You are on page 1of 7

Gurindam Dua Belas: Pelajaran Moral Berbentuk 

Syair
15 Juli 2009 oleh nyanyianbahasa

oleh Evlin, Melody Violine, dan Saktiana Dwi Hastuti

I.       Pendahuluan

A.        Latar Belakang

Naskah-naskah Indonesia, khususnya naskah-naskah dari Riau, ternyata berjumlah cukup


banyak. Naskah-naskah tersebut tersimpan di berbagai tempat, baik di Indonesia maupun di
luar negeri. Beberapa tempat penyimpanan tersebut adalah Perpustakaan Nasional di Jakarta,
Perpustakaan Universitas Leiden, dan Universitas Cambridge di Inggris. Naskah-naskah
tersebut diperlukan bagi masyarakat Indonesia untuk mengetahui sejarah sastra Nusantara.

Salah satu naskah Riau adalah Gurindam Dua Belas. Naskah tersebut dikarang oleh Raja Ali
Haji dan sekarang tersimpan di Perpustakaan Nasional. Kondisi naskah tersebut dalam
kondisi yang sudah sangat rusak. Kondisi naskah yang rusak dan adanya naskah Indonesia
yang disimpan di luar negeri membuktikan bahwa pemerintah memang kurang
memperhatikan kakayaan sastra Nusantara ini. Maka dari itu, jika bukan kita sebagai
masyarakat Indonesia, siapa lagi yang akan memperhatikan dan mempelajari kekayaan sastra
kita sendiri? Dalam makalah ini, kami memilih salah satu naskah Nusantara, yaitu Gurindam
Dua Belas yang terkenal untuk kami analisis.

B.        Tujuan Penelitian

Dalam makalah ini, kami membahas sebuah naskah dari Riau, yaitu Gurindam Dua Belas.
Sebelumnya, kami akan membahas tentang Riau itu sendiri dan Raja Ali Haji sebagai
pengarangnya untuk lebih mengetahui bagaimana masa kegiatan penulisan tersebut
berkembang. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan mengulas Gurindam
Dua Belas karya Raja Ali Haji lebih mendalam dan mencoba untuk menganalisa makna yang
terdapat di dalamnya. Dari penulisan ini, pembaca diharapkan memperoleh pengetahuan dan
wawasan mengenai Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Selain itu, penulis
mengharapkan pembaca mampu ikut berpartisipasi dalam melestarikan salah satu warisan
kebudayaan Indonesia ini.

C.        Metode Penulisan Makalah

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka. Informasi secara
rinci tentang Gurindam Dua Belas dan Raja Ali Haji diperoleh melalui berbagai sumber
bacaan, baik artikel tercetak maupun berita dari media elektronik.

D.        Sistematika Penulisan

Makalah ini disajikan dalam tiga bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar
belajang tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi
tentang naskah-naskah Riau, biografi Raja Ali Haji, pengertian dan ciri gurindam, dan
analisis Gurindam Dua Belas. Bab tiga merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan
saran dari pembahasan sebelumnya.

II.      Analisis Gurindam Dua Belas

A.        Riau

Secara etimologi, kata Riau berasal dari bahasa Portugis, yaitu Rio yang berarti ‘sungai’
(Rukmi, 1998: 8). Kata tersebut lama-kelamaan berubah menjadi Riau. Riau,  sebagai pusat
Kerajaan Melayu, terkenal dengan nama Bandar Rioh yang didirikan oleh Sultan Ibrahim
Syah dalam Kemaharajaan Melayu antara tahun 1671—1682 (Rukmi, 1998: 8).

Provinsi Riau terdiri dari Riau Kepulauan dan Riau Daratan. Daerah ini terdiri dari banyak
pulau. Salah satu pulau yang terdapat di Gugusan Pulau Bintan adalah Pulau Penyengat.
Pulau ini juga mendapat julukan Pulau Penyengat Indra Sakti. Pulau ini pernah menjadi pusat
pemerintahan Riau. Ketika menjadi pusat pemerintahan, kegiatan pernaskahan dan tradisi
penyalinan naskah di daerah ini berkembang dengan pesat, bahkan sampai ke lingkungan
kerajaan. Keadaan tersebut membuat kegiatan menulis dan mengarang menjadi pekerjaan
keraton yang terkenal. Contoh kerabat istana yang dikenal sebagai pengarang adalah Engku
Haji Ahmad dan anaknya, Raja Ali Haji. Selain kerabat istana, pemerintah kolonial Belanda
juga menjadi pemrakarsa penyalinan naskah di Riau, seperti Von de Wall, C. P. J. Elout,
Klinkert, dan Walbeehm. Ada juga juru tulis yang bekerja di sana, seperti Haji Ibrahim,
Encik Ismail, dan Encik Said.

Kegiatan penyalinan yang terus berkembang membuat Kerajaan Riau mendirikan sarana
percetakan untuk menyebarluaskan karya-karya yang dihasilkan di sana. Percetakan pertama
yang hasil cetakannya masih dalam bentuk cetak batu dan menggunakan huruf Jawi diberi
nama Rumah Percetakan Kerajaan (Rukmi, 1998: 10). Kegiatan penulisan yang berkembang
juga membuat sebuah perkumpulan intelektual didirikan di Pulau Penyengat. Nama
perkumpulan tersebut adalah Rusydiah Klab.

Jenis naskah Riau sangat beragam. Namun, di sini yang akan kami bahas lebih lanjut adalah
Gurindam Dua Belas yang berasal dari kalangan istana. Tempat-tempat penyalinan naskah di
sana antar lain di Riau, Tanjungpinang (Pulau Bintan), dan Pulau Penyengat (Kampung
Bulang, Kampung Tengah, dan Kampung Baru) (Rukmi, 1998: 99—108). Pada saat ini,
tempat penyimpanan naskah Riau antara lain di Perpustakaan Nasional Jakarta, Perpustakaan
Universitas Leiden, Perpustakaan Universitas Cambridge di Inggris, dan di Pulau Penyengat
yaitu di Yayasan Indrasakti.

B.        Raja Ali Haji

Raja Ali Haji adalah pengarang dari sebuah karya yang sangat terkenal, yaitu Gurindam Dua
Belas. Raja Ali Haji diperkirakan hidup antara tahun 1808—1873. Ia adalah seorang
bangsawan. Ayahnya, Raja Ahmad, adalah seorang penasihat Kerajaan dan ibunya, Encik
Hamidah binti Panglima Selangor, adalah putri Raja Selangor. Berbagai ilmu, seperti agama
Islam, adat-istiadat, dan bahasa Melayu dan Arab, telah dipelajarinya. Bakatnya yang
menonjol adalah menulis dan ia sangat berminat pada bidang sejarah, adat-istiadat,
pemerintahan, dan syair.
Raja Ahmad, yang bekerja sebagai penasihat Kerajaan, membuatnya sering bertugas ke
berbagai daerah, seperti Betawi. Selain itu, Raja Ali Haji dan Raja Ahmad juga pernah
tinggal di Mekah lebih dari setahun. Melalui perjalanannya itu, ia mendapat pengalaman baru
dan ilmu pengetahuan.

Setelah dewasa, Raja Ali Haji menuangkan semua yang diketahuinya ke dalam tulisan –
tulisan yang isinya beragam. Karyanya antara lain Gurindam Dua Belas, Kitab Pengetahuan
Bahasa, Bustanulkatibin (Taman para penulis), Tsamarat al Muhimmah (ajaran yang
berguna), Tuhfat al Nafis (Hadiah yang berharga), Silsilah Melayu dan Bugis, Syair suluh
Pegawai, Syair Siti Sianah, Syair Sinar Gemala Mestika Alam.

C.        Gurindam

Kata gurindam berasal dari bahasa Tamil yang berarti “umpama”. Gurindam adalah suatu
bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama
dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Gurindam biasanya terdiri dari dua kalimat
majemuk yang dibagi menjadi dua baris yang bersajak. Tiap-tiap baris tersebut merupakan
sebuah kalimat majemuk yang merupakan induk dan anak kalimat. Jumlah suku kata tiap-tiap
baris tidak ditentukan. Iramanya juga tidak tetap.

Gurindam memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu:

1. Rangkap

Gurindam mempunyai dua baris dalam serangkap atau beberapa baris dalam serangkap.
Setiap baris dalam rangkap merupakan isi atau maksud dan perlu bersambung dengan baris-
baris dalam rangkap berikutnya untuk membawa makna yang lengkap. Baris pertama
biasanya dikenali sebagai “syarat” dan baris kedua sebagai “jawab”. Baris pertama atau
“syarat” menyatakan suatu pikiran atau peristiwa sedangkan baris kedua atau “jawab”
menyatakan keterangan atau menjelaskan apa yang telah dinyatakan oleh baris atau ayat
pertama tadi.

2. Perkataan

Jumlah perkataan sebaris tidak tetap.

3. Suku Kata

Jumlah suku kata tidak tetap.

4. Rima

Rima akhir tidak tetap.

D.        Syiar Raja Ali Haji melalui Gurindam Dua Belas

Gurindam termasuk ke dalam puisi lama yang banyak terdapat dalam masyarakat Melayu
Indonesia. Gurindam yang terkenal adalah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji (1809-
1872). Gurindam ini dinamakan Gurindam Dua Belas karena gurindam tersebut terdiri dari
dua belas pasal. Hampir semua lariknya mempunyai rima yang sama dalam satu bait.
Raja Ali Haji, si empunya karya Gurindam Dua Belas menyebutkan arti gurindam tersebut di
dalam pengantar karyanya. Di pengantar tersebut juga disebutkan tanggal gurindam ditulis,
manfaat gurindam, dan perbedaan gurindam dengan syair.

“Inilah Gurindam Dua Belas Namanya”

Segala puji bagi Tuhan seru sekalian alam serta shalawatkan Nabi

yang akhirul zaman serta keluarganya dan sahabatnya sekalian adanya

Amm ba’du daripada itu maka tatkala sampailah hijratun Nabi 1263

Sannah kepada dua puluh tiga hari bulan Rajab hari Selasa maka

Diilhamkan Allah Ta’ala kepada kita yaitu Raja Ali Haji mengarang

satu gurindam cara Melayu yaitu yang boleh juga diambil faedah

Sedikit-sedikit perkataannya itu pada orang yang ada

menaruh akal

maka adalah banyaknya gurindam itu hanya dua belas pasal di dalamnya

Syahdan

adalah beda antara gurindam dengan syair itu aku nyatakan pula

Bermula arti syair melayu iaitu perkataan yang bersajak serupa

dua berpasang pada akhirnya dan tiada berkehendak pada sempurna

perkataan pada satu-satu pasangnya bersalahan dengan gurindam

Adapun gurindam itu iaitu perkataan yang bersajak juga pada akhir

pasangannya tetapi sempurna perkataannya dengan satu pasangan sahaja

Jadilah seperti saja yang pertama itu syarat dan syair sajak yang

kedua itu jadi seperti jawab

Bermula inilah rupa syairnya

Dari pernyataan tersebut, kita dapat melihat bahwa sajak-sajak tersebut ternyata berisi
tuntunan moral yang berbasiskan agama. Kita juga dapat memahami bahwa Gurindam Dua
Belas merupakan bentuk syiar sang penyair.

Raja Ali Haji menulis Gurindam Dua Belas berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang
dimilikinya. Kumpulan gurindam ini terdiri dari dua belas pasal, antara lain tentang ibadah,
kewajiban raja, kewajiban anak, kewajiban orang tua, budi pekerti, dan hidup bermasyarakat.
Gurindam Dua Belas dapat dikatakan berisi himbauan dan nasihat Raja Ali Haji untuk
rakyatnya khususnya dan pembaca umumnya.

Sesuai dengan prinsip gurindam, yaitu larik pertama adalah “syarat” sedangkan larik kedua
merupakan “jawab”, larik kedua pada Gurindam Dua Belas menjelaskan apa yang
sebenarnya terjadi pada seseorang apabila seseorang masuk ke dalam kondisi pada larik
pertama. Apabila banyak mencela orang,/itulah tanda dirinya kurang berarti bila seseorang
berada dalam kondisi sering (banyak) mencela orang lain, berarti ia adalah orang yang kurang
baik atau memiliki cacat yang sebenarnya pantas dicela.

Pasal pertama berisi tentang agama karena Raja Ali Haji menempatkan agama sebagai hal
yang terpenting bagi rakyatnya. Bagi beliau, orang yang tidak beragama tidak memiliki
identitas diri. Untuk mencapai kesempurnaan, manusia harus mengenal yang empat (empat
zat yang menjadikan manusia mula-mula). Orang yang mengenal Allah, melakukan perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya, tidak akan berbuat salah. Kita dapat mengetahui kebesaran
Allah lewat manusia, makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna. Manusia yang berorientasi
pada kebahagiaan di dunia sebenarnya tertipu karena ia tidak menyadari kalau dunia fana
sebenarnya merugikan.

Isi dari pasal kedua juga masih tentang agama. Semakin manusia mengenal Allah, maka
semakin takut ia pada-Nya. Perintah-perintah-Nya wajib kita laksanakan, terutama yang
tercantum dalam rukun Islam, shalat, puasa, zakat, dan naik haji. Raja Ali Haji menanggap
shalat sebagai pegangan hidup. Orang yang meninggalkan ibadah puasa akan kehilangan
dunia dan akhirat, berarti Allah tidak akan menjaga orang itu. Harta dari orang yang tidak
membayar zakat tidak diridhai oleh Allah. Orang yang tidak naik haji (apalagi bila ia mampu)
tidak menyempurnakan janji sebagai orang Islam.

Dalam pasal ketiga, Raja Ali Haji mengingatkan betapa pentingnya menjaga anggota tubuh
dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Mata harus dijaga supaya tidak timbul keinginan-
keinginan yang menyimpang. Telinga harus dijauhkan dari segala macam bentuk gunjingan
dan hasutan. Orang yang menjaga omongannya akan mendapatkan manfaat. Tangan juga
harus dijaga dari mengambil milik orang lain. Nafsu harus dijaga supaya tidak melakukan
perbuatan yang tidak patut. Hidup harus dijalani penuh semangat. Jangan merugikan diri
dengan melakukan hal-hal yang mubajir dan maksiat.

Raja Ali Haji berbicara tentang budi pekerti dalam pasal keempat. Hati adalah inti dari jiwa
manusia. Hati yang dengki hanya akan merugikan diri sendiri. Berbicara harus dipikir supaya
tidak celaka karenanya. Amarah adalah perbuatan sia-sia. Orang yang pernah berbohong,
sedikit apa pun dustanya, akan terus tampak di mata orang lain sebagai pembohong. Orang
yang paling celaka adalah orang yang tidak menyadari kesalahannya sendiri sampai harus
dikatakan oleh orang lain. Sifat pelit akan menguras hartanya sendiri, berarti dengan menjadi
dermawan justru harta kita akan bertambah (ditambah oleh Allah). Kelakuan dan kata-kata
hendaklah selalu halus dan bersih.

Rangkap pertama pada pasal kelima bermakna orang yang bersifat baik tampak dari
perbuatannya. Orang yang mulia dan berbangsa dapat kita lihat dari perilaku dan tutur
katanya. Orang yang bahagia adalah orang yang berhemat dan tidak melakukan perbuatan
yang sia-sia. Orang yang pandai tidak pernah jemu untuk belajar dan memetik pelajaran dari
hidupnya di dunia. Orang yang baik adalah orang yang dapat bersosialisasi dalam
masyarakat.

Melalui pasal keenam, Raja Ali Haji memberi tahu orang-orang seperti apa yang sebaiknya
ada di sekitar kita. Carilah sahabat yang setia dan dapat membantu kita. Carilah guru yang
serba tahu dan tidak menyembunyikan hal-hal buruk. Istri yang patut diambil adalah istri
yang berbakti. Abdi (pengikut, pembantu, budak) yang baik untuk diambil adalah abdi yang
berbudi.

Pasal ketujuh juga berisi tentang budi pekerti. Orang yang banyak bicara memperbesar
kemungkinan berdusta. Terlalu mengharapkan sesuatu akan menimbulkan kekecewaan yang
mendalam saat sesuatu itu tidak seperti yang diharapkan. Setiap pekerjaan harus ada
persiapannya. Anak harus dididik supaya tidak menyusahkan orang tua di kemudian hari.
Orang yang gemar mencela orang lain bagaikan tong kosong yang nyaring bunyinya. Raja
Ali Haji juga menghimbau orang untuk tidak malas dan menerima kabar dengan kepala
dingin. Perkataan yang lemah-lembut akan lebih didengar orang daripada perkataan yang
kasar. Orang yang benar jangan disalahkan (difitnah atau dikambinghitamkan).

Dalam pasal kedelapan, Raja Ali Haji berpesan kalau orang yang ingkar dan aniaya terhadap
dirinya sendiri tidak dapat dipercaya. Orang yang egois selalu memamerkan kebaikan dirinya
dan menyalahkan orang lain. Pujian tidak usah dibuat sendiri tapi tunggulah datangnya dari
orang lain. Sifat-sifat jelek dalam diri kita jangan ditampakkan, begitu pula kebaikan-
kebaikan yang telah kita perbuat. Kesalahan orang lain jangan diumbar dan kesalahan sendiri
harus disadari.

Dengan membaca pasal kesembilan, kita bisa tahu kondisi seperti apa yang membuat setan
datang atau pergi. Manusia yang mengerjakan pekerjaan yang tidak baik diibaratkan sebagai
setan. Perempuan tua yang jahat bagaikan pimpinan setan. Jangan menjilat pada raja. Para
pemuda sering melakukan perbuatan maksiat. Laki-laki dan perempuan jangan bertemu
dalam suasana yang mendorong perbuatan negatif seperti zina. Orang tua yang berhemat
(hidup tanpa berbuat sia-sia) dan orang muda yang gemar belajar dijauhi oleh setan.

Kewajiban terhadap orang tua, anak, istri, dan teman dibahas dalam pasal kesepuluh. Anak
harus hormat dan berbakti pada ayah-ibunya. Orang tua harus benar-benar mendidik anaknya
supaya berhasil dan dapat menaikkan derajat mereka. Orang harus ingat kepada istri dan
gundiknya supaya aib tidak tersebar dan tidak membuat malu. Kita juga harus adil terhadap
teman.

Kita hendaknya menolong sesama, terutama yang sebangsa. Kita harus membuang sifat-sifat
buruk dan memegang amanat. Amarah sebaiknya ditahan untuk mendahulukan keperluan
(hajat). Jangan mendahulukan diri sendiri, berarti kita harus antri. Bila ingin disukai orang-
orang, kita harus membentuk sikap yang menyenangkan. Semua ini terangkum dalam pasal
kesebelas.

Pasal yang kedua belas atau pasal yang terakhir membahas tentang kewajiban raja, orang
yang berilmu, dan hikmah kematian. Hubungan raja dengan menteri adalah saling menjaga
satu sama lain. Raja yang baik atau raja yang mendapat petunjuk dari Allah adalah raja yang
adil terhadap rakyatnya. Orang yang berilmu dikaruniai oleh Allah dan dihormati orang lain.
Bila manusia mengingat kematiannya nanti, ia akan lebih berbakti pada Allah. Orang yang
tidak buta hatinya tahu kalau akhirat itu benar-benar ada.
III.    Penutup

Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji adalah salah satu naskah Nusantara, tepatnya dari
daerah Riau, yang terkenal. Kumpulan gurindam ini merupakan salah satu bentuk syiar Raja
Ali Haji. Beliau bermaksud memberikan tuntunan moral yang berbasis agama pada rakyatnya
melalui karyanya ini. Tanpa meningggalkan keindahannya sebagai karya sastra, Gurindam
Dua Belas memberikan himbauan dan nasihat tentang ibadah, kewajiban raja, kewajiban
anak, kewajiban orang tua, budi pekerti, dan hidup bermasyarakat yang dapat dijadikan
pedoman hidup orang banyak.

Gurindam Dua Belas merupakan pusaka bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan.
Pemerintah dapat memasukkannya dalam kurikulum sekolah, terutama mata pelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia, sehingga anak-anak Indonesia mengenal karya ini. Tentu saja, ini juga
dapat diberlakukan pada naskah-naskah Nusantara lainnya. Pemerintah juga harus lebih
memperhatikan keberadaan dan penyimpanan naskah-naskah Nusantara. Naskah-naskah
Nusantara yang berada di luar negeri harus diupayakan kembali ke Indonesia karena itu
semua adalah warisan budaya bangsa Indonesia yang sangat berharga.

Daftar Pustaka

“Gurindam Dua Belas.” Style Sheet. http://poetrymoon.blogspot.com/ (1 April 2006)

Hendy, Zaidan. 1988. Pelajaran Sastra. Jakarta: Gramedia.

Mu’jizah, dan Maria Indra Rukmi. 1998. Penelusuran Penyalinan Naskah-naskah Riau Abad
XIX: Sebuah Kajian Kodikologi. Jakarta: FSUI

You might also like