You are on page 1of 8

Peranan Akuntansi Pertanggung Jawaban dalam Penilaian Kinerja Manajer

Pusat Biaya pada. PT. PLN (Persero)


 Latar Belakang dan Masalah
Pertumbuhan dan persaingan dunia bisnis dewasa ini mengharuskan perusahaan untuk
memandang jauh ke depan guna mengantisipasi berbagai kemungkinan yang dapat
mempengaruhi perkembangan perusahaanya. Setiap perusahaan mempunyai tujuan yang
akan dicapai, baik berupa laba yang maksimal, kelangsungan hidup pertumbuhan perusahaan
maupun menciptakan kesejahteraan anggota masyarakat. Pengaruh lingkungan dan
perkembangan suatu perusahaan yang semakin kompleks mengakibatkan tugas manajemen
puncak dalam mencapai tujuan perusahaan semakin sulit dan kompleks pula. Untuk
mengatasi hal tersebut maka perusahaan mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk
tujuan pengambilan keputusan. Sehubungan denmgan itu, peranan akuntansi pun semakin
dibutuhkan terutama untuk memperoleh informasi tersebut.
Peran serta manajer sangat dibutuhkan dalam mengaktualisasikan peranan akuntansi
tersebut sebagai alat pengawasan biaya. Dewasa ini kita kenal dengan system akuntansi
pertanggungjawaban. Akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu system yang disusun
sedemikian rupa sesuai dengan sifat dan kegiatan perusahaan dengan tujuan agar masing-
masing
unit organisasi dapat mempertanggungjawabkan hasil kegiatan unit yang berada di bawah
pengawasannya. Menurut system ini, unit-unit yang ada dalam organisasi di bagi menjadi
pusat-pusat pertanggungjawaban àdan keseluruhan pusat pertanggungjawaban ini membentuk
jenjang hirarki dalam organisasi. Setiap pusat pertangungjawaban mempunyai manajer yang
bertanggungjawab atas kegiatan yang terjadi di dalam pusat yang dipimpinnya, dan secara
periodic manajer tersebut akan mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada pimpinan
perusahaan. Dari hasil kerja para manajer pusat pertanggungjawaban kemudian dinilai
prestasi yang telah dicapai oleh masing-masing manajer. Dan berdasarkan analisa ini, para
manajer mencoba mencari jawaban mengapa hasil yang dicapai tidak sesuai dengan apa yang
telah direncanakannya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka timbullah permasalahan
yang menjadi dasar bagi penulisan karangan ilmiah yaitu “Bagaimanakah menerapkan
akuntansi pertanggungjawaban (Pusat Laba) tersebut digunakan sebagai alat penilaian kinerja
manajer di PT. PLN (Persero)

§
7
 Akuntansi Pertanggungjawaban
Akuntansi pertanggungjawaban merupakan salah satu konsep dari akuntansi manajemen dan
system akuntansi yang dikaitkan dan disesuaikan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban
yang ada dalam organisasi. Istilah akuntansi pertanggunngjawaban ini akan mengarah pada
proses akuntansi yang melaporkan sampai bagaimana baiknya manajer pusat
pertanggungjawaban dapat memanage pekerjaan yang langsung di bawah pengawasannya
dan yang merupakan tanggung jawabnya atau suatu system yang mengukur rencana dan
tindakan dari setiap pusat pertanggungjawaban.
 Pusat Pertanggungjawaban
Pusat pertanggungjawaban ialah setiap unit kerja dalam organisasi yang di pimpin oleh
seorang manajer yang bertanggung jawab atas aktivitas yang dilakukan atau unit organisasi
yang di pimpinnya. Dalam kaitan ini, suatu organisasi terdiri dari kumpilan dari beberapa
pusat pertanggungjawaban. Keseluruhan pusat pertanggungjawaban ini membentuk jenjang
hirarki dalam organisasi tersebut. Pada tingkatan yang terendah bentuk dan pusat
pertanggungjawaban ini kita dapatkan sebagai seksi, regulernya bergilir, serta unit-unit kerja
lainnay. Pada tingkatan yang lebih tinggi pusat pertangungjawaban di bentuk dalam
departemen-departemen ataupun divisi-divisi. Biasanya istolah pusat pertanggungjawaban
hanya kita terapkan untuk unit-unit kecil dalam organisasi ataupun unit-unit kerja yang
terletak pada tingkat bawah dalam suatu lingkup organisasi.
 Jenis-jenis Pusat Pertanggungjawaban
Pusat pertanggungjawaban pada dasarnya diciptakan untuk mencapai sasaran tertentu, jadi
sasaran dari masing-masing individu dalam liar-liar pusat pertanggungjawaban itu harus
diusahakan agar selaras, serasi dan seimmbang dalam usaha mencapai sasaran umum dari
organisasi secara keseluruhan. Suatu pusat pertanggungjawaban pada dasrnya dibentuk untuk
mencapai sasaran tertentu yang selaras dengan sasaran umum organisasi. Ada empat tipe
pusat pertanggungjawaban yang didasarkan kepada sifat-sifat masukan dalam bentuk biaya
dan keluaran dalam bentuk pendapatan ataupun secara bersama-sama yaitu :
a. Pusat Pendapatan (Revenue Center)
b. Pusat Pembiayaan (Cost Center)
c. Pusat Laba (Profit Center)
d. Pusat Investasi (Investment Center)

§
7
 Pusat laba (profit center)
Merupakan pusat pertanggungjawaban yang memiliki kewenangan untuk
mengendalikan biaya-biaya dan menghasilkan pendapatan tetapi tidak memiliki kewenangan
untuk mengambil keputusan tentang investasi. Pusat laba hanya bertanggungjawab terhadap
tingkat laba yang harus dicapai. Misalnya: pimpinan anak perusahaan atau manajer divisi
yang tidak diberi hak untuk mengambil keputusan tentang investasi. Oleh karena itu, setiap
divisi perlu menyusun perhitungan rugi-laba bulanan sesuai dengan pedoman yang telah
ditetapkan oleh kantor pusat.
Menurut Robert N. Anthony ada 5 cara yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat laba
divisi, antara lain:
1. Kontribusi margin.
Cara ini dapat dilakukan jika biaya tetap divisi diatur oleh kantor pusat, sehingga manajer
divisi kehilangan kebebasannya dalam mengendalikan biaya.
2. Kontribusi divisi langsung.
Cara ini dapat dilakukan apabila manajer divisi diberi kebebasan mengendalikan biaya-biaya
yang terjadi didivisinya sendiri atau divisi lainnya.
3. Kontribusi divisi terkendali.
Cara ini dapat dilakukan apabila manajer divisi diberi kebebasan mengendalikan biaya-biaya
yang terjadi didivisinya sendiri atau divisi lainnya serta beban alokasi dari kontor pusat untuk
biaya-biaya yang sifatnya dapat dikendalikan oleh manajer divisi.
4. Laba sebelum pajak.
Merupakan kontribusi divisi dikurangi dengan alokasi biaya dari kantor pusat yang sifatnya
tidak dapat dikendalikan oleh manajer divisi yang bersangkutan.
5. Laba bersih.
Cara ini dianggapnya kurang relevan, karena pajak yang diperhitungkan bersifat variabel
yang besarnya sangat ditentukan oleh besar-kecilnya laba sebelum pakaj itu sendiri.
Besarkecilnya
laba sebelum pajak tersebut terpengaruh oleh biaya-biaya kantor pusat. Hal lain yang
mengakibatkan tidak relevannya cara kelima ini, bahwa pajak hanyalah diperuntukkan kantor
pusat dan bukan untuk divisi.

§
7
METODE PENGUKURAN LABA DIVISI
Untuk mengukur kinerja pusat laba dapat menggunakan dua cara.
1. Pengukuran prestasi manajemen.
Pengukuran prestasi manajemen atau pengukuran prestasi personel dimaksudkan untuk
menilai tingkat kinerja manajer suatu pusat pertanggungjawaban dalam mencapai tujuan.
Pengukuran ini
dilakukan dengan maksud: (1) untuk proses perencanaan, (2) pengkoordinasian, (3)
pengendalian kegiatan, dan (4) pemberian motivasi kerja para manajer pusat laba. Penilaian
ini hanya sebatas pada pendapatan dan biaya yang memang dapat dipengaruhi atau
dikendalikan oleh manajer pusat laba yang diukur. Untuk menyatakan tingkat keberhasilan
suatu pusat laba, maka hasil pencapaiannya dibandingkan dnegan standar atau anggaran yang
telah ditetapkan sebelumnya. Penyimpangan yang terjadi diantaranya akan menunjukkan
seberapa baik prestasi atau kinerja yang dicapai.
2. Pengukuran prestasi ekonomi.
Pengukuran prestasi ekonomi ini manajer pusat pertanggungjawaban tidak hanya dinilai
sebatas pada pendapatan dan biaya yang dapat dikendalikan saja akan tetapi juga meliputi
pendapatan dan biaya dari alokasi. Pengukuran kinerja ekonomi ini menekankan pada
prestasi manajer pusat pertanggungjawaban sebagai suatu kesatuan ekonomi. Laporan ini
dilakukan dalam frekuensi yang lebih jarang dibandingkan dnegan pengukuran prestasi
manajemen. Laporan prestasi ekonomiini disajikan pada saat diperlukan saja.
MASALAH-MASALAH DALAM PENGUKURAN LABA
Pusat laba yang ada dalam suatu perusahaan, dipandang dari sisi perusahaan bukanlah
merupakan suatu lembaga independen yang benar- benar terpisah dengan pusat laba yang
lainnya dan juga terhadap pusat perusahaan. Oleh karena itu pengukuran yang dilakukan
terhadap pusat laba sangat kompleks kondisinya, hal ini karena transaksi yang terjadi tidak
hanya antara pusat laba dengan pihak luar. Akan tetapi juga melakukan transaksi dengan
pusat laba yang lainnya, dengan kantor pusat, dan juga dengan bagian-bagian lainnya yang
ada di perusahaan yang bersangkutan. Kondisi tersebut memunculkan beberapa masalah
dalam pengukuran pusat laba yang dapat dikemukakan sbb.
a. Masalah pendapatan bersama.

§
7
b. Masalah biaya bersama.
c. Masalah harga transfer.
d. Masalah konsep laba.
Pendapatan bersama ini timbul apabila bagian pemasaran divisi tertentu dapat
menemukan pembeli, namun pembeli tersebut melaksanakan transaksi pembeliannya dengan
divisi lain dalam perusahaan yang sama. Pendapatan yang diperoleh tersebut merupakan hasil
usaha bersama dua divisi. Untuk dapat melakukan penilaian dengan baik, maka pendapatan
tersebut harus dibagi secara adil.
b. Masalah biaya bersama.
Biaya bersama ini timbul karena penyelenggaraan fasilitas bersama yang manfaatnya
dinikmati bersama oleh beberapa pusat laba. Biaya bersama ini harus dialokasikan kepada
pusat laba yang menikmati manfaatnya sesuai dengan konsumsi jasa yang sesungguhnya.
Alokasi ini perlu dilakukan secara adil guna melakukan penilaian terhadap prestasi ekonomi
pusat laba.
c. Masalah harga transfer.
Apabila dua pusat laba atau lebih melakukan transaksi yang berupa transfer barang
atau jasa, maka akan memunculkan harga transfer. Untuk dapat melakukan pengukuran
terhadap pusat laba, terutama besarnya laba yang menjadi bagian masing-masing pusat laba,
maka harus diperhitungkan besarnya harga transfer barang atau jasa yang ditransfer
antarpusat laba tersebut. Bagi divisi penjual harga transfer tersebut merupakan pendapatan,
dan bagi divisi yang membeli harga transfer tersebut merupakan biaya. Keduanya baik
pendapatan maupun biaya merupakan komponen dalam perhitungan laba.
d. Masalah konsep laba
Sebagaimana sudah disinggung di depan, bahwa terdapat beberapa konsep laba yang
berkaitan dengan pusat pertanggungjawaban laba. Beberapa konsep tersebut dapat
dikemukakan sebagai berikut.
1) Laba kontribusi divisi.
Laba kontribusi divisi merupakan selisih antara total pendapatan / penjualan dengan total
biaya variabel, baik biaya variable yang terkendali maupun biaya variabel yang tidak
terkendalian oleh manajer pusat laba yang bersangkutan. Konsep laba ini bermanfaat untuk
perencanaan dan pembuatan keputusan laba pusat laba dalam jangka pendek, misalnya
analisis biaya volume laba. Konsep laba ini tidak dapat digunakan untuk penilaian prestasi
manajer maupun prestasi ekonomi suatu pusat laba.

§
7
a) Tidak dapat digunakan untuk menilai prestasi manajer pusat laba, karena:
 Tidak semua biaya variabel dapat dikendalikan oleh pusat laba. Misalnya biaya
kebijakan yang ditentukan oleh manajer kantor pusat tidak dapat dikendalikan oleh
manajerpusat laba.
 Sebagian biaya tetap dapat dikendalikan oleh manajer pusat laba, namun dalam
konsep ini tidak memasukkan unsur biaya tetap sekalipun itu dapat dikendalikan oleh
manajer pusat laba yang bersangkutan.
b) Tidak dapat digunakan untuk menilai prestasi ekonomi suatu divisi, karena konsep
laba ini tidak memasukkan semua biaya divisi sebagai suatu kesatuan ekonomi yang
independen. Beberapa alasan kontribusi margin digunakan sebagai penilaian prestasi
suatu divisi atau suatu pusat laba antara lain:
 Biaya tetap dianggapnya sebagai suatu biaya yang tidak dapat dikendalikan oleh
manajer suatu divisi atau suatu pusat laba.
 Manajer pusat laba atau divisi harus berusaha memaksimaumkan selisih pendapatan
dan biaya variabel.
2) Laba Terkendalikan Divisi
Laba terkendalikan divisi dihitung dengan cara mengurangkan pendapatan divisi dengan
biaya-biaya yang terkendalikan oleh manajer divisi yang bersangkutan. Biaya terkendalikan
divisi ini meliputi biaya variabel terkendali dan juga biaya tetap kendali oleh divisi. Dalam
konsep ini termasuk biaya yang dialokasikan, selama biaya tersebut memang dapat
dikendalikan oleh divisi atau pusat laba yang bersangkutan. Misalnya biaya pelatihan,
biasanya dialokasikan ke divisi atau pusat laba. Biaya pelatihan tersebut dapat merupakan
biaya terkendali apabila divisi atau pusat laba memiliki wewenang untuk menentukan jumlah
kaaaryawan yang dikirim untuk mengikuti pelatihan. Dengan demikian konsep laba
terkendali ini menunjukkan pada laba yang benar-benar dapat dikendalikan oleh pusat laba
dengan mempertimbangkan baik biaya langsung maupun tidak langsung (yang dialokasikan
oleh kantor pusat).
Laba terkendali divisi ini bermanfaat untuk menilai prestasi manajer divisi, karena
laba terkendali menggambarkan kemampuan manajer divisi untuk menggunakan sumber-
sumber yang berada di bawah wewenangnya untuk memperoleh pendapatan. Konsep laba ini
tidak dapat digunakan untuk menilai prestasi ekonomi suatu divisi, karena tidak semua biaya
divisi yang independen dimasukkan ke dalam perhitungan laba. Laba terkendalikan belum

§
7
mencerminkan laba langsung divisi, karena biaya langsung yang sifatnya tidak terkendali
baik tetap maupun variabel belum diperhitungkan ke dalam laporan rugi-laba.

3) Laba Langsung Divisi


Laba langsung divisi dihitung dnegan cara mengurangkan pendapatan divisi dengan semua
biaya yang langsung terjadi dalam divisi yang bersangkutan, tanpa memperhatikan terkendali
atau tidak, variabel maupun tetap. Dalam konsep laba ini tidak memperhatikan alokasi biaya
oleh kantor pusat. Konsep ini cocok untuk menilai profitabilitas suatu divisi dalam jangka
panjang. Dalam jangka panjang divisi dapat menghasilkan laba langsung sebagai bentuk
kontribusi suatu divisi kepada perusahaan secara keseluruhan. Laba yang diukur dengan
konsep ini tidak mencerminkan prestasi manajer divisi dan prestasi ekonomi divisi.

4) Laba Bersih Divisi Sebelum Pajak


Laba bersih divisi sebelum pajak dihitung dengan cara pendapatan divisi dikurangi dengan
biaya langsung divisi dan dikurangi lagi dengan biaya dari kantor pusat. Konsep laba ini
mencerminkan prestasi ekonomi divisi. Sebagai suatu kesatuan ekonomi, divisi menikmati
jasa yang diberikan oleh kator pusat, oleh karena itu biaya jasa dari kantor pusat tersebut
perlu dialokasikan ke divisi. Konsep pengukuran ini dapat diperbandingkan dengan
perusahaan lain yang sejenis dan sebagai dasar analisis ekonomi tentang profitabilitas divisi
atau pusat laba. Beberapa alasan lain atas penggunaan konsep laba ini sebagai penilaian
prestasi ekonomi antara lain:
a. Jika biaya kantor pusat tidak dialokasikan maka laba divisi tidak dapat
menggambarkan kemampuan divisi sebagai suatu kesatuan ekonomi.
b. Pengukuran laba bersih setelah pajak tidak bertujuan menilai prestasi manajer divisi
tetapi tetapi untuk mengukur prestasi ekonomi.
c. Jika biaya kantor pusat dialokasikan kepada setiap divisi, manajer divisi semakin
dapat menyadari pengaruh biaya tersebut
sehingga akan berusaha menekan biaya kantor pusat. Beberapa alasan keberatan terhadap
penggunaan konsep laba bersih sebelum pajak sebagai dasar penilaian prestasi ekonomi
divisi, karena:
 Biaya kantor pusat merupakan biaya tidak terkendalikan oleh manajer divisi, sehingga
menjadi tanggungjawab kantor pusat sepenuhnya.

§
7
 Sulit ditentukan dasar alokasi yang adil dan telisi untuk setiap divisi, sehingga lebih
sering ditentukan secara sembarangan.
5) Laba Bersih Divisi Sesudah Pajak
Konsep ini digunakan untuk menilai prestasi ekonomi divisi. Divisi dapat dikenai pajak
apabila merupakan kesatuan ekonomi yang berdiri sendiri. Namun demikian konsep laba ini
jarang
digunakan, karena:
a. Jika persentase pajak setiap divisi besarnya sama, maka laba divisi sesudah pajak
merupakan persentase tetap dari laba divisi sebelum pajak.
b. Keputusan yangberhubungan dengan pajak biasanya dilakukan oleh kantor pusat.
Informasi yang diperoleh dari konsep laba bersih sesudah pajak antara lain:
 Persentase pajak setiap divisi besarnya berbeda, karena penetapan besarnya pajak
didasarkan pada strata tertentu sebagaimana yang berlaku di Indonesia.
 Divisi yang beroperasi di negara yang berbeda biasanya menghadapi peraturan pajak
yang berbeda pula.
Kesimpulan
Akuntansi pertanggungjawaban yang diterapkan di PT. PLN (Persero) saat ini sudah
berjalan dengan sangat baik. Hal ini dapat dilihat dengan adanya struktur organisasi yang
dijadikan sebagai alat untuk pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab bagi setiap
manajer, adanya anggaran yang dijadikan sebagai alat pengendali biaya, dan juga adanya
laporan pertanggungjawaban sebagai bahan pelaporan dan evaluasi atas kegiatan yang telah
dilaksanakan pada pusat biaya tersebut.
Penilaian kinerja manajer pusat biaya sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya
daerah pertanggungjawaban bagi setiap manajer yang bertanggung jawab pada pusat biaya,
adanya kriteria untuk mengukur kinerja manajer supaya manajer tersebut dapat
melaksanakan tugasnya dan adanya penyebab timbulnya penyimpangan yang terjadi di
perusahaan. Hal tersebut merupakan kesalahan seorang manajer dan menjadi pelajaran bagi
setiap kariyawan agar dapat meneliti suatu hal yang akan dikerjakan.
Akuntansi pertanggungjawaban yang dilaksanakan dengan baik maka akan berperan dalam
penilaian kinerja manajer pusat biaya. Tetapi ada juga yang dipengaruhi faktor lain diluar
akuntnasi pertanggungjawaban seperti pusat laba, pusat pendapatan, dan juga pusat investasi.

§
7

You might also like