You are on page 1of 44

PENYAKIT BATU EMPEDU

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di


Negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relative kecil.
Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik
yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus
meningkat.

Batu empedu umumnya ditemukan didalam kandung empedu, tetapi batu tersebut
dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu
saluran empedu dan disebut batu saluran empedu sekunder.

Di Negara barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai saluran
empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer
didalam saluran empedu intra- atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung
empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di
wilayah asia dibandingkan dengan pasien di Negara barat.

Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi
akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimptoatik.
PENYAKIT BATU EMPEDU
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGIS SEKRESI EMPEDU

 ANATOMI

Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus,
corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah
pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior
abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan
permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum
dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus
untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk
duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan
sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral
hati.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica


kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah
arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan
kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak


dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi
lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi
PENYAKIT BATU EMPEDU
lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari
plexus coeliacus.

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50


ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk
membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan – lipatan permanen
yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak
seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai
banyak mikrovilli.

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian


disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum
interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus
kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis.
Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung
empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
PENYAKIT BATU EMPEDU

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial


kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan
berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon
kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam
darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,
otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula
relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam
duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk
emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan
absorbsi lemak.5

Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :

- Hormonal :

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.
Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

- Neurogen :

- Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan
lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan
kontraksi dari kandung empedu.
PENYAKIT BATU EMPEDU
- Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan
mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu
lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun


hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. 1

 Sekresi Empedu Oleh Hati dan Fungsi Dari Sistem Empedu.


Salah satu dari berbagai fungsi hati adalah untuk mengeluarkan
empedu, normalnya antara 600 dan 1000 ml/hari. Empedu melakukan
dua fungsi penting yaitu :
1. Pertama, empedu memainkan peranan penting dalam
pencernaan dan absorpsi lemak, bukan karena enzim dalam
empedu yang menyebabkan pencernaan lemak, tetapi karena
asam empedu di dalam empedu melakukan dua hal :
 Asam empedu membantu mengemulsikan partikel-
partikel lemak yang besar dalam makanan menjadi
banyak partikel kecil, permukaan partikel tersebut dapat
diserang oleh enzim lipase yang disekresikan dalam
getah pancreas
 Asam empedu membantu absorpsi produk akhir lemak
yang telah dicerna melalui membran mukosa intestinal
2. Kedua, empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan
beberapa produk buangan yang penting dari darah. Hal ini
meliputi bilirubin , suatu produk akhir dari penghancuran
hemoglobin, dan kelebihan kolesterol.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Empedu disekresikan dalam dua tahap oleh hati :

- Bagian awal disekresikan oleh sel-sel fungsional utama hati,


yaitu sel hepatosit. Sebagai sel eksokrin, hepatosit menyintesis
dan membebaskan empedu kedalam sistem duktus ekskretorius,
yaitu kanalikuli biliaris. Sekresi awal ini mengandung sejumlah
besar asam empedu, kolesterol dan zat-zat organic lainnya.
Kemudian empedu disekresikan kedalam kanalikuli biliaris
kecil yang terletak diantara sel-sel hati.
- Kemudian, empedu mengalir di dalam kanalikuli menuju septa
interlobularis, tempat kanalikuli mengeluarkan empedu
kedalam duktus biliaris terminal dan kemudian secara progresif
kedalam duktus yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus
hepatikus dan duktus hepatikus komunis. Dari sini empedu
langsung dikeluarkan kedalam duodenum atau dialihkan dalam
hitungan menit sampai beberapa jam melalui duktus sistikus
kedalam kandung empedu.

Dalam perjalanannya melalui duktus-duktus billiaris, bagian kedua


dari sekresi hati ditambahkan kedalam sekresi empedu yang
pertama. Sekresi tambahan ini berupa larutan ion-ion natrium dan
bikarbonat encer yang disekresikan oleh sel-sel epitel sekretoris
yang mengelilingi duktus-duktus. Sekresi kedua ini kadang
meningkatkan jumlah empedu total sampai 100 persen . sekresi
kedua ini dirangsang terutama oleh sekretin, yang melepaskan
sejumlah ion bikarbonat tambahan sehingga menambah jumlah
ion bikarbonat dalam sekresi pancreas (untuk menetralkan asam
yang dikeluarkan dari lambung ke duodenum).
PENYAKIT BATU EMPEDU

 Penyimpanan dan Pemekatan Empedu di Dalam Kandung


Empedu.
Empedu disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel hati namun
sebagian besar normalnya disimpan di dalam kandung empedu sampai
diperlukan di dalam duodenum. Volume maksimal yang dapat
ditampung kandung empedu hanya 30 sampai 60 mililiter. Meskipun
demikian, sekresi empedu selama 12 jam (biasanya sekitar 450
mililiter) dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium,
klorida, dan kebanyakan elektrolit lainnya secara terus menerus
diabsorbsi melalui mukosa kandung empedu, memekatkan sisa zat-zat
empedu yang mengandung garam empedu, kolesterol, lesitin dan
bilirubin.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Kebanyakan absorpsi kandung empedu ini disebabkan oleh transfor
aktif natrium melalui epitel kandung empedu, dan keadaan ini diikuti
oleh absorpsi sekunder ion klorida, air, dan kebanyakan zat-zat
terdifusi lainnya. Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali
lipat dengan cara ini, tetapi dapat dipekatkan sampai maksimal 20 kali
lipat.

 Komposisi Empedu.

KOMPOSISI EMPEDU EMPEDU HATI EMPEDU PADA


KANDUNG EMPEDU
Air 97,5 g/dl 92 g/dl
Garam empedu 1,1 g/dl 6 g/dl
Bilirubin 0,04 g/dl 0,3 g/dl
Kolesterol 0,1 g/dl 0,3 sampai 0,9 g/dl
Asam lemak 0,12 g/dl 0,3 sampai 1,2 g/dl
Lesitin 0,04 g/dl 0,3 g/dl
Na+ 145,04 mEq/L 130 mEq/L
K+ 5 mEq/L 12 mEq/L
Ca++ 5 mEq/L 23 mEq/L
Cl- 100 mEq/L 25 mEq/L
HCO3- 28 mEq/L 10 mEq/L

Tabel diatas menunjukkan komposisi empedu pada saat pertama kali


disekresikan oleh hati dan kemudian setelah empedu dipekatkan
dalam kandung empedu, table tersebut menunjukkan bahwa zat yang
paling banyak disekresikan dalam empedu adalah garam empedu,
yang banyaknya setengah dari total zat-zat yang juga terlarut dalam
PENYAKIT BATU EMPEDU
empedu. Bilirubin, kolesterol, lesitin dan elektrolit yang biasa terdapat
dalam plasma, juga disekresikan atau diekskresikan dalam konsentrasi
besar.
Dalam proses pemekatan di kandung empedu, air dan elektrolit dalam
jumlah besar (kecuali ion kalsium) direabsorbsi oleh mukosa kandung
empedu. Pada dasarnya semua zat lain, terutama garam empedu dan
zat-zat lemak kolesterol dan lesitin, tidak direabsorbsi dan, karena itu,
menjadi sangat pekat dalam empedu di kandung empedu.

 Pengosongan Kandung Empedu.


ketika makanan mulai dicerna di dalam traktus gastrointestinal di
dalam traktus gastrointestinal bagian atas, kandung empedu mulai
dikosongkan, terutama sewaktu makanan berlemak mencapai
duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Mekanisme pengosongan
kandung empedu adalah kontraksi ritmis dinding kandung empedu,
tetapi pengosongan yang efektif juga membutuhkan relaksasi yang
bersamaan dari sfingter oddi, yang menjaga pintu keluar duktus
billiaris komunis kedalam duodenum.
Sejauh ini rangsangan yang paling poten menyebabkan kontraksi
kandung empedu dalah kolesistokinin. Hormone ini menyebabkan
peningkatan sekresi enzim pencernaan oleh sel-sel asinar pancreas.
Rangsangan untuk memasukan kolesistokinin ke dalam darah dari
mukosa duodenum terutama adalah kehadiran makanan berlemak
dalam duodenum.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang secara kurang
kuat oleh serabut-serabut saraf yang menyekresi asetilkolin dari
sistem saraf vagus dan enteric usus. Keduanya adalah saraf yang sama
yang mningkatkan motilitas dan sekresi dalam bagian lain traktus
gastrointestinal bagian atas.
Secara ringkas, kandung empedu mengosongkan simpanan empedu
pekatnya kedalam duodenum terutama sebagai respon terhadap
perangsangan kolesistokinin yang terutama dicetuskan oleh makanan
berlemak. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan
kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat lemak dalam
jumlah berarti didalam makanan, normalnya kandung empedu kosong
waktu sekitar 1 jam.
Kolesistokinin dilepaskan ka dalam aliran darah oleh sel-sel
enteroendokrin yang terdapat di mukosa usus. Kolesistokinin dibawa
oleh aliran darah kekandung empedu, menimbulkan kontraksi otot
polos pada dindingnya. Pada saat yang sama, otot sfingter di sekitar
leher kandung empedu melemas (relaksasi). Kombinasi kerja ini
memaksa empedu masuk kedalam duodenum melalui duktus
koledokus.

 Fungsi Garam-Garam Empedu Pada Pencernaan dan Absorpsi


Lemak.
Sel hati menyintesis sekitar 6 gram garam empedu setiap harinya.
Precursor dari garam empedu adalah kolesterol, baik yang ada
didalam diet atau yang disintesis dalam sel-sel hati selama
berlangsungnya metabolisme lemak. Kolesterol pertama diubah
PENYAKIT BATU EMPEDU
menjadi asam kolat atau asam kenodeoksikolat dalam jumlah yang
sama. Asam-asam ini selanjutnya akan berkombinasi terutama dengan
glisin dan, dalam jumlah yang lebih sedikit, dengan taurin untuk
membentuk asam empedu terkojugasi -gliko dan –tauro. Garam-
garam dari asam ini, terutama garam natrium, kemudian akan
disekresi dalam empedu.
Garam-garam empedu mempunyai dua kerja penting pada traktus
intestinal :
 Pertama, garam-garam ini bekerja sebagai deterjen pada
partikel lemak dalam makanan. Hal ini akan menguragi
tegangan permukaan partikel dan memungkinkan agitasi dalam
traktus intestinl untuk memecahkan tetesan-tetesan lemak
menjadi bentuk yang kecil. Proses ini disebut emulsifikasi atau
fungsi deterjen dari garam-garam empedu.
 Kedua, dan yang jauh lebih penting daripada fungsi
emulsifikasi, garam-garam empedu membantu absorbsi dari
asam lemak, monogliserida, kolesterol dan lemak lain dalam
traktus intestinal. Garam empedu melakukan fungsi ini dengan
cara membentuk kompleks-kompleks fisik yang sangat kecil
dengan lemak ini, kompleks ini disebut dengan micel, dan
bersifat semi-larut didalam kimus akibat muatan listrik dari
garam-garam empedu. Lemak usus “diangkut” dalam bentuk ini
kemukosa usus, tempat lemak kemudian diabsorbsi kedalam
darah. Tanpa adanya garam-garam empedu di dalam traktus
intestinal. 40 % lemak yang dicerna akan dikeluarkan bersama
PENYAKIT BATU EMPEDU
tinja, dan pasien seringkali mengalami deficit metabolisme
akibat hilangnya nutrient ini.

 Sirkulasi Enterohepatik Garam-Garam Empedu.


Sekitar`94 % garam empedu direabsorbsi kedalam darah dari usus
halus, sekitar setengahnya dengan cara difusi melalui mukosa pada
bagian awal usus halus dan sisanya melalui proses transport aktif
melewati mukosa usus pada bagian distal ileum. Garam empedu, lalu
memasuki darah portal dan diteruskan kembali kehati. Pada saat
mencapai hati,pada saat pertama lewat melalui sinusoid vena, garam-
garam empedu diabsorbsi kembali hampir seluruhnya pada aliran
pertama melalui sinusoid vena. Kembali kedalam sel-sel hati
kemudian disekresikan kembali kedalam kandung empedu.
Dengan cara ini,sekitar 94% dari semua garam empedu disirkulasikan
kembali kedalam empedu, sehingga rata-rata garam ini akan
mengalami sirkulasi sebanyak 17 kali sebelum dikeluarkan bersama
tinja. Sejumlah kecil garam empedu yang dikeluarkan kadalam tinja
akan diganti dengan jumlah garam yang baru yang dibentuk secara
terus menerus oleh sel hati. Sirkulasi ulang garam empedu ini disebut
sirkulasi enterohepatik garam-garam empedu.
Jumlah empedu yang disekresi oleh hati setiap harinya sangat
bergantung pada tersedianya garam-garam empedu, makin banyak
jumlah garam empedu pada sirkulasi enterohepatik (biasanya sekitar
2,5 gr), makin besar kecepatan sekresi empedu. Tentu saja,
pencernaan garam empedu tambahan dapat meningkatakan sekresi
empedu beberapa ratus milliliter perhari.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Bila fistula empedu mengosongkan garam-garam empedu kebagian
luar selama beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga garam
empedi tidak dapat direabsorbsi dari ileum, hati akan meningkatkan
produksi garam-garam empedu 6 sampai 10 kali lipat, yang akan
meningkatkan kecepatan sekresi empedu kembali normal. Keadaan ini
juga memperlihatkan bahwa kecepatan sehari-hari sekresi garam
empedu hati dikontrol secara aktif oleh tersedianya (atau kurang
tersedianya) garam-garam empedu didalam sirkulasi enterohepatik.

 Peranan Sekretin Dalam Membantu Pengaturan Sekresi Empedu.


Selain efek perangsangan yang kuat dari asam empedu untuk
menyebabkan terjadinya sekresi empedu, hormone sekretin yang juga
merangsang sekresi pancreas meningkatkan sekresi empedu, kadang-
kadang lebih dari dua kali lipat selama beberapa jam sesudah makan.
Peningkatan sekresi ini hampir semuanya adalah sekresi larutan encer
yang kaya akan natrium bikarbonat oleh sel epitel duktulus dan duktus
empedu, dan bukan peningkatan sekresi oleh sel-sel parenkim hati itu
sendiri. Bikarbonat kemudian akan diteruskan kedalam usus halus dan
bergabung dengan bikarbonat dari pancreas untuk enetralkan asam
klorida dari lambung. Jadi, mekanisme umpan balik sekretin untuk
menetralkan asam duodenum bekerja tidak hanya melalui efeknya
terhadap sekresi pancreas tetapi juga, dalam jumlah yang lebih sedikit,
melalui efeknya terhadap sekresi oleh duktulus dan duktus hati.
PENYAKIT BATU EMPEDU
 Sekresi Hati Berupa Kolesterol dan Pembentukan Batu Empedu.
Garam-garam empedu dibentuk didalam sel-sel hepatic menggunakan
kolesterol yang ada didalam plasma darah. Pada proses sekresi garam-
garam empedu sekitar 1 sampai 2 gr kolesterol dipindahkan dari
plasma darah dan disekresikan kedalam empedu setiap hari.
Kolesterol hampir seluruhnya tidak larut didalam air murni, tetapi
garam empedu dan lesitin dalam empedu dapat berkombinasi secara
fisik dengan kolesterol, untuk membentuk micel ultramikroskopik
dalam bentuk suatu larutan koloid. Jika empedu sudah dipekatkan
didalam kandung empedu, garam-garam empedu dan lesitin akan
menjadi pekat bersama dengan kolesterol, yang membuat kolesterol
tetap dalam bentuk larutan.
Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap didalam
kandung empedu, menyebabkan pembentukan batu empedu
kolesterol. Jumlah kolesterol pada dalam empedu sebagian ditentukan
oleh jumlah lemak yang dimakan, karena sel-sel hepatic menyintesis
kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh.
Untuk alas an inilah, orang-orang yang melakukan diet tinggi lemak
selama bertahun-tahun akan medah mengalami batu empedu.
Peradangan epitel kandung empedu, yang seringkali berasal dari
infeksi kronis derajat rendah, juga dapat mengubah karakteristik
absorpsi mukosa kandung empedu , kadang memungkinkan absorpsi
berlebihan dari air dan garam-garam empedu tapi meninggalkan
kolesterol didalam kandung empedu didalam konsentrasi yang
meningkat secara progesif. Lalu kolesterol akan mulai mengendap,
pertama akan membentuk banyak Kristal kolesterol kecil pada
PENYAKIT BATU EMPEDU
permukaan mukosa yang mengalami peradangan, tetapi berlanjut
menjadi batu empedu yang besar.

B. PENYAKIT BATU EMPEDU


 DEFINISI
Penyakit batu empedu (kolelitiasis) merupakan pembentukan batu
empedu akibat pengendapan satu atau lebih komponen empedu
(kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak,
dan fosfolipid) pada kandung empedu (kolekistolitiasis) atau dalam
saluran empedu (koledokolitiasis).
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan
dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika
felea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi.

 EPIDEMIOLOGI
Di Negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka
prevalensi orang dewasa lebih tinggi di Negara amerika latin 20%
PENYAKIT BATU EMPEDU
hingga 40% dan rendah di Negara asia 3% hingga 4%. Batu empedu
menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar, seperti yang
ditunjukkan statistik as ini :
 Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu,
yang total beratnya beberapa ton.
 Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu
per tahun, dengan dua pertiganya menjalani pembedahan.
 Angka kematian akibat pembedahan untuk bedah saluran
empedu secara keseluruhan sangat rendah, tetapi sekitar 1000
pasien meninggal setiap tahun akibat penyakit empedu atau
penyulit pembedahan.

 ETIOLOGI
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lainnya. Etiologi batu
empedu masih belum diketahui sepenuhnya akan tetapi , tampaknya
factor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis
empedu, dan infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan factor
terpenting dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa hati penderita batu empedu kolesterol
menyekresikan empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu
untuk membentuk kandung empedu.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan
komponen tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau
spasme sfingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya
stasis. Factor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat dikaitkan
dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan menyebabkan
tingginya insidensi dalam kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu. Mucus meningkatkan viskositas empedu, dan
unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan
tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul akibat dari terbentuknya
batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu
empedu.

 FAKTOR RESIKO
 Usia dan jenis kelamin, prevalensi batu empedu meningkat
seumur hidup. Di amerika serikat, kurang dari 5% hingga 6%
populasi yang berusia kurang dari 40 tahun yang mengidap
batu, berbeda dengan 25% hingga 30% pada mereka yang
berusia lebih dari 80 tahun. Prevalensi pada perempuan berkulit
putih adalah sekitar dua kali dibandingkan dengan laki-laki.
 Etnik dan geografik, prevalensi batu empedu kolesterol
mendekati 75% pada populasi amerika asli suku pima, hopi,
dan Navajo sedangkan batu pigmen jarang. Prevalensi
tampaknya berkaitan dengan hipersekresi kolesterol empedu.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Batu empedu lebih prevalen di masyarakat industry barat dan
jarang di masyarakat yang sedang atau belum berkembang.
 Lingkungan, pengaruh estrogen, termasuk kontrasepsi oral dan
kehamilan, meningkatkan penyerapan dan sintesis kolesterol
sehingga terjadi peningkatan ekskresi kolesterol dalam empedu.
Kegemukan, penurunan berat yang cepat, dan terapi dengan
obat antikolesterolemia juga dilaporkan berkaitan dengan
peningkatan sekresi kolesterol empedu.
 Penyakit didapat, setiap keadaan dengan motilitas kandung
empedu yang berkurang mempermudah terbentuknya batu
empedu, seperti kehamilan , penurunan berat yang cepat, dan
cedera medulla spinalis. Namun, pada sebagian besar kasus
hipomotilitas kandung empedu timbul tanpa sebab yang jelas.
 Hereditas, selain etnisitas, riwayat keluarga saja sudah
menimbulkan risiko, demikian juga berbagai kelainan herediter
metabolisme, misalnya yang berkaitan dengan gangguan
sintesis dan sekresi garam empedu.

 PATOGENESIS
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya batu saluran
empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor yaitu :
 Batu kolesterol, dimana komposisi kolesterol melebihi 70%.
Batu kolesterol biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur
bulat atau oval, berwarna kuning pucat dan sering kali
mengandung kalsium karbonat , fosfat, dan bilirubin sehingga
PENYAKIT BATU EMPEDU
dapat menimbulkan warna putih, abu-abu, hingga hitam. Batu
mungkin ditemukan hanya satu, tetapi umumnya banyak dan
memiliki permukaan yang bersegi-segi, dikarenakan aposisi
satu sama lain. Sebagian besar batu kolesterol bersifat
radiolusen, meskipun hampir 20% batu mengandung kalsium
karbonat sehingga terlihat radioopak. Kolesterol bersifat tidak
larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi melalui
garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama
kedalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas
solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi
mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga
menggumpal menjadi Kristal-kristal kolesterol monohidrat
yang padat, oleh karena itu, terdapat tiga kondisi yang harus
dipenuhi agar terjadi batu empedu kolesterol :
- Empedu harus mengalami supersaturasi oleh kolesterol
didalam kandung empedu.
- Pembentukan inti batu empedu (nukleasi) dimungkinkan
secara kinetis ( terjadi percepatan kristalisasi kolesterol).
- Kristal kolesterol yang terbentuk harus berada cukup
lama di kandung empedu

Nukleasi dipercepat oleh mikropresipitasi garam kalsium


inorganic dan organic, yang berfungsi sebagai tempat
nukleasi bagi batu kolesterol. Protein didalam empedu juga
berperan. Stasis kandung empedu berperan penting dalam
pembentukan dan pertumbuhan batu. Seiring dengan
semakin pekatnya empedu saat disimpan di kandung
PENYAKIT BATU EMPEDU
empedu, tingkat kejenuhan kolesterol didalam empedu juga
semakin meningkat.

 Batu pigmen, terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari
keempat anion ini; bilirubinat, karbonat, fosfat atau asam
lemak rantai panjang.
Batu pigmen hitam berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu ini
kaya akan residu hitam yang tak terekstrasi. Batu ini ditemukan
dalam empedu steril dalam kandung empedu. Batu pigmen
hitam biasanya kecil, berjumlah banyak, serta mudah remuk.
Karena adanya kalsium karbonat dan fosfat, 50% hingga 75%
batu pigmen hitam bersifat radioopak.
Batu pigmen coklat berkaitan dengan infeksi saluran empedu.
Batu coklat ditemukan disaluran intra- atau ekstra hati yang
terinfeksi. Batu mengandung garam kalsium dari bilirubin tak-
terkonjugasi dan sedikit garam kalsium lainnya, musin,
glikoprotein dan kolesterol. Batu pigmen coklat biasanya
tunggal atau sedikit serta lunak dengan konsistensi berminyak
seperti sabun karena adanya garam asam lemak yang
dibebaskan oleh kerja fosfolipase bakteri pada lesitin empedu.
Batu pigmen coklat yang mengandung sabun kalsium bersifat
radiolusen.
Pathogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu,
stasis empedu, malnutrisi, dan factor diet. Kelebihan aktifitas
enzim β-glucuronidase bakteri dan manusia (endogen)
memegang peranan penting pada pathogenesis batu pigmen.
Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk
PENYAKIT BATU EMPEDU
bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai
calcium bilirubinate. Enzim tersebut biasanya dihasilkan oleh
kuman e. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini
dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya
meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah
lemak.
 Batu kolesterol campuran, memiliki gambaran batu pigmen
maupun batu kolesterol, majemuk dan berwarna coklat tua.
Adanya pigmen pada didalam inti batu kolesterol berhubungan
dengan lumpur kandung empedu pada stadium awal
pembentukan batu.

 GAMBARAN KLINIS
Pasien dengan batu empedu dikelompokkan menjadi tiga kelompok :
- Pasien dengan batu asimtomatik.
- Pasien dengan batu empedu simtomatik.
- Pasien dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut,
ikterus, kolangitis, pankreasitis).

Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa


gejala / asimtomatik, baik waktu diagnosis maupun selama
pemantauan. Studi perjalan penyakit dari 1307 pasien
dengan batu empedu selama 20 tahun memperlihatkan
bahwa sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik, 30%
mengalami kolik bilier, dan 20% mengalami komplikasi.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran
empedu (obstruksi) atau seringkali terjadi karena batu yang
bergerak kehilir dan tersangkut disaluran empedu. Gejala
batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier.
Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri di perut atas
(epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas)
berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam.

Pada pasien dengan komplikasi batu empedu akan


menimbulkan gejala yang berbeda tergantung
komplikasinya.

 Pada pasien batu empedu dengan komplikasi


kolesistitis akut maka pasien akan mengalami gejala
nyeri hebat mendadak pada perut kanan atas dengan
kombinasi mual, muntah,dan demam.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada
perut kanan atas dan sering teraba kandung empedu
yang membesar dan tanda-tanda peritonitis
(penurunan aktivitas peristaltik hingga timbul ileus
paralitik ; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam
lumen usus, menyebabkan terjadinya dehidrasi,
gangguan sirkulasi, oliguria dan mungkin syok)
Pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan selain
lekositosis akan terdapat kenaikan jumlah bilirubin
dan faal hati kemungkinan akibat kompresi local pada
saluran empedu.
PENYAKIT BATU EMPEDU
 Pada pasien batu empedu dengan komplikasi
kolangitis akut maka pasien akan mengalami gejala
berupa trias charcot meliputi nyeri abdomen kuadran
kanan atas, ikterus dan demam. Pada kolangitis akut
supurativa trias charcot meliputi hipotensi, oligouri
dan gangguan kesadaran.
 Pada pasien batu empedu dengan komplikasi
pankraesitis maka pasien akan mengalami gejala
yang paling menonjol berupa nyeri perut hebat yang
timbul mendadak dan terus menerus. Nyeri biasanya
di epigastrium, tetapi dapat terpusat dikanan atau
dikiri linea mediana. Nyeri sering menyebar ke
punggung, dan penderita mungkin merasa lebih enak
bila duduk sambil membungkuk kedepan. Posisi
berbaring atau berjalan akan memperberat nyeri.
Nyeri tersebut sering disertai mual, muntah,
berkeringat, dan kelemahan. Nyeri biasanya hebat
selama sekitar 24 jam kemudian mereda selama
beberapa hari.

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan berbagai


derajat syok, takikardia, leukositosis, dan demam.
Ikterus ringan dapat timbul bila telah terjadi obstruksi
biliaris. Timbul nyeri tekan dan defans muscular otot
abdomen dengan distensi, rigiditas, dan bukti lain
adanya peritonitis yang timbul bila peradangan
PENYAKIT BATU EMPEDU
mengenai peritoneum. Dan bising usus dapat
menurun.

 DIAGNOSIS

 ANAMNESA

Setengah sampai dua pertiga penderita  batu empedu adalah


asimptomatik. Keluhan yang mungkin berupa dispepsia, yang kadang
disertai intoleransi terhadap makanan berlemak.

Pada yang simptomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah


epigastrium , kuadran atas kanan, atau prekordium. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang mungkin memanjang lebih dari 15 menit, dan
kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbul awal nyeri
kebanyakan perlahan - lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba -
tiba.

Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke


puncak bahu, disertai mual dan muntah.

Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri


menghilang setelah makan antasid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan
nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan
sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien
PENYAKIT BATU EMPEDU
berhenti menarik nafas yang merupakan tanda rangsang dari
peritonitis setempat ( tanda murphy ).

Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium


dan perut kanan atas akan disertai tanda sepsis seperti demam dan
menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin
berwarna gelap yang hilang timbul.

Pruritis ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan


lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada di daerah badan.

Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi keadaan


kegawatan disertai syok dan gangguan kesadaran.

 PEMERIKSAAN  FISIK

Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi


seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops
kandung empedu, empiema kandung empedu , atau pankreatitis.

Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum


di daerah letak anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif,
apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas
panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.

 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Batu kandung empedu yang asimptomatik umumnya tidak


menunjukkan kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut
PENYAKIT BATU EMPEDU
dapat terjadi leukositosis. Apabila ada sindrom Mirizzi akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledokus oleh batu, dinding yang edema di daerah kantong
Hartmann, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersaebut.
Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan batu di dalam
duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga
kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali ada
serangan akut.

 PEMERIKSAAN PENCITRAAN

Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi

 Foto Polos Abdomen , Kurang lebih 10 % dari batu kandung


empedu bersifat radio opak sehingga terlihat pada foto polos
abdomen.
 Ultasonografi (US), sebelum dikembangkan pencitraan
mutakhir seperti US, sejumlah pasien dengan penyakit batu
empedu sering salah diagnosis sebagai gastritis atau hepatitis
berulang. Dewasa ini merupakan pencitraan pilihan pertama
untuk mendiagnosis batu kandung empedu dengan sensitivitas
tinggi melebihi 95% US dapat menunjukkan adanya batu
ataupun malfungsi dari kandung empedu sedangkan, untuk
deteksi batu saluran empedu sensitivitasnya relative rendah
berkisar antara 18-74%.
Untuk mengetahui apakah tubuh kita terdapat batu empedu
digunakan suatu alat pendeteksi batu empedu yang disebut
PENYAKIT BATU EMPEDU
ultrasound, yaitu dengan menggunakan gelombang suara yang
tidak dapat didengar telinga. Gelombang
suara ini diarahkan ke tubuh dan pantulan gelombangnya
kemudian diolah komputer yang akan menunjukkan ada atau
tidaknya batu empedu.

 Endoscopic ultrasonografi (EUS), adalah suatu metode


pemeriksaan dengan memakai instrument gatroskop dengan
echoprob di ujung skop yang dapat terus berputar.
Dibandingkan dengan ultrasound transabdominal, EUS akan
memberikan gambaran yang lebih jelas sebab echoprobenya
ditaruh didekat organ yang diperiksa.
Pada satu studi, sensitivitas EUS dalam mendeteksi batu saluran
empedu adalah sebesar 97% sedangkan dengan ultrasound
hanya sebesar 25%
 ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography),
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya batu di dalam
duktus. Batu empedu dapat terlihat pada foto polos bila
mengalami kalsifikasi secara bermakna.
PENYAKIT BATU EMPEDU
 Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP),
merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa
menggunakan zat kontras, instrument, dan radiasi ion. Pada
MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang
terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan
batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas rendah
yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi,
sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran
empedu.
studi terkini MRCP menunjukan nilai sensitivitasnya antara
91% sampai dengan 100% nilai spesifitasnya antar 92% hingga
100% dan nilai prediktif positif antara 93% sampai dengan
100% pada keadaan dengan dugaan batu saluran empedu. Nilai
diagnostic MRCP yang tinggi membuat teknik ini makin sering
dikerjakan untuk diagnosis atau eksklusi batu saluran empedu
khususnya pada pasien dengan kemungkinan kecil mengandung
batu.
MRCP mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
ERCP. Salah satu manfaat yang besar adalah pencitraan
saluran empedu tanpa resiko yang berhubungan dengan
instrumentasi, zat kontras, dan radiasi.
Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi mayor yaitu bukan
merupakan modalitas terapi dan juga aplikasinya bergantung
pada operator, sedangkan ERCP dapat berfungsi sebagai sarana
diagnostic dan terapi pada saat yang sama.
PENYAKIT BATU EMPEDU
 PENATALAKSANAAN

 Penatalaksanaan batu kandung empedu, penanggulangan


profilaktik untuk batu empedu asimtomatik tidak dianjurkan.
Sebagian besar pasien dengan batu asimtomatik tidak akan
mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu
tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama
pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan
sehingga penanganan dapat efektif. Hanya sebagian kecil yang
akan mengalami simtom akut (kolesistitis akut, kolangitis,
pancreatitis)
Untuk batu kandung empedu simtomatik, teknik kolesistektomi
laparoskopik yang diperkenalkan pada akhir decade 1980 telah
menggantikan teknik operasi kolesistektomi terbuka pada
sebagian kasus. Kolesistektomi laparoskopik gagal atau tidak
memungkinkan.
Kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan
invasive minimal di dalam rongga abdomen dengan
menggunakan pneumoperitoneum, sistem endokamera dan
instrument khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan
menyentuh langsung kandung empedunya. Sejak pertama kali
diperkenalkan, teknik bedah laparoskopik ini telah
memperlihatkan keunggulan yang bermakna dibandingkan
dengan teknik bedah konvensional.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Rasa nyeri yang minimal, masa pulih yang cepat, masa rawat
yang pendek dan luka parut yang sangat minimal merupakan
kelebihan bedah laparoskopik.
Di Indonesia sendiri khususnya di Jakarta, metode
kolesistektomi laparoskopik telah dimulai tahun 1991 dan
kemudian diikuti oleh senter-senter lain.
Selama kurun waktu empat tahun (1991-1994) bedah
laparoskopik telah dikerjakan pada 2687 pasien di empat senter
di Indonesia dan kolesistektomi laparoskopik merupakan
indikasi tersering dengan total sebanyak 2201 kasus. Konversi
ke koleksistektomi konvensional dibutuhkan pada 2,7-6,2%
pasien hal ini disebabkan oleh kesulitan dalam mengenali
anatomi.

Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :

- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin


sering atau berat.

- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung


empedu

Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya


komplikasi misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang
tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.

Dewasa ini dibeberapa rumah sakit, kolesistektomi


laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan
batu kandung empedu simtomatik. Kelbihan yang diperoleh
PENYAKIT BATU EMPEDU
pasien denagn teknik ini meliputi luka operasi yang kecil (2-
10mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal. Selain itu, dari
segi kosmetik luka parut yang kecil yang akan tersembunyi
didaerah umbilicus telah membuat bedah laparoskopik
dianggap sebagai bedah yang lebih bersahabat kepada pasien.
Komplikasi cedera saluran empedu pada teknik ini yang
umumnya terjadi pada tahap belajar dapat diatasi pada sebagian
besar kasus dengan peasangan stent atau kateter nasobilier
dengan ERCP.
 Penatalaksanaaan batu saluran empedu, ERCP terapeutik
dengan melakukan sfingterotomi endoskopik untuk
mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi pertama kali
dilakukan tahun 1974. Sejak itu teknik ini telah berkembang
pesat dan menjadi standar baku terapi non operatif untuk batu
saluran empedu.
selanjutnya batu didalam saluran empedu dikeluarkan dengan
basket kawat atau balon ekstraksi melaui muara yang sudah
besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat
keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama
skopnya.
Pada awalnya sfingterotomi endoskopik hanya diperuntukkan
pada pasien lanjut usia yang mempunyai batu saluran empedu
residif atau tertinggal pasca kolesistektomi atau mereka yang
memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami komplikasi
operasi saluran empedu.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Pada kebanyakan senter besar ekstraksi batu dapat dicapai pada
80-90% dengan komplikasi dini sebesar 7-10% dan mortalitas
1-2%. Komplikasi penting dari sfingterotomi dan ekstrasi batu
meliputi pankreasitis akut, perdarahan dan perforasi.
Keberhasilan sfingterotomi yang begitu mengesankan ini dan
kehendak pasien yang kuat telah mendorong banyak senter
untuk memperluas indikasi sfingterotomi endoskopik terhadap
orang dewasa muda and bahkan pasien dengan batu kandung
empedu utuh dengan masalah klinis batu saluran empedu. Di in
donesia sendiri khususnya di Jakarta, sfingterotomi endoskopik
telah mulai dikerjakan pada tahun 1983, tetapi
perkembangannya belum merata ke semua senter karena ERCP
terapeutik ini membutuhkan keterampilan khusus dan jumlah
pasien yang adekuat serta alat fluoroskopi yang memadai untuk
mendapatkan hasil foto yang baik.
 Batu saluran empedu sulit, yang dimaksud dengan batu
saluran empedu sulit adalah batu besar, batu yang terjepit
disaluran empedu, atau batu yang terlatak diatas saluran
empedu yang sempit. Untuk mengeluarkan batu tersebut sulit,
diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan sesudah
sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi
mekanik, litotripsi laser, electro-hydraulic shock wave
litrotripsi. Bila usaha pemecahan batu empedu dengan berbagai
cara diatas gagal sedangkan pasien mempunyai resiko operasi
tinggi maka dapat dilakukan pemasangan stent billier
perendoskopik di sepanjang batu yang terjepit.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Pada electrohidraulic atau pulse dye laser litotripsi pemecahan
batu dikerjakan melalui koledokoskopi per oral dengan sistem
mother-baby scope. Stent billier dapat dipasang didalam saluran
empedu sepanjang batu besar atau terjepit yang sulit
dihancurkan dengan tujuan drainase empedu.
 Penatalaksanaan kolangitis dan pancreatitis batu, penyulit
batu saluran empedu yang sering ditemukan dklinis adalah
kolangitis akut dan pancreatitis bilier akibat batu saluran
empedu terjepit dimuara papilla vater.
Spectrum dari kolangitis akut mulai dari yang ringan, yang
akan membaik sendiri, sampai dengan keadaan yang
membahyakan jiwa dimana dibutuhkan drainase darurat.
Penatalaksanaan kolangitis ditujukan untuk :
1. Memperbaiki keadaan umum pasien dengan pemberian
cairan dan elektrolit.
2. Terapi antibiotic parenteral
3. Drainase empedu yang tersumbat.

Beberapa studi acak tersamar memperlihatkan keunggulan


drainase endoskopik dengan angka kematian yang jauh lebih
rendah dan bersihan saluran empedu yang lebih baik
dibandingkan operasi terbuka. Studi dengan control
memperkuat kesimpulan bahwa angka kematian dengan ERCP
hanya sepertiga dibandingkan dengan operasi terbuka pada
pasien dengan kolangitis yang berat. Oleh karenanya ERCP
merupakan pilihan pertama untuk dekompresi bilier mendesak
PENYAKIT BATU EMPEDU
pada kolangitis akut yang tidak respon terhadap terapi
konservatif.

Pankretitis bilier akut atau pancreatitis batu empedu akut baru


akan terjadi bila ada obstruksi transien atau persisten di papilla
vater oleh sebuah batu. Batu empedu yang terjepit dapat
menyebabkan sepsis billier atau menambah beratnya
pancreatitis.
sejumlah studi memperlihatkan pasien dengan pancreatitis
billier akut yang ringan menyalurkan batunya secara spontan
dari saluran empedu kedalam duodenum pada lebih dari 80%
dan sebagian besar pasien akan sembuh hanya dengan terapi
suportif kolangiografi. Sesudah sembuh pada pasien ini akan
didapatkan insidensi yang rendah kejadian batu saluran
empedu sehingga tidak dibenarkan untuk dilakukan ERCP
rutin.

Sebaliknya sejumlah studi menunjukkan bahwa pasien dengan


pancreatitis billier akut yang berat akan mempunyai resiko
tinggi untuk mempunyai batu saluran empedu yang tertinggal
bila kolangiografi dilakukan pada tahap dini sesudah serangan.
Beberapa studi terbuka tanpa control memperlihatkan
sfingterotomi endoskopik pada keadaan ini tampaknya aman
dan disertai penurunan angka kesakitan dan kematian.

Data pada suatu studi retrospektif di Jakarta pada 22 pasien


dengan pankreastitis bilier akut juga memperlihatkan sebagian
besar respon terhadap terapi konservatif sehingga tindakan
PENYAKIT BATU EMPEDU
dekompresi darurat tidak diperlukan. Sebaliknya tindakan
sfingterotomi endoskopik dini pada empet pasien dengan batu
terjepit di papilla sangat bermanfaat dan cukup aman.

 TINDAKAN NON OPERATIF

1. Terapi Disolusi

Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat


(CDCA) yang mampu melarutkan batu kolesterol invitro,
secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika
Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya
kekambuhan. 1

Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan


sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan
CDCA oral dalam dosis 10 – 15 mg/kg berat badan per hari
selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA
setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis.

Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :

- Wanita hamil

- Penyakit hati yang kronis

- Kolik empedu berat atau berulang-ulang

-
Kandung empedu yang tidak berfungsi.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama
menimbulkan kerusakan jaringan hati, terjadi peningkatan
transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat
(UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan
tidak mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun
harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah
kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan
dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar
pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol
mencapai puncaknya pada malam hari.

Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari


enzim HMG Ko-a reduktase sehingga mengurangi sintesis dan
ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain dari
terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan
waktu yang lama serta tidak selalu berhasil.

2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)

ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar


terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut
sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu
menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam
empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui
duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi
lebih mudah.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi
disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol.
Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi
beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan
keamanannya.

1. Kriteria Munich :

- Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).

- Penderita tidak sedang hamil.

- Batu radiolusen

- Tidak ada obstruksi dari saluran empedu

- Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang


kejut ke arah batu.

2. Kriteria Dublin :

- Riwayat keluhan batu empedu

- Batu radiolusen

- Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu


tunggal atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm
dengan jumlah maksimal 3.

-
Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari
sudut penderita karena dapat dilakukan secara rawat jalan,
sehingga tidak mengganggu aktifitas penderita. Demikian juga
halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang
umumnya ditakutkan penderita dapat dihindarkan. Namun tidak
semua penderita dapat dilakukan terapi ini karena hanya
dilakukan pada kasus selektif. Di samping itu penderita harus
menjalankan diet ketat, waktu pengobatan lama dan
memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta dapat timbul
rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik
juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini ,
karena gangguan faal hati akan diperberat dengan pemberian
asam empedu dalam jangka panjang.

ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak


infasif namun dalam kenyataannya masih terdapat beberapa
komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit di
hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus,
pendarahan subkapsuler hati, penebalan dinding dan atropi
kandung empedu.

B. DIETETIK

Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu


adalah memberi istirahat pada kandung empedu dan
mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan
batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi
PENYAKIT BATU EMPEDU
makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan
keseimbangan cairan tubuh. 1

Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya


batu kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita
obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan gangguan
pencernaan makanan juga harus dihindarkan.

Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering


menderita konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-
buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat
membantu.

Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :

-Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah


dicerna.

-Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk


jumlah kalori dikurangi.

-Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam


lemak.

-Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.

 KOMPLIKASI
PENYAKIT BATU EMPEDU

 Kolesistitis kalkulosa akut, peradangan akut pada kandung


empedu yang mengandung batu yang dipicu oleh obstruksi oleh
leher kandung empedu atau duktus sistikus. Penyakit ini adalah
penyulit utama tersering pada batu empedu dan penyebab
tersering dilakukannya kolesistektomi darurat. Gejala mungkin
timbul sangat mendadak dan merupakan suatu kedaruratan
bedah akut. Di pihak lain, gejala mungkin ringan dan mereda
tanpa intervensi medis.
Kolesistitis kalkulosa akut pada awalnya adalah akibat iritasi
kimiawi dan peradangan pada dinding kandung empedu dalam
kaitannya dengan hambatan aliran keluar empedu. Fosfolipase
yang berasal dari mukosa menghidrolisis lesitin empedu
menjadi lisolesitin, yang bersifat toksik bagi mukosa. Lapisan
mukosa glikoprotein yang secara normal bersifat protektif
rusak, sehingga epitel mukosa terpajan langsung keefek
detergen garam empedu. Prostalglandin yang dibebaskan di
dalam kandung empedu yang teregang ikut berperan dalam
peradangan mukosa. Peregangan dan peningkatan tekanan
intralumen juga dapat menggangu aliran darah ke mukosa. Hal
ini dapat menyebabkan iskemia dari dinding kandung empedu
yang dapat berkembang keproses nekrosis dan perforasi. Proses
ini terjadi tanpa adanya infeksi bakteri baru setelah proses
berlangsung cukup lama terjadi kontaminasi oleh bakteri.
Kolesistitis akalkulosa akut, antara 5% hingga 12% kandung
empedu yang diangkat atas indikasi kolesisititis akut tidak
berisi batu empedu. Sebagian besar kasus ini terjadi pada pasien
PENYAKIT BATU EMPEDU
yang sakit berat : keadaan paska oprasi mayor nonbiliaris,
trauma berat misalnya kalantas, luka bakar luas, sepsis.
Diperkirakan banyak factor yang berperan dalam kolesistitis
akalkulosa, termasuk dehidrasi, stasis dan pengendapan dalam
kandung empedu, gangguan pembuluh darah dan akhirnya
kontaminasi bakteri.
 Kolangitis , adalah istilah yang digunakan untuk peradangan
akut dinding saluran empedu, yang hampir selalu disebabkan
oleh infeksi bakteri yang secara normal steril. Kelainan ini
dapat terjadi akibat setiap lesi yang menghambat aliran empedu
terutama koledokolitiasis. Bakteri kemungkinan besar masuk ke
saluran empedu melalaui sfingter oddi, dan bukan melalaui
rute hematogen. Bakteri tersebut biasanya adalah aerob
negative-gram usus seperti e.colli, klebsiella, clostridium,
bacterioides,atau enterobacter.
kolangitis biasanya menyebabkan demam, menggigil, nyeri
abdomen, dan ikterus. Bentuk terparah kolangitis adalah
kolangitis supurativa, yang empedu purulennya memenuhi dan
meregangkan saluran empedu, disertai resiko terbentuknya
abses hati.
 Pankreatitis akut, batu empedu yang terjepit pada ampulla
vaterri/ sfingter oddi atau adanya mikrolitiasis dapat
mengakibatkan pancreatitis akaut karena refluk cairan empedu
kedalam saluran pancreas. Adanya mikrolitiasis ini diketahui
dengan didapatkannya Kristal-kristal kolesterol monohidrat,
kalsium bilirubinat, kalsium karbonat via ERCP atau dengan
PENYAKIT BATU EMPEDU
ditemukannya lumpur pada kandung empedu pada pemeriksaan
ultrasonografi.
Pada pancreatitis akut juga terjadi autoddigesti substansi
pancreas oleh enzim pancreas yang aktif dan respon cedera sel
yang diperantarai sitokin-sitokin inflamasi.
Tripsin di disintesis didalam asinus sebagai proenzim
tripsinogen. Karena kesalahan lalulintas tripsinogen maka zatini
diaktifkan didalam asinus dan bukan didalam duodenum.
Setelah teraktifasi tripsin akan mengaktifasi proenzim lain
seperti profosfolipase dan proelastase.
Enzim-enzim yang teraktifasi ini menyebabkan disintegrasi sel
asinus dan jaringan lemak sekitar pancreas, merusak serat
elastic pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran vascular.
Tripsin aktif juga mengubah prakalikrein menjadi bentuk
aktifnya sehingga sistem kinin menjadi aktif dan, melalui
pengaktifan factor Hageman, memacu sistem pembekuan dan
komplemen. Dengan cara ini terjadi thrombosis pembuluh halus
(yang dapat menyebabkan kongesti dan pecahnya pembuluh
yang sudah melemah). Akibat lain pengaktifan premature
enzim adalah respon cedera sel asinus. Sel asinus yang rusak
akan mengeluarkan sitokin poten yang menarik netrofil dan
makrofag.sel radang ini kemudian mengeluarkan lebih banyak
sitokin seperti TNF, IL1, NO dan PAF kedalam jaringan
pancreas dan sirkulasi sehingga terjadi amplifikasi respon
peradangan local dan sistemik.
PENYAKIT BATU EMPEDU
 Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris
kecepatan pembentukan bilirubinnya normal tetapi bilirubin
yang normal, tetapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat
memasuki usus. Bilirubin bebas masih tetap memasuki hati dan
dikonjugasi dengan cara yang biasa. Bilirubin ini kemudian
kembali kedalam darah mungkin karena pecahnya kanalikuli
biliaris yang terbendung dan pengosongan langsung saluran
limfe.
Akibat tidak adanya bilirubin yang mencapai duodenum maka
tidak ada bilirubin yng diubah menjadi urobilinogen didalam
usus oleh kerja bakteri. Oleh karena itu tidak ada urobilinogen
yang diserap kedalam darah dan tidak ada yang dikeluarkan
ginjal kedalam urin. Akibatnya, pada ikterus obstruksi uji untuk
urobilinogen dalam urin adalah negative. Selain itu, feses
berwarna seperti dempul karena kurangnya sterkobilin dan
pigmen empedu lainnya.
Perbedaan lain antara bilirubin bebas dan terkonjugasi adalah
bahwa ginjal mengeluarkan bilirubin terkonjugasi kelarutan
tinggi bukan bilirubin bebas terikat albumin. Oleh karena itu
pada ikterus obstruksi sejumlah bilirubin terkonjugasi
bermakna terlihat didalam urin.
PENYAKIT BATU EMPEDU
BAB III
PENUTUP

I.KESIMPULAN

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana


terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki
ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi.
Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama
pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet
tinggi lemak dan genetik.

Sebagian ahli membagi batu empedu menjadi :

- Batu Kolesterol

- Batu Campuran (Mixed Stone)

-
Batu Pigmen.

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut
bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan
sampai berat karena adanya komplikasi. Diagnosis dan pengelolaan yang baik
dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat.

You might also like