You are on page 1of 6

METODE ILMIAH

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang


disebut dengan ilmu. Jadi, ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat
metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-
syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat
disebut ilmu tercantum dalam apa yang diamakan metode ilmiah.
Seperti diketahui berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan
pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran.
Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan
mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan
ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan
yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini
maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara
berfikir induktif dalam mengembangkan tubuh pengetahuannya.
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan
ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan
sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap
demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru
berdasarkan dari pengetahuan yang telah ada.
Penjelasan yang bersifat rasional ini dengan kriteria kebenaran koherensi
tidak memberikan kesimpulan yang bersifat final, sebab sesuai dengan hakikat
rasionalisme yang bersifat pluralistik, maka dimungkinkan disusunnya berbagai
penjelasan terhadap suatu objek pemikiran tertentu. Meskipun argumentasi secara
rasional didasarkan kepada premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya
namun dimungkinkan pula pilihan yang berbeda dari sejumlah premis ilmiah
yang tersedia yang dipergunakan dalam penyusunan argumentasi. Oleh sebab itu
maka diperlukan cara berpikir indiktif yang berdasarkan kriteria kebenaran
korespondensi.
Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataandapat dianggap
benar sekiranya materi yang terkandung di dalam pernyataan itu bersesuaian
(berkorespondensi) dengan objek faktual yang dituju oleh pernyataan tersebut.
Atau dengan kata lain, suatu pertanyaan adalah benar apabila terdapat fakta-fakta
empiris yang mendukung pernyataan itu.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Richie Calder, dimulai ketika manusia
mengamati sesuatu. Kalau kita telaah lebih lanjut ternyata bahwa kita mulai
mengamati objek tertentu kalau kita mempunyai perhatian tertentu terhadap objek
tersebut. Perhatian tersebut menurut John Dewey sebagai suatu masalah atau
kesukaran yang dirasakan bila kita menemukan sesuatu dalam pengalaman kita
yang menimbulkan pertanyaaan. Dan pertanyaan ini timbul disebabkan oleh
adanya kontak manusia dengan dunia empiris yang menimbulkan bebagai macam
permasalahan. Dapat disimpulkan bahwa karena ada masalahlah maka proses
kegiatan berpikir dimulai, dan karena masalah ini berasal dari dunia empiris, maka
proses berfikir tersebut diarahkan pada pengamatan objek yang bersangkutan,
yang berseksitensi dalam dunia empiris juga.

1
Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai permasalahan yang
dihadapinya agar dia mengerti mengenai hakikat permasalahan itu dan dengan
demikian maka ia dapat memecahkannya. Dalam hal ini maka pertama-tama ilmu
menyadari bahwa masalah yang dihadapinya adalah masalah yang bersifat konkret
yang terdapat dalam dunia fisik yang nyata. Secara ontologis maka ilmu
membatasi masalah yang dikajinya hanya pada masalah yang terdapat dalam
ruang lingkup jangkauan pengalaman manusia. Jadi ilmu tidak
mempermasalahkan tentang hari kemudian atau surga dan neraka yang jelas
berada di luar pengalaman manusia. Hal itu harus kita sadari, karena hal inilah
yang memisahkan antara ilmu dan agama.
Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari
jawabannya pada dunia yang nyata pula. Ilmu diawali dengan fakta dan diakahiri
dengan fakta. Einstein berkata, apa pun juga teori yang menjembatani antara
keduanya. Teori merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara
rasional digabungkan dengan pengalaman empiris.
Secara sederhana maka, hal ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus
memenuhi 2 syarat utama yaitu :
1) Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak
terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan.
2) Harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimana pun
konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat
diterima kebenarannya secara ilmiah.
Oleh sebab itu maka sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua
penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanya bersifat sementara. Penjelasan
sementara ini biasanya disebut hipotesis. Sekiranya kita menghadapi suatu
masalah tertentu, dalam rangka memecahkan masalah tersebut, kita dapat
mengajukan hipotesis yang menrupakan jawaban sementara bagi permasalahan
yang dihadapi. Secara teoritis maka sebenarnya kita dapat mengajukan hipotesis
sebanyak-banyaknya sesuai dengan hakikat rasionalisme yang bersifat pluralistik.
Hanya disini dari sekian banyak hipotesis yang diajukan itu hanya satu yang
diterima berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi yakni hipotesis yang
didukung oleh fakta-fakta empiris.
Dengan adanya jembatan berupa penyusunan hipotesis ini maka metode
ilmiah sering dikenal dengan sebagai proses logico – hypothetico – verifikasi, atau
menurut Tyndall sebagai “Perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi
dan induksi”.
Langkah selanjutnya sesudah penyusunan hipotesis adalah menguji
hipotesis tersebut dengan mengkonfrontasikannya dengan dunia fisik yang nyata.
Sering sekali dalam hal ini kita harus melakukan langkah perantara yakni
menentukan faktor-faktor apa yang dapat kita uji dalam rangka melakukan
verifikasi terhadap keseluruhan hipotesis tersebut.
Maka, alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan
dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah.
Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico – hypothetico – verifikasi
ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :

2
PERUMUSAN
MASALAH

KHASANAH PENYUSUNAN
PENGETAHUAN KERANGKA
ILMIAH BERPIKIR

PERUMUSAN HIPOTESIS

DITERIMA PENGUJIAN HIPOTESIS DITOLAK

(1) Perumusan Masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris


yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang
terkait di dalamnya;
(2) Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan
argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara
berbagai faktor saling mengkait dan membentuk konstelasi masalah. Kerangka
berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang
telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang
relevan dengan permasalahan;
(3) Perumusan Hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan
terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan
dari kerangka berfikir yang dikembangakan;
(4) Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan
dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-
fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak;
(5) Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis
yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian
terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima.
Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup
mendukung hipotesis maka hipotesis itu ditolak. Hipotesis yang diterima
kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah
memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang

3
konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji
kebenarannya. Pengertian kebenaran disini harus ditafsirkan pragmatis artinya
bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.
Hipotesis yang telah teruji kebenarannyasegera menjadi teori ilmiah yang
kemudian digunakan sebagai premis dalam pengembangan hipotesis-hipotesis
selanjutnya. Secara kumulatif maka teori ilmiah yang kemudian berkembang
seperti piramida terbalik yang makin lama-semakin tinggi.

STRUKTUR PENGETAHUAN ILMIAH

Seperti yang telah dijelaskan dalam pembahasan terdahulu, pengetahuan


ilmiah diproses lewat serangkaian langkah-langkah tertentu yang dilakukan
dengan penuh kedisiplinan, dan dari karakteristik inilah maka ilmu sering
dikonotasikan sebagai disiplin. Disiplin inilah yang yang memungkinkan ilmu
berkembang relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan pengetahuan-
pengetahuan lainnya. Ilmu dapat diibaratkan sebagai piramida terbalik dengan
perkembangan pengetahuan yang bersifat kumulatif di mana penemuan
pengetahuan ilmiah yang satu memungkinkan penemuan pengetahuan-
pengetahuan ilmiah yang lainnya.
Sebuah hipotesis yang telah teruji secara formal diakui sebagai pernyataan
pengetahuan ilmuah yang baru yang memperkaya khazanah ilmu yang telah ada.
Sekiranya pengetahuan ilmiah yang baru ini kemudian ternyata salah, disebabkan
kelengahan dalam salah satu langkah dari proses penemuannya, maka cepat atau
lambat kesalahan ini akan diketahui dan pengetahuan ini akan dibuang dari
khazanah keilmuan.
Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan yang bersifat
menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan
serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut beerdasarkan gejala yang
ada. Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai
suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Umpamanya dalam ilmu
ekonomi dikenal teori ekonomi makro dan mikro sedangkan dalam fisika dikenal
teori mekanika Newton dan teori relativitas Einstein. Sebenarnya tujuan akhir dari
tiap disiplin keilmuan adalah mengembangkan sebuah teori keilmuan yang
bersifat utuh dan konsisten, namun hal ini baru dicapai oleh beberapa disiplin
keilmuan saja umpamanya fisika.
Sebuah teori biasanya terdiri dari hukum-hukum. Dalam teori ilmu
ekonomi mikro umpamanya kita mengenal hukum permintaan dan penawaran :
Bila permintaan naik sedangkan penawaran tetap maka harga akan naik, bila
penawaran naik sedangkan permintaan tetap maka harga akan turun. Hukum pada
hakikatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variabel
atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat. Seperti dalam hukum ekonomi
tersebut di atas maka dapat dilihat hubungan sebab akibat antara permintaan,
penawaran dan pembentukan harga. Pernyataan yang mencakup hubungan sebab
akibat ini, atau dengan perkataan lain hubungan kausalita, memungkinkan kita
untuk meramalkan apa yang akan terjadi sebagai akibat dari sebuah sebab.

4
Secara mudah kita dapat mengatakan bahwa teori adalah pengetahuan
ilmiah yang memberikan penjelasan tentang “mengapa” suatu gejala terjadi
sedangkan hukum memberikan kemampuan pada kita untuk meramalkan tentang
“apa” yang mungkin terjadi. Pengetahuan ilmiah dalam bentuk teori dan hukum
ini merupakan alat yang dapat kita pergunakan untuk mengontrol gejala alam.
Pengetahuan ilmiah dalam bentuk teori dan hukum ini harus mempunyai
tingkat keumuman yang tinggi, atau secara idealnya, harus bersifat universal.
Sekiranya hukum permintaan dan penawaran hanya berlaku buat padi dan
terbatas di daerah karawang saja, umpamanya, pengetahuan semacam ini kuranng
fungsional sebagai teori ilmiah. Pertama, hal ini disebabkan cuma berlaku untuk
padi namun tidak berlaku untk hamburger atau televisi yang kesemuanya
merupakan benda ekonomi. Kedua, pernyataan itu hanya berlaku untuk daerah
karawang saja dan tidak berlaku untuk daerah lain.
Dalam usaha mengembangkan tingkat keumumanyang lebih tinggi ini
maka dalam sejarah perkembangan ilmu kita melihat berbagai contoh dimana
teori-teori yang mempunyai tingkat keumuman yang lebih rendah disatukan
dalam satu teori umum yang mampu mengikat keseluruhan teori-teori tersebut.
Sejarah perkembangan fisika umpamanya, mengenal teori “tentang jatuh bebas”
yang didemonstrasikan oleh Galileo dengan menjatuhkan dua benda yang berbeda
beratnya dari menara Pisa. Sampai waktu itu orang masih percaya kepada teori
Aristoteles yang menyatakan bahwa benda yang lebih berat akan jatuh ke tanah
dengan lebih cepat. Galileo (1564-1642) dengan demonstrasinya yang bersifat
teatrik sekali pukul menjatuhkan teori Aristoteles yang tidak benar itu. Benda-
benda tanpa melihat beratnya, akan jatuh ke tanah dengan waktu yang sama.
Makin tinggi tingkat keumuman sebuah konsep maka makin “teoritis”
konsep tersebut. Pengertian teoritis di sini dikaitkan dengan gejala fisik yang
dijelaskan oleh konsep yang dimaksud; artinya makin teoritis sebuah konsep maka
makin jauh pernyataan yang dikandungnya bila dikaitkan dengan gejala fisik yang
tampak nyata.
Disamping hukum maka teori keilmuan juga mengenal kategori
pernyataan yang disebut prinsip. Prinsip dapat diartikan sebagai pernyataan yang
berlaku secara umum bagi sekelompok gejala-gejala tertentu yang mampu
menjelaskan kejadian yang terjadi, umpamanya saja hukum sebab akibat sebuah
gejala. Dalam ilmu ekonomi kita mengenal prinsip ekonomi dan dalam fisika kita
mengenal prinsip kekekalan energy. Dengan prinsip-prinsip ini maka kita mampu
menjelaskan kejadian-kejadian yang terjadi dalam ilmu ekonomi dan fisika.
Berbagai kejadian ekonomi, yang dapat dirumuskan dalam berbagai hukum atau
ernyataan, pada dasarnya dilandasi oleh kegiatan ekonomis yang menerapkan
prinsip ekonomi, yakni mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan
pengorbanan sekecil-kecilnya. Dengan prinsip inilah maka kita menjelaskan
pengertian efisiensi dan mengambangkan berbagai teknik seperti analisis system
dan riset operasional (operations research) untuk meningkatkan efisiensi.
Beberapa disiplin keilmuan sering mengembangkan apa yang disebut
postilat dalam menyusun teorinya. Postulat merupakan asumsi dasar yang
kebenarannya kita terima tanpa dituntut pembuktiannya. Kebenaran ilmiah pada
hakekatnya harus disahkan lewat sebuah proses yang disebut metode keilmuan.

5
Postulat ilmiah ditetapkan tanpa melalui prosedur ini melainkan ditetapkan secara
begitu saja. Secara filsafati sebenarnya eksistensi postulat ini tidak sukar untuk
dimengerti, mengapa kehadirannya menyimpang dari prosedur yang ada, sebab
bukankah sebuah argumentasi harus didasarkan pada sesuatu? Seperti kita ingin
mengelilingi sebuah lingkaran maka kita harus memulai dari sebuah titik; dan
postulat adalah ibarat titik dalam lingkaran yang eksistensinya kita tetapkan
secara sembarangan.
Walaupun demikian mesti terdapat alasan yang kuat dalam menetapkan
sebuah postulat. Seperti kita memilih dari titik mana kita akan memulai
mengelilingi sebuah lingkaran tentu saja kita mempunyai alasan mengapa kita
memulai dari titik B bukan dari titik A. Namun sebagai postulat maka kita tidak
harus membuktikan bahwa titik B adalah benar dan titik A adalah salah. Namun,
sebuah postulat dapat diterima sekiranya ramalan yang bertumpu kepada postulat
kebenarannya dapat dibuktikan.
Bila postulat dalam pengajuannya tidak memerlukan bukti tentang
kebenarannya maka hal ini berbeda dengan asumsi yang harus ditetapkan dalam
sebuah argumentasi ilmiah. Asumsi harus merupakan pernyataan yang
kebenarannya secara empiris dapat diuji. Sebagai contoh umpamanya kita dapat
mengambil cara orang mengemudikan mobil di jalan raya. Sekiranya orang itu
beranggapan bahwa keadaan jalan raya pada waktu pagi buta adalah aman
disebabkan jarangnya kendaraan yang lalu lalang, maka kemungkinan besar orang
itu akan mengendarai mobilnya secara kurang berhati-hati toh asumsinya bahwa
jalanan adalah aman. Sebaliknya mungkin juga terdapat orang lain yang
mempunyai pendapat yang berbeda. Menurut penilaian dia justru pada pagi buta
inilah keadaan jalan adalah tidak aman disebabkan banyaknya orang yang
mengendarai kendaraan secara sembrono. Oleh sebab itu maka dia memilih
asumsinya bahwa keadaan jalan adalah tidak aman. Itulah sebabnya maka asumsi
ini harus dibuktikan kebenarannya sebab dengan asumsi yang tidak benar kita
akan memilih cara yang tidak benar pula.

You might also like