You are on page 1of 66

YAYASAN SWADIRI BHAKTI

AKADEMI TEKNIK PEMBANGUNAN NASIONAL


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

Laporan Praktikum Batubara 1

Oleh :

Kelompok 2

Banjarbaru 2010
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini telah diperiksa dan telah disetujui sebagai hasil praktikum dari mata kuliah
BATUBARA 1 di Akasemi Teknik Pembangunan Nasional (ATPN) Banjarbaru, yang telah
dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2010.

KELOMPOK 7
NAMA NIM
1. Marianto 08.02.0119
2. Maruliansyah 08.02.0074
3. Kodrat Hikmatullah 08.02.0054
4. Nor Riza Rifani 08.02.0068
5. Marten 08.02.0090
6. Ongsai 08.02.0031
7. Sepri Yandi 08.02.0020
8. Sarimah 08.02.0056
9. Ivan Wijaya 08.02.0127
10. Gregorius 08.02.0023
11. Ahmad Jailani 08.02.0014

Assisten Pembimbing Koordinator Assiten

David langgie Luis Agromisa


NIM : 07.02.0028 NIM : 07.02.0041

Mengetahui,
Dosen Batubara 1
Siti Rahayu, St, Mt

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
karuniaNya lah penulis bisa menyelesaikan laporan Eksplorasi Geologi Batubara dan Pemetaan (Coal
Geology Eksploration And Mapping Practice), yang dimana penulis juga menyadari bahwa laporan
ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.

Laporan ini merupakan hasil kegiatan Praktek Lapangan yang dilaksanakan pada Lokasi
praktek Eksplorasi Geologi Batubara dan Pemetaan (Coal Geology Eksploration And Mapping
Practice) dilaksanakan pada tanggal 20 – 02 – 2010 terletak di Kampung Baru, Cempaka.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang turut
membantu dalam penyusunan dan penyelesaian laporan ini, khususnya kepada :

1. Bapak Ir. Haring Saloh, selaku Direktur di Akademi Teknik Pembangunan


Nasional Banjarbaru Kalimantan Selatan.
2.Bapak Ir. Syamsuri, selaku Ketua Jurusan Teknik Pertambangan di Akademi Teknik
Pembangunan Nasional Banjarbaru, Kalimantan selatan.
3.Bapak Agus Nugroho, ST selaku Sekretaris Jurusan Teknik Pertambangan sekaligus
sebagai dosen pembimbing di lapangan.
4.Ibu Siti Rahayu, ST, MT selaku Dosen Batubara 1 sekaligus pembimbing dilapangan.
5.Assiten Batubara 1 yang telah memberikan arahan dan bimbingan untuk kami
kelompok 7 dari mulai praktek ruangan sampai ke lapangan.
6. Kerjasama teman – teman kelompok 7.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya. Kritik dan
saran yang bersifat membangunan sangat penulis harapkan untuk sempurnanya laporan ini.

Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.


Banjarbaru,28 Februari 2010

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. ii

KATA PENGANTAR ......................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................... viii

DAFTAR TABEL................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ..................................................... 1


1.2. Maksud dan Tujuan ............................................. 1 - 2
1.3. Metode Penulisan ................................................. 2
1.4. Waktu Pelaksanaan .............................................. 2 - 3
1.5. Batasan Masalah ................................................... 3
BAB II TINJAUAN UMUM

2.1. Lokasi Dan Kesampaian Daerah ............................. 4

2.2. Iklim dan Curah Hujan ........................................... 5

2.3. Keadaan Flora dan Fauna ........................................ 6

2.4. Keadaan Geologi .................................................... 6

2.4.1 Geologi Regional ............................................ 6

2.4.2 Geologi Daerah Penyelidikan ......................... 9

2.4.2.1 Morfologi ............................................ 9

2.4.2.2 Stratigrafi ............................................ 9 - 12

BAB III KEGIATAN PENYELIDIKAN

3.1. Metode penyelidikan ............................................... 13 - 15

3.2. Pemetaan Geologi .................................................... 15 - 21

3.3. Penentuan Titik Bor ................................................. 21 - 22

3.4. Pemboran Eksplorasi ............................................... 22

3.4.1. Peralatan Pemboran ...................................... 22 – 27

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Persiapan Ruangan .................................................. 28


4.2. Orientasi Medan ..................................................... 28

4.3. Kegiatan Pemetaan Geologi .................................... 28 - 29

4.4. Persiapan Sebelum Pemboran ................................. 30

4.5. Kegiatan Pemboran ................................................. 30 - 31

4.6. Hasil Pemboran ....................................................... 32

4.3.1. Cutting .......................................................... 32 - 33

4.3.2. Core .............................................................. 33 - 35

4.7. Kendala Pemboran ................................................. 35 - 36

4.8. Sebaran Batubara .................................................... 37

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan .............................................................. 38

5.2. Saran ........................................................................ 38

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1.1. Peta Lokasi dan Kesampaian daerah ...................................... 4

Gambar 1.2. Geologi Regional Kalimantan ................................................... 6

Gambar 1.3. Peta Cekungan Sedimentasi Tersier di Kalimantan .............. 8

Gambar 1.4. Korelasi Satuan Batuan ............................................................. 12

Gambar 1.5. Tata Cara Pengukuran Kedudukan Lapisan Batuan ............ 18

Gambar 1.6. Cara Pengukuran Ketebalan Lapisan Batuan ........................ 19


Gambar 1.7. Cara Pengukuran Ketebalan Batuan Secara Tidak Langsung 19
Gambar 1.8. Contoh Cara Pengambilan Batubara “Channel Sampling” .. 20
Gambar 1.9. Sketsa Lintasan/Traverse Geologi ............................................ 29

Penulis

ENGKAS HARIANO
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Tabel Data Curah Hujan ............................................................................. 5

Tabel 2.2. Tabel Singkapan ........................................................................................... 22


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) didalam menghadapi era


globalisasi maka Akademi Teknik Pembangunan Nasional (ATPN) Banjarbaru dengan
salah satu jurusan teknik pertambangan merupakan salah satu pelaksana pendidikan ahli
madya di bidang pertambangan yang siap pakai untuk pembangunan nasional
khususunya di bidang pertambangan.

Dalam melaksanakan komitmen tersebut, Akademi Teknik Pembangunan


Nasional (ATPN) Banjarbaru, didalam proses belajar mengajar akan lebih menekankan
pada kegiatan praktek lapangan yang diharapkan dapat memberi gambaran yang jelas
kepada setiap mahasiswa (i) tentang bidang pekerjaan yang akan di hadapi nantinya
ketika sudah bekerja.

Salah satu mata kuliah yang berhubungan dengan hal tersebut di atas adalah mata
kuliah batubara I, dimana sesuai dengan kurikulum yang ada, maka setiap mahasiswa
(i) yang mengikuti mata kuliah tersebut di wajibkan untuk mengikuti kegiatan praktek
lapangan yaitu “Eksplorasi Geologi Batubara dan Pemetaan” (Coal Geology
Eksploration And Mapping Practice).

1.2. Maksud dan Tujuan


Kegiatan praktek lapangan “Eksplorasi Geologi Batubara dan Pemetaan” ini
dimaksudkan agar setiap mahasiswa (i) yang mengikuti mata kuliah batubara I dapat
mengetahui kegiatan ekslporasi yang umum dilaksanakan oleh perusahan – perusahan
tambang dalam skala besar maupun kecil dan memberi gambaran secara umum tentang
dunia geologi dan pertambangan.

Adapun tujuan dari kegiatan ini :

 Memberikan gambaran yang jelas tentang tahapan – tahapan kegiatan eksplorasi


bahan galian batubara.
 Agar setiap mahasiswa (i) dapat mengetahui dan memahami suatu kegiatan
eksplorasi bahan galian batubara setelah mengikuti paraktek lapangan.
 Memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada setiap mahasiswa (i) mengenai
ekslporasi bahan galian batubara yang sangat berguna nantinya apabila mereka
bekerja pada bidang ekslporasi bahan galian batubara.

1.3. Metode Penulisan


Metode yang di gunakan dalam penyusunan Laporan Eksplorasi Geologi
Batubara dan Pemetaan (Coal Geology Eksploration And Mapping Practice)
menggunakan beberapa metode penulisan :

a. Metode Observasi
Metode ini adalah Pengumpulan data-data yang berkenaan dengan kegiatan
secara langsung di lapangan.

b. Metode Study Pustaka


Metode ini mempelajari literatur-literatur yang terkait baik itu di bangku
kuliah maupun buku-buku pendukung lainnya.

c. Metode Dokumenter
Metode ini di fungsikan untuk menambah data-data akurat berupa hasil-
hasil foto-foto pada saat kegiatan berlangsung.

d. Metode Wawancara
Metode dilakukan dengan cara bertanya langsung dengan para sumber yang
memang terkait pada kegiatan tersebut.

1.4. Waktu Pelaksanaan


Lokasi praktek Eksplorasi Geologi Batubara dan Pemetaan (Coal Geology
Eksploration And Mapping Practice) dilaksanakan pada tanggal 20 – 02 – 2010 terletak
di Kampung Baru, Cempaka.

Lokasi praktek terletak di daerah perkebunan karet penduduk dan di antara


perbukitan yang terhampar luas, vegetasi hutan heterogen, semak dan rerumputan.

1.5. Batasan Masalah

Adapun masalah yang di bahas pada Laporan Eksplorasi Geologi Batubara dan
Pemetaan (Coal Geology Eksploration And Mapping Practice), di Kampung Baru,
Cempaka, Propinsi Kalimantan Selatan yaitu hanya membahas tentang aktivitas
pemetaan geologi dan pemboran eksplorasi bahan galian batubara.
BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah

Berdasarkan letak geografis Eksplorasi Geologi Batubara dan Pemetaan (Coal


Geology Eksploration And Mapping Practice), di Kampung Baru, Cempaka, Propinsi
Kalimantan Selatan yang dimana daerah penyelidikan itu dilakukan terletak pada
koordinat

Untuk mencapai lokasi praktek lapangan dapat di tempuh menggunakan


kendaraan roda 2 dan 4 dengan jarak ± 30 km waktu yang di tempuh ± 1 jam
perjalanan, akses jalan aspal hotmix namun banyak yang sudah rusak berlubang.
Lokasi Praktek

Gambar 1.1. Peta lokasi dan kesampaian daerah penyelidikan

2.2. Iklim dan Curah Hujan

Iklim didaerah pengamatan pada umumnya tidak jauh beda dengan daerah-
daerah lain di kalimantan selatan, iklim didaerah pengamatan termasuk dalam type
iklim hujan tropika (type A.7) adapun menurut klasifikasi Schmit dan Ferguson
termasuk type iklim B dimana usim hujan terjadi pada bulan oktober sampai pada bulan
april bulan berikutnya.

Curah hujan pada daerah pengamatan pada umumnya berkisar 174 milimeter
setahunnya.

Tabel 2.1 Tabel Data Curah Hujan

Bulan Thn. 2007 Thn. 2008

Januari 270 363


Februari 290 346
Maret 258 293
April 222 219
Mei 116 72
Juni 139 188
Juli 72 25
Agustus 34 5
September 15 -
Oktober 211 -
November 187 -
Desember 264 -

Ket : Curah Hujan Dalam Milimeter

Sumber : Stasiun Klimatologi Banjarbaru

2.3. Keadaan Flora Dan Fauna

Flora pada daerah pengamatan terdapat banyak pohon karet karena merupakan
hutan produksi karet, dan untuk fauna hanya beberapa spesies seperti unggas, mamalia
dan binatang melata.

2.4. Keadaan Geologi

2.4.1. Geologi Regional

Propensi Kalimantan Selatan menempati bagian tenggara pulau kalimantan


dengan beberapa pulau kecil yang secara geografis terletak pada posisi
koordinat 114º19’13” − 116º33’28” LS dan 01º21’19” − 4º10’14” BT. Bentang
alam kalimantan selatan cukup beragam ditandai dengan bentuk adanya
pegunungan yang menempati bagian tengah dan timur kelimantan selatan yang
terpisah, tepatnya menempati tinggian maratus, gunung kuskusan dan sabatung.
Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G ), Bandung,
1992, daerah penyelidikan termasuk ke dalam Sub Cengkungan Barito yang
berbentuk pada zaman Tersier. Seperti terlihat pada gambar 1.2.

Gambar 1.2. Geologi Regional Kalimantan

Elemen utama dari struktur geologi pulau Kalimantan dapat dilihat


pada wilayah penyelidikan berada didalam bagian selatan dari Kutai Basin yang
berumur Tersier. Kutai basin dibatasi sebelah barat oleh kuching high dan
sunda shield.
Bagian selatan dari kutai basin di bagi menjadi 2 dua ) yaitu asam –
asam sub - basin dan pasir sub basin yang terdapat dibagian timur dari
Pegunungan meratus dan barito sub - basin yang berada dibagian barat Dari
pegunungan meratus.
Proses deposisi dimulai dari Eocene dengan marine transgresi. Ini
merupakan bagian utama dari siklus transgresi – regresi yang merupakan efek
dari basin sedimentasi yang terjadi di Asia Tenggara selama periode Tersier.
Marine Transgresi mencapai puncaknya pada akhir Oligosen di bagian barat dari
Kutai Basin, dan pada awal Miosen Tengah di bagian timur, munculnya
sediment klastik mendominasi diareal Kuching High kearah barat. Batuan
Karbonat berkembang dengan baik pada areal yang lebih stabil di bagian
selatan, Barito Sub- Basin dan Paternostar platform.
Pegunungan Meratus tampaknya memunculkan punggungan selama
Paleogen, dan masih terjadi sedimentasi tetapi dengan akumulasi yang jauh
lebih kecil dibadingkan dengan basin lain yang ada disekitarnya.
Akibat adanya gaya tektonik terjadi pengangkatan Khucing High selama
Oligosen Akhir yang mengakibatkan deposisi regresif delta berurutankedalam
Kutai Basin, yang diikuti di bagian barat sampai timur migrasi dari garis pantai,
dan juga migrasi dari pusat deposisi utama. Pegunungan Meratus mengalami
pengangkatan selama Miosen akhir dan hal itu merupakan kontribusi sediment
klastik kedalam Barito Sub – Basin di bagian barat dan Asam – asam dan Pasir
Sub Basin ditimur.
Barito Sub-Basin Secara Regional meliputi beberapa kenampakan
geomorfologi dataran rendah dan rawa-rawa di tengah bagian barat dan
berangsur-angsur berubah menjadi agak curam sampai perbukitan di bagian
timur, selatan dan utara. Bentuk morfologi di daerah perbukitan kemungkinan
berhubungan dengan sistim lipatan di Kalimantan Tengah yang memanjang
membentuk sinklin - antiklin secara seri.
Di bagian timur dan selatan dari Barito Sub-Basin terdiri dari dataran
tinggi curam di mana kemungkinan pada daerah tersebut terekspos batuan Pra
tersier dan tersier awal.
Sungai Barito yang mengalir kearah selatan sangat mempengaruhi situasi
dari bagian tengah dari Barito Sub- Basin. Cabang sungainya mengalir parallel
masuk ke dalam sungai Barito, tetapi kearah hulu pola aliran sungai membentuk
pola dendritik.
Pola pengaliran trellis mendominasi searah daerah pegunungan yang
berada di bagian tepi dari basin.
K A L I M A N TA N
UMUR
BARITO KUTAI TARAKAN
SW NE W E S N
KUARTER ALLUVIUM MAHAKAM WARU BUNYU

PLIOSEN DOMARING TARAKAN


5 KAMPUNG
M
Tengah Akhir BARU
A
N
SANTUL
U
10
MIOSEN

G SE M
BALIK B TABUL
O KE
PAPAN A
WARUKIN L RAT
R
O MALUWI
15 PULAU
K
LATIH MELIAT
BALANG

ATAS BEBULU BIRANG MAINTUPO


M
K
20 E
Awal

A TABALAR S
PAMALUAN
R A
B
E
I L
TENGAH TEMPILAN I
O
25 R
OLIGOSEN

A R
I A
Akhir

MARAH
N MANGKABUA
30 G
S
A E
Akhir Awal

N
35 T
M
B
SEILOR
A
N U
T L SUJAU
EOSEN

40 A
N
ATAS U

J BERIUN
Tengah

U BAWAH SEMBAKUNG
N
45 G ? ? MALIO

PRA-TERSIER

1 LITOLOGI
10 9
Tuff Volkanik
8
2 KUTAI
7 Batubara, formasi batupasir
serpih dan batupasir

6 Reef dan Batuan Dasar


3
Karbonat
4 NORTH WEST
5 Batuserpih, Napal,
JAVA
Batulempung

Gambar 1.3 Peta Cekungan Sedimentasi Tersier Di Kalimantan

2.4.2. Geologi Regional Daerah Penyelidikan

Berdasarkan hasil penyelidikan terdahulu di ketahui bahwa Kalimantan


umumnya dan khususnya Kalimantan selatan telah terjadi gerakan tektonik
sebanyak 4 kali. Perkembangan tektonik tersebut pertama kali pada zaman kapur
bawah, kemudian kapur atas, di susul pada zamam miosen atas dan terakhir
pada plistosen.
Gerakan tektonik yang terjadi pada miosen atas mengankat batuan yang
berumur tua membentuk tinggian pergunungan meratus yang sekarang,
perlipatan batuan sedimen tersier dan pra tersier di sertai dengan sesar geser dan
sesar normal. Akibat adanya gerakan tektonik tersebut menyebabkan
terbentuknya arah struktur geologi regional Kalimantan selatan searah dengan
perlipatan (Barat Daya – Timut Laut) yang sekaligus searah dengan tinggian
pergunungan meratus, sebagian besar penduduknya hidup dari menjual karet.

2.4.2.1. Morfologi

Berdasarkan bentang alamnya mak wilayah pengamatan


dibedakan menjadi 3 (tiga) satuan morfologi yaitu morfologi daratan,
morfologi bergelombang sedang dan satuan perbukitan.

2.4.2.2. Stratigrafi

Secara regional daerah penyelidikan termasuk ke dalam


cekungan Barito, yang terdiri dari batuan ultarmafik, sekis, vulkanik
sediment dan alluvium, di mana batuan tersebut umurnya berkiasar
antara pra-tersier – tersier.

Secara umum daerah penyelidikan dan sekitarnya terdiri dari


perbukitan vulkanik, perbukitan terlipat dan dataran yang mana
satuan perbukitan tersebut ke arah barat daya – timur laut dan
mengikuti arah umum dari struktur cekungan barito, pola aliran
sungai yang berkembang di daerah tersebut umumnnya sejajar dan
radiaer

Berdasarkan pada hasil pengamatan terdahulu, bahwa di daerah


penyelidikan batuan tertua adalah vulkanik dan sediment yang
berumur pra-tersier yang secara tidak selaras di atas abtuan tersebut
diendapkan pasir kuarsa dari formasi tanjung bagian bawah yang
berumur eosin.

Kemudian di atas formasi Tanjung diendapkan pasir yang


berseling dengan formasi Berai dan formasi Warukin. Formasi
Warukin diendapkan pasir, tanah lempung serta sisispan lignit yang
termasuk dalam formasi Dahor berumur meosen atas hingga pilosen.

Selanjutnya secara tidak selaras diendapkan sediment berupa


kerakal dan pasir yang termasuk dalam formasi Martapura yang
plistosen, paling atas adalah satuan alluvium yang terdiri dari
endapan rawa, sungai dan pantai.

Secara regional daerah penyelidikan merupakan bagian dari


cekungan barito yang mempunyai beberapa formasi batuan yang
urutan sedimennya dari umur tua ke muda sebgai berikut :

 Formasi Pitab (Kpb)


Formasi ini mempunyai umur pra-tersier dengan ciri – ciri
litologi : terdiri dari perselingan batupasir halus sampai
batupasir kasar dengan sisipan konglomerat dan breksi dengan
fragmen yang beraneka bahan, selain itu terdapat juga
perselingan breksi gunung api dan lava basal yang dinamakan
anggota Haruyan dengan tebal formasi ini lebih kurang 200
meter.

 Formasi Tersier Eosin Tanjung (Tet)


Terletak tidak selaras di atas formasi pintab, terdiri dari
batupasir kuarsa yang mengandung sedikit mika dan
batulempung dengan sisipan batubara, diendapkan pada
lingkungan paralis pada skala eosin dengan ketebalan ± 750
meter. Formasi tanjung juga dikenal sebagai formasi pembawa
batubara di cekungan barito.

 Formasi Tersier Oligosen Miosen Berai (Tomb)


Terletak selaras di atas formasi tanjung, terdiri dari
batugamping berwarana putih kotor berssisipan napal.
Diendapkan pada lingkungan neritik pada masa oligomiosen,
ketebalan formasi sekitar 1000 meter.
 Formasi Tersier Miosen Warukin (Tmw)
Terletak selaras di atas formasi berai yang terdiri
batupasir kuarsa dan batugamping dengan sisipan batubara.
Diendapkan dengan lingkungan paralis pada masa awal miosen
hingga miosen tengah, tebal formasi sekitar 1250 meter,
formasi warukin juga dikenal sebagai pembawa batubara di
cekungan barito sama seperti formasi tanjung.

 Formasi Tersier Quarter Dahor (Tqd)


Terletak tidak selaras di atas formasi warukin, terdiri dari
batupasir kuarsa, konglomerat dan batulempung lunak, terdapat
sisipan lignit. Formasi dahor diendapakan pada masa Meosen –
Pleosen dengan tebal sekitar 250 meter.

 Formasi Quarter Alluvial (Qa)


Endapan rawa dan sungai yang terdiri dari gambut,
lempung dan batupasir lepas berbutir halus sampai kasar.
Gambar 1.4 Korelasi Batuaan
BAB III

KEGIATAN PENYELIDIKAN

3.1. Metode Penyelidikan

Rangkaian di dalam industri pertambangan batubara dimulai dari kegiatan


eksplorasi, penambangan, pengolahan, pengangkutan, penumpukan, pemasaran hingga
pemanfaatan dan seluruh permasalahan lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan-
kegiatan tersebut. Seluruh rangkaian tersebut memiliki risiko, yaitu memerlukan modal
besar, menggunakan teknologi sederhana hingga canggih, waktu operasional yang lama.
Walau kegiatan eksplorasi telah direncanakan secermat dan sebaik mungkin, namun
tetap ada yang membatasinya. Pembatas tersebut antara lain kualitas batubara,
sumberdaya batubara, transportasi, penambangan, teknologi, kebijakan, ketidaktentuan
iklim investasi, hukum, keamanan, pemasaran dan politik.
Pengambilan keputusan itu sendiri merupakan bagian dari evaluasi di setiap
tahapan. Keputusan-keputusan tersebut adalah kapan eksplorasi dimulai dan dihentikan,
apakah kegiatan penambangan perlu dilanjutkan atau tidak, demikian juga dengan
tahap-tahap berikutnya sampai ke pemilihan alat dan pemasarannya. Jenis atau macam
risiko usaha dan besar kecilnya risiko berbeda-beda, tergantung kepada luas dan
sempitnya daerah kerja atau banyak dan sedikitnya sumberdaya batubara atau dimana
lokasi tambang itu berada. Pada penambangan skala kecil akan cepat habis ditambang
dan tidak menghadapi risiko perubahan harga atau pergeseran politik jangka panjang.
Mengingat bahwa kegiatan eksplorasi batubara itu adalah suatu usaha ekonomi
yang melibatkan modal besar serta menggunakan berbagai metode atau teknologi
eksplorasi yang canggih dan mahal, maka untung rugi dan risiko kegagalan harus
diperhitungkan sejak awal. Untuk itu, program eksplorasi mutlak harus dirancang
serinci mungkin dan bisa dipertanggungjawabkan secara teknis dan ilmiah. Sebelum
program eksplorasi batubara direncanakan, maka aspek-aspek sosial-budaya, politik,
prasarana, teknologi, harga dan kemungkinan pemasaran, sudah harus diperhitungkan
dan dipertimbangkan.
Pada tahap awal memilih penggunaan metode tentunya dengan biaya rendah pada
daerah luas, hasilnya daerah yang lebih terbatas, lebih prospektif dan dengan
kebolehjadian (probability) yang lebih besar. Jika eksplorasi memberi hasil yang baik,
maka areal yang ditargetkan akan lebih difokuskan dan metode yang digunakan
semakin canggih dan mahal. Pada tahap lanjut secara progresif menggunakan metode
berbiaya lebih tinggi, tetapi menghasilkan daerah yang makin terbatas (ciut) dan lebih
prospektif dengan kebolehjadian yang semakin besar. Tahap lanjut ini akan menuntut
biaya lebih mahal, tetapi kesempatan untuk berhasil semakin tinggi, sehingga risiko
semakin kecil.

Atas dasar tersebut di atas, maka metode penyelidikan yang diterapkan oleh Artha
Usaha Bahagia menuntut adanya rancangan eksplorasi yang mengandung unsur-unsur
rancangan rekayasa, untuk meminimalkan risiko dan menekan biaya, yaitu:
1. Effektif: mengenai sasaran dengan metode dan strategi yang tepat, artinya
penggunaan waktu, tenaga, dan terutama metode atau peralatan yang sesuai dengan
sasaran eksplorasi.
2. Effisien: dengan usaha, biaya dan waktu yang seminimal mungkin tetapi
mendapatkan hasil yang optimal, berarti harus ekonomis tanpa mengorbankan
efektivitas.
3. Keekonomian: aspek rekayasa di dalam industri pertambangan adalah suatu
kegiatan ekonomi yang berisiko tinggi atau dengan kata lain merupakan suatu
proses investasi yang intensif.
Rancangan eksplorasi perlu mempertimbangkan unsur-unsur rancangan rekayasa
di atas dengan didahului memformulasikan:
1. Konsep eksplorasi batubara:
a. Menentukan perumusan sasaran eksplorasi.
b. Membangun model geologi endapan batubara dan faktor-faktor geologi yang
mengendalikan endapan batubara.
c. Penentuan model eksplorasi serta petunjuk-petunjuk geologinya.
2. Strategi eksplorasi: meliputi pentahapan eksplorasi, bertujuan meminimalkan
risiko dan memilih metode tepat-guna untuk setiap jenis petunjuk geologi disetiap
tahapan.
3. Keekonomian eksplorasi: biaya eksplorasi harus sesuai hasil dengan
memperhitungkan risiko. Semakin tinggi risiko, maka keuntungan yang dicapai
harus semakin berlipat ganda. Artinya sasaran eksplorasi harus mempunyai nilai
tambah yang cukup besar dengan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan.
Berdasarkan konsep eksplorasi, maka dapat dibuat rancangan eksplorasi yang
mencakup strategi (penjadualan/tahapan), taktik (metode eksplorasi tepat guna),
logistik (laboratorium, layanan pendukung), organisasi, penganggaran.

3.2. Pemetaan Geologi

Pemetaan geologi sangat erat kaitannya dengan kegiatan eksplorasi dimana fungsi
dari pada pemetaan itu sendiri adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai keadaan
geologi, memgetahui bentuk lapisan batubara serta hubungannya dengan batuan lain.
Pengamatan terhadap lapisan batubara yang berada di atas (roff) dan dibawah (floor)
meliputi sifat – sifat fisik dan keteknikan untuk di gali, bor, dan kestabilan lapisan
batuan tersebut.

Maksud dan tujuan dari pemetaan geologi batubara ini adalah:

 Untuk mengetahui kedudukan lapisan batubara maupun kedudukan


lapisan batuan lain.
 Mengidentifikasikan adanya struktur geologi yang berpengaruh terhadap
penyebaran batubara pada daerah yang diselidiki.
 Mengetahui jenis batubara dan jenis batuan pengapit batubara.
 Dapat mengidentifikasikan jumlah lapisan (Seam) batubara yang ada di
daerah penyelidikan.

Sedangkan tujuan utama dari pemetaan geologi batubara ini adalah untuk
mendapatkan gambaran secara umum mengenai keadaan geologi daerah penyelidikan
serta mengetahui bentuk lapisan batubara dan batuan lain yang ada di daerah
penyelidikan. Selain itu dapat juga menentukan arah penyebaran lapisan batubara serta
lapisan pembawa (Coal Bearing Formation).

 Pendiskripsian batuan
Pendiskripsian batuan yang teliti dan lengkap untuk semua singkapan baik
batubara maupun non batubara termasuk pengukuran ketebalan kedudukan lapisan
(Strike Dip) akan sangat mempengaruhi proses pengolahan data nantinya.
Pendiskripsian batuan selain batubara yang dijumpai pada setiap lintasan
mengikuti tata cara pendiskripsian batuan secara umum (seperti yang didapat dari
mata kuliah petrologi) meliputi warna, kekerasan, ukuran butir, bentuk butir, dan
lain – lain.

Menurut “DIESSEL 1965”, batubara diklasifikasikan menjadi 8 jenis


yaitu :

 Bright Coal (Vitrain) : Umumnya berwarna hitam mengkilap,


kilap kaca – sub kaca, pecahan
concoidal – rata, gores hitam
kecoklatan, mengandung maceral
durain sekitar 5% tidak mengandung
lapisan tipis (thin bands) dullcoal.
 Banded Brigth Coal (Clarain) : Berwarna hitam mengkilap – agak
mengkilap, sub kaca, pecahan rata
(even) – tidak rata (uneven), gores
hitam kecoklatan – coklat kehitaman,
mengandung maceral durain dengan
presentase antara 5% - 40% yang
umumnya berbentuk pita - pita
batubara tipis dengan ketebalan kurang
dari 5 mm.
 Banded Coal (Duroclarain) : Berwarna hitam kusam, kilap sub kaca,
pecahan rata, gores coklat kehitaman,
mengandung maceral duroclarain,
adanya pita - pita tipis (thin bands)
bright coal dengan tebal kurang dari 5
mm, dengan presentase antara 40% -
60%.
 Banded Dull Coal (Claradurain) : Berwarna hitam kusam, kilap tanah,
pecahan tidak rata, gores coklat agak
kehitaman, mengandung pita - pita
bright coal yang mempunyai ketebalan
lebih kecil dari 5 mm dengan
presentase 5% - 40%.
 Dull Coal (Durain) : Berwarna hitam kusam, kilap tanah,
pecahan tidak rata, mengandung pita –
pita tipis bright coal yang mempunyai
ketebalan kurang dari 5 mm dengan
presentase kurang dari 5%.
 Fibrous Coal (Fusain) : Batubara jenis dull coal yang
mempunyai kilap lemak (satin luster),
sangat rapuh atau dengan kata lain
mudah hancur, mengandung batubara
dari jenis lain sekitar 5%.
 Shaly Coal : Berwarna abu – abu kehitaman, rapuh,
terdiri dari beberapa campuran jenis
batubara, mengandung material
lempung dengan presentase antara 20%
- 60%, gores berwarna coklat,
kandungan batubaranya lebih banyak
dari pada lempung yang terserpihkan.
 Coaly Shale : Berwarna abu – abu kehitaman, rapuh,
dasarnya adalah batuan serpih yang
mengandung pita – pita tipis batubara
dengan presentase sekitar 40%. Istilah
sepih (shale) dapat diganti dengan jenis
batuan lain, misalnya lempung
sehingga namanya menjadi coaly clay.
 Carbonaceous Shale : Warna dari batuan ini biasanya
bervariasi, jenis batuannya serpih akan
tetapi karena mengandung material
karbon sekitar 40% maka dinamakan
carbonaceous.
 Pengukuran kedudukan lapisan batuan
Pengukuran kedudukan lapisan batuan, baik batubara maupun lapisan batuan
lain selain batubara (non coal) dilakukan dengan menggunakan kompas geologi.

Tata cara pengukuran kedudukan lapisan batuan ada 2, yaitu :

 Lapisan batuan yang mempunyai kemiringan lapisan lebih besar dari 10°.
 Lapisan batuan yang mempunyai kemiringan lapisan lebih kecil dari 10°.

Tata Cara Pengukuran Kedudukan Lapisan Batuan


Gambar 1.5
• Pengukuran ketebalan lapisan batuan
Pengukuran ketebalan baik untuk lapisan batubara maupun batuan lain harus
cermat karena akan mempengaruhi dalam perhitungan jumlah sumber daya
(cadangan) dan jumlah tanah penutup (over burden).

Untuk mengukur ketebalan lapisan batuan, baik batubara maupun batuan


lainya, pengukuran dapat dilakukan debgan beberapa cara, yaitu :

 Pengukuran secara langsung


Pengukuran ketebalan lapisan batuan deangan cara ini adalah dengan
melakukan pengukuran langsung terhadap lapisan batuan dengan syarat pada
saat melakukan pengukuran tersebut posisi alat ukur harus tegak lurus terhadap
kemiringan lapisan batuan.
Cara Pengukuran Ketebalan Lapisan Batuan
Gambar 1.6

 Pengukuran secara tidak langsung


Pengukuran ketebalan lapisan batuan secara tidak langsung adalah dengan
cara melakukan pengukuran terhadap singkapan batuan (baik batubara maupun
non batubara) tetapi tidak tegak lurus terhadap kemiringan lapisan batuan,
sehingga ketebalan yang diukur tersebut bukan sebenarnya (ketebalan semu).
Untuk mencari ketbalan sebenarnya harus dicari dengan menggunakan rumus
matematis.

Cara Pengukuran Ketebalan Batuan Secara Tidak Langsung


Gambar 1.7
Untuk mencari tebal sebenatnya digunakan rumus sebagai berikut :

T=d.
Sin σ
 Pengambilan contoh batubara (chanel samping)
Pada tahap pengambilan contoh, umumnya diambil dari singakapan, sumur
uji dan parit uji. Contoh tersebut terutama dipilih pada batuan yang belum
mengalami pelapukan atau belum terkontaminasi (masih segar). Contoh
batubara yang diambil untuk analisa seberat 3 kg.

Cara pengambilan barubara dari singkapan, sumur uji dan parit uji
dilakukan dengan system alur (channel) berukuran lebar 20 cm, dalam 10 cm
dimana pada beberapa lokasi diambil untuk setiap 1 meter sendangkan pada
umumnya diambil contoh yang diperkirakan mewakili singkapan tersebut,
misalnya mengambil bagian atas singkapan, tengah dan bawah.

Contoh – contoh batubara tersebut di bungkus plasti wrap dan dilapisi


alumunium foil agar tidak terkontaminasi dengan air dan udara luar, kemudian
pilih mana yang akan di analisa ke laboratorium.

Contoh Cara Pengambilan Batubara “Channel Sampling”


Gambar 1.8

 Pengamatan morfologi
Morfologi adalah suatu bentuk bentang alam atau bentuk roman muka
bumi yang dikontrol oleh factor batuan penyusunnya, struktur geologi dan
proses geomorfologi yang kemudian bekerja pada batuan tersebut (proses
endogenik dan eksogenik).

Pengamatan morfologi dilakukan bersamaan dengan pengamatan terhadap


singkapan (setiap pengamatan singkapan dilakukan pengamatan morfologi
disekita singkapan). Tata cara pendiskripsian untuk setiap satuan morfologi
mengikuti tata cara pendiskripsian yang lazim digunakan, seperti satuan
morfologi perbukitan dan lain –lain.

 Pengamatan struktur geologi


Struktur geologi adalah suatu proses alami yang menyebabkan berubahnya
kedudukan batuan yang ada di alam. Perubahan tersebut terjadi setelah batuan
itu sendiri terbentuk.

Ada beberapa struktur geologi yang telah kita kenal, diantaranya


perlipatan, kekar, sesar (sesar mendatar,naik/noramal dan turun) dan lain – lain.
Pengamatan terhadap struktur geologi di lapangan sulit dilakukan karena
sangant jarang suatu struktur geologi di jumpai dilapangan dalam keadaan yang
ideal.

3.3. Penentuan Titik Bor

Penentuan titik – titik bor berdasarkan data- data geologi yang didapatkan dan
dibantu dengan data – data lain yang mendukung seperti data hasil pengukuran lintasan
kompas terhadap singkapan batubara baik searah jurus maupun searah kemiringan
batubara.

Adapun keterangan dari singkapan dapat dilihat seperti tabel di bawah ini:

No Kode Koordinat Strike/Dip Tebal Ket

Singkapan (M)

1. OC 1 BT 114º 51’ 33.1” LS 03º 32’ 31.8” N 45 º E/21º 0,37 M

2. OC 2 BT 114° 51’ 35.1” LS 03° 32’ 31.7” N 45º E/15º 0,30 M

Tabel 2.2. Tabel Singkapan


Kegiatan pemboran sebenarnya hanya untuk memastikan bahwa strike batubara
masih menerus sekaligus untk mendapatkan data tebal sebenarnya dari cadangan
batubara. Untuk menentukan koordinat titik bor dilakukan dengan menggunakan GPS
(“Global Posittoning System “). Dari hasil pemboran pada setiap titik bor, diketahui
kedalaman dan ketebalan batubara dari permukaan.

Titik bor ditentukan dari OC 2 diambil ke arah downdip dengan jarak terukur dari
singkapan 8,5 meter. Estimasi Kedalaman sebelum pemboran menggunakan
penampang horizontal namun bisa juga menggunakan sistematis estimasi seperti ini :

D = JD x Tg ∞ + (BT.DH-01 - BT.OC-02)

3.4. Pemboran Ekplorasi


Kegiatan pemboran yang dilakukan merupakan pemboran pandu (scout drilling ).
Hasil data pemboran pandu dapat memberikan gambaran susunan batuan khususnya
secara vertical, penyebaran batubara secara lateral dan ketebalan batubara. Data-data
hasil pemboran dan data-data singkapan batubara digunakan untuk mengkorelasi
lapisan (seam) batubara serta untuk menghitung jumlah cadangann batubara pada
daerah yang dieksplorasi.

Hasil korelasi data pemboran dan singkapan batubara diatas peta topografi skala
1 : 10000 digunakan untuk mengkorelasikan lapisan (seam) batubara, penarikan
penyebaran lapisan batubara dan untuk menghitung jumlah cadangan batubara serta
jumlah tanah penutup (over burden) didaerah tersebut.

3.3.1. Peralatan Pemboran


Pemakaian alat pemboran harus disesuaikan dengan hasil yang diinginkan.
Dasar pertimbangan dalam pemilihan alat bor untuk suatu kepentingan
pemboran kita harus perhatikan :

• Jenis alat bor yang digunakan


• Keadaan lithologi dan formasi batuan daerah yang akan dibor serta
kedalaman pemboran yang diinginkan
• Keadaan marfologi daerah pemboran atau keadaan medan lokasi
• Kondisi dan kemampuan alat bor yang digunakan dan juga peralatan
tambahan seperti suku cadangnya
• Transportasi angkutan peralatan dan penyediaan air yang cukup
• Ongkos pemboran yang tersedia
• Tenaga operasional bor
• Kecepatan pemboran yang diinginkan
Berdasarkan faktor-faktor diatas maka peralatan pemboran yang
digunakan dalam kegiatan penyelidikan adalah :

a. Mesin bor
Mesin bor yang digunakan adalah jenis Power Rig yang dilengkapi
dengan mesin penggerak jenis YAMAHA MT – 110.

Adapun klasifikasi dari mesin bor tersebut adalah :

Mesin bor

Jenis : Power Rig

Tahun Pembuatan : 2002

Mesin penggerak

Jenis : YAMAHA MT – 110

Kemampuan penetrasi : 60 Meter

Batas kekuatan mesin : 4.3 PS

Tenaga putaran maksimal : 0.68 PS

Berat : 60 Kg

Kelebihan alat bor jenis Power Rig tersebut adalah alat bor ini dapat
melakukan penetrasi cukup yang memuaskan,dan juga alat jenis Power Rig
ini dapat melakukan pemboran pada daerah yang miring atau daerah yang
bergelombang dan juga sangat mudah dalam kita melakukan pemindahan
titik bor (Moving), karena jenis alat bor ini tidak terlalu berat. Kelemahan
alat bor jenis ini adalah hanya bisa menembus kedalaman maksimal 70
meter saja.

b. Pompa Fluida
Dalam kegiatan pemboran ini pompa fluida yang digunakan adalah
jenis Self Priming Pump yang dilenglkapi dengan mesin penggerak
YAMAHA MT – 110 dengan klasifikasi sebagai berikut

Pompa Fluida

Jenis : Self Priming Pump

Mesin penggerak : YAMAHA MT – 110

Kecepatan : 2.900 Rpm

Kapasitas : 6 M3 / Menit

Total tekanan : 24 Meter

Mesin penggerak

Jenis : YAMAHA MT-110

Kekuatan Maksimal : 1.5 Kw

Batas kekuatan mesin : 3.0 pS / 3800 RPM

Tenaga putaran maksimal : 3.500 RPM

Dalam pemboran, pompa fluida ini merupakan salah satu hal yang
paling penting yaitu berupa zat cair ( air pembilas ), fungsi dari fluida ini
adalah :

 Sebagai pendingin dari batang dan mata bor


 Sebagai media untuk mengangkat hasil gerusan mata bor yang
berupa pecahan batuan ( cutting ) yang nantinya diamati untuk
mengetahui kondisi dan susunan lithologi bawah permukaan
 Untuk membersihkan lubang bor dari pecahan batuan
 Membantu untuk memudahkan memasukkan serta mengeluarkan
batang bor
 Untuk menghindari terjadinya penjepitan batang bor dengan batuan
yang dibor
 Untuk membantu menghancurkan batuan yang digerus mata bor

c. Batang bor (Rod)


Batang bor merupakan suatu batang yang kuat, biasanya terbuat dari
basi yang kuat dan tebal yang berfungsi sebagai tangkai bor, batang bor ini
dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mudah patah,bengkok,dan terpuntir.

Fungsi batang bor adalah untuk meneruskan gerakan tekanan dan


putaran dari mesin bor kepahat bor (bit), serta merupakan tempat lewatnya
air pemboran dari tekanan pompa air kedalam lubang bor.

Adapun ukuran batang bor yang digunakan adalah sebagai berikut

a. Panjang batang bor : 1.5 meter

b. Diameter batang bor : 4 cm

d. Mata Bor

Mata bor adalah bagian paling ujung dari batang bor yang
berhubungan langsung dengan batuan, fungsinya adalah untuk
menghancurkan batuan serta membuka lubang bukaan, karena itu mata bor
dibuat dari bahan yang sangat keras seperti dari baja khusus (widiya).
Adapun macam mata bor yang di gunakan pada saat pelaksanaan kegiatan
adalah sebagai berikut :

 Blade Bit
Blade bit adalah mata bor yang digunakan pada saat pemboran
dengan menggunakan metode open hole, berfungsi sebagai penghancur
lapisan batuan dan membuka lubang bukaan. Mata bor dipasang pada
bagian depan batang bor. Blade bit ini mempunyai diameter 6 cm dan
panjang 0.35 meter.

 Wing Bit
Wing bit adalah mata bor yang digunakan pada saat pemboran
dengan menggunakan metode open hole, berfungsi sebagai penghancur
lapisan batuan sehingga menjadi serbuk pemboran. Wing bit ini
mempunyai diameter 4 cm serta panjang 0.25 meter.

 Core Bit
Core bit adalah mata bor yang digunakan pada saat pemboran
dengan menggunakan metode Coring. Core bit di pasang pada bagian
depan dari pada tabung penginti (Core Barrel) dan berfungsi untuk
menagkap inti pemboran yang ditembusnya.

e. Alat dan bahan perlengkapan penunjang lainnya


- Water Swivels
Adalah alat yang berfungsi sebagaijalan masuknya air pembilas
dari mesin pompa dengan tekanan kebatang bor untuk membentu
mengangkat catting kepermukaan agar lubang bor tersebut bersih dari
lumpur pemboran. Kegiatan tersebut dinamakan dengan flushing.

- Kunci – kunci
Kunci yang digunakan adalah kunci pipa untuk batang bor, kunci
ring, kunci pas serta kunci – kunci lain nya yang diperlukan apabila
mengalami kerusakan pada mesin bor,dan juga alat – alat yang
menunjang dalam kegiatan pemboran tersebut.

- perlengkapan lain
Perlengkapan lain yang perlu di perhatikan adalah suku cadang
dari mesin bor serta pompa fluida yang digunakan, agar apabila terjadi
kerusakan tidak menghambat dalam kegiatan pemboran itu sendiri.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Persiapan diruangan

Dimulai dengan study kepustakaan yang meliputi hal – hal berkaitan erat dengan
keadaan geologi, tektonik secara regional dan lapisan batuan pembawa batubara (Coal
Bearing Formation) pada daerah yang akan diselidiki selain studio literlatur juga
dilakukan orientasi lapangan/medan terhadap peta topografi dan geologi. Peta – peta
tersebut sangat penting untuk perencanaan program kerja serta berguna sebagai peta
dasar untuk mencantumkan hasil pemetaan dan data – data lapangan lainnya.

Mempersiapkan alat dan Bahan yang digunakan :

⇒ Kompas Geologi
⇒ Palu Geologi
⇒ GPS
⇒ Peta
⇒ Clip Board
⇒ Meteran 50 m dan 5 m
⇒ Tongkat 1,5 m (2 buah)
⇒ Spidol Permanen
⇒ Kamera
⇒ Plastik Sampel
⇒ Pita Ribbon
⇒ Alat Tulis Lengkap

4.2. Orientasi Medan


Kegiatan orientasi lapangan ini meliputi pencarian informasi mengenai
keterdapatan singkapan batubara dari penduduk setempat serta mengkomfirmasikan
dengan data – data yang ada serta peta geologi.

Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk mengenal keadaan masyarakat setempat


serta adapt istiadat yang berlaku, keadaan bentang alam secara umum dan fasilitas
infrastruktur yang tersedia.

4.3. Kegiatan Pemetaan Geologi

Tujuan utama dari pemetaan geologi, mengetahui bentuk lapisan batubara serta
hubungannya dengan batuan lainnya. Pengamatan terhadap lapisan batuan yang berada
diatas (roof) dan dibawah (floor) meliputi sifat – sifat fisik dan keteknikan untuk digali,
dibor, dan kestabilan lapisan batuan tersebut.

Dari korelasi data singkapan yang di Bantu dengan data hasil pemboran di dapat
perkiraan atau estimasi mengenai sebaran batubara baik kearah strike maupun dip, tebal
tanah penutup (over burden) dan struktur geologi yang mempengaruhinya.

Kegiatan pemetaan geologi meliputi :

 Pengukuran jalur lintasan/Traverse geologi


Jalur lintasan/traverse geologi yang dipilih berupa jalan umum, jalan
perusahaan, jalan setapat dan sungai atau alur sungai. Pengukuran jalur
lintasan/traverse geologi dilakukan dengan menggunakan kompas geologi atau
sunto (azimuth dan klinometer) yang dibantu dengan tali ukur atau meteran.

Sebelum melakukan pengukuran jalur lintasan/traverse geologi terlebih dahulu


ditentukan titik ikat dengan menggunakan GPS (Global Position System), sehingga
titik ikat dapat diplotkan ke peta.

Setelah titik ikat (koodinat stasiun awal) ditemukan, maka dimulailah kegiatan
traverse geologi, apabila jalur yang dipilih sungai maka perlu ditentukan arah,
apakah bergerak kearah hulu (Up Stream) atau kearah hilir (Down Stream).
Kegiatan traverse geologi dimulai dari titik ikat (stasiun awal) menuju kearah titk
selanjutnya dengan pembacaan arah (azimuth) dan kemiringan (slope) serta
menghitung jarak terukur, kemudian data azimuth. slope dan jarak terukur dicatat
kedalam buku lapangan. Kegiatan tersebut berlangsung berulang – ulang hingga
mencapai titik akhir lintasan.

Sketsa Lintasan/Traverse Geologi


Gambar 1.9
4.4. Persiapan Sebelum Pemboran

Sebelum melaksanakan kegiatan pemboran ada hal – hal yang perlu dilakukan
untuk memperlancar kegiatan pemboran, hal tersebut antara lain:

 Letak titik bor yang telah ditentukan, hal ini agar memudahkan penempatan alat
bor dan juga perlengkapan nya, dan juga mempermudah pengangkutan alat
bor,sehingga memudahkan untuk melaksanakan kegiatan pemboran tersebut.
 Pembuatan bak penampungan air yang disiapkan dengan ukuran tertentu sesuai
dengan jumlah air yang tersedia,umumnya penampungan air ini berukuran 1 x 1
meter dengan kedalaman minimal 70 cm.
 Mesin pompa air ditempatkan didekat bak penampungan air, diusahakan
penempatan mesin pompa air ditempatkan pada tempat yang rata.
 Pipa – pipa bor dan perlengkapannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu pelaksanaan pemboran.
 Merangkaikan alat-alat bor yang dilepas bagian-bagiannya pada saat
pengangkutan atau mobilisasi alat.
 Pengecekan alat-alat bor yang akan digunakan sehingga hasil yang diharapkan
dapat diperoleh semaksimal mungkin.
 Pemilihan mata bor (bit) yang akan digunakan,sesuai dengan kegiatan yang akan
dilaksanakan.

4.5. Kegiatan Pemboran

Pemboran eksplorasi ditentukan pada pemboran khas inti (Coring) dan pemboran
non inti (Open Hole). Disamping itu akan dilakukan pengamatan pada batuan hasil
pemboran baik batubara maupun non batubara, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
litologi batuan dan ada tidaknya struktur.

Maksud dan tujuan kegiatan pemboran ini adalah :

 Mengetahui urutan lapisan batuan secara vertikal (litologi).


 Mengetahui ketebalan lapisan batubara dan batuan lain secara pasti.
 Mengetahui ada tidaknya terjadi struktur.
 Mendapatkan contoh “sample” batubara fresh.
 Mengetahui bentuk lapisan batubara.
 Mengkorelasi setiap lapisan batubara.
 Mengetahui arah sebaran batubara.

Metode pemboran yang digunakan :

 Pemboran Touch Core atau dengan kata lain kombinasi antara open hole
(terbuka) dan coring (penginti).
 Pemboran Open Hole adalah suatu pemboran dimana hasil dari
pemboran tersebut merupakan cutting (serpihan batuan).
 Pemboran Coring (penginti) adalah kegiatan pemboran dimana hasil dari
pemboran tersebut berupa core (inti) yang berbentuk silinder dengan ukuran tertentu
tergantung ukuran pipa penginti (Core Barrel) yang digunakan.

Koordinat titik pemboran LS 03° 32’ 31,7” dan BT 114° 51’ 35,1”. Titik
pemboran mempunyai morfologi lemah dengan elevasi 37 m diatas permukaan laut
(dpl), vegetasi banyak pepohonan dan semak belukar. Sebelum kegiatan pemboran,
dimulai dengan membersihkan lahan dari rumput dan pohon – pohon kecil disekitar
titik pemboran, membuat lubang slasbit, mempersiapkan mesin bor dan memberi olie
pada gear box supaya tidak kasat saat dilakukan pemboran, mempersiapkan pompa air
fluida dan menghidupkannya, mempersiapkan pipa (Rod) dan membasahi pipa dengan
air supaya tidak kasat saat dilakukan pemboran, memasang pipa dengan mata bor wing
bit dengan ukuran 0,15 m untuk pemboran open hole.

Kegiatan open hole di mulai dari jam 11.45 – 12.35 Wita kemudian dihentikan
karena sudah ada tanda – tanda cutting karbonan, kemudian diteruskan dengan
pemboran coring menggunakan mata bor core bit dengan ukuran 0,35 m, pipa core
dengan panjang 2 m, ± 10 menit dilakukan coring kemudian dihentikan dan pipa
diangkat, hasil pemboran coring dapat dilihat pada log bor.

4.6. Hasil Pemboran

Hasil dari kegiatan pemboran umumnya ada dua macam, yaitu cutting yang
berupa serpihan atau pecahan batuan. Hasil pemboran diamati dengan teliti agar hasil
dari pemboran memuaskan sesuai dengan keinginana yang diharapkan.

Dari hasil kegiatan pemboran, telah diselesaikan sebanyak 1 (Satu) buah titik
bor dengan total kedalaman masing-masing lobang bor adalah :

 DH 01 : 6,55 M
Pengamatan hasil pemboran tersebut adalah sebagai berikut :

4.6.1. Cutting

Cutting adalah merupakan hasil dari pemboran yang menggunakan metode


Open Hole. Cutting merupakan pecahan atau serpihan batuan yang mempunyai
ukuran 2 sampai 5 mm akibat dari gerusan mata bor terhadap batuan yang
ditembus oleh mata bor. Cutting biasanya keluar dari lubang pemboran
bersamaan dengan keluarnya air pembilas atau air pemboran. Cutting

Yang keluar dari lubang bor tersebut jenisnya tidak sama, hal ini sesuai
dengan jenis batuan yang ditembus oleh mata bor. Selanjutnya cutting tersebut
diambil per 50 cm atau 1 batang bor diambil 3 sample atau per perubahan
lapisan batuan yang ditembus atau digerus oleh mata bor, dan kemudian di
diskripsi. Dari diskripsi catting tersebut maka akan diketahui jenis lithologi yang
telah ditembus oleh mata bor, sedangkan pengamatan terhadap jumlah batang
bor yang telah masuk akan dapat diketahui ketebalan masing-masing lithologi
dan kedalaman lubang bor.

Begitu juga perlakuan pada pemboran inti ini bertujuan untuk apabila
terjadi inti bor yang terlepas dari tabung penginti atau core barrel yang biasa
disebut dengan core louse.

Untuk melakukan pengamatan pada cutting harus hatui-hati, karena tidak


menutup kemungkinan cutting yang diambil tersebut telah bercampur dengan
batuan dari dinding lubang bor yang telah ditembus oleh matabor sebelumnya,
serta bercampur dengan lumpur bor.

Untuk mengamati cutting yang benar kita harus mengikuti prosedur yang
ada, prosedur tersebut antara lain :

1. Ambil cutting yang dipisahkan per 50 cm sesuai dengan kemajuan


pemboran
2. pengambilan cutting seyokyanya menggunakan saringan seperti
saringan teh yang berukuran besar
3. Cuci cutting dengan air bersih, hal ini untuk menghindari salah
pendiskripsian terhadap cutting tersebut
4. yakinkan cutting yang telah dicuci tesebut merupakan jenis batuan
yang ditembus oleh mata bor, pada saat kita mengambil cutting tersebut
jangan mengambil dari lubang bor dan dinding lubang bor diatasnya
5. Amati serta diskripsi cutting tersebut dengan menggunakan kaca
pembesar, amati dengan seksama sesuai dengan aturan pendiskripsian
batuan yang telah ada.
4.6.2. Core
Core ( Inti Bor ) adalah merupakan hasil pemboran dengan menggunakan
metode coring ( pemboran inti ). Core berupa contoh batuan yang berbentuk
silinder dengan diameter 2,5 cm dan merupakan hasil tangkapan dari core barrel
( tabung penginti ).

Core ( Inti bor ) biasanya diambil dari dalam core barrel atau tabung
penginti setelah pemboran inti selesai, core barrel di angkat keatas run. Core
didalam core barrel jenis nya tidak sama, hal ini sesuai dengan jenis batuan yang
ditembus oleh mata bor. Selanjutnya core diukur dari atas (top) kebawah
(bottom) untuk mengetahui core Recoverynya.

Adapun untuk mengetahui core recovery adalah sebagai berikut :

1. Ukur kemajuan pemboran pada saat coring (pemboran inti)


2. Ukur core (inti bor) keatas (top) dan kebawah (Bottom)
Untuk mengetahui core Recovery, hasil dari pengukuran core dibagi
dengan kemajuan pemboran pada saat coring, hasil dari pembagian tersebut
dikali dengan 100 %.

Kemajuan pemboran coring 1,45 meter, core yang ditangkap 1,30 meter,
maka core Recovery adalah :

CR = 1,30

X 100 %

1,45

= 89,65 %

Setelah diketahui core Recoverynya, maka core tersebut didiskripsi sesuai


dengan jenis batuan serta cara pendiskripian yang berlaku. Dari diskripsi core
tersebut akan diketahui jenis batuan yang telah ditembus oleh mata bor (bit).
Sedangkan pengamatan terhadap jumlah batang bor yang telah masuk akan
dapat mengetahui pada pemboran berapa pemboran coring dimulai.

Untuk mengetahui pada kedalaman berapa coring dimulai ( start core )


adalah sebagai berikut :

1. Diketahui pemboran open hole sampai pada batang bor ke – 4 (Empat)


2. Batang bor tersebut tidak masuk semua, setelah di ukur sisa batang
bor ke empat adalah 1,45 meter.
3. Maka pemboran coring dimulai pada kedalaman :
Kedalaman = (Panjang batang bor) x ( 4 ) + (panjang mata bor) – ( sisa
batang bor )

= ( 1.5 meter ) x (4 batang) + (0.15 bit) – (1,45 sisa pipa)

= ( 6 meter) + ( 0.15 meter) – (1,45 meter)

= ( 6,15 meter) – (1,45 meter)

= 4,7 Meter.

Berdasarkan analisa pemboran yang telah dilakukan didaerah penyelidikan


(titik bor yang dianalisa) diperoleh gambaran urutan lithologynya, dimulai dari
atas sampai kedalaman tertentu, yaitu sebagai berikut :

1. Soil, warna kuning kecoklatan, lepas dengan batupasir halus, mineral


kuarsa sub rounded, penetrasi.
2. Batulempung pasiran, warna putih kemerahan (warna akibat oksidasi
dari kandungan Fe ) , ukuran butir halus sampai sedang.
3. Batupasir, gray, true sand.

4. Batubara, Warna hitam kusam, warna gores hitam kecoklatan,


kekerasan sedang, cleat sedang, mengandung sedikit mineral pyrite dan
damar, pecahan concoidal sampai sub-concoidal.
4.7. Kendala Pemboran

Kendala pemboran yang dihadapi pada saat pemboran berjalan biasanya berupa
gangguan karena alat, kondisi geologi, keadaan teknik dan juga pengaruh cuaca atau
iklim. Gangguan tersebut antara lain
1. Kendala yang disebabkan karena alat biasanya berupa :
• Lambat lajunya pemboran yang disebabkan kesalahan dalam pemilihan mesin bor,
sehingga tidak sesuai dengan kekerasan batuan yang ditembus
• Kerusakan pada alat bor dan tidak bisa diperbaiki secepatnya karena kurangnya
suku cadang
• Pemakaian peralatan yang tidak sesuai dengan standar
Untuk mengatasi hal tersebut diatas harus diupayakan :
• Mesin bor yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lapangan yang
akan dilakukan kegiatan pemboran
• Suku cadang agar dapat diperbanyak jumlahnya, mengingat suku cadang
alat bor tidak bisa didapatkan didaerah setempat
• Alat yang digunakan seperti mesin bor, pompa fluida, sebelum dipakai
sebaiknya terlebih dahulu diservis dan dicek,bila perlu dipergunakan alat yang
baru.
2. Kendala karena kondisi geologi diantaranya :
• Karena kerasnya batuan penyusun didaerah setempat
• Adanya rekahan, rongga, dan juga pasir louse sehingga akan mengakibatkan
hilangnya air pembilas (water louse)
• Kondisi marfologi berupa perbukitan dan juga lembah yang curam akan
mempersulit pengangkutan alat, apabila melakukan pemindahan titik bor yang
satu ke yang lain (moving)
Untuk mengetasi kendala tersebut diatas maka perlu diperhatikan :
• Penggunaan pahat bor (bit) yang sesuai dengan batuan yang akan
ditembus, serra pelaksanaan teknis dilapangan yang cermat
• Menggunakan larutan aqua Jelly berupa Bentonit, Ismat, dan juga
melakukan pembuatan casing agar lapisan batuan tidak runtuh khususnya pada
bagian rekahan, juga rongga dan juga pasir louse
• Pembuatan jalan rintisan yang akan dilewati dengan memilih jalan
yang agak datar
3. Kendala Teknis yang dihadapi pada saat pemboran bisa terjadi yaitu :
• Bit (mata bor) telepas dari batang bor, karena getaran mesin dan juga
pemasangan mata bor yang kurang baik
• Mata bor (bit) terjepit, karena dasar lubang bor dipenuhi pecahan sisa
pemboran (cutting) yang tidak terangkat akibat kurangnya tekanan air pembilas
• Batang Bor (Rod) lepas, jatuh dan juga patah didalam lubang bor,atau juga
pipa yang jatuh dalam lubang bor pada saat melepas sambungan
Upaya mengatasi masalah teknis tersebut dapat digunakan beberapa cara antara lain
sebagai berikut :
• Mengecek dengan kayu yang keras untuk memancing pipa lepas atau jatuh,
apabila dirasa sudah masuk maka pipa yang dipermukaan dipukul agar bisa
memastikan kayu yang dibawah benar-benar masuk dan kuat untuk mengangkat
pipa kepermukaan
• Menggunakan Dongkrak atau juga Takal untuk menarik mata bor (bit) yang
terjepit
• Sirkulasi air yang terus menerus untuk menggerakan batang bor (rod) yang terjepit
oleh serpihan cutting yang tidak terangkat akibat kurangnya tekanan air.

4.8. Sebaran Batubara

Penyebaran lapisan ( seam ) batubara yang terdapat pada daerah penyelidikan


yaitu umumnya berarah relatif Timurlaut - Baratdaya dengan kemiringan lapisan kearah
Tenggara. Berdasarkan hasil pengukuran kedudukan lapisan batubara secara umum
O O
N 45 E/ 21 sesuai dengan arah penyebaran dari Formasi Tanjung ( Tet) yang
terdapat didaerah tesebut, batuan pengapit ( roof dan floor ) umumnya berupa
batulempung dan batulempung karbonan.
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil kegiatan praktek lapangan Batubara 1 “Coal Eksploration and Mapping
Practice” 2010 Akademi Teknik Pembangunan Nasional (ATPN) Banjarbaru, Jurusan
Teknik Pertambangan, maka dapat kami simpulkan :

• Kami mendapat mata kuliah batubara 1 sebagai teori dan dapat langsung kami
terapkan dilapangan melalui praktek “Coal Eksploration and Mapping Practice”.

• Praktek lapangan batubara 1 ini sangat menunjang dan menambah pengetahuan kami
tentang ilmu geologi dan pertambangan yang berlandaskan ilmu yang kami dapat
dari dosen pengajar dan asisten praktikum.

• Kami dapat langsung menerapkan ilmu – ilmu yang kami dapat dari mata kuliah lain.

• Dalam penerapan teori dan praktek dilapangan dosen dan asisten sangat aktif
sehingga kami dapat cepat mengerti.

5.2. Saran – Saran

Untuk mata kegiatan praktikum batubara 1 yang akan datang kami kelompok 7
menyarankan agar mahasiswa angkatan selanjutnya yang mengikuti praktek batubara 1
harus benar – benar mengerti apa yang akan dipelajari dan dipraktekkan dilapangan.
DAFTAR PUSTAKA

Diktat Batubara 1 oleh Ahmad Kurdi, Amd. Akademi Teknik Pembangunan Nasional(ATPN)
Banjarbaru.

Modul Praktikum Batubara 1 oleh Siti Rahayu, ST, MT. Akademi Teknik Pembangunan
Nasional (ATPN) Banjarbaru.

Buku Petunjuk Praktikum Lapangan Eksplorasi Geologi Batubara oleh Ir. Syamsuri, Ir.
Untung, Ahmad Kurdi, Amd. Akademi Teknik Pembangunan Nasional (ATPN)
Banjarbaru.
LAMPIRAN
Pengukuran Jalur Lintasan/Traverse Geologi

(Mengukur Jarak Dari 0 ke 1)


OC 1 Stasiun 3

(Mengukur Strike Dip)


Lithology Stasiun 3

OC 2 Pasir Karbon

(Sedimen Laminasi)

Mesin Bor Power Rig

Yamaha MT 110
Lubang Slasbit dan Pompa Air Fluida
Mesin Pompa Relay Air

Batang Pipa (Rod) Open Hole


Core Barel NQ

Core Bit
Wing Bit

Reamer
Kunci pipa

Selang Relay
Kompas geologi

Meteran
Palu Geologi

GPS (Global Position System)


Kegiatan Pemboran

Isi Tabung Core Barrel Hasil Pemboran Coring


DESKRIPSI BATUAN SEDIMEN
NON BATUBARA

Hari/Tanggal : Sabtu, 20 Februari 2010

Warna Batuan : Putih, Abu – abu

Struktur Batuan : Masif

Tekstur Batuan

a. Derajat Kebundaran : Rounded

b. Sortasi : Modern Sorted

c. Ukuran Butir : Fine Sand

d. Porositas :

e. Kemas : Tertutup

Komposisi Mineral

a. Fragmen :

b. Matrik : Klorite

c. Semen : Silika, dolomit, Oksida

Jenis Batuan : Sedimen Klastik

Nama Batuan : Batupasir

Gambar Batuan :
DESKRIPSI BATUAN SEDIMEN
NON BATUBARA

Hari/Tanggal : Sabtu, 20 Februari 2010

Warna Batuan : Coklat Kekuningan

Struktur Batuan : Masif

Tekstur Batuan

a. Derajat Kebundaran : Sub Rounded

b. Sortasi : Well Sorted

c. Ukuran Butir : Fine Clay

d. Porositas :

e. Kemas :

Komposisi Mineral

a. Fragmen :

b. Matrik :

c. Semen : Silikat

Jenis Batuan : Sedimen Klastik

Nama Batuan : Batulempung

Gambar Batuan :
DESKRIPSI BATUAN SEDIMEN
NON BATUBARA

Hari/Tanggal : Sabtu, 20 Februari 2010

Warna Batuan : Putih, Abu – abu

Struktur Batuan : Masif

Tekstur Batuan

a. Derajat Kebundaran : Rounded

b. Sortasi : Modern Sorted

c. Ukuran Butir : Fine Send

d. Porositas : Jelek

e. Kemas : Tertutup

Komposisi Mineral

a. Fragmen : Pita Karbon

b. Matrik : Klorite

c. Semen : Silika, dolomit, Oksida

Jenis Batuan : Sedimen Klastik

Nama Batuan : Batupasir carbon

Gambar Batuan :
Sketsa kelompok 2
PETA GEOLOGI
PETA KESAMPAIAN DAERAH

You might also like