You are on page 1of 12

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS JAGUNG

Pendahuluan – Jagung

Latar Belakang

Jagung merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia, yang memiliki kedudukan
sangat penting setelah beras. Dalam perkembangan ekonomi dewasa ini, disamping sebagai
bahan makanan pokok, jagung telah menjadi lebih sangat penting karena merupakan bahan
pokok, jagung telah menjadi lebih sangat penting karena merupakan bahan pokok bagi
industri pakan ternak. Kandungan jagung dalam pakan ternak mencapai lebih dari 50 % yang
apabila harus diimpor, karena produksi dalam negeri tidak cukup, akan menelan devisa yang
tidak sedikit
Statistik impor jagung Indonesia, semenjak tahun 1991 menunjukkan adanya gejolak
peningkatan yang kadang-kadang terjadi sangat tinggi. Dari hanya impor jagung sebanyak
323.000 ton pada tahun 1991, bisa menjadi lebih dari 1 juta ton pada tahun 1997. Ini antara
lain dikarenakan adanya kebutuhan untuk pakan ternak dan hampir 90 % dari kebutuhan
jagung untuk pakan ternak tersebut kadang-kadang terpaksa harus diadakan melalui impor.
Devisa yang harus dikeluarkan untuk impor jagung diberitakan mencapai US $ 168 juta
sampai US $ 196 juta untuk tahun 1997 (Harian Ekonomi Neraca 21 Januari 1998).

Dengan memperhatikan keadaan dan luas lahan serta kondisi lingkungan (iklim) di sebagai
besar wilayah Indonesia, impor jagung, seharusnya bisa ditekan sekecil-kecilnya apabila ada
upaya yang mendorong petani memanfaatkan lahannya dengan baik untuk penanaman
jagung. Masalah bagi petani di dalam penanaman jagung, lebih banyak dikarenakan kesulitan
mendapatkan modal dan tidak memiliki ketrampilan tehnis dalam menghadapai berbagai
kendala serangan hama dan penyakit serta penggunaan benih varitas yang unggul.

Pemberian kredit kepada petani guna penanaman jagung, dapat diharapkan memberikan hasil
apabila disertai dengan adanya bantuan pembinaan budidaya serta kontrol yang baik terhadap
serangan hama dan penyakit. Selanjutnya, usaha tani jagung juga hanya akan bisa
berkelanjutan apabila disertai dengan diperolehnya pendapatan yang memadai untuk
kesejahteraan keluarganya. Oleh karena itu pencapaian produksi jagung yang tinggi perlu
diikuti dengan adanya pemasaran yang pasti dan mampu menciptakan keuntungan bagi
petani. Biasanya petani selalu berada pada posisi yang sulit, karena pemasaran hasilnya
menghadapi dilema harga yang tidak menguntungkan, terutama pada saat-saat panen.

Apabila dalam kemitraan antara petani dan pengusaha Pabrik Makanan Ternak (PMT) dapat
direncanakan kerjasama pengelolaan yang bisa mengatasi permasalahan yang mungkin
timbul dalam kerangka usaha tani jagung, maka pemberian kredit kepada petani diharapkan
dapat berhasil mendorong peningkatan produksi sehingga mampu menggantikan jagung
impor guna memenuhi kebutuhan perusahaan pakan ternak. Ini membantu menciptakan
penghematan devisa negara. Disamping itu dengan mantapnya produksi jagung dalam negeri
pada tingkat yang mencukupi, pasokan jagung untuk produksi pakan ternak akan lancar.
Manfaat selanjutnya adalah terselenggaranya kelancaran dalam usaha peternakan ayam untuk
produksi telur dan daging serta peternakan sapi untuk produksi daging dan susu, yang sangat
penting guna meningkatkan kualitas gizi makanan masyarakat Indonesia.
Adanya kelayakan petani dalam melakukan usaha tani jagung dengan menjalin kemitraan
dengan pengusaha Pabrik Makanan Ternak ini, akan menarik perhatian Bank untuk
bekerjasama dan memberikan kredit keperluan modal usaha. Proyek seperti ini, yang
melibatkan kerjasama kemitraaan antara pihak petani, Perusahaan Makanan Ternak dan
Bank, merupakan model Proyek Kemitraan Terpadu (PKT-Jagung Pakan Ternak) yang
menjadi pokok bahasan buku ini.

Kapasitas produksi perusahaan makanan ternak (PMT) di Indonesia, sekitar 6.908.000


ton/tahun. Apabila 50 % berat bahan bakunya adalah jagung, berarti setiap tahun memerlukan
pasokan hampir 3,5 juta ton. Dengan rata-rata produksi jagung hibrida 5 ton/ha dan 2 kali
tanam pertahun, ini berarti untuk memenuhi kebutuhan PMT saja akan diperlukan lahan
sekitar 350.000 ha/tahun. Apabila untuk setiap ha memerlukan biaya sebesar Rp. 1.000.000,-
berarti diperlukan kredit sebanyak Rp. 350 milyar. Suatu pangsa kredit yang dapat menarik
perhatian Bank di dalam ikut mendorong perkembangan ekonomi khususnya melalui
subsektor peternakan.

Tujuan

Penulisan Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu Produksi Jagung ini bertujuan
untuk :
Memberikan kepada perbankan informasi mengenai pola usaha produksi jagung untuk pakan
ternak yang layak dibiayai dengan kredit Bank, sehingga dapat dipergunakan sebagai acuan
di dalam mempertimbangkan permintaan kredit sejenis.
Dipergunakan sebagai model bagi para petani yang akan melaksanakan usaha tani jagung
untuk pakan ternak dengan mengadakan PKT sehingga layak mendapatkan dana kredit Bank
sebagai modal usaha.
Mendorong pengembangan usaha kecil (petani) dalam memproduksi jagung guna memenuhi
kebutuhan pakan ternak dalam rangka penghematan devisa dan meningkatkan produksi
ternak di Indonesia.
Kemitraan Terpadu – Jagung

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan
usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit
dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara
lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama
yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam
meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau
Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara.
Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari
penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

ORGANISASI

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha
melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar
atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.

Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya.
Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau
eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam
Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan
Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu
dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha
petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan
mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.

1. Petani Plasma

Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang
akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha
kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu
ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.

Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau
penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun
atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan
perbaikan pada aspek usaha.

Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh
masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk
seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok
adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para
petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi
lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib
menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan
kesepakatan kelompok.

2. Koperasi

Para petani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata
koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu
plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa
diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus sudah
berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan
pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit
Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan

3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir

Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti
dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan
untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk
selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu
memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk
keperluan petani plasma/usaha kecil.

Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan
teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti
memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya
pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil
dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada
Perusahaan Inti.

Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan
harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas
Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi
menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan
Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.

Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki


keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan
dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang
bisa kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut
besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin
besar pula honor yang diterimanya.

4. Bank

Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma
dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian
melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.

Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi


yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi,
juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang
diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan
untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan
bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang
paling besar.
Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan kredit
dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan
membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar
membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak
petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani
plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada
bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu
perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan
memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama
untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana
angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma
dengan bank.
POLA KERJASAMA

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat


menurut dua pola yaitu :

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama


langsung kepada Perusahaan Perkebunan/Pengolahan Eksportir.

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA kepada petani
plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan
pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan
harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.

b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan


perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan
perkebunan/pengolahan/eksportir.

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan
dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya
tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra,
akan menjadi tanggung jawab koperasi.

PENYIAPAN PROYEK KEMITRAAN TERPADU

Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam proses
kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal dapat dilihat dari
bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal
usaha plasma, perintisannya dimulai dari :

Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya
akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan
ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam
kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha;

Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui pertemuan anggota kelompok,


mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan
perkebunan/pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit (KKPA)
untuk keperluan peningkatan usaha;

Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra


petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi
serta proses pemasarannya;

Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan dan


eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra.
Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak
yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk
mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil yang
potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas
yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;

Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak koperasi.
Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola
administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk
peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan mitra.
Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT
sesuai fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan
persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana (executing
agent) atau badan penyalur (channeling agent);

Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah
setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan
Pemda);

Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya
kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan
yang masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya
kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan
Perkebunan.

MEKANISME PROYEK KEMITRAAN TERPADU

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :

Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika
proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of
Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang
bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa
koperasi atau plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke
rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana
pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari
perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat
melalui inti atau koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman
plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan
memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran
pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.

PERJANJIAN KERJASAMA

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian
kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan
kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang
akan menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama
kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra
Perusahaan (Inti ) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut :
1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti)

 Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil;


 Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk
dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha;
 Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai
mutu yang tinggi;
 Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan
 Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit bank (KKPA) dan
bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani
plasma.

2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma

 Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;;


 Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang lahan usahanya
berdekatan dan sama-sama ditanami;
 Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca-panen untuk mencapai
mutu hasil yang diharapkan;
 Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang disediakan dalam rencana
pada waktu mengajukan permintaan kredit;
 Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya oleh pihak Dinas
Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana waktu
mengajukan permintaan kredit;
 Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai petunjuk
Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra; dan
 Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai
kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani
melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.
Aspek Pemasaran – Jagung

Komoditi Jagung sedang menjadi salah satu primadona dalam agribisnis. Konsumsi jagung
untuk pakan cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 11,52 %,
sementara itu pertumbuhan produksi hanya 6,11%.

Disamping untuk pakan ternak, jagung juga diperlukan untuk industri makanan ternak yang
pertumbuhannya juga makin meningkat. Kecenderungan konsumsi jagung di Indonesia yang
makin meningkat lebih tinggi dari peningkatan produksi, menyebabkan makin besarnya
jumlah impor dan makin kecilnya ekspor.

Peluang Pasar

Jagung pada dasarnya merupakan bahan pangan sumber karbohidrat kedua sesudah beras
bagi penduduk Indonesia. Sehingga disamping keperluan pakan ternak, komoditi ini juga
sebagai bahan makanan utama sesudah beras bagi penduduk Indonesia dan menjadi bahan
baku industri makanan lainnya. Sejalan dengan adanya peningkatan pendapatan masyarakat
dan tingkat pengetahuannya, konsumsi protein hewani khususnya daging ayam dan telor serta
daging terlihat juga terus meningkat. Hal ini mendorong meningkatnya kebutuhan makanan
ternak yang kemudian meningkatkan kebutuhan jagung, karena jagung merupakan 51 % dari
komponen pakan ternak. Peningkatan kebutuhan jagung ini dalam beberapa tahun terakhir
tidak sejalan dengan laju peningkatan produksi di dalam negeri, sehingga mengakibatkan
diperlukannya impor jagung yang makin besar.

Penggunaan jagung impor untuk makanan ternak, telah memberatkan para peternak pada saat
naiknya nilai dollar terhadap rupiah akhir-akhir ini. Harga impor jagung sebesar US $ 130 per
ton, yang jika dihitung dengan kurs Rp. 8.000 per dollar menjadi Rp. 1.040 per kilogram.
Padahal dalam komposisi pakan ternak, jagung memegang peran hingga 50 %. Dengan alasan
ini, produsen makanan ternak menaikkan harga jual pakan ternak. Tindakan ini telah
mengakibatkan belasan ribu peternak di seluruh pelosok tanah air menghadapi kesulitan.

Apabila pada suatu saat terjadi kelebihan produksi jagung, kelebihan ini dapat diekspor
dengan harga yang sangat menarik. Importir jagung dapat beralih menjadi eksportir.
Harga Produksi.

Harga jagung di tingkat petani di daerah Jawa selama periode 1986 – 1998 dapat dilihat pada
Tabel 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa harga jagung bisa bervariasi antar Propinsi di
Jawa. Pada umumnya, harga terus meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 90 %
tahun disemua daerah di Jawa. Rata-rata harga pada tahun 1996 tercatat mencapai antara Rp.
445,15/kg di Jawa Tengah sampai Rp 715,31/kg di Jawa Barat.

Di tingkat internasional rata-rata harga jagung bulanan di pasar London (yellow maize)
selama beberapa bulan (Juli 1997 – Januari 1998) menunjukkan angka yang relatif stabil
ditunjukkan pada Tabel 3. Dengan perubahan nilai rupiah terhadap dollar yang fluktuatif,
maka harga jagung di tingkat nasional juga mengikuti fluktuasi ini. Memperhatikan nilai
jagung ekspor berdasarkan harga FOB seperti pada Tabel 3a dan harga jagung di pasar
London Tabel 3., harga jagung ekspor pada waktu ini dapat diperhitungkan berada pada
kisaran sekitar US $ 140,-/ton. Dengan menggunakan nilai tukar Rp 8000,-/US$ 1,- akan
didapatkan harga sekitar Rp 1.120,-/Kg. Harga tersebut dua kali lebih tinggi
dibandingkanharga ditingkat petani yang rata-rata masih sekitar Rp 500,-/kg. Dengan
demikian, produksi jagung dalam negeri, selain untuk memenuhi kebutuhan pabrik pakan
ternak, juga memiliki harga dengan daya saing tinggi di pasaran luar negeri.

Tabel 3. Perkembangan Harga Jagung di Pasaran London (US $/ton)

Juli 97 Agustus September Oktober Nopember Desember Januari 98


132 133.75 133.31 133.75 133.75 133.75 133.75
Sumber : Laporan Mingguan Bank Indonesia
Produksi, luas panen dan produktivitas jagung di Indonesia selama kurun waktu 1987 – 1997
dapat dilihat pada Tabel 4. Terlihat bahwa pada umumnya luas panen dan produktivitas
jagung di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat, yang berakibat pada adanya
peningkatan produksi jagung dari 5,1 juta ton pada tahun 1987 menjadi 9,1 juta ton pada
tahun 1997. Dibandingkan dengan besarnya konsumsi dalam negeri yang termasuk juga
untuk keperluan pakan ternak (Tabel 1), menunjukkan adanya kekurangan setiap tahunnya
dalam 5 tahun terakhir ini. Kekurangan tersebut harus dipenuhi dari impor, dan jumlah impor
ini makin bertambah besar karena adanya sebagian produksi jagung yang diekspor.

Aspek Produksi – Jagung

Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang mempunyai batang berbentuk bulat,
beruas-ruas dan tingginya antara 60 – 300 cm. Tanaman jagung dapat tumbuh di dataran
rendah sampai dataran tinggi (ketinggian 0 - 1.300 m dpl). Curah hujan yang optimal adalah
antara 85 – 100 mm/bulan merata sepanjang tahun.Jagung dapat di tanam secar monokultur
atau tumpangsari dengan tanaman lain, misalnya ubi kayu. Jenis jagung yang ditanam oleh
petani dapat berupa jagung komposit atau jagung hibrida.

Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan tenaga manusia, ternak atau mesin (traktor). Tanah
dibajak dengan kedalaman 15 – 20 cm yang kemudian diratakan. Biaya pengolahan tanah
berkisar antara Rp. 80.000,- - Rp. 150.000,- per ha, tergantung dari jenis tenaga yang
digunakan.

Penanaman

Varietas jagung yang ditanam dapat berupa jagung komposit atau hibrida. Kebutuhan benih
untuk varietas jagung komposit (Arjuna) adalah 35 kg/ha, sedangkan yang hibrida : Bisi-1,
Bisi-3, Pioneer 5 dan Pioneer 6, masing-masing 20 kg/ha, Pioneer 7, Pioneer 8 dan Pioneer 9,
masing-masing 17 kg/ha dan Bisi-2 diperlukan 15 kg/ha. Jumlah benih tersebut untuk
memenuhi jumlah tanaman yang optimum yang jumlahnya sekitar 66.000 tanaman/ha. Jika
tanaman jagung ditumpangsarikan dengan ubi kayu, jumlah bibit ubi kayu yang diperlukan
sekitar 12.500 stek/ha dan ditanam sesudah jagung berumur 1,5 bulan.

Pemupukan

Jenis pupuk yang diperlukan adalah Urea dengan dosis antara 300-450 kg/ha, TSP 100 kg/ha
dan KCl antara 50 – 100 kg/ha. Pada waktu penanaman diberikan pupuk dasar yang terdiri
dari TSP dan KCl (dosis penuh) dan 1/3 bagian dosis Urea. Kemudian sisa urea diberikan
pada waktu tanaman berumur 3 dan 6 minggu, dengan dosis masing-masing 1/3 bagian.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Bila ada gejala serangan hama atau penyakit, segera dilakukan penyemprotan dengan
pestisida yang telah dianjurkan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan setempat.

Pengairan

Tanaman jagung memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan dan pembentukan biji. Air
sangat diperlukan pada saat penanaman, pembuangan (45 – 55 hari sesudah tanam/hst) dan
pengisian biji (60 – 80 hst). Di beberapa daerah yang cukup curah hujannya, kebutuhan air
dapat dipenuhi oleh curah hujan tersebut, sedangkan untuk daerah-daerah yang mengalami
kesulitan air, para petani dapat menggunakan pompa air yang disewa dengan biaya sekitar
Rp. 350.000,-/ha.

Panen dan Pasca Panen

Umur panen jagung yang ditanam di dataran rendah lebih pendek dari yang ditanam di
dataran tinggi. Umur panen jagung juga tergantung dari varietas yang ditanam. Pada Tabel 5.
dapat dilihat umur panen dan produksi beberapa varietas jagung yang ditanam di Indonesia.
Panen jagung terbesar (70 % ) terjadi pada bulan Januari – April, sedangkan sisanya (30 %)
berlangsung pada bulan Juni – Agustus. Kadar air jagung yang dipanen di musim hujan,
dapat mencapai 35 % sedangkan yang dipanen di musim kemarau kadar airnya sekitar 25 %.
Biji jagung mudah dipipil, jika airnya kurang dari 20 %. Untuk pemipilan secara mekanis
(dengan corn sheller), kadar air jagung sebaiknya kurang dari 18 %. Kadar air yang tinggi
akan merusak kualitasnya. Biaya pemipilan jagung secara mekanis berkisar antara Rp. 36,- -
Rp. 45,-/kg, sedangkan yang menggunakan tenaga manusia antara Rp. 6,- - Rp8,-/kg.

Kualitas jagung pipil, seperti ditentukan oleh kadar air biji jagung, persentasi kotoran,
persentase biji rusak dan kandungan jamur (aflatoxin) akan mempengaruhi harga jualnya.
Kualitas jagung yang diperhitungkan dalam penentuan harga jagung pada umumnya adalah
sebagai berikut :- Kadar air (maksimal) 15 %
- Kandungan afaltoxin (maksimal) 150 ppb (part per billion)
- Persentasi kotoran (maksimal) 5 %
- Biji rusak (maksimal) 15 %
Jika kadar air biji jagung lebih besar dari yang ditentukan, maka harga yang diterima petani
akan disesuaikan dengan kondisi tersebut. Salah satu contoh pemotongan harga jagung yang
didasarkan oleh kadar airnya adalah seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Contoh Presentasi Pemotongan Harga Jagung Berdasarkan Kadar Airnya

Kadar Air (%) Persentasi


Pemotongan Kadar Air (%) Persentasi
Pemotongan
0.00 – 17.00 0.00 25.10 – 26.00 12.00
17.10 – 18.00 2.00 26.10 – 27.00 13.10
18.10 – 19.00 4.00 27.10 – 28.00 14.20
19.10 – 20.00 5.00 28.10 – 29.00 15.30
20.10 – 21.00 6.00 29.10 – 30.00 16.40
21.10 – 22.00 7.00 30.10 – 31.00 17.50
22.10 – 23.00 8.00 31.10 – 32.00 19.50
23.10 – 24.00 9.00 32.10 – 33.00 20.60
24.10 – 25.00 10.00 33.10 – 34.00 21.70

Untuk mencapai hasil panen jagung yang memiliki kualitas tinggi, para petani perlu dapat
dengan baik melakukan pemipilan jagung dan mengeringkannya. Fasilitas mesin pemipil bisa
diadakan oleh pihak Kelompok Tani untuk dipergunakan bersama. Biaya pemipilan
menggunakan mesin sekitar Rp. 180.000,-/ha.

Alat lain yang diperlukan petani adalah mesin pengering untukmencapai standar kadar air
yang berkualitas. Mesin pengering tersebut juga bisa diadakan secara berkelompok untuk
dipergunakan bersama secara bergiliran. Seabagai alternatif petani bisa membuat lantai jemur
yang kegunaannya banyak.

Biaya pembangunan lantai jemur tersebut sekitar Rp 5.000,-/m2. Apabila setiap petani akan
membangun 140 m2 lantai jemur, akan memerlukan biaya sekitar Rp. 700.000,-. Ini bisa
diperoleh dari komponen kredit investasi dalam paket kredit yang akan dimintakan oleh
petani kepada Bank. Untuk ini, PKT harus minimal diadakan sampai jangka waktu kredit itu
lunas. Skim KKPA atau lainnya yang berjangka panjang dan berbunga ringan, bisa
dipergunakan.

Aspek Keuangan – Jagung

Sumber Dana

Sumber dana untuk usaha tani jagung dapat berasal dari swadana petani, mitra usaha ini atau
kredit perbankan. Skim-skim kredit perbankan yang dapat digunakan untuk usaha ini antara
lain adalah KUT (Pola Umum atau Pola Khusus), KKPA, KMK-UKM, KPKU atau Two Step
Loan (TSL). Skim lain KKU dapat digunakan sepanjang usaha tersebut layak dengan
menggunakan bunga pasar.

Biaya Produksi dan Kredit Modal Kerja

Dengan berdasarkan keadaan harga sekitar Januari – Maret 1998, pada umumnya kebutuhan
biaya produksi usaha tani dan produksijagung dapat dilihat pada Tabel 7. Perbedaan biaya
produksi untuk jagung hibrida dan komposit disebabkan oleh perbedaan harga benih dan
jumlah pupuk yang digunakan.

Besarnya kredit yang diperlukan oleh petani di dalam memualai usaha budidaya produksi
jagung ini, terutama diperlukan untuk pengadaan saprotan, pengolahan lahan dan tanam,
tenaga pemeliharaan serta panen. Jumlah ini ditambah 10 % untuk ditabung di Bank pemberi
kredit, sehingga untuk setiap ha lahan usaha petani memerlukan Kredit Modal Kerja sebesar
Rp. 867.000,00 apabila petani akan menanam jagung hibrida, atau Rp. 683.300,00 apabila
petani akan menanam jagung kuning/komposit. Kredit tersebut akan lunas pada akhir tahun.
Dengan kredit ini petani akan bisa menanam jagung 1 sampai 2 kali dalam 1 tahun,
tergantung adanya kesedian air atau hujan.
Proyeksi Laba/Rugi dan Arus Kas

Analisa laba/rugi menunjukkan bahwa usaha ini memberikan keuntungan yang wajar kepada
petani. Dengan menggunakan KUT bunga 14 % pertahun, keuntungan bersih petani setelah
pajak untuk budidaya jagung hibrida mencapai Rp. 2.451.569,-/ha per musim dengan 2 kali
tanam atau mencapai Rp. 1.281.258,-/ha dengan 1 kali tanam permusim apabila harga jual
panen jagung Rp. 550,-/kg. Untuk yang menggunakan jagung komposit (kuning) dengan 2
kali tanam permusim, keuntungan bersih tersebut bisa mencapai Rp. 888.528,-/ha, atau untuk
yang hanya 1 kali tanam permusim mencapai Rp. 464.704,-/ha apabila harga jual jagung Rp.
550,- /kg. Pendapatan ini akan menjadi lebih kecil apabila untuk keperluan modal kerja
petani menggunakan dana kredit dengan bunga yang lebih tinggi (Tabel 8 dan 9) atau
mendapatkan harga jual panen jagung yanglebih rendah (Tabel 11). Net profit of sales untuk
jagung hibrida dan jagung komposit dengan 2 kali tanaman permusim masing-masing adalah
46,92 % dan 28,34 %. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usaha tani jagung hibrida lebih
menguntungkan daripada jagung komposit (kuning). Sehingga PKT akan lebih baik kalau
dilaksanakan dengan menggunakan jagung hibrida.

Dari proyeksi arus kas terlihat bahwa, apabila tidak ada gangguan tehnis dalam pertanaman,
usaha ini masih menghasilkan surplus dana setelah dikurangi untuk pelunasan pokok
pinjaman dan bunganya. Para petani akan dapat mengangsur pinjamannya (bunga dan pokok)
dengan baik dan memperoleh keuntungan yang bervariasi tergantung pada harga jual jagung
saat panen. Jumlah keuntungan menjadi lebih besar apabila petani bisa menjual produksi
jagung dengan harga yang lebih tinggi dan mendapatkan kredit modal kerja dengan bunga
yang lebih kecil, atau sebaliknya petani akan memperoleh keuntungan bersih yang lebih kecil
apabila harga jagung lebih rendah dan petani menggunakan kredit dengan bunga yang lebih
besar.
Tabel 9. Proyeksi Laba/Rugi Usaha Tani Jagung Komposit dengan 2 kali tanam per tahun
(Rp/Ha)

Kelayakan Usaha

Karena siklus produksi jagung dari tanam sampai panen memerlukan waktu kurang dari 4
bulan, maka analisis kelayakan usaha tani jagung didasarkan atas nilai B/C –nya. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa nilai B/C untuk usaha tani jagung hibrida dan jagung
komposit masing-masing adalah 1.75 dan 1.43. Dengan demikian usaha tani ini secara
finansial layak untuk dikembangkan. Walaupun demikian, sering harga jual di tingkat petani
lebih rendah dari harga jual asumsi yang dipergunakan di atas (Rp. 550,-/kg). Untuk itu, perlu
diilihat kemungkinan-kemungkinan berbagai harga jual. Pada Tabel 10, dan 11 dapat dilihat
analisa kepekaan usahatani jagung dengan berbagai kemungkinan harga jual dan skim kredit
yang digunakan.

You might also like