You are on page 1of 3

CARA PENGAWETAN KAYU

undefined undefined, undefined


Author: Antok | Filed Under: Pengawetan Kayu

1. Cara rendaman: kayu direndam di dalam bak larutan baha pengawet yang telah
ditentukan konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa
jam atau beberapa hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya
terendam, jangan sampai ada yang terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan
sticker. Ada beberapa macam pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin,
rendaman panas, dan rendaman panas dan rendaman dingin. Cara rendaman dingin
dapat dilakukan dengan bak dari beton, kayu atau logam anti karat. Sedangkan cara
rendaman panas atau rendaman panas dan dingin lazim dilakukan dalam bak dari
logam. Bila jumlah kayu yang akan diawetkan cukup banyak, perlu disediakan dua
bak rendaman (satu bak untuk merendam dan bak kedua untuk membuat larutan
bahan pengawet, kemudian diberi saluran penghubung). Setelah kayu siap dengan
beban pemberat dan lain-lain, maka bahan pengawet dialirkan ke bak berisi kayu
tersebut. Cara rendaman panas dan dingin lebih baik dari cara rendaman panas atau
rendaman dingin saja. Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih dalam dan banyak
masuk ke dalam kayu. Larutan bahan pengawet berupa garam akan memberikan hasil
lebih baik daripada bahan pengawet larut minyak atau berupa minyak, karena proses
difusi. Kayu yang diawetkan dengan cara ini dapat digunakan untuk bangunan di
bawah atap dengan penyerang perusak kayunya tidak hebat.
2. Cara pencelupan: kayu dimasukkan ke dalam bak berisi larutan bahan pengawet
dengan konsentrasi yang telah ditentukan, dengan waktu hanya beberapa menit
bahkan detik. Kelemahan cara ini: penetrasi dan retensi bahan pengawet tidak
memuaskan. Hanya melapisi permukaan kayu sangat tipis, tidak berbeda dengan cara
penyemprotan dan pelaburan (pemolesan). Cara ini umumnya dilakukan di industri-
industri penggergajian untuk mencegah serangan jamur blue stain. Bahan pengawet
yang dipakai Natrium Penthachlorophenol. Hasil pengawetan ini akan lebih baik baila
kayu yang akan diawetkan dalam keadaan kering dan bahan pengawetnya dipanaskan
lebih dahulu.
3. Cara pemulasan dan penyemprotan : cara pengawetan ini dapat dilakukan dengan
alat yang sederhana. Bahan pengawet yang masuk dan diam di dalam kayu sangat
tipis. Bila dalam kayu terdapat retak-retak, penembusan bahan pengawet tentu lebih
dalam. Cara pengawetan ini hanya dipakai untuk maksut tertentu, yaitu : a.
Pengawetan sementara (prophylactic treatment) di daerah ekploatasi atau kayu-kayu
gergajian untuk mencegah serangan jamur atau bubuk kayu basah. b. Untuk
membunuh serangga atau perusak kayu yang belum banyak dan belum merusak kayu
(represif). c. Untuk pengawetan kayu yang sudah terpasang. Cara pengawetan ini
hanya dianjurkan bila serangan perusak kayu tempat kayu akan dipakai tidak hebat
(ganas).
4. Cara pembalutan : cara pengawetan ini khusus digunakan untuk mengawetkan
tiang-tiang dengan menggunakan bahan pengawet bentuk cream (cairan) pekat, yang
dilaburkan/diletakkan pada permukaan kayu yang masih basah. Selanjutnya dibalut
sehingga terjadilah proses difusi secara perlahan-lahan ke dalam kayu.
5. Proses vakum dan tekanan (cara modern) :

Proses ini ada 2 macam menurut kerjanya :


1. Proses sel penuh antara lain :

 Proses Bethel
 Proses Burnett

2. Proses sel kosong antara lain :

 Proses Rueping
 Proses Lowry

Keduanya berbeda pada pelaksanaan permulaan. Proses Rueping langsung memasukkan


bahan pengawet dengan tekanan sampai ± 4 atmosfer, kemudian dinaikkan sampai sekitar 7-8
atmosfer. Sedangkan pada proses lowry tidak digunakan tekanan awal, tapi tekanan langsung
sampai 7 atmosfer. Beberapa jam kemudian tekanan dihentikan dan bahan pengawet
dikeluarkan dan dilakukan vakum selama 10 menit untuk membersihkan permukaan kayu
dari larutan bahan pengawet.
Lainnya ditunggu ya.....

Pada dasarnya terdapat 2 (dua) sifat utama kayu yang dapat dipergunakan untuk mengenal kayu,
yaitu sifat fisik (disebut juga sifat kasar atau sifat makroskopis) dan sifat struktur (disebut juga
sifat mikroskopis).  Secara obyektif, sifat struktur atau mikroskopis lebih dapat diandalkan dari
pada sifat fisik atau makroskopis dalam mengenal atau menentukan suatu jenis kayu.  Namun untuk
mendapatkan hasil yang lebih dapat dipercaya, akan lebih baik bila kedua sifat ini dapat
dipergunakan secara bersama-sama, karena sifat fisik akan mendukung sifat struktur dalam
menentukan jenis.

Sifat fisik/kasar atau makroskopis adalah sifat yang dapat diketahui secara jelas melalui panca
indera, baik dengan penglihatan,  pen-ciuman,  perabaan dan sebagainya tanpa menggunakan alat
bantu.   Sifat-sifat kayu yang termasuk dalam sifat kasar antara lain adalah :

a. warna, umumnya yang digunakan adalah warna kayu teras,

b. tekstur, yaitu penampilan sifat struktur pada bidang lintang,

c. arah serat, yaitu arah umum dari sel-sel pembentuk kayu,

d. gambar, baik yang terlihat pada bidang radial maupun tangensial

e. berat, umumnya dengan menggunakan berat jenis

f. kesan raba, yaitu kesan yang diperoleh saat meraba kayu,

g. lingkaran tumbuh,

h. bau, dan sebagainya.

Sifat struktur/mikroskopis adalah sifat yang dapat kita ketahui dengan mempergunakan alat bantu,
yaitu kaca pembesar (loupe) dengan  pembesaran 10 kali. Sifat struktur yang diamati adalah :
a. Pori (vessel) adalah sel yang berbentuk pembuluh dengan arah longitudinal.  Dengan
mempergunakan loupe, pada bidang lintang, pori terlihat sebagai lubang-lubang beraturan
maupun tidak, ukuran kecil maupun besar.  Pori dapat dibedakan berdasarkan penyebaran,
susunan, isi, ukuran, jumlah dan bidang perforasi).

b. Parenkim (Parenchyma) adalah sel yang berdinding tipis dengan bentuk batu bata dengan
arah longitudinal.  Dengan mempergunakan loupe, pada bidang lintang,  parenkim (jaringan
parenkim) terlihat mempunyai warna yang lebih cerah dibanding dengan warna sel
sekelilingnya.  Parenkim dapat dibedakan berdasarkan atas hubungannya dengan pori, yaitu
parenkim paratrakeal (berhubungan dengan pori) dan apotrakeral (tidak berhubungan
dengan pori).

c. Jari-jari (Rays) adalah parenkim dengan arah horizontal.  Dengan mempergunakan loupe,
pada bidang lintang, jari-jari terlihat seperti garis-garis yang sejajar dengan warna yang
lebih cerah dibanding warna sekelilingnya.  Jari-jari dapat dibedakan berdasarkan ukuran
lebarnya dan keseragaman ukurannya.

d. Saluran interseluler  adalah saluran yang berada di antara sel-sel kayu yang berfungsi
sebagai saluran khusus. Saluran interseluler ini tidak selalu ada pada setiap jenis kayu,
tetapi hanya terdapat pada jenis-jenis tertentu, misalnya beberapa jenis kayu dalam famili
Dipterocarpaceae, antara lain meranti (Shorea spp), kapur (Dryobalanops spp), keruing
(Dipterocarpus spp), mersawa (Anisoptera spp), dan sebagainya. Berdasarkan arahnya,
saluran interseluler dibedakan atas saluran interseluler aksial (arah longitudinal) dan
saluran interseluler radial (arah sejajar jari-jari). Pada bidang lintang, dengan
mempergunakan loupe, pada umumnya saluran interseluler aksial terlihat sebagai lubang-
lubang yang terletak diantara sel-sel kayu dengan ukuran yang jauh lebih kecil.

e. Saluran getah adalah saluran yang berada dalam batang kayu, dan bentuknya seperti lensa.
Saluran getah ini tidak selalu dijumpai pada setiap jenis kayu, tapi hanya terdapat pada
kayu-kayu tertentu, misalnya jelutung (Dyera spp.)

f. Tanda kerinyut adalah penampilan ujung jari-jari yang bertingkat-tingkat dan biasanya
terlihat pada bidang tangensial.  Tanda kerinyut juga tidak selalu dijumpai pada setiap
jenis kayu, tapi hanya pada jenis-jenis tertentu seperti kempas (Koompasia malaccensis)
dan sonokembang (Pterocarpus indicus).

g. Gelam tersisip atau kulit tersisip adalah kulit yang berada di antara kayu, yang terbentuk
sebagai akibat kesalahan kambium dalam membentuk kulit. Gelam tersisip juga tidak selalu
ada pada setiap jenis kayu.  Jenis-jenis kayu yang sering memiliki gelam tersisip adalah
kara

You might also like