You are on page 1of 237

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BUKU INFORMASI PERPAJAKAN

UNTUK DINAS
TIDAK DIPERJUALBELIKAN

2004
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Isi i
Daftar Lampiran iv
Kata Pengantar viii
1. Pendahuluan ix
2. Informasi Perpajakan
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan 1
A. Kewajiban Memiliki NPWP/NPPKP 1
B. Kewajiban Setelah Memperoleh NPWP 4
C. SPT Tahunan PPh 6
D. Penetapan dan Ketetapan Pajak 8
E. Utang Pajak 10
F. Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan dan Pencatatan. 11
G. Keberatan dan Banding 14
H. Imbalan Bunga 16
I. Pengurangan, Penghapusan dan Pembatalan 17
J. Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan 17
Pajak Penghasilan 19
A. Subjek Pajak 19
B. Objek Pajak 22
C. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak 26
D. Penilaian Harta dan Persediaan Barang 30
E. Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan 31
F. Penyusutan dan Amortisasi 31
G. Norma Penghitungan Penghasilan Kena Pajak 34
H. Tarif Umum Pajak 36
I. Pelunasan Pajak Dalam Tahun Berjalan 36
J. Kredit Pajak Luar Negeri ( PPh Pasal 24 ) 41
K. Pembayaran Sendiri Angsuran Bulanan Dalam Tahun Berjalan
( PPh Pasal 25 ) 42
L. Perhitungan Pajak Penghasilan Pada Akhir Tahun Bagi Wajib
Pajak Dalam Negeri dan BUT 43
M. Penghasilan Tertentu Yang Dikenakan Pajak Tersendiri ( Pasal
4 Ayat 2 ) 44

i
N. Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Subjek PajakLuar Negeri
Non-BUT ( PPh Pasal 26 ) 45
O. Ketentuan Khusus Anti Penghindaran Pajak ( Anti Avoidance
Rules ) 46

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang


Mewah 47
A. Istilah Yang Umum Digunakan Di Bidang PPN & PTLL 47
B. Pengusaha Kena Pajak 47
C. Objek PPN 48
D. Dasar Pengenaan Pajak 51
E. Tarif PPN & PPnBM 53
F. Pajak Masukan 53
G. Restitusi 55
H. Saat dan Tempat PPN Terutang 57
I. Pemusatan Tempat Terutang Pajak ( Sentralisasi PPN ) 58
J. Faktur Pajak dan Nota Retur 59
K. Pemungut PPN dan PPnBM 62
L. Fasilitas Di Bidang PPN dan PPnBM 63
M. Ketentuan Khusus 67
Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan 88
Pajak Bumi dan Bangunan 88
A. Subjek Pajak 88
B. Objek Pajak 88
C. Tarif Pajak 89
D. Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung PBB 90
E. Tahun Pajak, Saat, dan Tempat Yang Menentukan PBB
Terutang 92
F. Pendaftaran, Surat Pemberitahuan Objek Pajak ( SPOP ), Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT ), dan Surat Ketetapan
Pajak ( SKP ) 92
G. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan 94
H. Keberatan dan Banding 96
I. Pembagian Hasil Penerimaan PBB 98
J. Pengurangan 98
K. Pengembalian Kelebihan Pembayaran PBB 100
L. Lain-lain 102

ii
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 103
A. Subjek Pajak 103
B. Objek Pajak 103
C. Tarif Pajak 106
D. Dasar Pengenaan dan Cara Penghitungan Pajak 106
E. Saat, dan Tempat Pajak Terutang 107
F. Pembayaran, Penetapan, dan Penagihan 108
G. Keberatan, Banding, dan Pengurangan 110
H. Pengembalian Kelebihan Pembayaran 113
I. Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB 114
J. Ketentuan Bagi Pejabat 115
Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan 116
A. Pemeriksaan 116
B. Penyidikan 122
C. Penagihan 125

Lain-lain 134

Sekretariat 139
A. Kepegawaian 139
B. Lain - lain 151

iii
Daftar Lampiran

Halaman
Lampiran 1 Penerimaan Perpajakan 153
Lampiran 2 Grafik Penerimaan Pajak Beberapa Periode Tahun
1994 s.d. 2003 154
Lampiran 3 Penerimaan Pajak Dan PDRB Th 2002 Kanwil I (DJP
Sumatera Bagian Utara) 155
Lampiran 4 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil I DJP Th
2002 156
Lampiran 5 Kanwil II (DJP Sumatera Bagian Tengah) 157
Lampiran 6 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil II DJP Th
2002 158
Lampiran 7 Kanwil III (DJP Sumatera Bagian Selatan) 159
Lampiran 8 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil III DJP Th
2002 160
Lampiran 9 Kanwil IV+V+VI (DJP Jakarta Raya I+II+III) 161
Lampiran 10 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil IV+V+VI
DJP Th 2002 162
Lampiran 11 Penerimaan Pajak Dan Peredaran Usaha Tahun 2002
Kanwil VII (DJP Jakarta Jaya Khusus) 163
Lampiran 12 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil VII DJP
Th 2002 164
Lampiran 13 Kanwil VIII+IX (DJP Jawa Bagian Barat I+II) 165
Lampiran 14 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil VIII+IX
DJP Th 2002 166
Lampiran 15 Kanwil X (DJP Jawa Tengah dan DIY) 167
Lampiran 16 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil X DJP Th
2002 168
Lampiran 17 Kanwil XI+XII (DJP Jawa Bagian Timur I+II 169
Lampiran 18 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XI+XII
DJP Th 2002 170
Lampiran 19 Kanwil XIII (DJP Kalimantan Barat+Kalimantan
Tengah) 171
Lampiran 20 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XIII DJP
Th 2002 172
Lampiran 21 Kanwil XIV (DJP Kalimantan Timur+Kalimantan

iv
Selatan) 173
Lampiran 22 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XIV DJP
Th 2002 174
Lampiran 23 Kanwil XV (DJP Sulawesi Selatan+Sulawesi
Tenggara) 175
Lampiran 24 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XV DJP
Th 2002 176
Lampiran 25 Kanwil XVI (DJP Sulawesi Utara+Sulawesi Tengah) 177
Lampiran 26 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XVI DJP
Th 2002 178
Lampiran 27 Kanwil XVII (DJP Bali+NTB+NTT) 179
Lampiran 28 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XVII DJP
Th 2002 180
Lampiran 29 Kanwil XVIII (DJP Maluku+Papua) 181
Lampiran 30 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XVIII
DJP Th 2002 182
Lampiran 31 Penerimaan Pajak dan Peredaran Usaha Th 2002
Kanwil XIX DJP Wajib Pajak Besar 183
Lampiran 32 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XIX DJP
Tahun 2002 184
Lampiran 33 Penerimaan Pajak dan PDRB Tahun 2002 Nasional 185
Lampiran 34 Grafik Penerimaan Pajak Per KLU Nasional Tahun
2002 186
Lampiran 35 Perbandingan Penerimaan Pajak dan PDRB Nasional
Tahun 2002 187
Lampiran 36 SPT Orang Pribadi Tahun 2002 188
Lampiran 37 SPT PPh Badan Tahun 2002 189
Lampiran 38 Data Keberatan PPh (Tahun 2002 – 2003) 190
Lampiran 39 Grafik Data Keberatan PPh Tahun 2002 191
Lampiran 40 Grafik Data Keberatan PPh Tahun 2003 192
Lampiran 41 Data Keberatan PPN/PPnBM dan PTLL (Tahun 2002
– 2003) 193
Lampiran 42 Grafik Data Keberatan PPN/PPnBM dan PTLL
Tahun 2002 194
Lampiran 43 Grafik Data Keberatan PPn/PPnBM dan PTLL Tahun
2003 195
Lampiran 44 Data Keberatan PBB (Tahun 2002 – 2003) 196
Lampiran 45 Grafik Data Keberatan PBB Tahun 2002 197

v
Lampiran 46 Grafik Data Keberatan PBB Tahun 2003 198
Lampiran 47 Data Keberatan BPHTB (Tahun 2002 – 2003) 199
Lampiran 48 Grafik Data Keberatan BPHTB Tahun 2002 200
Lampiran 49 Grafik Data Keberatan BPHTB tahun 2003 201
Lampiran 50 Data Usulan Pencekalan (Tahun 2002 – 2003) 202
Lampiran 51 Grafik Data Usulan Pencekalan (Tahun 2002 – 2003) 203
Lampiran 52 Data Tunggakan Wajib Pajak (Tahun 2002 – 2003) 204
Lampiran 53 Grafik Data Tunggakan Pajak (Tahun 2002 – 2003) 205
Lampiran 54 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Nasional 10 Tahun
Terakhir 206
Lampiran 55 Grafik Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Nasional 10
tahun Terakhir 207
Lampiran 56 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar (Tahun 2002) 208
Lampiran 57 Jumlah Instansi Vertikal, Jumlah SDM Berdasarkan
Eselon, Jumlah SDM Berdasarkan Pendidikan 209
Lampiran 58 Grafik Jumlah Instansi Vertikal 210
Lampiran 59 Grafik Jumlah SDM Berdasarkan Eselon 211
Lampiran 60 Grafik Jumlah SDM Berdasarkan Pendidikan 212
Lampiran 61 Rekapitulasi Penjatuhan Hukuman Disiplin Tahun
2003 Periode Januari s.d. Desember 2003 213
Lampiran 62 Grafik Rekapitulasi Penjatuhan Hukuman Disiplin
Tahun 2003 215

vi
KATA PENGANTAR

vii
PENDAHULUAN

Latar belakang
Dalam menjalankan kegiatan organisasinya, Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) menetapkan Visi dan Misi untuk memberikan arah bagi
perjalanan organisasi. Dengan Visi :‘Menjadi Model Pelayanan
Masyarakat Yang Menyelenggarakan Sistem dan Manajemen Perpajakan
Kelas Dunia, Yang Dipercaya dan Dibanggak an Masyarakat’ merupakan
transformasi gambaran menantang tentang keadaan masa depan
organisasi DJP yang Ditjen Pajak ingin menjadi realitas melalui
komitmen dan tindakan oleh segenap jajaran DJP.
Untuk mendukung visi sebagaimana diuraikan di atas, unit
operasional di tingkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) harus mampu
memberikan upaya pelayanan prima kepada stakeholders yang terdiri dari
masyarakat Wajib Pajak pada umumnya, dan instansi pemerintah lain
yang terkait dengan kegiatan perpajakan pada khususnya. Dengan
pelayanan prima dimaksudkan sebagai pelayanan aparat perpajakan yang
mampu memberikan kepastian hukum, keadilan dan transparansi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Kemampuan memberikan pelayanan prima akan mendorong
kesadaran masyarakat bahwa pajak memegang peranan penting. Pajak
sebagai andalan utama kemandirian dalam pembiayaan pembangunan
akan semakin disadari sebagai hal yang perlu untuk didukung
keberhasilannya. Dengan kesadaran tersebut diharapkan masyarakat akan
memberikan dukungan terhadap kinerja organisasi DJP, yang pada
akhirnya akan mampu meningkatkan pola kerja aparat perpajakan dalam
rangka mendukung pencapaian tujuan organisasi.
Salah satu upaya peningkatan kemampuan memberikan
pelayanan prima adalah dengan memberikan dukungan bagi pejabat pajak
dalam keseragaman dalam menjawab pertanyaan dari masyarakat dan
instansi pemerintah lain yang terkait dengan bidang perpajakan.
Kecepatan dan keseragaman menjawab pertanyaan akan memberikan
persepsi bahwa pejabat pajak mampu dan menguasai permasalahan

viii
dengan baik. Oleh karena itu dalam penyusunan Buku Informasi
Perpajakan ini diupayakan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dirangkum
merupakan pertanyaan-pertanyaan yang sering timbul dari masyarakat.
Jawaban dari pertanyaan tersebut juga didasarkan pada peraturan dan
ketentuan yang ada. Meskipun disajikan dalam bentuk ringkasan, buku ini
diharapkan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan yang
disampaikan masyarakat.

Sistematika
Buku Informasi Perpajakan ini dibuat dengan merangkum
berbagai jenis pertanyaan yang disampaikan masyarakat. Dalam
penyusunannya, materi Informasi Perpajakan dibagi dalam 2 bagian besar
yaitu yang menyangkut Ketentuan Perpajakan dan yang mengenai
Administrasi Umum.
Dalam bagian ketentuan perpajakan pertanyaan dan jawaban yang
dirangkum dibagi dalam bagian-bagian yang membahas secara berturut-
turut:
1. Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
2. Pajak Penghasilan
3. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
4. Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan
5. Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan
6. Lain-lain
Sedangkan dalam bagian Adminstrasi Umum pertanyaan dan jawaban
yang dirangkum dibagi dalam bagian-bagian yang membahas secara
berturut-turut:
1. Kepegawaian
2. Prosedur penjatuhan hukuman disiplin
3. Prosedur pengaduan
4. Aspek pelayanan umum
Mengingat Buku Informasi Perpajakan ini merupakan pegangan
bagi pejabat pajak dalam memberikan penjelasan prima seyogyanya buku
ini terus diupdate. Dengan demikian materi informasi yang disampaikan
akan selalu sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Proses

ix
updating dilakukan pada bulan April dan Oktober setiap tahun, dengan
cara mengganti suatu bagian yang memang harus diganti.
Disamping itu, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses
updating, masukan dan saran dari pejabat pajak yang merupakan pemakai
dari buku ini sangat dibutuhkan. Oleh karena itu setiap masukan dan
saran sehubungan dengan Buku Informasi Perpajakan ini agar dapat
dialamatkan ke Sekretariat Tim Penyusunan Buku Informasi Perpajakan
(Bagian Organta, Sekretariat Direktorat Jenderal) Jalan Gatot Subroto
nomor 40-42 Jakarta 12190, telepon (021) 525 2695, fax (021) 5252695
atau melalui e-mail : sekretariatBIP@yahoo.com

x
--1- -

KETENTUAN UMUM DAN TATACARA PERPAJAKAN

A. Kewajiban Memiliki NPWP/NPPKP ( 250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan Wajib Pajak (WP)?


WP adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

2. Apa yang dimaksud dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ?


NPWP adalah nomor yang diberikan kepada WP sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban Wajib Pajak.

3. Dimanakah tempat pendaftaran Wajib Pajak untuk mendapatkan NPWP


dan atau tempat pelaporan bagi Pengusaha Tertentu ?
Tempat pendaftaran Wajib Pajak/pelaporan Pengusaha Tertentu:
· Seluruh WP BUMN dan WP BUMD di wilayah DKI Jakarta: di KPP
BUMN Jakarta;
· WP PMA tidak Go Public: di KPP PMA, kecuali yang telah terdaftar di
KPP lama dan WP PMA di Kawasan Berikat dengan permohonan
diberikan kemudahan mendaftar di KPP setempat;
· WP Badan dan Orang Asing: di KPP Badora;
· WP Go Public: di KPP Perusahaan Masuk Bursa (Go Public), kecuali
WP BUMN/BUMD serta WP PMA yang berkedudukan di kawasan
berikat;
· WP BUMD di luar DKI Jakarta: di KPP setempat;
· Untuk WP BUMN/BUMD, PMA, Badora, Go Public di luar DKI
Jakarta, khusus PPh Pemotongan/Pemungutan dan PPN/PPnBM: di KPP
tempat cabang atau kegiatan usaha.

4. Apa saja fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok
Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) ?
Fungsi dari Nomor Pokok Wajib Pajak:
· Untuk mengetahui identitas Wajib Pajak;
· Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan
administrasi perpajakan;
· Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan;
· Untuk memenuhi kewajiban perpajakan, misalnya dalam pengisian SSP;
· Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang
--2- -

mewajibkan pencantuman NPWP dalam dokumen yang diajukan. Misal:


Dokumen Impor (PPUD, PIUD). Setiap WP hanya diberikan satu NPWP

5. Dalam hal apakah NPWP diterbitkan secara jabatan ?


Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan NPWP secara jabatan, apabila
Wajib Pajak tidak mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Wajib Pajak.

6. Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh NPWP?


Syarat-syarat untuk memperoleh NPWP:
a. Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan:
· Fotocopy KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor.
b. Untuk WP Orang Pribadi Usahawan:
· Fotocopy KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor;
· Fotocopy Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari
instansi yang berwenang.
c. Untuk WP Badan:
· Fotocopy akte pendirian;
· Fotocopy KTP salah seorang pengurus;
· Fotocopy Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari
instansi yang berwenang.
d. Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/Pemotong:
· Fotocopy surat penunjukan sebagai bendaharawan;
· Fotocopy tanda bukti diri KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor.
e. Apabila WP pemohon berstatus cabang, maka harus melampirkan
fotocopy kartu NPWP atau Bukti Pendaftaran WP Kantor Pusatnya.
Apabila permohonan ditandatangani oleh orang lain, perlu dilengkapi
surat kuasa.

7. Dalam hal apa kelengkapan formulir pendaftaran Wajib Pajak dianggap


sah ?
Fotocopy sebagai kelengkapan formulir pendaftaran WP tersebut di atas
harus disahkan oleh Petugas Pendaftaran WP kecuali dalam hal
pendaftaran dilakukan melalui pos, maka fotocopy harus disahkan oleh
pejabat/instansi yang berwenang.

8. Bagaimanakah cara mendaftarkan diri dan melaporkan usaha


bagi Wajib Pajak ?
Tatacara mendaftarkan diri dan melaporkan usaha bagi Wajib Pajak:
a. Mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan kelengkapannya;
--3- -

b. Menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor


Pelayanan Pajak/KP4 setempat.

9. Perubahan data apa saja, yang dapat diberitahukan Wajib Pajak untuk
dapat dilakukan perubahan data Wajib Pajak ?
Hal-hal yang yang berkenaan dengan perubahan data Wajib Pajak:
a. Perbaikan data karena kesalahan data hasil komputer;
b. Perubahan nama WP karena penggantian nama, disyaratkan adanya
keterangan dari instansi yang berwenang;
c. Perubahan alamat WP karena perpindahan tempat tinggal;
d. Perubahan NPWP karena adanya kesalahan nomor (misalnya NPWP
cabang tidak sama dengan NPWP Pusat);
e. Perubahan status usaha WP dilampiri pernyataan tertulis dari WP atau
fotocopy akte perubahan;
f. Perubahan jenis usaha karena ada perubahan kegiatan usaha WP;
g. Perubahan bentuk Badan;
h. Perubahan jenis pajak karena sesuatu hal yang mengakibatkan
kewajiban jenis pajaknya berubah;
i. Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan NPPKP karena dipenuhinya
persyaratan yang ditentukan;

10. Bagaimana cara pembetulan data Wajib Pajak


Tatacara pembetulan data Wajib Pajak:
a. Mengisi formulir perubahan/mutasi data WP yang diambil secara
langsung atau meminta melalui pos dari KPP/KP4 dan menyampaikan
formulir tersebut secara langsung atau melalui pos ke KPP/KP4 yang
bersangkutan, atau
b. Melalui formulir SPT Tahunan.

11. Apakah persyaratan yang harus dipenuhi Wajib Pajak untuk menghapus
dan mencabut NPWP ?
Syarat penghapusan dan pencabutan NPWP:
a. WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan
adanya fotocopy akte/laporan kematian dari instansi yang berwenang;
b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
disyaratkan adanya surat nikah/akte perkawinan dari catatan sipil;
c. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subyek Pajak
apabila sudah selesai dibagi disyaratkan adanya keterangan tentang
selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris;
d. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya
akte pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi
--4- -

yang berwenang;
e. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan
statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan WP yang
dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak
memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP;
f. WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.

B. Kewajiban Setelah Memperoleh NPWP ( 250304 )

1. Apa saja kewajiban Wajib Pajak setelah memperoleh NPWP/


NPPKP ?
Kewajiban yang harus dilaksanakan setelah memperoleh NPWP oleh
Wajib Pajak:
a. Kewajiban sehubungan dengan Pajak Penghasilan (PPh);
b. Kewajiban sehubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPN & PPnBM);
c. Pembukuan/Pencatatan.

2. Apa saja kewajiban Wajib Pajak sehubungan dengan Pajak


Penghasilan ?
Kewajiban Wajib Pajak sehubungan dengan Pajak Penghasilan:
a. SPT Masa;
b. SPT Tahunan (Badan/Orang Pribadi/Pasal 21);
c. Pelunasan utang pajak yang tercantum dalam "Surat Ketetapan Pajak” dan
surat keputusan lainnya.

3. Kapankah batas waktu pembayaran dan pelaporan PPh ?


Batas waktu pembayaran :
a. PPh Pasal 25 selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya;
b. PPh Pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya;
c. PPh Pasal 22:
- Impor harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak bersamaan dengan
pembayaran Bea Masuk;
- Yang pemungutannya dilakukan oleh Bea Cukai disetor dalam jangka
waktu satu hari;
- Bendaharawan disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan
pembayaran.
- Penyerahan dari Pertamina, Bulog harus dilunasi sendiri oleh Wajib
Pajak sebelum Delivery Order ditebus.
--5- -

- Penyerahan yang selain Pertamina dan Bulog harus disetor paling


lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
Batas waktu untuk pelaporannya, setelah melakukan pembayaran / penyetoran:
Apabila sudah membayar angsuran PPh, Wajib Pajak harus melaporkan
pembayaran itu ke KPP sebagai berikut:
a. PPh Pasal 25 selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya;
b. PPh Pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya;
c. PPh Pasal 22:
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selambat-lambatnya tujuh hari
setelah batas waktu penyetoran berakhir.
- Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah, BUMN/
BUMD, selambat-lambatnya 14 hari setelah masa pajak berakhir.
- Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas,
baja, dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala KPP atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri, selambat-lambatnya 20 hari setelah
masa pajak berakhir.
- Pertamina dan badan usaha lain selain Pertamina yang bergerak di
bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas dan atas
penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.

4. Apa saja yang menjadi dasar penagihan pajak?


Macam-macam surat ketetapan yang berkenaan dengan utang pajak
yang harus dilunasi.
Utang pajak yang tercantum dalam:
a. Surat Tagihan Pajak (STP);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
d. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Surat
Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah.

5. Apakah kewajiban Wajib Pajak yang berkaitan dengan Pajak


Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan atas Barang Mewah ?
Kewajiban Wajib Pajak sehubungan dengan Pajak Pertambahan
Nilai/Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN/PPnBM):
a. Melakukan pembayaran/penyetoran PPN/PPnBM yang telah dipungut;
b. Membuat Faktur Pajak;
c. Mengisi SPT masa PPN dan melaporkan ke KPP.
6. Siapakah yang wajib melakukan pembukuan ?
--6- -

Yang wajib melakukan pembukuan/pencatatan:


Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia, harus mengadakan
Pembukuan/Pencatatan menurut ketentuan yang berlaku.

C. SPT Tahunan PPh ( 250304 )

1. Apakah pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) ?


Pengertian dari Surat Pemberitahuan (SPT):
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Apa fungsi SPT ?


Sebagai sarana WP untuk:
a. Bagi Wajib Pajak PPh untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang untuk melaporkan
tentang :
-Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan
atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun
pajak atau bagian tahun pajak;
-Penghasilan yang merupakan obyek pajak dan atau bukan obyek pajak;
-Harta dan kewajiban;
b. Mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang;
c. Laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan
sendiri dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
d. Laporan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang
pemotongan/pemungutan pajak orang atau badan lain dalam satu Masa
Pajak.

3. Dimanakah Wajib Pajak dapat memperoleh SPT ?


Setiap WP pada dasarnya harus mengambil sendiri SPT di Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) atau KP4.

4. Bagaimana cara pengisian SPT dan siapa yang berwenang


menandatangani ?
Cara pengisian SPT dan yang menandatanganinya:
SPT harus diisi secara benar, jelas, lengkap, dan harus ditandatangani oleh
Wajib Pajak. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan WP,
harus dilampiri surat kuasa khusus.
--7- -

5. Kapankah batas waktu Pelunasan setoran akhir (PPh Pasal 29) ?


Batas waktu pelunasan setoran akhir (PPh Pasal 29):Kekurangan pajak yang
terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ke tiga setelah tahun
pajak berakhir, sebelum SPT Tahunan disampaikan.

6. Bagaimana prosedur penyampaian SPT ?


Prosedur penyampaian SPT:
SPT disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP/KP4
setempat.

7. Apa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak untuk


mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT ?
Syarat-syarat permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT
Tahunan:
a. Permohonan tersebut harus diajukan secara tertulis sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan berakhir;
b. Memberikan pernyataan tertulis tentang besarnya pajak yang harus dibayar
berdasarkan penghitungan sementara;
c. Melunasi kekurangan penyetoran pajak yang terutang.

8. Sanksi apa yang dikenakan pada Wajib Pajak yang tidak/terlambat


menyampaikan SPT ?
SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas
waktu yang ditentukan , dikenakan sanksi administrasi berupa denda:
a. Rp50.000,- untuk SPT Masa;
b. Rp100.000,- untuk SPT Tahunan.

9. Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak untuk
dapat membetulkan sendiri SPT Tahunan ?
Syarat bagi Wajib Pajak untuk dapat membetulkan sendiri SPT
Tahunan PPh:
Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan atas kemauan sendiri:
a. Sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan dalam jangka waktu dua tahun
sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak, dan Tahun Pajak:
· menyampaikan pernyataan secara tertulis;
· melunasi pajak yang kurang dibayar;
· ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak
saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran
--8- -

karena pembetulan SPT;


b. Sesudah dilakukan tindakan pemeriksaan:
· sepanjang belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya
ketidakbenaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak;
· mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut;
· melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya
terutang;
· ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar dua kali
jumlah pajak yang kurang dibayar;
c. Sesudah jangka waktu pembetulan SPT berakhir:
· belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak;
· mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran
pengisian SPT yang telah disampaikan, yang mengakibatkan:
- pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau
- rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau
jumlah harta menjadi lebih besar; atau jumlah modal menjadi lebih
besar;
· melunasi kekurangan pajak yang kurang dibayar;
· ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50%
(lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar.

D. PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK ( 250304 )

1. Apa pengertian Surat Tagihan Pajak (STP)


Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi
administrasi berupa denda, dan atau bunga.

2. Apa fungsi Surat Tagihan Pajak ?


Fungsi Surat Tagihan Pajak:
a. sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak;
b. sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau denda;
c. sarana untuk menagih pajak.

3. Dalam hal apa Surat Tagihan Pajak diterbitkan ?


Sebab diterbitkannya STP:
a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran akibat salah
tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga;
d. Pengusaha yang dikenakan pajak tidak melapor untuk dikukuhkan sebagai
PKP;
--9- -

e. Pengusaha yang tidak/bukan PKP membuat Faktur Pajak.


f. PKP tidak membuat Faktur Pajak atau membuat faktur pajak tapi tidak tepat
waktu atau tidak mengisi Faktur Pajak dengan lengkap.

4. Sanksi administrasi apa saja yang dapat ditagih dengan STP ?


Jenis administrasi yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak:
a. denda administrasi Rp. 50.000,00 bagi Wajib Pajak yang tidak atau
terlambat menyampaikan SPT Masa;
b. denda administrasi Rp. 100.000,00 bagi Wajib Pajak yang tidak atau
terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
c. denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak bagi Pengusaha yang tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, PKP yang tidak
membuat atau tidak lengkap mengisi Faktur Pajak;
d. bunga, bagi Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan sehingga
mengakibatkan kurang bayar;
e. bunga, bagi Wajib Pajak yang terlambat atau tidak membayar pajak yang
sudah jatuh tempo pembayarannya

5. Apakah yang dimaksud dengan Surat Ketetapan Pajak ?


Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan atau Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.

6. Apa yang dimaksud Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ?


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat keputusan yang menentukan
besarnya jumlah pajak yang terutang, kredit pajak, kekurangan pembayaran
pokok pajak, sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
7. Dalam hal apa SKPKB diterbitkan ?
SKPKB diterbitkan dalam jangka 10 tahun apabila:
- berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar
- SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam
Surat Teguran
8. Apa yang dimaksud dengan SKPKBT ?
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat keputusan yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
a. SKPKBT diterbitkan dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutang
pajak, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak,
b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat keputusan yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak
lebih besar dari pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang;
- - 10 - -

c. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat Keputusan yang menentukan


jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
tidak terutang pajak dan tidak ada kredit pajak.

E. UTANG PAJAK ( 250304 )

1. Apa pengertian Utang Pajak ?


Utang Pajak adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak,
dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

2. Apa yang dimaksud dengan Surat Teguran ?


Surat Teguran adalah surat peringatan kepada Wajib Pajak agar segera melunasi
utang pajak.
Surat Teguran dikirimkan kepada Wajib Pajak apabila Wajib Pajak tidak
melunasi utang pajak 7 hari setelah jatuh tempo.

3. Apa yang dimaksud dengan Surat Paksa ?


Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan.
Surat Paksa diterbitkan apabila Wajib Pajak belum melunasi utang pajak setelah
21 hari sejak tanggal Surat Teguran.
Bersamaan dengan penyampaian Surat Paksa tersebut Wajib Pajak dibebani
biaya penagihan paksa sebesar Rp. 25.000,-
Wajib Pajak wajib melunasi utang pajak dalam waktu 2 x 24 jam

4. Apa kewajiban Wajib Pajak berkaitan dengan pelaksanaan sita?


Kewajiban Wajib Pajak yang berkaitan dengan pelaksanaan sita
- membantu Juru Sita dalam melaksanakan tugasnya
- memperbolehkan Juru Sita untuk memasuki ruangan,tempat usaha/tempat
tinggal Wajib Pajak
- memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan
- barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan atau
disewakan.

5. Apa yang dimaksud dengan lelang ?


Tindakan lelang dilakukan apabila Wajib Pajak dalam jangka waktu 14 hari
setelah tindakan penyitaan dilakukan Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak.
Tindakan lelang dilakukan melalui Kantor Lelang Negara.
- - 11 - -

Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar
maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman
lelang di surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.

6. Apa saja hak-hak Wajib Pajak yang berkaitan dengan Pelunasan utang
pajak ?
Hak-hak Wajib Pajak yang berkaitan dengan pelunasan utang pajak:
a. Meminta juru sita memperlihatkan tanda pengenal Juru Sita Pajak Negara
b. Menerima Salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara Penyitaan
c. Menentukan urutan barang yang akan dilelang
d. Sebelum Pelaksanaan lelang, mendapat kesempatan terakhir untuk melunasi
utang pajak termasuk biaya penyitaan, iklan, dan biaya pembatalan lelang
dan melaporkan pelunasan tersebut kepada Kepala KPP yang bersangkutan.

F. KEWAJIBAN MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN DAN


PENCATATAN (250304 )

1. Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak untuk dapat
menyelenggarakan pembukuan ?
Syarat-syarat penyelenggaraan pembukuan/pencatatan:
a. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
b. Sekurang-kurangnya terdiri dari catatan yang dikerjakan secara teratur
keadaan kas dan bank, daftar utang piutang, daftar persediaan barang, dan
membuat neraca dan perhitungan laba rugi pada setiap akhir Tahun Pajak;
c. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab,
satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam
bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan;
d. Pembukuan atau pencatatan dan dokumen yang menjadi dasarnya serta
dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas Wajib Pajak harus disimpan selama sepuluh tahun.
e. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan di Indonesia.
· Wajib Pajak Orang Pribadi, di tempat kegiatan atau di tempat tinggal
· Wajib Pajak Badan, di tempat kedudukan

2. Apa yang dimaksud dengan pembukuan ?


Pembukuan adalah proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan data
dan informasi tentang:
· keadaan harta
- - 12 - -

· kewajiban atau utang


· modal
· Penghasilan dan biaya
· harga perolehan dan penyerahan barang/jasa yang terutang Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), yang tidak terutang, yang dikenakan PPN dengan
tarif 0% dan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Yang ditutup dengan menyusun Laporan Keuangan berupa Neraca dan
Perhitungan Laba rugi pada setiap akhir Tahun Pajak.

3. Siapa saja yang Wajib menyelenggarakan pembukuan ?


Yang wajib menyelenggarakan pembukuan:
a. Wajib Pajak (WP) Badan
b. WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

4. Apa tujuan pembukuan ?


Tujuan pembukuan:
a. mempermudah pengisian SPT;
b. mempermudah penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
c. mempermudah penghitungan PPN dan PPnBM;
d. mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas

5. Siapa saja yang diperkenankan menyelenggarakan pembukuan dalam


bahasa asing dan mata uang selain rupiah?
Yang dapat melakukan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain
rupiah:
a. Wajib Pajak Penanaman Modal Asing;
b. Wajib Pajak dalam rangka kontrak karya pertambangan;
c. Wajib Pajak dalam rangka kontrak bagi hasil;
d. Wajib Pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar negeri;
e. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

6. Apa persyaratan bagi Wajib Pajak untuk diperkenankan


menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain
rupiah ?
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan pembukuan dalam
bahasa asing dan mata uang selain rupiah:
a. bahasa asing dan mata uang selain rupiah yang boleh dipergunakan adalah
bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat;
b. mendapat izin Menteri Keuangan;
c. permohonan izin kepada Menteri Keuangan harus dilampiri dengan:
- - 13 - -

· Wajib Pajak yang telah berdiri lebih dari 1 tahun :


- fotokopi SPT Tahunan PPh Badan tahun terakhir
· Wajib Pajak yang baru berdiri dalam tahun berjalan:
- foto kopi NPWP
- foto kopi Akte Pendirian, atau dokumen lain yang serupa (bagi WP
BUT)
Jika telah memenuhi syarat, Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri
Keuangan akan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan dalam jangka
waktu 30 hari sejak permohonan diterima

7. Apa yang dimaksud dengan pencatatan ?


Pencatatan:
Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan
atau penerimaan Penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang
terutang.

8. Apa tujuan pencatatan bagi Wajib Pajak ?


Tujuan pencatatan:
a. mempermudah pengisian SPT
b. mempermudah penghitungan Penghasilan Kena Pajak
c. mempermudah penghitungan PPN dan PPn BM

9. Apa yang dimaksud dengan Norma Penghitungan ?


Norma penghitungan adalah pedoman untuk menentukan penghasilan netto
Wajib Pajak, karena Wajib Pajak tersebut tidak wajib melakukan pembukuan.
Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan :
1. WP Orang Pribadi yang peredaran brutonya di bawah Rp. 600.000.000,00
2. memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3
bulan pertama dari tahun buku
3. menyelenggarakan pencatatan.
Wajib Pajak yang tidak menyampaikan pemberitahuan akan menggunakan
Norma Penghitungan sebagai dasar penghitungan pajaknya kepada Direktur
Jenderal Pajak dianggap memilih untuk menggunakan pembukuan.
Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau
pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau pembukuan atau bukti-
bukti pendukungnya, maka Penghasilan nettonya dihitung berdasarkan Norma
Penghitungan Penghasilan Netto atau cara lain yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib menyelenggarakan
pembukuan dan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib
menyampaikan SPT Tahunan PPh
- - 14 - -

G. KEBERATAN DAN BANDING ( 250304 )

1. Apa yang dimaksud dengan keberatan ?


Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa tidak/kurang
puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.

2. Dalam hal apa keberatan dapat diajukan ?


Keberatan dapat diajukan atas :
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.

3. Siapa saja yang dapat mengajukan keberatan ?


Yang dapat mengajukan keberatan:
a. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;
b. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan;
c. Pihak yang dipotong/dipungut pihak ketiga;
d. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir a s.d. c diatas.

4. Kepada siapa Wajib Pajak mengajukan keberatan ?


Pengajuan Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di
tempat Wajib Pajak terdaftar.

5. Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi Wajib Pajak dalam


mengajukan keberatan ?
Syarat-syarat mengajukan keberatan:
a. Satu Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak;
b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
c. Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas;
d. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan
Wajib Pajak.

6. Kapankah Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan ?


Jangka waktu pengajuan keberatan:
a. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal
SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan
- - 15 - -

pemotongan/pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan jangka


waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya
b. Surat keberatan yang diantar langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka
jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB,
SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga
sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
c. Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka
jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB,
SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga
sampai dengan tanggal bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

7. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan apakah Wajib Pajak masih
tetap berkewajiban melunasi utang pajaknya ?
Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.

8. Apabila Wajib Pajak merasa kurang puas dengan Putusan Keberatan, apa
yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak selanjutnya ?
Jika Wajib Pajak masih kurang puas juga atas keberatannya maka ia dapat
mengajukan Banding.

9. Kepada siapa Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak ?


Banding ditujukan ke Pengadilan Pajak.

10. Siapa saja yang dapat mengajukan permohonan banding ?


Yang dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak:
a. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus
b. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah yang bersangkutan atau ahli
warisnya
c. Kuasa Hukum dari butir a dan b

11. Apa saja persyaratan pengajuan banding ?


Syarat-syarat dan tatacara pengajuan banding:
- Surat banding ditulis dalam bahasa Indonesia;
- Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan yang dibanding diterima;
- Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding;
- Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan
mencantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding;
- Dilampiri salinan Surat Keputusan yang dibanding;
- Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.
- - 16 - -

12. Apa pengertian Surat Uraian Banding ?


Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang
berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.

13. Bagaimanakah sifat kekuatan hukum Putusan Banding ?


Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum
tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara.

14. Dalam hal apa imbalan bunga dapat diberikan kepada Wajib Pajak ?
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau
seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.

H. IMBALAN BUNGA ( 250304 )

1. Jenis ketetapan pajak apa saja yang diberikan imbalan bunga sehubungan
dengan Keputusan Keberatan atau Putusan Banding ?
Imbalan bunga hanya diberikan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.

2. Dalam hal yang bagaimana imbalan bunga diberikan sehubungan dengan


Keputusan Keberatan dan Putusan Banding ?
Apabila pengajuan keberatan atau banding diterima sebagian atau seluruhnya,
sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKBKB atau SKPKBT
telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.

3. Bagaimana perhitungan imbalan bunga diberikan sehubungan dengan


Keputusan Keberatan dan Putusan Banding ?
Perhitungan imbalan bunganya adalah sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) dari besarnya kelebihan pembayaran pajak
yang dikembalikan yang dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan
Keberatan atau Putusan Banding.

4. Apabila Wajib Pajak mengajukan banding atas SKPLB ke Badan


Penyelesaian Pajak untuk Tahun Pajak 2001, apakah atas putusan
BPSP/Pengadilan Pajak yang dibacakan (diputus) sejak Tahun Pajak 2001
untuk SKPLB yang diajukan banding masih diberikan imbalan bunga ?
- - 17 - -

Tidak diberikan imbalan bunga, karena dalam Pasal 27A Undang-undang KUP
diatur dengan tegas bahwa imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak
hanya diberikan sepanjang utang pajak tersebut sebagaimana dimaksud dalam
SKPKB atau SKPKBT.

I. PENGURANGAN, PENGHAPUSAN DAN PEMBATALAN (250304)

1. Dalam hal bagaimana Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau


menghapuskan sanksi administrasi?
Dalam hal sanksi administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak
atau bukan karena kesalahannya, misalnya karena ketidaktelitian petugas pajak.

2. Dalam hal bagaimana Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau


membatalkan ketetapan pajak?
Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat mengurangkan atau membatalkan
ketetapan pajak apabila diketahui bahwa ketetapan pajak tersebut tidak benar
dengan berlandaskan unsur keadilan.

J. TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN ( 250304 )

1. Sanksi apa yang dikenakan terhadap Wajib pajak yang melakukan


pelanggaran ?
Pelanggaran terhadap kewajiban administrasi perpajakan yang dilakukan Wajib
Pajak dapat dikenakan sanksi administrasi. Sedangkan pelanggaran yang
menyangkut tindak pidana perpajakan dikenakan sanksi pidana.

2. Dalam hal apa Wajib Pajak dapat dinyatakan melakukan kealpaan ?


Wajib Pajak dinyatakan melakukan kealpaan jika:
a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau ;
b. Menyampaiakan Surat Pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar,
sehingga menimbulkan kerugian pada negara.

3. Dalam hal apa Wajib Pajak dapat dinyatakan melakukan kesengajaan ?


Wajib Pajak dinyatakan melakukan kesengajaan jika :
a. Tidak mendaftarkan diri, atau menyalah gunakan, atau menggunakan tanpa
hak NPWP atau NPPKP;
b. Tidak menyampaikan SPT;
c. Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap;
- - 18 - -

d. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau


dipalsukan;
e. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya;
f. Tidak menyetor pajak yang telah dipotong sehingga menimbulkan kerugian
pada negara.

4. Berapa lama jangka waktu daluwarsa tindak pidana di bidang perpajakan ?


Daluwarsa tindak pidana di bidang perpajakan adalah sepuluh tahun sejak saat
terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak atau
berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

5. Sanksi apa yang dapat dikenakan terhadap Pejabat yang melakukan


pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak ?
Sanksi yang dapat dikenakan terhadap Pejabat yang melakukan pelanggaran atas
larangan mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak dapat diancam sanksi pidana:
a. Kealpaan, dipidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda
setinggi-tingginya dua juta rupiah;
b. Kesengajaan, dipidana selama-lamanya dua tahun dan denda setinggi-
tingginya dua juta rupiah.

6. Sanksi apa saja yang dikenakan kepada pihak ketiga berkaitan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan ?
Sanksi terhadap pihak ketiga berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan :
a. Pihak ketiga yang dengan sengaja :
- Tidak memberikan keterangan/bukti;
- Memberikan keterangan/bukti yang tidak benar;
diancam pidana selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-
tingginya sepuluh juta rupiah
b. Pihak ketiga yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit
penyidikan tindak pidana perpajakan diancam penjara selama-lamanya tiga
tahun dan denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah.
PAJAK PENGHASILAN
- - 19 - -

PAJAK PENGHASILAN

A. SUBJEK PAJAK (250304)

1. Siapa Subjek Pajak ?


Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar
negeri.
· Subjek Pajak dalam negeri adalah:
ü orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
ü orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan;
ü orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
ü warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak;
ü badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Pengertian ‘badan’ adalah s ekumpulan orang dan atau modal yang


merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapu n, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan
lainnya termasuk reksadana.
Setiap unit tertentu dari bada n Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan
sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh
penghasilan merupakan Subjek Pajak.
Unit tertentu dari badan pemerintah ya ng memenuhi kriteria berikut tidak
termasuk sebagai Subjek Pajak, yaitu:
a. dibentuk berdasarkan peraturan perundang -undangan yang berlaku; dan
b. dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD; dan
c. penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah
Pusat atau Daerah; dan
d. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

· Subjek Pajak luar negeri adalah:


ü orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
ü orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan;
- - 20 - -

ü badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,


yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia;
ü orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
ü orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan;
ü badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia,yang yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
‘bentuk usaha tetap’ / BUT ( permanent establishment ) adalah bentuk
usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak luar negeri untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang d apat berupa :
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pengeboran
yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
h. perikanan, peternakan, p ertanian, perkebunan, atau kehutanan;
i. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
j. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
k. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
l. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi
atau menanggung risiko di Indonesia.
UU Pajak Penghasilan menganut resident principle untuk Wajib Pajak dalam
negeri dan source principle untuk Wajib Pajak luar negeri, yang terlihat dari
perlakuan pajaknya, yakni sebagai berikut:
a. Wajib Pajak dalam negeri :
1). dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau dipero leh
dari Indonesia dan dari luar Indonesia;
2). berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum;
3). wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
b. Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT :
- - 21 - -

pemenuhan kewajiban perpajaka nnya dipersamakan dengan


pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri, namun
terbatas pada penghasilan yang bersumber dari Indonesia.
c. Wajib Pajak luar negeri non -BUT :
1). dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber
penghasilan di Indonesia;
2). berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan;
3). tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena
kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat
final.
2. Kapan bermula dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif ?
· Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri:
ü dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat
untuk bertempat tinggal di Indonesia;
ü berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya.
· Wajib Pajak badan dalam negeri:
ü dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia;
ü berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di
Indonesia.
· Warisan yang belum terbagi:
ü dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut;
ü berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
· Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui BUT:
ü dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui BUT;
ü berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT.
· Wajib Pajak Orang pribadi atau badan luar negeri non-BUT:
ü dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia;
ü berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan
tersebut.

3. Siapa yang bukan Subjek Pajak ?


· Badan perwakilan negara asing.
· Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-
pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan
- - 22 - -

kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama


mereka, dengan syarat:
ü bukan warga negara Indonesia; dan
ü di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di
luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
ü negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
· Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan, dengan syarat:
ü Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
ü tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
· Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:
ü bukan warga negara Indonesia; dan
ü tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.

B. OBJEK PAJAK (250304

1. Apa yang menjadi Objek Pajak ?


Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun, meliputi antara lain:
· imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, seperti : gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya.
· hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
· laba usaha.
· keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, seperti :
ü keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
ü keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota;
ü keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
ü keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
- - 23 - -

garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
· penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya.
· bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
· dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
· royalti.
· sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
· penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
· keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
· keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
· selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
· premi asuransi.
· iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
· tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
Diliha t dari sumber mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada
Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi :
a. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris,
aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
b. penghasilan dari usaha dan kegiatan;
c. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak
gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta
atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya;
d. penghasilan lain -lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain
sebagainya.
Karena Undang -undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas (
global income tax ), maka semua jenis penghasilan yang diterima atau
diperole h dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar
pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu
usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut
- - 24 - -

dikompensasikan dengan penghasilan lainnya ( kompensasi hori zontal ),


kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila
suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final
atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh
digabungkan dengan penghasil an lain yang dikenakan tarif umum.
Pengertian ‘bunga’ termasuk pula premium, diskonto dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila
misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto
terjadi apab ila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium
tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan
diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.
Pengertian ‘dividen’ termasuk pula:
a. pembagian laba baik secara lan gsung ataupun tidak langsung, dengan
nama dan dalam bentuk apapun;
b. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal
yang disetor;
c. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk
saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agi o saham;
d. pembagian laba dalam bentuk saham;
e. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
f. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau
diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham -saham
oleh perseroan yang ber sangkutan;
g. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang
disetorkan, jika dalam tahun -tahun yang lampau diperoleh
keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari
pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara s ah;
h. pembayaran sehubungan dengan tanda -tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tanda -tanda laba tersebut;
i. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
j. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
k. pembagian berupa sisa hasil usah a kepada anggota koperasi;
l. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham
yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Pengertian ‘royalti’ adalah imbalan sehubungan dengan penggunaan:
a. hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, p aten, merek
dagang, formula, atau rahasia perusahaan;
b. hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat -alat industri,
komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat -alat
industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang
memp unyai nilai intelektual, misalnya peralatan -peralatan yang
- - 25 - -

digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran


minyak (drilling rig), dan sebagainya;
c. informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum,
walaupun mungkin belum dipat enkan, misalnya pengalaman di bidang
industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari informasi dimaksud
adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga pemiliknya
tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tersebut.
Tidak termasuk dalam pengertian informasi di sini adalah informasi
yang diberikan oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli
teknik sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh
setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.

2. Apa yang bukan Objek Pajak ?


· Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
· Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
· Warisan.
· Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
· Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah.
· Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa.
· Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha
Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat :
ü dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
ü bagi perseroan terbatas, BUMN / BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai
usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
- - 26 - -

· Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya


telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai.
· Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
· Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
· Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh reksa dana selama lima
tahun pertama sejak tanggal pendirian atau tanggal kontrak.
· Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
ü merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan dan
ü sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

3. Apa yang menjadi Objek Pajak BUT ?


· Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasai.
· Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang,
atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan
atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia ( force of attraction rule ).
· Penghasilan tersebut dalam Pasal 26 UU Pajak Penghasilan yang
diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan
efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan dimaksud ( effective connection rule ).

C. PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK (250304

1. Apa yang boleh dikurangkan ?


Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, dihitung
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi:
· biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan
tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti,
- - 27 - -

biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya


administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.
· penyusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
· iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
· kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
· kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
· biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.
· biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
· piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial;
dan
2) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang /
pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
dan
3) telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
4) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada DJP,
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak.
· Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, biaya administrasi kantor
pusat yang boleh dikurangkan adalah biaya yang berkaitan dengan
usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
· Bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri diberikan pengurangan
berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ).
Biaya atau pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu :
a. biaya atau pengeluaran yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari
satu tahun, yang merupakan beban tahun yang bersangkutan;
b. biaya atau pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun, yang pembebanannya dilakukan melalui penyusutan a tau
amortisasi.
- - 28 - -

Untuk dapat dikurangkan atau dibebankan dalam penghitungan


Penghasilan Kena Pajak, biaya atau pengeluaran tersebut harus
mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang me rupakan
Objek Pajak. Dengan demikian biaya atau pengeluaran untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak,
tidak boleh dikurangkan atau dibebankan. Biaya bunga atas pinjaman yang
dipergunakan untuk membeli saham t idak boleh dikurangkan atau
dibebankan, apabila dividen yang diterimanya bukan merupakan Objek
Pajak. Akan tetapi dalam hal ini biaya bunga pinjaman tersebut dapat
dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.

2. Berapa besarnya PTKP ?


· Rp 2.880.000,00 untuk diri Wajib Pajak ybs.
· Rp 1.440.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang berstatus kawin.
· Rp 2.880.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami.
· Rp 1.440.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah/
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang.
Besarnya PTKP disesuaikan dari waktu ke waktu dengan Keputusan
Menteri Keuangan.

3. Bagaimana perlakuan pajak bagi wanita yang berstatus kawin dan


anak yang belum dewasa ?
· Penghasilan wanita yang berstatus kawin digabung dengan penghasilan
suaminya, kecuali penghasilan yang berasal dari satu pemberi kerja
yang telah dipotong PPh Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada
hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suaminya.
· Penghasilan suami-isteri dikenakan pajak secara terpisah dalam hal:
ü suami-isteri telah hidup berpisah;
ü dikehendaki oleh suami-isteri yang bersangkutan berdasarkan
perjanjian tertulis.
· Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan
orang tuanya, kecuali penghasilan yang berasal dari pekerjaan yang
tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas orang
tuanya.
4. Apa yang tidak boleh dikurangkan ?
Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam
negeri dan BUT, tidak boleh dikurangkan:
- - 29 - -

· pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti :


dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
· biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota.
· pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang
tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi,
cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk
usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
· premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
· penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
· jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
· harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan yang
bukan merupakan Objek Pajak, kecuali zakat atas penghasilan yang
dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau
Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama
Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh Pemerintah.
· pajak Penghasilan.
· biaya atau pengeluaran pribadi Wajib Pajak yang bersangkutan atau
orang yang menjadi tanggungannya.
· gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
· sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
· dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, pembayaran kepada
kantor pusat yang tidak boleh dikurangkan adalah :
ü royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta,
paten, atau hak-hak lainnya;
- - 30 - -

ü imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;


ü bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

Pembayaran serup a yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat


tidak dianggap sebagai Objek Pajak BUT, kecuali bunga yang
berkenaan dengan usaha perbankan.

5. Bagaimana perlakuan pajak terhadap kerugian fiskal ?


Dalam hal penghasilan bruto setelah pengurangan menghasilkan kerugian,
maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan Penghasilan Kena Pajak
mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan lima tahun.

D. PENILAIAN HARTA DAN PERSEDIAAN BARANG (250304)

Bagaimana cara penilaian harga perolehan atau harga jual/pengalihan


harta dan cara penilaian persediaan barang ?
· Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang
tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya
dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
· Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga
pasar.
· Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan
usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan
harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
· Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka bantuan sumbangan atau
hibah:
ü yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerima
pengalihan, sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan
pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
ü yang tidak memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang
menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.
· Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka penyetoran modal
( inbreng ) bagi badan yang menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar
dari harta tersebut.
· Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok
dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau
dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama ( FIFO ).
- - 31 - -

E. PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP PERUSAHAAN

Apa dan bagaimana ketentuan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan


untuk tujuan perpajakan ?

· Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan peraturan tentang


penilaian kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi
ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena
perkembangan harga.

F. PENYUSUTAN DAN AMORTISASI (250304

1. Bagaimana cara penyusutan harta berwujud


· Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud, kecuali tanah yang
berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai,
yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan dilakukan dengan metode garis lurus ( straight -
line method ) dan atau metode saldo menurun ( declining balance
method ) secara taat azas.
· Khusus bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus.
· Penyusutan untuk pertama kali dimulai pada bulan dilakukannya
pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan
dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
· Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
· Dasar penyusutan atas harta yang telah dilakukan penilaian kembali
( revaluasi ) adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva
tersebut.
· Tabel masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud :
Tarif Penyusutan
Kelompok Masa
Garis Saldo
Harta Berwujud Manfaat
Lurus Menurun
Bukan
Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
- - 32 - -

Tarif Penyusutan
Kelompok Masa
Garis Saldo
Harta Berwujud Manfaat
Lurus Menurun
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
Bangunan
Permanen 20 tahun 5%
Tdk Permanen 10 tahun 10%

· Menteri Keuangan menetapkan jenis-jenis harta yang termasuk dalam


Kelompok Harta Berwujud dan ketentuan khusus mengenai penyusutan
atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam usaha tertentu.
· Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta, maka jumlah nilai sisa
buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual
atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan
sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta atau pada
tahun terjadinya penggantian asuransi atas persetujuan Direktur Jenderal
Pajak.
· Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan sumbangan atau
hibah yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak, maka jumlah
nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian
bagi pihak yang mengalihkan.

2. Bagaimana cara amortisasi harta tak berwujud ?


· Amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dan pengeluaran
lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna
usaha, dan hak pakai yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan, dilakukan dengan metode garis lurus
( straight -line method ) dan atau metode saldo menurun ( declining
balance method ) secara taat azas.
· Tabel masa manfaat dan tarif amortisasi harta tak berwujud :
Kelompok Tarif Amortisasi
Masa
Harta Garis Saldo
Manfaat
Tak Berwujud Lurus Menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 12,5%
6,25%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
- - 33 - -

· Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu


perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi
sesuai dengan tabel masa manfaat dan tarif amortisasi.
· Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain di
bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan
metode satuan produksi.

Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase


amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan
antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang
bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas
bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah
produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga
masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran
lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam
tahun pajak yang bersangkutan.
· Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain
minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber
alam serta hasil alam lainnya, dilakukan dengan menggunakan metode
satuan produksi paling tinggi 20% setahun.

(contoh )
Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan yang mempunyai
potensi 10.000.000 ton kayu sebesar Rp 500.000.000,00 diamortisasi sesuai
dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang
bersangkutan. Jika dalam satu tahun pajak ternyata jumlah produksi
mencapai 3.000.000 ton yang berarti 30% dari potensi yang tersedia,
maka walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30% dari
jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenanka n
untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut paling tinggi
adalah 20% dari pengeluaran atau sebesar Rp 100.000.000,00.
Pengeluaran sebelum operasi komersial dikapitalisasi dan diamortisasi
sesuai dengan tabel masa manfaat dan tarif amortisasi.
Pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial adalah
biaya -biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya, biaya
studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya -
biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening
listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran
operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan
sekaligus pada tahun pengeluaran.
- - 34 - -

Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak lainnya, maka nilai
sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumla
yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun
terjadinya pengalihan tersebut.

( contoh )
PT X mengeluarkan biaya unt uk memperoleh hak penambangan minyak dan
gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp 500.000.000,00. Taksiran jumlah
kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak 200.000.000 barel.
Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 barel, PT X
menjua l hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga
sebesar Rp 300.000.000,00.
Penghitungan penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tersebut dan
pembukuannya adalah sebagai berikut:
Harga perolehan Rp 500.000.000,00
Amortisasi yang telah dilakukan :
100.000.000 / 200.000.000 barel (50%) Rp 250.000.000,00
Nilai sisa buku harta Rp 250.000.000,00
Harga jual harta Rp 300.000.000,00
Dalam pembukuan, nilai sisa buku sebesar Rp 250.000.000,00 dicatat
sebagai kerugian sedang harga jual sebesar Rp
300.000.000,00 dicatat sebagai penghasilan.
· Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan sumbangan atau
hibah berupa harta tak berwujud yang memenuhi syarat sebagai bukan
Objek Pajak, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh
dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

G. NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK (250304

1. Apa yang dimaksud dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto ?


· Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah persentase tertentu dari
peredaran atau penghasilan bruto usaha atau pekerjaan bebas yang
merupakan standar umum besarnya penghasilan neto yang dianggap
normal atau wajar, yang dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

2. Siapa yang dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan


Neto ?
· Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas, yang peredaran atau penghasilan brutonya dalam
- - 35 - -

satu tahun kurang dari Rp 600.000.000,00. Besarnya batasan peredaran


bruto dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan.
· Wajib Pajak yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak
yang bersangkutan.
· Wajib Pajak yang bersangkutan wajib menyelenggarakan pencatatan
sebagai pengganti tidak menyelenggarakan kewajiban pembukuan.
· Apabila Wajib Pajak tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal
Pajak, maka dianggap memilih menyelenggarakan kewajiban
pembukuan.
· Apabila ternyata Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya
menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan atau tidak
memperlihatkan pencatatan atau pembukuan atau bukti-bukti
pendukungnya, maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.

3. Apa yang dimaksud dengan Norma Penghitungan Khusus ?


· Norma Penghitungan Khusus adalah persentase tertentu dari peredaran
atau penghasilan bruto usaha untuk menghitung penghasilan neto dari
Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan
umum penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Norma Penghitungan
Khusus Wajib Pajak tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.

4. Wajib Pajak tertentu mana saja yang dikenakan pajak dengan Norma
Penghitungan Khusus ?
· Perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional.
· Perusahaan asuransi luar negeri.
· Perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi.
· Perusahaan dagang asing.
· Perusahaan yang melakukan investasi dengan pola ‘bangun -guna-serah’
( build-operate -transfer ).
· Wajib Pajak tertentu lainnya.
- - 36 - -

H. TARIF UMUM PAJAK (250304)

1. Berapa tarif umum PPh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri ?

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


s.d. Rp 25.000.000,00 5%
di atas Rp 25.000.000,00 10%
s.d. Rp 50.000.000,00
di atas Rp 50.000.000,00 15%
s.d. Rp 100.000.000,00
di atas Rp 100.000.000,00 25%
s.d. Rp 200.000.000,00
di atas Rp 200.000.000,00 35%

2. Berapa tarif umum PPh Wajib Pajak badan dalam negeri dan BUT ?

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


s.d. Rp 50.000.000,00 10%
di atas Rp 50.000.000,00 15%
s.d. Rp 100.000.000,00
di atas Rp 100.000.000,00 30%

I. PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN (250304

Pemotongan PPh Pasal 21

1. Apa objek pemotongan pajak ?


· Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
2. Siapa yang dikenakan pemotongan pajak ?
· Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

3. Apa dan siapa yang tidak dikenakan pemotongan pajak ?


· Penghasilan yang diterima oleh :
ü pejabat Negara, berupa gaji kehormatan dan tunjangan lain yang
terkait atau imbalan tetap sejenisnya;
ü pegawai Negeri Sipil dan Anggota TNI / POLRI, berupa gaji dan
tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan
gaji;
- - 37 - -

ü pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya, berupa


uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan
terkait dengan uang pensiun,
yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, PPh
Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah.
· Penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun
selain gaji, tunjangan, dan uang pensiun, yang dibebankan kepada
Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, yang diterima oleh Pegawai
Negeri Sipil Golongan II/d ke bawah dan Anggota TNI/POLRI
berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah.
· Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
berupa uang pesangon, uang tebusan pension yang dibayar oleh dana
pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang
dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sampai dengan sejumlah
Rp. 25.000.000,00.
· Penghasilan berupa gaji, upah, serta imbalan lainnya dari pekerjaan
yang diberikan dalam bentuk uang sampai dengan sejumlah
Rp. 1.000.000,00 sebulan, yang diterima oleh pekerja yang bekerja
sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap pada satu pemberi kerja
dengan gaji, upah, serta imbalan lainnya dalam bentuk uang tidak
melebihi Rp. 2.000.000,00 sebulan, PPh Pasal 21 ditanggung oleh
Pemerintah .

4. Siapa pemotong pajak ?


· Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
· bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan.
· dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
· Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas.
· penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan
dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

5. Siapa bukan pemotong pajak ?


· Badan perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional.
- - 38 - -

6. Berapa besarnya tarif pemotongan pajak ?


· Pada umumnya berlaku tarif umum, kecuali ditetapkan lain dengan
Peraturan Pemerintah.

7. Penghasilan apa saja yang dikenakan PPh Pasal 21 yang bersifat final
dan berapa tarifnya ?
· Penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain yang dibebankan
kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, yang diterima oleh
Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil ( kecuali Golongan II/d ke
bawah ), Anggota TNI/POLRI ( kecuali berpangkat Pembantu Letnan
Satu ke bawah ) dan pensiunan, dikenakan tarif sebesar 15%.
· Penghasilan berupa hadiah undian, dikenakan tarif sebesar 25%.
· Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana
pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang
dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dikenakan tarif progresif
sebesar 5% sampai dengan 25%.

Pemungutan PPh Pasal 22

1. Apa objek pemungutan pajak ?


· Pembelian barang oleh Pemerintah.
· Impor barang.
· Pembelian/penjualan barang di bidang usaha tertentu.

2. Siapa yang dikenakan pemungutan pajak ?


· Pemasok barang kepada Pemerintah.
· Importir/pengimpor barang.
· Pemasok/pembeli barang dari badan-badan tertentu.

3. Apa yang tidak dikenakan pemungutan pajak ?


· Impor dan atau penyerahan barang yang berdasarkan UU Pajak
Penghasilan tidak terutang pajak.
· Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau PPN ( 18
jenis ).
· Impor barang sementara yang nyata-nyata akan diekspor kembali.
· Pembayaran yang berjumlah tidak lebih dari Rp. 1.000.000,00.
- - 39 - -

· Pembayaran untuk pembelian BBM, listrik, gas, air minum/PDAM, dan


benda pos.
· Emas batangan untuk diproses menjadi perhiasan dan ditujukan untuk
ekspor.
· Pembayaran dana Jaring Pengaman Sosial ( JPS ) oleh KPKN.
· Impor kembali barang yang sama yang sebelumnya telah diekspor dan
barang yang telah diekspor untuk tujuan perbaikan, pengerjaan dan
pengujian.
· Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Perum
BULOG.

4. Siapa pemungut pajak ?


· Bank devisa dan DJBC, atas impor barang.
· DJA, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, atas pembelian barang.
· BUMN / BUMD, atas pembelian barang dengan dana APBN/APBD.
· Bank Indonesia, Perum BULOG, PT. TELKOM, PT.PLN, PT. Garuda
Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. PERTAMINA, dan
bank-bank BUMN, atas pembelian barang dengan dana baik dari
APBN/APBD maupun dari non-APBN/APBD.
· Badan usaha industri semen, rokok, kertas, baja ( hulu ), dan otomotif,
yang ditunjuk oleh Kepala KPP, atas penjualan hasil produksi di dalam
negeri.
· PT. PERTAMINA dan badan usaha lainnya di bidang industri produk
bahan bakar migas ( premix / pertamax, super TT/pertamax plus, dan
gas ), atas penjualan hasil produksinya.
· Industri dan eksportir di sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian
bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan diolah/
diekspor.

5. Berapa besarnya tarif pemungutan pajak ?


· Atas impor barang:
ü Yang menggunakan API, sebesar 2,5% dari nilai impor;
ü Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari nilai impor;
ü Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
Nilai impor adalah nilai yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
yaitu Cost, Insurance and Freight ( CIF ) ditambah Bea Masuk dan
punguta n impor lainnya berdasarkan peraturan perundang -undangan
pabean.
- - 40 - -

· Atas pembelian barang oleh Pemerintah dan BUMN/BUMD, sebesar


1,5% dari harga pembelian.
· Atas penjualan hasil produksi tertentu :
ü Semen, sebesar
ü Rokok, sebesar
ü Kertas, sebesar
ü Baja, sebesar
ü Otomotif, sebesar
· Atas penjualan hasil produksi PT. PERTAMINA dan badan usaha
lainnya di bidang BBM :
JENIS BBM SPBU SWASTA SPBU PERTAMINA
Premium 0,3% 0,25%
Solar 0,3% 0,25%
Premix / 0,3% 0,25%
Super TT
M. Tanah -- 0,3%
Gas LPG -- 0,3%
Pelumas -- 0,3%
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur / agen bersifat final .

· Atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan


diolah / diekspor, sebesar 1,5% dari harga pembelian.

Pemotongan PPh Pasal 23

1. Apa objek pemotongan pajak ?


· Dividen.
· Bunga.
· Royalti.
· Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
· bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi.
· sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
· imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong
PPh Pasal 21.

2. Siapa yang dikenakan pemotongan pajak ?


Wajib Pajak dalam negeri dan BUT.
- - 41 - -

3. Apa dan siapa yang tidak dikenakan pemotongan pajak ?


· Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
· Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna
usaha dengan hak opsi.
· Dividen. ( inter-corporate dividend ) yang diterima oleh PT, BUMN/
BUMD, dan koperasi yang memenuhi persyaratan tertentu.
· Bunga obligasi yang diterima reksa dana selama lima tahun pertama
sejak tanggal pendirian atau tanggal kontrak.
· Bagian laba yang diterima anggota CV yang modalnya tidak terbagi
atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
· Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya.
· Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya.
4. Siapa pemotong pajak ?
· Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
· Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak sebagai pihak yang wajib membayarkan penghasilan.

5. Berapa besarnya tarif pemotongan pajak ?


· Sebesar 15% dari jumlah bruto, atas dividen, bunga, royalti, serta hadiah
dan penghargaan.
· Sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final, atas bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi.
· Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto, atas:
ü sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
ü imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong PPh Pasal 21.

J. KREDIT PAJAK LUAR NEGERI ( PPH PASAL 24 ) (250304

Bagaimana ketentuan pengkreditan Pajak Penghasilan yang dibayar atau


terutang di luar negeri ?
· Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan
dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri
dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang berdasarkan UU Pajak
Penghasilan dalam tahun pajak yang sama.
- - 42 - -

· Besarnya kredit pajak yang dapat diperhitungkan adalah sebesar Pajak


Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh
melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU Pajak
Penghasilan ( ordinary tax credit per country basis ).
· Sumber penghasilan ( source of income ):
Untuk keperluan pengkreditan Pajak Penghasilan luar negeri, sumber
penghasilan ditentukan sebagai berikut:
ü penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya, adalah negara tempat
badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat
kedudukan;
ü penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak, adalah negara tempat pihak yang membayar
atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan
atau berada;
ü penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak
gerak, adalah negara tempat harta tersebut terletak;
ü penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan, adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani
imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
ü penghasilan BUT, adalah negara tempat BUT tersebut menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan;
ü penentuan sumber penghasilan lainnya menggunakan prinsip yang
sama.

K. PEMBAYARAN SENDIRI ANGSURAN BULANAN DALAM TAHUN


BERJALAN ( PPH PASAL 25 ) (250304)

Bagaimana ketentuan pembayaran angsuran bulanan oleh Wajib Pajak


sendiri ?
· Besarnya angsuran bulanan dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang
atas penghasilan teratur menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun
pajak yang lalu, dikurangi dengan kredit pajak PPh Pasal 21 ( khusus bagi
WP orang pribadi ), PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 24 atas
penghasilan teratur tahun pajak yang lalu tersebut, dibagi 12 atau banyaknya
bulan dalam bagian tahun pajak.
· Khusus besarnya angsuran pajak yang harus dibayar untuk bulan-bulan ( dua
bulan pertama ) sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak
Penghasilan, ditetapkan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan
terakhir tahun pajak yang lalu.
- - 43 - -

· Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk
tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali
berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan
berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak.
· Dalam hal-hal tertentu, yaitu:
ü Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
ü Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
ü SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah
lewat batas waktu yang ditentukan;
ü Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan Pajak Penghasilan;
ü Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang
mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan
sebelum pembetulan;
ü terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak,
cara penghitungan besarnya angsuran bulanan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal Pajak.
· Khusus bagi Wajib Pajak baru, bank, BUMN / BUMD, dan Wajib Pajak
tertentu lainnya termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu,
cara penghitungan besarnya angsuran bulanan diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
· Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang bertolak ke luar negeri, wajib
membayar pajak ( Fiskal Luar Negeri ) yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
· Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, angsuran bulanan
merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk tahun pajak yang
bersangkutan ( menjadi bersifat final pada akhir tahun ), kecuali apabila
Wajib Pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh penghasilan
lain yang tidak dikenakan PPh final.

L. PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PADA AKHIR TAHUN BAGI


WAJIB PAJAK DALAM NEGERI DAN BUT (250304

Bagaimana ketentuan penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang pada


akhir tahun ?
· Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir tahun dihitung berdasarkan
Penghasilan Kena Pajak dikalikan tarif umum, dikurangi dengan kredit
pajak dan angsuran bulanan yang telah dibayar atau telah ditetapkan untuk
tahun pajak yang bersangkutan, berupa:
ü PPh Pasal 21 ( khusus WP orang pribadi );
- - 44 - -

ü PPh Pasal 22;


ü PPh Pasal 23;
ü PPh Pasal 24 ( kredit Pajak LN );
ü PPh Pasal 25;
ü PPh Pasal 26 ayat (5), yaitu PPh final yang berubah sifat menjadi kredit
pajak karena perubahan status Subjek Pajak luar negeri menjadi Wajib
Pajak dalam negeri.
· Apabila pajak yang terutang pada akhir tahun pajak lebih kecil dari kredit
Pajak dan angsuran bulanan, maka kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan setelah dilakukan pemeriksaan.
· Apabila pajak yang terutang pada akhir tahun pajak lebih besar dari kredit
pajak dan angsuran bulanan, maka kekurangan pajak yang terutang harus
dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ke tiga setelah tahun pajak
berakhir, sebelum SPT Tahunan disampaikan.

M. PENGHASILAN TERTENTU YANG DIKENAKAN PAJAK


TERSENDIRI ( PASAL 4 AYAT 2 ) (250304

1 Bagaimana ketentuan pengenaan pajak atas penghasilan tertentu yang


diatur tersendiri ?
Pengenaan pajak atas penghasilan tertentu tidak didasarkan atas ketentuan
umum penghitungan Penghasilan Kena Pajak maupun penerapan Norma
Penghitungan, melainkan berdasarkan penerapan tarif efektif atas peredaran
atau penghasilan bruto atau dasar pengenaan pajak lainnya ( presumptive
tax ) yang diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.

2 Penghasilan tertentu apa saja yang pengenaan pajaknya diatur


tersendiri dan berapa tarifnya ?
· Bunga deposito dan tabungan lainnya serta diskonto SBI. Tarif sebesar
20% dari jumlah bruto dan bersifat final.
· Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek.
Tarif sebesar 0,1% dari harga jual yang bersifat final, dan tambahan
pembayaran pajak untuk saham pendiri sebesar 0,5% dari harga saham
perdana yang bersifat final atau dapat memilih perlakuan berdasarkan
ketentuan UU Pajak Penghasilan.
· Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan.
Tarif sebesar 5% dari harga jual dan bersifat final bagi Wajib Pajak
orang pribadi, tidak bersifat final bagi Wajib Pajak badan.
- - 45 - -

· Penghasilan dari persewaan harta berupa tanah dan bangunan. Tarif


sebesar 10% dari jumlah bruto dan bersifat final.

N. PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN SUBJEK PAJAK LUAR


NEGERI NON-BUT ( PPH PASAL 26 ) (250304

1. Apa objek pemotongan pajak ?


· dividen;
· bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
· royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
· imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
· hadiah dan penghargaan;
· pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
· penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
· premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri;
· penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia ( branch profit tax ), kecuali penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

2. Siapa pemotong pajak ?


Badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

3. Berapa besarnya tarif pemotongan pajak ?


20 % atau sesuai ketentuan/tarif khusus P3B ( tax treaty ) yang berlaku, dari
jumlah bruto yang terutang atau dibayarkan, kecuali untuk penghasilan dari
penjualan harta dan premi asuransi dihitung dari perkiraan penghasilan neto.

4. Bagaimana sifat pemotongan pajak ?


Pemotongan pajak bersifat final, kecuali:
· pemotongan atas penghasilan kantor pusat yang menjadi penghasilan
BUT di Indonesia;
· pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Subjek Pajak
luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau
BUT.
- - 46 - -

Perlu diperhatikan bahwa dalam penerapan ketentuan PPh Pasal 26 ini,


ketentuan yang diatur dalam P3B yang berlaku mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi. Dengan perkataan lai n, ketentuan PPh Pasal 26 berlaku sepanjang
menurut P3B yang berlaku hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia
sebagai negara sumber ( source country ).

O. KETENTUAN KHUSUS ANTI PENGHINDARAN PAJAK ( ANTI


AVOIDANCE RULES ) (250304)

Apa saja ketentuan khusus anti penghindaran pajak ?


· Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan besarnya perbandingan
antara utang dan modal perusahaan ( debt to equity ratio / DER rule ).
· Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan saat diperolehnya dividen
oleh Wajib Pajak dalam negeri dari penyertaan modal pada badan usaha di
luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek
( controlled foreign corporation / CFC rule ).
· Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan dan pengurangan ( transfer pricing rule ) serta
menentukan utang sebagai modal ( hybrid loan recharacterization rule )
untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan
kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan
istimewa.
· Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan perjanjian dengan
Wajib Pajak ( advance pricng agreement / APA ) dan bekerja sama dengan
pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

Yang dimaksud dengan ‘hubungan istimewa’ ( ‘special relationship’ atau


‘related parties’ ) adalah :
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tida k langsung
paling rendah 25% pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib
Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua Wajib Pajak atau
lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang
disebut terakhir; atau
b. Wajib Pajak m enguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib
Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak
langsung; atau
c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan atau ke samping satu dera jat.
- - 47 - -

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI,


PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA

A. ISTILAH YANG UMUM DIGUNAKAN DI BIDANG PPN & PTLL


(250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?


Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP)
dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean.

2. Kemudian siapakah yang dimaksud dengan Pengusaha dalam UU PPN?


Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah
Pabean.

3. Apakah yang dimaksud dengan Kawasan Berikat (KB)?


Kawasan Berikat adalah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu, di wilayah
Daearah Pabean Indonesia yang didalamnya diberlakukan ketentuan-ketentuan
khusus di bidang pabean terhadap barang yang dimasukkan dari luar Daerah
Pabean atau dari dalam Daerah Pabean lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan
pungutan bea, cukai, dan/atau pungutan lainnya sampai barang tersebut
dikeluarkan untuk tujuan impor, ekspor atau reekspor.

4. Apakah pula yang dimaksud dengan Gudang Berikat (GB)?


Gudang Berikat adalah suatu bangunan atau tempat dengan batas-batas tertentu
yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan,
penyortiran, pengepakan, pemberian merek/label, pemotongan, atau kegiatan
lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat distribusi barang-barang asal impor
untuk tujuan dimasukkan ke Daerah Pabean Indonesia lainnya, Kawasan Berikat
atau reekspor tanpa adanya pengolahan.

B. PENGUSAHA KENA PAJAK (250304 )

1. Siapakah yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajak (PKP)?


Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan
BKP dan atau penyerahan JKP dan atau ekspor BKP yang dikenakan pajak
berdasarkan UU PPN yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
- - 48 - -

sebagai PKP, tidak termasuk Pengusaha Kecil kecuali Pengusaha Kecil tersebut
memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.

2. Siapakah yang dimaksud dengan Pengusaha Kecil?


Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan
penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau
penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

3. Apa kewajiban dari PKP?


Secara umum kewajiban PKP adalah :
a. Membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan JKP;
b. Memungut, menghitung, dan menyetorkan PPN & PPnBM yang terutang
atas penyerahan BKP atau JKP atau ekspor BKP;
c. Mengisi dan menyampaikan SPT Masa (paling lambat 20 hari setelah
berakhirnya Masa Pajak).

C. OBJEK PPN (250304 )

1. Apa yang termasuk ke dalam objek PPN?


Objek PPN dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) macam, yaitu:
a. Barang Kena Pajak (BKP);
b. Jasa Kena Pajak (JKP).

2. Apakah yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak (BKP)?


Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya
dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak
berwujud yang dikenakan PPN.

3. Apakah yang dimaksud dengan Jasa Kena Pajak (JKP)?


Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas
atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan
atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN.

4. Dalam hal apakah PPN dikenakan?


PPN dikenakan dalam hal:
a. penyerahan BKP/JKP di dalam Daerah Pabean (DP) yang dilakukan oleh
Pengusaha;
b. impor BKP;
c. pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar DP di dalam DP;
- - 49 - -

d. pemanfaatan JKP dari luar DP di dalam DP; atau


e. ekspor BKP oleh PKP.

5. Apakah yang termasuk ke dalam pengertian penyerahan BKP?


Yang termasuk ke dalam pengertian penyerahan BKP adalah:
a. penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
b. pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian
leasing;
c. penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
d. pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas BKP;
e. persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan
aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan;
f. penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP
antar cabang;
g. penyerahan BKP secara konsinyasi.

6. Apakah terdapat kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak yang


dikecualikan dari pengenaan PPN?
Ada. Kegiatan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP yang
dikenakan PPN adalah :
a. penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang;
b. penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang;
c. penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan
Barang Kena Pajak antar cabang dalam hal PKP memperoleh ijin pemusatan
tempat pajak terutang.

7. Apakah terdapat pula jenis barang dan jenis jasa yang dikecualikan dari
pengenaan PPN?
Ada. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN adalah:
1. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung
dari sumbernya, yaitu :
a. minyak mentah (crude oil );
b. gas bumi;
c. panas bumi;
d. pasir dan kerikil;
e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara;
f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak;
dan
- - 50 - -

g. barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil


langsung dari sumbernya.

2. barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak,


yaitu:
a. beras;
b. gabah;
c. jagung;
d. sagu;
e. kedelai; dan
f. garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.
3. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya;
4. uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

8. Apakah pula jenis jasa yang bukan merupakan objek PPN?


Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN adalah :
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi :
a. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
b. jasa dokter hewan;
c. jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan fisioterapi;
d. jasa kebidanan dan dukun bayi;
e. jasa paramedis dan perawat; dan
f. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan sanatorium
2. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi :
a. jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo;
b. jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial;
c. jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d. jasa Lembaga Rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial;
e. jasa pemakaman termasuk krematorium;
f. jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial; dan
g. jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.
3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
5. Jasa di bidang keagamaan, meliputi :
a. jasa pelayanan rumah ibadah;
b. jasa pemberian khotbah atau dakwah; dan
c. jasa lainnya di bidang keagamaan.
6. Jasa di bidang pendidikan, meliputi:
- - 51 - -

a. jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan


pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa,
pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik
dan pendidikan profesional; dan
b. jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.
10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
a. jasa tenaga kerja;
b. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga
kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut;
dan
c. jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja
11. Jasa di bidang perhotelan;
12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum.

D. DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP) (250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)?


Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk
menghitung Pajak yang terutang, dapat berupa Harga Jual, Penggantian, Nilai
Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.

2. Apakah yang dimaksud dengan Harga Jual?


Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan
harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

3. Apakah yang dimaksud dengan Penggantian?


Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk
pajak yang dipungut menurut Undang-undang PPN dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.

4. Apakah yang dimaksud dengan Nilai Impor?


Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea
masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan
- - 52 - -

dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak,


tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang
PPN.

5. Apakah yang dimaksud dengan Nilai Ekspor?


Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.

6. Apakah yang dimaksud dengan DPP Nilai Lain?


Yang dimaksud dengan DPP Nilai Lain adalah suatu Nilai yang ditetapkan
sebagai DPP karena kesulitan dalam menetapkan Harga Jual atau Nilai
Penggantian yang sebenarnya. DPP Nilai Lain ditetapkan oleh Menteri
Keuangan untuk :
a. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau penggantian
setelah dikurangi laba kotor;
b. Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
c. Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual
rata-rata;
d. Penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
e. Persediaan BKP yg masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah
harga pasar wajar;
f. Aktiva yg menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang
PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan
adalah harga pasar wajar;
g. Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari Harga Jual;
h. Penyerahan jasa biro perjalanan/biro pariwisata: 10% dari jumlah tagihan
atau jumlah yang seharusnya ditagih;
i. Jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya ditagih.
j. Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima,
berupa service charge, provisi dan diskon;
k. penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
l. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang:
adalah harga lelang.
- - 53 - -

E. TARIF PPN & PPnBM (250304 )

1. Berapakah besarnya tarif PPN?


Sistem PPN menganut tarif tunggal yaitu sebesar 10%. Namun demikian,
mengingat UU PPN menganut azas “destination principle ” dalam pengenaan
pajaknya maka untuk kegiatan ekspor dikenakan tarif 0%. Pengenaan tarif 0%
atas ekspor BKP adalah dimaksudkan agar dalam harga barang yang diekspor
tidak terkandung PPN.
a. Tarif PPN 10% untuk:
- impor BKP;
- penyerahan BKP dan atau JKP;
- pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari Luar Daerah Pabean
di Dalam Daerah Pabean.
b. Tarif PPN 0% untuk ekspor BKP

2. Berapakah besarnya tarif PPnBM?


Tarif PPnBM paling rendah adalah 10% dan paling tinggi 75%. Tarif PPnBM
dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu :
a. Kendaraan Bermotor, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60% dan 75%
b. Non Kendaraan Bermotor, 10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 75%

3. Bagaimanakah cara menghitung PPN dan PPnBM yang terutang?


Cara menghitung PPN dan PPn BM yang terutang adalah tarif x DPP

F. PAJAK MASUKAN (250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan Pajak Masukan ?


Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena
perolehan BKP dan atau penerimaan JKP dan atau pemanfaatan BKP tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean dan atau impor BKP.

2. Kapan Pajak Masukan dikreditkan?


Pajak Masukan dikreditkan pada Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak
Masukan tersebut.
- - 54 - -

3. Bila Pajak Masukan belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa
Pajak yang sama, apakah masih dapat Pajak Masukan tersebut dikreditkan
dalam Masa Pajak yang lain?
Dalam hal Faktur Pajak lambat diterima atau belum dikreditkan dengan Pajak
Keluaran dalam Masa Pajak yang sama, masih dapat dikreditkan pada Masa
Pajak yang tidak sama paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa
Pajak yang bersangkutan sepanjang Pajak Masukan tersebut tidak dibebankan
sebagai biaya.

4. Bagaimana apabila sampai dengan 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa


Pajak, Faktur Pajak belum diterima atau belum dikreditkan. Apakah masih
dapat dikreditkan?
Faktur Pajak tersebut masih dapat dikreditkan dengan cara pembetulan SPT
Masa PPN Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak tersebut sepanjang Pajak
Masukan tersebut tidak dibebankan sebagai biaya dan Masa Pajak tersebut
belum dilakukan pemeriksaan.

5. Bagaimana Pengkreditan Pajak Masukan, apabila dalam suatu Masa Pajak,


Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak
juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak?
Sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti
dari pembukuan, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah
Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.

6. Bagaimana pengkreditan Pajak Masukan, apabila dalam suatu Masa Pajak


Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak
juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, tetapi Pajak
Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui
dengan pasti?
a. Pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang menggunakan Barang Modal
untuk kegiatan usaha yang menghasilkan BKP dan atau JKP yang atas
penyerahannya terutang PPN dan kegiatan lain yang tidak terutang atau
dibebaskan dari pengenaan PPN adalah sebanding dengan persentase
penggunaan Barang Modal yang digunakan untuk kegiatan usaha yang
menghasilkan BKP dan atau JKP yang penyerahan yang terutang PPN; atau

b. Pengkreditan Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena


Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk unit atau kegiatan
usaha yang atas penyerahannya terutang PPN maupun yang tidak terutang
PPN adalah:
- - 55 - -

- Dalam hal Pajak Masukan tersebut dapat diketahui dengan pasti dari
pembukuan maka yang dapat dikreditkan adalah hanya atas perolehan
BKP dan atau JKP yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan
yang atas penyerahannya terutang PPN;
- Dalam hal Pajak Masukan tersebut tidak dapat diketahui dengan pasti
dari pembukuan maka yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan
jumlah peredaran yang terutang PPN terhadap peredaran seluruhnya.

7. Apakah yang termasuk ke dalam Pajak Masukan yang tidak dapat


dikreditkan?
Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan adalah Pajak Masukan atas:
a. perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
b. perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha.
c. perolehan & pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon,
van dan combi kecuali merupakan barang dagang atau disewakan.
d. pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar DP sebelum pengusaha
dikukuhkan sebagai PKP
e. perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya Faktur Pajak Sederhana.
f. perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajak-nya tidak memenuhi ketentuan.
g. pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar DP yang Faktur Pajak-
nya tidak memenuhi ketentuan.
h. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukan-nya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak.
i. perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukan-nya tidak dilaporkan dalam
SPT Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.

G. RESTITUSI ( 250304 )

Restitusi terjadi apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan
kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali.

1. Berapa lama jangka waktu penyelesaian restitusi?


- Untuk Wajib Pajak Kegiatan Tertentu yaitu PKP eksportir dan PKP yang
melakukan penyerahan kepada Pemungut PPN adalah 2 (dua) bulan sejak
permohonan diterima lengkap, kecuali permohonan restitusi yang
penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis pajak,
maka permohonan restitusi harus diselesaikan paling lambat 12 (dua belas)
bulan.
- - 56 - -

- Untuk PKP yang merupakan Wajib Pajak Patuh berhak mendapatkan


pengembalian pendahuluan paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan
diterima lengkap. Kepala KPP harus menerbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat 7
(tujuh) hari sejak permohonan diterima lengkap.
- Untuk PKP lainnya selain Wajib Pajak Patuh dan Wajib Pajak Kegiatan
Tertentu sesuai dengan Pasal 17B UU KUP, jangka waktu penyelesaian
restitusinya adalah 12 (dua belas) bulan Kepala KPP harus menyelesaikan
restitusi paling lambat 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima lengkap.
- Dalam hal permohonan restitusi oleh PKP sehubungan dengan adanya Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan atas perolehan atau impor barang modal yang
tidak mendapat fasilitas dibebaskan atau tidak dipungut PPN maka atas Faktur
Pajak Masukan karena impor/pembelian Barang Modal tersebut dapat
dimintakan restitusi dan diselesaikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak
permohonan diterima lengkap

2. Siapakah yang dimaksud dengan Wajib Pajak Patuh dan apa kriteria
tertentu Wajib Pajak Patuh?
Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu
sebagaimana ditetapkan dengan Menteri Keuangan yang dapat diberikan
pembayaran pendahuluan pengembalian kelebihan pajak.
Kriteria tertentu Wajib Pajak Patuh adalah:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2
tahun terakhir.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah
memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena tindak pidana di bidang perpajakan
dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
d. Dalam hal Laporan Keuangan diaudit oleh akuntan publik atau BPKP harus
dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau dengan pendapat Wajar
dengan Pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi
rugi fiskal.

Apabila Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik, maka laporan audit
harus:
a. disusun dalam bentuk panjang (long form report ).
b. menyajikan rekonsialiasi laba rugi komersial dan fiskal.

Apabila Laporan Keuangan tidak diaudit oleh Akuntan Publik, Wajib Pajak
dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh
- - 57 - -

sepanjang memenuhi persyaratan huruf a sampai dengan c di atas dan memenuhi


persyaratan sebagai berikut:

a. menyelenggarakan pembukuan;
b. dalam hal Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan koreksi pada
pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang
paling banyak 5% (lima persen).

H. SAAT DAN TEMPAT PPN TERUTANG ( 250304 )

1. Kapan saat terutang PPN dan PPn BM?


Pada dasarnya pemungutan PPN dan PPnBM menganut prinsip akrual.
a. Saat terutang PPN adalah pada saat:
- Penyerahan BKP atau JKP;
- Impor BKP;
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean;
- Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean;
- Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP
atau sebelum pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar
Daerah Pabean.
- Saat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
b. Saat terutangnya PPn BM adalah pada saat:
- Impor BKP yang tergolong mewah atau;
- Penyerahan kepada pembeli dilakukan oleh produsen BKP yang
tergolong mewah tersebut.
Perlu diingat bahwa pengenaan PPnBM hanya satu kali, sesuai dengan
saat terutangnya PPnBM tersebut.
c. Terutangnya PPN atas penyerahan BKP dalam rangka perubahan bentuk
usaha atau penggabungan usaha atau pemekaran usaha atau pengalihan
seluruh aktiva perusahaan yang diikuti dengan perubahan pihak yang berhak
atas BKP tersebut, adalah terjadi pada saat ditandatanganinya akte yang
berkenaan oleh Notaris

2. Dimana tempat terutang PPN?


a. Tempat terutang pajak bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP, JKP
dan ekspor BKP terutang pajak adalah:
- tempat tinggal atau tempat kedudukan dan
- tempat kegiatan usaha dilakukan atau
- tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
- - 58 - -

b. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat BKP dimasukkan dan
dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
c. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan atau
JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang pajak adalah:
- tempat tinggal atau tempat kedudukan dan
- tempat kegiatan usaha.
d. Tempat lain yang ditetapkan dengan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
- bagi PKP yang terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar dan yang terdaftar di
KPP BUMN ditetapkan tempat terutang pajak hanya di tempat PKP
terdaftar (otomatis terpusat di KPP WP Besar dan KPP BUMN).

I. PEMUSATAN TEMPAT TERUTANG PAJAK (SENTRALISASI PPN)


(250304 )

1. Apabila PKP terutang pajak pada lebih dari satu tempat kegiatan usaha,
dapatkah PKP memohon untuk memilih salah satu tempat kegiatan usaha
atau lebih sebagai tempat terutang pajak (pemusatan PPN)?
Dapat

2. Bagaimana caranya untuk mendapatkan izin pemusatan PPN?


Untuk mendapatkan izin sentralisasi PPN, PKP harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Kepala Kanwil yang membawahi KPP lokasi tempat kegiatan
usaha yang akan dipilih sebagai tempat terutangnya pajak. Dalam permohonan
agar dicantumkan tempat kegiatan usaha yang dipilih sebagai tempat terutang
pajak serta tempat-tempat kegiatan usaha yang akan dipusatkan.

3. Apakah seluruh tempat kegiatan usaha dapat dimintakan izin untuk


dipusatkan? Dan PKP mana yang dapat mengajukan izin untuk
pemusatan ?
Semua tempat kegiatan usaha dapat dimintakan untuk dipusatkan kecuali pabrik.
Dalam hal PKP mempunyai tempat kegiatan usaha yang terdiri dari pabrik,
gudang, tempat pemasaran, dan cabang-cabang lainnya maka pabrik hanya dapat
menjadi tempat kegiatan usaha yang dipilih untuk menjadi tempat terutang
pajak, sedangkan tempat kegiatan lainnya merupakan tempat kegiatan usaha
yang dipusatkan ke pabrik.
PKP yang dapat mengajukan permohonan untuk pemusatan tempat terutang
pajak adalah semua PKP kecuali PKP yang tempat terutang pajaknya telah
ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak (antara lain PKP yang terdaftar di
KPP WP Besar, KPP BUMN)
- - 59 - -

Bagi PKP yang menyampaikan SPT Masa dengan e-filling dapat melakukan
pemusatan PPN dengan cara memberitahukan kepada KPP yang membawahi
lokasi tempat terutang pajak yang akan dipilih sebagai tempat terutang pajak

4. Syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi untuk penetapan salah satu
tempat usaha sebagai tempat pemusatan PPN bagi PKP selain Pedagang
Eceran dan Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dan
PPn BM dengan Media Elektronik (e-filing) ?
- Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dipusatkan tidak
menyelenggarakan administrasi penjualan dan administrasi pembelian.
Semua administrasi dilakukan di tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
terutang;
- Fungsi tempat kegiatan usaha yang dipusatkan hanya melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli barang atau
penerima jasa atas perintah tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai;
- Semua Faktur Pajak dan atau Faktur Penjualan diterbitkan oleh tempat
pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang;
- Tempat kegiatan usaha yang dipusatkan tidak membuat Faktur Pajak dan
atau Faktur Penjualan, kecuali Faktur Pajak dan atau Faktur Penjualan yang
dicetak berdasarkan data yang diinput secara on line dari Kantor Pusat atau
tempat pemusatannya; dan
- Kantor Cabang Unit yang dipusatkan hanya mengadministrasi persediaan
dan administrasi kegiatan perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak untuk keperluan operasional kantor atau unit bersangkutan yang
dananya berasal dari kas-kecil (petty cash).

J. FAKTUR PAJAK DAN NOTA RETUR (250304 )

1. Apa yang dimaksud dengan Faktur Pajak?


Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP atau penyerahan JKP.

2. Ada berapa jenis Faktur Pajak menurut UU PPN?


Terdapat 3 (tiga) jenis Faktur Pajak menurut UU PPN, yaitu:
a. FP Standar, termasuk dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan
sebagai Faktur Pajak Standar;
b. FP Gabungan dan;
c. FP Sederhana.
- - 60 - -

3. Syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi Faktur Pajak Standar?


Faktur Pajak Standar harus memenuhi syarat formal maupun material. Yang
dimaksud dengan syarat formal adalah bahwa Faktur Pajak Standar paling
sedikit harus memuat keterangan:
a. Nama, alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan atau pembelian BKP
atau JKP;
b. Jenis Barang atau Jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan
harga;
c. PPN yang dipungut;
d. PPnBM yang dipungut;
e. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan FP; dan
f. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak.
Adapun yang dimaksud dengan syarat material adalah bahwa barang yang
diserahkan benar, baik secara nilai maupun jumlah. Demikian juga pengusaha
yang melakukan dan yang menerima penyerahan BKP tersebut sesuai dengan
keterangan yang tercantum pada Faktur Pajak.

4. Apakah yang dimaksud dengan Faktur Pajak Gabungan?


Faktur Pajak Gabungan adalah satu Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP yang
meliputi semua penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang terjadi selama satu
bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima JKP yang sama.

Hal ini diperkenankan untuk meringankan beban administrasi PKP. Faktur Pajak
Gabungan yang merupakan Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat
pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau JKP.

5. Apakah yang dimaksud dengan Faktur Pajak Sederhana?


Faktur Pajak Sederhana adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP
untuk menampung kegiatan penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan
secara langsung kepada konsumen akhir dan pembeli BKP atau penerima JKP
yang tidak diketahui identitasnya.
Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli BKP atau penerima
JKP sebagai dasar untuk pengkreditan Pajak Masukan.

6. Apakah yang harus tercantum dalam Faktur Pajak Sederhana?


Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat :
a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
b. Jenis dan kuantum BKP atau JKP yang diserahkan;
c. Jumlah Harga Jual atau Peggantian yang sudah termasuk pajak atau
besarnya pajak dicantumkan secara terpisah;
d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.
- - 61 - -

7. Dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak


Standar?
a. PIB yang dilampiri SSP dan atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan
Cukai untuk impor BKP;
b. PEB yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Dirjen Bea dan
Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
c. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh
BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
d. Faktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh
Pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM;
e. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;
f. Ticket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill) , atau Delivery Bill , yang
dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
g. SSP untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan BKP
tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean;
h. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa
kepelabuhan;
i. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik.

8. Kapan saat pembuatan/penerbitan Faktur Pajak Standar?


Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat :
a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau
penyerahan keseluruhan JKP dalam hal pembayaran diterima setelah bulan
penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali
pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak
Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran; atau
b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP; atau
c. Pada saat penerimaan pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan; atau
d. Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai.

9. Apabila Faktur Pajak yang dibuat/diterbitkan tidak tepat waktu, apakah


masih merupakan Faktur Pajak dan apakah sanksinya?
Faktur Pajak yang diterbitkan sebelum melewati 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya
batas waktu penerbitan Faktur Pajak (KepDirjen Nomor-KEP-549/PJ./2000),
dianggap sebagai Faktur Pajak Standar.
- - 62 - -

Faktur Pajak yang diterbitkan setelah melewati batas waktu tersebut di atas tidak
dapat dianggap sebagai Faktur Pajak Standar. Dengan demikian, bagi PKP yang
menerima Faktur Pajak tersebut tidak dapat mengkreditkan PPN yang
dibayarnya sebagai Pajak Masukan

PKP yang menerbitkan Faktur Pajak terlambat dikenakan sanksi 2% dari DPP.

10. Apakah yang dimaksud dengan Nota Retur?


Nota Retur adalah Nota yang dibuat oleh penerima BKP karena adanya
pengembalian atas BKP yang telah dibeli/diterimanya. Dengan adanya Nota
Retur tersebut maka PKP penjual dapat mengurangkan PPN dan PPn BM (PK)
atas penyerahan BKP yang dikembalikan, sedangkan bagi PKP pembeli harus
mengurangkan PPN dan PPnBM (PM) yang telah dikreditkan atau biaya, dan
harta. Nota Retur diterbitkan dan dilaporkan baik oleh PKP penjual maupun PKP
pembeli pada Masa Pajak terjadinya pengembalian BKP tersebut.

Nota Retur sekurang-kurangnya hrs mencantumkan :


a. Nomor urut;
b. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang dikembalikan;
c. Nama, alamat, dan NPWP pembeli;
d. Nama, alamat, dan NPWP yang menerbitkan Faktur Pajak;
e. Jenis barang dan harga jual BKP yang dikembalikan;
f. PPN atas BKP yang dikembalikan;
g. PPnBM atas BKP yang tergolong mewah yang dikembalikan;
h. Tanggal pembuatan Nota Retur;
i. Tanda tangan pembeli.

Dalam hal Nota Retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan-


keterangan di atas maka tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur, sehingga
tidak dapat mengurangi Pajak Keluaran bagi penjual atau Pajak Masukan atau
biaya, dan harta bagi pembeli.

Dalam hal pengembalian BKP terjadi masih dalam Masa Pajak yang sama
dengan terjadinya penyerahan BKP tersebut, tidak perlu dibuatkan Nota Retur,
melainkan dapat dilakukan dengan pembatalan atau perbaikan Faktur Pajak atas
penyerahan BKP tersebut.

K. PEMUNGUT PPN DAN PPn BM (250304 )

1. Siapakah pemungut PPN dan PPn BM?


Pemungut PPN & PPnBM adalah:
- - 63 - -

a. Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pembayaran yang dananya


berasal dari APBN/APBD.
b. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh PKP
kepada Pemungut PPN, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut PPN
atas nama PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP tersebut (PKP Rekanan).

2. Kapan PPN harus dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Pemungut PPN?
PPN harus dipungut adalah pada saat dilakukan pembayaran oleh Pemungut
PPN kepada PKP Rekanan, disetor ke kas negara melalui kantor penerima
pembayaran paling lambat 7 hari setelah berakhirnya bulan terjadinya
pembayaran tagihan, kemudian dilaporkan dalam SPT Masa Pemungut PPN
pada Masa Pajak paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya bulan
dilakukan pembayaran tagihan.

3. Kapan PKP Rekanan melaporkan PPN yang dipungut oleh Pemungut PPN?
PKP Rekanan melaporkan PPN yang dipungut oleh Pemungut PPN pada SPT
Masa PPN Masa Pajak diterimanya pembayaran dari Pemungut PPN.

4. Dalam hal apakah PPN dan PPn BM tidak dipungut oleh Pemungut PPN?
PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Pemungut PPN dalam hal :
a. Pembayaran yang jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.000.000,00 yang tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. PPN dan PPnBM yang
terutang untuk jumlah pembayaran tersebut disetor sendiri oleh Rekanan
yang bersangkutan.
b. Pembayaran untuk pembebasan tanah.
c. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak
yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, PPN yang
terutang tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
d. Pembayaran atas penyerahan BBM dan bukan BBM oleh Pertamina
e. Pembayaran atas rekening telepon.
f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan.
g. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan PPN

L. FASILITAS DI BIDANG PPN DAN PPn BM (250304 )

1. Apa sajakah fasilitas PPN dan PPnBM?


- - 64 - -

Fasilitas di bidang PPN dan PPnBM adalah PPN dan PPnBM yang terutang
dibebaskan atau tidak dipungut, baik sebagian atau seluruhnya, sementara waktu
atau selamanya.

2. Kepada siapakah fasilitas PPN dan PPnBM terutang tidak dipungut atau
dibebaskan diberikan?
Fasilitas PPN dan PPnBM terutang tidak dipungut atau dibebaskan, diberikan
terhadap :
a. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean,
seperti Kawasan Berikat, KAPET;
b. Penyerahan BKP/JKP Tertentu;
c. Impor BKP Tertentu;
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan JKP tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

3. Apakah atas penyerahan BKP/JKP mendapat fasilitas PPN & PPnBM


terutang tidak dipungut Pajak Masukan sehubungan dengan penyerahan
tersebut dapat dikreditkan?
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau
perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak
Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sepanjang Pajak Masukan tersebut tidak
termasuk dalam Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8)
atau telah dibebankan sebagai biaya.

4. Apakah atas penyerahan BKP/JKP mendapat fasilitas PPN & PPnBM


terutang dibebaskan Pajak Masukan sehubungan dengan penyerahan
tersebut dapat dikreditkan?
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau
perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.

5. Atas kegiatan apakah PPN & PPnBM terutang tidak dipungut di Kawasan
Berikat selain Kawasan Berikat P. Batam?
PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut di Kawasan Berikat atas:
a. Impor barang modal atau peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai
oleh Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) termasuk PKB merangkap
PDKB (Pengusaha Di Kawasan Berikat);
b. Impor barang modal dan peratan pabrik yang berhubungan langsung dengan
kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB;
c. Impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB;
- - 65 - -

d. Pemasukan BKP dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke PDKB


untuk diolah lebih lanjut;
e. Pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah
lebih lanjut;
f. Pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di
DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak;
g. Penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak oleh PKP di DPIL
atau PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya kepada
PKP PDKB asal;
h. Peminjaman mesin dan/atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari
PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan
pengembaliannya ke PDKB asal;
i. Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat yang ditujukan kepada orang
yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan Bea Masuk,
Cukai, dan Pajak dalam rangka impor

6. Apakah atas penyerahan Jasa Kena Pajak ke Kawasan Berikat mendapat


fasilitas PPN terutang tidak dipungut?
Penyerahan Jasa Kena Pajak ke Kawasan Berikat baik yang dilakukan oleh
Pengusaha di Daerah Pabean Indonesia Lainnya maupun oleh Pengusaha di
Kawasan Berikat lainnya tidak diberikan fasilitas PPN terutang tidak dipungut.
Dengan demikian, Pengusaha yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak
kepada pengusaha di Kawasan Berikat wajib memungut PPN yang terutang atas
penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut.

7. Atas kegiatan apakah PPN & PPnBM terutang tidak dipungut di Kawasan
Berikat Pulau Batam?
PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut di KB Pulau Batam atas :
a. penyerahan BKP antar Pengusaha di KB Daerah Industri Pulau Batam
sepanjang BKP tersebut akan digunakan untuk menghasilkan BKP yang
diekspor;
b. penyerahan BKP dari PKP di luar Pulau Batam kepada Pengusaha di KB
Daerah Industri Pulau Batam sepanjang BKP tersebut akan digunakan untuk
menghasilkan BKP yang diekspor;
c. impor BKP oleh Pengusaha di KB Daerah Industri Pulau Batam sepanjang
BKP tersebut akan digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor.

PKP yang melakukan penyerahan wajib membuat Faktur Pajak dengan dibubuhi
cap ”PPN dan atau PPnBM Tidak Dipungut”
- - 66 - -

Atas impor BKP, Dirjen BC membubuhkan cap “PPN dan atau PPnBM Tidak
Dipungut pada setiap lembar PIB pada saat penyelesaian dokumen”.

8. Bagaimanakah penerapan PPN dan PPnBM di Kawasan Berikat Industri


Pulau Batam?
PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut atas :
1 penyerahan BKP antar Pengusaha di KB Daerah Industri Pulau Batam
sepanjang BKP tersebut akan digunakan untuk menghasilkan BKP yang
diekspor;
2 penyerahan BKP dari PKP di luar Pulau Batam kepada Pengusaha di KB
Daerah Industri Pulau Batam sepanjang BKP tersebut akan digunakan untuk
menghasilkan BKP yang diekspor;
3 impor BKP oleh Pengusaha di KB Daerah Industri Pulau Batam sepanjang
BKP tersebut akan digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor.

Atas penyerahan BKP dan atau impor BKP selain yang dimaksud di atas, dan
atas penyerahan JKP di/ke/dari Kawasan Berikat Daerah Industri Pulau Batam
terutang PPN dan atau PPn BM dan pengenaannya dilakukan secara bertahap,
yaitu :
1 Tahap Pertama, mulai 1 Januari 2004, PPN dan PPn BM dikenakan atas :
a. kendaraan bermotor segala jenis;
b. rokok dan hasil tembakau lainnya;
c. minuman yang mengandung alkohol.
2 Tahap Kedua, mulai 1 Maret 2004, PPN dan PPn BM dikenakan atas barang
elektronik segala jenis.
3 Tahapan selanjutnya, akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

9. Apa yang dimaksud dengan Gudang Berikat? dan atas kegiatan apakah
fasilitas PPN & PPnBM terutang tidak dipungut yang diberikan di Gudang
Berikat?
Gudang Berikat (GB) adalah suatu bangunan atau tempat dengan batas-batas
tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan,
penyortiran, pengepakan, pemberian merek/label, pemotongan, atau kegiatan
lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat distribusi barang-barang asal impor
untuk tujuan dimasukkan ke Daerah Pabean Indonesia lainnya, Kawasan Berikat
atau reekspor tanpa adanya pengolahan.

Fasilitas PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut diberikan atas kegiatan:
a. impor barang dan peralatan oleh Pengusaha GB dalam rangka pembangunan
dan kegiatan Gudang Berikat;
b. impor barang dan bahan oleh Pengusaha GB.
- - 67 - -

10. Jenis kegiatan PPN dan PPnBM apakah yang mendapat fasilitas
dibebaskan?
PPN & PPnBM terutang dibebaskan dari pengenaan atas:
a. Impor dan atau penyerahan BKP tertentu dan atau JKP tertentu
b. Impor dan atau penyerahan BKP strategis
c. Impor dan atau penyerahan BKP/JKP Kepada Perwakilan Negara
Asing/Badan International serta Pejabat/Tenaga Ahlinya berdasarkan azas
timbal balik.

11. Bagaimanakah penerapan PPN di Kawasan Perdagangan Bebas dan


Pelabuhan Bebas Sabang?
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang dinyatakan bukan
merupakan Daerah Pabean menurut UU Kepabeanan. Dengan demikian UU
PPN tidak dapat diterapkan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Sabang.

M. KETENTUAN KHUSUS (250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan kegiatan membangun sendiri dan apakah


atas kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN?
Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun sendiri bangunan
yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha dengan luas bangunan
200 m2 atau lebih. Atas kegiatan membangun sendiri tersebut dikenakan PPN.

2. Bagaimanakah cara penghitungan, saat dan tempat terutang PPN atas


kegiatan membangun sendiri?
- PPN yang terutang dan disetor ke kas negara = 10% x 40% x jumlah seluruh
biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan setiap bulannya
- Saat terutangnya PPN adalah pada saat mulai dilaksanakannya
pembangunan (menggali fondasi, memasang tiang pancang, dan lain-lain)
- Tempat pajak terutang adalah di tempat bangunan didirikan.

3. Apakah atas kegiatan membangun sendiri PPN terutang yang telah disetor
harus dilaporkan? Bila ya kemana?
PPN atas kegiatan membangun sendiri yang telah disetor harus dilaporkan
dengan cara sebagai berikut :
- bagi pengusaha (OP atau Badan) yang bukan Pengusaha Kena Pajak
melaporkan bukti setoran pajak (Surat Setoran Pajak) ke Kantor Pelayanan
Pajak lokasi bangunan didirikan.
- - 68 - -

- Sedangkan bagi PKP dapat dilaporkan di Kantor Pelayanan Pajak ditempat


PKP dikukuhkan melalui SPT Masa PPN setiap Masa Pajak pelaksanaan
kegiatan membangun sendiri

4. Bagaimana penghitungan PPN atas pengusaha emas?


Penghitungan PPN atas pengusaha emas, yaitu:
a. Orang Pribadi
ð Dapat menggunakan DPP Nilai Lain sebagai DPP PPN.
ð PPN yang terutang adalah sebesar 10% x harga jual emas perhiasan
ð PPN yang harus disetor = 10% x 20% x jml slrh penyerahan emas
ð PM tidak dapat dikreditkan

b. Badan
ð menggunakan DPP sebesar harga jual
ð PPN yang terutang 10% x harga jual
ð PPN disetor = PK – PM
ð PM dapat dikreditkan

5. Bagaimanakah penghitungan PPN atas pengusaha pedagang eceran?


Penghitungan PPN atas pengusaha pedagang eceran, yaitu:
a. Pedagang Eceran Yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Netto
ð PK = 10% x jml peredaran dan atau penerimaan bruto
ð PPN disetor = 20% x PK
ð PM yang dapat dikreditkan= 80% x PK

b. Pedagang Eceran Selain Yang Menggunakan Norma Penghitungan


Penghasilan Netto
ð PK menggunakan DPP sebesar harga jual
ð PPN terutang sebesar 10% x harga jual
ð PPN disetor = PK - PM
ð PM dapat dikreditkan

6. Bagaimana perlakuan PPN atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam
rangka menjalankan pemerintahan secara umum?
Atas penyerahan Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum :
a. terutang PPN, jika :
Jasa yang disediakan oleh instansi pemerintah yang juga dapat dilakukan
oleh bentuk usaha lain, sepanjang tidak termasuk jasa yang tidak dikenakan
- - 69 - -

atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai ketentuan


yang berlaku

b. tidak terutang PPN, jika :


Semua jenis jasa yang berasal dari semua kegiatan pelayanan yang hanya
bisa dilakukan oleh instansi pemerintah meliputi Departemen dan Lembaga
Non Departemen dan tidak dapat dilakukan oleh bentuk usaha lain.

7. Bagaimana perlakuan PPN atas penyerahan jasa di bidang tenaga kerja?


Perlakuan PPN atas penyerahan jasa di bidang tenaga kerja:
a. tidak terutang PPN
Penyerahan jasa di bidang tenaga kerja meliputi : Jasa tenaga kerja, Jasa
penyediaan tenaga kerja, dan Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga
kerja.
b. terutang PPN
Jasa penyediaan tenaga kerja yang dilakukan oleh Pengusaha di mana :
- Pengusaha penyedia tenaga kerja melakukan pembayaran gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan sejenisnya kepada tenaga kerja; atau
- Pengusaha penyedia tenaga kerja bertanggung jawab atas hasil kerja
dari tenaga kerja tersebut.
- Tenaga kerja dimaksud termasuk dalam struktur kepegawaian pemberi
jasa tenaga kerja.

8. Bagaimanakah perlakuan PPN atas penyerahan jasa penyelenggaraan


kegiatan?
Penyerahan jasa penyelenggaraan kegiatan adalah :
a. Jasa Penyelenggara Kegiatan (Event Organizer) adalah kegiatan usaha
yang dilakukan oleh Pengusaha Jasa Penyelenggara Kegiatan antara lain
meliputi kegiatan-kegiatan seperti penyelenggaraan pameran, pameran
konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi
pers, dan kegiatan lainnya yang memanfaatkan Jasa Penyelenggara
Kegiatan termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan yang mendukung
kegiatan-kegiatan tersebut baik atas permintaan dari Pengguna Jasa
Penyelenggara Kegiatan maupun diselenggarakan sendiri oleh Pengusaha
Jasa Penyelenggara Kegiatan;
b. Kegiatan lainnya adalah kegiatan-kegiatan lain dalam bentuk apapun yang
memanfaatkan Jasa Event Organizer seperti talk show, penarikan undian,
fashion show, ajang lomba, dan sejenisnya; atau
c. Kegiatan-kegiatan yang mendukung terselenggaranya suatu kegiatan
adalah suatu kegiatan baik sebelum, sesudah atau pada saat
terselenggaranya kegiatan seperti pemesanan gedung, penyediaan
- - 70 - -

ruangan, persiapan interior, penyediaan sound system, penyediaan penari


latar, dan sebagainya yang memanfaatkan Jasa Penyelenggara Kegiatan.

Atas penyerahan Jasa Penyelenggara Kegiatan di dalam Daerah Pabean dan atas
pemanfaatan Jasa Penyelenggara Kegiatan yang berasal dari luar Daerah Pabean,
di dalam Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang


terutang atas penyerahan Jasa Penyelenggara Kegiatan adalah meliputi :
a. biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha Jasa
Penyelenggara Kegiatan kepada Pengguna Jasa Penyelenggara Kegiatan;
b. imbalan yang diperoleh dari kegiatan tersebut termasuk bagi hasil; dan
c. biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha Jasa
Penyelenggara Kegiatan kepada Pengguna Jasa Penyelenggara Kegiatan
karena pembatalan pemesanan kegiatan oleh Pengguna Jasa Penyelenggara
Kegiatan.

9. Bagaimana fasilitas PPN dan PPnBM atas Proyek Pemerintah yang dibiayai
dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri?
Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri,
mendapat fasilitas PPN dan PPn BM tidak dipungut yang dilakukan oleh
Kontraktor Utama. Dalam hal proyek tersebut didanai sebagian oleh dana
APBN/APBD/lainnya dan sebagian lagi oleh pinjaman luar negeri/hibah, maka
fasilitas tersebut hanya berlaku atas bagian Proyek Pemerintah yang dananya
dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri.

Apabila kontraktor utama meminta kontraktor lain untuk melakukan sebagian


atau seluruh pekerjaan proyek pemerintah tersebut maka atas penyerahan
BKP/JKP yang dilakukan oleh kontraktor lain kepada kontraktor utama tidak
diberikan fasilitas sehingga PPN yang terutang tetap dipungut.

PPN dan PPnBM yang tidak dipungut, yaitu:


a. Impor Barang Kena Pajak (BKP);
b. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean;
c. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean;
d. Penyerahan BKP dan/atau JKP.

Atas PPN dan PPnBM yang tidak dipungut sehubungan dengan impor oleh
Kontraktor Utama tidak perlu dibuatkan Surat Setoran Pajak.
- - 71 - -

Atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak dipungut tersebut, Kontraktor
Utama wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap "PPN dan PPn BM tidak
dipungut"

10. Bagaimana perlakuan PPN atas penyerahan jasa keagenan tiket kepada
perusahaan penerbangan?
Perlakuan PPN atas penyerahan jasa keagenan tiket kepada perusahaan
penerbangan:
a. PPN terutang adalah 10% x DPP.
b. Dasar Pengenaan Pajak atas jasa keagenan adalah jumlah imbalan jasa
keagenan yang diterima atau seharusnya diterima oleh perusahaan jasa
keagenan.
c. Yang bertanggung jawab atas pemungutan PPN terutang atas penyerahan
jasa keagenan adalah :
- Atas penyerahan jasa keagenan oleh perusahaan jasa keagenan kepada
Pemungut PPN (Badan-badan Tertentu dan Bendaharawan Pemerintah
serta KPKN), pajak yang terutang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh
Pemungut PPN.
- Atas penyerahan jasa keagenan oleh Pemungut PPN kepada Pemungut
PPN, pajak yang terutang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh
Pemungut PPN yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak.
- Atas penyerahan jasa keagenan kepada perusahaan angkutan yang
bukan Pemungut PPN, pajak yang terutang dipungut, disetor dan
dilaporkan oleh perusahaan jasa keagenan.

Namun sejak tanggal 24 Desember 2003 dengan diterbitkannya Keputusan


Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003, Badan-badan tertentu bukan lagi
merupakan Pemungut PPN. Sehingga hanya KPKN dan Bendaharawan
Pemerintah saja sebagai Pemungut PPN.

11. Bagaimana perlakuan PPN atas Jasa Boga (Catering)? Dan Apa yang
dimaksud dengan objek pajak restoran dan jasa boga?
a. Atas penyerahan Jasa Boga (Catering) dikenakan PPN. DPP atas
penyerahan jasa boga atau katering adalah sebesar semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha Jasa Boga atau Katering.
Dengan demikian, PPN terutang atas penyerahan jasa boga atau katering
10% x DPP.
b. Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan
pembayaran. Tidak termasuk Pelayanan usaha jasa boga atau katering.
c. Objek Jasa Boga atau Katering adalah penyediaan makanan dan atau
minuman lengkap dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya, untuk
- - 72 - -

keperluan tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis atau tidak


tertulis.
d. Keperluan tertentu adalah :
- pesta, resepsi, atau perayaan;
- perjamuan;
- rapat atau pertemuan;
- makan karyawan pada instansi Pemerintah atau Badan Usaha
Pemerintah, perusahaan swasta maupun perusahaan perseorangan;
- makan untuk pelanggan perseorangan;
- perlombaan atau pertandingan; atau
- acara-acara lain yang sejenis.

12. Bagaimana perlakuan PPN atas service charge dalam rangka kegiatan
persewaan ruangan?
a. Atas service charge dalam rangka kegiatan persewaan ruangan dikenakan
PPN. Ada (2) dua elemen utama dalam kegiatan jasa persewaan ruangan
yaitu sewa dan service c harge .
b. Service charge adalah balas jasa yang menyebabkan ruangan yang disewa
tersebut dapat dihuni sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh penyewa.
Service charge dapat terdiri dari biaya listrik, air, keamanan, kebersihan dan
biaya administrasi.
c. Dasar Pengenaan Pajak atas service charge dalam rangka kegiatan
persewaan ruangan sejak tanggal 3 Juni 2003 (Faktur Pajak Standar yang
dibuat/diterbitkan setelah 3 Juni 2003) adalah sebesar nilai penggantian,
yakni sebesar nilai tagihan service charge yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pemberi jasa.
d. PPN Terutang adalah 10% x DPP.

13. Bagaimana perlakuan PPN atas kegiatan freight forwarding?


a. Atas kegiatan freight forwarding dikenakan PPN.
b. Freight Forwarding (Jasa Pengurusan Transportasi) adalah kegiatan usaha
yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus
semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan
penerimaan barang melalui transportasi darat, laut dan atau udara yang dapat
mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan,
penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen,
penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim, asuransi
atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya
berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan
diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya.
- - 73 - -

c. Dasar Pengenaan Pajak :


Dalam hal dokumen-dokumen pabean (dokumen) untuk menagih biaya
freight dan biaya lainnya dari shipping line atau airline atau supplier dibuat
langsung atas nama
- Penerima jasa (konsumen perusahaan forwarder ), maka biaya freight
dan biaya lainnya dapat dikurangkan dari Dasar Pengenaan Pajak,
karena dianggap sebagai reimbursement; atau
- Pemberi jasa (perusahaan forwader ) dan bukan atas nama penerima jasa
(konsumen perusahaan forwarder ), maka biaya freight dan biaya
lainnya tidak dapat dianggap sebagai reimbursement, sehingga
merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak yang dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.

14. Apabila Instansi Pemerintah memberikan Jasa Kena Pajak kepada Instansi
Pemerintah Lainnya apakah PPN yang terutang harus dipungut oleh
Instansi Pemerintah yang melakukan penyerahan?
Atas penyerahan JKP oleh Instansi Pemerintah kepada Instansi Pemerintah
Lainnya yang pembayarannya melalui KPKN atau Bendaharawan Pemerintah
tidak dipungut PPN sepanjang :
- pembayaran tersebut berasal dari APBN atau APBD; dan
- Instansi Pemerintah yang menyerahkan JKP memasukkan pembayaran yang
diterima ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
dari Instansi Pemerintah tersebut.

15. Bagaimana perlakuan PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau
JKP dari Luar Daerah Pabean ?
Perlakuan PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari Luar
Daerah Pabean:
a. Atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari Luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh orang pribadi
(Non-PKP) atau badan (PKP) dikenakan PPN.
b. PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari
luar Daerah Pabean dipungut oleh orang pribadi atau badan yang
memanfaatkan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean, pada
saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar
Daerah Pabean.
c. PPN yang dipungut harus disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui
Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
setelah bulan terjadinya pemungutan dan dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama
dengan bulan penyetoran.
- - 74 - -

16. Apakah atas penyerahan aktiva berupa tanah/bangunan yang diperoleh


sebelum berlakunya UU PPN Tahun 1984 atau dibeli dari non-PKP?
Perlakuan PPN atas aktiva berupa tanah/bangunan yang diperoleh sebelum
berlakunya UU PPN Tahun 1984 atau dibeli dari non-PKP
a. Atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menurut
tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN
yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan,
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Pasal 16D Undang-undang
No. 18 Tahun 2000 (UU PPN).
b. Dengan demikian, atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan,
tidak terutang PPN apabila :
- Atas penyerahan aktiva tersebut dilakukan oleh bukan PKP; atau
- Pajak Masukan pada waktu perolehan aktiva tersebut tidak dapat
dikreditkan sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) UU PPN atau aktiva tersebut
diperoleh sebelum berlakunya Undang-undang PPN 1984 (sebelum 1
April 1985), sepanjang selama memiliki aktiva tersebut tidak ada PPN
yang dibayar dikreditkan sebagai Pajak Masukan (misalnya dalam
rangka perawatan, perbaikan dari kerusakan, renovasi dll)

17. Bagaimana perlakuan atas PPN yang dipungut lebih besar atau lebih kecil
dari yang seharusnya terutang, atau tidak seharusnya terutang?
Perlakuan atas PPN yang dipungut lebih besar atau lebih kecil atau tidak
seharusnya terutang:
a. Pajak yang dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang atau tidak
seharusnya terutang dimana pajak yang salah dipungut tersebut telah
disetorkan dan dilaporkan, maka PKP yang memungut pajak tersebut tidak
dapat meminta kembali Pajak yang salah dipungut tersebut. Yang dapat
meminta kembali pajak yang salah dipungut tersebut adalah pihak yang
terpungut dengan syarat Pajak yang salah dipungut tersebut belum
dikreditkan atau belum dibebankan sebagai biaya.
b. Pihak yang terpungut adalah importir, pembeli barang, penerima jasa, atau
pihak yang memanfaatkan barang tidak berwujud atau jasa dari luar Daerah
Pabean.
c. Dalam hal pajak yang dipungut lebih kecil dari yang seharusnya terutang
maka pihak yang melakukan penyerahan harus memungut kekurangan pajak
tersebut. Pemungutan kekurangan pajak tersebut dapat dilakukan dengan
cara perbaikan Faktur Pajak (untuk penyerahan BKP/JKP) dengan
menggunakan SSP (untuk impor dan pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP
dari Luar daerah Pabean di dalam Daerah Pabean).
- - 75 - -

18. Dalam hal terjadi retur Jasa Kena Pajak? Apakah atas PPN yang telah
disetor dan dilaporkan dapat dikurangkan atau dikembalikan?
Dalam hal terjadi retur Jasa Kena Pajak, maka PPN yang telah terlanjur dipungut,
disetor dan dilaporkan oleh PKP yang melakukan penyerahan dapat dikurangkan
dengan cara perbaikan Faktur Pajak atas yang berkenaan dengan penyerahan
JKP tersebut. Sebagai konsekuensinya baik PKP yang melakukan penyerahan
maupun PKP yang menerima penyerahan JKP harus memperbaiki SPT Masa
PPN Masa Pajak Faktur Pajak yang diperbaiki tersebut dilaporkan.

19. Bagaimana Perlakuan PPN Impor yang ditagih dengan SPKPBM?


Perlakuan PPN Impor yang ditagih dengan SPKPMB :
a. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
b. Atas pembayaran PPN Impor (Pajak Masukan) yang ditagih dengan
SPKPBM dapat dikreditkan, sepanjang pembayaran PPN Impor belum
diterbitkan SKP-nya oleh Ditjen Pajak tersebut dan tidak termasuk dalam
pembayaran (pengeluaran) yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN serta belum
dibebankan sebagai biaya.
c. Atas pembayaran PPN tersebut dilaporkan pada SPT Masa PPN pada Masa
Pajak dilakukan pembayaran.

20. Bagaimana perlakuan PPN atas penyerahan kardus atau pembungkus ke


Kawasan Berikat?
Atas penyerahan kardus atau pembungkus ke Kawasan Berikat tidak diberikan
fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM karena kardus/pembungkus bukan
untuk diproses lebih lanjut.

21. Barang-barang apa saja yang termasuk BKP Tertentu yang Bersifat
Strategis yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan PPN?
Barang-barang yang termasuk BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang atas
impornya dibebaskan dari pengenaan PPN adalah:
a. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan
terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas, dan ikan;
- - 76 - -

c. bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,


peternakan, penangkaran, atau perikanan.

22. Barang-barang apa saja yang termasuk BKP Tertentu yang Bersifat
Strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN?
Barang-barang yang termasuk BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN adalah:
a. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan
terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas, dan ikan;
c. barang hasil pertanian oleh petani atau kelompok petani;
d. bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, penangkaran, atau perikanan;
e. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
f. listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 watt.

23. Apa yang dimaksud dengan bibit dan atau benih yang dibebaskan dari
pengenaan PPN?
Bibit dan atau benih yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah bibit dan atau
benih sebagaimana didefenisikan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
135/KMK.05/1997, bahwa yang dimaksud dengan bibit dan benih adalah segala
jenis tumbuhan atau hewan yang nyata-nyata untuk dikembangbiakan lebih
lanjut dalam rangka pengembangan bidang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, dan perikanan.

24. Apakah batasan bahan baku makanan ternak yang dibebaskan dari
pengenaan PPN?
Bahan baku makanan ternak yang dibebaskan dari pengenaan PPN tidak
termasuk Pelengkap Makanan Ternak (Feed Suplement) dan Imbuhan Makanan
Ternak (Feed Additive).

25. Apakah defenisi barang hasil pertanian yang dibebaskan dari pengenaan
PPN?
Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di
bidang :
a. pertanian, perkebunan dan kehutanan;
b. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
c. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya.
Yang diserahkan oleh petani atau kelompok petani. Petani adalah orang yang
melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan,
- - 77 - -

peternakan, perburuan atau penangkapan, penangkaran, penangkapan atau


budidaya perikanan.

26. BKP Tertentu apa saja yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan
PPN?
BKP Tertentu yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan PPN adalah:
a. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat
angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan
patroli, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang
diimpor oleh Departemen Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI)
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) atau oleh pihak lain
yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI untuk
melakukan impor tersebut, dan komponen atau bahan yang belum dibuat di
dalam negeri, yang diimpor oleh PT (PERSERO) PINDAD, yang digunakan
dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen
Pertahanan, TNI atau POLRI;
b. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional
(PIN);
c. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
d. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal
angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan,
kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau
keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan
Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional,
Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional, atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional,
sesuai dengan kegiatan usahanya;
e. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional,
dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat
udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa
perawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara
Niaga Nasional;
f. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT
(PERSERO) Kereta Api Indonesia, dan komponen atau bahan yang diimpor
oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang
digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk
- - 78 - -

perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT


(PERSERO) Kereta Api Indonesia; dan
g. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen
Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah
Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan
Nasional, yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang
ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI.

27. BKP tertentu apa saja yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan
PPN?
BKP tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN adalah:
- Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok
boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang
batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar
pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah;
- Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat
angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan
patroli dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang
diserahkan kepada Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI, dan
komponen atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan
amunisi oleh PT. (PERSERO) PINDAD untuk keperluan Departemen
Pertahanan, TNI atau POLRI;
- Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional
(PIN);
- Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
- Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal
angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan,
kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau
keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan
Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional, atau
Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan
Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
- Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang
diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka
pemberian jasa perawatan atau reparasi Pesawat Udara kepada Perusahaan
Angkutan Udara Niaga Nasional;
- - 79 - -

- Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh
PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia dan komponen atau bahan yang
diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api
Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang,
peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan
digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
- Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data
batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk
mendukung pertahanan Nasional yang diserahkan kepada Departemen
Pertahanan atau TNI.

28. JKP Tertentu apa saja yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan
PPN?
JKP Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN:
a. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan
Nasional, atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau,
dan Penyeberangan Nasional, yang meliputi:
- Jasa persewaan kapal;
- Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa
labuh;
- Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal;
b. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang
meliputi:
- Jasa persewaan pesawat udara;
- Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara;
c. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PERSERO)
Kereta Api Indonesia;
d. Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan berupa
rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok
boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya dan
pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah;
e. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat
sederhana; dan
f. Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang
dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas photo udara wilayah
Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional.

29. Atas impor barang apa saja yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk
maka PPN dan PPnBM nya tidak dipungut?
- - 80 - -

Yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, tidak dipungut PPN dan PPn BM.
BKP yang dimaksud tersebut adalah:
a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada
Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indoensia dan
tidak memegang paspor Indonesia;
c. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau
kebudayaan;
d. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam
itu yang terbuka untuk umum;
e. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
f. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat
lainnya;
g. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
h. barang pindahan Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri,
mahasiswa yang belajar di luar negeri, Pegawai Negeri Sipil, anggota
Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Republik Indonesia
yang bertugas di luar negeri sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, sepanjang
barang tersebut tidak untuk diperdagangkan dan mendapat rekomendasi dari
Perwakilan Republik Indonesia setempat;
i. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan
barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan Pabean;
j. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang
ditujukan untuk kepentingan umum;
k. perlengkapan militer termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara.

30. Barang-barang apa saja yang merupakan objek PPnBM?


Barang-barang yang menjadi objek PPnBM:
a. kendaraan bermotor;
b. non kendaraan bermotor, seperti:
- Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas,
dan pesawat penerima siaran televisi, misalnya lemari es, mesin cuci,
televisi.
- Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen,
kondominium, town house, dan sejenisnya;
- Kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor
antena;
- Kelompok wangi-wangian;
- - 81 - -

- Kelompok permadani tertentu selain yang terbuat dari serabut kelapa


(coir), sutera atau wool atau bulu hewan halus;
- Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali
untuk keperluan negara atau angkutan umum;
- Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga.

31. Jenis kendaraan bermotor apa saja yang tidak dikenakan PPnBM?
Jenis kendaraan bermotor yang tidak dikenakan PPnBM adalah CKD, sasis,
untuk pengangkut barang, kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi
silinder sampai dengan 250 CC dan kendaraan untuk pengangkutan 16 (enam
belas) orang atau lebih termasuk pengemudi.

32. Jenis kendaraan bermotor apa saja yang dibebaskan PPnBM?


Jenis kendaraan bermotor yang dibebaskan PPn BM adalah ambulan, kendaraan
jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan
pengangkutan umum; kendaraan protokoler kenegaraan; kendaraan bermotor
untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang
termasuk pengemudi, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI,
dan kendaraan patroli TNI/ POLRI.

33. Apakah yang dimaksud dengan Stiker Lunas PPN?


Stiker Lunas PPN adalah pita yang terbuat dari kertas atau bahan lain yang
digunakan sebagai bukti pemungutan dan pelunasan Pajak Pertambahan Nilai
atas penyerahan produk rekaman suara maupun produk rekaman gambar.

34. Jenis Stiker Lunas PPN apa saja yang ada?


a. Stiker Lunas PPN atas Produk Rekaman Suara:

JENIS DPP PPN TERUTANG


Kaset jenis A (berbahasa Indonesia) 8.000 800
Kaset jenis B (berbahasa Asing) 16.000 1.600
Kaset jenis C (berbahasa Daerah) 7.500 750
Compact Disc 1 (Indonesia & 20.000 2.000
campuran daerah)

Compact Disc 2 (Asing & campuran 48.000 4.800


Indonesia)
Video Compact Disc K-1 18.000 1.800
(Indonesia & campuran daerah)
Video Compact Disc K-2 50.000 5.000
- - 82 - -

JENIS DPP PPN TERUTANG


(Asing & campuran Indonesia)

b. Stiker Lunas PPN untuk Produk Rekaman Gambar:

JENIS DPP PPN TERUTANG


JENIS I (Harga Jual s.d 10.000) 10.000 1.000
JENIS II (Harga Jual >10.000 s.d 12.500 1.250
20.000)
JENIS III (Harga Jual >20.000 s.d 25.000 2.500
40.000)
JENIS IV (Harga Jual >40.000 s.d 47.500 4.750
60.000)
JENIS V (Harga Jual >60.000 s.d 65.000 6.500
80.000)
JENIS VI (Harga Jual >80.000 s.d 85.000 8.500
100.000)
JENIS VII (Harga Jual >100.000) 150.000 15.000

35. Bagaimanakah perlakuan PPN atas hasil tembakau?


Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas penyerahan hasil tembakau oleh
Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri
oleh importir hasil tembakau dihitung dengan menerapkan tarif efektif dikalikan
dengan Harga Jual Eceran.
Besarnya tarif efektif atas penyerahan hasil tembakau adalah sebesar 8,4 %
(delapan koma empat persen).

36. Apakah yang merupakan obyek Bea Meterai (Dokumen-dokumen yang


dikenakan BM) berdasarkan Pasal 2 UU BM?
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat perdata, contoh: surat kuasa, surat hibah, surat
pernyataan.
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya.
c. Akta-akta yg dibuat oleh PPAT, termasuk rangkap-rangkapnya.
d. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:
- Yang menyebutkan penerimaan uang;
- Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening di Bank;
- Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; atau
- - 83 - -

- Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya


telah dilunasi atau diperhitungkan.
e. Surat berharga seperti wesel, promes dan aksep.
f. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
pengadilan, yaitu:
- Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
- Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang
lain, selain dari maksud semula.

37. Apakah yang bukan merupakan objek Bea Meterai (Dokumen-dokumen


yang tidak dikenakan BM) berdasarkan Pasal 4 UU BM?
a. Dokumen yang berupa:
- Surat penyimpanan barang;
- Konosemen;
- Surat angkutan penumpang dan barang;
- Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen tersebut di
atas;
- Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
- Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
- Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat tersebut di
atas.
b. Segala bentuk ijazah.
c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayarannya lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta
surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
d. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah
Daerah, dan bank.
e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah dan bank.
f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
g. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada
penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lain yang bergerak di
bidang tersebut.
h. Surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian.
i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam
bentuk apapun.

38. Kapan saat terutang Bea Meterai?


a. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak :
- - 84 - -

pada saat dokumen itu diserahkan dan diterima oleh pihak untuk siapa
dokumen itu dibuat (bukan pada saat ditandatangani), misalnya kuitansi,
cek, dan sebagainya.
b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak :
pada saat selesainya dokumen itu dibuat, yang ditutup dengan pembubuhan
tandatangan yang bersangkutan, misalnya surat perjanjian jual beli, sewa
menyewa, dan sebagainya.
c. Dokumen yang dibuat di Luar Negeri :
pada saat dokumen itu digunakan di Indonesia

39. Bagaimana cara pelunasan Bea Meterai?


a. Menggunakan Benda Meterai (meterai tempel), yaitu :
- Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di
atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai, pada tempat dimana
tandatangan akan dibubuhkan.
- Pembubuhan tandatangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan
dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga
sebagian tandatangan ada di atas kertas dan sebagaian lagi di atas
meterai tempel.
- Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tandatangan harus
dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas
kertas.
- Apabila ketentuan tersebut di atas tidak dipenuhi, maka dokumen yang
bersangkutan dianggap tidak bermeterai.
b. Menggunakan cara lain yg ditetapkan oleh Menteri Keuangan à KMK No.
133b/KMK.04/2000. Pasal 1 KMK mengatur bahwa cara lain adalah dengan
membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan menggunakan :
- mesin teraan meterai,
- teknologi percetakan,
- sistem komputerisasi, dan
- alat lain dengan teknologi tertentu.

40. Dokumen-dokumen apakah yang harus dilakukan Pemeteraian Kemudian


dan berapa besar Bea Meterai yang terutang?
a. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan
sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.
Bea Meterai yang dilunasi adalah sebesar yang terutang pada saat
pemeteraian kemudian dilakukan;
b. Dokumen yang Bea Meterai-nya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana
mestinya.
- - 85 - -

Bea Meterai yang dilunasi adalah sebesar Bea Meterai yang terutang dan
ditambah denda sebesar 200% dari yang kurang dilunasi/terutang;
c. Dokumen yang dibuat di Luar Negeri yang akan digunakan di Indonesia.

PP No. 7 Th. PP No. 24 Th.


UU BM 1995 2000
No. Jenis Dokumen
(1 Jan 86 )- ( - 30 April (1 Mei 2000 –
2000) skr.)
1. Surat perjanjian dan surat- Rp. 1.000,- Rp. 2.000,- Rp. 6.000,-
surat lainnya yang dibuat
dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat
pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat
perdata.
2. Akta-akta Notaris Rp. 1.000,- Rp. 2.000,- Rp 6.000,-
termasuk salinannya.
3. Akta-akta yang dibuat Rp. 1.000,- Rp. 2.000,- Rp 6.000,-
oleh Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT)
termasuk rangkap-
rangkapnya.
4. Surat-surat yang memuat Berdasarkan batas Berdasarkan Berdasarkan
jumlah uang : harga nominal : batas harga batas harga
a. Yang menyebutkan a. Sampai dengan nominal : nominal :
penerimaan uang Rp 250.000,- a. Sampai a. Sampai
b. Yang menyatakan tidak dikenakan dengan Rp dengan Rp
Bea Meterai. 250.000,- 250.000,-
pembukuan uang atau
b. Lebih dari Rp tidak tidak
penyimpanan uang 250.000,- s/d dikenakan dikenakan
Rp 1.000.000,- Bea Bea
dalam rekening di Bank
dikenakan Bea Meterai. Meterai.
c. Yang berisi Meterai Rp b. Lebih dari b. Lebih dari
pemberitahuan saldo 500,-. Rp Rp
rekening di Bank c. Lebih dari Rp 250.000,- 250.000,-
d. Yang berisi pengakuan 1.000.000,- s/d Rp s/d Rp
bahwa hutang uang dikenakan Bea 1.000.000,- 1.000.000,-
seluruhnya atau Meterai Rp dikenakan dikenakan
sebagiannya telah 1.000,- Bea Bea
dilunasi atau Meterai Rp Meterai Rp
diperhitungkan. 1.000,-. 3.000,-.
- - 86 - -

PP No. 7 Th. PP No. 24 Th.


UU BM 1995 2000
No. Jenis Dokumen
(1 Jan 86 )- ( - 30 April (1 Mei 2000 –
2000) skr.)
c. Lebih dari c. Lebih dari
Rp Rp 1.000.000,-
1.000.000,- dikenakan Bea
dikenakan Meterai Rp
Bea 6.000,-
Meterai Rp
2.000,-
5. Cek dan Bilyet giro. Berdasarkan batas Rp. 1.000,- Rp 3.000,-
harga nominal
(sesuai dengan
butir 4) à s/d tg 14
Nop 89, mulai tg
15 Nop 89 tarif Rp
500,-
6. Surat berharga seperti Berdasarkan batas Berdasarkan Berdasarkan
wesel, promes, dan aksep. harga nominal : batas harga batas harga
a. Sampai dengan nominal nominal
Rp 1.000.000,-, (sesuai dengan (sesuai dengan
tidak dikenakan butir 4) butir 4)
Bea Meterai
b. Lebih dari Rp
1.000.000,-
dikenakan Bea
Meterai Rp.
6.000,-

7. Efek dan sekumpulan Berdasarkan batas Berdasarkan Berdasarkan


efek dengan nama dan harga nominal batas harga batas harga
dalam bentuk apapun. (sesuai dengan nominal : nominal :
butir 6) a. Sampai a. Sampai
dengan Rp dengan Rp
1.000.000,- 1.000.000,-
dikenakan dikenakan
Bea Bea
Meterai Rp Meterai Rp
1.000,- 3.000,-
b. Lebih dari b. Lebih dari
- - 87 - -

PP No. 7 Th. PP No. 24 Th.


UU BM 1995 2000
No. Jenis Dokumen
(1 Jan 86 )- ( - 30 April (1 Mei 2000 –
2000) skr.)
Rp Rp
1.000.000,- 1.000.000,-
dikenakan dikenakan
Bea Bea
Meterai Rp Meterai Rp
2.000,- 6.000,-
8. Dokumen yang akan Rp 1.000,- Rp 2.000,- Rp. 6.000,-
digunakan sebagai alat
pembuktian di muka
pengadilan :
a. Surat-surat biasa dan
surat-surat
kerumahtanggaan
b. Surat-surat yang
semula tidak
dikenakan Bea Meterai
berdasarkan tujuannya,
jika digunakan untuk
tujuan lain atau
digunakan oleh orang
lain, selain dari
maksud semula.
- 88 -

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN,


BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A. SUBJEK PAJAK ( 250304 )


1 Siapa Subjek PBB ?
Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas
bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai,
dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek PBB yang dikenakan
kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku menjadi Wajib Pajak.
· Dalam hal objek PBB belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, maka
Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Wajib Pajak.
· Apabila Wajib Pajak dimaksud memberikan keterangan secara tertulis
kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak atas objek
pajak dimaksud, maka :
ü Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan
dimaksud apabila keterangan dimaksud disetujui;
ü Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan
dengan disertai alasan-alasannya apabila keterangan yang
diajukan itu tidak disetujui;
ü Apabila setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterimanya keterangan Direktur Jenderal Pajak tidak
memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu
dianggap diterima.
· Tanda pembayaran/pelunasan PBB bukan merupakan bukti pemilikan hak.

B. OBJEK PAJAK ( 250304 )

1 Apa yang menjadi Objek PBB ?


Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan.
· Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya;
· Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
- jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti
hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu
kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
- jalan TOL;
- 89 -

- kolam renang;
- pagar mewah;
- tempat olah raga;
- galangan kapal, dermaga;
- taman mewah;
- tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
- fasilitas lain yang memberikan manfaat.

2 Objek pajak apa saja yang tidak dikenakan PBB ?


· Objek Pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan
umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan
nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
· Objek Pajak yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau
yang sejenis dengan itu;
· Objek Pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah
negara yang belum dibebani suatu hak;
· Objek Pajak yang digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
· Objek Pajak yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah
bahwa objek PBB semata-mata hanya digunakan untuk pelayanan umum dan
nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui
antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan
yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan
kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik
Negara sesuai Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kehutanan.

3 Bagaimana perlakuan atas Objek PBB yang digunakan oleh negara untuk
penyelenggaraan pemerintahan ?
Objek PBB yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan,
penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

C. TARIF PAJAK (250304 )

1 Berapa besarnya tarif PBB ?


Tarif PBB adalah tunggal sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen).
- 90 -

D. DASAR PENGENAAN DAN CARA MENGHITUNG PBB (250304 )

1 Apa yang boleh dikurangkan dalam penghitungan PBB ?


Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). NJOPTKP diberikan
kepada setiap Wajib Pajak sebagai pengurang penghitungan PBB terutang.

2 Berapa besarnya NJOPTKP ?


NJOPTKP ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak
sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak oleh
Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan
pendapat Pemda setempat.

3 Bagaimana perlakuan pemberian NJOPTKP kepada Wajib Pajak yang


memiliki lebih dari satu Objek PBB ?
NJOPTKP diberikan hanya sekali untuk Objek PBB yang nilainya paling tinggi
untuk satu tahun pajak.

4 Apakah dasar pengenaan PBB ?


Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (sales value = NJOP), yaitu
harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru,
atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya.
Yang dimaksud dengan :
· Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu
pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara
membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya
berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
· Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual
suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang
dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut;
· Nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual
suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak
tersebut.

5 Bagaimana cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang ?


Cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang adalah dengan membuat
klasifikasi bumi dan bangunan, yaitu pengelompokan bumi dan bangunan
- 91 -

menurut nilai jualnya. Klasifikasi dimaksud sekaligus sebagai pedoman


penentuan NJOP.
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bumi
adalah :
1. letak;
2. peruntukan;
3. pemanfaatan;
4. kondisi lingkungan dan lain-lain.
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bangunan
adalah :
1. bahan yang digunakan;
2. rekayasa;
3. letak;
4. kondisi lingkungan dan lain-lain.

6 Apakah dasar penghitungan PBB ?


Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value =
NJKP) yaitu suatu persentase tertentu dari NJOP yang dipergunakan sebagai
dasar penghitungan PBB. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh
persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari NJOP.
Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2002:
· Objek PBB perkebunan, perhutanan, dan pertambangan sebesar 40 % dari
NJOP;
· Objek PBB lainnya :
1) sebesar 40 % dari NJOP apabila NJOP bernilai Rp1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah ) atau lebih;
2) sebesar 20 % dari NJOP apabila NJOP bernilai kurang dari
Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah ).

7. Bagaimana cara menghitung PBB terutang ?


Penghitungan PBB adalah sebagai berikut :
- NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Jumlah NJOP bumi dan
bangunan
- NJOP untuk penghitungan PBB = NJOP sebagai dasar pengenaan PBB
dikurangi dengan NJOPTKP
- NJKP = (20% atau 40%)* x NJOP untuk penghitungan PBB
- PBB yang terutang = 0,5% x NJKP
2
NJOP bumi = luas bumi x NJOP bumi per m
NJOP bangunan = luas bangunan x NJOP bangunan per m2
*) Besarnya ditentukan berdasarkan jumlah NJOP bumi dan
bangunan dan sektor.
- 92 -

E. TAHUN PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT YANG MENENTUKAN PBB


TERUTANG (250304 )

1. Kapan saat PBB terutang?


Saat PBB terutang adalah keadaan objek PBB pada tanggal 1 Januari untuk
suatu tahun pajak tertentu (jangka waktu satu tahun takwim)

2. Dimana tempat PBB terutang?


Tempat PBB terutang adalah :
a. untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang
meliputi letak objek PBB;
b. untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten/Kota, yang meliputi letak objek
PBB.

F. PENDAFTARAN, SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK (SPOP),


SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG (SPPT), DAN SURAT
KETETAPAN PAJAK (SKP) (250304 )

1. Apa kewajiban subjek PBB dalam rangka pendaftaran Objek PBB ?


Mendaftarkan objek PBB-nya dengan mengisi SPOP secara jelas, benar, dan
lengkap serta ditandatangani dan disampaikan ke KPPBB/KP4/tempat lain yang
ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB, selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek PBB.
Pelaksanaan dan tata cara pendaftaran objek pajak sebagaimana diatur lebih
lanjut oleh Menteri Keuangan.
SPOP adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan Objek PBB yang
akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung PBB yang terutang.

Yang dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah:


· Jelas, berarti penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian
rupa, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara
maupun Wajib Pajak sendiri;
· Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya;
· Lengkap berarti seluruh bagian yang harus diisi oleh Wajib Pajak terisi
semua dan ditandatangani.

2. Apa sanksi yang dapat dikenakan apabila Wajib Pajak tidak


mengembalikan SPOP atau mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap ?
a. Sanksi Administrasi
- 93 -

- Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan


setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan
dalam surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
(SKP) dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB
yang terutang.
- Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak
benar (lebih kecil), maka akan diterbitkan SKP dengan sanksi berupa
denda administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang
terutang.
b. Sanksi Pidana
- Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau
mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/
atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan
kerugian bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-
lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat
pajak yang terutang;
- Barang siapa karena dengan sengaja :
1). Tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat
Jenderal Pajak;
2). Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap
dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
3). Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen yang
palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;
4). Tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau
dokumen lainnya;
5). Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan;
sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana
penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar
5 (lima) kali pajak yang terutang. Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua
apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan
sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau
seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.

3. Apakah yang dimaksud dengan SPPT ?


SPPT adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB mengenai besarnya PBB terutang
yang harus dibayar oleh Wajib Pajak pada 1 (satu) tahun pajak tertentu. SPPT
diterbitkan berdasarkan data sebagaimana tertulis pada SPOP.

4. Apa hak Wajib Pajak atas SPPT ?


- 94 -

· Menerima SPPT PBB setiap tahun pajak.


· Mendapatkan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan
PBB.
· Mengajukan keberatan dan atau pengurangan.
· Mendapatkan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau Bukti Pelunasan
Pembayaran PBB dari Tempat Pembayaran (TP yaitu Bank/Kantor Pos yang
tercantum pada SPPT atau ATM) atau Tanda Terima Sementara (TTS) dari
petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK
Walikota/Bupati.

5. Apa kewajiban Wajib Pajak atas SPPT ?


· Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan menyampaikannya kembali
kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/KP4 untuk diteruskan
ke KPPBB yang menerbitkan SPPT atau menyampaikannya ke KPPBB.
· Membayar/melunasi PBB terutang pada tempat yang telah ditentukan.

6. Apakah yang dimaksud dengan SKP PBB?


SKP PBB adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB yang memberitahukan
besarnya PBB yang terutang termasuk denda administrasi kepada Wajib Pajak
yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya.

7. Apa yang menyebabkan SKP PBB diterbitkan ?


SKP diterbitkan apabila :
· Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak disampaikan kembali dalam
jangka waktu 30 hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan
sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
· Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada ternyata
jumlah PBB yang terutang lebih besar dari jumlah PBB yang dihitung
berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh WP.

8. Berapakah besarnya PBB terutang dalam SKP PBB?


· Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh pengembalian
SPOP lewat 30 hari setelah diterima WP adalah sebesar pokok pajak
ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
· Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh hasill
pemeriksaan atau keterangan lainnya, dihitung berdasarkan SPOP ditambah
denda administrasi 25% dari selisih PBB yang terutang.

G. TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN (250304 )

1. Kapan batas waktu pelunasan utang PBB ?


- 95 -

· Berdasarkan SPPT yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-
nya selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT.
· Berdasarkan SKP yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-
nya selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP.

2. Berapa denda yang dikenakan kepada Wajib Pajak yang belum melunasi
utang PBB-nya setelah lewat jatuh tempo ?
PBB terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang
dibayar dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang
dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.

3. Bagaimana cara membayar PBB ?


Wajib pajak membayar PBB terutang melalui :
- Bank atau Kantor Pos yang tercantum pada SPPT atau
- ATM bank-bank tertentu (BCA, BII) atau
- Counter/teller bank-bank tertentu (Bank Nusantara Parahyangan) atau
- Petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK
Walikota/Bupati.
Catatan : Pembayaran harus dilakukan sekaligus (tidak diperkenankan
mencicil).

4. Apakah dasar penagihan PBB ?


Dasar penagihan PBB adalah SPPT, SKP, dan Surat Tagihan Pajak (STP).

5. Apa saja yang dapat ditagih dengan STP PBB?


Pokok pajak terutang yang belum atau kurang dibayar dan atau denda
administrasi. STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak
tanggal diterimanya STP oleh Wajib Pajak.

6. Dalam hal bagaimana STP PBB diterbitkan ?


· Wajib pajak tidak melunasi PBB terutang setelah lewat jatuh tempo
pembayaran SPPT/SKP.
· Wajib pajak melunasi PBB terutang setelah lewat jatuh tempo pembayaran
SPPT/SKP, tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

7. Apakah upaya yang dapat dilakukan apabila STP PBB telah lewat jatuh tempo
dan tidak dilunasi ?
- 96 -

Apabila STP PBB tidak dibayar setelah lewat jatuh tempo ditagih dengan Surat
Paksa (SP) berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa setelah terakhir diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000.

H. KEBERATAN DAN BANDING (250304 )

1. Apa saja yang dapat diajukan permohonan keberatan PBB ?


Yang dapat diajukan keberatan PBB adalah besarnya PBB terutang sebagaimana
tercantum dalam SPPT atau SKP.
Keberatan dimaksud dapat dikarenakan :
· Kesalahan luas bumi dan atau bangunan;
· Kesalahan klasifikasi bumi dan atau bangunan;
· Kesalahan penetapan/pengenaan;
· Terdapat perbedaan penafsiran peraturan perundang-undangan PBB antara
Wajib Pajak dan fiskus;
· Kesalahan Penetapan Subjek Pajak.
Keberatan atas SPPT atau SKP harus diajukan masing-masing dalam satu surat
keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak.

2. Bagaimana tata cara permohonan keberatan PBB ?


· Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada
Kepala KPPBB disertai dengan alasan yang jelas.
· Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SPPT atau SKP,
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
· Diajukan per Objek PBB dan per tahun pajak.
· Melampirkan foto kopi sebagai berikut :
o Bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat; dan/atau
o Bukti Surat Ukur/Rincik; dan/atau
o Akta Jual Beli; dan/atau
o SPPT/SKP; dan/atau
o Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau
o Bukti pendukung (resmi) lainnya.
Ø Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat
Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat
Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat
Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.
Ø Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang
menjadi dasar pengenaan PBB.
- 97 -

Ø Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar PBB dan


pelaksanaan penagihan.

3. Berapa lama jangka waktu penyelesaian permohonan keberatan PBB ?


Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan
atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud
telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan,
maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.

4. Apa yang dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sebelum keputusan


keberatan diterbitkan ?
Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.

5. Apa bentuk keputusan keberatan ?


Keputusan Keberatan dapat berupa :
· menerima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam
pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan terbukti
kebenarannya.
· menerima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam
pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan sebagian
terbukti kebenarannya.
· menolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan
keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti
kebenarannya.
· menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan
dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan,
mengakibatkan peningkatan jumlah PBB-nya.

6. Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan keberatannya


ditolak ?
Wajib pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke Badan
Pengadilan Pajak (BPP).
Ketentuan banding PBB mengikuti ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun 1983
tentang KUP stdtd UU Nomor 16 Tahun 2000.

7. Apa bentuk putusan Banding ?


Putusan Banding dapat berupa :
- menolak;
- 98 -

- mengabulkan sebagian atau seluruhnya;


- menambah pajak yang harus dibayar;
- tidak dapat diterima;

8. Bagaimana sifat Putusan Banding ?


Putusan Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat diajukan
Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

9. Bagaimana jika Putusan Banding menerima sebagian atau seluruhnya ?


Apabila putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan
pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal
pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran PBB sampai dengan
diterbitkannya Putusan Banding.

I. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB (250304 )

1. Bagaimana pengelolaan hasil penerimaan PBB ?


Hasil penerimaan PBB dibagi dengan perimbangan sebagai berikut :
· 10% (duapuluh persen) untuk pemerintah pusat (6,5% dikembalikan lagi
secara merata ke setiap kabupaten/kota dan 3,5% diberikan kepada
kabupaten/kota yang mencapai target penerimaan sektor pedesaan dan
perkotaan);
· 16,2% (enambelas koma dua persen) untuk propinsi;
· 64,8% (enampuluh empat koma delapan persen) untuk kabupaten/kota.
· 9% (sembilan persen) untuk biaya pungut (diberikan kepada kabupaten/kota,
propinsi, dan Ditjen Pajak)

J. PENGURANGAN (250304 )

1. Kepada siapa pengurangan PBB dapat diberikan ?


Pengurangan PBB yaitu pemberian keringanan pembayaran PBB yang terutang
atas Objek PBB dapat diberikan kepada :
· Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek PBB
yang ada hubungannya dengan Subjek PBB dan atau karena sebab-sebab
tertentu lainnya, yaitu :
o lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat
terbatas yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi;
o Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya
- 99 -

meningkat disebabkan karena adanya pembangunan atau perkembangan


lingkungan;
o Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari
pensiun, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
o Objek PBB yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh
masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit
dipenuhi;
o Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak
Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius
sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin
perusahaan;
Pemberian pengurangan dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh
puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib
Pajak.
· Wajib Pajak Orang Pribadi dalam hal objek PBB terkena bencana alam
seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya
serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah
penyakit, dan hama tanaman.
Untuk kondisi Wajib Pajak ini dapat diberikan pengurangan sampai dengan
100% (seratus persen).
· Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela
kemerdekaan termasuk janda/dudanya.
Pemberian pengurangan ditetapkan 75% (tujuh puluh lima persen), akan
tetapi bagi janda/dudanya telah menikah lagi diberikan setinggi-tingginya
75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan
kondisi/penghasilan Wajib Pajak.

2. Bagaimana tata cara pengajuan permohonan pengurangan PBB ?


· Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB
yang menerbitkan SPPT/SKP dengan menyebutkan persentase pengurangan
yang diminta.
· Pengajuan permohonan dilakukan dengan ketentuan :
o Untuk ketetapan PBB s/d Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) dapat
diajukan secara perseorangan atau kolektif (melalui Kepala Desa/Lurah
dan diketahui oleh Camat).
o Untuk ketetapan PBB di atas Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) harus
diajukan oleh WP yang bersangkutan dengan melampirkan :
1). fotokopi SPPT/SKP PBB Tahun Pajak yang dimohonkan;
2). fotokopi STTS tahun pajak terakhir;
3). fotokopi KTP/SIM/Tanda Pengenal Diri lainnya.
- 100 -

o Untuk WP Badan, melampirkan fotokopi :


1). SPPT/SKP PBB tahun yang dimohonkan;
2). fotokopi STTS tahun pajak terakhir;
3). SPT PPh tahun terakhir;
4). Laporan Keuangan Perusahaan.
o Untuk Objek Pajak yang terkena bencana alam, hama tanaman dan
sebab lain yang luar biasa dan bersifat massal diajukan oleh Kepala
Desa/Lurah dengan diketahui oleh Camat dengan mencantumkan nama-
nama Wajib Pajak yang dimohonkan pengurangannya dengan
mempergunakan formulir yang telah ditentukan.
· Permohonan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak
SPPT/SKP diterima Wajib Pajak atau terjadinya bencana alam atau sebab-
sebab lain yang luar biasa.
· Pengurangan atas SKP hanya dapat diberikan atas pokok ketetapan PBB
terutang;
· Apabila batas waktu pengajuan tersebut tidak dipenuhi, maka
permohonannya tidak diproses, dan Kepala KPPBB yang bersangkutan harus
memberitahukan secara tertulis kepada WP/Kepala Desa/Lurah, disertai
penjelasan seperlunya.

3. Apa kriteria pengajuan permohonan pengurangan PBB ?


· Pengurangan PBB untuk masing-masing kabupaten/kota hanya diberikan
untuk 1 (satu) objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan
Wajib Pajak;
· Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki, menguasai dan atau
memanfaatkan lebih dari 1 (satu) objek PBB maka objek yang dapat
diajukan permohonan pengurangan adalah objek PBB yang menjadi tempat
domisili Wajib Pajak;
· Dalam hal Wajib Pajak yang memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan
lebih dari 1 (satu) objek PBB adalah Wajib Pajak Badan, maka objek yang
dapat diajukan permohonan pengurangan adalah salah satu objek pajak yang
dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak.

K. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PBB (250304 )

1. Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran PBB ?


Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terjadi dalam hal
pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) lebih besar dari jumlah PBB
yang seharusnya terutang.

2. Apakah penyebab terjadinya kelebihan pembayaran PBB ?


- 101 -

· Perubahahan peraturan;
· Surat Keputusan Pemberian Pengurangan;
· Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan;
· Putusan Banding;
· Kekeliruan pembayaran.

3. Bagaimanakah perlakuan atas kelebihan pembayaran PBB ?


Kelebihan Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak (restitusi),
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau disumbangkan kepada Negara.

4. Bagaimana tata cata pengajuan permohonan atas kelebihan pembayaran


PBB ?
· WP mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
menyebutkan jumlah kelebihan pembayaran disertai alasan yang jelas
kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPPBB yang menerbitkan
SPPT/SKP/STP.
· Surat permohonan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat;
· Surat permohonan dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan Objek
Pajak yang dimohonkan berupa:
- fotokopi SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan Keberatan/Banding
dan/atau Surat Keputusan pemberian pengurangan;
- Asli Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB.

5. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama KPPBB harus memberikan


jawaban atas surat permohonan dari Wajib Pajak ?
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dari
Wajib Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat keputusan tidak
diterbitkan maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan.

6. Apakah bentuk Surat Keputusan yang dapat diterbitkan atas


pengembalian kelebihan pembayaran PBB ?
Kepala KPPBB atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan :
· Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak PBB (SKKPP PBB), apabila
jumlah PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;
· Surat Pemberitaan (SPb), apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan
jumlah PBB yang seharusnya terutang;
· Surat Ketetapan Pajak (SKP), apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata
kurang dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.
- 102 -

7. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama Kepala KPPBB harus


menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak PBB
(SPMKPPBB)?
Kepala KPPBB harus menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak
PBB (SPMKPPBB) dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya
SKKPPPBB. Dalam hal KPPBB terlambat menerbitkan SPMKPPBB, maka WP
diberikan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan sampai dengan diterbitkannya
SPMKPPBB.

L. LAIN-LAIN (250304 )

1. Siapakah yang dimaksud Pejabat yang berkaitan dengan Objek PBB ?


Pejabat yang tugas pekerjaannya berkaitan langsung dengan objek PBB adalah :
Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, Notaris Pejabat Pembuat Akta
Tanah, dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

2. Apa kewajiban Pejabat ?


Pejabat yang dalam jabatannya atau tugas pekerjaannya berkaitan langsung
dengan objek pajak, wajib :
· menyampaikan laporan bulanan mengenai semua mutasi dan perubahan
keadaan objek PBB secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB;
· memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan Direktorat
Jenderal Pajak.

3. Selain Pejabat dimaksud siapakah yang mempunyai kewajiban untuk


memberikan keterangan yang ada hubungannya dengan objek PBB ?
Pejabat lain yang ada hubungannya dengan objek PBB yang mempunyai
kewajiban memberikan keterangan adalah Lurah atau Kepala Desa, Pejabat
Dinas Tata Kota, Pejabat Dinas Pengawasan Bangunan, Pejabat Agraria, Pejabat
Balai Harta Peninggalan.

4. Bagaimana seandainya pejabat dimaksud terikat dengan rahasia jabatan


yang harus dipegang sehubungan dengan penyampaian keterangan yang
ada hubungannya dengan objek PBB ?
Dalam hal pejabat dimaksud terikat oleh kewajiban untuk memegang rahasia
jabatan, kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan sepanjang menyangkut
pelaksanaan Undang-undang PBB.
- 103 -

5. Apa sanksi bagi Pejabat yang tidak menyampaikan laporan ?


Pejabat yang tidak memenuhi kewajiban dapat dikenakan sanksi menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain : Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil,
Staatsblad Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris.

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN


A. SUBJEK PAJAK (250304 )
1. Siapa Subjek BPHTB ?
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas
tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar
BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.
B. OBJEK PAJAK (250304 )
1. Apa yang menjadi objek BPHTB ?
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi:
a. Pemindahan hak karena:
1. jual beli;
2. tukar-menukar;
3. hibah;
4. hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai
pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau
badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat
meninggal dunia;
5. waris;
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau
badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai
penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya
tersebut;
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan
sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan kepada sesama pemegang hak bersama;
8. penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang
oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah
Lelang;
9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap,
yaitu adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum
- 104 -

sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan
hakim tersebut;
10. penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau
lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan
usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung;
11. peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha
dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan
usaha yang bergabung tersebut;
12. pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua
badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan
mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru
tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama;
13. hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah
dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
hukum kepada penerima hadiah.

b. Pemberian hak baru karena:


1. kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang
pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari
pelepasan hak;
2. di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang
pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
o Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan
atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
o Objek pajak yang diperoleh karena waris dan hibah wasiat pengenaan
BPHTB-nya diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 111 Tahun 2000;
o Objek pajak yang diperoleh karena pemberian hak pengelolaan
pengenaan BPHTB-nya diatur lebih lanjut dengan PP Nomor 112 Tahun
2000;

2. Apa saja yang termasuk hak atas tanah ?


Hak atas tanah meliputi :
a. hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan
oleh Pemerintah;
b. hak guna usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan
oleh perundang-undangan yang berlaku;
- 105 -

c. hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka
waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
d. hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak
bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat
perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga
hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang
bersangkutan.
f. hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara
lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan
tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari
tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak
ketiga.

3. Objek pajak apa saja yang tidak dikenakan BPHTB ?


· objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik;
· objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan
dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
· objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas
badan atau perwakilan organisasi tersebut;
· objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak
atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
· objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf;
· objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk
kepentingan ibadah.

o Yang dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan
guna kepentingan umum adalah tanah dan atau bangunan yang digunakan
- 106 -

untuk penyelenggaraan pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupun oleh


Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan, misalnya, tanah dan atau bangunan yang digunakan
untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum.
o Yang dimaksud dengan konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama
menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk
pengakuan hak oleh Pemerintah.
o Yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum orang pribadi atau badan
yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa hak milik
tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya
untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa
imbalan apapun.

C. TARIF PAJAK (250304 )

1. Berapa besarnya tarif BPHTB ?


Tarif BPHTB adalah 5% (lima persen).

D. DASAR PENGENAAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK (250304 )

1. Apakah dasar pengenaan BPHTB ?


Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu
a. jual beli adalah harga transaksi;
b. tukar-menukar adalah nilai pasar;
c. hibah adalah nilai pasar;
d. hibah wasiat adalah nilai pasar;
e. waris adalah nilai pasar;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap adalah nilai pasar;
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
nilai pasar;
j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
k. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
l. peleburan usaha adalah nilai pasar;
m. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
n. hadiah adalah nilai pasar;
o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum
dalam Risalah Lelang.
- 107 -

Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan
BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB.

o Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah
disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
o Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum ditetapkan,
besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

2. Apa yang boleh dikurangkan dalam penghitungan BPHTB ?


Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP
diberikan untuk setiap perolehan hak sebagai pengurang penghitungan BPHTB
terutang.

3. Berapa besarnya NPOPTKP ?


NPOPTKP ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak
Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak
karena waris, atau hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi dalam
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau
satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri,
NPOPTKP regional paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
o Besarnya NPOPTKP ditetapkan oleh Kepala Kanwil DJP atas nama
Menteri Keuangan untuk setiap kabupaten/kota dengan mempertimbangkan
pendapat Pemda setempat.
o Ketentuan besarnya NPOPTKP diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 113
Tahun 2000.

4. Bagaimana cara menghitung BPHTB terutang ?


· BPHTB terutang = 5% x NPOP Kena Pajak;
· NPOP Kena Pajak = NPOP – NPOPTKP.

E. SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG (250304 )

1. Kapan saat BPHTB terutang dan harus dilunasi ?


Saat terutang dan pelunasan BPHTB untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, yaitu
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta pemindahan hak di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris;
b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
- 108 -

d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan


haknya ke Kantor Pertanahan;
e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta;
f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat
dan ditandatanganinya akta;
g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, yaitu tanggal
ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau
kantor lelang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang memuat antara lain nama pemenang lelang.
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap;
i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian
hak;
k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal
ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta;
m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.

2. Dimana tempat BPHTB terutang?


Tempat BPHTB terutang adalah wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang
meliputi letak tanah dan atau bangunan.

F. PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN (250304 )

1. Sistem apakah yang dipakai sebagai dasar pemungutan BPHTB ?


Sistem self assessment, dimana Wajib Pajak membayar BPHTB yang terutang
dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.

2. Bagaimana cara membayar BPHTB ?


BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi
BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank
Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh
- 109 -

Menteri Keuangan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (SSB).

3. Dalam waktu berapa lama SKBKB dapat diterbitkan ?


Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah BPHTB yang terutang kurang
dibayar.

4. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKB ?


BPHTB terutang dalam SKBKB adalah BPHTB terutang yang belum atau
kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua
persen) sebulan dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya
BPHTB sampai dengan diterbitkannya SKBKB dimaksud.

5. Dalam waktu berapa lama SKBKBT dapat diterbitkan ?


Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan
data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan
penambahan jumlah BPHTB yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB.

6. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKBT ?


BPHTB terutang dalam SKBKBT adalah BPHTB terutang yang belum atau
kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut, kecuali Wajib
Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

7. Bilamana STB diterbitkan ?


Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB) diterbitkan
apabila :
a. BPHTB yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB
sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.

8. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam STB ?


BPHTB terutang dalam STB akibat tidak atau kurang dibayar dan akibat salah
tulis dan atau hitung adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang dibayar
- 110 -

ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari
jumlah kekurangan BPHTB tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan sejak saat terutangnya BPHTB.

9. Bagaimana kedudukan STB dalam proses penagihan BPHTB ?


STB mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak
sehingga penagihannya dapat dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa.

10. Apakah dasar penagihan BPHTB ?


· Dasar penagihan BPHTB adalah SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah.
· Tata cara penagihan BPHTB diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri
Keuangan.

11. Berapa lama jangka waktu pelunasan SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar
bertambah?
· BPHTB terutang dalam SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah harus dilunasi
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib
Pajak;
· Apabila sampai dengan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud
tidak atau kurang dibayar, dapat ditagih dengan Surat Paksa, yaitu surat
perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mempunyai
kekuatan sama dengan putusan pengadilan (parate executie).

G. KEBERATAN, BANDING, DAN PENGURANGAN (250304 )

1. Apa saja yang dapat diajukan permohonan keberatan BPHTB ?


Yang dapat diajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak adalah:
a. SKBKB, yaitu surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah BPHTB
terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;
b. SKBKBT, yaitu surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah
BPHTB yang telah ditetapkan;
- 111 -

c. SKBLB, yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan


pembayaran BPHTB karena jumlah BPHTB yang telah dibayar lebih besar
daripada BPHTB yang seharusnya terutang;
d. SKBN, yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah BPHTB yang terutang
sama besarnya dengan jumlah BPHTB yang dibayar.

2. Bagaimana tata cara permohonan keberatan BPHTB ?


· Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada
Kepala KPPBB dengan mengemukakan jumlah BPHTB yang terutang
menurut penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang jelas, yaitu
didukung dengan data atau bukti bahwa jumlah BPHTB yang terutang atau
lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar;
· Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SKBKB,
SKBKBT, SKBLB, atau SKBN; kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan
bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya.
· Melampirkan foto kopi sebagai berikut :
o Fotocopy SSB
o Asli SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN
o Fotocopy Akta/Risalah Lelang/Surat Keputusan Pemberian Hak
Baru/Putusan Hakim
o Fotocopy KTP/ Paspor / KK /identitas lain
Ø Permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai
Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan;
Ø Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat
Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan
melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut
bagi kepentingan Wajib Pajak.
Ø Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi
dasar pengenaan BPHTB.
Ø Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar BPHTB dan
pelaksanaan penagihan.

3. Berapa lama jangka waktu penyelesaian permohonan keberatan BPHTB ?


Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan
atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud
telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan,
maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.
- 112 -

4. Apa yang dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sebelum keputusan


keberatan BPHTB diterbitkan ?
Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.

5. Apa bentuk keputusan keberatan ?


Keputusan Keberatan dapat berupa:
· menerima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam
pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan terbukti
kebenarannya.
· menerima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam
pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan sebagian
terbukti kebenarannya.
· menolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan
keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti
kebenarannya.
· menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan
dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan,
mengakibatkan peningkatan jumlah BPHTB-nya.

6. Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan keberatannya


ditolak ?
· Wajib Pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke
Badan Pengadilan Pajak (BPP).
· Permohonan dimaksud diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

7. Apa bentuk putusan Banding ?


Putusan Banding dapat berupa :
- menolak;
- mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
- menambah pajak yang harus dibayar;
- tidak dapat diterima;

8. Bagaimana sifat Putusan Banding ?


Putusan Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat diajukan
Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

9. Bagaimana jika Putusan Banding menerima sebagian atau seluruhnya ?


- 113 -

Apabila putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan


pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal
pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran BPHTB sampai dengan
diterbitkannya Putusan Banding.

10. Kepada siapa pengurangan BPHTB dapat diberikan ?


Pengurangan BPHTB dapat diberikan Wajib Pajak melalui permohonan karena:
a. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek BPHTB,
atau
b. kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu,
atau
c. tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan
yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan.

H. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN (250304 )

1. Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran BPHTB ?


Kelebihan pembayaran BPHTB terjadi dalam hal :
a. BPHTB yang dibayar lebih besar daripada yang seharusnya terutang;
b. BPHTB yang dibayar tidak seharusnya terutang;
c. permohonan pengurangan dikabulkan;
d. pengajuan keberatan atas ketetapan BPHTB dikabulkan seluruhnya atau
sebagian;
e. permohonan banding terhadap keputusan keberatan dikabulkan seluruhnya
atau sebagian;
f. perubahan peraturan.

2. Bagaimanakah perlakuan atas kelebihan pembayaran BPHTB ?


Kelebihan Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak (restitusi),
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau disumbangkan kepada Negara.

3. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama KPPBB harus memberikan


jawaban atas surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
BPHTB dimaksud ?
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dari
Wajib Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat keputusan tidak
diterbitkan maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan serta Kepala
KPPBB harus menerbitkan SKBLB dalam jangka waktu paling lama 1 (satu)
bulan.
- 114 -

4. Apakah bentuk Surat Keputusan yang dapat diterbitkan atas


pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB ?
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan (sederhana dan
lapangan) menerbitkan:
· SKBLB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata lebih besar daripada
jumlah BPHTB yang terutang atau dilakukan pembayaran BPHTB yang
tidak seharusnya terutang;
· SKBN, apabila jumlah BPHTB yang dibayar sama dengan jumlah BPHTB
yang terutang;
· SKBKB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah
BPHTB yang seharusnya terutang.

5. Kapan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan ?


Pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKBLB, yaitu dengan
diterbitkannya Surat Perintah Membayar Kelebihan BPHTB (SPMKB) oleh
Kepala KPPBB. Dalam hal Kepala KPPBB terlambat menerbitkan SPMKB,
maka Wajib Pajak diberikan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan sampai
dengan diterbitkannya SPMKB dimaksud.

I. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB (250304 )

1. Bagaimana pengelolaan hasil penerimaan BPHTB ?


Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan perimbangan sebagai berikut :
- 20% (duapuluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya
dikembalikan lagi secara merata ke setiap kabupaten/kota
- 16% (enambelas persen) untuk propinsi;
- 64% (enampuluh empat persen) untuk kabupaten/kota.

J. KETENTUAN BAGI PEJABAT (250304 )

1. Kapan Pejabat dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah


dan atau bangunan, menandatangani risalah lelang, menandatangani dan
menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah (SKPH),
mendaftar peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat ?
· Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta
pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
- 115 -

· Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang


perolehan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
· Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan SKPH hanya
dapat menandatangani dan menerbitkan surat keputusan dimaksud pada saat
Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
· Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya
dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat Wajib
Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.

2. Apa sanksi bagi PPAT/Notaris atau Pejabat Lelang Negara yang


menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau
bangunan/risalah lelang tanpa adanya bukti pembayaran berupa SSB ?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 7.500.000,00 (tujuh juta
lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.

3. Apa kewajiban PPAT/Notaris atau Pejabat Lelang Negara ?


Melaporkan pembuatan akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan atau
Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Direktorat
Jenderal Pajak (KPPBB setempat) selambat-lambatnya pada tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya.

4. Apa sanksi bagi PPAT/Notaris yang tidak melaporkan pembuatan akta


pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.

5. Apa sanksi bagi Pejabat Pertanahan yang menandatangani dan


menerbitkan SKPH atau mendaftar peralihan hak atas tanah karena waris
atau hibah wasiat tanpa adanya bukti pembayaran berupa SSB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

4. Apa sanksi bagi Kepala Kantor Lelang Negara yang tidak melaporkan
pembuatan risalah lelang ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
- 116 -

PEMERIKSAAN PENYIDIKAN DAN PENAGIHAN

A. Pemeriksaan (250304)

1. Apakah yang menjadi tujuan pemeriksaan


· Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
· Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan

2. Mengapa Pemeriksaan Pajak Perlu dilakukan dalam Sistem Self


Assesment ?
· Pemeriksaan Pajak dilakukan dalam upaya menguji kepatuhan Wajib Pajak
(WP) dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dalam menghitung,
memperhitungkan, melaporkan dan membayarkan pajak terhutang sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku secara benar dan lengkap.
· Pemeriksaan Pajak juga merupakan suatu sarana pengawasan untuk
meningkatkan kepatuhan WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya

Dalam Sistem self assessment, Pemeriksaan Pajak perlu dilakukan untuk


memberi rasa keadilan pada WP yang telah memenuhi kewajiban perpajakannya
dalam menghitung, memperhitungkan, melaporkan dan membayarkan pajak
terhutang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku secara benar dan
lengkap.
Dalam proses Pemeriksaan Pajak juga dilakukan penyuluhan dan pembinaan
kepada WP yang diperiksa sehingga tingkat kepatuhannya semakin meningkat
sekaligus memberikan detterent effect kepada WP yang lain meskipun mereka
tidak diperiksa.

3. Apakah semua pegawai DJP boleh melakukan pemeriksaan ?


Tidak, hanya pegawai yang dinilai mampu dan kompeten saja yang boleh
melakukan pemeriksaan
Tehadap pegawai yang dinilai mampu tersebut, Dirjen Pajak akan menerbitkan
kartu tanda pengenal pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak. Tanda
pengenal dan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak tersebut harus diperlihatkan
kepada Wajib Pajak pada saat melakukan pemeriksaan. Wajib Pajak dapat
menolak dilakukannya pemeriksaan apabila pemeriksa tidak dapat menunjukkan
kedua hal tersebut.
- 117 -

4. Apakah semua WP harus diperiksa ?


Tidak.
Pemeriksaan Pajak dilakukan terhadap WP yang mencoba untuk tidak patuh atau
memutuskan untuk tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya perlu
dilakukan pemeriksaan sehingga menjadi WP patuh. Sedangkan bagi WP yang
telah patuh atau telah berupaya menjadi WP patuh perlu diberikan pembinaan
dan pelayanan dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sehingga
menjadi WP yang patuh secara sukarela.

5. Apa yang menjadi kriteria dilakukannya pemeriksaan ?


· SPT menunjukkan kelebihan pembayaran pajak;
· SPT menunjukkan rugi;
· SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang ditetapkan;
· SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal
Pajak;
· Ada indikasi kewajiban perpajakan tidak dipenuhi.
Semua Wajib Pajak berpeluang untuk dilakukan pemeriksaan sepanjang
memenuhi kriteria tersebut.

6. Apa jenis pemeriksaan dan berapa lama jangka waktunya?


· Pemeriksaan Sederhana Kantor: 4 minggu dan dapat diperpanjang 2 minggu
· Pemeriksaan Sederhana Lapangan: 1 bulan dan dapat diperpanjang 1 bulan
· Pemeriksaan Lengkap: 2 bulan dan dapat diperpanjang 6 bulan

7. Apa yang menjadi kewajiban Wajib Pajak yang sedang diperiksa?


· Wajib Pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri
pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan;
· Wajib Pajak wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-
catatan, dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran
pemeriksaan dan memberikan keterangan dalam jangka waktu paling lama 7
(tujuh) hari sejak tanggal surat permintaan, dan apabila permintaan tersebut
tidak dipenuhi oleh wajib pajak, maka pajak yang terhutang dapat dihitung
secara jabatan;
· Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan
persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujuinya;
· Dalam hal pemeriksaan lengkap, Wajib Pajak atau kuasanya wajib
menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan
tersebut tidak atau tidak seluruhnya disetujui.
- 118 -

8. Apa yang menjadi hak dari Wajib Pajak yang diperiksa ?


· Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk
memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda pengenal
Pemeriksa;
· Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan;
· Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa rincian yang berkenaan
dengan hal-hal yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil
pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan.

9. Dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa diwakili oleh kuasanya, apakah
syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi kuasa dari Wajib Pajak
· Menyerahkan surat kuasa khusus yang asli;
· Menguasai ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan, yang dibuktikan
dengan memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak
atau ijazah formal pendidikan dibidang perpajakan yang diterbitkan oleh
lembaga pendidikan negeri/ swasta dengan status disamakan dengan negeri;
· Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan atau tindak pidana lain di bidang keuangan negara

Kewenangan kuasa dari Wajib Pajak tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban


formal dan materiil serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan.

10. Dapatkah Pemeriksaan Lapangan dilaksanakan apabila Wajib Pajak atau


kuasanya tidak berada di tempat?
Dapat, sepanjang ada pihak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk
bertindak selaku yang mewakili Wajib Pajak. Meskipun demikian terbatas
untuk hal yang ada dalam kewenangannya, dan selanjutnya pemeriksaan ditunda
untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya. Untuk keperluan pengamanan
pemeriksaan, maka sebelum Pemeriksaan Lapangan ditunda, Pemeriksa Pajak
dapat melakukan penyegelan.

11. Apakah pemeriksaan dapat dilakukan oleh pemeriksa yang berbeda dalam
waktu yang bersamaan ?
Dapat. Apabila jenis pajak yang diperiksa atau tahun pajaknya atau lokasi
tempat pemeriksaannya berbeda/tidak sama.

12. Dapatkah Wajib Pajak diperiksa beberapa tahun berturut-turut?


Dapat.
- 119 -

Wajib Pajak dapat diperiksa beberapa tahun berturut-turut dengan alasan


pemeriksaan yang berbeda-beda, misalnya:
· Surat Pemberitahuan Tahunan PPh setiap tahun menyatakan lebih bayar;
· Surat Pemberitahuan Tahunan PPh menyatakan rugi;
· Data Baru atau data yang belum terungkap;
· Adanya data dari pihak ketiga, misalnya pengaduan masyarakan;
· Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak terpilih untuk diperiksa
berdasarkan sistem Kriteria Seleksi;

13. Dapatkah pemeriksaan pajak diperluas ke tahun pajak sebelumnya?


Dapat, dengan alasan:
· Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak menyatakan adanya kompensasi
kerugian dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dilakukan pemeriksaan;
· Sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur Pemeriksaan, Penyidikan
dan Penagihan Pajak

14. Mengapa dilakukan pemeriksaan terhadap WP yang pindah alamat atau


daerah tempat tinggalnya ?
Pemeriksaan pada WP yang pindah alamat dilakukan sebagai langkah antisipatif
terhadap WP yang bersangkutan mempunyai itikad tidak baik untuk
menggelapkan kewajiban pajaknya dan juga untuk tertib administrasi perpajakan
dimana WP yang terdaftar di suatu KPP jika ingin pindah ke KPP lain maka
berkas-berkas pajaknya tetap berkelanjutan.

15. Apakah suatu kewajiban perpajakan yang telah di SKP bisa diperiksa
kembali oleh pihak fiskus?
Setiap SKP bisa diperiksa kembali atau dibetulkan kecuali bila telah lewat waktu
(daluwarsa 10 tahun). Kewajiban perpajakan yang telah di SKP akan diperiksa
kembali bila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum
diungkap. Data baru artinya data itu berasal dari temuan pemeriksa dari sumber
lain dan atau data yang semula belum diungkap adalah data yang belum
disampaikan oleh WP dalam laporan pajaknya. Bila data baru/data yang semula
belum diungkap itu berasal dari temuan pemeriksa sendiri maka disamping
pokok pajak, WP juga harus membayar sanksi kenaikan 100 % dan ditetapkan
via SKPKBT. Tetapi bila data baru/data yang semula belum diungkap itu
disampaikan sendiri oleh WP maka sanksi kenaikan tidak dikenakan.
16. Apa kriteria Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan ulang ?
· Terdapat data baru atau data yang semula belum terungkap
· Adanya laporan pengaduan yang masuk dari masyarakat
· Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Dirjen Pajak
- 120 -

17. Oleh karena pemeriksaan tahun berjalan membutuhkan buku-buku,


catatan-catatan dan dokumen pendukung yang mungkin dibutuhkan oleh
Wajib Pajak dalam menjalankan kegiatan usahanya pada tahun yang
bersangkutan, dapatkah buku-buku, catatan-catatan dan dokumen
pendukung yang dipinjamkan tersebut hanya berupa fotokopi?
Buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang dipinjam dapat berupa
fotokopi dan atau hasil pengolahan data elektronik, dengan ketentuan Wajib
Pajak yang diperiksa membuat Surat Pernyataan Wajib Pajak bahwa fotokopi
dan atau hasil pengolahan data elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa
Pajak adalah sesuai dengan aslinya.

19 Apabila Wajib Pajak tidak bersedia meminjamkan buku-buku, catatan-


catatan dan atau dokumen pendukung, bolehkah Pemeriksa Pajak
mengambil data-data tersebut secara paksa?
Tidak. Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Tidak Dapat Dipenuhinya
Peminjaman Buku, Catatan dan Dokumen.

20. Mengapa dalam pemeriksaan pajak Wajib Pajak yang selalu


membawa/menggotong semua file yang diminta ke kantor pajak dan
mengapa bukan Petugas Pajak yang datang ke kantor karena semua file
ada dikantor Wajib Pajak agar pemeriksaannya cepat selesai ?
Pelaksanaan Pemeriksaan tidak sepenuhnya dapat dilakukan ditempat WP oleh
petugas pemeriksa pajak yang bersangkutan, oleh karenanya jalan keluar yang
diambil adalah petugas pemeriksa meminjam dokumen WP untuk diperiksa di
Kantor Pajak atau WP diminta mengirimkan dokumen pembukuan ke Kantor
Pajak untuk diperiksa.
Untuk jenis Pemeriksaan Kantor (PK), karena pemeriksaan pajak dilakukan di
Kantor Pajak maka tidak mungkin pemeriksaan dapat dilakukan kalau dokumen
WP yang diperlukan tidak dipinjamkan dan dikirimkan ke Kantor Pajak

21. Apa hak dan kewajiban pemeriksa pajak ?


Hak Pemeriksa pajak :
§ Memanggil WP ke Kantor DJP dengan surat panggilan pada pemeriksaan
kantor memeriksa dan atau meminjam buku, catatan dan dokumen
§ Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis
§ Memasuki tempat atau ruangan tertentu
§ Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu
§ Meminta keterangan dan/atau data dari pihak ketiga Kewajiban Pemeriksa
pajak
§ Pemeriksa harus memiliki Tanda Pengenal Pemeriksa dan dilengkapi Surat
Perintah Pemeriksaan
- 121 -

§ Memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukan Pemeriksaan


§ Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan
§ Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
§ Membuat Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP)
§ Memberi petunjuk kepada WP tentang penyelenggaraan pembukuan
§ Mengembalikan buku, catatan, dan dokumen
§ Tidak memberitahukan kepada pihak lain tentang segala sesuatu yang
berkenaan dengan Wajib Pajak yang diperiksa.

22. Apakah pemeriksa pajak berhak meminta fotokopi rekening koran bank
yang bukan atas nama perusahaan itu sendiri,?
Petugas pemeriksa pajak hanya boleh memeriksa dan meminjam dokumen
pembukuan yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang sedang diperiksanya (WP yang
tercantum dalam Surat Perintah Pemeriksaan Pajak, sesuai dengan tahun pajak
dan jenis pajak-nya). Jadi dia tidak berhak meminta fotokopi rekening koran atas
nama pribadi pegawai perusahaan yang sedang diperiksa, tetapi dimungkinkan
bagi pemeriksa untuk meminta keterangan tertulis dari pihak ketiga (termasuk
pegawai/sekretaris dari perusaahaan yang sedang diperiksa) sehubungan dengan
transaksi yang pernah terjadi antara perusahaan yang sedang diperiksa dengan
pihak ketiga tersebut

24. Apakah Wajib Pajak mempunyai hak untuk meminta dasar koreksi dari
Pemeriksa Pajak?
Pemeriksa berkewajiban memberikan dasar koreksi pemeriksaan pajak apabila
diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan keberatan

25. Bolehkah Wajib Pajak tidak menyetujui hasil pemeriksaan?


Boleh. Hal ini merupakan salah satu hak dari Wajib Pajak dimana atas produk
hasil pemeriksaan tersebut dapat diajukan permohonan keberatan kepada
Direktur Jenderal Pajak.

26. Dalam hal apa pemeriksa dapat melakukan penyegelan ?


Penyegelan dapat dilakukan terhadap orang atau badan yang pada saat dilakukan
pemeriksaan tidak bersedia memberi kesempatan kepada petugas pemeriksa
untuk memasuki tempat-tempat/ruangan-ruangan tertentu yang diduga disimpan
didalamnya pembukuan, dokumen-dokumen, dan catatan-catatan yang
diperlukan, hal ini dilakukan guna mengamankan atau mencegah hilangnya
pembukuan, dokumen-dokumen dan catatan-catatan tersebut.
- 122 -

B. Penyidikan ( 250304 )

1. Apa yang termasuk dalam tindak pidana di bidang perpajakan


Perbuatan yang
· dilakukan oleh seseorang atau badan yang diwakili orang tertentu
(pengurus);
· memenuhi rumusan undang-undang;
· diancam dengan sanksi pidana;
· melawan hukum;
· dilakukan di bidang perpajakan;
· dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara

2. Perbuatan apa saja yang termasuk tindak pidana di bidang perpajakan ?


· Apabila Wajib Pajak karena kealpaannya :
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
· Apabila Wajib Pajak dengan sengaja :
- tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan
tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau
- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
- menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap; atau
- menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29; atau
- memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu
atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
- tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen
lainnya; atau
- tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,

3. Apa yang dimaksud dengan Penyidik Pajak ?


Pejabat pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak,
yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
- 123 -

4. Siapa saja yang dapat disidik dalam bidang perpajakan?


· Setiap orang yang karena kealpaannya:
- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
- menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
· Setiap orang yang dengan sengaja:
- tidak mendaftarkan diri, atau
- menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; atau
- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
- menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap; atau
- menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau
- memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu
atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
- tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen
lainnya; atau
- tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut,
· Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak
atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan
kompensasi pajak.

5. Apakah Wajib Pajak yang diduga melakukan tindak pidana di bidang


perpajakan dapat langsung disidik?
Tidak, terhadap Wajib Pajak dilakukan Pengamatan atau Pemeriksaan lebih
dahulu.
Apabila berdasarkan hasil Pengamatan atau Pemeriksaan ditemukan indikasi
tindak pidana di bidang perpajakan, maka dilakukan Pemeriksaan Bukti
Permulaan. Apabila hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan menunjukkan bahwa
telah terdapat bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, maka barulah
diusulkan untuk ditindaklanjuti dengan Penyidikan Pajak.
- 124 -

6. Apa saja yang menjadi wewenang penyidik pajak?


· Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
· Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan;
· Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
· Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
· Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut;
· Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan;
· Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas
orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
· Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
· Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
· Menghentikan penyidikan;
· Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang bertanggung jawab.

7. Dalam hal apa penyidikan dapat dihentikan?


Penyidikan dihentikan dalam hal:
· Tidak terdapat cukup bukti, atau
· Peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan,
atau
· Daluwarsa (sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa
Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang
bersangkutan), atau
· Tersangka meninggal dunia, atau
· Perintah Jaksa Agung atas permintaan Menteri Keuangan karena alasan
penerimaan negara.
Penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada butir terakhir hanya
dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang
dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan, ditambah dengan sanksi
- 125 -

administrasi berupa denda sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

C. PENAGIHAN ( 250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan Penagihan Pajak?


Serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak yang dilakukan dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

2. Apa yang menjadi dasar penagihan pajak?


a. Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang
Bayar (SKBKB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), Surat Tagihan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB), dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar
penagihan pajak
c. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB, Surat Ketetapan (SKP)
PBB, dan Surat Tagihan PBB.
Terbitnya ketetapan di atas, merupakan sarana administrasi bagi Direktur
Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak.

3. Berapa lama daluwarsa penagihan pajak?


Daluwarsa penagihan pajak adalah 10 tahun terhitung sejak saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang
bersangkutan.
Daluwarsa ini dapat tertangguh apabila; diterbitkan surat teguran dan Surat
Paksa, ada pengakuan utang pajak dari WP baik langsung maupun tidak
langsung.

4. Siapa yang dapat melaksanakan tugas penagihan pajak?


Jurusita Pajak.
- 126 -

Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi


penagihan seketika sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan
penyanderaan. Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat.

5. Apakah Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk mengangsur


atau menunda pembayaran pajak terutang?
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur
atau menunda pembayaran pajak yang terutang dalam:
- Surat Tagihan Pajak,
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
- Surat Keputusan Pembetulan,
- Surat Keputusan Keberatan,
- Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang
bertambah
- Pajak Penghasilan Pasal 29

6. Kegiatan apa saja yang termasuk tahapan penagihan pajak ?


- Penerbitan Surat Teguran
- Penerbitan Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus
- Penerbitan Surat Paksa
- Pelaksanaan penyitaan
- Pengumuman lelang
- Lelang

7. Dalam hal apa Surat Teguran diterbitkan?


Surat Teguran diterbitkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

8. Dalam hal apa Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan?


Jurusita pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran dan diterbitkan sebelum penerbitan Surat
Paksa, apabila:
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
atau berniat untuk itu;
b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang
dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan
perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
- 127 -

c. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan


usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau
memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau
melakukan perubahan bentuk lainnya; atau
d. badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
e. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda-tanda kepailitan.

9. Dalam hal bagaimana Surat Paksa diterbitkan?


a. Jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi setelah lewat
waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran
b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika
dan sekaligus
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam Keputusan Persetujuan
Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak.

10. Bagaimana kekuatan hukum dari Surat Paksa ?


Surat Paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penerbitan Surat Paksa secara sah oleh Pejabat berwenang merupakan modal
utama bagi pelaksanaan penagihan pajak yang efektif, karena dengan terbitnya
Surat Paksa memberikan kewenangan kepada petugas penagihan pajak untuk
melaksanakan eksekusi langsung (parate executie) dalam penyitaan atas barang
milik Penanggung Pajak dan melakukan penjualan langsung atau melalui lelang
atas barang-barang tersebut untuk pelunasan pajak terutang tanpa melalui
prosedur di pengadilan terlebih dahulu.

11. Bagaimana caranya untuk memberitahukan Surat Paksa kepada Wajib


Pajak yang tidak ditemukan alamatnya?
- Mengirimkan foto kopi SP ke Pemda dimana Wajib Pajak terakhir
bertempat tinggal.
- Menempelkan SP atas nama Wajib Pajak tersebut di papan pengumuman
KPP.
- Mengumumkan SP atas nama Wajib Pajak tersebut di media massa.
- 128 -

12. Bagaimana Pelaksanaan Surat Paksa terhadap Wajib Pajak/Penanggung


Pajak yang bertempat tinggal / berdomisili / bertempat kedudukan diluar
wilayah KPP/KPPBB dimana WP terdaftar?
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tersebut wajib meminta bantuan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang
wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan Surat Paksa.

13. Apa yang harus dilakukan oleh jurusita apabila dilarang memasuki tempat
Wajib Pajak?
- Memberi penjelasan kepada Wajib Pajak/PP bahwa tindakannya
menghalangi pelaksanaan tugas jurusita adalah berlawanan dengan hukum
dan dapat diancam pidana.
- Berdasarkan Hukum Pidana, jurusita tidak dapat memaksa Wajib Pajak
untuk memberi ijin memasuki tempatnya. Agar jurusita tidak melanggar
hukum pidana, ia harus meminta bantuan kepada Kepolisian untuk bersama-
sama melakukan penyitaan.
- Mengadukan Wajib Pajak/PP ke Polsek/Polres setempat mengenai adanya
pelanggaran pasal 212.

14. Apakah KPP/KPPBB dapat melakukan lelang atas aset yang disita, namun
tidak diberikan dokumen/sertifikat atas aset tersebut?
Dapat, sepanjang prosedur penyitaan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Hak Penanggung Pajak atas barang yang telah dilelang berpindah kepada
pembeli dan kepadanya diberikan Risalah Lelang yang merupakan bukti otentik
sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak. Risalah lelang tersebut
memberikan perlindungan hukum bagi pembeli lelang karena berfungsi sebagai
akte jual beli. Disamping itu Badan Pertanahan Nasional menjamin bahwa dalam
proses pendaftaran tanah, Risalah Lelang yang diterbitkan oleh Kantor Lelang
Negara menggantikan sertifikat sebelumnya.

15. Apakah KPP dapat melakukan penyitaan dan penjualan/lelang atas aset
yang dijaminkan Wajib Pajak kepada Bank?
KPP dapat menyita kalau bank belum menyita dan melelang aset Wajib Pajak
yang telah diletakkan hak tanggungan, guna membayar utang pajaknya lebih
dahulu sebelum membayar hutang yang lain termasuk hak tanggungan dan
jaminan fidusia.
Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak termasuk yang
penguasaannya ditangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan
utang tertentu.
- 129 -

Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang


milik Penanggung Pajak

16. Apakah KPP/jurusita dapat melakukan sita atas aset yang telah telah disita
oleh Pengadilan Negeri atau Instansi lain yang berwenang ?
Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh
Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang.

17. Bagaimana dengan pelunasan hutang pajak Wajib Pajak dalam hal aset
Wajib Pajak / Penanggung Pajak telah disita Pengadilan Negeri atau
instansi lain?
Apabila Pengadilan Negeri/polisi/BPPN telah melakukan penyitaan terhadap
aset Wajib Pajak tersebut, maka jurusita segera menyampaikan salinan Surat
Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan kepada instansi tersebut,
dengan permintaan agar hasil penjualan/lelang aset yang disita PN/instansi lain
tersebut untuk pelunasan utang pajak.

18. Apakah sah pelaksanaan penyitaan apabila Wajib Pajak/PP menolak


menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS)?
Pelaksanaan sita tetap sah meskipun WP/PP menolak menandatangani BAPS.
Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam BAPS dan BAPS
ditandatangani oleh jurusita dan saksi-saksi. BAPS tersebut tetap sah dan
mempunyai kekuatan mengikat.

19. Bagaimana jurusita melaksanakan penyitaan atas aset WP di luar wilayah


KPP?
Dalam hal penyitaan harus dilaksanakan di luar wilayah kerja Pejabat, maka:
- Pejabat dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya
meliputi tempat aset Wajib Pajak/PP.
- KPP yang diminta bantuan setelah menerima Surat Permintaan KPP (KPP
domisili), KPP lokasi disertai salinan SP, segera menerbitkan SPMP.
- Jurusita KPP lokasi melaksanakan penyitaan dengan menyerahkan SPMP
dan BAPS.

20. Apakah penyitaan dapat dilakukan tanpa hadirnyaWajib Pajak?


Penyitaan tetap dapat dilaksanakan walaupun Wajib Pajak tidak hadir, sepanjang
salah seorang saksi berasal dari Pemda setempat, sekurang-kurangnya setingkat
Sekretaris Kelurahan/Desa.
- 130 -

21. Apabila WP/PP tidak bersedia memberitahukan saldo kekayaannya yang


tersimpan di bank , bagaimana tindak lanjutnya?
- DJP (Pejabat) mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai
dengan penyampaian salinan SP dan SPMP.
- Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran
dan membuat Berita Acara Pemblokiran (BAP) serta menyampaikan
salinannya kepada DJP dan Penanggung Pajak.
- Jurusita setelah menerima BAP dari bank memerintahkan PP untuk memberi
kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan
pada bank tersebut kepada Jurusita.
- Bila PP menolak memberikan kuasa pada bank, Pejabat meminta bantuan
Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank
memberitahukan saldo kekayaan WP yang tersimpan di Bank.
- Jurusita melakukan penyitaan dan membuat BAPS dan menyampaikan
salinan BAPS kepada Penanggung Pajak dan bank ybs.
- Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank,
setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

22. Bagaimana dengan pelunasan hutang pajak Wajib Pajak yang dinyatakan
pailit oleh pengadilan?
- Apabila Wajib Pajak telah dinyatakan pailit sebelum penyitaan dilakukan,
maka jurusita tidak dapat secara langsung menyita aset Wajib Pajak. Jurusita
menyampaikan Surat Paksa kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai
Harta Peninggalan.
- Apabila jurusita telah melaksanakan penyitaan atas aset Wajib Pajak
sebelum Wajib Pajak dinyatakan pailit oleh PN, maka barang yang telah
disita dapat dilelang.
Wajib Pajak yang dinyatakan pailit oleh pengadilan masih mempunyai
kewajiban untuk melunasi hutang pajaknya.

23. Apabila Wajib Pajak yang masih mempunyai utang pajak dinyatakan bubar
atau dilikuidasi oleh pengadilan, bagaimana dengan pelunasan utang pajak
Wajib Pajak?
Surat Paksa (SP) diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk
melakukan pemberesan, atau likuidator.
Wajib Pajak yang dinyatakan bubar atau dalam likuidasi oleh pengadilan masih
mempunyai kewajiban untuk melunasi utang pajaknya. KPP menyerahkan
salinan SP dan SPMP kepada likuidator atau orang/badan yang melaksanakan
pemberesan.
- 131 -

24. KPP telah menyita aset WP tetapi belum dijual/dilelang, karena nilainya
kecil tidak sebanding dengan utang pajak dan biaya iklan pengumuman,
bagaimana tindak lanjutnya?
- KPP melakukan penyitaan tambahan sampai mencukupi untuk pelunasan
utang pajak.
- Dilanjutkan penjualan/lelang aset yang disita.

25 Apabila WP memperoleh Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang


mengakibatkan utang pajak berkurang atau nihil sehingga terdapat lebih
bayar sedangkan barang yang disita telah dilelang, apakah WP dapat
meminta kembali barangnya tersebut?
Tidak.
Wajib Pajak tidak dapat meminta atau tidak berhak menuntut pengembalian
barang yang telah dilelang, apabila setelah pelaksanaan lelang Wajib Pajak
memperoleh keputusan keberatan atau putusan banding yang mengakibatkan
utang pajak menjadi berkurang atau nihil sehingga menimbulkan kelebihan
pembayaran pajak,
Dalam hal ini, Pejabat mengembalikan kelebihan pembayaran pajak dalam
bentuk uang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

26 Apa yang dimaksud dengan pencegahan?


Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak
tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan
alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

27 Apa kriteria Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang dapat dilakukan


pencegahan?
a. Mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
b. Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
c. Telah mendapat keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri

28 Apakah setelah dilakukan pencegahan terhadap WP/PP mengakibatkan


hapusnya utang pajak?
Tidak.
Pencegahan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang
pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.
- 132 -

29 Apa yang dimaksud dengan penyanderaan?


Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung
Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.

30 Apa kriteria Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang dapat dilakukan


penyanderaan?
Kriteria Penanggung Pajak yang akan disandera adalah:
a. Mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
b. Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
c. Telah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal Surat Paksa
diberitahukan kepada Penanggung Pajak.
d. Telah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Penyanderaan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah
Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat setelah mendapat izin tertulis dari
Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I (untuk pajak daerah).

31 Apakah tindakan penyanderaan dapat dilakukan tanpa keputusan


pengadilan?
Dapat
Tindakan Penyanderaan adalah merupakan tindak lanjut pelaksanaan Surat
Paksa yang oleh UU diberikan kekuatan hukum yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

32 Siapa s ajak ah Pe nanggung Pajak yang dapat dis ande ra?


1. Wajib Pajak Orang Pribadi, termasuk ahli waris.
2. Wajib Pajak Badan, diwakili oleh Pengurus, Komisaris, Pemegang saham
mayoritas atau pengendali, termasuk orang yang nyata-nyata mempunyai
wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan
dalam menjalankan perusahaan.
Wakil dari Wajib Pajak bertangggung jawab secara pribadi dan secara renteng
atas pembayaran pajak yang terutang.

33 Berapa lama masa penyanderaan?


Masa penyanderaan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang untuk
selama-lamanya 6 (enam) bulan.
- 133 -

34 Apakah dengan berakhirnya masa penyanderaan tanpa pembayaran, utang


pajak Wajib Pajak/Penanggung Pajak menjadi hapus (dianggap lunas)?
Tidak,
Penyanderaan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang
pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.
Utang Wajib Pajak baru dianggap lunas setelah adanya pembayaran.
Penyanderaan hanyalah suatu sarana untuk memaksa Penanggung Pajak untuk
melunasi utang pajaknya dan bukan merupakan pengganti dari utang pajak.

35 Apa syarat dilakukannya pencabutan penyanderaan?


a. Utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas,
b. Jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan itu telah
terpenuhi,
c. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap; atau
d. Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan.

36. Apakah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak/Penanggung
Pajak yang disandera?
Wajib Pajak dapat melakukan gugatan rehabilitasi nama baik dan ganti rugi
melalui Pengadilan Negeri.
Apabila ternyata Pengadilan Negeri mengabulkan gugatan tersebut, maka DJP
berkewajiban untuk merehabilitasi nama baik Penanggung Pajak dan
memberikan ganti rugi sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu) per hari selama
Penanggung Pajak disandera.
- 134 -

LAIN-LAIN (250304)

1. Apakah ada cara lain bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri selain di
KPP dan KP4?
Selain di KPP dan KP4, Wajib Pajak dapat menggunakan sarana pendaftaran
secara on-line dengan internet melalui e-registration di www.pajak.go.id
Dengan adanya e-registration, Wajib Pajak dapat melakukan pendaftaran kapan
dan dimana saja tanpa perlu datang ke KPP. Pada saat mendaftar melalui
internet, Wajib Pajak akan langsung mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar
Sementara yang berisi keterangan Wajib Pajak dan NPWP serta KPP tempat
Wajib Pajak terdaftar.

2. Apakah fungsi dari Surat Keterangan Terdaftar Sementara ?


Fungsinya sebagai sarana bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan.
Surat Keterangan Terdaftar Sementara itu hanya dapat digunakan untuk
pembayaran serta pemotongan pajak sedangkan untuk transaksi dengan pihak
ketiga tidak berlaku.

3. Mengapa Surat Keterangan Terdaftar bersifat sementara ?


Surat Keterangan Terdaftar yang asli hanya dikeluarkan oleh KPP tempat Wajib
Pajak terdaftar.
Apabila Wajib Pajak dalam janga waktu 30 hari sejak pendaftaran tidak
mengirimkan formulir pendaftaran beserta persyaratannya ke KPP, maka Wajib
Pajak tersebut tidak akan mendapatkan SKT dan Kartu NPWP asli dan NPWP
Wajib Pajak tersebut akan dihapus dari sistem e-registration.

4. Apakah e-registration hanya untuk kepentingan pendaftaran saja?


e-registration tidak hanya digunakan untuk kepentingan pendaftaran saja.
Dengan e-registration, Wajib Pajak dapat melakukan perubahan data,
mengajukan pindah KPP dan juga penghapusan NPWP

5. Mengapa saya harus mempunyai account untuk pendaftaran On-Line ini?


Account tersebut sebagai sarana untuk dapat mengakses aplikasi e-registration.
Account digunakan sebagai key untuk masuk ke aplikasi e-registration. Selama
tidak memiliki account Wajib Pajak tidak dapat mengakses e-registartion.

6. Ke KPP mana saya harus mengirimkan dokumen yang dibutuhkan untuk


proses pendaftaran secara On-Line ini ?
Ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
- 135 -

Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi berdasarkan domisilinya sedangkan untuk


Wajib Pajak Badan berdasarkan lokasi usaha berada. Tempat KPP terdaftar
dapat dilihat langsung di Formulir Pendaftaran.

7. Dalam hal perlu dilakukan perubahan data-data Wajib Pajak, bagaimana


prosedurnya dalam e-registration?
Cukup dengan login dan langsung melakukan perubahan data. Setelah proses
perubahan dilakukan, Wajib pajak mengirimkan formulir dan lampiran yang
menyatakan perubahan item tersebut ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

8. Berapa lama saya akan mendapatkan SKT dan Kartu NPWP asli yang
dikeluarkan KPP dan kemana saya harus mengambilnya?
SKT dan Kartu NPWP asli diterbitkan oleh KPP sepajang KPP telah menerima
secara lengkap formulir dan persyaratannya dari Wajib Pajak. Wajib Pajak dapat
mengambilnya di KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

9. Bagaimana cara pembayaran pajak sehubungan dengan adanya sistem


MP3?
Pembayaran pajak dilakukan pada bank persepsi yang sudah On-Line dengan
DJP.
Untuk daerah yang belum On-line tidak diperbolehkan menerima pembayaran
Pajak dari Wajib Pajak

10. Bagaimana konsekuensi bank persepsi yang masih menerima pembayaran


pajak?
Bank persepsi yang masih menerima pembayaran dari Wajib Pajak tersebut akan
mendapatkan pinalti dari Direktorat Jenderal Anggaran.

11. Bagaimana kemudahan e-SPT bagi kepentingan pelaporan pajak?


Efisiensi
Dengan aplikasi e-SPT, Wajib Pajak dalam melaporkan pajaknya tidak perlu lagi
melampirkan lampirannya, tetapi cukup dengan merekamnya di disket atau CD
dan melampirinya dengan SPT induk. Disamping itu dilengkapi juga dengan
petunjuk pemakaian yang mampu meng-update data SPT induk dari lampiran-
lampirannya dan juga perhitungan perpajakan dalam SPT secara otomatis sesuai
dengan peraturan yang berlaku

12. Bagaimana kemudahan e-filling bagi kepentingan pelaporan pajak ?


Memudahkan Wajib Pajak terutama dalam hal waktu.
Dengan dibangunnya system e-filling akan sangat memudahkan Wajib Pajak
karena waktu akses menjadi lebih cepat, karena pada prinsipnya Wajib Pajak
- 136 -

langsung me- “load” data SPTnya ke Database DJP tanpa melalui KPP,
disamping itu Wajib Pajak hanya menyampaikan SPT Induk dan Berita Acara
yang telah ditandatangani oleh Wajib Pajak dan pengiriman data SPT dapat
dilakukan dimana saja dan kapan saja dalam batasan waktu yang ditentukan

13. Dapatkah fasilitas “dial up” untuk mengakses layanan e-filling Jika di
kantor kami telah terkoneksi dengan jaringan internet, apakah kami dapat
meng-akses layanan e-filing tanpa menggunakan dial up?
Harus tetap menggunakan fasilitas dial up
Saat ini layanan e-filling dengan cara dial up connection, kedepannya
direncanakan layanan e-filling akan tersedia di internet, sehingga memudahkan
wajib pajak untuk mengakses e-filling.

14. Jika Wajib Pajak menggunakan layanan e-filing, apakah masih harus
melapor ke KPP?
Ya.
Pada prinsipnya layanan e-filing adalah mengirimkan file SPT ke DJP,
sedangkan pelaporannya masih harus dilakukan dan masih terikat dengan
peraturan perpajakan yang berlaku, yaitu dilaporkan sebelum tanggal 20 setiap
bulannya, Yang dilaporkan ke KPP adalah SPT Induk (tanpa lampiran) dan
Berita Acara yang telah ditandatangani serta kelengkapan SPT lainnya (SSP,
Surat Lainnya).

15. Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika terjadi kesalahan pengiriman
data SPT melalui layanan e-filing?
Apabila belum melewati batasan tanggal pengiriman, dapat dilakukan
pengiriman ulang data SPT, sedangkan apabilan sudah lewat batasan tanggal
pengiriman dapat mengirimnya dalam bentuk SPT pembetulan.

16. Apakah layanan e-filing mengikuti jam kerja KPP?


Tidak
pengiriman melalui layanan e-filing dapat dilakukan kapan saja, selama tidak
melewati batasan waktu yang telah ditentukan oleh undang-undang.

17. Apa yang dilakukan untuk melakukan koneksi ke layanan e-filing?


a. Menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan antara lain PC dengan OS
WindowsXP, Windows2000,Windows2003, Modem dan Line Telepon
eksternal
b. Mengedit file hosts (lokasinya : c:\windows\system32\drivers\etc),
tambahkan 10.254.22.234 apps1, lalu simpan
- 137 -

c. Menbuat windows dial up connection, isi nomor telepon, username dan


password yang telah diberikan.
d. Jalankan Dial up connection, lalu buka internet explorer, buka webpage
dengan alamat http://apps1:7778

18. Jika kami melakukan pengiriman data SPT berkali-kali melalui layanan e-
filing, berita acara mana yang harus dilaporkan ?
Berita acara dari pengiriman data SPT yang terakhir. Hal ini karena diasumsikan
yang dikirim terakhir oleh Wajib Pajak adalah data yang up to date

19. Jika pada saat pengiriman data, terjadi masalah sehingga mengakibatkan
berita acara tidak tercetak, apa yang harus dilakukan ?
Harus dilakukan pengiriman ulang data SPT, namun apabila kegagalan tetap
terjadi berulang-ulang, segera hubungi petugas yang bertanggung-jawab di KPP.

20. Bagaimana melakukan proses impor data kedalam aplikasi e-SPT ?


Data dapat diimpor ke dalam aplikasi e-SPT dengan mengikuti format yang telah
ditentukan dalam aplikasi e-SPT. Format Standar file impor tersebut dapat
dilihat pada petunjuk penggunaan aplikasi e-SPT.

21. Bagaimana Setting ODBC ?


Setting ODBC (Open Database Connectivity) dapat dilihat pada petunjuk
penggunaan aplikasi e-SPT yang disertakan dalam aplikasi e-SPT.

22. Apakah e-SPT bisa dipakai multi user ?


Dapat.
Aplikasi bisa digunakan bersama-sama dengan banyak user agar memudahkan
pekerjaan dan efisiensi waktu.

23. Dalam satu PC, apakah bisa digunakan untuk mengiput data e-SPT untuk
beberapa WP/NPWP ?
Bisa.
Input data e-SPT dalam satu PC untuk beberapa WP/NPWP dilakukan dengan
cara :
a. Meng-copy database kosong kedalam beberapa folder sesuai dengan jumlah
WP.
b. Ketika melakukan perekaman, ODBC disesuaikan dengan database yang
akan diakses.
- 138 -

24. Apakah yang harus dilakukan, jika akan merekam data SSP namun tidak
memiliki NTPP ?
Mengisikan ‘0’ sebanyak 16 digit pada kolom NTPP dengan tujuan agar data
dapat direkam melalui sistem MP3.
- 139 -

SEKRETARIAT

A. Kepegawaian ( 250304 )

1. Siapakah Pegawai Negeri Sipil ?


Pegawai Negeri Sipil adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan
digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pegawai Negeri Sipil terdiri dari:


a. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Daerah;
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2. Siapa saja yang berhak menjadi Pegawai Negeri Sipil?


Yang berhak menjadi Pegawai Negeri Sipil adalah:
a. Setiap Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan, mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi
Pegawai Negeri Sipil;
b. Apabila pelamar yang dimaksud di atas diterima, maka ia harus melalui
masa percobaan dan selama itu berstatus sebagai calon Pegawai Negeri
Sipil;
c. Calon Pegawai Negeri Sipil diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah
melalui percobaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan selama-lamanya 2
(dua) tahun.

3. Apa saja kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi oleh Pegawai Negeri
Sipil?
Kewajiban bagi Pegawai Negeri Sipil adalah:
a. Setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara, dan Pemerintah;
b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri
sendiri serta menghindarkan segala sesuatu yang mendesak kepentingan
Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain;
c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan
Pegawai Negeri Sipil;
d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan
sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
e. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya;
- 140 -

f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang


langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara
umum;
g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan
Negara;
i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan
kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil;
j. Segera melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat
membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang
keamanan, keuangan, dan materiil;
k. Mentaati ketentuan jam kerja;
l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;
m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-
baiknya;
n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut
bidang tugasnya baik-baik;
o. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap
bawahannya;
p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;
q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap
bawahannya;
r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;
s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan
kariernya;
t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan;
u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun
terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan;
v. Hormat menghormati antara sesama warga negara yang memeluk
agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan;
w. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat;
x. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan
yang berlaku;
y. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;
z. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan
yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.

Larangan bagi Pegawai Negeri Sipil adalah:


a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat
Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil;
- 141 -

b. Menyalahgunakan wewenangnya;
c. Tanpa izin Pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk negara asing;
d. Menyalahgunakan barang-barang, uang, atau surat-surat berharga milik
Negara;
e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau
meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik
Negara secara tidak sah;
f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau
orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau
tidak langsung merugikan Negara;
g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas
dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar
lingkungan kerjanya;
h. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga
yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan
atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri
Sipil;
i. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau
martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;
j. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
k. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan
yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang
dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayaninya;
l. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
m. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui
karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak
lain;
n. Bertindak selaku perantara bagi suatu pengusaha atau golongan untuk
mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah;
o. Memiliki saham modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada
dalam ruang lingkup kekuasaannya;
p. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan sahamnya tidak dalam
ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian
rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak
langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;
q. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan,
menjadi direksi, pimpinan, atau komisaris perusahaan swasta bagi yang
berpangkat Pembina (Gol. IV/a) ke atas atau yang memangku jabatan eselon
I;
- 142 -

r. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam


melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak
lain.

4. Apa saja hak-hak yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil?


Setiap Pegawai Negeri Sipil memperoleh hak-hak sebagai berikut:
a. Memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan
tanggungjawabnya;
b. Memperoleh cuti;
c. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang ditimpa oleh suatu kecelakaan dalam dan
karena menjalankan tugas dan kewajibannya, berhak memperoleh
perawatan;
d. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani
dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang
mengakibatkannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga,
berhak memperoleh tunjangan;
e. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang tewas, keluarganya berhak memperoleh
uang duka.

5. Hukuman apa saja yang dapat dikenakan atas pelanggaran peraturan


disiplin oleh Pegawai Negeri Sipil ?
No Tingkat Hukuman Jenis Hukuman Disiplin
Disiplin
1. Hukuman Disiplin a. Teguran lisan
Ringan b. Teguran tertulis
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis
2. Hukuman Disiplin a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1
Sedang (satu) tahun
b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala
untuk paling lama 1 (satu) tahun
c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu)
tahun
3. Hukuman Disiplin a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih
Berat rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun
b. Pembebasan dari jabatan
c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil
d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil
- 143 -

6. Siapakah pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin terhadap


Pegawai Negeri Sipil yang melanggar peraturan disiplin?
Pejabat yang berwenang menghukum adalah Menteri dan Jaksa Agung, kecuali
jenis hukuman disiplin :
No Jenis Hukuman Disiplin Terhadap Pegawai Negeri Sipil

1. a. Pemberhentian dengan hormat tidak atas


permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Berpangkat Pembina Tk. I (Gol. IV/b)
Sipil ke atas
b. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil

2. Pembebasan Jabatan Memangku jabatan struktural eselon I


atau jabatan lain yang wewenang
pengangkatan dan pemberhentiannya
berada di tangan Presiden

Selanjutnya wewenang penjatuhan hukuman disiplin tersebut didelegasikan oleh


Menteri Keuangan kepada para pejabat di lingkungan Departemen Keuangan RI
yaitu sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini:

No. Pejabat Hukuman Disiplin Yang Terhadap PNS


Didelegasikan
1. PEJABAT ESELON I :
a. Sekretaris Jenderal a. Teguran lisan
b. Dirjen Anggaran b. Teguran tertulis
c. Dirjen Pajak c. Pernyataan tidak puas secara
tertulis Yang memangku
d. Dirjen Bea dan Cukai d. Penundaan kenaikan gaji
jabatan struktural
berkala untuk paling lama 1
eselon II atau yang
(satu) tahun
setingkat di
e. Dirjen Pembinaan e. Penurunan gaji sebesar satu lingkungan
BUMN kali kenaikan gaji berkala masing-masing
untuk paling lama 1 (satu)
tahun
f. Dirjen Lembaga f. Penundaan kenaikan pangkat
Keuangan untuk paling lama 1 (satu)
tahun
g. Dirjen PKPD
- 144 -

No. Pejabat Hukuman Disiplin Yang Terhadap PNS


Didelegasikan
h. Dirjen Piutang & g. Penurunan pangkat pada Yang memangku
Lelang Negara pangkat yang setingkat lebih jabatan struktural
rendah untuk paling lama 1 eselon II, III, IV,
(satu) tahun V dan yang
setingkat serta
Pegawai Negeri
Sipil lainnya di
lingkungan
masing-masing

i. Inspektur Jenderal
j. Ketua Bapepam h. Pembebasan jabatan Yang memangku
k. Kepala BAF jabatan struktural
eselon IV, V dan
l. Kepala BAKUN yang setingkat di
m. Kepala Bintek lingkungan
n. Kepala BPPK masing-masing

2. PEJABAT ESELON II : a. Teguran lisan Yang memangku


Sekretaris Direktorat Jenderal b. Teguran tertulis jabatan struktural
/Badan, Sekretaris Inspektorat c. Pernyataan tidak puas secara eselon III atau
Jenderal, Kepala Biro, tertulis yang setingkat di
Direktur, Inspektur, Kepala lingkungan
Pusat Pendidikan dan masing-masing
Pelatihan, Kepala Pusat, d. Penundaan kenaikan gaji Yang memangku
Sekretaris BPSP, Kepala berkala untuk paling lama 1 jabatan struktural
Kantor Wilayah atau jabatan (satu) tahun eselon III, IV, V
lain yang setingkat e. Penurunan gaji sebesar satu dan yang
kali kenaikan gaji berkala setingkat serta
untuk paling lama 1 (satu) Pegawai Negeri
tahun Sipil lainnya di
f. Penundaan kenaikan pangkat lingkungan
untuk paling lama 1 (satu) masing-masing
tahun

3. PEJABAT ESELON III : a. Teguran lisan Yang memangku


Kepala Bagian, Kepala Sub b. Teguran tertulis jabatan struktural
Direktorat, Kepala Bidang, c. Pernyataan tidak puas secara eselon IV dan
Sekretaris Pengganti BPSP, tertulis yang setingkat di
Kepala Kantor (eselon III), lingkungan
Kepala Balai, Kepala masing-masing
Pangkalan Sarana Operasional
atau jabatan lain yang
setingkat
- 145 -

No. Pejabat Hukuman Disiplin Yang Terhadap PNS


Didelegasikan
4. PEJABAT ESELON IV : a. Teguran lisan Yang memangku
Kepala Sub Bagian, Kepala b. Teguran tertulis jabatan struktural
Seksi, atau jabatan lain yang c. Pernyataan tidak puas secara eselon V dan yang
setingkat tertulis setingkat serta
Pegawai Negeri
Sipil lainnya di
lingkungan
masing-masing

7. Kapan berlakunya hukuman disiplin?


Keputusan hukuman disiplin mulai berlaku sebagaimana dijelaskan dalam tabel
berikut:
No. Jenis Hukuman Disiplin Mulai Berlaku
1. Hukuman disiplin tingkat ringan Sejak tanggal disampaikan oleh
a. Teguran lisan pejabat yang berwenang
b. Teguran tertulis menghukum kepada Pegawai Negeri
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis Sipil yang dijatuhi hukuman
disiplin
2. Hukuman disiplin tingkat sedang dan berat
Apabila tidak ada keberatan
a. Penundaan kenaikan gaji berkala
b. Penurunan gaji Pada hari ke-15 (lima belas)
c. Penundaan kenaikan pangkat terhitung mulai tanggal
d. Penurunan pangkat pada pangkat penyampaian surat keputusan
setingkat lebih rendah hukuman disiplin itu kepada
e. Pemberhentian dengan hormat tidak atas Pegawai Negeri Sipil yang
permintaan sendiri bersangkutan
f. Pemberhentian tidak dengan hormat
sebagai PNS

Apabila ada keberatan


a. Penundaan kenaikan gaji berkala
b. Penurunan gaji
c. Penundaan kenaikan pangkat Sejak tanggal keputusan atas
d. Penurunan pangkat pada pangkat keberatan itu ditetapkan oleh atasan
setingkat lebih rendah pejabat yang berwenang
e. Pemberhentian dengan hormat tidak atas menghukum atau oleh Badan
permintaan sendiri Pertimbangan Kepegawaian
f. Pemberhentian tidak dengan hormat
- 146 -

No. Jenis Hukuman Disiplin Mulai Berlaku


3. Hukuman disiplin pembebasan dari jabatan Sejak tanggal keputusan hukuman
disiplin itu ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang menghukum

4. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman Hari ke-30 (tiga puluh) terhitung
disiplin tidak hadir pada waktu penyampaian mulai tanggal yang ditentukan untuk
keputusan hukuman disiplin penyampaian keputusan hukuman
disiplin

8. Apakah sanksi terhadap Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan


oleh yang berwajib?
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat yang berwajib
karena disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan dikenakan
pemberhentian sementara sampai mendapat putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
No. Alasan Pemberhentian Sementara Besarnya Gaji Yang Dibayarkan
1. Melakukan kejahatan/pelanggaran a. Jika terdapat petunjuk-petunjuk yang cukup
jabatan meyakinkan bahwa ia telah melakukan
pelanggaran yang didakwakan atas dirinya
mulai bulan berikutnya ia diberhentikan
diberikan bagian gaji sebesar 50 % dari gaji
pokok yang diterimanya terakhir;

b. Jika belum terdapat petunjuk-petunjuk yang


jelas tentang telah dilakukannya
pelanggaran yang didakwakan atas dirinya
mulai bulan berikutnya ia diberhentikan
diberikan bagian gaji sebesar 75 % dari gaji
pokok yang diterimanya terakhir.

2. Melakukan kejahatan/pelanggaran Mulai bulan berikutnya ia diberhentikan bagian


yang tidak menyangkut jabatannya gaji sebesar 75 % dari gaji pokok yang
diterimanya terakhir

1. Pegawai Negeri yang menerima bagian gaji seperti disebutkan di atas


mendapat tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan umum, dan lain-lain,
kecuali tunjangan jabatan dan fasilitas yang ada hubungannya langsung
dengan jabatannya menurut peraturan yang berlaku dan dihitung atas dasar
bagian gaji yang diterimanya.
- 147 -

2. Untuk menghindarkan kerugian bagi keuangan negara, maka perkara yang


menyebabkan seorang Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian
sementara, harus diperiksa dalam waktu yang sesingkat-singkatnya agar
dapat diambil keputusan yang tepat terhadap diri pegawai yang
bersangkutan.

9. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak yang berwajib, tindakan apa


yang harus dilakukan terhadap Pegawai Negeri Sipil tersebut?
Perlakuan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang telah dilakukan pemeriksaan oleh
pihak berwajib atas dakwaan yang ditujukan kepadanya sebagaimana tabel di
bawah ini :

No. Hasil Perlakuan Terhadap PNS Yang Sebelumnya


Pemeriksaan Telah Diberhentikan Sementara
1. Terbukti Tidak a. PNS tersebut direhabilitasikan yaitu diaktifkan dan
bersalah dikembalikan pada jabatan semula terhitung sejak ia
dikenakan pemberhentian sementara;

b. Selama masa diberhentikan untuk sementara ia berhak


mendapat gaji penuh serta penghasilan-penghasilan lain
yang berhubungan dengan jabatannya.
2. Terbukti Bersalah a. Dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak
diberhentikan karena dihukum penjara atau kurungan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4
(empat) tahun;
b. Dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena
dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman
hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih;
c. Diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum
penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak
pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan
jabatan.
- 148 -

10. Hukuman apa saja yang dapat dikenakan atas pelanggaran peraturan
disiplin oleh Pegawai Negeri Sipil ?

Tingkat
No Hukuman Jenis Hukuman Disiplin
Disiplin
1. Hukuman a. Teguran lisan
Disiplin Ringan b. Teguran tertulis
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis
2. Hukuman a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling
Disiplin Sedang lama 1 (satu) tahun
b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji
berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun
c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1
(satu) tahun
3. Hukuman a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat
Disiplin Berat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun
b. Pembebasan dari jabatan
c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil
d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil

11. Siapakah pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin terhadap


Pegawai Negeri Sipil yang melanggar peraturan disiplin?
Pejabat yang berwenang menghukum adalah Menteri dan Jaksa Agung, kecuali jenis
hukuman disiplin :

No. Jenis Hukuman Disiplin Terhadap Pegawai Negeri Sipil

1. a. Pemberhentian dengan hormat tidak


atas permintaan sendiri sebagai
Berpangkat Pembina Tk. I (Gol.
Pegawai Negeri Sipil
IV/b) ke atas
b. Pemberhentian tidak dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil
- 149 -

12. Apakah sanksi terhadap Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan
oleh yang berwajib?
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat yang berwajib
karena disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan dikenakan
pemberhentian sementara sampai mendapat putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.

No. Alasan Pemberhentian Besarnya Gaji Yang Dibayarkan


Sementara
1. Melakukan a.Jika terdapat petunjuk-petunjuk
kejahatan/pelanggaran jabatan yang cukup meyakinkan bahwa ia
telah melakukan pelanggaran yang
didakwakan atas dirinya mulai
bulan berikutnya ia diberhentikan
diberikan bagian gaji sebesar 50 %
dari gaji pokok yang diterimanya
terakhir;
b. Jika belum terdapat petunjuk-
petunjuk yang jelas tentang telah
dilakukannya pelanggaran yang
didakwakan atas dirinya mulai
bulan berikutnya ia diberhentikan
diberikan bagian gaji sebesar 75 %
dari gaji pokok yang diterimanya
terakhir.
2. Melakukan Mulai bulan berikutnya ia diberhentikan
kejahatan/pelanggaran yang tidak bagian gaji sebesar 75 % dari gaji pokok
menyangkut jabatannya yang diterimanya terakhir

3. Pegawai Negeri yang menerima bagian gaji seperti disebutkan di atas


mendapat tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan umum, dan lain-lain,
kecuali tunjangan jabatan dan fasilitas yang ada hubungannya langsung
dengan jabatannya menurut peraturan yang berlaku dan dihitung atas dasar
bagian gaji yang diterimanya.
4. Untuk menghindarkan kerugian bagi keuangan negara, maka perkara yang
menyebabkan seorang Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian
sementara, harus diperiksa dalam waktu yang sesingkat-singkatnya agar
dapat diambil keputusan yang tepat terhadap diri pegawai yang
bersangkutan.
- 150 -

13. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak yang berwajib, tindakan apa
yang harus dilakukan terhadap Pegawai Negeri Sipil tersebut?
Perlakuan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang telah dilakukan pemeriksaan oleh
pihak berwajib atas dakwaan yang ditujukan kepadanya sebagaimana tabel di
bawah ini:
No. Hasil Perlakuan Terhadap PNS Yang Sebelumnya
Pemeriksaan Telah Diberhentikan Sementara
1. Terbukti Tidak a. PNS tersebut direhabilitasikan yaitu diaktifkan dan
bersalah dikembalikan pada jabatan semula terhitung sejak
ia dikenakan pemberhentian sementara;
b. Selama masa diberhentikan untuk sementara ia
berhak mendapat gaji penuh serta penghasilan-
penghasilan lain yang berhubungan dengan
jabatannya.
2. Terbukti a. Dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak
Bersalah diberhentikan karena dihukum penjara atau
kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman
hukumannya kurang dari 4 (empat) tahun;

b. Dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas


permintaan sendiri atau tidak dengan hormat
karena dihukum penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap karena melakukan tindak pidana
kejahatan yang ancaman hukumannya 4 (empat)
tahun atau lebih;
c. Diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum
penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada
hubungannya dengan jabatan.
- 151 -

B. Lainnya (250304 )
1. Apabila dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terdapat
tindakan dari aparat pajak yang menyimpang atau masyarakat merasa
kurang atau tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan, bagaimana cara
menyampaikan pengaduan masyarakat agar perbuatan aparat/oknum
tersebut dapat ditindaklanjuti?
Pengaduan masyarakat dapat disampaikan ke Kotak Pos 5000, Kotak Pos 111
JKTM 12700, Komisi Ombudsman dengan alamat Jalan Adityawarman No. 43
Kebayoran Baru Jakarta 12160, telepon (021) 7258574-78 fax (021) 7258579
e-mail : ombudsman@ombudsman.or.id, dan Inspektorat Jenderal dengan alamat
Gedung A Departemen Keuangan Lt IX s.d. XII Jalan Dr Wahidin nomor 1 Jakarta
10710 Tromol Pos 3132, telepon (021) 386 5430 fax (021) 3847448 (sesuai flow
chart dibawah), pengaduan yang masuk kemudian akan disampaikan ke Direktur
Jenderal Pajak untuk ditindaklanjuti.
Pengaduan
Masyarakat

Kotak Pos Kotak Pos Komisi Inspektorat


5000 111 JKTM 12700 Ombudsman Jenderal

Direktur Jenderal
Pajak

Tindak lanjut
- 152 -

2. Apabila masyarakat tidak puas atas kinerja aparat pajak, kemudian


diadukan melalui media cetak dan elektronik, apa yang harus dilakukan
oleh pejabat yang berwenang?
Dalam hal ini harus dilihat terlebih dahulu jenis permasalahannya,
- Bila pengaduan tersebut bersifat kasus aduan maka pejabat yang berwenang
wajib memperjelas bentuk pengaduan dengan menanyakan ke sumber berita
yang dimaksud. Hal yang ditanyakan antara lain :
o Dimanakah kejadiannya ?
o Kasus tersebut melibatkan siapa saja ?
o Waktu kejadian ?
o Pihak-pihak mana saja yang terlibat ?
o Mengapa hal tersebut dapat terjadi ?
o Bagaimana kronologis kejadiannya ?
Semua pertanyaan tersebut hendaknya bertujuan pada klarifikasi atas
masalah yang dimaksud. Tahap selanjutnya adalah penyelesaian aduan dari
masyarakat tersebut.

- Bila pengaduan tersebut bersifat keluhan terhadap administrasi sistem


pelayanan, maka pejabat yang berwenang wajib meneliti terlebih dahulu
substansi permasalahannya untuk selanjutnya diteruskan ke Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Pajak guna memperoleh arahan dari Direktorat Teknis
terkait.

3. Apakah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Direktorat


Jenderal Pajak menerapkan transparansi (bersifat terbuka), transparansi
tersebut meliputi apa?
Ya, meliputi:
a. Transparansi manajemen penyelenggaraan pelayanan publik
b. Prosedur pelayanan
c. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
d. Rincian biaya pelayanan
e. Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
f. Lokasi pelayanan
g. Janji pelayanan
h. Standar pelayanan publik
i. Informasi pelayanan
153

Lampiran 1
Penerimaan Perpajakan

Tahun Pajak Penghasilan PPN dan PPnBM PBB & BPHTB Pajak Lainnya Jumlah
Anggaran Rencana Realisasi % Rencana Realisasi % Rencana Realisasi % Rencana Realisasi % Rencana Realisasi %
1994/1995 18.714 18.764 100,3 41.853 16.545 111,4 1.629 1.647 101,1 296 302 101,7 35.492 37.258 105,0
1995/1996 19.239 21.012 109,2 18.523 18.519 100,0 1.923 1.893 98,5 550 453 82,3 40.235 41.878 104,1
1996/1997 27.253 27.062 99,3 22.575 20.351 90,1 2.277 2.413 106,0 636 591 92,9 52.741 50.417 95,6
1997/1998 30.620 34.388 112,3 24.601 25.199 102,4 2.505 2.641 105,4 633 478 75,5 58.359 62.705 107,4
1998/1999 35.703 55.944 156,7 30.423 27.803 91,4 3.411 3.565 104,5 670 413 61,7 70.209 87.726 125,0
1999/2000 53.975 72.792 134,7 34.622 33.087 95,6 3.344 4.107 122,8 568 611 107,6 92.508 110.534 119,5
2000 44.189 38.421 86,9 27.002 35.232 130,5 3.431 4.456 129,9 1.139 837 73,5 75.761 78.946 104,2
2001 69.696 71.474 102,6 55.841 55.957 100,2 6.289 6.663 105,9 1.670 1.384 82,9 133.496 135.478 101,5
2002*) 87.200 84.461 96,9 67.800 65.244 96,2 7.531 7.986 106,0 1.455 1.469 100,9 163.986 159.159 97,1
2003**) 104.305 96.051 92,1 75.863 76.761 101,2 10.724 10.906 101,7 1.753 1.655 94,4 192.644 185.373 96,2
2004***) 120.835 86.273 10.697 1.614 219.421
Sumber : Nota Keuangan dan APBN TA 2003
Keterangan :
PDB Tahun 2000 adalah PDB 9 Bulan Penerimaan PPh Migas mulai Tahun Anggaran 2000
Realisasi Tahun 2000 adalah angka realisasi 9 bulan Tahun 2000 18.651,6 miliar
*)Belum termasuk rencana dan realisasi PPh Migas Tahun 2001 23.101,7 miliar
**)Realisasi tahun 2003 adalah realisasi sementara Revisi II Tahun 2002 17.032,8 miliar
***)APBN 2004 Tahun 2003 18.143,5 miliar
Tanggal Proses : 25-03-2004 Tahun 2004 (APBN 2004) 13.132,8 miliar
154

Lampiran 2

200

180

160

140

120

100

80

60

40

20

0
1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003

Rencana 35.492 40.235 52.741 58.359 70.209 92.508 75.761 133.496 163.986 192.644

Realisasi 37.258 41.878 50.417 62.705 87.726 110.534 78.946 135.478 159.159 185.373

Rencana Realisasi
155
Lampiran 3
PENERIMAAN PAJAK DAN PDRB TH 2002
KANWIL I (DJP SUMATERA BAGIAN UTARA)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 264.967 36.262.982

2 20000 PERTAMBANGAN 48.705 11.858.368

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 394.245 31.336.666

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 19.838 1.127.145

5 50000 KONSTRUKSI 394.581 4.574.269

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 459.479 18.583.739

7 70000 ANGKUTAN 288,359 6,641,869

LEMB. KEUANGAN, REAL


8 80000 ESTATE 826.288 4.272.604

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 342.120 7.554.782

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 331.823 -

JUMLAH 3.370.404 122.212.424

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-04
156

Lampiran 4

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil I DJP Th 2002


(Rp Juta)

331,823 264,967
48,705
342,120 394,245

19,838

394,581
826,288

459,479
288,359

PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN


LISTRIK, GAS DAN AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE KEMASYARAKATAN SOSIAL
KEGIATAN YG BELUM JELAS
157

Lampiran 5

KANWIL II (DJP SUMATERA BAGIAN TENGAH)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 472.614 14.436.861

2 20000 PERTAMBANGAN 559.827 36.211.005

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 809.837 14.878.846

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 42.871 802.080

5 50000 KONSTRUKSI 512.264 2.923.853

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 439.681 10.563.794

7 70000 ANGKUTAN 214.072 6.189.267

LEMB. KEUANGAN, REAL


8 80000 ESTATE 612.871 2.667.535

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 152.571 8.108.424

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 270.131 -

JUMLAH 4.086.739 96.781.665

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
158

Lampiran 6

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil II DJP Tahun 2002


(Rp Juta)

270,131 472,614
152,571

612,871 559,827

214,072

439,681 809,837

512,264 42,871

PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN


LISTRIK, GAS DAN AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE KEMASYARAKATAN SOSIAL
KEGIATAN YG BELUM JELAS
159

Lampiran 7

KANWIL III (DJP SUMATERA BAGIAN SELATAN)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 324.594 27.688.745

2 20000 PERTAMBANGAN 202.852 14.445.052

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 1.026.334 18.332.199

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 9.545 769.036

5 50000 KONSTRUKSI 325.714 4.818.357

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 365.355 18.459.434

7 70000 ANGKUTAN 152.513 5.768.340

LEMB. KEUANGAN,
8 80000 REAL ESTATE 401.090 4.241.023

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 188.367 8.839.706

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 197.035 -

JUMLAH 3.193.399 103.361.892

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
160

Lampiran 8

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil III DJP Tahun 2002


(Rp Juta)
197,035 324,594
188,367
202,852
401,090

152,513
1,026,334
365,355

325,714 9,545

PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN


LISTRIK, GAS DAN AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE KEMASYARAKATAN SOSIAL
KEGIATAN YG BELUM JELAS
161
Lampiran 9

KANWIL IV+V+VI (DJP JAKARTA RAYA I+II+III)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 230.465 516.547

2 20000 PERTAMBANGAN 349.657 -

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 3.723.973 54.252.816

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 58.508 3.157.603

5 50000 KONSTRUKSI 1.327.600 30.466.532

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 9.510.986 60.469.474

7 70000 ANGKUTAN 1.054.933 21.605.925

LEMB. KEUANGAN, REAL


8 80000 ESTATE 4.839.511 58.935.114

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 813.325 25.331.417

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 3.013.804 -

JUMLAH 24.922.761 254.735.428

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
162

Lampiran 10

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil IV+V+VI DJP


Tahun 2002 (Rp Juta)

230,465

349,657
3,013,804
3,723,973
813,325 58,508

1,327,600

4,839,511

1,054,933
9,510,986

PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN


LISTRIK, GAS DAN AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE KEMASYARAKATAN SOSIAL
KEGIATAN YG BELUM JELAS
163
Lampiran 11

PENERIMAAN PAJAK DAN PEREDARAN USAHA TH 2002


KANWIL VII (DJP JAKARTA RAYA KHUSUS)

(Rp.Juta)
PEREDARAN
KLU JENIS USAHA PAJAK
USAHA

1 10000 PERTANIAN 346.187 15.794.840

2 20000 PERTAMBANGAN 8.367.373 57.326.087

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 10.807.323 145.027.222

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 664.127 60.360.530

5 50000 KONSTRUKSI 710.448 19.928.774

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 2.519.058 38.598.832

7 70000 ANGKUTAN 7.129.779 56.655.699

LEMB. KEUANGAN,
8 80000 REAL ESTATE 9.077.690 121.580.979

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 1.883.563 19.399.597

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 12.396.167 -

JUMLAH 53.901.715 534.672.559

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
164

Lampiran 12

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil VII DJP Tahun


2002
(Rp Juta)

346,187 8,367,373
12,396,167

1,883,563

10,807,323

9,077,690 664,127

7,129,779 710,448

2,519,058

PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN


LISTRIK, GAS DAN AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE KEMASYARAKATAN SOSIAL
KEGIATAN YG BELUM JELAS
165
Lampiran 13

KANWIL VIII+IX (DJP JAWA BAGIAN BARAT I+II)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 51.601 38.534.896

2 20000 PERTAMBANGAN 108.054 22.235.502

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 5.155.052 110.309.820

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 54.549 8.524.577

5 50000 KONSTRUKSI 315.259 7.676.192

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 1.142.209 41.283.457

7 70000 ANGKUTAN 906.627 14.219.024

LEMB. KEUANGAN,
8 80000 REAL ESTATE 2.148.361 8.079.296

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 1.119.985 21.632.235

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 1.101.809 -

JUMLAH 12.103.507 272.494.999

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
166

Lampiran14

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil VIII+IX DJP Tahun


2002 (Rp Juta)

51,601
1,101,809
108,054
1,119,985

5,155,052

2,148,361

906,627 54,549
1,142,209
315,259

PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN


LISTRIK, GAS DAN AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE KEMASYARAKATAN SOSIAL
KEGIATAN YG BELUM JELAS
167

Lampiran 15

KANWIL X (DJP JAWA TENGAH DAN DIY)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 4.730 38.919.283

2 20000 PERTAMBANGAN 6.922 1.866.021

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 2.765.613 50.300.037

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 41.481 1.475.091

5 50000 KONSTRUKSI 35.701 7.592.090

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 908.256 40.435.576

7 70000 ANGKUTAN 138.817 9.485.159

LEMB. KEUANGAN,
8 80000 REAL ESTATE 1.120.480 7.445.036

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 790.183 15.730.694

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 279.099 -

JUMLAH 6.091.283 173.248.987

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
168

Lampiran 16

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil X DJP Tahun


2002 (Rp Juta)

279,099
6,922
4,730
790,183

2,765,613

1,120,480

138,817 41,481
908,256
35,701

PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN


LISTRIK, GAS DAN AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE KEMASYARAKATAN SOSIAL
KEGIATAN YG BELUM JELAS
169
Lampiran 17

KANWIL XI+XII (DJP JAWA BAGIAN TIMUR I+II)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 97.739 47.360.511

2 20000 PERTAMBANGAN 147.026 4.519.693

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 6.467.167 60.337.145

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 64.785 6.164.081

5 50000 KONSTRUKSI 355.179 9.637.495

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 1.079.995 54.849.450

7 70000 ANGKUTAN 577.898 14.516.370

LEMB. KEUANGAN,
8 80000 REAL ESTATE 2.000.313 9.230.582

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 681.774 20.341.981

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 894.712 -

JUMLAH 12.366.588 226.957.308

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
170

Lampiran 18

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XI+XII DJP Tahun


2002 (Rp Juta)

97,739
894,712 147,026
681,774

2,000,313

6,467,167
577,898

1,079,995

355,179

64,785
PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS DAN AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE KEMASYARAKATAN SOSIAL
KEGIATAN YG BELUM JELAS
171
Lampiran 19

KANWIL XIII (DJP KALIMANTAN BARAT+KALIMANTAN TENGAH)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 102.351 12.271.296

2 20000 PERTAMBANGAN 44.840 589.170

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 128.198 5.929.002

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 719 260.865

5 50000 KONSTRUKSI 126.049 1.926.984

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 977.562 6.992.597

7 70000 ANGKUTAN 58.853 2.705.336

LEMB. KEUANGAN,
8 80000 REAL ESTATE 187.255 1.485.628

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 109.017 3.291.586

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 60.057 -

JUMLAH 1.794.899 35.452.464

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
172

Lampiran 20

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XIII DJP Tahun


2002 (Rp Juta)

128,198
109,017 60,057 102,351 44,840
719
187,255
126,049
58,853

977,562

PERTANIAN PERTAMBANGAN
INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR
KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE
KEMASYARAKATAN SOSIAL KEGIATAN YG BELUM JELAS
173
Lampiran 21

KANWIL XIV (DJP KALIMANTAN TIMUR + KALIMANTAN SELATAN)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 512.395 10.763.349

2 20000 PERTAMBANGAN 984.692 34.971.726

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 107.365 39.063.769

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 40.392 410.539

5 50000 KONSTRUKSI 540.663 2.864.366

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 459.490 9.172.130

7 70000 ANGKUTAN 364.286 7.063.041

LEMB. KEUANGAN,
8 80000 REAL ESTATE 402.338 1.856.524

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 115.682 3.144.739

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 378.884 -

JUMLAH 3.906.187 109.310.183

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
174

Lampiran 22

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XIV DJP Tahun


2002 (Rp Juta)

378,884 512,395
115,682
402,338

984,692
364,286

459,490 107,365
540,663
40,392

PERTANIAN PERTAMBANGAN
INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR
KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE
KEMASYARAKATAN SOSIAL KEGIATAN YG BELUM JELAS
175
Lampiran 23

KANWIL XV (DJP SULAWESI SELATAN + SULAWESI TENGGARA)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 6.800 17.040.837

2 20000 PERTAMBANGAN 55.887 3.123.473

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 179.162 4.752.319

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 8.290 503.796

5 50000 KONSTRUKSI 156.336 2,088,819

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 39.545 7.243.091

7 70000 ANGKUTAN 27.197 3.047.644

LEMB. KEUANGAN, REAL


8 80000 ESTATE 369.998 1.624.857

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 161.562 5.160.071

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 184.111 -

JUMLAH 1.188.888 44.584.907

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
176

Lampiran 24

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XV DJP Tahun


2002 (Rp Juta)

6,800 55,887
184,111
179,162

8,290
161,562

156,336

39,545

369,998 27,197

PERTANIAN PERTAMBANGAN
INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR
KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE
KEMASYARAKATAN SOSIAL KEGIATAN YG BELUM JELAS
177
Lampiran 25

KANWIL XVI (DJP SULAWESI UTARA + SULAWESI TENGAH)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 18.322 8.815.409

2 20000 PERTAMBANGAN 29,738 886.061

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 73.742 2.119.217

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 5,985 199,836

5 50000 KONSTRUKSI 125.459 2.657.839

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 93.954 3.115.898

7 70000 ANGKUTAN 67.333 2.464.982

LEMB. KEUANGAN, REAL


8 80000 ESTATE 158.671 750.249

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 82.906 3.598.816

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 130.518 -

JUMLAH 786.627 24.608.307

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
178

Lampiran 26

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XVI DJP Tahun


2002 (Rp Juta)

18,322 29,738
130,518 73,742
5,985
82,906
125,459

158,671 93,954
67,333

PERTANIAN PERTAMBANGAN
INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR
KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE
KEMASYARAKATAN SOSIAL KEGIATAN YG BELUM JELAS
179
Lampiran 27

KANWIL XVII (DJP BALI+NTB+NTT)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 2.605 12.011.216

2 20000 PERTAMBANGAN 3.844 5.113.710

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 58.358 2.984.699

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 19.285 461.757

5 50000 KONSTRUKSI 169.978 2.624.301

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 366.678 10.404.194

7 70000 ANGKUTAN 176.093 4.577.057

LEMB. KEUANGAN, REAL


8 80000 ESTATE 575.096 1.843.467

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 158.930 6.476.577

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 227.954 -

JUMLAH 1.758.822 46.496.978

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
180

Lampiran 28

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XVII DJP Tahun 2002


(Rp Juta)
2,605

3,844

58,358

19,285
227,954
169,978

158,930

366,678

575,096 176,093

PERTANIAN PERTAMBANGAN
INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR
KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE
KEMASYARAKATAN SOSIAL KEGIATAN YG BELUM JELAS
181
Lampiran 29

KANWIL XVIII (DJP MALUKU + PAPUA)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 24.619 6.626.610

2 20000 PERTAMBANGAN 219.573 12.516.209

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 9.583 1.355.735

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 11.161 118.379

5 50000 KONSTRUKSI 295.735 877.633

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 125.725 2.647.466

7 70000 ANGKUTAN 134.743 1.219.930

LEMB. KEUANGAN, REAL


8 80000 ESTATE 150.414 517.911

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 80.763 2.606.678

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 157.034 -

JUMLAH 1.209.351 28.486.551

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
182

Lampiran 30

Penerimaan Pajak Per Klu Kanwil XVIII DJP Tahun


2002 (Rp juta)

157,034 24,619
219,573
80,763 9,583

11,161

150,414

295,735
134,743
125,725

PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN


LISTRIK, GAS DAN AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE KEMASYARAKATAN SOSIAL
KEGIATAN YG BELUM JELAS
183
Lampiran 31

PENERIMAAN PAJAK DAN PEREDARAN USAHA TH 2002


KANWIL XIX DJP WAJIB PAJAK BESAR

(Rp.Juta)
PEREDARAN
KLU JENIS USAHA PAJAK
USAHA

1 10000 PERTANIAN 61.404 3.180.965

2 20000 PERTAMBANGAN 658.650 14.910.056

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 4.000.607 260.685.689

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR - -

5 50000 KONSTRUKSI 78.524 9.660.091

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 634.339 70.480.219

7 70000 ANGKUTAN 639.042 69.880.095

LEMB. KEUANGAN, REAL


8 80000 ESTATE 898.715 1.734.386

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 16.199 1.801.682

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 160.599 -

JUMLAH 7.148.079 432.333.183

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
184

Lampiran 32

Penerimaan Pajak Per KLU Kanwil XIX DJP Tahun


2002 (Rp Juta)

160,599

16,199
61,404 658,650
898,715

639,042

634,339

78,524
4,000,607

PERTANIAN PERTAMBANGAN
INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR
KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE
KEMASYARAKATAN SOSIAL KEGIATAN YG BELUM JELAS
185
Lampiran 33
PENERIMAAN PAJAK DAN PDRB TH 2002
NASIONAL
(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 2.521.392 281.349.755

2 20000 PERTAMBANGAN 11.787.641 103.571.523

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 35.706.558 345.893.862

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 1.041.535 29.144.366

5 50000 KONSTRUKSI 5.469.491 92.408.964

PERDAGANGAN DAN
6 60000 JASA 19.122.312 258.887.268

7 70000 ANGKUTAN 11.930.547 97.384.832

LEMB. KEUANGAN, REAL


8 80000 ESTATE 23.769.090 105.630.555

KEMASYARAKATAN
9 90000 SOSIAL 6.696.946 169.596.865

KEGIATAN YG BELUM
10 00000 JELAS 19.783.737 -

JUMLAH 137.829.249 1.483.867.990


Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji
Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
186

Lampiran 34

Penerimaan Pajak Per KLU Nasional Tahun 2002


(Rp Juta)

19,783,737 2,521,392 11,787,641

6,696,946
35,706,558

23,769,090

1,041,535
11,930,547
19,122,312 5,469,491

PERTANIAN PERTAMBANGAN
INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR
KONSTRUKSI PERDAGANGAN DAN JASA
ANGKUTAN LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE
KEMASYARAKATAN SOSIAL KEGIATAN YG BELUM JELAS
187
Lampiran 35

Perbandingan Penerimaan Pajak Dan PDRB Nasional Tahun 2002

350,000,000

300,000,000

250,000,000

200,000,000

150,000,000

100,000,000

50,000,000

0
PERTANIAN INDUSTRI KONSTRUKSI ANGKUTAN KEMASYARAKATAN

PENGOLAHAN SOSIAL

PAJAK PDRB
188
Lampiran 36
SPT Orang Pribadi Tahun 2002

NO Kanwil SPT Penghasilan Kotor PPh

1 Kanwil I 54.197 1.621.737.493.527 108.396.330.841


2 Kanwil II 27.133 766,286,828,193 211.681.854.848
3 Kanwil III 51.037 2.307.065.352.398 270.696.296.353
4 Kanwil IV 40.674 989.300.894.013 868.971.023.134
5 Kanwil V 49.864 2.363.228.173.480 628.572.671.960
6 Kanwil VI 18.219 550.473.227.088 508.540.392.720
7 Kanwil VII 5.825 473.995.473 1.806.509.452.838
8 Kanwil VIII 57.334 2.283.753.937.776 462.426.245.452
9 Kanwil IX 72.717 1.300.157.847.190 263.375.540.736
10 Kanwil X 82.119 3.518.490.141.821 197.502.512.139
11 Kanwil XI 45.434 4.302.180.758.493 260.871.471.972
12 Kanwil XII 45.812 2.679.601.940.001 127.800.056.595
13 Kanwil XIII 10.725 815.554.637.835 22.829.890.507
14 Kanwil XIV 22.614 1.030.439.924.450 327.478.233.194
15 Kanwil XV 22.842 2.025.407.985.689 39.453.486.564
16 Kanwil XVI 10.664 691.716.081.506 20.620.296.502
17 Kanwil XVII 34.193 1,243.044.903.121 137.286.137.686
18 Kanwil XVIII 5.551 247.057.654.763 22.207.747.523
Jumlah 656.954 28.735.971.776.817 6.285.219.641.564

Sumber : Direktorat Informasi Perpajakan DJP


Tanggal Proses : 25-03-2004
189
Lampiran 37

SPT PPh Badan Tahun 2002

NO Kanwil SPT Penghasilan Kotor PPh

1 Kanwil I 14.645 42.302.418.865.601 349.978.489.494


2 Kanwil II 18.773 35.969.883.383.053 588.929.011.833
3 Kanwil III 16.240 34.729.526.494.016 309.677.796.638
4 Kanwil IV 28.958 140.298.486.578.985 2.161.911.339.442
5 Kanwil V 27.602 156.814.497.733.919 1.487.645.817.371
6 Kanwil VI 15.893 106.312.984.971.364 977.032.297.773
7 Kanwil VII 6.841 534.672.559.417.055 10.310.733.052.796
8 Kanwil VIII 19.909 68.523.956.477.562 542.057.027.187
9 Kanwil IX 19.856 47.927.864.331.208 320.194.925.884
10 Kanwil X 30.267 72.079.665.741.593 461.338.777.998
11 Kanwil XI 20.647 93.520.586.996.099 669.836.665.275
12 Kanwil XII 13.129 38.872.507.548.590 402.324.057.903
13 Kanwil XIII 5.911 6.457.902.628.209 48.787.519.763
14 Kanwil XIV 10.813 19.256.714.762.228 244.211.892.727
15 Kanwil XV 13.107 10.059.235.282.399 82.463.196.742
16 Kanwil XVI 6.129 4.433.574.425.599 37.929.641.170
17 Kanwil XVII 17.123 16.269.661.129.052 120.662.893.129
18 Kanwil XVIII 5.059 3.289.357.076.743 67.581.180.351
19 Kanwil XIX 179 62.356.067.784.671 10.594.465.564.829

Jumlah 291.081 1.494.147.451.627.950 29.777.761.148.305


Sumber : Direktorat Informasi Perpajakan DJP
Tanggal Proses : 25-03-2004
190
Lampiran 38
Data Keberatan PPh (Tahun 2002 - 2003)
Tahun 2002 Tahun 2003
No Kantor Diajukan Selesai Diajukan Selesai
WP Diproses WP Diproses
1 Kanwil I 125 75 136 73
2 Kanwil II 44 24 95 48
3 Kanwil III 35 17 144 122
4 Kanwil IV 582 319 399 308
5 Kanwil V 395 201 401 210
6 Kanwil VI 264 120 248 156
7 Kanwil VII 271 158 522 206
8 Kanwil VIII 152 91 304 118
9 Kanwil IX 159 80 151 71
10 Kanwil X 149 72 210 136
11 Kanwil XI 167 116 191 147
12 Kanwil XII 46 18 91 60
13 Kanwil XIII 40 28 26 33
14 Kanwil XIV 66 33 87 102
15 Kanwil XV 33 16 49 41
16 Kanwil XVI 17 15 27 15
17 Kanwil XVII 17 19 91 45
18 Kanwil XVIII 19 18 19 13
19 Kantor Pusat 0 0 187 49
Jumlah 2.581 1.420 3.378 1.953
Sumber : Direktorat Pajak Penghasilan DJP
Tanggal Proses : 25-03-2004
191
Lampiran 39
Data Keberatan PPh Tahun 2002
700

600

500

400

300

200

100

0
Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kantor
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII Pusat

Diajukan WP Selesai Diproses


192

Lampiran 40

Data Keberatan PPh Tahun 2003


600

500

400

300

200

100

0
Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kantor
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII Pusat

Diajukan WP Selesai Diproses


193

Lampiran 41
Data Keberatan PPN/PPnBM dan PTLL (Tahun 2002 - 2003)

Tahun 2002 Tahun 2003


No Kantor
Diajukan WP Selesai Diproses Diajukan WP Selesai Diproses

1 Kanwil I 649 416 909 528


2 Kanwil II 358 246 565 363
3 Kanwil III 541 381 703 494
4 Kanwil IV 1396 774 1821 1252
5 Kanwil V 1433 881 1485 921
6 Kanwil VI 971 594 1221 723
7 Kanwil VII 1075 768 1377 891
8 Kanwil VIII 1184 608 1375 940
9 Kanwil IX 1071 571 787 732
10 Kanwil X 1164 847 1765 1261
11 Kanwil XI 1216 935 1399 1060
12 Kanwil XII 533 400 943 734
13 Kanwil XIII 145 115 182 153
14 Kanwil XIV 380 191 499 349
15 Kanwil XV 386 159 512 304
16 Kanwil XVI 190 114 155 80
17 Kanwil XVII 399 296 655 439
18 Kanwil XVIII 49 29 62 43

Jumlah 13140 8325 16415 11267

Catatan :
Kanwil DJP Jawa Bagian Barat I dan Kanwil DJP Sulut & Sulteng s.d. Triwulan III (2003)
Kanwil DJP Sulut & Sulteng s.d. Triwulan III (2003)
Sumber : Direktorat PPN dan PTLL Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal Proses : 25-03-2004
194

Lampiran 42

Data Keberatan PPN/PPnBM dan PTLL Tahun 2002

Kanwil XVIII

Kanwil XVII

Kanwil XVI

Kanwil XV

Kanwil XIV

Kanwil XIII

Kanwil XII

Kanwil XI

Kanwil X

Kanwil IX

Kanwil VIII

Kanwil VII

Kanwil VI

Kanwil V

Kanwil IV

Kanwil III

Kanwil II

Kanwil I

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

Diajukan WP Selesai Diproses


195

Lampiran 43

Data Keberatan PPN/PPnBM dan PTLL Tahun 2003

Kanwil XVIII

Kanwil XVII

Kanwil XVI

Kanwil XV

Kanwil XIV

Kanwil XIII

Kanwil XII

Kanwil XI

Kanwil X

Kanwil IX

Kanwil VIII

Kanwil VII

Kanwil VI

Kanwil V

Kanwil IV

Kanwil III

Kanwil II

Kanwil I

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

Diajukan WP Selesai Diproses


196
Lampiran 44

Data Keberatan PBB (Tahun 2002 - 2003)

Tahun 2002 Tahun 2003


No Kantor
Diajukan WP Selesai Diproses Diajukan WP Selesai Diproses
1 Kanwil I 1.106 1.077 1.654 1.640
2 Kanwil II 1.470 1.289 606 585
3 Kanwil III 6.609 7.404 4.798 4.692
4 Kanwil IV 618 611 524 523
5 Kanwil V 763 762 903 894
6 Kanwil VI 147 138 205 188
7 Kanwil VII 1.220 1.304 1.342 1.280
8 Kanwil VIII 20.504 20.309 28.478 28.283
9 Kanwil IX 20.342 20.092 16.519 16.492
10 Kanwil X 4.062 4.062 6.225 6.221
11 Kanwil XI 8.723 8.703 10.288 10.195
12 Kanwil XII 685 661 625 620
13 Kanwil XIII 663 662 694 688
14 Kanwil XIV 1.534 1.534 1.412 1.421
15 Kanwil XV 871 870 741 737
16 Kanwil XVI 2.686 2.713 871 873
17 Kanwil XVII 134 110 115 104
18 Kanwil XVIII 0 0 0 0

Jumlah 72.137 72.301 76.000 75.436


Sumber : Direktorat PBB dan BPHTB DJP
Tanggal Proses : 25-03-2004
197

Lampiran 45

Data Keberatan PBB Tahun 2002

25,000

20,000

15,000

10,000

5,000

0
Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII

Diajukan WP Selesai Diproses


198

Lampiran 46

Data Keberatan PBB Tahun 2003

30,000

25,000

20,000

15,000

10,000

5,000

0
Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII

Diajukan WP Selesai Diproses


199

Lampiran 47

Data Keberatan BPHTB (Tahun 2002 - 2003)

Tahun 2002 Tahun 2003


No Kantor
Diajukan WP Selesai Diproses Diajukan WP Selesai Diproses
1 Kanwil I 1 1 17 0
2 Kanwil II 1 1 1 0
3 Kanwil III 0 0 1 1
4 Kanwil IV 1 1 0 0
5 Kanwil V 0 0 1 1
6 Kanwil VI 13 12 3 3
7 Kanwil VII 0 0 0 0
8 Kanwil VIII 34 34 13 13
9 Kanwil IX 38 38 24 21
10 Kanwil X 6 1 5 5
11 Kanwil XI 2 1 3 3
12 Kanwil XII 0 0 1 1
13 Kanwil XIII 1 1 0 0
14 Kanwil XIV 16 16 9 9
15 Kanwil XV 0 0 38 38
16 Kanwil XVI 0 0 12 0
17 Kanwil XVII 0 0 8 8
18 Kanwil XVIII 0 0 0 0

Jumlah 113 106 136 103

Sumber : Direktorat PBB dan BPHTB DJP


Tanggal Proses : 25-03-2004
200

Lampiran 48

Data Keberatan BPHTB Tahun 2002

30,000

25,000

20,000

15,000

10,000

5,000

0
Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII

Diajukan WP Selesai Diproses


201

Lampiran 49

Data Keberatan BPHTB 2003

120

100

80

60

40

20

0
Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kantor
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII Pusat

Diajukan WP Selesai Diproses


202

Lampiran 50

Data Usulan Pencekalan (Tahun 2002 – 2003)

Jumlah Wajib Utang Pajak


NO Kanwil
Pajak (dlm ribuan)

1 I 6 53.790.606

2 II 1 1.417.450

3 IV 5 36.369.497

4 V 12 82.361.738

5 VI 18 121.123.546

6 VII 18 431.662.349

7 XI 4 5.577.876

8 XII 5 30.638.444

9 XIV 1 5.926.329

10 XV 2 1.427.824

Jumlah 72 770.295.662

Sumber : Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak DJP


Tanggal Proses : 25-03-2004
203

Lampiran 51

Data Usulan Pencekalan (Tahun 2002 – 2003)

20

15

10

0
Kanwil I Kanwil II Kanwil IV Kanwil V Kanwil VI Kanwil VII Kanwil XI Kanwil XII Kanwil XIV Kanwil XV

Jumlah Wajib Pajak


204

Lampiran 52
Data Tunggakan Wajib Pajak (Tahun 2002 - 2003)

Tunggakan Akhir Tahun

NO Kanwil (dalam ribuan Rp)

2002 2003

1 I 539.249.354 607.314.448
2 II 253.433.500 470.104.154
3 III 253.743.350 525.843.900
4 IV 2.037.788.749 2.163.509.201
5 V 1.462.949.171 2.251.303.190
6 VI 1.136.370.170 1.347.970.965
7 VII 6.283.068.918 11.60.592.124
8 VIII 533.707.489 682.194.975
9 IX 198.406.865 450.898.522
10 X 434.922.299 460.928.046
11 XI 539.772.870 617.459.716
12 XII 228.901.824 290.934.688
13 XIII 131.685.967 138.141.522
14 XIV 224.135.756 338.511.733
15 XV 156.495.883 238.760.086
16 XVI 109.361.611 155.791.627
17 XVII 152.559.966 172.632.750
18 XVIII 68.421.273 73.709.456
19 XIX 3.836.672.606 4.000.205.128

JUMLAH 18.581.647.621 26.589.806.231


Sumber : Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak DJP
Tanggal Proses : 25-03-2004
205

Lampiran 53

Data Tunggakan Wajib Pajak (Tahun 2002-2003)

12,000,000,000

10,000,000,000

8,000,000,000

6,000,000,000

4,000,000,000

2,000,000,000

0
2002
Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil Kanwil
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX

2002 2003
206

Lampiran 54

JUMLAH WAJB PAJAK TERDAFTAR NASIONAL 10 TAHUN TERAKHIR

ORANG WAJIB PPh


TAHUN BENDAHARAWAN BADAN WAJIB PPN
PRIBADI PASAL 21
1995 84.113 458.732 1.086.488 571.071 325.354
1996 91.475 499.361 1.163.974 622.409 351.801
1007 97.939 543.433 1.232.457 675.622 374.793
1998 105.869 582.018 1.274.719 724.184 391.963
1999 117.194 650.691 1.316.259 806.480 416.867
2000 129.756 726.655 1.381.194 899.299 451.797
2001 147.131 804.959 1.697.180 1.001.298 489.232
2002 170.519 888.949 2.028.026 1.114.467 526.854
2003 195.556 974.004 2.330.802 1.232.626 559.247
2004 198.430 991.641 2.380.771 1.251.079 563.570

Sumber : Direktorat Informasi Perpajakan DJP


Tanggal Proses : 15-03-2004
207
Lampiran 55

Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Nasional 10 Tahun


Terakhir

2,500,000

2,000,000

1,500,000

1,000,000

500,000

0
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Bendaharawan Badan Orang Pribadi Wajib Pajak PPh Pasal 21 Wajib Pajak PPN
208
Lampiran 56
Jumlah Wajib Pajak Terdaftar (Tahun 2002)

Kantor Orang
No Bendaharawan Badan Jumlah
Wilayah Pribadi
1 Kanwil I 12.517 62.898 181.777 257.192
2 Kanwil II 12.339 54.880 111.958 179.177
3 Kanwil III 17.377 53.024 176.233 246.634
4 Kanwil IV 2.758 107.695 151.403 261.856
5 Kanwil V 920 86.431 140.245 227.596
6 Kanwil VI 1.838 63.322 55.209 120.369
7 Kanwil VII 331 14.856 10.835 26.022
8 Kanwil VIII 10.373 67.357 182.707 260.437
9 Kanwil IX 11.934 59.062 217.145 288.141
10 Kanwil X 19.228 61.207 176.653 257.088
11 Kanwil XI 6.587 51.700 110.071 168.358
12 Kanwil XII 8.780 32.779 127.886 169.445
13 Kanwil XIII 8.019 18.979 42.532 69.530
14 Kanwil XIV 10.583 36.093 79.947 126.623
15 Kanwil XV 12.218 33.565 82.433 128.216
16 Kanwil XVI 9.696 22.602 42.247 74.545
17 Kanwil XVII 14.960 39.940 102.412 157.312
18 Kanwil XVIII 10.244 21.879 36.201 68.324
19 Kanwil XIX 0 692 0 692
Jumlah 170.702 888.961 2.027.894 3.087.557
Sumber : Direktorat Informasi Perpajakan DJP
Tanggal Proses : 25-03-2004
209

Lampiran 57

Jumlah Instansi Vertikal


No Uraian 2000 2001 2002 2003

1 Kanwil 15 18 19 24

2 KPP 141 173 175 178

3 KPPBB 107 141 141 146

4 Karikpa 55 55 55 55

5 KP4 211 236 236 236

Jumlah SDM Berdasarkan Eselon


No Uraian 2000 2001 2002 2003

1 Eselon II 25 28 28 37

2 Eselon III 347 514 521 559

3 Eselon IV 2071 3302 3317 3576

Jumlah SDM Berdasarkan Pendidikan


No Uraian 2000 2001 2002 2003

1 Strata 3 8 7 7 7

2 Strata 2 232 557 721 691

3 Strata 1 5658 6056 6708 7124

4 Lainnya 22401 22356 22329 22002


210

Lampiran 58

Jumlah Instansi Vertikal


250

200

150

100

50

0
2000 2001 2002 2003
Kanwil KPP KPPBB Karikpa KP4
211

Lampiran 59

Jumlah SDM Berdasarkan Eselon

4000
3500

3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2000 2001 2002 2003
Eselon II Eselon III Eselon IV
212

Lampiran 60

Jumlah SDM Berdasarkan Pendidikan


25000

20000

15000

10000

5000

0
2000 2001 2002 2003

Strata 3 Strata 2 Strata 1 Lainnya


213

Lampiran 61
REKAPITULASI PENJATUHAN
HUKUMAN DISIPLIN TAHUN 2003
PERIODE : JANUARI S/D DESEMBER 2003

NO JENIS HUKUMAN
JML
1 2 15
KEPMEN KEU
I NO.15/KMK.01/UP.6/1985
- Peringatan Pertama 290
- Peringatan Kedua 71
- Peringatan Ketiga 41
JUMLAH 402

II PP No 30 TAHUN 1980
Tingkat Ringan :
- Tegoran lisan 17
- Tegoran tertulis 12
Pernyataan tidak puas secara
- tertulis 4
Tingkat Sedang :
- Penundaan kenaikan gaji berkala 6
Penurunan gaji sebesar 1 kali
- kenaikan gaji berkala 8
- Penundaan kenaikan pangkat 3
Tingkat Berat :
- Penurunan pangkat 15
- Pembebasan jabatan 3
Pemberhentian dgn hormat tdk
- atas permintaan sendiri 0
Pemberhentian tidak dengan
hormat
- 1
214

1 2 3
PP No 32 TAHUN 1979
III
Pemberhentian dgn hormat tdk
- atas permintaan sendiri 3
Pemberhentian tidak dengan
- hormat 10

IV PP No 6 TAHUN 1976
Pemberhentian dengan hormat
- sebagai CPNS 2

V PP No 4 TAHUN 1966
Pemberhentian Sementara
(Skorsing) 0
SUB TOTAL (II S/D IV) 84
T O T A L ( I S/D IV) 486

Sumber : Bagian Kepegawaian Sekretariat DJP


Tanggal Proses : 25-03-2004
215

Lampiran 62

REKAPITULASI PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN TAHUN 2003

450

400

350

300

250

200

150

100

50

0
KEPMEN KEU PP No 30 TAHUN 1980 PP No 32 TAHUN 1979 PP No 6 TAHUN 1976 PP No 4 TAHUN 1966
NO.15/KMK.01/UP.6/1985

Jenis Hukuman
216
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : KEP- 32 /PJ./2004
TENTANG
PERUBAHAN SUSUNAN ANGGOTA TIM PENYUSUNAN BUKU SAKU PERPAJAKAN YANG
DIPERLUKAN DALAM RANGKA MEMBERIKAN TANGGAPAN ATAS PERTANYAAN DARI
PIHAK KETIGA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang : a. bahwa untuk mengoptimalkan Tim Penyusunan Buku Saku Perpajakan Yang
Diperlukan Dalam Rangka Memberikan Tanggapan Atas Pertanyaan Dari Pihak
Ketiga yang dibentuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-
16/PJ./2004, perlu dilakukan perubahan susunan anggota Tim;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dipandang perlu untuk
menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan Susunan
Anggota Tim Penyusunan Buku Saku Perpajakan Yang Diperlukan Dalam Rangka
Memberikan Tanggapan Atas Pertanyaan Dari Pihak Ketiga;
c. bahwa dalam rangka penyusunan Buku tersebut, perlu menetapkan Tim Penyusunan
Buku Saku Perpajakan Yang Diperlukan Dalam Memberikan Tanggapan Atas
Pertanyaan Dari Pihak Ketiga;
Mengingat : 1. Hasil Rapat Pimpinan Direktorat Jenderal Pajak tanggal 29 Desember 2003;
2. Rapat pleno pertama Tim enyusunan Buku Saku Perpajakan Yang Diperlukan
Dalam Rangka Memberikan Tanggapan Atas Pertanyaan Dari Pihak Ketiga tanggal
29 Januari 2004

MEMUTUSKAN :

Menetapkan KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TENTANG


: PERUBAHAN SUSUNAN ANGGOTA TIM PENYUSUNAN BUKU SAKU
PERPAJAKAN YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA MEMBERIKAN
TANGGAPAN ATAS PERTANYAAN DARI PIHAK KETIGA.

Pasal I
Mengubah susunan anggota Tim Penyusunan Buku Saku Perpajakan Yang Diperlukan
Dalam Rangka Memberikan Tanggapan Atas Pertanyaan Dari Pihak Ketiga sebagaimana
tercantum dalam lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal II
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada yang berkepentingan untuk diketahui dan
diindahkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 11 Februari 2004

a.n. Direktur Jenderal


Sekretaris Direktorat Jenderal
Ttd

Djazoeli Sadhani
NIP 060036043
217
TIM PENYUSUNAN BUKU SAKU PERPAJAKAN YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA MEMBERIKAN
TANGGAPAN ATAS PERTANYAAN DARI PIHAK KETIGA
I. Pembina : Direktur Jenderal
II. Penasehat : Sekretaris Direktorat Jenderal
III. Ketua : Tenaga Pengkaji DJP bidang Pelayanan
IV. Sekretaris : Kepala Bagian Organisasi dan Tatalaksana
V. Anggota :
Sub Tim Data dan Informasi Perpajakan :
A. Koordinator Direktur Informasi Perpajakan
B. Wakil Koordinator Kasubdit Reg. Pemantauan Data, Dit. Informasi
Perpajakan
C. Anggota : 1. Kasubdit Pembukuan dan Penerimaan Pajak,
Dit. PPSP
2. Kasubdit Metode dan Materi Penyuluhan,
Dit. Penyuluhan Perpajakan
3. Kasubdit Pelayanan dan Perpustakaan, Dit.
Penyuluhan Perpajakan
4. Kasubdit Penerimaan dan Penagihan, Dit.
PBB dan BPHTB
5. Kepala Bagian Kepegawaian, Sekretariat
Direktorat Jenderal Pajak
6. Kasi Metode dan Materi Penyuluhan PPh,
Dit. Penyuluhan Perpajakan
7. Kasi Registrasi Wajib Pajak, Dit. Informasi
Perpajakan
8. Kasi Penerimaan PBB, Dit. PBB dan BPHTB
9. Kasi Penerimaan PBB, Dit. PPSP
10. Kasubag Pemberhentian dan Pemensiunan
Pegawai, Bagian Kepegawaian, Sekretariat
Direktorat Jenderal
11. Kasubag Pengembangan, Bagian
Kepegawaian, Sekretariat Direktorat Jenderal
12. Koodinator Pelaksana Pembuatan Laporan,
Dit. PPSP
13. Koordinator Pelaksana Komunikasi Data I,
Dit. Informasi Perpajakan
14. Koordinator Pelaksana Analisis Kebutuhan
Pegawai, Bagian Kepegawaian
15. Koordinator Pelaksana Sarana Cetak II, Dit.
Penyuluhan Perpajakan
2. Sub Tim Peraturan Perpajakan :
A. Koordinator : Direktur Peraturan Perpajakan
B. Wakil Koordinator Kasubdit Dokumentasi dan Bantuan Hukum, Dit.
Peraturan Perpajakan
a. Sub Koordinator PPh
Ketua : Kasubdit Peraturan PPh, Dit. Peraturan Perpajakan
Anggota : 1. Kasubdit PPh Perseorangan,
Dit. PPh
2. Kasubdit Potput PPh, Dit. PPh
3. Kasi Peraturan PPh Potput, Dit. Peraturan
Perpajakan
4. Kasi Pemotongan PPh II, Dit. PPh
5. Kasi PPh OP II, Dit. PPh
6. Kasi PPh Badan I, Dit. PPh
7. Koordinator Pelaksana Peraturan PPh Badan I,
Dit. Peraturan Perpajakan
b. Sub Koordinator PPN
Ketua : Kasubdit PPN Jasa dan PTLL, Dit. PPN dan PTLL
218
Anggota : 1. Kasubdit Peraturan PPN dan PTLL, Dit.
Peraturan Perpajakan
2. Kasi Peraturan PPN Dagang, Dit. Peraturan
Perpajakan
3. Kasi PPN Jasa dan PTLL I, Dit. PPN dan PTLL
4. Kasi Dokumentasi PP, Dit. Peraturan
Perpajakan
5. Koordinator Pelaksana Pemantauan PPN
Perdagangan I, Dit. PPN dan PTLL
c. Sub Koordinator KUP dan PBB
Ketua : Kasubdit Peraturan PBB dan Umum, Dit. Peraturan
Perpajakan
Anggota : 1. Kasi Bantuan Hukum Non Pajak, Dit.
Peraturan Perpajakan
2. Kasi Perjanjian Asia Pasifik, Dit. Peraturan
Perpajakan
3. Kasi Peraturan PBB, Dit. Peraturan Perpajakan
4. Koordinator Pelaksana Ketentuan Umum
Perpajakan II, Dit. Peraturan Perpajakan
5. Koordinator Pelaksana Dokumentasi II, Dit.
Peraturan Perpajakan

d. Sub Koordinator Pemeriksaan, Penyidikan


dan Penagihan
Ketua : Kasubdit Pemeriksaan WP OP, Dit. P-4
Anggota : 1. Kasubdit Pemeriksaan WP Badan, Dit. P-4
2. Kasi Pemantauan Penagihan, Dit. P-4
3. Kasi Pemeriksaan Rutin WP OP, Dit. P-4
4. Kasi Pemeriksaan Rutin WP Badan, Dit. P-4
5. Koordinator Pelaksana Pemeriksaan Rutin WP
Badan I, Dit. P-4
6. Koordinator Pelaksana Pemeriksaan Rutin WP
OP I, Dit. P-4
VI. Sekretariat :
A. Koordinator Kepala Bagian Umum, Sekretariat Direktorat
Jenderal Pajak
B. Wakil Koordinator Kepala Bagian Keuangan, Sekretariat Direktorat
Jenderal
C. Anggota 1. Kasubag Rumah Tangga, Bagian Umum
2. Kasubag Penyusunan Anggaran, Bagian
Keuangan
3. Kasubag Tatalaksana, Bagian Organta
4. Koordinator Pelaksana Metode dan Prosedur
Kerja, Bagian Organta
5. Koordinator Pelaksana Data Konsultan Pajak,
Bagian Organta
6. Diah Purwitosari, Bagian Organta
7. Lilis Rahmi, Bagian Organta
8. Agung Sugiharto, Bagian Organta

a.n Direktur Jenderal


Sekretaris Direktorat Jenderal

Ttd
Djazoeli Sadhani
NIP 060036043

You might also like