You are on page 1of 7

MALPRAKTEK

KASUS MALPRAKTEK
 Tubuh Menghitam Setelah Minum Obat

indosiar.com, Blitar - Diduga akibat malpraktek dokter Blitar, seorang gadis asal Blitar , Jawa Timur
terpaksa dirujuk ke Rumah Sakit Dokter Saiful Anwar Malang, Jawa Timur. Seluruh tubuhnya berubah
menghitam setelah meminum obat dari dokter tempat dia berobat di asalnya.

Beginilah kondisi Nita Nur Halimah (21), warga Desa Talun, Blitar, Jawa Timur setelah meminum obat
yang diberikan oleh salah satu dokter ditempat asalnya. Kulit wajah, tangan hingga sekujur tubuhnya
berubah menjadi hitam.

Menurut Marsini, ibu korban, awalnya Nita hanya menderita luka ngilu dibagian persendian tubuhnya
saat diperiksakan ke dokter. Nita mendapatkan resep obat tanpa bungkus, namun setelah meminumnya
suhu tubuhnya semakin panas. Mulut dan kulit wajahnya berubah kehitaman hingga merebak kesekujur
tubuhnya. Pihak keluarga menganggap kondisi ini disebabkan oleh kesalahan dokter Andi yang
memberikan resep obat tersebut.

Penanganan medis yang dilakukan untuk saat ini adalah memberikan penambahan nutrisi serta elektrolit
untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan memberikan antibiotik untuk membersihkan luka pasien
dari bakteri.

Hingga Senin (02/03) kemarin, Nita ditangani oleh 11 tim dokter spesialis bedah kulit. Indikasi
sementara Nita menderita Steven Jhonson Sindrom atau alergi pada reaksi obat akibat rendahnya
ketahanan tubuh pasien. (Nurochman/Sup)
MALPRAKTEK DITINJAU DARI SEGI
ETIKA DAN HUKUM
 Masalah dugaan malpraktik medik, akhir-akhir ini, sering diberitakan di media masa.
Namun, sampai kini, belum ada yang tuntas penyelesaiannya. Tadinya masyarakat
berharap bahwa UU Praktik Kedokteran itu akan juga mengatur masalah malpraktek
medik. Namun, materinya ternyata hanya mengatur masalah disiplin, bersifat intern.
Walaupun setiap orang dapat mengajukan ke Majelis Disiplin Kedokteran, tetapi hanya
yang menyangkut segi disiplin saja. Untuk segi hukumnya, undang-undang merujuk ke
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) bila terjadi tindak pidana. Namun, kalau
sampai diajukan ke Pengadilan tetap terkatung-katung tidak ada kunjung
penyelesaiannya, lantas apa gunanya?
Di negara yang menganut sistem hukum Anglo-Saxon, masalah dugaan malpraktik
medik ini sudah ada ketentuan di dalam common law dan menjadi yurisprudensi.
Walaupun Indonesia berdasarkan hukum tertulis, seharusnya tetap terbuka putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi yurisprudensi.
Dan karena masyarakat semakin sadar terhadap masalah pelayanan kesehatan, DPR yang
baru harus dapat menangkap kondisi tersebut dengan berinisiatif membentuk Undang-
Undang (UU) tentang Malpraktik Medik, sebagai pelengkap UU Praktik Kedokteran.
Bagaimana materinya, kita bisa belajar dari negara-negara yang telah memiliki peraturan
tentang hal tersebut. Harapan masyarakat, ketika mereka merasa dirugikan akibat
tindakan medis, landasan hukumnya jelas. Sedangkan di pihak para medis, setiap
tindakannya tidak perlu lagi dipolemikan sepanjang sesuai undang-undang.
 Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna
yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian
formal tentang moralitas. Moralitas adalah ha-hal yang menyangkut moral, dan
moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan perbuatan manusia yang
dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu
yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang
amat fundamental : bagaimana saya harus hidup dan bertindak ? Peter Singer,
filusf kontemporer dari Australia menilai kata etika dan moralitas sama artinya,
karena itu dalam buku-bukunya ia menggunakan keduanya secara tertukar-tukar.
Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari
lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan
tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi
harapan (ekspekatasi) profesi dan amsyarakat, serta bertindak dengan cara-cara
yang profesional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjalinnya
interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil,
profesional dan terhormat.
 Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan
tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi dan
staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemrintah dan pada tingkat
akhir walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil,
profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit.
Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersamadan pedoman untuk
diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai baik
dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu.
Malpraktek meliputi pelanggaran kontrak ( breach of contract), perbuatan yang
disengaja (intentional tort), dan kelalaian (negligence). Kelalaian lebih
mengarah pada ketidaksengajaan (culpa), sembrono dan kurang teliti. Kelalaian
bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, selama tidak sampai
membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat
menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum “de minimis noncurat lex”, hukum
tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele (hukumonliine.com, 17 April
2004).
 Ketidaktercantuman istilah dan definisi menyeluruh tentang malpraktek dalam hukum
positif di Indonesia, ambiguitas kelalaian medik dan malpraktek yang berlarut-larut, hingga
referensi-referensi tentang malpraktek yang masih dominan diadopsi dari luar negeri yang
relevansinya dengan kondisi di Indonesia masih dipertanyakan, semuanya merupakan Pe-Er
besar bagi pemerintah. Barangkali inovasi cerdas pemerintah guna menangani kasus
malpraktek dan sengketa medik adalah lahirnya RUU Praktik Kedokteran. Akan tetapi,
benarkah demikian? Dalam beberapa pasal, RUU Praktik Kedokteran memang memberikan
kepastian hukum bagi dokter sekaligus perlindungan bagi pasien.
Secara substansial, RUU yang terdiri dari 182 pasal ini memuat pasal-pasal yang implisit
dengan teori-teori pembelaan dokter yang umumnya digunakan dalam peradilan. RUU
Praktek Kedokteran memungkinkan sebuah sistem untuk meregulasi pelayanan medis yang
terstandardisasi dan terkualifikasi sehingga probabilitas terjadinya malpratek dapat
dieliminasi seminimal mungkin. Dengan dicantumkannya peraturan pidana dan perdata
serta peradilan profesi tenaga medis, harapan perlindungan terhadap pasien dapat terealisasi.
Salah satu upaya untuk menghindarkan dari malpraktek adalah adanya informed consent
(persetujuan) untuk setiap tindakan dan pelayanan medis pada pasien. Hal ini angat perlu
tidak hanya ntuk melindungi dar kesewenangan tenaga keehatan seprti doter atau bidan,
tetapi juga diperlukanuntuk melindungi tenaga kesehatan dari kesewenangan pasien yang
melanggar batas-batas hukum dan perundang-undangan malpraktek).
 Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang diatur antara lain pada peraturan
pemerintah no 18 tahun 1981 yaitu:
1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang
hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang
bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.
2. Semua tindakan medis (diagnostic, terapuetik maupun paliatif) memerlukan informed
consent secara lisan maupun tertulis.
3. Setiap tindakan medis yang mempunyai resiko cukup besar, mengharuskan adanya
persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh
informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta resikonya.
4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau
sikap diam.
5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun
tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila dokter/bidan menilai
bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini
dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberikan
informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang perawat/paramedic lain
sebagai saksi adalah penting.
6. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang direncanakan, baik
diagnostic, terapuetik maupun paliatif. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat
pula secara tertulis (berkaitan dengan informed consent).

You might also like