You are on page 1of 29

KONSEP CARING

by meidiana under Uncategorized

“CARING”

PENDAHULUAN

Sebagai perawat/ners materi yang sangat penting dan menentukan adalah memahami konsep
caring dan mampu menanamkan dalam hati, disirami dan dipupuk untuk mampu
memperlihatkan kemampuan soft skill sebagai perawat, yaitu empati, bertanggung jawab dan
tanggung gugat, dan mampu belajar seumur hidup. Dan itu semua akan berhasil dicapai oleh
perawat kalau mereka mampu memahami apa itu caring.Saat ini, caring adalah isu besar dalam
profesionalisme keperawatan. Mata ajaran ini mendeskripsikan tentang keperawatan dasar
dimana perawat akan mendalami konsep sebagai dasar ilmu keperawatan. Diharapkan perawat
mampu memahami tentang pentingnya perilaku caring sebagai dasar yang harus dikuasai oleh
perawat / ners.

TEORI CARING DALAM KEPERAWATAN

Perawat merupakan salah satu profesi yang mulia. Betapa tidak, merawat pasien yang sedang
sakit adalah pekerjaan yang tidak mudah. Tak semua orang bisa memiliki kesabaran dalam
melayani orang yang tengah menderita penyakit. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama
memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu
perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan
intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih
sayang/cinta (Johnson, 1989) .

Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara seseorang berpikir,
berperasaan dan bersikap ketika berhubungan dengan orang lain. Caring dalam keperawatan
dipelajari dari berbagai macam filosofi dan perspektif etik .

Human care merupakan hal yang mendasar dalam teori caring. Menurut Pasquali dan Arnold
(1989) serta Watson (1979), human care terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan
menjaga atau mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam
sakit, penderitaan, dan keberadaannya serta membantu orang lain untuk meningkatkan
pengetahuan dan pengendalian diri .

Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human Care, mempertegas bahwa caring
sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk
meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi
kesanggupan pasien untuk sembuh .

Lebih lanjut Mayehoff memandang caring sebagai suatu proses yang berorientasi pada tujuan
membantu orang lain bertumbuh dan mengaktualisasikan diri. Mayehoff juga memperkenalkan
sifat-sifat caring seperti sabar, jujur, rendah hati. Sedangkan Sobel mendefinisikan caring
sebagai suatu rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain. Artinya memberi perhatian dan
mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan
berperasaan. Caring sebagai suatu moral imperative (bentuk moral) sehingga perawat harus
terdiri dari orang-orang yang bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap kesehatan pasien,
yang mempertahankan martabat dan menghargai pasien sebagai seorang manusia, bukan malah
melakukan tindakan amoral pada saat melakukan tugas pendampingan perawatan. Caring juga
sebagai suatu affect yang digambarkan sebagai suatu emosi, perasaan belas kasih atau empati
terhadap pasien yang mendorong perawat untuk memberikan asuhan keperawatan bagi pasien.
Dengan demikian perasaan tersebut harus ada dalam diri setiap perawat supaya mereka bisa
merawat pasien .

Marriner dan Tomey (1994) menyatakan bahwa caring merupakan pengetahuan kemanusiaan,
inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Caring bukan semata-mata
perilaku. Caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan. Caring juga
didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan
emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999) Sikap caring
diberikan melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Caring menolong klien meningkatkan
perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Bersikap caring untuk klien
dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan.
Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut,
sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap caring sebagai
media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper, & Burroughs, 1999). Para
perawat dapat diminta untuk merawat, namun tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan
dengan menggunakan spirit caring .

Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat
yang terdalam. Spirit caring bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawat yang
bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat
memperlihatkan cara yang berbeda ketika memberikan asuhan kepada klien .

Beberapa ahli merumuskan konsep caring dalam beberapa teori. Menurut Watson, ada tujuh
asumsi yang mendasari konsep caring. Ketujuh asumsi tersebut adalah

1. caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktekkan secara interpersonal,
2. caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam membantu memenuhi
kebutuhan manusia atau klien,
3. caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga,
4. caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak hanya saat itu saja namun
juga mempengaruhi akan seperti apakah seseorang tersebut nantinya,
5. lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan
seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan yang terbaik untuk
dirinya sendiri,
6. caring lebih kompleks daripada curing, praktik caring memadukan antara pengetahuan
biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam
peningkatan derajat kesehatan dan membantu klien yang sakit,
7. caring merupakan inti dari keperawatan (Julia,1995).
Watson juga menekankan dalam sikap caring ini harus tercermin sepuluh faktor karatif yang
berasal dari perpaduan nilai-nilai humanistik dengan ilmu pengetahuan dasar. Faktor karatif
membantu perawat untuk menghargai manusia dari dimensi pekerjaan perawat, kehidupan, dan
dari pengalaman nyata berinteraksi dengan orang lain sehingga tercapai kepuasan dalam
melayani dan membantu klien. Sepuluh faktor karatif tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistic.

Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien. Selain itu,
perawat juga memperlihatkan kemampuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada
klien.

1. Memberikan kepercayaan-harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan


keperawatan yang holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam
mencari pertolongan kesehatan
2. Menumbuhkan kesensitifan terhadap diri dan orang lain.

Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi
lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar pada orang lain.

1. Mengembangkan hubungan saling percaya.

Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut
merasakan apa yang dialami klien. Sehingga karakter yang diperlukan dalam faktor ini antara
lain adalah kongruen, empati, dan kehangatan.

1. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien. Perawat
memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien.
2. Penggunaan sistematis metoda penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan.
Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan
asuhan kepada klien.
3. Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan asuhan mandiri,
menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan
personal klien.
4. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang mendukung.
Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap
kesehatan dan kondisi penyakit klien.
5. Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi.

Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan klien. Pemenuhan kebutuhan paling
dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.

10. Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomenologis agar pertumbuhan diri dan
kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang seorang klien perlu dihadapkan pada
pengalaman/pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan
pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri (Julia, 1995).
Dari kesepuluh faktor karatif tersebut, Watson merumuskan tiga faktor karatif yang menjadi
filosofi dasar dari konsep caring. Tiga faktor karatif tersebut adalah: pembentukan sistem nilai
humanistik dan altruistik, memberikan harapan dan kepercayaan, serta menumbuhkan sensitifitas
terhadap diri sendiri dan orang lain (Julia, 1995).

Kesepuluh faktor karatif di atas perlu selalu dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri
klien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan.
Selain itu, melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami
diri sebelum memahami orang lain (Nurahmah, 2006).

Leininger (1991) mengemukakan teori “culture care diversity and universality”, beberapa
konsep yang didefinisikan antara lain

1. kultural berkenaan dengan pembelajaran dan berbagi sistem nilai, kepercayaan, norma,
dan gaya hidup antar kelompok yang dapat mempengaruhi cara berpikir, mengambil
keputusan, dan bertindak dalam pola-pola tertentu;
2. keanekaragaman kultural dalam caring menunjukkan adanya variasi dan perbedaan
dalam arti, pola, nilai, cara hidup, atau simbol care antara sekelompok orang yang
berhubungan, mendukung, atau perbedaan dalam mengekspresikan human care;
3. cultural care didefinisikan sebagai subjektivitas dan objektivitas dalam pembelajaran dan
pertukaran nilai, kepercayaan, dan pola hidup yang mendukung dan memfasilitasi
individu atau kelompok dalam upaya mempertahankan kesehatan, meningkatkan kondisi
sejahtera, mencegah penyakit dan meminimalkan kesakitan;
4. dimensi struktur sosial dan budaya terdiri dari keyakinan/agama, aspek sosial, politik,
ekonomi, pendidikan, teknologi, budaya, sejarah dan bagaimana faktor-faktor tersebut
mempengaruhi perilaku manusia dalam lingkungan yang berbeda;
5. care sebagai kata benda diartikan sebagai fenomena abstrak dan konkrit yang
berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan atau perilaku lain yang berkaitan
untuk orang lain dalam meningkatkan kondisi kehidupannya;
6. care sebagai kata kerja diartikan sebagai suatu tindakan dan kegiatan untuk membimbing,
mendukung, dan ada untuk orang lain guna meningkatkan kondisi kehidupan atau dalam
menghadapi kematian;
7. caring dalam profesionalisme perawat diartikan sebagai pendidikan kognitif dan formal
mengenai pengetahuan care serta keterampilan dan keahlian untuk mendampingi,
mendukung, membimbing, dan memfasilitasi individu secara langsung dalam rangka
meningkatkan kondisi kehidupannya, mengatasi ketidakmampuan/kecacatan atau dalam
bekerja dengan klien (Julia, 1995, Madeline,1991).

Sebagai seorang perawat, kemampuan care, core, dan cure harus dipadukan secara seimbang
sehingga menghasilkan asuhan keperawatan yang optimal untuk klien. Lydia Hall
mengemukakan perpaduan tiga aspek tersebut dalam teorinya. Care merupakan komponen
penting yang berasal dari naluri seorang ibu. Core merupakan dasar dari ilmu sosial yang terdiri
dari kemampuan terapeutik, dan kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain.
Sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam memberikan asuhan
keperawatan secara total kepada klien, maka ketiga unsur ini harus dipadukan (Julia, 1995).
Menurut Boykin dan Schoenhofer, pandangan seseorang terhadap caring dipengaruhi oleh dua
hal yaitu persepsi tentang caring dan konsep perawat sebagai disiplin ilmu dan profesi.
Kemampuan caring tumbuh di sepanjang hidup individu, namun tidak semua perilaku manusia
mencerminkan caring (Julia, 1995).

Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti dari
asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adalah hubungan perawat-klien yang bersifat
profesional dengan penekanan pada bentuk interaksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan
ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien untuk
bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya.

DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat. 2004. Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Black M. Joyce&Jane H. Hawks. 2005. Medical Surgical Nursing : clinical management for
positive outcome. 7th edition. St Louis : Elseiver Inc.

Elly Nurachmah. Asuhan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit. http://pdpersi.co.id/?


show=detailnews&kode=786&tbl=artikel. (diakses 27 Agustus 2006).

Farland M&Leininger M. 2002. Transcultural Nursing, Concept, Theories, Research & Practice.
Mc. Grow-Hill Companies.

George B. Julia. 1995. Nursing Theories : The Base Professional Nursing Practice. 4th edition.
Connecticut : Appleton&Lange.

Kidd Pamela Stinson. 2001. High Acuity Nursing. 3rd edition. New Jersey : Prentice Hall.

Leininger M. Madeline. Culture Care Diversity and Universality : a theory of nursing. 1991.
New York : National league for nursing press.

M. Margaretha Ulemadja Wedho. Modalitas Perawat Adalah Empati (Refleksi Memperingati


Ulang Tahun Ppni). http://www.indomedia.com/poskup/2005/03/16/edisi16/1603pin1.htm.
(diakses 29 Agustus 2006).

Meidiana Dwidiyanti. 1998. Aplikasi Model Konseptual Keperawatan. Edisi 1. Semarang :


Akper Depkes Semarang.

Munir Kamarullah. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Perawat. http://risetdua.tblog.com/.


(diakses 27 Agustus 2006).

Nila Ismani. 2000. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika.

Potter A. Patricia&Anne G. Perry. 2001. Fundamentals of Nursing. 5th edition. St Louis : Mosby,
Inc.
Rawin. 2005. Action Research Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Perilaku Caring
Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang. Universitas Diponegoro Semarang. Tidak
dipublikasikan.

Rokiah Kusumapradja. Pelayanan Prima Dalam Keperawatan.


www.pdpersi.co.id/mukisi/hospex/rokiah.ppt. (diakses 29 Agustus 2006).

Roswita Hasan. Konsep Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia.


http://www.pjnhk.go.id/asuhankeperawatan3.htm. (diakses 27 Agustus 2006).

Tim YIPD/ CLGI. Rumah Sakit Umum Daerah Yang Berpihak Pada Pelanggan, Suatu
Keharusan Menjelang “Korporatisasi”: Perjalanan Sistematis Mengelola Perubahan.
http://www.clgi.or.id/publikasi/index.php?act=ndetail&sub=artikel&p_id=28. (diakses 29
Agustus 2006).

BAB II

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

PENDAHULUAN

Hubungan perawat pasien adalah hal penting dalam pelayanan keperawatan. Mata ajaran ini
mendeskripsikan tentang pengertian komunikasi terapeutik, hubungan profesional antara perawat
dan pasien, sehingga perawat mampu mempertanggungjawabkan hubungan terepeutik dengan
pasien. Dimana perawat adalah orang yang paling dekat dan seharusnya memahami masalah
pasien secara komprehensif sehingga pelayanan kesehatan akan dilakukan secara menyeluruh.

Tujuan instruksional umum (standar kompetensi)

• Perawat mampu melakukan teknik komunikasi terapeutik dengan pasien/klien.

Tujuan instruksional khusus (kompetensi dasar)

1. Mengetahui sifat hubungan perawat pasien.


2. Mengidentifikasi definisi komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien.
3. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi komunikasi.
4. Menggunakan teknik-teknik komunikasi dengan klien.
5. Menganalisa kemampuan komunikasi yang dipunyai oleh perawat.

KOMUNIKASI TERAUPETIK

Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah
menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi pelayanan
keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting telah mengamalkan
ilmunya untuk sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi terapeutik, karakteristik, fase dan
dimensi “helping relationship”, termasuk “therapeutic use of self” untuk praktek keperawatan,
serta sikap dan teknik komunikasi terapeutik.

KOMUNIKASI TERAPEUTIK SABAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL PERAWAT

Perawat harus memiliki tanggung jawab yang tinggi yang didasari atas sikap peduli dan kasih
sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Abdalati
(1983), Bucauli (1978) dan Amsari(1995) menambahkan bahwa sebagai orang yang beragama,
perawat tidak dapat bersikap tidak peduli. Individu yang tidak peduli terhadap orang lain adalah
seorang pendosa yang mementingkan dirinya sendiri.

Selanjutnya Pasquali&Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa “human care”
terdiri dari upaya yang melindungi, meningkatkan dan menjaga/mangabadikan rasa kemanusiaan
dengan membantu orang lain dalam mencari arti dalam sakit, penderitaan dan keberadaannya :
membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri,….
Sesungguhnyalah setiap orang diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama yang memerlukan
bantuan. Perilaku menolong sesama itu perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi
bagian dari kepribadian.

PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK “ HELPING RELATIONSHIPS “

Seorang perawat profesional selalu mengupayakan untuk berprilaku terapeutik, yang berarti
bahwa tiap interaksi yang dilakukan menimbulkan dampak terapeutik yang memungkinkan klien
untuk tumbuh dan berkembang. Tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien
yang menurut Stuart dan Sundeen (1995) dan Limberg, Huter & Kruszweski (1983) meliputi

1. realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri;
2. indentitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi;
3. kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung
dan mencintai;
4. peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
personal yang realistik.

Tujuan hubungan terapeutik akan tercapai apabila perawat dalam “helping relationship “
memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Kesadaran diri terhadap yang dianutnya.

Perawat mampu menjelaskan tentang diri sendiri, keyakinan, apa yang menurutnya penting
dalam kehidupannya, baru kemudian ia akan mampu menolong orang lain menjawab pertanyaan
tersebut.

1. Kemampuan untuk menganalisa perasaan sendiri.


Perawat secara bertahap belajar mengenal dan mengatasi berbagai perasaan antara lain perasaan
marah, duka dan frustasi.

1. Kemampuan menjadi contoh peran.

Perawat perlu mempunyai pola dan gaya hidup yang sehat termasuk mempertahankan kesehatan
agar dapat dicontoh orang lain.

1. Altruistik.

Perawat merasakan kepuasan karena mampu menolong orang lain dengan cara manusiawi.

1. Rasa tanggung jawab etik dan moral.

Tiap keputusan yang dibuat selalu memperhatikan prinsip-prinsip yang menjunjung tinggi
kesehatan/ kesejahteraan manusia.

1. Tanggung jawab.

Dua dimensi tanggung jawab yaitu bertanggung jawab terhadap tindakan sendiri dan berbagi
tanggung jawab dengan orang lain.

Dengan karakteristik tersebut, diharapkan perawat akan mampu menggunakan dirinya sendiri
secara terapeutik (therapeutic use of self). Selanjutnya upaya perawat untuk meningkatkan
kemampuan yang berhubungan dengan pengetahuan tentang dinamika komunikasi, penghayatan
terhadap kelebihan dan kekurangan diri, dan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain sangat
diperlukan dalam “therapeutic use of self”. Menggunakan diri secara terapeutik memerlukan
integrasi dari ketiga kemampuan tersebut (Achir Yani, 1995).

JENIS KOMUNIKASI

Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang pernah terjadi antara sedikitnya dua orang atau
lebih dalam kelompok kecil, terutama dalam bentuk tatap muka dan paling sering digunakan
dalam pelayanan keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan
penyelesaian masalah, berbagi ide, pengambilan keputusan dan pertumbuhan personal.Menurut
Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) ada tiga jenis
komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non verbal.

KOMUNIKASI VERBAL

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit
adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan alat atau simbol yang
dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau
menguraikan objek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang
tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka
yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.
Komunikasi verbal yang efektif harus :

1. jelas dan ringkas.

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang
digunakan makin kecil kemungkinan terjadi kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan
berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat
penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang
disampaikan. Penerima pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa, dan
dimana. Ringkasnya, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara
sederhana. “ Katakan kepada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik dari pada “saya ingin anda
menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak”.

1. perbendaharaan kata.

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan
ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika
digunakan oleh perawat, klien menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau
mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti oleh klien. Dari
pada mengatakan “duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda“ akan lebih baik
jika dikatakan “duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

1. arti denotatif dan konotatif.

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti
konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata “serius”
dipahami oleh klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan
menggunakan kata “kritis” untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika
berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah
disalahtafsirkan. Terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi
klien.

1. selaan dan kecepatan bicara.

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal.
Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat
sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan
untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan
dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan
dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat non verbal dari para pendengar yang
mungkin menunjukkan ketidakmengertian. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar
apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

1. waktu dan relevansi.


Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan,
tidak waktunya menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan
singkat, tetapi waktu yang tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh
karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula
komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat
dan kebutuhan klien.

1. humor.

Dugan (1998) menyatakan bahwa tertawa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang
disebabkan oleh stress, meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan
emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang
produksi catecholamines , mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan
meningkatkan metabolisme. Namun perawat perlu berhati-hati jangan menggunakan humor
untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidakmampuannya untuk
berkomunikasi dengan klien.

KOMUNIKASI NON VERBAL

Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan
cara yang paling tepat dan menyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat
perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan, kareana isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan
verbal. Perawat yang mempersepsikan pesan non verbal akan lebih mampu memahami klien,
mendeteksi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

Komunikasi non verbal teramati pada :

1. metakomunikasi.

Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara pembicara
dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan
sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di balik kata-kata yang menyampaikan sikap
dan perasaan pengirim terhadap pendengar contoh : tersenyum ketika sedang marah.

1. penampilan personal.

Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi
interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh
empat persen dari kesan terhadap seseorang berdasarkan penampilannya (Lalli-ascosi, 1990
dalam potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan
kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang
memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif.
Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan
yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seseorang
perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat, tetapi
mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap klien jika perawat
tidak memenuhi citra klien.

1. intonasi (nada suara).

Nada suara pembicaraan mempunyai dampak yang besar terhadap arti sebuah pesan yang
dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya.
Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud
untuk menyampaikan rasa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara
perawat.

1. ekspresi wajah.

Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yamg tampak melalui ekspresi
wajah : terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai
dasar penting dalam menentukan pendapat interpersonal. Kontak mata sangat penting dalam
komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan
dipersepsikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat
yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien,
oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak dominan jika
kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.

1. sikap tubuh dan ekspresi wajah.

Sikap tubuh dan ekspresi menggambarkan sikap, emosi, konsep diri, dan keadaan fisik. Perawat
dapat menyimpulkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah
klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat atau fraktur.

1. sentuhan.

Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan
merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus memperhatikan
norma sosial. Ketika memberikan asuhan keperawatan, parawat menyentuh klien, seperti ketika
memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan pakaian. Perlu disadari
bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak
interpersonal sehingga sulit untuk menghindari sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan
Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan
dapat dimengerti dan dapat diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan
hati-hati.

FASE-FASE “HELPING RELATIONSHIPS”

Stuart dan Sundeen (1995) mengenalkan empat fase “helping relationships” yang berkembang
secara berurutan dan tiap fase mempunyai tugas yang berbeda. Fase hubungan tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Fase prainteraksi.

Pada fase prainteraksi, tugas keperawatan adalah (1) menggali perasaan, fantasi, dan rasa takut
dalam diri sendiri; (2) menganalisis kekuatan dan keterbatasan profesional diri sendiri; (3)
mengumpulkan data tentang klien jika memungkinkan; (4) merencanakan pertemuan pertama
dengan klien.

1. Fase orientasi dan perkenalan.

Tugas keperawatan pada fase ini adalah (1) menetapkan alasan klien untuk mencari bantuan; (2)
membina rasa saling percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka; (3) menggali pikiran,
perasaan dan tindakan klien; (4) mengidentifikasikan masalah klien; (5) mendefinisikan tujuan
dengan klien; (6) merumuskan bersama kontrak termasuk nama, peran, tanggung jawab, harapan,
tujuan, tempat pertemuan, waktu pertemuan, kondisi untuk terminasi, dan kerahasiaan.

1. Fase kerja.

Menurut Stuart dan Sundeen (1995) pada fase kerja, keperawatan bertugas; (1) menggali stressor
yang berhubungan; (2) meningkatkan pengembangan penghayatan klien dan penggunaan
mekanisme koping yang konstruktif; dan (3) membahas dan mengatasi perilaku resisten.

1. Terminasi.

Dalam fase terakhir ini, keperawatan bertugas; (1) membina kenyataan tentang perpisahan; (2)
meninjau kemajuan terapi dan pencapaian tujuan; dan (3) menggali bersama perasaan ditolak,
kehilangan, kesedihan dan kemarahan serta perilaku yang terkait lainnya.

TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik komunikasi yang berbeda
pula. Teknik komunikasi berikut ini, terutama menggunakan referensi dari Shives (1994), Stuart
dan Sundeen (1995), Wilson dan Kneisl (1992), yaitu

1. mendengarkan dengan penuh perhatian

Berusaha mendengarkan klien, menyampaikan pesan non verbal bahwa perawat perhatian
terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya
untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan
mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan :

1. pandang klien ketika sedang berbicara,


2. pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan,
3. sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan,
4. hindarkan gerakan yang tidak perlu,
5. anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik,
6. condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
1. menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain
tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus
menerima semua perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan
tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala
seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menerima apa yang
dikatakan klien.

1. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.


2. Memberikan umpan balik verbal yang menampakkan pengertian.
3. Memastikan bahwa isyarat non verbal cocol dengan komunikasi verbal.
4. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk
mengubah pikiran klien.
5. Perawat dapat menganggukkan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa yang
Anda ucapkan “ (Cook, 1997).

1. menanyakan pertanyaan yang berkaitan

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai klien.
Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata
dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.

1. mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri

Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien
mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun
perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode ini, karena pengertian bisa rancu jika
pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.

Contoh : K : “Saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga.”

P : “Saudara mengalami kesulitan untuk tidur…….”

1. mengklarifikasi

Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk


mengklarifikasikan dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting dalam
memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu
memberikan contoh yang konkret dan mudah dimengerti klien.

Contoh : – “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang Anda katakan “

- “Apa yang Anda katakan tadi adalah……………”

1. memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan
dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutuskan pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang
baru.

Contoh: “Hal ini tampaknya penting, mari kita bicarakan lebih dalam lagi.”

1. menyatakan hasil observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya,
sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Menyampaikan hasil pengamatan
perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertanya, memfokuskan
atau mengklarifikasi pesan.

Contoh : – “Anda tampak tegang “

- “Apakah Anda merasa tidak tenang apabila Anda……………”

1. menawarkan informasi

Tambahan informasi memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap
keadaannya., memberikan tambahan informasi merupakan penyuluhan kesehatan bagi klien
perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi
alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasihat kepada klien ketika memberikan informasi,
tetepi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.

1. diam

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikirannya.
Penggunaan metode diam memerlukan ketrampilan dan ketepatan waktu, jika tidak maka akan
menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien berkomunikasi terhadap dirinya
sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat
klien harus mengambil keputusan.

1. meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Metode ini
bermanfaat untuk membantu mengingat topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada
pembicaraan selanjutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting
dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.

Contoh : – “Selama beberapa jam, Anda dan saya telah membicarakan….”

1. memberikan penghargaan

Memberikan salam kepada klien dengan menyebutkan namanya, menunjukkan kesadaran


tentang perubahan yang terjadi, menghargai klien sebagai manusia seutuhnya mempunyai hak
dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan sampai
menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha keras melakukan segalanya
demi mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk
menyatakan bahwa yang ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”.

Peplau mengatakan: “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka perawat dapat
mengatakan yang demikian”.

Contoh : – “Selamat pagi Ibu Sri”, atau “Assalamualaikum”

- “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut Ibu”

Dalam ajaran islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlak terpuji, karena
berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah SWT. Salam menunjukkan betapa
perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah dan akrab

1. menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain, atau klien tidak
mampu untuk membuat dirinya mengerti. Seringkali perawat hanya menawarkan kehadirannya,
rasa tertarik, teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.

Contoh : – “Saya akan duduk bersama sebantar.”

- “Saya ingin Anda merasa tenang dan nyaman.”

1. memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Biarkan
klien merasa bahwa dia yang memimpin pembicaraan. Untuk klien yang merasa ragu-ragu dan
tidak pasti tentang peranannya dalam interaksi ini, perawat dapat menstimulasinya untuk
mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.

Contoh : – “Adakah sesuatu yang ingin Anda bicarakan?”

- “Apa yang sedang Saudara pikirkan?”

- “Darimana Anda ingin memulai pembicaraan ini?”

1. menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang
mengidentifikasi bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan
apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan daripada
mengarahkan diskusi/pembicaraan.
Contoh: – “………teruskan….?”

- “………dan kemudian…..?”

- “Ceritakan kepada saya tentang itu…”

1. menempatkan kejadian dan waktu secara berurutan

Mengurutkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihatnya dalam
suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian akan menuntun perawat dan klien untuk melihat
kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Perawat akan dapat menemukan pola
kesukaran interpersonal, dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti
bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.

Contoh : – “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya?”

- “Kapan kejadian tersebut terjadi?”

1. menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segalanya dari perspektif. Klien
harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan
pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.

Contoh : – “Ceritakan kepada saya bagaimana perasaan Saudara ketika akan dioperasi”

- “Apa yang sedang terjadi?”

1. refleksi

Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai
bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau
rasakan, maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana
perasaanmu?”. Dengan demikian perawat mengidentifikasi bahwa pendapat klien adalah
berharga dan klien mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya, untuk membuat
keputusan, dan memikirkan dirinya sendiri. Menyadari bahwa perawat mengharapkan klien
untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia
yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan
sebagai bagian daripada orang lain.

Contoh: K : “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”

P : “Apakah menurut Anda , Anda harus mengatakannya?”

K : “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahkan tidak menelpon saya, kalau
dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya”
P : “ Ini menyebabkan Anda marah”.

LATIHAN

1. Program latihan empati di rumah, dengan komunikasi dengan orang yang paling dekat,
refleksikan kemampuan perawat dalam melatih menggunakan teknik komunikasi
klarifikasi, refleksi dan membagi persepsi.
2. Perawat dibagi kelompok masing-masing 3 orang, satu sebagai perawat, satu sebagai
pasien, satu sebagai observer.
3. Dengan skenario, perawat di poliklinik, bagaimana perawat berkomunikasi dengan
pasien.
4. Tugas observer :

1. menilai perawat, bagaimana dia mendengar,


2. memfokuskan pertanyaan,
3. mengklarifikasi,
4. teknik komunikasi yang digunakan,
5. memperhatikan bahasa non verbal pasien dan perawat,
6. melaporkan hasil observasi pada kelompok lain,
7. masukan dari kelompok.

1. Kesimpulan tentang beberapa yang penting dilatih terus dan melakukan refleksi tentang
perasaan dan pikiran perawat pada saat menghadapi pasien.

TEST FORMATIF

1. Pada tahap apa Anda melakukan kontrak dengan pasien?

1. pra interaksi
2. interaksi
3. terminasi
4. kerja
5. kontrak

1. Pasien datang ke RSJ dengan halusinasi mendengar bahwa “ada sesorang yang mau
membunuhnya”. Pengkajian yang harus di kembangkan berfokus pada

1. apa yang terjadi di rumah


2. riwayat hidup
3. teman bergaul
4. pekerjaan
5. orang tuanya

1. Mengenal pasien dengan mengumpulkan data apa adanya termasuk tahap apa dalam
hubungan perawat pasien?
1. pre interaksi
2. interaksi
3. kerja
4. terminasi
5. kontrak

1. Dalam hubungan terapeutik, mengenal kesedihan karena perpisahan termasuk tahap

1. pre interaksi
2. interaksi
3. kerja
4. terminasi
5. kontrak

1. Dalam hubungan terapeutik, mengenal kelemahan dan kelebihan perawat sendiri


termasuk tahap

1. pre interaksi
2. interaksi
3. kerja
4. terminasi
5. kontrak

1. Bila pasien tidak mau diajak berkomunikasi oleh seorang perawat, penyebabnya adalah

1. belum kenal
2. karena perawat
3. belum berpengalaman
4. tidak ada rasa percaya pasien
5. pasien sedang mau sendiri

1. Bila perawat mengatakan “Apa yang Ibu maksud dengan tidak betah di RS?” termasuk
teknik komunikasi

1. klarifikasi
2. pertanyaan terbuka
3. informasi
4. humor
5. membagi persepsi

1. Kalau perawat menggunakan tehnik komunikasi klarifikasi dengan pertanyaan “bisa ibu
ceritakan apa yang dimaksud ibu marah sama suami” tujuannya adalah:

1. Supaya ibu cerita


2. Agar dapat terjadi komunikasi yang baik
3. Menolong ibu untuk merasakan perasaannya yang sebenarnya terhadap suaminya.
4. Agar masalahnya dengan suami bisa diatasi dengan bain
5. Agar ibu tersebut lega dan tidak marah lagi.

1. Bagaimana cara meningkatkan kesadaran diri?

1. membuka diri pada orang lain


2. terbuka
3. ramah
4. percaya dengan orang lain
5. baik dengan orang lain.

1. Kesadaran diri yang tinggi menurut Johari Window, daerah yang harus diperluas dalam
hati kita adalah

1. publik
2. semi publik
3. rahasia
4. buta
5. semu

1. Kalau seseorang dianggap judes, tetapi dia tidak merasa judes, orang tersebut tergolong
pada daerah

1. publik
2. semi publik
3. rahasia
4. buta
5. semu

1. Pada saat Anda ditugasi mengelola satu kasus, kemudian anda merencanakan pertemuan
pertama dengan pasien yang ternyata sudah sampai satu minggu dirawat, langkah
pertama Anda adalah

1. bertanya nama dan alamat serta diagnosa


2. mencari informasi dari perawat ruangan
3. mencari status pasien
4. menyusun daftar pertanyaan
5. langsung menemui pasien

1. Ciri-ciri hubungan terapeutik adalah, kecuali

1. memberi jaminan kembali


2. tujuan spesifik
3. batas waktu jelas
4. berfokus pada klien
5. ada kontrak atau perjanjian
1. Elemen-elemen berikut ini harus dikerjakan perawat pada fase pertama hubungan
terapeutik, kecuali

1. perkenalan perawat-klien
2. membuat tujuan yang akan dicapai
3. menentukan lamanya waktu
4. negosiasi waktu pertemuan
5. negosiasi imbalan jasa yang diberikan

1. Komunikasi dikatakan efektif bila

1. penyampaian pesan berjalan sangat lancar


2. penyampaian pesan dapat menjangkau banyak orang
3. pesan disampaikan dengan bahasa sederhana
4. pesan dapat menjadi milik penerima
5. pesan disampaikan melaui media menarik

1. “apa yang dimaksud dengan ibu bingung?, adalah contoh teknik komunikasi:
1. Tehnik klarifikasi
2. Tehnik membagi persepsi
3. Tehnik diam
4. Tehnik refleksi
5. Tehnik focusing

1. pada saat pasien memberikan kartu berobat kepada perawat, perawat bertanya” ibu mau
dioperasi”? tehnik komunikasi apa yang digunakan perawat?
1. Tehnik klarifikasi
2. Tehnik membagi persepsi
3. Tehnik diam
4. Tehnik refleksi
5. Tehnik focusing

1. “ ibu kelihatan capai, apakah ada hubungannya tadi malam tidak bisa tidur ?, tehnik
komunikasi apa yang digunakan perawat?
1. Tehnik klarifikasi
2. Tehnik membagi persepsi
3. Tehnik diam
4. Tehnik refleksi
5. Tehnik focusing

1. “ners saya mau pulang” , respon terbaik perawat adalah


1. “bisa ibu ceritakan apa yang ibu rasakan”?
2. “ ya bu nanti ibu pulang”
3. “ingin cepat pulang bu”?
4. “Ya bu harus mengurus administrasi dulu”
5. “ boleh”
1. Pasien dengan post amputasi kaki kiri karena kecelakaan lalu lintas, tidak mau
memperlihatkan kakinya, dia mengatakan “kaki saya tidak apa-apa kok”. Pernyataan
pasien tersebut menunjukan

1. belum menerima keadaan post amputasi


2. gangguan harga diri
3. gangguan citra tubuh
4. gangguan konsep diri
5. gangguan sosial

KUNCI JAWABAN:

1.b, 2. a. 3.a, 4. d, 5. a. 6. d, 7.a, 8.c, 9. a, 10.a, 11.b, 12.c, 13.a, 14.a, 15.d, 16.a, 17.b, 18. b,
19.a, 20. c.

RANGKUMAN

Kemampuan menerapkan teknik komunikasi memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman
perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kehampaan, tetapi dalam dimensi nilai, waktu
dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak
terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.

DAFTAR PUSTAKA

Cook, j.S., dan Fontaine, K.L. (1987). Essentials of Mental Health Nursing. California :addition-
Wesley Publishing Company.

Kozier, B., dan Erb., G. (1992) Fundamental of Nursing : Concepts and Procedure. (2 nd ed).
California : Addition Wesley Publishing Company

Lindberg., J.B. Hunter, M.L., dan Kruszewki, A.Z. (1983). Introduction to Person-Centered
Nursing. Philadelphia : J.B. Lippincott Company.

Potter, P.A., dan perry, A.G., (1989). Fundamentals of Nursing Concepts, Process and Practice.
(2 nd ed). St Louis : The Mosby Company.

Stuart, G.W., dan Sundeen, S.J. (1991). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (3 rd
ed). St. Louis : Mosby Year Book

BAB III

ETIKA KEPERAWATAN

PENDAHULUAN
Etika sebagai ilmu yang normatif, dengan sendirinya berisi norma dan nilai-nilai yang dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak permasalahan etika yang sudah dirasakan oleh
profesi keperawatan, walaupun belum menjadi inti perhatian bagi dunia keperawatan baik dalam
teori maupun praktek. Etika merupakan hal penting dalam profesionalisme keperawatan, proses
pembelajaran etika bukan hanya memahami difinisi tetapi juga memahami masalah-masalah
yang ada di pelayanan kesehatan saat ini, sehingga diharapakan mampu memahami teori dan
mampu mamahami masalah yang menjadi kenyataan. Diharapkan perawat dibekali cara berpikir
kritis sehingga dapat memberikan alternatif penyelesaian etik dan antisipasinya.Kompetensi yang
harus dimiliki perawat adalah perawat mampu mendifinisikan konsep etik dan mampu
mengidentifikasi masalah yang terjadi di pelayanan kesehatan, serta mampu menerapkan
pelayanan keperawatan dengan memperhatikan sikap etik dengan menggukan kode etik
keperawatan sebagai pedoman.

KONSEP ETIK

Perawat harus mempunyai kemampuan yang baik untuk pasien maupun dirinya didalam
menghadapi masalah yang menyangkut etika. Seseorang harus berpikir secara rasional, bukan
emosional dalam membuat keputusan etis. Keputusan tersebut membutuhkan ketrampilan
berpikir secara sadar yang diperlukan untuk menyelamatkan keputusan pasien dan memberikan
asuhan.

Teori dasar/prinsip-prinsip etika merupakan penuntun untuk membuat keputusan etis praktik
profesional. Teori-teori etik digunakan dalam pembuatan keputusan bila terjadi konflik antara
prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Para ahli falsafah moral telah mengemukakan beberapa teori
etik, yang secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi teori teleologi dan deontologi.

1. Teleologi.

Teleologi berasal dari bahasa Yunani telos yang berarti akhir. Pendekatan ini sering disebut
dengan ungkapan the end fustifies the means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh
hasil akhir yang terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal
dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia.Contoh penerapan teori ini misalnya bayi-bayi
yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi beban di masyarakat.

1. Deontologi.

Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti tugas. Teori ini berprinsip pada aksi
atau tindakan. Contoh penerapan deontologi adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien
harus diberitahu tentang apa yang sebenarnya terjadi, walaupun kenyataan tersebut sangat
menyakitkan. Contoh lain misalnya seorang perawat menolak membantu pelaksanaan abortus
karena keyakinan agamanya yang melarang tindakan membunuh.

Penerapan teori ini perawat tidak menggunakan pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus
dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu, karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup
(dalam hal ini calon bayi) merupakan tindakan yang secara moral buruk. Prinsip etika
keperawatan meliputi kemurahan hati (beneficence).Inti dari prinsip kemurahan hati adalah
tanggung jawab untuk melakukan kebaikan yang menguntungkan pasien dan menghindari
perbuatan yang merugikan atau membahayakan pasien.

Prinsip ini seringkali sulit diterapkan dalam praktik keperawatan. Berbagai tindakan yang
dilakukan sering memberikan dampak yang merugikan pasien, serta tidak ada kepastian yang
jelas apakah perawat bertanggung jawab atas semua cara yang menguntungkan pasien. Dalam
hal ini yang perlu diperhatikan adalah adanya sumbangsih perawat terhadap kesejahteraan
kesehatan, keselamatan dan keamanan pasien.

1. keadilan (justice)

Prinsip keadilan ini menyatakan bahwa mereka yang sederajat harus diperlakukan sederajat,
sedangkan yang tidak sederajat harus diperlakukan tidak sederajat sesuai dengan kebutuhan
mereka. Ini berarti bahwa kebutuhan kesehatan dari mereka yang sederajat harus menerima
sumber pelayanan kesehatan dalam jumlah sebanding. Ketika seseorang mempunyai kebutuhan
kesehatan yang besar, maka menurut prinsip ini ia harus mendapatkan sumber kesehatan yang
besar pula.Keadilan berbicara tentang kejujuran dan pendistribusian barang dan jasa secara
merata. Fokus hukum adalah perlindungan masyarakat, sedangkan fokus hukum kesehatan
adalah perlindungan konsumen.

1. otonomi

Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan menentukan tindakan
atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih. Permasalaan yang muncul dari
penerapan prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh
banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan rumah sakit, ekonomi,
tersedianya informasi dll.

1. kejujuran (veracity)

Prinsip kejujuran menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong. Kejujuran harus dimiliki
perawat saat berhubungan dengan pasien. Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan
saling percaya antara perawat dan pasien. Perawat sering kali tidak memberitahukan kejadian
sebenarnya kepada pasien yang sakit parah. Kejujuran berarti perawat tidak boleh membocorkan
informasi yang diperoleh dari pasien dalam kapasitasnya sebagai seorang profesional tanpa
persetujuan pasien. Kecuali jika pasien merupakan korban atau subjek dari tindak kejahatan,
maka perbuatan tersebut dapat diajukan ke depan pengadilan dimana perawat menjadi seorang
saksi.

1. ketaatan (fidelity)

Prinsip ketaatan merupakan tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung
jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab menjaga janji,
mempertahankan konfidensi dan memberikan perhatian/kepedulian. Peduli pada pasien
merupakan salah satu aspek dari prinsip ketaatan. Peduli kepada pasien merupakan komponen
paling penting dari praktik keperawatan, terutama pada pasien dalam kondisi terminal. Prinsip
ketaatan juga mempunyai arti tidak melanggar untuk melakukan hal yang membahayakan pasien.

Permasalahan etis yang dihadapi perawat dalam praktik keperawatan telah menimbulkan konflik
antara kebutuhan pasien dengan harapan perawat dan falsafah keperawatan. Masalah etika
keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika kesehatan, dalam hal ini dikenal dengan
istilah masalah etika biomedis atau bioetis. Istilah bioetis mengandung arti ilmu yang
mempelajari masalah-masalah yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan terutama di
bidang biologi dan kedokteran

Kode Etik Keperawatan Indonesia (PPNI,2000):

Tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga dan masyarakat.

Perawatan dalam melaksanakan pengabdian senantiasa berpedoman pada tanggungjawab yang


pangkal tolaknya bersumber pada adanya kebutuhan terhadap perawatan untuk individu,
keluarga dan masyarakat,Perawatan dalam melaksanakan pengabdian dalam bidang perawatan
senantiasa memelihara situasi lingkungan yang menghormati nilai budaya, adat istiadat dan
kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga dan masyarakat.Perawatan dalam
melaksanakan kewajibannya bagi individu dan masyarakat senantiasa dilandasi dengan rasa tulus
ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.Perawatan senantiasa menjalin
hubungan kerjasama yang baik dengan individu dan masyarakat dalam mengambil prakarsa dan
mengadakan upaya kesehatan khususnya serta upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai
bagian dari tugas kewajiban pada kepentingan masyarakat.

Tanggung jawab perawat terhadap tugas.

Perawatan senantiasa memelihara mutu pelayanan perawatan yang tinggi disertai kejujuran
profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan perawatan sesuai dengan
kebutuhan individu dan atau klien, keluarga dan masyarakat.Perawat wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya.Perawatan tidak
akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan perawatan untuk tujuan yang bertentangan
dengan norma perawatan.Perawatan dalam menunaikan tugas dan kewajiban senantiasa
berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh dengan pertimbangan kebangsaan,
kesukuan, keagamaan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik serta kedudukan
sosial.Perawat senantiasa melakukan perlindungan dan keselamatan pasien dalam melaksanakan
tugas keperawatan serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau
mengalih tugaskan tangungjawab yang ada hubungan dengan perawatan.

Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya.

Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antar sesama perawat dan dengan tenaga
kesehatan lain, baik dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja ataupun dalam
mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan.Perawat senantiasa menyebarluaskan
pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya terhadap sesama perawat serta menerima
pengetahuan dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan pengetahuan dalam
bidang perawatan.Tanggung jawab perawat terhadap profesi perawatan.Perawat senantiasa
meningkatkan pengetahuan kemampuan profesional secara sendiri atau bersama-sama dengan
jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi
perkembangan perawatan.Perawat selalu menjungjung tinggi nama baik profesi perawatan
dengan menunjukkan tingkahlaku dan kepribadian yang luhur.Perawat senatiasa berperan dalam
penentuan pembakuan pendidikan dan pelayanan perawatan serta menerapkan dalam kegiatan
pelayanan dan pendidikan perawatan.Perawatan secara bersama-sama membina dan memelihara
mutu organisasi profesi perawatan sebagai sarana pengabdian.

Tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air.

Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan sebagai kebijaksanaan yang digariskan oleh


pemerintah dalam bidang kesehatan dan perawatan.Perawatan senantiasa berperan aktif dalam
menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan
dan perawatan kepada masyarakat.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBUATAN KEPUTUSAN ETIS

Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi perawat
untuk menjalankan praktik keperawatan profesional. Dalam membuat keputusan etis, ada
beberapa unsur yang mempengaruhi seperti nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik
keperawatan, konsep moral perawatan dan prinsip- prinsip etik.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap seseorang dalam membuat keputusan etis antara lain
faktor agama dan adat istiadat, sosial, ilmu pengetahuan/teknologi, legalisasi/keputusan juridis,
dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak
pasien.

1. Faktor agama dan adat istiadat.

Agama serta latar belakang adat-istiadat merupakan faktor utama dalam membuat keputusan etis.
Setiap perawat disarankan untuk memahami nilai-nilai yang diyakini maupun kaidah agama
yang dianutnya. Untuk memahami ini memang diperlukan proses. Semakin tua dan semakin
banyak pengalaman belajar, seseorang akan lebih mengenal siapa dirinya dan nilai-nilai yang
dimilikinya.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk dengan berbagai
agama/kepercayaan dan adat istiadat. Setiap penduduk yang menjadi warga negara Indonesia
harus beragama/berkeyakinan. Ini sesuai dengan sila pertama Pancasila : Ketuhanan Yang Maha
Esa, dimana di Indonesia menjadikan aspek ketuhanan sebagai dasar paling utama. Setiap warga
negara diberi kebebasan untuk memilih kepercayaan yang dianutnya.

1. Faktor sosial.
Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Faktor ini antara lain
meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum, dan peraturan
perundang-undangan.

Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem kesehatan nasional.
Pelayanan kesehatan yang tadinya berorientasi pada program medis lambat laun menjadi
pelayanan komprehensif dengan pendekatan tim kesehatan.

1. Faktor ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

Pada era abad 20 ini, manusia telah berhasil mencapai tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang belum dicapai manusia pada abad sebelumnya. Kemajuan yang telah dicapai
meliputi berbagai bidang.

Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang
usia manusia dengan ditemukannya berbagai mesin mekanik kesehatan, cara prosedur baru dan
bahan-bahan/obat-obatan baru. Misalnya pasien dengan gangguan ginjal dapat diperpanjang
usianya berkat adanya mesin hemodialisa. Ibu-ibu yang mengalami kesulitan hamil dapat diganti
dengan berbagai inseminasi. Kemajuan-kemajuan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan etika.

1. Faktor legislasi dan keputusan juridis.

Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap perubahan sosial atau
legislasi menyebabkan timbulnya tindakan yang merupakan reaksi perubahan tersebut. Legislasi
merupakan jaminan tindakan menurut hukum sehingga orang yang bertindak tidak sesuai hukum
dapat menimbulkan konflik.

Saat ini aspek legislasi dan bentuk keputusan juridis bagi permasalahan etika kesehatan sedang
menjadi topik yang banyak dibicarakan. Hukum kesehatan telah menjadi suatu bidang ilmu, dan
perundang-undangan baru banyak disusun untuk menyempurnakan perundang-undangan lama
atau untuk mengantisipasi perkembangan permasalahan hukum kesehatan.

1. Faktor dana/keuangan.

Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat menimbulkan konflik. Untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat, pemerintah telah banyak berupaya dengan
mengadakan berbagai program yang dibiayai pemerintah.

1. Faktor pekerjaan.

Perawat perlu mempertimbangkan posisi pekerjaannya dalam pembuatan suatu keputusan. Tidak
semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan, namun harus diselesaikan dengan
keputusan/aturan tempat ia bekerja. Perawat yang mengutamakan kepentingan pribadi sering
mendapat sorotan sebagai perawat pembangkang. Sebagai konsekuensinya, ia mendapatkan
sanksi administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan.
1. Kode etik keperawatan.

Kelly (1987), dikutip oleh Robert Priharjo, menyatakan bahwa kode etik merupakan salah satu
ciri/persyaratan profesi yang memberikan arti penting dalam penentuan, pertahanan dan
peningkatan standar profesi. Kode etik menunjukkan bahwa tanggung jawab kepercayaan dari
masyarakat telah diterima oleh profesi.

Untuk dapat mengambil keputusan dan tindakan yang tepat terhadap masalah yang menyangkut
etika, perawat harus banyak berlatih mencoba menganalisis permasalahan-permasalahan etis.

1. Hak-hak pasien.

Hak-hak pasien pada dasarnya merupakan bagian dari konsep hak-hak manusia. Hak merupakan
suatu tuntutan rasional yang berasal dari interpretasi konsekuensi dan kepraktisan suatu situasi.

Pernyataan hak-hak pasien cenderung meliputi hak-hak warga negara, hak-hak hukum dan hak-
hak moral. Hak-hak pasien yang secara luas dikenal menurut Megan (1998) meliputi hak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil dan berkualitas, hak untuk diberi informasi, hak
untuk dilibatkan dalam pembuatan keputusan tentang pengobatan dan perawatan, hak untuk
diberi informed concent, hak untuk mengetahui nama dan status tenaga kesehatan yang
menolong, hak untuk mempunyai pendapat kedua(secand opini), hak untuk diperlakukan dengan
hormat, hak untuk konfidensialitas (termasuk privacy), hak untuk kompensasi terhadap cedera
yang tidak legal dan hak untuk mempertahankan dignitas (kemuliaan) termasuk menghadapi
kematian dengan bangga.
SIKAP MELINDUNGI PASIEN (ADVOCACY)

Sikap melindungi pasien (advocacy) mempunyai pemahaman kemampuan seseorang (perawat)


untuk memberikan suatu pernyataan/pembelaan untuk kepentingan pasien. Advocacy merupakan
kamampuan untuk bisa melakukan suatu kegiatan ataupun berbicara untuk kepentingan orang
lain dengan tujuan memberikan perlindungan hak pada orang tersebut .

Advocacy sering digunakan dalam konteks hukum yang berkaitan dengan upaya melindungi hak-
hak manusia bagi mereka yang tidak mampu membela diri. Arti advocacy menurut Ikatan
Perawat Amerika/ANA (1985) adalah melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang
dilakukan oleh siapapun.

Perawat sebagai advokat pasien berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim
kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien, membela kepentingan pasien dan
membantu pasien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim
kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun profesional. Peran advocacy sekaligus
mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan
keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh pasien. Perawat juga harus
melindungi dan memfasilitasi keluarga/masyarakat dalam pelayanan keperawatan .

LATIHAN
1. MARI BELAJAR ETIK DARI PENGALAMAN

“Seorang pedagang miskin yang kiosnya meledak, saat itu oleh keluarga dan beberapa tetangga
langsung dibawa ke Rumah Sakit. Namun apa yang terjadi setelah mereka sampai ke Rumah
Sakit? Kebetulan malam itu seorang perawat X sedang tugas jaga di bagian administrasi, entah
mengapa setelah menunjukkan askeskinnya pedagang tersebut dipersulit, padahal kondisinya
sangat kritis karena luka bakar. Kemudian datang seorang nyonya kaya yang pingsan. Dengan
mudahnya perawat X mengijinkan dia masuk rumah sakit dan mendapatkan pelayanan yang
selayaknya. Setelah melalui banyak prosedur akhirnya pedagang tersebut diperolehkan masuk.
Dengan tidak ramah dan tidak santun perawat menyuruh klien (pedagang) menunggu giliran
untuk masuk ruang UGD. Klien diminta untuk menunggu di ruangan yang tidak layak huni dan
ditinggalkan begitu saja.” (Berdasarkan kasus yang disampaikan oleh perawat).

Dari kasus dapat dianalisis bahwa sikap perawat X tidak sesuai kode etik keperawatan dan
profesi keperawatan. Kasus tersebut menggambarkan situasi pelayanan kesehatan saat ini
memang sedang mengalami pergeseran paradigma. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah mendorong pelayanan kesehatan yang seharusnya menjadi hak warga negara,
menjadi industri jasa kesehatan yang diperdagangkan.

1. Pasien mempunyai banyak variasi pengalaman sehubungan dengan sakit dan penyakit.
Tidak semua dari mereka bisa di sembuhkan dengan pengobatan, operasi, atau tindakan
tertentu, beberapa pasien mungkin lama tidak bertemu keluarga atau teman, ada yang
mungkin tidak punya tangan, tidak mampu mendengar, takut dengan ketidakmampuan
dan takut mati adalah masalah sendiri bagi pasien. Banyak yang sakit dengan waktu lama
kehilangan peran atau tidak akan mampu lagi hidup seperti sebelumnya. Coba Anda
perhatikan orang yang datang ke klinik, dan coba Anda rasakan apa sebenar-benarnya
yang mereka butuhkan, dan mengapa dia datang ke klinik.
2. Apakah perawat harus menggunakan identitas nama yang jelas, bila merawat? Jelaskan
menurut kode etik keperawatan.

TEST FORMATIF

1. Dalam kontek profesionalisme keperawatan aspek etik merupakan hal penting jelaskan?
2. Anda telah mendapatkan gambaran penerapan etik di pelayanan, berikan contoh dan
jelaskan sesuai kode etik keperawatan Indonesia.
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan teman sejawat?

RANGKUMAN
Sikap melindungi
pasien (advocacy)
Keputusan etis

DAFTAR PUSTAKA

Ali. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta, Widya Medika, 2004.

Rr-Pujiastuti, SE. Model DELIKAN Meningkatkan Kemampuan Prinsip Etika Sebagai Dasar
Pengambilan Keputusan Klinik Pada Perawat Keperawatan dan Kebidanan Poltekes Semarang.
Semarang, Poltekes, 2005.

Baharudin. Etika Individual (Pola Dasar Filsafat Moral). Cetakan I, Jakarta, Rineka Cipta, 2000.

Ismani. Etika Keperawatan. Jakarta, Widya Medika, 2001.

Kusnanto. Pengantar Profesi & Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta,

EGC, 2004.

Priharjo. Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarat, Kanisius, 1995.

Potter, PA. Buku Ajar Fundamental : Konsep, Proses dan Praktik. Alih Bahasa, Yasmin Asih,
Edisi 4, Jakarta, EGC, 2005.

BAB IV

KEBUTUHAN SPIRITUAL PASIEN

PENDAHULUAN

Penting bagi perawat untuk memahami konsep yang mendasari kesehatan spiritual. Spiritualitas
merupakan suatu konsep yang unik pada masing-masing individu.Manusia adalah makhluk yang
mempunyai aspek spiritual yang akhir-akhir ini banyak perhatian dari masyarakat yang di sebut
kecerdesan spiritual yang sangat menentukan kehagiaan hidup seseorang. Perawat atau ners
memahami bahwa aspek ini adalah bagian dari pelayanan yang komprehensif. Karena respon
spiritual kemungkian akan muncul pada pasien.

Kompetensi standar yang di capai adalah perawat mampu mengidentifikasi aspek spiritual yang
terjadi pada pasien. Dengan kompetensi dasar sebagai berikut.

1. Perawat mampu mendifinisikan aspek spiritual pada manusia atau pasien.


2. Perawat mampu mengidentifikasi kebutuhan spiritual pada pasien yang sakit.
3. Perawat mampu memberikan alternatif cara untuk memenuhi kebutuhan spiritual.

PENGERTIAN SPIRITUAL

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta. Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :

1) berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan,

2) menemukan arti dan tujuan hidup,

You might also like