Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relative kecil.
Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik
yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus
meningkat.
Batu empedu umumnya ditemukan didalam kandung empedu, tetapi batu tersebut
dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu
saluran empedu dan disebut batu saluran empedu sekunder.
Di Negara barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai saluran
empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer
didalam saluran empedu intra- atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung
empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di
wilayah asia dibandingkan dengan pasien di Negara barat.
Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi
akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimptoatik.
PENYAKIT BATU EMPEDU
BAB II
PEMBAHASAN
ANATOMI
Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus,
corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah
pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior
abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan
permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum
dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus
untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk
duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan
sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral
hati.
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
- Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.
Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
- Neurogen :
- Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan
lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan
kontraksi dari kandung empedu.
PENYAKIT BATU EMPEDU
- Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan
mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu
lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.
Komposisi Empedu.
EPIDEMIOLOGI
Di Negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka
prevalensi orang dewasa lebih tinggi di Negara amerika latin 20%
PENYAKIT BATU EMPEDU
hingga 40% dan rendah di Negara asia 3% hingga 4%. Batu empedu
menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar, seperti yang
ditunjukkan statistik as ini :
Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu,
yang total beratnya beberapa ton.
Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu
per tahun, dengan dua pertiganya menjalani pembedahan.
Angka kematian akibat pembedahan untuk bedah saluran
empedu secara keseluruhan sangat rendah, tetapi sekitar 1000
pasien meninggal setiap tahun akibat penyakit empedu atau
penyulit pembedahan.
ETIOLOGI
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lainnya. Etiologi batu
empedu masih belum diketahui sepenuhnya akan tetapi , tampaknya
factor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis
empedu, dan infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan factor
terpenting dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa hati penderita batu empedu kolesterol
menyekresikan empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu
untuk membentuk kandung empedu.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan
komponen tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau
spasme sfingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya
stasis. Factor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat dikaitkan
dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan menyebabkan
tingginya insidensi dalam kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu. Mucus meningkatkan viskositas empedu, dan
unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan
tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul akibat dari terbentuknya
batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu
empedu.
FAKTOR RESIKO
Usia dan jenis kelamin, prevalensi batu empedu meningkat
seumur hidup. Di amerika serikat, kurang dari 5% hingga 6%
populasi yang berusia kurang dari 40 tahun yang mengidap
batu, berbeda dengan 25% hingga 30% pada mereka yang
berusia lebih dari 80 tahun. Prevalensi pada perempuan berkulit
putih adalah sekitar dua kali dibandingkan dengan laki-laki.
Etnik dan geografik, prevalensi batu empedu kolesterol
mendekati 75% pada populasi amerika asli suku pima, hopi,
dan Navajo sedangkan batu pigmen jarang. Prevalensi
tampaknya berkaitan dengan hipersekresi kolesterol empedu.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Batu empedu lebih prevalen di masyarakat industry barat dan
jarang di masyarakat yang sedang atau belum berkembang.
Lingkungan, pengaruh estrogen, termasuk kontrasepsi oral dan
kehamilan, meningkatkan penyerapan dan sintesis kolesterol
sehingga terjadi peningkatan ekskresi kolesterol dalam empedu.
Kegemukan, penurunan berat yang cepat, dan terapi dengan
obat antikolesterolemia juga dilaporkan berkaitan dengan
peningkatan sekresi kolesterol empedu.
Penyakit didapat, setiap keadaan dengan motilitas kandung
empedu yang berkurang mempermudah terbentuknya batu
empedu, seperti kehamilan , penurunan berat yang cepat, dan
cedera medulla spinalis. Namun, pada sebagian besar kasus
hipomotilitas kandung empedu timbul tanpa sebab yang jelas.
Hereditas, selain etnisitas, riwayat keluarga saja sudah
menimbulkan risiko, demikian juga berbagai kelainan herediter
metabolisme, misalnya yang berkaitan dengan gangguan
sintesis dan sekresi garam empedu.
PATOGENESIS
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya batu saluran
empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor yaitu :
Batu kolesterol, dimana komposisi kolesterol melebihi 70%.
Batu kolesterol biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur
bulat atau oval, berwarna kuning pucat dan sering kali
mengandung kalsium karbonat , fosfat, dan bilirubin sehingga
PENYAKIT BATU EMPEDU
dapat menimbulkan warna putih, abu-abu, hingga hitam. Batu
mungkin ditemukan hanya satu, tetapi umumnya banyak dan
memiliki permukaan yang bersegi-segi, dikarenakan aposisi
satu sama lain. Sebagian besar batu kolesterol bersifat
radiolusen, meskipun hampir 20% batu mengandung kalsium
karbonat sehingga terlihat radioopak. Kolesterol bersifat tidak
larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi melalui
garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama
kedalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas
solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi
mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga
menggumpal menjadi Kristal-kristal kolesterol monohidrat
yang padat, oleh karena itu, terdapat tiga kondisi yang harus
dipenuhi agar terjadi batu empedu kolesterol :
- Empedu harus mengalami supersaturasi oleh kolesterol
didalam kandung empedu.
- Pembentukan inti batu empedu (nukleasi) dimungkinkan
secara kinetis ( terjadi percepatan kristalisasi kolesterol).
- Kristal kolesterol yang terbentuk harus berada cukup
lama di kandung empedu
Batu pigmen, terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari
keempat anion ini; bilirubinat, karbonat, fosfat atau asam
lemak rantai panjang.
Batu pigmen hitam berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu ini
kaya akan residu hitam yang tak terekstrasi. Batu ini ditemukan
dalam empedu steril dalam kandung empedu. Batu pigmen
hitam biasanya kecil, berjumlah banyak, serta mudah remuk.
Karena adanya kalsium karbonat dan fosfat, 50% hingga 75%
batu pigmen hitam bersifat radioopak.
Batu pigmen coklat berkaitan dengan infeksi saluran empedu.
Batu coklat ditemukan disaluran intra- atau ekstra hati yang
terinfeksi. Batu mengandung garam kalsium dari bilirubin tak-
terkonjugasi dan sedikit garam kalsium lainnya, musin,
glikoprotein dan kolesterol. Batu pigmen coklat biasanya
tunggal atau sedikit serta lunak dengan konsistensi berminyak
seperti sabun karena adanya garam asam lemak yang
dibebaskan oleh kerja fosfolipase bakteri pada lesitin empedu.
Batu pigmen coklat yang mengandung sabun kalsium bersifat
radiolusen.
Pathogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu,
stasis empedu, malnutrisi, dan factor diet. Kelebihan aktifitas
enzim β-glucuronidase bakteri dan manusia (endogen)
memegang peranan penting pada pathogenesis batu pigmen.
Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk
PENYAKIT BATU EMPEDU
bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai
calcium bilirubinate. Enzim tersebut biasanya dihasilkan oleh
kuman e. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini
dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya
meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah
lemak.
Batu kolesterol campuran, memiliki gambaran batu pigmen
maupun batu kolesterol, majemuk dan berwarna coklat tua.
Adanya pigmen pada didalam inti batu kolesterol berhubungan
dengan lumpur kandung empedu pada stadium awal
pembentukan batu.
GAMBARAN KLINIS
Pasien dengan batu empedu dikelompokkan menjadi tiga kelompok :
- Pasien dengan batu asimtomatik.
- Pasien dengan batu empedu simtomatik.
- Pasien dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut,
ikterus, kolangitis, pankreasitis).
DIAGNOSIS
ANAMNESA
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN PENCITRAAN
1. Terapi Disolusi
- Wanita hamil
-
Kandung empedu yang tidak berfungsi.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama
menimbulkan kerusakan jaringan hati, terjadi peningkatan
transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat
(UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan
tidak mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun
harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah
kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan
dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar
pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol
mencapai puncaknya pada malam hari.
1. Kriteria Munich :
- Batu radiolusen
2. Kriteria Dublin :
- Batu radiolusen
-
Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.
PENYAKIT BATU EMPEDU
Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari
sudut penderita karena dapat dilakukan secara rawat jalan,
sehingga tidak mengganggu aktifitas penderita. Demikian juga
halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang
umumnya ditakutkan penderita dapat dihindarkan. Namun tidak
semua penderita dapat dilakukan terapi ini karena hanya
dilakukan pada kasus selektif. Di samping itu penderita harus
menjalankan diet ketat, waktu pengobatan lama dan
memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta dapat timbul
rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik
juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini ,
karena gangguan faal hati akan diperberat dengan pemberian
asam empedu dalam jangka panjang.
B. DIETETIK
KOMPLIKASI
PENYAKIT BATU EMPEDU
I.KESIMPULAN
- Batu Kolesterol
-
Batu Pigmen.
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut
bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan
sampai berat karena adanya komplikasi. Diagnosis dan pengelolaan yang baik
dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat.