern yang berlaku dalam belajar informasi verbal mencakup:

1) Cara informasi itu disajikan

2) Pengaturan waktu yang dilakukan untuk menyebarkan periode-periode waktu


mengulang kembali pedoman kata yang sedang dipelajari.
e. Proses belajar kemahiran intelektual

Menurut Gagne hasil belajar dan belajar kemahiran intelektual ini


menunjukkan suatu urutan hierarkis. Urutan tersebut adalah jalur belajar persepsi.
Konsep, kaidah dan prinsip yang secara berturut-turut yaitu:

a. Belajar perseptual

Belajar perseptual memegang peranan besar di Taman Kanak-kanak dan di


kelas rendah sekolah dasar. Diawali dengan belajar untuk menemukan perbedaan-
perbedaan antara benda-benda menurut ciri-ciri fisik.

Beberapa fase dalam belajar perseptual atau tekanan yang harus diberikan
pada fase tertentu yaitu:

1) Fase konsentrasi. Sangat berperan, terutama dalam mengamati  melalui


penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan. Kalau
objeknya banyak, pengamatan harus diulang-ulang.

2) Fase pengolahan, perlu mendapat tekanan, karena dalam fase ini ditentukan
apakah sesuatu berbeda atau sama dengan yang lain dan perbedaan/kesamaan
itu menyangkut ciri fisik apa.

3) Fase prestasi; mengambil wujud suatu perbuatan, seperti menunjuk dengan


jari atau memakai beberapa kata untuk menyatakan sama atau lain

4) Fase umpan balik, cukup berperan sebagai konfirmasi terhadap diskriminasi


yang telah dibuat.

Kondisi intern

Siswa harus memiliki peralatan indera yang normal, yang mampu mengamati
perbedaan-perbedaan dalam ciri-ciri dan fisik, ciri-ciri fisik itu harus “dicatat”
dengan seksama selama fase konsentrasi dan diolah dengan teliti supaya berlangsung 
persepsi-persepsi yang tepat.

b. Belajar konsep

Belajar konsep menuntut kemampuan untuk menemukan ciri-ciri yang sama


pada sejumlah objek. Maka belajar konsep ini dibagi dua yaitu belajar konsep
konkret dan belajar konsep yang didefinisikan
1. Belajar konsep konkret

Siswa perlu mengadakan diskriminasi yang cermat untuk dapat menemukan


ciri-ciri fisik yang sama dan ciri-ciri yang berbeda. Oleh karena itu, siswa
berinteraksi dengan lingkungan hidup yang berwujud dan memperoleh konsep-
konsep yang langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan fisik itu.

Beberapa fase dalam belajar konsep konkret atau tekanan yang harus
diberikan pada fase tertentu adalah:

 Fase konsentrasi, ciri-ciri fisik yang perlu berbeda-beda harus diamati secara
cermat dan ini membutuhkan konsentrasi
 Fase mengolah, ciri-ciri yang sama diambil bersama-sama.
 Fase prestasi; siswa membuktikan bahwa dia sudah memiliki konsep yang
dipelajari dengan menunjukkan atau memisah-misahkan, kerap disertai
dengan menyebutkan nama untuk konsep itu.
 Fase umpan balik, cukup berperan sebagai konfirmasi terhadap penggolongan
yang telah dibuat.

2. Belajar konsep yang didefinisikan

Siswa menghadapi suatu tantangan khusus, karena ciri-ciri atau sifat-sifat


yang sama, tidak dapat ditemukan (hanya) melalui pengamatan. Maka, belajar
konsep semacam ini berlangsung  melalui membaca penjelasan dalam bentuk bahasa
tertulis atau mendengarkan penjelasan dalam bentuk bahasa lisan.

f. Proses belajar keterampilan motorik

Belajar keterampilan motorik menurut kemampuan untuk meningkatkan


sejumlah gerak-gerik jasmani, sampai menjadi suatu keseluruhan yang dilakukan
dengan gencar  dan lurus, tanpa perlu memikirkan lagi secara rinci apa yang
dilakukan.

Keterampilan motorik mengutamakan gerakan-gerakan otot-otot, urat-urat


dan persendian dalam tubuh, namun diperluka pengamatan melalui alat-alat indera
dan pengolahan secara kognitif yang melibatkan pengetahuan dan pemahaman.

Biasanya suatu keterampilan motorik terdiri atas sejumlah sub komponen


yang merupakan sub keterampilan bagian.
Beberapa fase dalam belajar keterampilan motorik atau tekanan yang harus
diberikan pada fase tertentu adalah sebagai berikut :

1)  Fase motivasi; sangat berperan, lebih-lebih bila keterampilan yang dipelajari


membutuhkan usaha berkelanjutan dan banyak waktu untuk latihan.

2) Fase konsentrasi, berperan dalam belajar keterampilan yang menuntut


pengamanan terhadap lingkungan untuk menentukan posisi badan dan
memperkirakan jarak, seperti dalam belajar bermain olah raga sepak bola

3) Fase pengolahan, mempelajari prosedur yang harus diikuti dan melatih diri,
baik sub keterampilan mampu keseluruhan rangkaian gerak-gerik, disertai
pengaturan yang baik.

4)  Fase menggali; menggali program mental yang tersimpan dalam LTM (dari
ingatan)

5) Fase umpan balik; pengesahan merupakan wujud umpan balik, intrisik atau
ekstrinsik sebagaimana diterangkan diatas.

 Kondisi intern

Motivasi sebagai penunjang. Bila kompleksitas keterampilan yang dipelajari 


menuntut supaya sub-subketerampilan dilatih lebih dahulu, sub-subkomponen itu
menjadi prasyarat yang harus dipenuhi lebih dahulu.

 Kondisi ekstern

Menyangkut komunikasi kepada siswa mengenai prosedur  yang harus


dipegang sebagai pola disertai demonstrasi dalam bentuk gambar, diagram, film atau
contoh nyata. Selain itu, siswa akan sangat tertolong bila waktu-waktu untuk latihan
diatur dengan baik.

g. Proses belajar sikap

Belajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau


menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang
berguna/berharga (sikap positif) atau tidak berharga/berguna.

Sikap merupakan suatu kemampuan internal yang berperan sekali dalam


mengambil tindakan (action), lebih-lebih terbuka berbagai  kemungkinan untuk
bertindak atau tersedia beberapa alternatif.

Dalam  rangka belajar sikap, pemberian prestasi dalam bentuk-bentuk


konkret, yang dilakukan berkali-kali menjadi ukuran yang meyakinkan bahwa sikap
yang dituju sudah diperoleh.
 Belajar sikap dapat berlangsung dengan dua cara:

1)  Conditioning menurut pola yang dikembangkan oleh Paplov yang dapat


digambarkan sebagai berikut :

Untuk membangkitkan rasa takut seorang anak pada kelinci, Paplov mulia
dengan menimbulkan suara keras yang menimbulkan reaksi spontan; terkejut dan
takut. Sesaat sebelumnya, kelinci  itu ditaruh dekat pada anak. Kejadian ini diulang
sampai beberapa kali.

2)  Conditioning menurut pola yang dibentangkan oleh Skinner (operant


conditioning)

Pola ini mendapat aplikasi yang luas dalam mengelola pengajaran di sekolah
dan dalam mendidik siswa, serta dipakai dalam belajar sikap. Bila siswa telah
memberikan suatu prestasi yang tepat, dia mungkin diperbolehkan untuk berbuat
sesuatu yang lain, yang memang disukainya.

h. Manifestasi hasil perbuatan belajar

Setiap jenis belajar mencakup jenis perilaku tertentu, misalnya belajar


informasi verbal secara psikologis berbeda dengan belajar kemahiran intelektual,
juga berbeda dengan belajar bidang kognitif yang lain.

Setiap kategori hasil belajar bersama dengan jalur belajar yang sesuai,
membentuk suatu jenis belajar, yang masing-masing mencakup suatu jenis perilaku
tertentu.

i.Hasil belajar informasi verbal

Dalam belajar informasi verbal seringkali individu memanfaatkan hasil dari


”belajar  kemahiran intelektual” dan belajar pengaturan kegiatan kognitif. Belajar
informasi verbal ini akan menghasilkan pengetahuan yang mengandalkan
kemampuan untuk menuangkan pengetahuan itu dalam bentuk bahasa, sehingga
dapat dikomunikasikan dengan orang lain.

j. Hasil belajar kemahiran intelektual

Menurut Gagne hasil belajar kemahiran intelektual adalah:

1)  Persepsi ialah kemampuan untuk mengadakan diskriminasi antara objek-objek


berdasarkan ciri-ciri fisik yang berbeda-beda antara objek itu

2)  Konsep ialah kemampuan untuk mengadakan diskriminasi antara golongan


objek dan sekaligus mengadakan generalisasi dengan mengelompokkan objek
yang mempunyai satu atau lebih ciri yang sama.
3)  Kaidah adalah kemampuan untuk menghubungkan beberapa konsep, sehingga
terbentuk suatu pemahaman baru yang  mewakili kenyataan yang biasanya
terjadi.

4)  Prinsip adalah kemampuan untuk menggabungkan beberapa kaidah, sehingga


pemahaman yang lebih tinggi, yang membantu memecahkan suatu problem
atau masalah.

 Pengertian model belajar

Suatu model  belajar ialah suatu rencana atau suatu pola pendekatan yang
digunakan untuk mendisain pengajaran. Model mengajar mengandung strategi
mengajar, yaitu pola urutan kegiatan instruksional yang digunakan untuk mencapai
tujuan belajar yang diinginkan. Sedangkan di dalam strategi mengajar terdapat
strategi instruksional dan keterampilan teknis mengajar yang amat spesifik, seperti
keterampilan mengajukan pertanyaan, mengkomunikasikan pengarahan, menstruktur
dan mereaksi terhadap jawaban murid .

Pengertian model itu sendiri seringkali memang menimbulkan kekaburan,


pengertiannya bisa  bermacam-macam bagi setiap orang. Model ialah
penyederhanaan atau simplifikasi dari sejumlah aspek dunia nyata.

Dari hasil observasi dan penelitian yang telah dilakukan terhadap pendekatan
mengajar belajar yang beraneka ragam dan telah banyak dipraktekkan di sekolah-
sekolah secara luas, serta penelitian terhadap berbagai teori belajar mengajar yang
muncul dalam periode tiga puluh tahunan terakhir ini, disimpulkan paling tidak
terdapat empat rumpun besar model-model mengajar yaitu:

1) Model pemprosesan informasi

2) Model personal

3) Model sosial dan

4) Model perilaku

Pengaruh atau dampak pelaksana suatu model terhadap perubahan perilaku


anak didik dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu ; dampak langsung atau
disebut juga sebagai efek instruksional, dan dampak tak langsung yang secara
implisit ikut memberikan perubahan, biasanya disebut sebagai dampak penyerta, atau
disebut juga sebagai efek nurturan.

Dampak pertama akibat dari arahan yang diberikan secara sengaja pada anak
didik, atau dampak instruksional, sedangkan dampak kedua datang sebagai
pengalaman yang lahir dari lingkungan belajar yang secara tidak sengaja muncul
mengiringi dampak instruksional itu.
 Metode perbaikan belajar mengajar

Sejauh ini  yang sudah kita bicarakan adalah perbaikan belajar-mengajar bagi
murid yang mengalami kesulitan belajar, yang umumnya memperlihatkan hasil
belajar di bawah rata-rata kelas.

Dalam kaitan ini, pada umumnya kita mengenal 2 jenis program perbaikan
belajar mengajar. Yang pertama adalah program yang disediakan bagi anak yang
berbakat dan yang kedua adalah program penyembuhan atau pengajaran remedial
yang disediakan bagi murid yang mengalami kesulitan belajar.

Metode perbaikan belajar mengajar yang diterapkan dalam program


penyembuhan ada bermacam-macam sesuai  dengan hakikat kesulitan yang perlu
disembuhkan. Pada umumnya metode-metode tersebut tidak jauh berbeda dari
metode yang berlaku dalam kegiatan belajar mengajar biasa, Cuma tekanan dan
pelaksanaannya yang berbeda sesuai dengan masalah/kesulitan yang ingin
disembuhkan.

Metode yang digunakan dalam perbaikan belajar-mengajar mempunyai ciri-


ciri khusus, di antaranya Memanfaatkan latihan khusus seperti  latihan membaca
kata-kata tertentu, mengerjakan soal-soal yang sudah dirancang secara khusus, dan
latihan menggunakan kata-kata tertentu. Metode seperti ini biasanya diterapkan bagi
murid yang daya tangkapnya lemah.
DAFTAR PUSTAKA

Gagne, RM. Briggs, Leskie J. Principle of Instructional Design, Holt, Richart and
Winston, New York. 1979.

Partowisastro, Drs. H. Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar. Jilid. 2. Jakarta:


Erlangga. 1979.

Partowisastro, Drs. H. dan Hadisuparto, Drs. A.  Diagnosa dan Pemecahan


Kesulitan Belajar. Jilid. 1. Jakarta: Erlangga. 1984.

Rachman Natawijaya. Diagnostik Kesulitan-kesulitan dalam Pendidikan Anak.


Jakarta: BPK Gunung Agung, 1982.

M.D Dahlan S, Hamid Hasan dan  A. Moein Moesa, Model-model Mengajar, IKIP
Bandung Pusdiklat PERUMTEL. 1989.

Nasution, S. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta:


Bina Aksara. 1984.

You might also like