You are on page 1of 15

Proudly presented by:

Rini
Riqo
Titi
 Muka (face) merupakan metafora bagi citra
publik yang ditampilkan orang.
 Kepedulian akan muka merupakan
kepentingan untuk mempertahankan muka
seseorang atau muka orang lain.
 Kebutuhan akan muka yaitu keinginan
untuk diasosiasikan atau tidak diasosiasikan
dengan orang lain.
 Muka positif merupakan keinginan untuk
disukai dan dikagumi oleh orang lain.

 Muka negatif merupakan keinginan untuk


dibiarkan sendiri dan bebas dari orang lain.
 Merupakan tindakan-tindakan yang
digunakan untuk menghadapi
kebutuhan/keinginan muka diri sendiri dan
orang lain.

 Facework ketimbangrasaan adalah batas di


mana seseorang menghargai otonomi
seseorang.
 Facework solidaritas berhubungan dengan
seseorang menerima orang lain sebagai
anggota dari kelompoknya.

 Facework keperkenanan yaitu memberikan


lebih sedikit fokus pada aspek negatif orang
lain dan lebih banyak fokus pada aspek
positifnya.
Asumsi Teori negosiasi Muka
 Beberapa asumsi dari teori negosiasi muka mencakup komponen- komponen penting dari
teori ini muka, konflik dan budaya. Dalam pola pemikiran teori ting- Toomey:

 Identitas penting di dalam interaksi


interpersonal, dan individu-individu
menegosiasikan identitas mereka secara
berbeda dalam budaya berbeda
 Manajemen konflik di mediasi oleh muka dan
budaya
 Tindakan- tindakan tertentu mengancam citra diri
seseorang yang di tampilkan ( muka )
Asumsi Pertama menekankan pada
Identitas Diri ( self-Identity)
 Identitas diri (self-identity), ciri pribadi atau
atribut karakter seseorang.

 Identitas diri mencakup pengalaman kolektif


seseorang, pemikiran, ide, memori, dan
rencana (West & Turner, 2006 )
 Identitas diri orang tidak bersifat stagnan,
melainkan dinegosiasikan dalam interaksi
dengan orang lain.
 Dalam budaya dan etnis sangat mempengaruhi identitas diri, cara di mana individu memproyeksikan
identitas dirinya juga bervariasi dalam budaya yang berbeda.

 Dolores Tanno dan Alberto Gonzaless (1998) menyatakan bahwa terdapat “situs identitas” yang mereka definisikan
sebagai “lokasi fisik, intelektual, sosial, dan politik di mana identitas megembangkan dimensi-dimensinya.
Asumsi Kedua berkaitan dengan
konflik
 Ting-Toomey(1994b), konflik dapat merusak muka sosial seseorang dan dapat
mengurangi kedekatan hubungan antara orang.

 Konflik adalah “forum” bagi kehilangan muka dan penghinaan


terhadap muka. Konflik mengancam muka kedua pihak dan
ketika terdapat negosiasi yang tidak bersesuaian dalam
menyelesaiakan konflik tersebut.
Asumsi Ketiga berkaitan dengan
Dampak
 Ting-Toomey(1988), menyatakan bahwa tindakan
yang mengancam muka, mengancam baik muka positif
maupun negatif dari partisipan

 Ting-Toomey dan Mark Cole(1990), mengamati


bahwa dua tindakan menyusun proses ancaman
terhadap muka.
 Penyelamatan Muka (face-saving) mencakup usaha-
usaha untuk mencegah peristiwa yang dapat
menimbulkan kerentanan atau merusak citra seseorang.

 Pemulihan Muka (face-saving) terjadi setelah kehilangan muka.


Dengan kata lain strategi yang di gunakan untukmempertahankan
otonomi dan menghindari kehilangan muka.
Individualisme dan Kolektivisme
 Individualisme adalah nilai budaya yang menekankan pada
individu di bandikan dengan kelompok

 Individualisme merujuk pada kecenderungan orang untuk mengutamakan identitas


individual di bandingkan kebutuhan kelompok (Ting-Toomey,1994b)
 Individualisme adalah identitas “AKU” (aku mau, aku butuh, dan seterusnya).larry
Samovar dan Richard Porter (2004)

 Nilai- nilai individualistik menekankan adanya antara lain kebebasan, kejujuran,


kenyamanan, dan kesetaraan pribadi 9 Ting- Toomeyu & Chung 2005)
 Intinya Individualisme melibatkan motivasi diri,otonomi, dan pemikiran mandiri.
Individualisme menyiratkan komunikasi langsung dengan orang lain.

You might also like