You are on page 1of 9

ANAK TUNA DAKSA

A.      Latar Belakang Masalah.


 
Persepsi masyarakat awam tentang anak berkelainan fungsi anggota tubuh (anak
tunadaksa) sebagai salah satu jenis anak berkelainan dalam konteks Pendidikan Luar
Biasa (Pendidikan Khusus) masih dipermasalahkan. Munculnya permasalahan tersebut
terkait dengan asumsi bahwa anak tunadaksa (kehialangan salah satu atau lebih fungsi
anggota tubuh) pada kenyataannya banyak yang tidak mengalami kesulitan untuk meniti
tugas perkembangannya, tanpa harus masuk sekolah khusus untuk anak tunadaksa
(khususnya tunadaksa ringan).
 
Secara umum dikenal dua macam anak tunadaksa. Pertama, anak tunadaksa yang
disebabkan karena penyakit polio, yang mengakibatkan terganggunya salah satu fungsi
anggota badan. Anak tunadaksa kelompok ini sering disebut orthopedically handicapped,
tidak mengalami hambatan perkembangan kecerdasannya. Oleh karena itu mereka dapat
belajar mengikuti program sekolah biasa.
 
Kedua, anak tunadaksa yang disebabkan oleh gangguan neurologis. Anak tunadaksa
kelompok ini mengalami gangguan gerak dan kebanyakan dari mereka mengalami
gannguan kecerdasan dan sering disebut neurologically handicapped atau secara khusus
mereka disebut penyandang cerebral palsy. Anak tunadaksa kelompok ini membutuhkan
layanan pendidikan luar biasa.
 
Anak yang mengalami gangguan gerakan pada taraf sedang dan berat, umumnya
dimasukkan ke sekolah luar biasa (SLB), sedangkan anak yang mengalami gangguan
gerakan dalam taraf ringan banyak ditemukan sekolah – sekolah umum. Namun jika
mereka tidak mendapatkan pelayanan khusus dapat menyebabkan terjadinya kesulitan
belajar yang serius.
 
B.      Pengertian Anak Tunadaksa.
 
Secara etimologis, gambaran seseorang yang diidentifikasikan mengalami
ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi
anggota tubuh sebgai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan
akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan – gerakan tubuh tertentu mengalami
penurunan.
Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah
ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh
berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal,
akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan tidak sempurna (Suroyo, 1977). Sehingga untuk
kepentingan pembelajarannya perlu layanan khusus. (Kneedler, 1984)
 
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yan menetap pada alat gerak
(tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Jika mereka mengalami gangguan gerakan karena kelayuhan pada fungsi syaraf otak
disebut dengan cerebral palsy (CP).
 
Pengerôhan Tunadaksa bisa dilihat dari segi fisiknya dan dari segi anatominya. Dari segi
fungsi fisik, tunadaksa diarôhkan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatannya
mengalaami masalah sehingga menghasilkan kelainan di dalam beòhnteraksi denan
lingkungan sosialnya dan untuk meningkatkan fungsinya dipeòmukan program layanan
khusus. Pengerôhan yang didasarkan pada anatomi biasanya digunakan dalaam
kedokteran. Daerah mana ia mengalami kelainan.
 
Istilah kelianan fisik (physical disability) sebenarnya tidak digunakan, namun
kenyataannya definisi – definisi tersebut digunakan dalam penerapan IDEA. Istilah yang
digunakan dalam undang – undang itu adalah kelainan ortopedi (orthopedic impairment)
dan kelainan kesehatan lain (other health impairment).
 
Isilah ini didefinisikan sebagai berikut dalam Federal Register kelainan ortopedi berarti
suatu keadaan penurunan fungsi ortopedik yang mempunyai efek merugikan pada
prestasi pembelajaran anak. Istilah ini meliputi gangguan yang disebabkan kelianan
bawaan (misalnya berkaki pengkar, hilang salah satu anggota tubuh).
 
Kelianan / gangguan yang disebabkan oleh penyakit (misalnya poliomyelitis, TBC tulang
dll), dan kelainan oleh penyebab lain (misalnya cerebral palsy, amputasi, patah tulang
atau terbakar yang menyebabkan kontraktur).
 
Kelainan kesehatan lain berarti memiliki keterbatan kesehatan, vitalitas atau
kewaspadaan yang disebabkan oleh masalah – masalah  kesehatan yang akut misalnya
penyakit jantung, tuberculosis, reumatik, radang ginjal, keracunan tubuh, leukemia atau
diabetes yang mengaakibatkan merugikan pada prestasi pendidikan sianak (federal
register, 1990)
C.      Karakteristik Anak Tunadaksa.
 
Secara umum karakteristik kelainan anak yang dikatagorikan sebagai penyandang
tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi anak tunadaksa ortopedi (orthopedically
handicapped) dan anak tunadaksa syaraf (neurogically handicapped) (Hallahan dan
Kauffman, 1991)
 
Menyimak keadaan yang nampak pada tunadaksa ortopedi dan tunadaksa syaraf tidak
terdapat perbedaan yang mencolok, sebab secara fisik kedua jenis anak tunadaksa
memiliki kesamaan, terutama pada fungsi analogi anggota tubuh untuk melakukan
mobilitas. Namun apabila dicermati secara seksama sumber ketidakmampuan untuk
memanfaatkan fungsi tubuhnya untuk beraktifitas atau mobilitas akan Nampak
perbedaannya.
 
 
D.     Jenis pengelompokan anak tunadaksa.
 
Ada dua katagori cacat tubuh, yaitu cacat tubuh karena penyakit polio dan cacat tubuh
karena kerusakan otak sehingga mengakibatkan ketidakmampuan gerak (cerebral palsy).
 
Diihat dari pergerakan otot – otot penyandang cerebral palsy dikelompokkan menjadi
lima jenis yaitu spastic, athetoid, ataxia, termor dan rigid.
 
Spastic. Anak yang menglami spastic ini menunjukkan kekejangan pada otot – ototnya,
yang disebabkan oleh gerakan – gerakan kaku dan akan hilang dalam keadaan diam
misalnya waktu tidur. Pada umumnya kekejangan ini akan menjadi hebat jika anak dalam
keadaan marah atau dalam keadaan tenang.
 
Athetoid. Anak yang mengalami athetoid, tidak mengalami kekejangan atau kekakuan.
Otot – ototnya dapat bergerak dengan mudah, malah sering terjadi gerakan – gerakan
yang tidak terkendali yang timbul diluar kemampuannya. Hal ini sangat mengganggu dan
merepotkan anak itu sendiri. Gerakan ini terdapat pada tangan, kaki, lidah, bibir dan
mata.
 
Tremor. Anak yang mengalami tremor sering melakukan gerakan – gerakan kecil yang
berulang – ulang. Sering dijumpai anak yang salah satu anggota tubuhnya selalu
bergerak.
 
Rigid. Anak cerebral palsy jenis ini mengalami kekakuan otot – otot. Otot selalu kaku
bukan merupakan daging tetapi seperti benda kerat. Gerakan – gerakannya sangat lambat
dan kasar. Kondisi – kondisi anak seperti itu jelas member dampak pada aktifitas pada
hidupnya.
 
E.      Faktor Penyebab Ketunadaksaan.
 
Seperti juga kondisi ketunaan yang lain, kondisi kelainan pada fungsi anggota tubuh atau
tunadaksa dapat terjadi pada saat sebelum anak lahir (prenatal), saat lahir (neonatal) dan
setelah anak lahir (post natal).
 
Kelainan fungsi anggota tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi sebelum bayi lahir atau
ketika dalam kandungan, diantaranya dikarenakan factor genetik dan kerusakan pada
system syaraf pusat.
 
Factor lain yang menyebabkan kalainan pada bayi selama dalam kandungan ialah :
1.      Anoxia prenatal.
Hal ini disebabkan pemisahan bayi dari plasenta, penyakit anemia, kondisi jantung
yang gawat, shock, percobaan abortus (pengguguran kandungan).
2.      Gangguan metabolism pada ibu.
3.      Faktor rhesus.
Kondisi ketunadaksaan yang terjadi pada masa kelahiran bayi, diantaranya :
a.      Kesulitan saat persalinan karena letak bayi sungsang atau pinggul ibu terlalu
kecil.
b.      Pendarahan pada otak pada saat kelahiran.
c.       Kelahiran premature.
d.      Gangguan pada plasenta yang dapat mengurangi oksigen sehingga
mengakibatkan terjadinya anoxia.
 
Adapun kelainan fungsi anggota tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi pada masa
setelah lahir, diantaranya :
1.      Factor penyakit, seperti meningitis (radang selaput otak) encephalis (radang
otak), influenza, diphtheria, partusis dan lain – lain.
2.      Factor kecelakaan, misalnya kecelakaan lalulintas, terkena benturan benda
keras, terjatuh dari tempat yang berbahaya bagi tubuhnya, khususnya bagian
kepala yang melindungi otak.
3.      Pertumbuhan tubuh / tulang yang tidak sempurna.
 
PERMASALAHAN ANAK TUNA DAKSA
 
Pembahasan akan dibatasi pada anak tunadaksa kelompok neurologically handicapped
(gangguan neurologis) atau secara khusus disebut penyandang cerebral palsy, karena anak
tunadaksa kelompok ini yang sesungguhnya membutuhkan layanan pendidikan luar biasa.
 
Anak tunadaksa kelompok ini mempunyai permasalahan yang sangat rumit, karena disamping
mengalami gangguan pada fungsi gerak juga pada umumnya mengalami gangguan
kecerdasannya. Disamping kadang – kadang disertai juga dengan gangguan penglihatan,
pendengaran dan gangguan persepsi. Oleh karena itu, permasalahan yang dialami anak cerebral
palsy ada kesamaan dengan anak terbelakang mental.
 
Kondisi – kondisi anak seperti itu jelas member dampak pada aktivitas hidupnya. Anak
tunadaksa akan mengalami kesulitan permasalahan – permasalahan antara lain :
A.      Kesulitan Aktivitas Motorik.
Ada tiga kelainan aktivitas motorik yang biasa dialami oleh anak cerebral palsy :
1.      Hiperaktif.
Secara umum anak hiperaktif dikatakan sebagai anak yang tidak kenal diam. Tertarik
oelh setiap rangsangan yang ia terima dan perhatiannya sangat mudah beralih dari satu
obyek ke obyek yang lain. Gejala hiperaktif antara lain : gelisah yang tiada henti, kuran
perhatian, tidak dapat duduk tenang walau sebentar.
2.      Hipoaktif.
Pada anak ini terlihat gejala diam, gerakan lamban dan sangat kurang, tidak dapat
menanggapi rangsangan yan diberikan. Keadaan ini merupakan kebalikan dari anak
heperaktif.
3.      Gangguan koordinasi motorik.
Cirri gangguan koordinasi gerak adalah ketidakselarasan gerak, baik gerak atas motorik
halus (fine motor) maupun gerak kasar ( gross motor).
B.      Kesulitan dalam Penyesuaian Diri.
 
Anak selebral palsy mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dengan lingkungannya. Hal
ini sebagai akibat dari keterbatasan dan kesulitan gerak fisik. Sempitnya ruang lingkup gerak
anak membatasi aktivitas sosialnya. Kesulitan dalam penyesuaian diri dapat disebabkan oleh
dua hal terutama oleh keadaan anak cerebral palsy sendiri yang segalanya serba terbatas.
Kedua disebabkan oleh respon masyarakat atau lingkungan yang tidak menerima sebabagai
mana mestinya.
 
Kesulitan dalam penyesuaian diri berakibat pula pada perkemabngan kepribadian, sering
memiliki rasa rendah diri, malu mudah tersinggung dan cepat curiga.
 
C.      Hambatan Dalam Perkembangan Kognitif.
 
Hasil penelitian Helman (Michael C. Hardman, 1999) menunjukkan bahwa 45 % dari anak
CP mengalami keterbelakangan mental, 35 % memiliki kemampuan kecerdasan rata – rata,
20% memiliki kemampuan kecerdasan di bawah rata – rata. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan kemampuan gerak, memiliki pengalaman yang sempit dalam berinteraksi
dengan lingkungan.
 
Hambatan perkembangan yang disebabkan oleh keterbatasan fungsi gerak sangat
mempengaruhi eksplorasi lingkungan, sehingga menghambat perkembangan fungsi kognitif.
 
Hambatan perkembangan fungsi kognitif juga erat hubungannya dengan gangguan persepsi,
gangguan penglihatan, pendengaran, perabaan dan gangguan persepsi kinestetik. Persepsi
merupakkan proses masuknya informasi dan instrument penting dalam proses pembentukkan
pengeòõhan. Jika persepsi mengalami gangguan, maka akan terjadi hambatan dalam
perkembangan fungsi kognitif.
 
D.     Gangguan Perhatian.
 
Anak CP biasanya mengalami kesulitan memusatkan perhatian pada satu sôhmulus tertentu
dalam waktu yang relative lama. Perhatian mereka sangat mudah terganggu oleh berbagai
stimulus yang datang kepadanya. Kalau perhatiannya menyebar anak CP sukar untuk
berkonsentrasi.
  
 
ASSESMENT
 
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, permasalahan yang dialami anak tunadaksa begitu
komplek. Mereka mengalami kesulitan dalam bergerak yang diikuti juga oleh kesulitan –
kesulitan lain seperti gangguan persepsi, konsentarsi, penyesuaian diri dan lain – lain. Kesulitan -
kesulitan itu mengakibatkan terhambatnya perkembangan kognitif.
 
Oleh karena begitu kompleknya yang dialami anak tunadaksa, maka guru memerlukan data yang
akurat mengenai kekuatan – kekuatan yang dimiliki anak tunadaksa dalam mengikuti
pendidikan. Salah satu yang dapat dilakukan guru untuk mengetahui kemampuan belajar adalah :
 
A.      Modality assesment (stephens, 1977).
Modality assessment adalah penilaian mengenai kekuatan dan kelemahan seorang Anak
Tunadaksa. Misalnya aspek modality mana yang paling dominan dalam mengikuti pelayanan
apakah persepsi penglihatan, pesepsi pendengaran, atau persepsi keptik. Setiap modalitas
yang diukur terdiri atas tiga komponen kemampuan yaitu diskremasi, mengingat dalam
waktu segera (immediate recall) dan kemampuan mengingat yang ditangguhkan (delayed
recall).
 
B.      Bina Diri dan Bina Gerak.
 
Bina diri berarti segala usaha yang berupa latihan ketrampilan diri dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari – hari dan berupaya meningkatkan kemandirian.
 
Bina gerak berarti segala usaha yang berupa latihan yang bertujuan mengubah, memperbaiki
dan membentuk pola gerak yang mendekati normal.
 
Fungsi bina diri dan bina gerak secara umum adalah :
1.      Mengembangkan kemampuan anggota badan yang mengalami kesulitan bergerak agar
dapat berfungsi secara optimal.
2.      Mengembangkan dan melatih siswa secara berkesinambungan agar mampu mengatasi
kebutuhan hidupnya.
3.      Gerak otot serasi, sehat dan kuat sehingga mampu melakukan gerakan sesuai dengan
fungsinya.
4.      Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mampu mengatasi kesulitan
dalam kehidupan sehari – hari.
 
Fungsi bina diri dan bina gerak secara khusus :
1.      Meningkatkan derajat gerak fungsi sendi.
2.      Menguatkan otot – otot tubuh.
3.      Memperbaiki koordinasi gerak.
4.      Memperbaiki sikap hidup tubuh yang salah.
5.      Meningkatkan kemampuan aktivitas sehari – hari secara mandiri.
 
C.      Rehabilitasi.
Ada 3 kelompok rehabilitasi yang perlu diberikan kepada anak tunadaksa dalam upaya
pengembalian fungsi tubuh yang optimal yaitu :
1.      Rehabilitasi Medis.
Rehabilitasi medis adalah ; pemberian pertolongan kedokteran dan bantuan alat – alat
anggota tubuh tiruan (protese), alat – alat penguat anggota tubuh (brace, spint dll)
2.      Rehabilitasi Vokasional.
Rehabilitasi vokasional adalah pemberian pendidikan kejuruan sebagai bekal kelak
bekerja di masyarakat.
3.      Rehabilitasi Psikososial.
Rehabilitasi psikososial adalah bantuan konseling agar mereka dapat hidup
bermasyarakat secara wajar tanpa harus meresa rendah diri.

You might also like