You are on page 1of 7

Fraktur Femur

Pendahuluan

Batang femur dapat mengalami fraktur oleh trauma langsung, puntiran (twisting), atau
pukulan pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi fleksi pada kecelakaan jalan raya.
Femur merupakan tulang terbesar dalam tubuh dan batang femur pada orang dewasa sangat
kuat. Dengan demikian, trauma langsung yang keras, seperti yang dapat dialami pada
kecelakaan automobil, diperlukan untuk menimbulkan fraktur batang femur. Perdarahan
interna yang masif dapat menimbulkan renjatan berat.

Macam-Macam Fraktur Femur Dan Manajemennya


1. Fraktur leher femur
Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada
wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan
osteoporosis pasca menopause. Fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal, dan
basal, yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau interkapsuler,
fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstrakapsuler. Fraktur intrakapsuler
umumnya sulit untuk mengalami pertautan dan cenderung terjadi nekrosis avaskuler
kaput femur. Pendarahan kolum yang terletak intraartikular dan pendarahan kaput femur
berasal dari proksimal a. sirkumfleksa femoris lateralis melalui simpai sendi. Sumber
perdarahan ini putus pada fraktur intraartikular. Pendarahan oleh arteri di dalam
ligamentum teres sangat terbatas dan sering tidak berarti. Pada luksasi arteri ini robek.
Epifisis dan daerah trokanter cukup kaya vaskularisasinya, karena mendapat darah dari
simpai sendi, periosteum, dan a. nutrisia diafisis femur.
Fraktur kolum femur yang terletak intraartikular sangat sukar sembuh karena
bagian proksimal perdarahannya sangat terbatas sehingga memerlukan fiksasi kokoh
untuk waktu yang cukup lama.
Semua fraktur di daerah ini umumnya tidak stabil sehingga tidak ada cara reposisi
tertutup terhadap fraktur ini kecuali jenis fraktur yang impaksi, baik yang subservikal
maupun yang basal.
Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri dengan kanan.
Jarak antara trokanter mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek karena
trokanter terletak lebih tinggi akibat pergeseran tungkai ke kranial. Penderita umumnya
datang dengan keluhan tidak bisa jalan setelah jatuh dan terasa nyeri. Umumnya
penderita tidur dengan tungkai bawah dalam keadaan sedikit fleksi dan eksorotasi serta
memendek. Gambaran radiologis menunjukkan fraktur leher femur dengan dislokasi
pergeseran ke kranial atau impaksi ke dalam kaput.
Kegalian fraktur ini disebabkan kontraksi dan tonus otot besar dan kuat antara
tungkai dan tubuh yang menjembatani fraktur, yaitu m. iliopsoas, kelompok otot gluteus,
quadriceps femur, flexor femur, dan adductor femur. Inilah yang menggangu
keseimbangan pada garis fraktur. Adanya osteoporosis tulang mengakibatkan tidak
tercapainya fiksasi kokoh oleh pin pada fiksasi interna. Ditambah lagi, periosteum
fragmen intrakapsuler leher femur tipis sehingga kemampuannya terbatas dalam
penyembuhan tulang. Oleh karena itu, pertautan fragmen fraktur hanya bergantung pada
pembentukan kalus endosteal. Yang penting sekali ialah aliran darah ke kolum dan kaput
femur yang robek pada saat terjadinya fraktur.
Penanganan fraktur leher femur yang bergeser dan tidak stabil adalah reposisi
tertutup dan fiksasi interna secepatnya dengan pin yang dimasukkan dari lateral melalui
kolum femur. Bila tak dapat dilakukan operasi ini, cara konservatif terbaik adalah
langsung mobilisasi dengan pemberian anestesi dalam sendi dan bantuan tongkat.
Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak nyeri sehingga penderita
diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan, serta sedikit
pemendekan.
Terapi operatif dianjurkan pada orang tua berupa penggantian kaput femur
dengan prosthesis atau eksisi kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur
diikuti dengan mobilisasi dini pasca bedah.

a. Terapi Konservatif

Dilakukan apabila fraktur memiliki kemungkinan sebagai berikut :


 Gangguan peredaran darah pada fragmen proksimal
 Kesulitan mengamati fragmen proksimal
 Kurangnya penanganan hematom fraktur karena adanya cairan synovial.
Penanganan konservatif dapat dilakukan dengan skin traction, dengan buck
extension.

b. Terapi Operatif
Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah terapi operasi, fraktur yang
bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi internal, dan bagaimanapun juga manula
harus bangun dan aktif tanpa ditunda lagi kalau ingin mencegah komplikasi paru dan
ulkus dekubitus. Fraktur terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu ada resiko
terjadinya pergeseran pada fraktur-fraktur itu, sekalipun ditempat tidur, jadi fiksasi
internal lebih aman. Dua prinsip yang harus diikuti dalam melakukan terapi operasi
reduksi anatomi yang sempurna dan fiksasi internal yang kaku.
Merode awal yang menstabilkan fraktur adalah fiksasi internal dengan Smith
Petersen Tripin Nail. Fraktur dimanipulasi dengan meja khusus orthopedi.
Kemudian fraktur difiksasi internal dengan S.P. Nail dibawah pengawasan
Radiologi. Metode terbaru fiksasi internal adalah dengan menggunakan multiple
compression screws.
Pada penderita dengan usia lanjut (60 tahun ke atas) fraktur ditangani dengan
acara memindahkan caput femur dan menempatkannya dengan metal prosthesis,
seperti prosthesis Austin Moore.
Penderita segera di bawa ke rumah sakit. Tungkai yang sakit dilakukan
pemasangan skin traction dengan buck extension. Dalam waktu 24-48 jam dilakukan
tindakan reposisi, yang di lanjutkan dengan reposisi tertutup dengan salah satu cara
menurut Leadbetter.
Penderita terlentang di atas meja operasi dalam pengaruh anastesi, asisten
memfiksir pelvis, lutut dan coxae dibuat fleksi 90° untuk mengendurkan kapsul dan
otot-otot sekitar panggul. Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas, kemudian
pelan-pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45°, kemudian sisi panggul
dilakukan gerakan memutar dengan melakukan gerakan abduksi dan extensi. Setelah
itu di lakukan test.
Palm Halm Test : tumit kaki yang cedera diletakkan di atas telapak tangan.
Bila posisi kaki tetap dalam kedudukan abduksi dan endorotasi berarti reposisi
berhasil baik. Setelah reposisi berhasil baik, dilakukan tindakan pemasangan internal
fiksasi dengan teknik multi pin percutaneus. Kalau reposisi pertama gagal dapat
diulang 3 kali. Kemudian dilakukan open reduksi, dilakukan reposisi terbuka,
setelah tereposisi dilakukan internal fiksasi alat internal fiksasi knowless pin,
cancellous screw, atau plate
Pengawasan dengan sinar X (sebaiknya digunakan penguat) digunakan untuk
memastikan reduksi pada foto anteroposterior dan lateral.
Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III dan IV, fiksasi pada
fraktur yang tak tereduksi hanya mengundang kegagalan kalau fraktur stdium III dan
IV tidak dapat direduksi secara tertutup dan pasien berumur dibawah 70 tahun,
dianjurkan melakukan reduksi terbuka melalui pendekatan anterolateral.
Tetapi pada pasien tua (60 tahun keatas) cara ini jarang diperbolehkan, kalau
dua usaha yang dilakukan untuk melakukan reduksi tertutup gagal, lebih baik
dilakukan penggantian prostetik.
Sekali direduksi, fraktur dipertahankan dengan pen atau kadang dengan
sekrup kompresi geser yang ditempel pada batang femur. Insisi lateral digunakan
untuk membuka femur pada bagian atas kawat pemandu, yang disisipkan dibawah
pengendali fluroskopik, digunakan untuk memastikan bahwa penempatan alat
pengikat adalah tepat. Dua sekrup berkanula sudah mencukupi, keduanya harus
terletak memanjang dan sampai plate tulang subkondral, pada foto lateral keduanya
berada ditengah-tengah pada kaput dan leher, tetapi pada foto anteropsterior, sekrup
distal terletak pada korteks inferior leher femur.
Sejak hari pertama pasien harus duduk ditempat tidur atau kursi. Dia dilatih
melakukan pernafasan, dianjurkan berusaha sendiri dan mulai berjalan (dengan
penopang atau alat berjalan) secepat mungkin.
Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan
IV tidak dapat diramalkan, sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik.
Pandangan ini meremehkan morbiditas yang menyertai penggantian. Karena itu
kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang
berumur dibawah 60 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk penderita yang :
 Penderita yang sangat tua dan lemah
 Penderita yang gagal mengalami reduksi tertutup
 Penggantian yang paling sedikit traumanya adalah prostesis femur atau
prostesis bipolar tanpa semen yang dimasukan dengan pendekatan posterior.
Penggantian pinggul total mungkin lebih baik :
 Kalau terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai ada
kerusakan acetebulum.
 Pada pasien dengan penyakit paget atau penyakit metastatik.
Penanganan nekrosis avaskuler kaput femur dengan atau tanpa gagal-
pertautan juga dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian diganti dengan
prosthesis metal.
Pada fraktur leher femur impaksi biasanya penderita dapat berjalan selama
beberapa hari setelah jatuh sebelum timbul keluhan. Umumnya gejala yang timbul
minimal dan panggul yang terkena dapat secara pasif digerakkan tanpa nyeri.
Fraktur ini biasanya sembuh dalam waktu 3 bulan tanpa tindakan operasi, tetapi
apabila tidak sembuh atau terjadi disimpaksi yang tidak stabil atau nekrosis
avaskuler, penanganannya sama dengan yang di atas.
2. Fraktur trokanter femur
Fraktur ini terjadi antara trokanter mayor dan minor. Sering terjadi pada orang tua
dan umumnya dapat bertaut dengan terapi konservatif maupun operatif karena
perdarahan di daerah ini sangat baik. Terapi operatif memperpendek masa imobilisasi di
tempat tidur.
Penderita biasanya datang dengan keluhan tidak dapat berjalan setelah jatuh
disertai nyeri yang hebat. Penderita terlentang di tempat tidur dengan tungkai bawah
eksorotasi dan terdapat pemendekan sampai 3 cm disertai nyeri pada setiap pergerakan.
Pada bagian luar pangkal paha terlihat kebiruan akibat hematom subkutan. Pada foto
Rontgen terlihat fraktur daerah trokanter dengan leher femur dalam posisi varus yang
bisa mencapai 90O.
Fraktur ini ditangani secara konservatif dengan traksi tulang, dengan paha dalam
posisi fleksi dan abduksi, selama 6-8 minggu. Terapi operatif dapat dilakukan dengan
pemasangan pelat trokanter yang kokoh, kemudian mobilisasi segera pascabedah.
3. Fraktur batang femur
Pada fraktur diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup luas dan besar
sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan
saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai
bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai
akibat perdarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan
penanganan secara tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.
Fraktur yang dapat diatasi dengan traksi adalah fraktur intertrokanter dan
subtrokanter, fraktur diafisis oblik, segmental, dan kominutif, serta fraktur suprakondiler
tanpa dislokasi berat, dan fraktur kondilus femur. Yang tidak dapat ditangani dengan
traksi adalah dislokasi tertentu berat.
Pada orang dewasa, fraktur ditangani secara konservatif dengan traksi skelet, baik
pada tuberositas tibia maupun suprakondiler. Cara ini biasanya berhasil mempertautkan
fraktur femur. Yang penting ialah latihan otot dan gerakan sendi, terutama m. quadriceps
otot tungkai bawah, lutut, dan pergelangan kaki. Akan tetapi, cara traksi skelet
memerlukan waktu istirahat di tempat tidur yang lama sehingga untuk mempercepat
mobilisasi dan memperpendek masa istirahat di tempat tidur, dapat dianjurkan untuk
melakukan reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh. Fiksasi interna
biasanya berupa pin Kuntscher intramedular. Untuk fraktur yang tidak stabil, misalnya
fraktur batang femur yang kominutif atau fraktur batang femur bagian distal, pin
intramedular ini dapat dikombinasi dengan pelat untuk neutralisasi rotasi.
Pada fraktur femur tertutup, dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi buck,
tujuan traksi kulit untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan jaringan lunak
lebih lanjut di sekitar daerah yang patah.
Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi non operatif,
karena akan menyambung dengan baik, pemendekan kurang dari 2 cm masih dapat
diterima karena di kemudian hari akan sama panjangnya dengan tungkai normal. Hal ini
kemungkinan karena daya proses remodeling pada anak-anak.
Pengobatan non-operatif dapat dilakukan dengan metode Perkin, metode balance
skeletal traction, traksi kulit Bryant, dan traksi Russel. Sedangkan indikasi operatif
karena penanggulangan non-operatif gagal, fraktur multipel, robeknya arteri femoralis,
fraktur patologik dan fraktur pada orang-orang tua.
4. Fraktur femur suprakondiler
Fraktur ini relatif lebih jarang dibandingkan fraktur batang femur. Seperti halnya
fraktur batang femur, fraktur suprakondiler dapat dikelola secara konservatif dengan
traksi skeletal dengan lutut dalam posisi fleksi 90O. Traksi ini juga memerlukan waktu
istirahat di tempat tidur yang lama sehingga lebih disukai reposisi terbuka dan
pemasangan fiksasi interna dengan pelat suprakondiler yang kokoh, yang memungkinkan
mobilisasi segera dan menggerakkan sendi lutut. Hal yang terakhir ini penting karena
gerakan sendi lutut yang segera dapat mencegah sendi kejur akibat perlekatan otot dan
atau perlekatan jaringan lunak di sekitar sendi lutut.
5. Fraktur femur interkondiler
Fraktur ini juga relatif jarang dan biasanya terjadi sebagai akibat jatuh dengan
lutut dalam keadaaan fleksi dari ketinggian. Permukaan belakang patella yang berbentuk
baji , melesak ke dalam sendi lutut dan mengganjal di antara kedua kondilus dan salah
satu atau keduanya retak. Pada bagian proksimal kemungkinan terdapat komponen
melintang sehingga didapati fraktur dengan garis fraktur berbentuk seperti huruf T atau
Y.
Secara klinis, sendi lutut bengkak akibat hemartrosis dan biasanya disertai
goresan atau memar pada bagian depan lutut yang menunjukkan adanya trauma. Di sini
patella juga dapat mengalami fraktur.
Untuk fraktur kondilus tunggal lateral atau medial, paling baik dilakukan reposisi
terbuka dengan fiksasi interna dengan sekrup tulang spongiosa.
Pada patah tulang kondilus ganda, yaitu fraktur kondilus T atau Y juga dilakukan
reposisi terbuka dengan fiksasi interna yang kokoh pada kedua kondilus dan pada
komponen melintang bila sarananya tersedia.
Pada fraktur kominutif berat di interkondiler, tindakan terbaik adalah traksi skelet
kontinu yang memungkinkan gerakan sendi lutut begitu nyeri akut menghilang. Gerakan
ini kadang dapat menjadi patokan untuk menilai apakah fragmen sendi sudah pada posisi
yang diinginkan dan mengurangi resiko kekakuan sendi. Pada orang tua, fraktur femur
interkondiler femur umumnya lebih baik ditangani secara konservatif dengan traksi
skelet.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim (Editor). 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.

2. Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah FKUI.

3. Dandy DJ. Essential Orthopaedics and Trauma. Edinburg, London, Melborue, New York: Churchill Livingstone,
1989.

4. Salter/ Textbook of Disorders and injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore/London: Willians &
Wilkins, 1983.

5. Rosenthal RE. Fracture and Dislocation of the Lower Extremity. In: Early Care of the Injured Patient, ed IV.
Toronto, Philadelphia: B.C. Decker, 1990.

You might also like