Professional Documents
Culture Documents
Indonesia
Indonesia
Pancasila
UUD 1945
Legislatif[tampilkan]
Eksekutif[tampilkan]
Yudikatif[tampilkan]
Inspektif[tampilkan]
Daerah[tampilkan]
Pemilihan umum[tampilkan]
Partai politik[tampilkan]
Negara lain · Atlas
Portal politik
lihat • bicara • sunting
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar
UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27
Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-
2 Sejarah
o 2.1 Sejarah Awal
1949
Agustus 1950
o 2.6 Periode UUD 1945 masa orde baru 11 Maret 1966- 21 Mei 1998
3 Referensi
4 Pranala luar
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari
16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan
Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan
Tambahan.
Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
[sunting]Sejarah
[sunting]Sejarah Awal
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan
yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945,
Ir. Soekarnomenyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota
BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah
Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-
pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan
untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18
perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan
bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet
Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar
bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing
masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.
menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya
memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang
Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
[sunting]Periode UUD 1945 masa orde baru 11 Maret 1966- 21 Mei 1998
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan
konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal
23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945,
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak
mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor
IV/MPR/1983.
perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya
bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat
menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM,
pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan
aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945,
tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental
untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”. Karena sifatnya yang fundamental ini
maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah. Dengan kata lain aturan
fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan
jangka pendek yang bersifat sesaat.
B. Pendekatan
Dalam penulisan ini digunakan pendekatan historis.
BAB II
SEJARAH KONSTITUSI DAN AMANDEMEN UUD 1945
A. Sejarah Konstitusi
Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis dan 2) konstitusi tak
tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau
undang-undang dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian
wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.[3]
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah Inggris dan
Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua lembaga-lembaga kenegaraan dan semua
hak azasi manusia terdapat pada adat kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik
dokumen yang relatif baru maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari
tahun 1215 yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris.[4]Karena ketentuan
mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup dalam adat kebiasaan
masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan berdasarkan jenis-jenis
kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu dibentuklah lembaga-lembaga negara.
Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk
lembaga negara yang bertanggung jawab untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.
Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau kewenangan itu, salah
satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu bahwa kekuasaan negara itu terbagi
dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara ketat. Ketiga jenis kekuasaan itu adalah : 1)
kekuasaan membuat peraturan perundangan (legislatif); 2) kekuasaan melaksanakan peraturan
perundangan (eksekutif) dan kekuasaan kehakiman (judikatif).
Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di dalam konstitusi
dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannya Staatsrecht over Zee.[5] Ia membagi
kekuasaan menjadi empat macam yaitu :1) pemerintahan (bestuur); 2) perundang-undangan; 3)
kepolisian dan 4)pengadilan. Van Vollenhoven kemungkinan menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu
luas dan karenanya perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan pemerintahan
dan kekuasaan kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang jenis kekuasaan untuk mengawasi hal
berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa untuk melaksanakan hukum.
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia mendukung gagasan
Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua lagi jenis kekuasaan negara yaitu
kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan untuk memeriksa keuangan negara untuk menjadi jenis
kekuasaan ke-lima dan ke-enam.[6]
Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa jenis
kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya terbagi atas enam dan masing-
masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lemabaga tersendiri yaitu:
4. kekuasaan kepolisian
5. kekuasaan kejaksaan
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal
mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat yang lebih stabil
dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan
negara juga diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan
yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis
berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu hal yang
tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara yang diatur dalam
konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu,
konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang
kemudian prosedurnya dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar
aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau pun
keinginan dari sekelompok orang belaka.
Pada dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan di dunia
dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa apabila suatu konstitusi diubah,
maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang berlaku secara keseluruhan (penggantian konstitusi).
Sistem ini dianut oleh hampir semua negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu
konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut
merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain, amandemen tersebut
merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.
2. Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus dibubarkan
terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat harus
diperbaharui inilah yang kemudian melaksanakan wewenangnya untuk mengubah konstitusi.
3. Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar. Untuk
mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus mengadakan sidang gabungan.
Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat seperti dalam cara pertama, yang berwenang
mengubah kosntitusi.
2. Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada kehendak
untuk mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi wewenang untuk itu mengajukan usul
perubahan kepada rakyat melalui suatu referendum atau plebisit. Usul perubahan konstitusi yang
dimaksud disiapkan lebih dulu oleh badan yang diberi wewenang untuk itu. Dalam referendum atau
plebisit ini rakyat menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul perubahan
yang telah disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu usul perubahan
diatur dalam konstitusi.
3. Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara
bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus dilakukan dengan persetujuan sebagian
terbesar negara-negara tersebut. Hal ini dilakukan karena konstitusi dalam negara serikat dianggap
sebagai perjanjian antara negara-negara bagian. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh
negara serikat, dalam hal ini adalah lembaga perwakilannya, akan tetapi kata akhir berada pada
negara-negara bagian. Disamping itu, usul perubahan dapat pula berasal dari negara-negara bagian.
4. Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu
lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Cara ini dapat dijalankan
baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat. Apabila ada kehendak untuk mengubah
konstitusi, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara khusus
yang tugas serta wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat berasal dari
pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari pemegang kekuasaan
perundang-undangan dan dapat pula berasal dari lembaga negara khusus tersebut. Apabila lembaga
negara khusus dimaksud telah melaksanakan tugas serta wewenang sampai selesai,dengan sendirinya
lembaga itu bubar.
Hans Kelsen mengatakan bahwa kosntitusi asli dari suatu negara adalah karya pendiri negara
tersebut. Dan ada beberapa cara perubahan konstitusi menurut Kelsen yaitu :[8]
1. Perubahan yang dilakukan diluar kompetensi organ legislatif biasa yang dilembagakan oleh
konstitusi tersebut, dan dilimpahkan kepada sebuah konstituante, yaitu suatu organ khusus yang
hanya kompeten untuk mengadakan perubahan-perubahan konstitusi
2. Dalam sebuah negara federal, suatu perubahan konstitusi bisa jadi harus disetujui oleh dewan
perwakilan rakyat dari sejumlah negara anggota tertentu.
Miriam Budiarjo mengemukakan adanya empat macam prosedur perubahan konstitusi, yaitu :[9]
1. Sidang badan legislatif ditambah beberapa syarat misalnya ketentuan kuorum dan jumlah
minimum anggota badan legislatif untuk menerima perubahan.
3. negara-negara bagian dalam suatu negara federal harus menyetujui, Contoh : Amerika Serikat
4. musyawarah khusus (special convention), contoh : beberapa negara Amerika Latin
Dengan demikian apa yang dikemukakan Miriam Budiarjo pada dasarnya sama dengan yang
dikemukakan oleh Hans Kelsen.
Di Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah ketatanegaraan
Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak Proklamasi hingga sekarang telah
berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam delapan periode yaitu :
Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 terdiri dari :
1. Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu Pancasila;
1. 16 Bab;
2. 37 Pasal
3. 4 aturan peralihan;
4. 2 Aturan Tambahan.
3. Penjelasan
UUD 1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) pada 27 Desember
1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh Undang-undang Dasar Sementara 1950
(UUDS 1950).
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia hingga saat
ini.
Hingga tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali diamandemen oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Pada amandemen ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5 ayat (1), 7, 9
ayat (1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17 ayat (2) dan (3), 20 ayat (1), (2),
(3) dan (4), 21 ayat (1).
a. Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang
dengan persetujuan DPR;
b. Pasal 7 berbunyi : Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama
masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali;
c. Pasal 14 berbunyi : Presiden memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi
Diubah menjadi :
(1) Presiden memberi grasi dan rehabili dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung;
(2) Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Pada amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal yaitu: Pasal 18 ayat (1) s/d
(7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1) s/d (3), 20 ayat (5), 20A ayat (1) s/d
(4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3), 27 ayat (3), 28A, 28B ayat (1) dan (2), 28D ayat (1) s/d (4),
28E ayat (1) s/d (3), 28F, 28G ayat (1) dan (2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J ayat
(1) dan (2), 30 ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.
Diubah menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
f. Pasal 26 ayat (2) berbunyi : Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan Negara
ditetapkan dengan Undang-undang
Diubah menjadi : Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal
di Indonesia
g. Pasal 28 memuat 3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13 hak asasi manusia.
Pada amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal yaitu: Pasal 1 ayat (2) dan
(3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2), (3) dan (5), 7A, 7B ayat (1) s/d (7), 7C, 8
ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan (3), 17 ayat (4), 22C ayat (1) s/d (4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E
ayat (1) s/d (3), 23F ayat (1) dan (2), 23G ayat (1) dan (2), 24 ayat (1) dan (2), 24A ayat (1) s/d
(5), 24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat (1) s/d (6).
g. Pasal 1 ayat (2) berbunyi : Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR
h. Ditambah Pasal 6A : Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat
i. Pasal 8 ayat (1) berbunyi : Presiden ialah orang Indonesai asli;
1. Pasal 24B: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung
2. Pasal 24C : mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD (dan menurut
amandemen IV) UUD 1945, Komisi dan Konstitusi ditetapkan dengan ketentuan MPR bertugas
mengkaji ulang keempat amandemen UUD 1945 pada tahun 2003
4. Perubahan IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002
Pada amandemen IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal yaitu: pasal-pasal : 2 ayat
(1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24 ayat (3), 31 ayat (1) s/d (5), 32 ayat (1)
dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34 ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1) s/d (5), Aturan Peralihan Pasal I s/d III,
aturan Tambahan pasal I dan II.
k. Pasal 2 ayat (1) berbunyi : MPR terdiri atas anggota-anggota dan golongan-golongan menurut
aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang;
Diubah menjadi : MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum dan
diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
m. Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal ini tetap tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata : dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)
n. Aturan Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus
2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amandemen I,II,III dan IV terhadap UUD 1945, maka
sejak 10 Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik Indonesia telah mengalami perubahan sebagai
berikut :
MPR bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan rakyat Indonesia
yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga tertinggi Negara lagi.
MPR, DPR, dan Presiden yang bertanggung jawab kepada rakyat melalui Pemilihan Umum. Presiden
dan Wakil Presiden yang melangar hukum tidak akan terpilih dalam pemilihan umum yang akan
datang.
b. Pasal 2 ayat (1):
Anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum oleh seluruh rakyat, sedangkan DPD dipilih oleh rakyat di
daerah (Provinsi) masing-masing. Dengan ditetapkannya DPR dan DPD sebagai anggota MPR, maka
utusan golongan termasuk TNI/POLRI dihapuskan dari MPR.
bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan rakat Indonesia yang
memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga
Presiden bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi berkedudukan sebagai Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan (Lembaga Eksekutif, Pemerintahan/Pelaksana Undang-undang)
Presiden Indonesia tidak harus orang Indonesia asli, tetapi calon Presiden dan Wakil Presiden harus
warga Negara Indonesia sejak kelahirannya. Presdien dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh
rakyat (bukan secara tidak langsung oleh MPR, sedangkan DPR dipilih rakyat)
e. Pasal 7:
Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat memegang jabatan selama paling lama 2 x 5 tahun : 10
tahun (dahulu Presiden memegang jabatan selama lebih dari 30 tahun, bahkan seumur hidup).
Presiden memberi :