You are on page 1of 16

Makalah

PROSES PEMURNIAN PADA MINYAK ATSIRI

Oleh :

Nama : FAUZAN
Nim : 0605105010009
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Mata kuliah : Teknologi Pengolahan Minyak Atsiri

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2009
PROSES PEMURNIAN MINYAK ATSIRI

ABSTRAK

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan banyak


digunakandalam industri sebagai pemberi aroma dan rasa. Nilai jual dari minyak
atsiri sangat ditentukan oleh kualitas minyak dan kadar komponen utamanya.
Minyak atsiri di Indonesia sebagian besar masih diusahakan oleh masyarakat
awam, sehingga minyak yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan. Kualitas atau mutu minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah
dari masing-masing minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di
dalamnya. Adanya bahan-bahan asing tersebut dengan sendirinya akan merusak
mutu minyak atsiri yang bersangkutan. Bila tidak memenuhi persyaratan mutu,
maka nilai jual minyak tersebut akan jauh lebih murah.
Untuk meningkatkan kualitas minyak dan nilai jualnya, bisa dilakukan
dengan beberapa proses pemurnian baik secara fisika ataupun kimia. Dari
beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemurnian bisa
meningkatkan kualitas minyak tersebut,terutama dalam hal warna, sifat
fisikokimia dan kadar komponen utamanya. Proses pemurnian yang akan dibahas
adalah untuk pemurnian minyak nilam, akar wangi,kenanga dan daun cengkeh.
Dari proses pemurnian bisa dihasilkan minyak yang lebihcerah dan karakteriknya
memenuhi persyaratan mutu standar.
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor minyak atsiri, seperti


minyak nilam, sereh wangi yang dikenal sebagai Java cittronellal oil, akar wangi,
pala, kenanga, daun cengkeh, dan cendana. Beberapa daerah produksi minyak
atsiri adalah daerah Jawa Barat (sereh wangi, akar wangi, daun cengkeh, pala),
Jawa Timur (kenanga, daun cengkeh), Jawa Tengah (daun cengkeh, nilam),
Bengkulu (nilam), Aceh (nilam, pala),Nias, Tapanuli, dan Sumatera Barat
(Manurung, 2003).Teknik penyulingan minyak atsiri yang selama ini diusahakan
para petani, masihdilakukan secara sederhana dan belum menggunakan teknik
penyulingan secara baik danbenar. Selain itu, penanganan hasil setelah produksi
belum dilakukan secara maksimal,seperti pemisahan minyak setelah penyulingan,
wadah yang digunakan, penyimpanan yang tidak benar, maka akan terjadi proses-
proses yang tidak diinginkan, yaitu oksidasi, hidrolisa ataupun polimerisasi.
Biasanya minyak yang dihasilkan akan terlihat lebih gelap dan berwarna
kehitaman atau sedikit kehijauan akibat kontaminasi dari logam Fe dan Cu. Hal
ini akan berpengaruh terhadap sifat fisika kimia minyak. Untuk itu, proses
penyulingan minyak yang baik dan benar perlu diketahui secara lebih rinci,
sehingga minyak yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan mutu yang ada.
Kualitas atau mutu minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari
masing-masing minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di
dalamnya; adanya bahan-bahan asing akan merusak mutu minyak atsiri.
Komponen standar mutu minyak atsiri ditentukan oleh kualitas dari
minyak itu sendiri dan kemurniannya. Kemurnian minyak bisa diperiksa dengan
penetapan kelarutan uji lemak dan mineral. Selain itu, faktor yang menentukan
mutu adalah sifat-sifat fisika-kimia minyak, seperti bilangan asam, bilangan ester
dan komponen utama minyak, dan membandingkannya dengan standar mutu
perdagangan yang ada. Bila nilainya tidak memenuhi berarti minyak telah
terkontaminasi, adanya pemalsuan atau minyak atsiri tersebut dikatakan bermutu
rendah. Faktor lain yang berperan dalam mutu minyak atsiri adalah jenis tanaman,
umur panen, perlakuan bahan sebelum penyulingan, jenis peralatan yang
digunakan dan kondisi prosesnya, perlakuan minyak setelah penyulingan,
kemasan dan penyimpanan.
Pemurnian merupakan suatu proses untuk meningkatkan kualitas suatu bahan agar
mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Beberapa metode pemurnian yang dikenal
adalah secara kimia ataupun fisika. Pemurnian secara fisika memerlukan peralatan
penunjang yang cukup spesifik, akan tetapi minyak yang dihasilkan lebih baik,
karena warnanya lebih jernih dan komponen utamanya menjadi lebih tinggi.
Untuk metode pemurnian kimiawi bisa dilakukan dengan menggunakan peralatan
yang sederhana dan hanya memerlukan pencampuran dengan adsorben atau
senyawa pengomplek tertentu.
TEKNOLOGI PEMURNIAN

Proses pemurnian bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa metode,


yaitu secara fisika dan kimia. Hal ini terkait dengan sifat minyak atsiri yang terdiri
dari 3 berbagai komponen kimia dan secara alami terbentuk pada tanaman sesuai
dengan tipe komponen yang berbeda dari setiap tanaman (Davis et al.,2006).
Proses pemurnian secara fisika bisa dilakukan dengan mendistilasi ulang
minyak atsiri yang dihasilkan (redestillation) dan distilasi fraksinasi dengan
pengurangan tekanan. Untuk proses secara kimia dengan 1) adsorpsi
menggunakan adsorben tertentu seperti bentonit, arang aktif, zeolit, 2)
menghilangkan senyawa terpen (terpeneless) untuk meningkatkan efek flavoring,
sifat kelarutan dalam alkohol encer, kestabilan dan daya simpan dari minyak, dan
3 ) larutan senyawa pembentuk kompleks seperti asam sitrat, asam tartarat
(Sait dan Satyaputra, 1995 )
Dalam proses secara fisika, yaitu metode redestilasi adalah menyuling
ulang minyak atsiri dengan menambahkan air pada perbandingan minyak dan air
sekitar 1:5 dalam labu destilasi, kemudian campuran didestilasi. Minyak yang
dihasilkan akan terlihat lebih jernih. Hasil penyulingan ulang terhadap minyak
nilam dengan metode redestilasi, ternyata dapat meningkatkan nilai transmisi
(kejernihan) dari 4 % menjadi 83,4 %, dan menurunkan kadar Fe dari 509,2 ppm
menjadi 19,60 ppm (Purnawati, 2000).
Untuk distilasi fraksinasi akan jauh lebih baik karena komponen kimia
dipisahkan berdasarkan perbedaan titik didihnya (Sulaswaty dan Wuryaningsih,
2001). Komponen kimia yang terpisah sesuai dengan golongannya. Adsorpsi
adalah proses difusi suatu komponen pada suatu permukaan atau antar partikel.
Dalam adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben padatan atau
cairan terhadap adsorbat atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul lainnya
(Anon,2000).
Untuk proses tersebut, bisa digunakan adsorben, baik yang bersifat polar
(silika, alumina dan tanah diatomae) ataupun non polar (arang aktif) (Putra, 1998).
Secara umum proses pemurnian secara kimia sesuai dengan diagram alir
Gambar1.
Minyak + adsorben

Pengadukan dengan pemanasan selama 15 menit

Penyaringan

Minyak

Gambar 1. Diagram alir pemurnian dengan adsorben


Pengkelatan adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan senyawa
pengkelat dan membentuk kompleks logam senyawa pengkelat
(Ekholm et al., 2003).
Proses pengkelatan dilakukan dengan cara yang sama dengan adsorpsi
hanya dengan mengganti adsorben dengan senyawa pengkelat. Senyawa
pengkhelat yang cukup dikenal dalam proses pemurnian minyak atsiri, antara lain
asam sitrat, asam malat, asam tartarat dan EDTA (Karmelita, 1997; Marwati et al.,
2005; Moestafa et al., 1990).
Proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan
kompleks logam dengan senyawa pengkelat. Berarti proses pengkelatan
dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa yang ada. Secara umum keseimbangan
reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :
Metode penghilangan senyawa terpen atau terpenless biasa dilakukan
terhadap minyak atsiri yang akan digunakan dalam pembuatan parfum, karena
minyak yang dihasilkan akan memberikan aroma yang lebih baik (Hernani et al.,
2002; Sait dan Satyaputra, 1995). Ada dua cara penghilangan terpen, yaitu dengan
adsorpsi menggunakan kolom alumina menggunakan eluen tertentua dan ekstraksi
menggunakan alkohol encer.
HASIL-HASIL PENELITIAN PEMURNIAN MINYAK

A. MINYAK AKAR WANGI

Minyak akar wangi (Vetiveria zizanoides), termasuk dalam famili Graminae,


biasanya tumbuh didaerah tropis seperti India, Tahiti, Haiti dan Indonesia
(khususnya Jawa) (Anon, 2006). Tanaman ini selain mengandung minyak atsiri,
juga bias dimanfaatkan untuk mencegah erosi, vegetasi konservasi karena bentuk
akarnya yang kuat (Emmyzar et al., 2000). Minyak akar wangi banyak digunakan
dalam industry parfum, bahan kosmetik, obat-obatan, antiseptik, afrodisiak,
sedativ, tonik dan bias dimanfaatkan sebagai biopestisida (Anon, 2006; Kamal
and Ashok, 2006; Emmyzar et al., 2000). Komponen utama dari minyak akar
wangi adalah senyawa golongan 5 seskuiterpen (3-4 %), seskuiterpenol (18-25 %)
dan seskuiterpenon seperti asam benzoat, vetiverol, vetiverol, furfurol, α dan β
vetivone, vetivene dan vetivenil vetivenat (Anon, 2006; Kamal and Ashok, 2006;
Emmyzar et al., 2000). Pemurnian terhadap minyak akar wangi yang bermutu
rendah (berwarna kehitaman) dengan menggunakan bentonit 2 % akan
meningkatkan mutu minyak dalam hal peningkatan kejernihan dari 46 % menjadi
88 % berarti terjadi perubahan warna minyak dari coklat gelap menjadi kuning
kecoklatan (Tabel 1).
B. MINYAK NILAM

Nilam (Pogostemon cablin BENTH) salah satu dari famili Labiatae,


merupakan minyak atsiri yang cukup penting. Indonesia merupakan salah satu
produsen minyak nilam terbesar di dunia dengan kontribusinya sekitar 90 %.
Negara tujuan ekspor minyak nilam antara lain Jepang, Singapura, Amerika dan
Perancis. Kegunaan utama minyak nilam biasanya dalam industri parfum sebagai
zat pengikat/fiksatif, industri sabun dan kosmetik. Minyak nilam terdiri dari
campuran senyawa terpen yang bercampur dengan alkohol, aldehid dan ester-ester
yang memberikan aroma yang khas dan spesifik. Senyawa-senyawa tersebut
antara lain, sinamaldehid, benzaldehid, patchoulen, patchouli alkohol dan eugenol
benzoat. Patchouli alkohol merupakan komponen utama minyak nilam. Minyak
yang banyak mengandung senyawa terpen akan menurunkan nilai 6 kelarutannya
(Hernani dan Risfaheri, 1989).
Senyawa terpen dalam minyak akan mudah mengalami proses polimerisasi,
oksidasi ataupun hidrolisa karena adanya cahaya, dan air. Untuk pemurnian
minyak nilam bisa dilakukan dengan menggunakan senyawa pengkhelat dan
penghilangan senyawa terpen (terpeneless). Pemurnian minyak menggunakan Na-
EDTA (di Natrium Ethylene Diamine Tetra acetic acid) 0,05 M dengan
perbandingan 1 : 1 dan pengadukan selama 5 menit akan menghilangkan
kandungan Fe (besi) sekitar 95 % (Tabel 2) (Mostafa et al., 1990). Dari tabel
tersebut dapat diketahui bahwa dengan penurunan kadar logam, terjadi perubahan
warna minyak yang sangat signifikan yaitu dari coklat tua menjadi kuning jernih.
Dari hasil penelitian terpeneless menggunakan alkohol encer terhadap minyak
nilam, ternyata dapat meningkatkan kadar patchouli alkohol dari 31,69 %menjadi
55,29 % (Hernani et al., 2002).
Pada minyak nilam dapat dilakukan pemurnian secara redestilasi, hasil
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai transmisi dari 4 % menjadi 83,4 %.
Peningkatan transmisi tersebut seiring dengan penurunan kadar logam Fe dalam
minyak yaitu dari 509,2 ppm menjadi 19,60 ppm (Purnawati, 2000).

C. MINYAK KENANGA

Minyak kenanga adalah minyak yang diperoleh dari penyulingan bunga


kenanga (Canangium odoratum Baill). Minyak kenanga banyak digunakan dalam
industri flavor, parfum, kosmetika dan farmasi. Komponen utama minyak
kenanga dari konsentrasi yang paling besar berturut-turut adalah adalah β-
kariofilen, α-terpineol, benzil asetat dan benzil alkohol (Sastrohamidjojo, 2002).
Masalah yang timbul dalam penyulingan 7 minyak kenanga pada industri kecil
adalah warna minyak yang hitam kecoklatan dan kotor. Kondisi tersebut
disebabkan terjadinya reaksi antara senyawa dalam minyak dengan ion logam
yang berasal dari ketel suling (Brahmana, 1991), dan adanya proses polimerisasi,
oksidasi dan hidrolisis. Salah satu upaya untuk memecahkan masalah minyak
kenanga yang berwarna hitam kecoklatan dan kotor adalah dengan proses
pemurnian. Pemurnian minyak menggunakan bentonit 3 % akan menghasilkan
minyak dengan kejernihan dan warna yang lebih baik dari pada menggunakan
arang aktif, asam sitrat dan asam tartarat (Mulyono dan Marwati, 2005).
Sifat fisikokimia minyak kenanga sebelum dan sesudah pemurnian tersaji
pada Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa setelah pemurnian, kejernihan minyak
meningkat, warna minyak berubah dari coklat menjadi kuning, kadar logam
(Mg,Fe, Mn, Zn, Pb) menurun, akan tetapi komponen utama dalam minyak (β-
kariofilen, α-terpineol) tidak berubah. Secara umum minyak telah memenuhi
standar mutu SNI.

D. MINYAK DAUN CENGKEH

Minyak daun cengkeh adalah minyak atsiri yang diperoleh dari


penyulingan daun dan ranting tanaman cengkeh. Minyak daun cengkeh hasil
penyulingan rakyat seringkali berwarna hitam kecoklatan dan kotor, sehingga
untuk meningkatkan nilai jual dari minyak tersebut, perlu dilakukan pemurnian.
Dari beberapa hasil pemurnian menunjukkan bahwa minyak dapat dimurnikan
dengan metoda adsorpsi dan pengkelatan. Komponen minyak daun cengkeh dapat
dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah senyawa fenolat dengan
eugenol sebagai komponen terbesar. Kelompok kedua adalah senyawa non fenolat
yaitu β-kariofeilen, α-kubeben, α-kopaen, humulen, δ- kadien, dan kadina 1,3,5
trien dengan β-kariofeilen sebagai komponen terbesar. Eugenol mempunyai flavor
yang kuat dengan rasa yang sangat pedas dan panas (Sastrohamidjojo, 2002).
Pada proses pemurnian minyak daun cengkeh dengan bentonit 1 sampai
10% diketahui bahwa dengan peningkatan konsentrasi bentonit terjadi
peningkatan kejernihan, kecerahan dan warna minyak. Peningkatan kejernihan
terjadi karena bentonit sifatnya mudah menyerap air dan logam, sehingga dengan
berkurangnya air dan logam yang terikat dalam minyak menyebabkan minyak
menjadi jernih. Pemurnian secara pengkelatan dengan asam sitrat 0,6 % juga
menunjukkan hasil yang sama, yaitu peningkatan kejernihan dan kualitas minyak
(Marwati et al., 2005).
Kualitas minyak daun cengkeh sebelum dan setelah pemurnian terlihat pada
Tabel 4.

Tabel 4. Sifat fisikokimia minyak daun cengkeh sebelum dan setelah pemurnian
dan standar mutu minyak menurut SNI

Sumber : Marwati et al. (2005)


Dari Tabel 4 terlihat bahwa dengan proses pemurnian baik dengan bentonit
maupun asam sitrat, terjadi peningkatan mutu minyak. Pemakaian bentonit
dengan
konsentrasi 7 % sampai 10 % menghasilkan minyak dengan sifat fisik yang tidak
berbeda jauh, tetapi sangat berpengaruh terhadap peningkatan kadar eugenol.
Konsentrasi terbaik untuk pengkelatan minyak daun cengkeh dengan asam tartarat
adalah 4 %. Akan tetapi dengan bantuan pemanasan (60°C) selama 30 menit, akan
menghasilkan minyak yang jauh lebih jernih, hal ini terlihat dari peningkatan nilai
transmisi (34,7- 58,5 %) (Karmelita, 1991). Pemurnian minyak daun cengkeh
dengan asam tartarat 4 % berpengaruh sekali terhadap peningkatan kejernihan
(dari 1,1 % menjadi 75,7%), perubahan warna minyak dari gelap menjadi coklat
muda dan peningkatan kadar eugenol dari 76,996 ppm menjadi 79,038 ppm,
sedangkan karakteristik lain tidak berubah secara signifikan.
STANDAR MUTU

Persyaratan standar mutu minyak atsiri menggunakan batasan atau


kriteria-kriteria tertentu. Biasanya dalam karakteristik mutu dicantumkan sifat
khas minyak atsiri sesuai dengan bahan asalnya atau karakteristik ilmiah dari
masing-masing minyak tersebut. Dari sifat fisika kita akan mengetahui
keasliannya, sedangkan sifat kimia, meliputi komponen kimia pendukung minyak
secara umum bisa diketahui, terutama komponen utamanya. Adanya bahan-bahan
asing yang tercampur dengan sendirinya akan merusak mutu minyak tersebut.
Oleh karena itu, cara-cara sederhana tetapi teliti sangat diperlukan untuk
mendeteksi adanya bahan-bahan asing, baik secara kualitatif ataupun kuantitatif.
Bahkan persyaratan tertentu seperti komponen utama minyak atsiri perlu
dicantumkan dalam upaya menghindari pemalsuan (Pardede, 2003). Contoh
standar yang digunakan dalam perdagangan minyak nilam (Tabel 5).

Tabel 5. Standar Nasional Indonesia dan Essential Oil Association untuk minyak
nilam.
DAFTAR PUSTAKA

Anon. 2000. Adsorption. Microsoft Corporation


http://encarta.msn.com/find/consice.asp?ti=01AFA000Anon. 2006.
Vetiver essential information.
file://C:\DOCUME~1\Pasca\LOCALS~1\Temp\J7SHE9R8.htm
Brahmana, H.R. 1991. Pengaruh penambahan minyak kruing dan besi
oksida terhadap mutu minyak nilam (Patchouli oil). Komunikasi Penelitian 3 (4) :
330-341.
Davis, E; J. Hassler; P. Ho; A. Hover and W. Kruger. 2006. Essential
oil.Http://.wsu.edu/~gmhyde/433_web_pages/433oil-webpages/essence/essence-
oils.
Ekholm P., L. Virkki, M. Ylinen, and L. Johanson. 2003. The effect of
phytic acid and some natural chelating agents on solubility of mineral elements in
oat bran. Food Chem 80: 165-170.
Emmyzar; S. Roechan; A.M. Kurniawansyah dan Pulung. 2000.
Produktivitas dan kadar minyak tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt)
di tanah tercemar logam berat cadmium. Jurnal ilmiah Pertanian Gakuryoku.VI
(2) : 129-179.
Hernani dan Risfaheri. 1989. Pengaruh perlakuan bahan sebelum
penyulingan terhadap rendemen dan karakteristik minyak nilam. Pemberitaan
Littri. XV (2) : 84- 87.
Hernani, Munazah dan Ma’mun. 2002. Peningkatan kadar patchouli
alcohol dalam minyak nilam (Pogostemon cablin Benth.) melalui proses
deterpenisasi. Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik.
Kerjasama Kehati, LIPI, Apinmap, Unesco, Jica, Bogor : 225-228.
Kamal, C and R. Ashok. 2006. Modified vetiver oil : economic
biopesticide.http://www.ars.usda.gov/research/publications/publications.htm?
SE_Q NO_ 115=170715
Karmelita, L. 1991. Mempelajari cara pemucatan minyak daun cengkeh
(Syzigium aromaticum L.) dengan asam tartarat. Skripsi S1, Fateta, IPB-Bogor.
Manurung, T.B. 2003. Usaha pengolahan dan perdagangan minyak atsiri
Indonesia dan permasalahannya dalam menghadapi era perdagangan global.
Sosialisasi Temu Usaha Peningkatan Mutu Bahan Olah Industri Minyak
Atsiri.Dirjend. Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan. Jakarta.
Marwati, T., M.S. Rusli, E. Noor dan E. Mulyono. 2005. Peningkatan
mutu minyak daun cengkeh melalui proses pemurnian. Jurnal Penelitian
Pascapanen Pertanian. 2 (2):93-100.
Mulyono, E. dan T. Marwati. 2005. Kajian proses pemurnian minyak
kenanga. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 1(1): 31-37
Moestafa, A; E. Suprijatna dan Gumilar. 1990. Pengaruh kepekatan
larutan garam EDTA (Disodium Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid) dan lama
pengadukannya terhadap pengikatan ion besi dalam minyak nilam. Warta IHP. 7
(1) : 23-26.
Pardede, J.J. 2003.Peningkatan mutu minyak atsiri dan pengembangan
produk turunannya. Sosialisasi/temu usaha peningkatan mutu bahan olah industry
minyak atsiri. Deperindag, Jakarta. 20 hal.
Purnawati, R. 2000. Pemucatan minyak nilam dengan cara redestilasi dan
cara kimia. Skripsi. Fateta. IPB. Bogor.

Putra, R.S.A. 1998. Desain alat pemucat minyak akar wangi skala industri
kecil.Skripsi Fateta, IPB.47 hal.

Rohayati, N. 1997. Penggunaan bentonit, arang aktif dan asam sitrat untuk
meningkatkan mutu minyak akar wangi. Skripsi Fateta, IPB. 50 hal.

Sait, S dan I. Satyaputra. 1995. Pengaruh proses deterpenasi terhadap mutu


obat minyak biji pala. Warta IHP. 12 (1-2) : 41-43.
Sastrohamidjojo, H. 2002. Kimia Minyak Atsiri. FMIPA, UGM.
Yogyakarta.

Sulaswaty, A dan Wuryaningsih. 2001. Teknologi ekstraksi dan


pemurnian minyak atsiri sebagai bahan baku flavor & fragrance. Prosiding
Simposium Rempah Indonesia.Kerjasama MaRI dan Puslitbangbun, Jakarta : 99-
106

You might also like