Professional Documents
Culture Documents
1
Asia dan Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak
perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan Tercatat
beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti "patent
duty". sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di
samping itu, sejak tahun 1882 hingga 1916 dikenal adanya Poll Tax yang
pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.
2
Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983,
yakni pada saat diadakannya tax reform, Pada awal tahun 1925-an yakni dengan
mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan
pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi
Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi Pajak
Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932, Staatsblad
1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal Income Tax).
Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia; kepada
bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang
dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan
asas domisili.
3
Subyek pajak penghasilan
Menurut Undang Undang no.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, subyek
pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan
yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan
kegiatan di Indonesia.
4
Bukan subyek pajak penghasilan
Undang Undang No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk
obyek pajak sebagai berikut:
5
Pengertian penghasilan dalam Undang-undang PPh tidak memperhatikan
adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan
kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib
Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan
pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.
6
Mulai Juli 2003 sampai Desember 2004, pemerintah menerapkan sistem pajak
yang ditanggung pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2003.
Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah disesuaikan juga beberapa
kali dalam:
Pajak penghasilan atau PPh sedang "in" saat ini. Sunset policy yang di luncurkan
direktorat pajak untuk mendorong orang atau badan memilik NPWP masih terus
diperpanjang. Menghitung Pajak penghasilan atau PPh dimulai dengan
menghitung hitung dulu Penghasilan Kena Pajak. Rumus PPh: penghasilan
dikurangi biaya-biaya. Kemudian terapkan tarif Pajak penghasilan Kena Pajak
tersebut.
s
Rp. 0 s.d. Rp 25 juta, tarifnya 5%
Rp. 25 juta s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%
Rp. 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%
Rp. 100 juta s.d. Rp 200 juta, tarifnya 25%
Rp. 200 juta ke atas, tarifnya 35%
7
2. Untuk WP berbentuk badan usaha
Rp. 0 s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%
Rp. 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%
Rp. 100 juta ke atas, tarifnya 30%
Tarif Pajak penghasilan atau PPh dibagi atas adalah tarif progresif. Artinya setiap
lapisan Penghasilan Kena Pajak dikenakan sesuai tarifnya, tidak diakumulasi
terlebih dahulu, baru dikenakan tarif. Sebelum dikenakan tarif, Penghasilan Kena
Pajak dibulatkan dulu sampai ribuan ke bawah.
contoh :
8
Bagaimana dengan pajak koperasi? Menurut sudut pandang pajak koperasi adalah
objek pajak hal ini sesuai dengan pengertian koperasi secara spesifik kedudukan
koperasi di mata hukum pajak adalah sebagai berikut.
Jika koperasi adalah badan usaha yang terkena pajak lantas penghasilaha apa saja
yang menjadi objek Pajak penghasilan atau PPh :
9
2. Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi
Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi yang
diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya-biaya operasional
dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang
bersangkutan.
SHU merupakan bagian laba yang diberikan kepada
anggota atas simpanan pokoknya.
Pemberian SHU tidak dijanjikan di awal, tetapi tergantung
pada laba yang diperoleh koperasi.
Berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2000, SHU termasuk ke dalam pengertian dividen yang
merupakan objek PPh sehingga harus dilaporkan dalam SPT Tahunnan
penerima.
Namun, pembagian SHU tersebut bukan merupakan objek
PPh Pasal 23 oleh pihak lain (Lihat pasal 23 ayat (4) huruf f Undang-
Undang nomor 17 Tahun 2000).
10
1. Bantuan atau sumbangan yang diterima oleh koperasi sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan (Lihat
Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000).
2. Harta hibahan yang diterima oleh koperasi sepanjang antara pemberi hibah
dengan koperasi tersebut tidak ada hubungan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan dengan syarat bahwa nilai aktiva (nilai
kekayaan koperasi sebelum dikurangi dengan hutang) tidak termasuk
tanah dan bangunan pada saat akan menerima hibah, tidak lebih dari Rp
600.000.000,00. Dividen atas bagian laba dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia (Lihat
Pasal 4 ayat (3) huruf f)
3. Sisa hasil usaha yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
4. Bunga simpanan yang tidak melebihi Rp 240.000,00 setiap bulannya.
11
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke
konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau
Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung,
maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan
penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir)
tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
12
4. Pasir dan kerikil.
5. Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara.
6. Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak,
dan bijih bauksit.
Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat
Objek Pajak Pertambahan Nilai
Apabila ditinjau dari jenis penyerahan yang menjadi objek PPN, maka terdapat 6
(enam) jenis PPN. Dari keenam jenis PPN, 2 (dua) jenis di antaranya dibatasi
dengan unsur untuk dapat mengenakan PPN, yaitu PPN Barang dan PPN Jasa.
Unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikenakan PPN adalah:
1. adanya penyerahan;
2. yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak (BKP);
3. yang menyerahkan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP);
4. penyerahannya harus di Daerah Pabean, yaitu daerah Republik Indonesia;
5. PKP yang menyerahkan harus dalam lingkungan perusahaan pekerjaannya
terhadap barang yang dihasilkan.
13
Sasaran Pajak Pertambahan Nilai bukan harga jual atau penggantian, atau
nilai impor, atau nilai ekspor, melainkan nilai tambah atas penyerahan BKP, atau
pemberian JKP dan seterusnya. Tetapi untuk mencari nilai tambah tidak semudah
diduga, bahkan sulit, karena antara barang yang dibeli tidak harus sama dengan
barang yang dijual dan faktor lainnya. Untuk memudahkan dalam perhitungannya
maka yang ditunjuk sebagai dasar pengenaan adalah harga jual untuk PPN
Barang, penggantian untuk PPN Jasa, Nilai Impor untuk impor barang dan
sebagainya. Tetapi pelaksanaannya menimbulkan pajak berganda.
14
dikreditkan dari PPN yang akan dibayar sewaktu melakukan penjualan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
Meskipun demikian, agar tercegah adanya pengkreditan pajak yang tidak
semestinya, maka tidak setiap pajak masukan dapat dikreditkan, melainkan
terbatas yang telah memenuhi persyaratan.
Melalui sistem pengkreditan pajak masukan tersebut, akan menghasilkan 3 (tiga)
alternatif:
1. Masih harus membayar PPN, dalam hal pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan;
2. Terjadi kelebihan pembayaran pajak, dalam hal Pajak Keluaran lebih kecil
daripada Pajak Masukan;
3. Tidak kurang bayar dan tidak terjadi kelebihan pembayaran PPN, dalam
Pajak Keluaran sama dengan Pajak Masukan.
4. Latar Belakang Diberlakukannya Pajak Penjualan atas Barang Mewah
5. Setiap pemungutan pajak termasuk pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
diharapkan mencerminkan keadilan baik secara horizontal maupun
vertikal. Untuk mencapai sasaran agar pemungutan Pajak Pertambahan
Nilai mencerminkan keadilan tersebut maka diberlakukan pemungutan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), di samping diberlakukan
tarif proporsional dan progresif.
15
pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak tersebut. Cara seperti ini merupakan cara yang paling umum
dilakukan dan dikenal dengan mekanisme umum. Dengan mekanisme ini,
pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak tersebut akan mendapatkan aliran uang masuk (cash inflow)
berupa Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Keluaran). Pajak Keluaran yang telah
diterima dan merupakan cash inflow tersebut, akan disetorkan atau tidak
disetorkan ke negara, tergantung kepada hasil pertandingan antara Pajak
Keluaran tersebut dengan Pajak Masukan atau Cash Outflow.
16
f. Dalam hal terjadi penyerahan aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, apabila persyaratan-persyaratannya
dipenuhi;
g. Dalam hal SPT Masa PPN berstatus kurang bayar yang
disebabkan oleh jumlah Pajak Keluaran yang lebih besar dibandingkan dengan
jumlah Pajak Masukan, dimana batas paling lambat untuk menyetorkan
selisihnya (Pajak Keluaran –VS- Pajak Masukan) adalah pada tanggal 15
(lima belas) bulan berikutnya. Terdapat Pengusaha Kena Pajak tertentu yang
Dasar Pengenaan Pajaknya menggunakan Nilai Lain, artinya jumlah Pajak
Masukannya dianggap (deemed) selalu lebih kecil dibandingkan dengan
jumlah Pajak Keluarannya, sehingga SPT Masa PPN-nya selalu berstatus
kurang bayar.
Mekanisme Pengkreditan
Setiap akhir masa pajak, Pengusaha Kena Pajak akan melaporkan SPT
Masa PPN yang merupakan tempat untuk mempertandingkan antara Pajak
17
Keluaran dengan Pajak Masukan. Pajak Masukan menimbulkan aliran uang
keluar atau cash outflow, sedangkan pajak keluaran menimbulkan aliran uang
masuk atau cash inflow. Pajak Masukan merupakan uang muka pajak,
sedangkan pajak keluaran merupakan hutang pajak. Saldo keduanya akan
saling dioffset, di dalam SPT Masa PPN, setelah masa pajak berakhir, dan
akan menghasilkan tiga kemungkinan: Pertama, akan menghasilkan
kekurangan pembayaran pajak apabila jumlah Pajak Keluaran atau Cash
Inflow melebihi jumlah Pajak masukan atau Cash Outflow; Kedua, akan
menghasilkan kelebihan pembayaran pajak apabila jumlah Pajak Masukan
atau Cash Outflow melebihi jumlah Pajak Keluaran atau Cash Inflow. Ketiga,
akan menghasilkan jumlah nihil apabila jumlah Pajak Keluaran atau Cash
Inflow sama dengan jumlah Pajak Masukan atau Cash Outflow.
Pemahaman mengenai cash inflow untuk Pajak Keluaran dan Cash
Outflow untuk Pajak Masukan ini menjelaskan mengapa untuk transaksi
penyerahan BKP/JKP kepada Instansi Pemerintah dan ekspor akan
menimbulkan kelebihan bayar PPN. Hal ini dikarenakan Pajak Keluarannya
tidak menimbulkan uang masuk (cash inflow), yang akan bertanding dengan
Pajak Masukan yang telah menimbulkan aliran uang keluar (cash outflow).
Tetapi, untuk transaksi-transaksi tertentu yang TIDAK PERNAH
menimbulkan Pajak Keluaran sehingga tidak menimbulkan aliran uang masuk
(zero cash inflow), Pajak Masukannya (cash outflow) juga tidak dapat
dikreditkan, yaitu, pertama, transaksi penyerahan bukan Barang Kena Pajak
atau bukan Jasa Kena Pajak yang tidak terutang PPN. Kedua, transaksi
penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang mendapatkan
fasilitas di bidang PPN, seperti penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan, ditunda, ditangguhkan, atau
ditanggung pemerintah. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari
kelebihan bayar Pajak Pertambahan Nilai.
18
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha
kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan
jasakena pajak atau bukti pungutan pajak karena impor barang kena pajak yang
digunakan oleh Direktorat jenderal Pajak. Bagi pengusaha kena pajak (PKP)
faktur pajak ini merupakan bukti dari pemenuhan kewajiban perpajakannya. Bagi
pembeli atau penerima jasa faktur pajak ini digunakan sebagai sarana
pengkreditan pajak masukan.
19
3. Pengisian atau pembetulan dilakukan dengan cara yang tidak benar
4. Faktur pajak dibuat melampaui batas waktu yang telah ditentukan
Mengenai batas waktu pembuatan faktur pajak akan dibahas dalam tulisan
yang lain
5. Faktur pajak dibuat oleh pengusaha yang belum atau tidak dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak (PKP)
20
Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena
Pajak (BKP) yang tergolong mewah yang atas penyerahan/impor BKP-nya
dikenakan PPn BM.
3. Tarif PPN/ PPn BM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).
Apa saja yang termasuk DPP ?
1. Harga jual/ penggantian
Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual/ pembeli jasa karena penyerahan BKP/ Jasa Kena Pajak
(JKP), tidak termasuk PPN/ PPn BM dan potongan harga yang dicantumkan
dalam Faktur Pajak.
2. Nilai Impor
Adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah
pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN/ PPn BM.
3. Nilai Ekspor
Adalah nilai berupa uang, termasuk semau biaya yang diminta oleh Eksportir.
4. Nilai lain
Adalah nilai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar
untuk menghitung pajak yang terutang.
Nilai lain tersebut diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 :
a. Untuk pemakaian sendiri/ pemberian cuma-cuma BKP dan/atau
JKP adalah harga jual atau penggantian, tidak termasuk laba kotor
b. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah
perkiraan harga jual rata-rata;
c. . Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per
judul film;
d. Untuk persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan adalah harga pasar wajar;
e. Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual
belikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
adalah harga pasar wajar;
21
f. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/ parawisata adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya
ditagih;
g. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari
jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
h. Untuk PKP Pedagang Eceran (PE) :
o PPN yang terutang adalah sebesar 10% (sepuluh persen) x harga jual BKP.
o PPN yang harus dibayar adalah sebesar : 10%x20%x jumlah seluruh barang
dagangan.
i. Jasa anjak piutang adalah 5% dari seluruh jumlah imbalan yang
diterima berupa service charge, provisi, dan diskon.
Bagaimana cara menghitung PPN ?
PPN yang terutang = tarif x DPP
PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP
penjual dan merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.
Contoh :
1. PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B"
100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00
PPN terutang yang dipungut oleh PKP"A"
10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00
2. PKP "B" dalam bulan Januari 1996 :
o Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00
o Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri,
DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per
pasang = Rp 500.000,00
PPN yang terutang :
o Atas penjualan 80 pasang sepatu
10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00
o Atas pemakai sendiri
22
10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00
Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00
23
2. Pemungut PPN/PPn BM, adalah :
o KPKN
o Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah
o Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
o Pertamina
o BUMN/ BUMD
o Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya bidang Migas dan Pertambangan
Umum lainnya
o Bank Pemerintah
o Bank Pembangunan Daerah
o Perusahaan Operator Telepon Selular.
Apa saja yang wajib disetor oleh PKP dan pemungut PPN & PPnBM ?
1. Oleh PKP adalah :
a. PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan
dan Pajak Keluaran.Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan
Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak
Keluaran.
b. PPn BM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak
(BKP) yang tergolong mewah.
c. PPN/ PPn BM yang ditetapkan oleh DJP dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).
2. Oleh Pemungut PPN/PPn BM adalah PPN/PPn BM yang dipungut oleh
Pemungut PPN/ PPn BM
Dimana tempat pembayaran/penyetoran pajak ?
1. Kantor Pos dan Giro
2. Bank Pemerintah, kecuali BTN
3. Bank Pembangunan Daerah
4. Bank Devisa
5. Bank-bank lain penerima setoran pajak
6. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Khusus untuk impor tanpa
LKP
24
Kapan saat pembayaran/penyetoran PPN/PPnBM ?
1. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetorkan paling
lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah bulan Masa Pajak.
Contoh : Masa Pajak Januari 1996, penyetoran paling lambat tanggal 15 Pebruari
1996.
2. . PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP
harus dibayar/ disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB,
SKPKBT, dan STP tersebut.
3. PPN/ PPn BM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/
dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor.
4. PPN/PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh:
a. Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya
tanggal 7 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b. . Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
c. . Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN/ PPn
BM atas Impor, harus menyetor dalam jangka waktu sehari setelah
pemungutan pajak dilakukan.
5. PPN dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Badan Urusan
Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat
Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.
Catatan:
Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran
harus dilaksanakan pada hari kerja berikutnya.
1. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam
SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat
selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
25
2. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP
yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
3. PPN dan PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh :
a. Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya
14 hari setelah Masa Pajak berakhir.
b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan
Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan
secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu
penyetoran pajak berakhir.
4. Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN
dan PPn BM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa
dan disampaikan kepada KPP setempat selambat-lambatnya 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
Catatan :
Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan
harus dilaksanakan pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo.
PPNBM
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan
26
PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-
undang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap :
1. penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan
oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong
Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
2. impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah
oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah.
PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun fihak yang
memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan
penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP
mewah dilunasi oleh importir berbarengan dengan pembayaran PPN impor dan
PPh Pasal 22 Impor.
Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM
1. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
2. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang
Tergolong Mewah;
3. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;
4. perlu untuk mengamankan penerimaan negara;
Pengertian BKP Mewah
1. bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
2. barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
3. pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi; atau
4. barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
5. apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta
mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.
Pengertian Menghasilkan
PPnBM dikenakan pada saat Pengusaha yang menghasilan BKP Mewah
menyerahkan kepada fihak lain. Termasuk dalam pengertian menghasilkan adalah
sebagai berikut ;
27
1. Merakit : menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi
barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang
elektronik, perabot rumah tangga, dan sebagainya;
2. Memasak : mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur
bahan lain atau tidak;
3. Mencampur : mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk
menghasilkan satu atau lebih barang lain;
4. Mengemas : menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda yang
melindunginya dari kerusakan dan atau untuk meningkatkan
pemasarannya;
5. Membotolkan : memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol
yang ditutup menurut cara tertentu;
Tarif, Kelompok dan Jenis BKP Mewah
Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang PPN, ditentukan :
1. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10%
(sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
2. Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak
dengan tarif 0% (nol persen).
3. Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak
Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah.
4. Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas
Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan.”
28
Distributor (PT. Y) Rp 250,000 Rp 25,000 Rp 10,000 Rp 15,000
¯
Agen (PT. Q) Rp 350,000 Rp 35,000 Rp 25,000 Rp 10,000
¯
Pedagang Besar Rp 500,000 Rp 50,000 Rp 35,000 Rp 15,000
Konsumen Rp 50,000
Contoh soal :
Jasa kena pajak
PT. X membangun outlet dengan luas bangunan 200 m2 dengan biaya Rp
500.000.000,-
Jawaban :
DPP 40% x Rp 500.000.000 = Rp 200,000,000
PPN 10% x Rp 200.000.000 = Rp 20,000,000
Nilai Import
Cost insurance freigh (CIF) US$ 20.000
Nilai konversi Rp 9.500/US$
Bea masuk 20%
Jawaban :
Nilai import = US$ 20.000,- x Rp 9.500,- Rp 190,000,000
Bea masuk 20% x Rp 190.000.000,- Rp 38,000,000
DPP Rp 228,000,000
PPN 10% Rp 22,800,000
PPN BM 20% Rp 45,600,000
Yang harus dibayar Rp 68,400,000
29
Contoh soal :
PT. Korindo Motors mendapatkan tagihan dari PT. Suzuki atas pembelian mobil
Rp 375.000.000,- termasuk PPN dan PPN BM 40%
PPN BM 50/150 x Rp 375.000.000,- = Rp 125,000,000
PPN 10/150 x Rp 375.000.000,- = Rp 25,000,000
Rp 150,000,000
Harga Rp 375,000,000
PPN BM Rp (125,000,000)
PPN Rp (25,000,000)
Rp 225,000,000
30
Januari 1995 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 tentang
Pengenaan PPN atas Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang
dilakukan oleh Pedagang Besar dan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP)
disamping Jasa yang dilakukan oleh Pemborong, dinyatakan tidak berlaku.
4. Memperhatikan harga kendaraan bermotor saat ini, maka dalam tata niaga
kendaraan bermotor tidak ada Pengusaha Kecil, karena jumlah peredaran
usaha melebihi Rp. 240.000.000,00 dalam satu tahun buku. Oleh karena
itu setiap Pengusaha pada seluruh lini distribusi kendaraan bermotor
tersebut adalah Pengusaha Kena Pajak, termasuk Sub-dealer/Showroom.
5. Sebagai Pengusaha Kena Pajak, Pengusaha kendaraan bermotor
berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai PKP,
yaitu : memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan/atau PPn BM yang
terutang atas penyerahan kendaraan bermotor yang dilakukannya.
6. Diinstruksikan kepada seluruh Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk
melakukan pengawasan kepatuhan dari masing-masing pihak yang terlibat
dalam pendistribusian kendaraan bermotor yang terdaftar di KPP masing-
masing.
7. Untuk mempermudah pemahaman mata rantai distribusi kendaraan
bermotor ini, dapat digambarkan sebagai berikut:
IMPORTIR UMUM/INDUSTRI PERAKITAN/ATPM
(PKP)
------------------------------------------------------------------------
!!
!!
!!
!!
--------------------
DISTRIBUTOR
(PKP)
---------------------
!!
!!
!!
!!
-------------
DEALER ---------------------
(PKP)
-------------
31
------------------------------ ------------------------------------------
SUB-DEALER/SHOWROOM
(PKP)
------------------------------------------
!!
!!
!!
-------------------
KONSUMEN
-------------------
8. Untuk memperjelas mekanisme pemungutan PPN dan PPn BM, diberikan
contoh penghitungan pada Lampiran I Surat Edaran ini.
9. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena
Pajak (kendaraan bermotor), tidak termasuk pajak yang dipungut menurut
Undang-Undang Nomor 8 Tahun1983 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Berdasarkan ketentuan di atas, untuk mencegah akibat ganda pengenaan
PPn BM, maka dalam menentukan Dasar Pengenaan Pajak atas
penyerahan Barang Kena pajak yang sama pada rantai berikutnya
(sesudah"Pabrikan"/Importir), unsur PPn BM (seperti halnya
PPNnya)harus dikeluarkan dahulu
10. Dalam hal pembelian kendaraan bermotor dengan sistim on the road
(langsung atas nama pembeli) maka Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(BBNKB), retribusi untuk Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
(STNK) dan Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) tidak
merupakan unsur Harga Jual yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak
sepanjang BBNKB serta retribusi untuk STNK dan BPKB tersebut tidak
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Diberikan contoh perhitungan pada lampiran 2 dan 3 Surat Edaran ini.
11.
a. PPN terutang pada saat terjadinya penyerahan kendaraan bermotor
dari PKP (Importir Umum/ATPM/Industri
Perakitan/Distributor/Dealer/Sub-Dealer/Showroom). Dalam hal pembayaran
diterima sebelum penyerahan kendaraan bermotor atau pembayaran uang muka,
32
maka PPN terutang pada saat diterimanya pembayaran tersebut. Jumlah PPN yang
terutang pada saat pembayaran uang muka tersebut dihitung secara proporsional
dengan jumlah pembayarannya dan diperhitungkan dengan PPN yang terutang
pada saat dilakukan penyerahan.
Contoh :
Harga Jual kendaraan Bermotor Rp 165.000.000,-
(termasuk PPN sebesar Rp 15.000.000,- (10%))
Uang Muka diterima tanggal 10 Agustus 2000 sebesar Rp.
55.000.000,-
Kendaraan akan diserahkan tanggal 20 September 2000
dengan kekurangan bayar sebesar Rp. 110.000.000,-
PPN terutang dan harus dipungut :
- Pada saat diterima uang muka tanggal 10 Agustus 2000,
sebesar 10/110 x Rp 55.000.000,- = Rp 5.000.000,- dan
harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan Agustus 2000.
Pada saat penyerahan kendaraan tanggal 20 September
2000, sebesar 10/110 x Rp 110.000.000,- = Rp 10.000.000,-
dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan September
2000.
33
PPN (10%) : Rp. 20.000.000,- (Pajak Masukan)
PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,-
------------------------
Harga Impor : Rp. 320.000.000,-
b) penyerahan :
- Harga Jual (DPP) : Rp. 220.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Keluaran)
- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)
------------------------
Harga Penjualan : Rp. 342.000.000,-
2) Distributor :
a) Pembelian :
- Harga beli (DPP) : Rp. 220.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Masukan)
- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)
------------------------
Harga Pembelian : Rp. 342.000.000,-
b) penyerahan :
- Harga Jual (DPP) : Rp. 240.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 24.000.000,- (Pajak Keluaran)
- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)
------------------------
Harga Penjualan : Rp. 364.000.000,-
3) Dealer :
a) Pembelian :
34
- Harga beli (DPP) : Rp. 240.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 24.000.000,- (Pajak Masukan)
- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)
------------------------
Harga Pembelian : Rp. 364.000.000,-
b) penyerahan :
- Harga Jual (DPP) : Rp. 260.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 26.000.000,- (Pajak Keluaran)
- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)
------------------------
Harga Penjualan : Rp. 386.000.000,-
4) Sub-Dealer/Showroom :
a) Pembelian :
- Harga beli (DPP) : Rp. 260.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 26.000.000,- (Pajak Masukan)
- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)
------------------------
Harga Pembelian : Rp. 386.000.000,-
b) penyerahan :
- Harga Jual (DPP) : Rp. 280.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 28.000.000,- (Pajak Keluaran)
- PPn BM (50%) : Rp. 100.000.000,- (butir 1.a)
------------------------
Harga Penjualan : Rp. 408.000.000,- (yang dibayar konsumen)
b. Untuk kendaraan impor dalam keadaan CKD atau produksi dalam negeri :
1) Importir Umum/Industri Perakitan/ATPM :
a) impor :
35
- Nilai Impor (DPP) : Rp. 150.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 15.000.000,- (Pajak Masukan)
- PPn BM (-%) : Rp. -,-
------------------------
Harga Impor : Rp. 165.000.000,-
b) penyerahan :
- Harga Jual (DPP) : Rp. 220.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Keluaran)
- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,-
------------------------
Harga Penjualan Rp. 352.000.000,-
2) Distributor :
a) Pembelian :
- Harga beli (DPP) : Rp. 220.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 22.000.000,- (Pajak Masukan)
- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,- (butir 1.b)
------------------------
Harga Pembelian : Rp. 352.000.000,-
b) penyerahan :
- Harga Jual (DPP) : Rp. 240.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 24.000.000,- (Pajak Keluaran)
- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,- (butir 1.b)
-----------------------
Harga Penjualan : Rp. 374.000.000,-
3) Dealer :
a) Pembelian :
36
- Harga beli (DPP) : Rp. 240.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 24.000.000,- (Pajak Masukan)
- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,- (butir 1.b)
------------------------
Harga Pembelian : Rp. 374.000.000,-
b) penyerahan :
- Harga Jual (DPP) : Rp. 260.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 26.000.000,- (Pajak Keluaran)
- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,- (butir 1.b)
------------------------
Harga Penjualan : Rp. 396.000.000,-
4) Sub-Dealer/Showroom :
a) Pembelian :
- Harga beli (DPP) : Rp. 260.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 26.000.000,- (Pajak Masukan)
- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,- (butir 1.b)
-----------------------
Harga Pembelian : Rp. 396.000.000,-
b) penyerahan :
- Harga Jual (DPP) : Rp. 280.000.000,-
- PPN (10%) : Rp. 28.000.000,- (Pajak Keluaran)
- PPn BM (50%) : Rp. 110.000.000,- (butir 1.b)
------------------------
Harga Penjualan : Rp. 418.000.000,- (yang dibayar konsumen)
Catatan :
Pemungutan PPn BM dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-17/PJ.51/1999
37
tanggal 2 Nopember 1999 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-
18/PJ.51/2000 tanggal22 Juni 2000.
14. CONTOH PENGHITUNGAN PPN KENDARAAN BERMOTOR
(Harga Jual On the Road)
1. Dealer "B" menjual satu unit kendaraan bermotor dengan harga jual kepada
pembeli sebesar Rp 205.000.000 (termasuk PPN, PPn BM dan tidak termasuk Bea
Balik Nama) yang dibeli dari Main Dealer "A".
2. Atas pembelian tersebut, Dealer "B" mendapat potongan harga dari Main
Dealer "A".
3. PPn BM sebesar Rp 8.000.000,- sudah dipungut dan dilaporkan oleh Main
Dealer "A".
4. Pengurusan balik nama kendaraan bermotor dilakukan oleh Main Dealer "A"
dan pembeli membayar Rp 18.000.000,- kepada Main Dealer "A" melalui Dealer
"B".
PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PPN OLEH DEALER "B" ADALAH :
Harga Jual Main Dealer "A" (On The Road) Rp 225.000.000,-
Potongan harga untuk Dealer "B" Rp 4.000.000,-
-----------------------
Harga Tebus Rp 221.000.000,-
Bea Balik Nama (BBN) Rp 18.000.000,-
-----------------------
Harga Beli Dealer "B" Rp 203.000.000,-
15. Faktur Pajak (Off the Road) :
BELI JUAL
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Rp 117.272.727,- Rp 186.363.636,-
PPN (10%) Rp 17.727.273,- Rp 18.636.364,-
PPn BM (15%) Rp 8.000.000,- Rp 8.000.000,-
----------------------- -----------------------
JUMLAH Rp 203.000.000,- Rp 205.000.000,-
16. Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak :
• BELI
100/110 X (Rp 203.000.000,- Rp 8.000.000,-) = Rp 177.272.727,-
38
• JUAL
100/110 x (Rp 205.000.000,- Rp 8.000.000,-) = Rp 186.363.636,-
17. Perhitungan PPN Yang Harus Disetor Ke Kas Negara Oleh Dealer :
- PAJAK KELUARAN (10% x Rp 186.363.636,-) = Rp 18.636.364,-
- PAJAK MASUKAN (10% x Rp 177.272.727,-) = Rp 17.727.273,-
----------------------
PPN yang harus disetor Rp 909.091,-
39
JUMLAH Rp 109.000.000,- Rp 126.500.000,-
20. Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak :
- Beli Sasis
100/110 X Rp 98.000.000,- = Rp 89.090.909,-
- Jual Kendaraan Bermotor
100/110 x Rp 126.500.000,- = Rp 101.200.000,-
21. Perhitungan PPN Dan PPn BM Yang Harus Disetor Ke Kas Negara Oleh
Dealer :
1) PPN
- PAJAK KELUARAN (10 % x Rp 101.200.000,-) = Rp 10.120.000,-
- PAJAK MASUKAN (Rp 8.909.091 + Rp 1.000.000,-) = Rp 9.909.091,-
----------------------
PPN yang harus disetor Rp 210.909,-
2) PPn BM
15 % x Rp 101.200.000,- = Rp 15.180.000,-
22. Contoh :
- Harga Jual kendaraan Bermotor Rp 250.000.000,- (termasuk PPN sebesar Rp
20.000.000,- (10 %) dan PPn BM sebesar Rp 30.000.000,- (15%))
- Uang Muka diterima tanggal 10 Agustus 2000 sebesar Rp. 25.000.000,-
- Kendaraan akan diserahkan tanggal 20 September 2000 dengan kekurangan
bayar sebesar Rp. 225.000.000,- PPN dan PPn BM terutang dan harus dipungut :
- Pada saat diterima uang muka tanggal 10 Agustus 2000 :
1) PPN : sebesar 10/125 x Rp 25.000.000,- = Rp 2.000.000,- dan harus dilaporkan
pada SPT Masa PPN bulan Agustus 2000.
2) PPn BM : sebesar 15/125 x Rp 25.000.000,- = Rp 3.000.000,- dan harus
dilaporkan pada SPT Masa PPn BM bulan Agustus 2000.
40
2) PPn BM : sebesar 15/125 x (Rp 250.000.000,- Rp 25.000.000,-) = Rp
27.000.000,- dan harus dilaporkan pada SPT Masa PPn BM bulan September
2000.
23. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku mulai tanggal 1 Agustus 2000.
24. Dengan berlakunya ketentuan ini, maka ketentuan yang dimaksud dalam
Surat-surat Edaran sebelumnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
Surat Edaran ini, dinyatakan masih tetap berlaku.
KELOMPOK BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH
SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
Tarif
(%) Jenis Barang Kena Pajak
41
30 kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan umum;
kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang dikenakan tariff 10%;
40 kelompok minuman yang mengandung alcohol;
kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan;
kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool;
kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja,
dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu;
kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia
atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;
kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang
dikenakan tarif 30%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara
lainnya tanpa tenaga penggerak;
kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan
negara;
kelompok jenis alas kaki;
kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor;
kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau
keramik;
Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain
batu jalan atau batu tepi jalan;
42
kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia
dan/atau mutiara atau campuran daripadanya;
kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan
umum."
43