Professional Documents
Culture Documents
SUPRIATUN
Widyaiswara PPPG Kesenian Yogyakarta
ii
DAFTAR ISI
PRAKATA, ... ii
KATA PENGANTAR, ... iii
DAFTAR ISI, ... iv
DAFTAR LAMPIRAN, ... v
Bagian 1 PENDAHULUAN, ... 1
1.1 Seni dan Keindahan, ... 2
1.2 Konsep tentang Seni, ... 5
Bagian 2 KARYA SENI, ... 7
2.1 Jenis Karya Seni, ... 7
2.2 Karya Seni Monumental, ... 9
Bagian 3 PORTOFOLIO DAN PELAPORAN, ... 10
Bagian 4 KRITERIA DAN FORMAT PENILAIAN, ... 13
4.1 Kriteria Penilaian, ... 14
4.1.1 Seni Rupa, ... 15
4.1.2 Seni Pertunjukan, ... 15
4.1.3 Seni Sastra, ... 17
4.2 Format penilaian, ... 17
4.3 Pedoman penilaian, ... 20
4.4 Kriteria Penolakan, ... 21
Bagian 5 PENUTUP, ... 24
DAFTAR PUSTAKA, ... 25
LAMPIRAN-LAMPIRAN , ...26
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
Bagian 1
PENDAHULUAN
1
dibandingkan peran logika yang objektif. Dasar rasa yang dikembangkan
dalam sebuah karya seni oleh penciptanya (seniman) sering disebut dengan
istilah rasa keindahan atau estetika.
Setiap orang memiliki kepekaan dan pengalaman yang berbeda-beda
tentang rasa keindahan. Oleh karena itu, bentuk ekspresi yang dilahirkan
atau diciptakannya pun berbeda-beda. Ada ekspresi dengan media suara (seni
suara), bahasa (seni sastra), bunyi (seni musik), warna dan benda (seni rupa),
gerak (seni tari), dan media yang lain. Selanjutnya ketika muncul
‘pengakuan’ oleh penikmat seni (apresian, apresiator, kritikus seni, sesama
seniman) bahwa sebuah karya itu ‘indah’, karya tersebut mendapat
legitimasi atau ‘pengobjektifan’ sebagai karya seni. Oleh karena itu, dalam
konteks formal subunsur “Menciptakan Karya Seni Monumental/Pertunjukan
dalam Pengembangan Profesi bagi Jabatan Fungsional Guru” berikut ini
adalah pokok-pokok pikiran yang perlu dipahami.
2
Seni sering diindentikkan dengan keindahan, Dalam peradaban manusia,
suatu karya dipandang memiliki ‘nilai seni’ biasanya didasarkan kepada
adanya pengakuan orang di luar diri seniman yang ‘menangkap’ nuansa
keindahan yang ‘unik’ pada karya seni yang diciptakan seniman. Pengakuan
oleh sejumlah orang yang memiliki kapabelitas sebagai penikmat seni
(apresian, apresiator, kritikus seni, seniman) itu merupakan bentuk ‘objektif’
atau rasionalisasi dari karya seni tersebut. Dari kondisi objektif itulah
selanjutnya orang mencoba mendefinisikan apa karya seni itu dari berbagai
sudut pandang dan pengalaman estetik masing-masing. Meskipun demikian,
tetap saja orang lebih mudah menunjuk sesuatu wujud tertentu yang
diekspresikan oleh seniman melalui gerak, suara, warna, dan benda lain
secara estetik sebagai karya seni dibandingkan harus mendefini-sikan seni itu
apa.
Setiap definisi tentang seni tidak pernah mampu mengungkapkan sosok
seni secara utuh dan memuaskan banyak pihak. Dalam sebuah makalahnya
Suparno (t.th) menyebut karya seni sebagai suatu proses kreatif dalam bidang
kesenian yang dilandasi oleh pengalaman dan penghayatan dengan
melibatkan cipta, rasa, dan karsa, antara lain berupa hasil seni lukis, seni
patung, seni grafis, seni keramik, seni musik, seni tari, seni karawitan, seni
teater, dan seni kriya.
Mattulada (2001) karya seni sebagai benda-benda budaya yang
memenuhi gagasan-gagasan, nilai-nilai ideal estetika yang selalui dipandang
menghampiri kesempurnaan. Sutopo (2001) menyebut seni adalah ekspresi
gagasan dan cita-cita, aspirasi spiritual, dan beragam fantasi yang dihasilkan
seniman dalam mewujudkan dunia sintetis dan dunia self-consistent.
Plato (428-348 s.M.) Seorang filsuf Yunani mengekspresikan keindahan
pada benda merupakan ilusi dari keindahan yang sebenarnya. Keindahan bagi
plato sangat rentan kaitannya dengan rasa indah yang berasal dari rasa cinta
dan kasih sayang. Hal tersebut karena keindahan yang sangat berdekatan
denga etika (kesusilaan) yang mempermasalahkan kebaikan budi/perilaku.
3
Penekanan Plato pada ‘ukuran dan proporsi’ di kemudian hari dijadikan
premis keindahan sebagai refleksi dari kekuasaan Sang Pencipta yang lebih
abadi sifatnya.
Plato lebih memandang bahwa benda seni yang diciptakan oleh
seniman merupakan tiruan benda indah yang merupakan ilusi dari ide
keindahan. Pendapatnya yang demikian menyudutkannya untuk mengatakan
bahwa karya seni itu hanya sebuah ilusi penampakan realitas. Unsur
intelektual idealis dan subjektivitas dalam memandang karya sastra juga
menjadi dogmatis ketika seseorang harus menelaah karya seni. Kesemuanya
itu lebih dikarenakan oleh peran Sang Pencipta dalam memutuskan sesuatu.
Aritoteles (384-322 s.M.) mendukung pendapat Plato dengan
mengatakan bahwa seni itu suatu yang bersifat imitasi atau tiruan (mimesis)
dan keindahan adalah suatu kesatuan dan keharmonisan. Namun, bagi
Aritoteles karya seni yang lebih nyata penampakannya atau realistik,
sedangkan bagi Plato karya seni itu tansendental (dogmatik, suci). Ciri-ciri
kesatuan dan keharmonisan yang membentuk ‘keindahan’ atau ‘seni’ itu
meliputi (1) keutuhan bentuk dalam arti sesuatu itu harus pas dan khas
adanya, (2) keseimbangan proporsional ukurannya, dan (3) kejernihan atau
kejelasan ujudnya tanpa ambiguitas. Pemikirannya yag demikian memberikan
batasan pada karya seni yang harus utuh, tidak ada cacatnya, tidak ada yang
kurang dan tidak ada yang lebih.
Dengan demikian Aristoteles lebih objektif dibandingkan Plato dalam
memandang karya seni karena Aristoteleh berpijak pada dunia nyata
(realisme) sedangkan Plato pada dunis metafisis atau alam gaib di luar
kekuasaan manusia (transendental) dalam menempatkan kedudukan nilai
keindahan atau seni (George Dickie, 1979)
Imanuel Kant (1724-1804), pemikir berkebangsaan Jerman ini tidak
setuju dengan penyubjektivitas konsep keindahan yang dianggapnya akan
menimbulkan kekeliruan dalam mencari jawaban tentang keindahan.
Meskipun demikian, ia tidak menyangkal bahwa secara empirik orang bisa
4
menyelidiki sebanyak mungkin sampai pada standar rasa terhadap sesuatu. Ia
menyangkal tentang keindahan yang dimunculkan dari sebuah benda dan
menganggap keindahan muncul dari subjektivitas manusia saat menikmati
objek keindahan itu. Dengan demikian, peran otak terlibat di dalamnya
sehingga unsur subjektivitas sesungguhnya tidak terlalu berperan.
Kant menolak unsur ‘rasa’ dalam menelaah karya seni. Dalam menilai
karya sastra misalnya, seorang pembaca hanya berhenti pada batas apa yag
dibacanya dan bukan sampai pada meneropong jauh keinginan seniman
(sastrawan). Apa yang dinilai itu tidak mungkin dipengaruhi oleh subjektivitas
pembaca, sebab apa yang terbaca atau terlihat itulah yang harus dimaknai.
Batasan itu menyebabkan peyebutan kata ‘indah’ hanya untuk sesuatu yang
mempunyai nilai dan kualitas tinggi atau hanya khusus untuk menilai karya
seni.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa (1) seni dan keindahan
tidak terpisahkan, (2) subjektivitas cocok untuk menelaah karya yang
sifatnya transendental, sedangkan objektivitas untuk menelaah keindahan
karya buatan manusia, dan (3) faktor subjektivitas dapat mengabaikan faktor
objektivitas jika manusia dihadapkan kepada realita permasalahan di luar
kekuasaan manusia.
5
dan penjelajahan cipta, rasa, dan karsa dalam penciptaan seni dapat
diuraikan dan direkonstruksi kembali berdasarkan kajian ilmiah.
Lebih lanjut, Pamadhi menyatakan bahwa, pertama, karya seni
merupakan karya intelektual, sehingga dari pemahaman keilmuan karya seni
memenuhi kriteria intellectual property right atau hak atas kekayaan
intelektuan (HaKI). Kedua, karya seni merupakan suatu wacana, karena
fungsinya sebagai teks yang berisi keragaman gagasan, perasaan,
pengalaman, imajinasi, dan obsesi lain yang divisualisasikan dengan berbagai
medium seperti rupa, gerak, bunyi, dan kata. Ketiga, karya seni sebagai
karya teknologi yang dalam terapannya mengedepankan substansi estetika
seperti yang tampak secara fungsional pada rancang busana, arsitektur,
desain seni, iklan, dan sebagainya. Keempat, karya seni sebagai hasil
penelitian seniman baik secara laboratoris, studio, empiris, maupun kuali-
tatif.
Menyikapi pandangan tersebut, logis jika karya seni diakui sebagai salah
satu bentuk karya produktif seseorang atau kolektif yang setara dengan karya
ilmiah. Dengan demikian, wajar jika karya seni yang diciptakan oleh guru
perlu dihargai sebagai suatu kompetensi yang mendukung profesionalitasnya.
Namun, persoalannya bahwa tidak setiap orang memiliki apresiasi seni yang
memadai, baik secara khusus maupun umum. Oleh karena itu, sebagaimana
penilai angka kredit jabatan guru untuk subunsur penulisan karya ilmiah
harus seseorang yang memiliki kompetensi bidang penelitian dan penulisan
karya ilmiah, penilai angka kredit jabatan guru untuk subunsur penciptaan
karya seni monumental/pertunjukan juga haruslah seseorang yang memiliki
kompetensi menilai karya seni, minimal memiliki apresiasi seni yang
memadai.
6
Bagian 2
KARYA SENI
7
meliputi seni grafis, seni arsitektur, seni lanskap, seni interior, dan
sebagainya.
Karya seni pertunjukan adalah suatu bentuk karya seni yang
menggunakan media ekspresi gerak dan irama. Seringkali seni pertunjukkan
memerlukan media lain untuk mewujudkannya dan biasanya bersifat benda-
tidak-permanen (cahaya, dialog, dan sebagainya) maupun benda-permanen
(kayu, logam, kain, kertas, dan sebagainya). Untuk membuat suatu seni
pertunjukan permanen atau monumental sehingga dapat ‘dinikmati’
penonton berulang-ulang dan tetap diperlukan media rekam audio (kaset,
cd), visual (foto), atau audiovisual (vcd, film). Termasuk dalam kelompok
seni pertunjukan ini antara lain ensambel musik, opera (drama musik),
karawitan, tari, drama atau teater, sendratari (seni drama tari), film, dan
seni pedalangan atau pewayangan.
Seni sastra adalah suatu bentuk karya seni yang menggunakan media
ekspresi bahasa (lisan maupun tulisan). Kelompok seni sastra terdiri dari
puisi, cerita pendek (cerpen), novel, naskah drama/teater, skenario film,
naskah sendratari, naskah cerita bergambar, dan naskah musik.
Berdasarkan perkembangan atau waktu, karya seni dapat dikelompokkan
sebagai karya seni tradisional, seni modern, seni kontemporer. Karya seni
tradisional adalah karya seni yang diciptakan berdasarkan konsep atau nilai-
nilai budaya suatu kelompok masyarakat yang diwariskan secara turun-
temurun. Karya seni modern adalah karya seni yang diciptakan berdasarkan
nilai-nilai budaya modern. Karya seni kontemporer adalah karya seni yang
diciptakan berdasarkan pengembangan nilai-nilai baru yang sebelumnya
belum ada atau pemaduan nilai-nilai budaya tradisional dan modern dalam
suatu kemasan yang bersifat eksperimental dan mutakhir.
8
Suasana pengunjung pameran karya seni rupa (Foto: dok)
9
atau bentuk tulisan lain dalam media massa saat karya itu dipamerkan,
dipentaskan, atau diterbitkan.
Pengakuan masyarakat itu dapat terjadi pada suatu tempat dan kurun
waktu tertentu. Secara formal pengakuan itu juga didapatkan dari organisasi
profesi atau pakar/kritikus/kurator seni yang relevan. Pengakuan itu
menyangkut penilaian atau rekomendasi atas kualitas karya yang diciptakan
seseorang dan dipamerkan apakah memenuhi kriteria atau nilai-nilai suatu
karya seni yang bersifat monumental.
10
Bagian 3
PORTOFOLIO DAN LAPORAN
11
Dalam produk karya seni, portofolio dapat berarti: Pertama,
dokumentasi sejumlah karya seni yang menggambarkan proses kreatif atau
tahap-tahap penciptaan seorang seniman dari karya pertama hingga karya
terakhirnya. Dalam hal ini bentuk portofolionya dapat berupa sanggar atau
tempat pameran/pertunjukan karya-karya seminan tersebut. Jenis karya seni
yang tidak memungkinkan dipamerkan untuk menggambarkan perkembangan
proses kreatif senimannya, isi sanggar atau tempat pameran/pertunjukan itu
dapat berupa replika atau foto-foto karya sang seniman. Kedua, dokumentasi
proses penciptaan sebuah atau sejumlah karya seni tertentu yang tidak
memungkinkan dibuat tahapan penciptaannya dan tidak memungkinkan
ditampilkan produknya oleh sang seniman. Jenis portofolio ini dapat berupa
foto-foto atau hasil rekaman auditif atau rekaman audiovisual dan naskah
deskripsi suatu karya seni yang menggambarkan proses penciptaannya secara
lengkap.
Untuk kasus penilaian angka kredit jabatan fungsional guru subunsur
kegi-atan menciptakan karya seni monumental/seni pertunjukan, jenis atau
model portofolio kedua lebih sesuai digunakan sebagai bukti fisik pengganti
karya seni ciptaan guru yang tidak memungkinkan diajukan. Foto-foto atau
hasil rekaman auditif/audiovisual yang diajukan harus menggambarkan tahap
penciptaan atau proses kreatif karya seni itu dari awal hingga akhir. Foto-
foto dan hasil rekaman itu harus dilengkapi dengan penjelasan atau deskripsi
tertulis. Penjelasan deskriptif tentang foto-foto dan hasil rekaman itu berupa
naskah tertulis formal yang menggambarkan refleksi proses kreatif
penciptaan karya seni tersebut.
Bukti fisik berupa portofolio karya seni tidak diperlukan bagi karya
sastra yang diterbitkan sebagai buku ber-ISBN. Buku sastra tersebut
merupakan bukti fisik yang autentik. Untuk karya sastra yang dimuat dalam
media massa, perlu dibuatkan klipingnya dan disahkan oleh pejabat yang
berwenang. Demikian pula dengan karya seni pemenang lomba atau
sayembara seni minimal di tingkat kabupaten/kota, cukup hanya
12
melampirkan foto-foto karya seni yang menang dilampiri sertifikat/surat
pemberitahuan kemenangannya dari pelaksana lomba yang disahkan oleh
kepala sekolah. Penerbitan itu sudah dianggap sebagai pengakuan
masyarakat. Demikian halnya dengan karya seni rekam auditif (kaset, cd),
dan audiovisual (vcd, film) yang diedarkan secara luas dapat dianggap seba-
gai pengakuan masyarakat.
Portofolio Karya Seni yang diajukan oleh guru untuk penilaian angka
kreditnya berisi (1) foto-foto dan atau kaset/cd/vcd rekaman, (2) naskah
deskripsi proses penciptaan karya seni, (3) brosur atau iklan promosi
pameran/pertunjukan, (4) bukti-bukti pengakuan masyarakat berupa kliping
resensi, opini, dan berita dari media massa dan atau surat keterangan
pengakuan organisasi profesi yang relevan atau pejabat Dinas
Pendidikan/Kesenian tingkat Kabupaten/kota, (5) surat pernyataan kepala
sekolah bahwa karya seni yang diajukan memang benar asli karya guru yang
bersangkutan, (6) biodata ringkas pencipta), dan (7) dan lain-lain yang di
pandang perlu.
Selanjutnya portofolio itu disusun secara sistematis sebagai laporan
hasil cipta seni yang dapat dibuat sendiri oleh guru, dengan mengacu materi
13
portofolio pada Lampiran 1, format portofolio pada Lampiran 2, dan contoh
portofolio pada Lampiran 3.
14
Bagian 4
KRITERIA DAN FORMAT PENILAIAN
Penilaian atas suatu karya seni yang diusulkan untuk angka kredit oleh
Tim Penilaia Angka Kredit Jabatan Guru di daerah maupun di pusat tidak
dimaksudkan untuk menilai bobot atau kualitas karya seni tersebut melainkan
menilai kelengkapan dan keabsahan benda seni yang akan dinilaikan. Jika
kelengkapan administratif dan dan keabsahan karya seni yang akan dinilai itu
lengkap, tidak ada alasan bagi Tim penilai untuk menolaknya.
Seleksi keabsahan kualitas karya seni dilakukan oleh organisasi profesi
kesenian yang relevan atau oleh publikasi media massa (ruang seni-budaya
surat kabar, majalah seni, tayangan seni-budaya radio atau televisi). Jika
tidak memungkinkan diperoleh pengakuan dari organisasi profesi kesenian
atau media massa di suatu daerah, Kepala Dinas Pendidikan u.p. Kepala Seksi
Kebudayaan di tingkat kabupaten/kota dapat difungsikan sebagai
penggantinya. Pengakuan tersebut merupakan rekomendasi bagi karya seni
itu untuk dapat dinilaikan bagi angka kredit jabatan guru. Rekomendasi inilah
yang perlu dilampirkan pada naskah portofolio bagi karya seni yang bukti
fisiknya tidak dapat disertakan.
Bagi karya seni yang bukti fisiknya dapat disertakan, penilaian
sepenuhnya menjadi kewenangan Tim Penilaian. Dalam hal ini Tim Penilaian
15
dapat menunjuk salah satu anggotanya yang memiliki kompetensi atau
apresiasi seni yang relevan berdasarkan ketentuan atau kriteria yang
ditetapkan di bawah ini.
16
4.1.1 Seni Rupa
Karya seni rupa berupa lukisan, kolase, kaligrafi, patung, karya
instrumental, kriya (keramik, kayu, logam, tekstil), busana (mode),
billboard, dan sebagainya harus asli karya sendiri. Jumlah setiap jenis
minimal 3 karya yang telah dipamerkan dalam pameran tunggal atau
pameran kolektif dan mendapat pengakuan dari organisasi profesi atau pakar
seni yang relevan minimal tingkat kabupaten/kota.
Sebuah lukisan batik karya Budiono dan lukisan kaligrafi karya siswa SMKN 5 Yogyakarta (Foto: dok)
Karya seni desain grafis jenis sampul buku berjumlah 3 karya buku yang
telah diterbitkan ber-ISBN. Jenis desain grafis berupa poster, folder, atau
brosur dan sejenisnya dapat diajukan minimal 20 desain yang telah dicetak
dan diedarkan secara massal dan diakui oleh masyarakat minimal di tingkat
kabupaten/kota dan direkomendasi oleh pakar seni yang relevan.
17
depan umum dan mendapat pengakuan atau rekomendasi dari organisasi
kesenian atau pakar kesenian yang relevan minimal di tingkat kabupaten/
ota.
Seni pertunjukan seperti teater/film memiliki unsur seni yang kompleks,
karena di dalamnya mengandung berbagai jenis karya seni lain sebagai
pendukung seperti tata laku (seni akting), tata pentas (seni dekorasi/
interior), tata busana (seni kriya tekstil), tata rian (seni kecantikan), tata
lampu (seni rupa), dan tata suara (seni musik/vokal). Terhadap setiap jenis
karya seni yang menjadi bagian dari pementasan teater/film dapat dianggap
sebagai bagian tersendiri dari kegiatan penciptaan seni, sejauh penciptanya
dapat menunjukkan bukti-bukti kreativitas proses penciptaan seni yang
dilakukannya masing-masing dalam sebuah portofolio sendiri.
Sebuah auditorium dan salah satu jenis seni pertunjukan (Foto: dok)
Karya seni pertunjukan yang lain seperti seni musik dan seni tari dapat
diperlakukan seperti seni teater/film sesuai dengan kegiatan proses kreatif
penciptaan seni yang menjadi subordinasinya. Bahkan jika naskahnya telah
diterbitkan ber-ISBN dapat dihargai sebagaimana karya sastra, sedangkan jika
pementasan juga dilakukan oleh penulis naskah dapat dihargai sebagai karya
seni pertunjukan. Tetapi jika yang mementaskan orang lain, penilaian
18
berlaku hanya untuk sutradara (seni teater/film), pencipta tari (seni tari),
atau konduktor/aranger (seni musik) sebagai pencipta pertunjukan.
4.1.3 Seni Sastra
Untuk jenis karya seni sastra seperti puisi, novel, cerita pendek, lakon
(naskah drama, naskah sinetron/film) pengakuannya berupa penerbitan karya
itu oleh penerbit yang bereditor dan diedarkan luas di masyarakat. Setiap
penerbitan berupa buku sastra harus memiliki ISBN. Jika tidak berupa buku,
karya tersebut pernah dimuat dalam media massa (majalah atau surat kabar)
nasional/daerah yang reputasinya di bidang sastra diakui oleh
masyarakatnya. Jika karya itu dimuat bersambung, karya tersebut tetap
dianggap satu judul/naskah utuh.
Untuk jenis cerita pendek (cerpen) yang dimuat dalam media massa
minimal harus berjumlah 10 cerpen, sedangkan jenis puisi minimal 20 puisi.
Hal yang sama juga berlaku bagi naskah lagu/aransemen musik dan karya seni
lain yang diterbitkan sebagai buku atau direkam sebagai kaset auditif, kaset
visual, compac disk (cd/vcd/dvd) yang diedarkan secara massal.
Naskah drama/teater dan repertoar musik yang tidak diterbitkan
sebagai buku atau bentuk rekaman, diakui sebagai bagian utuh dari suatu
pertujukan jika dipentaskan di depan publik sebagai bentuk pengakuan
masyarakat.
19
4.2 Format Penilaian
Nomor :
Periode Penilaian :
Tanggal Penilaian :
Nama Penilai :
2 Kaset/VCD/film
DITERIMA/DITOLAK*
a. Kaset/VCD/film
NILAI: ………………….
b. Diedarkan secara nasional/lokal de-
ngan Surat Pernyataan dari Produ- Alasan DITOLAK:
ser atau Perusahaan yang mempro- …………………………………………………
duksi, atau kliping publikasi/iklan …………………………………………………
pada media massa ………………………………………..
20
c. Surat Keterangan dari Kepala Seko-
lah tentang kebenaran dan keaslian
ciptaan
4 Seni Rupa/Kriya/Pertunjukan
DITERIMA/DITOLAK*
a. Foto-foto atau rekaman karya seni
sesuai dengan kriteria jenis dan NILAI: ………………….
jumlah yang dipersyaratkan
Alasan DITOLAK:
b. Narasi tentang proses penciptaan …………………………………………………
karya seni ybs. …………………………………………………
………………………………………..
c. Bukti dipamerkan/dipertunjukkan
minimal di tingkat kabupaten/kota
dari Panitia Penyelenggara atau
kliping publikasi/iklan di media
massa
Kriteria Nilai:
Karya perorangan: 5
21
Karya tim/kolektif: ....………………….., ………………………
2006
o Ketua : 3 Penilai,
o Anggota : 2
----------------------------------------------
(tanda tangan, nama lengkap, NIP)
4.3 Pedoman Penilaian
Dari kriteria tersebut selanjutnya dapat dirumuskan dalam suatu
pedoman penilaian sebagai berikut.
(1) Karya seni monumental adalah karya seni yang bersifat (a) permanen, (b)
meningkatkan wibawa penciptanya atau lingkungannya, (c) dipamerkan
atau dipentaskan minimal di tingkat kabupaten/kota, dan (d) diakui oleh
masyarakat dan pakar seni
(2) Seni monumental karya perorangan atau kolektif berupa seni rupa dan
kriya, seni sastra, seni desain, seni pertunjukan, dan sebagainya. Karya
tersebut dapat diciptakan tidak hanya oleh guru bidang studi Kesenian
tetapi oleh semua guru bidang studi yang lain.
(3) Naskah karya seni berupa portofolio yang terkait dengan kegiatan proses
penciptaan seni sampai proses pameran/pementasan, yang di dalamnya
berisi naskah:
(a) publikasi rencana tentang pameran/pertunjukan,
(b) deskripsi proses penciptaan, kegiatan pameran/pertunjukan, dll.,
(c) foto-foto kegiatan, dan
(d) pengakuan masyarakat dapat berupa: (i) kliping berita, resensi, atau
opini dalam surat kabar, (ii) surat penghargaan dari panitia
pertunjukan, (iii) surat penghargaan pemenang lomba, (iv)
pengakuan organisasi pro-fesi/pejabat dinas pendidikan tingkat
kabupaten/kota, dan (e) penge-sahan kepala sekolah. Hasil
penciptaan dan pameran/pementasan karya seni yang sama hanya
dapat digunakan untuk satu kali penilaian
22
(4) Seni sastra berupa puisi, cerpen, novel, dan naskah drama telah
dipublikasikan dalam bentuk buku yg memiliki ISBN, atau setiap naskah
utuh yang dimuat dalam media massa nasional/daerah. Cerpen minimal
10 naskah cerpen dan puisi minimal 20 puisi.
(5) Setiap repertoar/aransemen atau lagu ciptaan baru yang pernah
dipentaskan dan diakui oleh masyarakat dan organisasi profesi minimal
tingkat kabupaten/ kota.
(6) Seni pendukung karya seni pertunjukan seperti seni drama/teater/film,
seni tari, dan seni musik dapat diusulkan secara mandiri sebagai karya
cipta seni.
(7) Karya seni busana minimal 3 kreasi yang harus diperagakan minimal di
tingkat kabupaten/kota.
(8) Karya seni desain grafis seperti pamflet, poster, brosur minimal 20 karya
yang berbeda yang dicetak dan diedarkan secara luas minimal di tingkat
kabupaten/kota dan diakui oleh pakar. Karya desain seperti poster besar
(billboard) yang diakui oleh masyarakat identik dengan sebuah lukisan.
(9) Karya seni pemenang lomba tingkat kabupaten/kota, sertifikat atau surat
penghargaan dianggap sebagai pengakuan pakar dan masyarakat.
Sebuah karya seni kriya kulit. Kapan harus ditolak? (Foto: dok)
23
4.4 Kriteria Penolakan
(1) Karya seni yang bukti fisiknya dapat disertakan tetapi bukti fisik itu tidak
disertakan.
(2) Karya seni yang bukti fisiknya disertakan tetapi tidak disertai
kelengkapannya:
a. Tidak disertai surat keterangan kepala sekolah.
b. Tidak memiliki ISBN untuk penerbitan buku (sastra, aransemen musik,
dll.) atau surat keterangan diedarkan secara nasional oleh produser
untuk benda rekaman audio/audiovisual (kaset, vcd, film).
(3) Karya seni yang bukti fisiknya tidak dapat disertakan tetapi berkas/naskah
portofolio/narasinya tidak lengkap:
a. Tidak ada surat keterangan pengesahan dari Kepala Sekolah
b. Tidak ada surat keterangan/rekomendasi dari (salah satu):
(1) Organisasi profesi seni, minimal tingkat kaupaten/kota
(2) Pengakuan masyarakat berupa fotokopi sah resensi/ulasan karya
seni yang dipamerkan/dipertunjukkan dalam surat kabar/majalah
(3) Surat keterangan pengakuan ikut dipamerkan/dipertunjukkan dari
pa-nitia pameran/pertunjukkan minimal tingkat kabupaten/kota.
(4) Surat keterangan memenangkan lomba cipta seni.
c. Jumlah satuan jenis karya seni yang dinilaikan tidak sesuai dengan
keten-tuan.
d. Tidak ada naskah narasi/deskripsi tentang prosesn penciptaan karya
seni yang dinilaikan.
e. Tidak disertakan bukti foto/naskah rekaman auditif atau visual yang
lengkap.
24
f. Tidak disertakan bukti telah dipamerkan/dipertunjukkan (foto-foto
pameran/pertunjukan dan surat keterangan panitia atau fotokopi sah
ulasan/resensi dalam surat kabar)
g. Tidak dijilid sebagai satu berkas yang utuh dengan diberi sampul
warna biru laut dan diberi judul/identitas sesuai dengan format yang
telah ditentukan.
(4) Sebagian atau semua karya seni yang diajukan ternyata telah ikut
dinilaikan pada periode penilaian angka kredit sebelumnya.
(5) Sebagian atau semua karya seni yang diajukan diragukan keasliannya atau
meniru hasil karya orang lain.
25
Bagian 5
PENUTUP
Proses penilaian angka kredit ditekankan pada aspek penciptaan karya seni
monu-mental/pertunjukan, baik yang dilakukan oleh individu maupun kolektif. Oleh
karena itu, kegiatan kesenian yang tidak terkait dengan penciptaan karya seni, tidak
dapat dinilaikan.
Pengajuan portofolio proses kreatif karya seni sebagai pengganti bukti fisik
karya seni yang diciptakan oleh guru hanya berlaku untuk satu kali pengusulan dan
penilaian. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut diharapkan semua guru yang
memiliki potensi sebagai pencipta seni dapat lebih termotivasi dalam berkreasi dan
beriniovasi untuk meningkatkan profesionalismenya sebagai guru yang seniman
maupun seniman yang guru. Pada gilirannya diharapkan juga akan berdampak positif
bagi pengembangan kreativitas siswa dan masyarakat di sekitarnya dalam rangka
peningkatan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN 1
4. DAFTAR ISI/TABEL/GAMBAR
7. BROSUR/PUBLIKASI PAMERAN/PERTUNJUKAN
28
LAMPIRAN 2a
NASKAH REFLEKSI-DESKRIPTIF/NARATIF
29
LAMPIRAN 2b
LOGO
SEKOLAH
30
LAMPIRAN 2c
IDENTITAS PENCIPTA
…….…………., ………………2005
Mengetahui/Mengesahkan: Pencipta Utama,
Kepala Sekolah ……
31
LAMPIRAN 2d
KATA PENGANTAR
LAMPIRAN 2e
DAFTAR ISI
halaman
32
[Bukti pengkuan masyarakat dapat berupa beberapa atau salah satu dari
bukti formal berikut.
Kliping berita, resensi, atau opini dalam media massa.
Surat penghargaan dari panitia penyelenggara pameran/pementasan.
Surat penghargaan pemenang lomba karya seni.
Surat pengakuan dari organisasi profesi kesenian dan/atau pejabat
Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten].
LAMPIRAN 2g
LAMPIRAN 2h
33
BIODATA PENCIPTA
34
LAMPIRAN 3a
PORTOFOLIO
Penciptaan Karya Seni Monumental
diajukan untuk Usulan Penilaian Angka Kredit
Jabatan Fungsional Guru
Periode April 2006
ttd.
ttd/cap
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pencipta dengan selesainya serangkaian
proses penciptaan hingga kegiatan pameran karya seni kriya topeng bertema “Fantasi
Dunis Anak.” Tema tersebut sebenarnya merupakan subtema dari tema induk dari suatu
kegiatan penciptaan dan pameran 3 perupa Yogyakarta dengan 30 karyanya. Ketiga
perupa lain itu adalah Noor Effansyah (11 lukisan), J. Eka Suprihadi (6 lukisan, 5 desain
grafis), dan Dewobroto (8 lukisan). Adapun tema induk pameran bersama seni rupa
yang bertempat di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta tanggal 2—9 Juli 2005 itu
adalah “Tiga Lukisan Tiga Wajah”.
Khusus proses penciptaan lima lukisan untuk dinilai dalam perhitungan angka
kredit jabatan fungsional guru ini, tidak lepas dari dukungan dan bantuan sejumlah na-
ma seperti Subroto (Banjarmasin), Hajar Pamadhi (Yogyakarta), M. Nurrachmat (Plh.
Kepala SMA Negeri 8 Yogyakarta), serta rekan-rekan guru dan siswa SMA Negeri 8 Yog-
yakarta. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus patus saya sampai-
kan kepada mereka. Ucapan serupa juga patut saya sampaikan kepada pihak-pihak lain,
yang tidak sempat saya sebut namanya satu demi satu, yang telah mendukung kegiatan
tersebut.
Mudah-mudahan lukisan dan pameran lukisan itu dapat memberi nuansa baru bagi
kehidupan berkesenian di tanah air, khususnya di Yogyakarta. Selain itu, karya-karya
tersebut juga diharapkan dapat menumbuhkan motivasi berapresiasi seni di kalangan
guru dan peserta didik.
Semoga.
2
DAFTAR ISI
hlm.
3
BAGIAN I
FANTASI DUNIA ANAK DALAM FOTO
Lukisan bertema “Fantasi Dunia Anak” dalam portofolio ini terdiri atas 5 lukisan di atas
kanvas dalam berbagai ukuran dengan cat minyak. Lukisan-lukisan itu merupakan bagian dari
sejumlah lukisan yang disertakan dalam Pemeran Lukisan “Tiga Pelukis Tiga Wajah” bersama Noor
Effansyah dan J. Eka Suprihadi yang diselenggarakan pada tanggal 2—9 September 2000 di Musem
Benteng Vredenburg oleh pelukis masing-masing secara kolaborasi. Gambar fisik topeng
kontemporer itu sebagai berikut.
GAMBAR 1:
GAMBAR 2:
4
GAMBAR 3:
GAMBAR 4:
GAMBAR 5:
5
GAMBAR 6:
Pameran dihadiri oleh sekitar 243 pengunjung atau rata-rata 40 orang setiap hari, di
antaranya dihadiri oleh pengamat/kritikus seni, seniman, wartawan, mahasiswa seni, siswa,
dan masyakarakat umum.
6
BAB III
1. LATAR BELAKANG
Dunia anak-anak penuh dengan fantasi, tampak lucu, lugu, dan menyenangkan. Fan-tasi
mereka mampu mengungkapkan perasaan dan jiwa mereka yang merdeka tanpa takut salah atau
dipersalahkan. Kondisi tersebut bagi seorang seniman merupakan sumber ilham yang tak pernah
kering.
Cinta dan kasih sayang sayang mereka perlukan dari kita. Upaya untuk memahami mereka,
melindunginya, dan mengembangkan potensinya merupakan tugas orang tua sebagaimana diamah-
kan oleh Tuhan Sang Maha pencipta.
Kelima lukisan yang tercipta dan dipamerkan ini pun bersumber dari dunia fantasi anak-
anak tersebut. Tidak sedikit orang tua yang terobsesi kepada masa kanak-kanaknya sehingga
pengaruhnya abadi melekat pada dirinya. Tidak terkecuali diri saya.
2. PROSES PENCIPTAAN
Pengekspresian gagasan dan imajinasi tentang dunia fantasi anak-anak merupakan pilihan
yang saya sadari segala risikonya di antara tema-tema lukisan saya. Penggambaran di atas kanvas
dengan berbagai ukuran dan penggunaan cat minyak merupakan pilihan yang saya sukai karena
kemampuan eksplorasinya yang kaya alternatif. Sesekali memang, saya memerlukan cat air dan
kertas untuk bereksperimen.
Selain anak-anak, hewan-hewan tertentu yang akrab dengan kehidupan manusia mejadi
simbol dari kehidupan yang ramah dan damai serta indah. Mengaitkan antara nak-anak dan he-
wan-hewan tertentu, terutama hewan peliharaan seperti kucing,m anjing, ayam, kupu-kupu, dan
sebagainya, merupakan penjelajahan ektetik yang menakjubkan. Apalagi jika dikemas dengan
taman yang menawarkan wewangian dan aneka ragam warna bunga mekar.
Kucingku belang beranak belang. Menggambarkan keakraban seorang bocah dengan kelu-
arga kucing peliharaannya. Kebetulan induk kucing itu belang dan menurun kepada anaknya. Aku
dan temanku gaja1 1 dan 2, menggambarkan keakraban batin yang indah tanpa dihalangi oleh
perbedaan fisik dan lingkungan dua makhluk Tuhan yang bernama bocah kecil dan bocah gajah.
Petak umpet dan Bermain di luar rumah merupakan bagian dari kehidupan anak yang merujuk
kepada referensi bahwa tema ‘di luar rumah dunia begitu terbuka, indah, dan menarik.’ Refe-
rensi itu yang mendominasi gagasan ini tentang dunia anak.
7
Warna latar yang cenderung hitam menyiratkan dunia luar yang misteri dan menakutkan
bagi anak-anak. Sementara warna merah, kuning, hijau, dan biru mengeksprsikan keceriaan, ha-
rapan, dan masa depan.
3. HASIL
Setiap lukisan tidak sama waktu penyelesainnya. Aku dan temanku gajah 1 dan 2 tersele-
saikan dalam 1 minggu. Lukisan yang lain rata-rata selesai dalam seminggu, sedangkan untuk me-
dium kertas dan cat air terselesaikan dalam 2 hari. Secara keseluruhan karya-karya tersebut
selesai dalam kurun 3 bulan antara bulan Januari sampai Maret 2005.
Hasil tersebut diharapkan dapat menambah wawasan pemerhari, penikmat, dan pencipta
seni, khususnya seni lukis, sekaligus memperkaya khasanah kesenian kita.
8
BAGIAN III
KELENGKAPAN LAIN
Portofolio ini juga dilengkapi dengan brosur informasi pameran yang dipasang di beberapa
tempat umum sebagai publikasi pameran. Pengakuan masyarakat diperoleh dari komentar dan
kesan-pesan pengunjung, khususnya para seniman dan kritikus serta lukisan yang hadir dalam
pameran seperti Dr. Amri Yahya (Universitas Negeri Yogyakarta), Dr. Burhan (ISI Yogyakarta), dan
Dr. Bakdi Soemanto (UGM), serta sambutan di media massa seperti TVRI, Harian Kedaulatan Rak-
yat (Yogyakarta), Harian Bernas (Yogyakarta), dan Harian Kompas (Jakarta).
Sebagian publikasi dan komentar itu sebagai berikut.
1. BROSUR/PUBLIKASI PAMERAN
9
2. PENGAKUAN MASYARAKAT
Logo
memberikan
PENGHARGAAN
kepada:
ttd/cap
Djoko S. Passandaran
10
BIODATA PENCIPTA
Pasfoto
11
PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA
DINAS PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
SMA NEGERI 8 YOGYAKARTA
Jalan Kenari No. 70 Yogyakarta. Telepon 0274-511865
ttd/cap
12