You are on page 1of 14

PERBANKAN SYARIAH

“ PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI


INDONESIA”

OLEH :

GALUH MUHAMAD IQBAL SAS

09/280230/EK/17289

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

YOGYAKARTA

2010
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam,
karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan
fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank
simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963.
Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep
serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar
berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk
partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung. Masih di negara yang
sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank
komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada
agama maupun syariat islam. Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun
1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam,
walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk
menyediakan dana proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa
finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit
menyatakan diri berdasar pada syariah islam. Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an,
sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai
Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977)
serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun
1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings
Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah
haji. Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun
1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan
dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini
sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa
sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada
periode 1999-2002 dapat bangkit menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di
Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan
UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di
Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah.
Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya
merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero), Bank Rakyat Indonesia
(Persero)dan Bank swasta nasional: Bank Tabungan Pensiunan Nasional (Tbk).

1.2 Rumusan masalah

1. Apa prinsip-prinsip Ekonomi Syariah?


2. Apa manfaat Ekonomi Syariah?
3. Bagaimana perkembangan Perbankan Syariah masa lalu?
4. Bagaimana perkembangan Perbankan Syariah tahun 2009?
5. Apa tantangan Perbankan Syariah di tahun 2010?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah.


2. Manfaat Ekonomi Syariah.
3. Mengetahui Perkembangan Perbankan Syariah masa lalu.
4. Mengetahui Perkembangan Perbankan Syariah tahun 2009.
5. Mengetahui tantangan Perbankan Syariah di tahun 2010.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah

Syarat suatu bangunan agar berdiri kokoh adalah tiang yang kokoh. Jika bangunan yang
kokoh tersebut ialah Ekonomi Syariah, maka tiang penyangganya adalah :

a. Siap menerima resiko

Prinsip–prinsip ekonomi syariah yang dapat dijadikan pedoman oleh setiap muslim dalam
bekerja untuk menghidupi dirinya dan keluarganya, yaitu menerima risiko yang terkait
dengan pekerjaan itu. Keuntungan dan manfaat yang diperoleh juga terkait dengan jenis
pekerjaannya. Karena itu, tidak ada keuntungan atau manfaat yang diperoleh seseorang tanpa
risiko. Hal ini merupakan jiwa dari prinsip “ dimana ada manfaat, di situ ada risiko”(Al
Kharaj bid dhaman).

b. Tidak melakukan penimbunan

Dalam sistem Ekonomi Syariah, tidak seorang pun diizinkan untuk menimbun uang. Tidak
boleh menyimpan uang tanpa dipergunakan. Dengan kata lain, Hukum Islam tidak
memperbolehkan uang kontan (cash) yang menganggur tanpa dimanfaatkan. Oleh karena itu,
pemerintah harus memberikan sanksi bagi mereka yang menimbun uang dengan mengenakan
pajak untuk uang kontan tersebut. Hal ini untuk menghindari kegiatan penimbunan uang
yang biasanya digunakan untuk kegiatan spekulasi. Uang yang dimiliki oleh seseorang
seharusnya digunakan untuk kepentingan jual beli (selling and buying) secara kontinu.
c. Tidak Monopoli

Dalam sistem ekonomi syariah tidak diperbolehkan seseorang, baik dari perorangan maupun
lembaga bisnis dapat melakukan monopoli. Harus ada kondisi persaingan, bukan monopoli
atau oligopoly. Islam mendorong persaingan dalam ekonomi sebagai jiwa dari Fastabiqul
Khairat. Depreciation, segala sesuatu di dunia ini mengalami depresiasi. Kekayaan juga
terdepresiasi dengan zakat. Yang abadi di dunia ini hanya satu yaitu ALLAH SWT. Karena
itu, Money is a just a means of exchange. Uang bukan merupakan alat penyimpan nilai. Uang
bukan merupakan komoditi. Komoditi mempunyai harga tetapi uang tidak. Jadi uang
hanyalah sebagai alat tukar dan nilainya harus dijaga agar tetap stabil.

d. Pelarangan Interes Riba

Para ulama mengatakan bahwa bunga bank konvensional adalah riba, yang didukung oleh
ayat al-quran surat Al-Baqarah ayat 278 yang artinya adalah “ wahai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kamu sekalian kepada ALLAH dan tinggalkanlah apa-apa yang
tersisa dari riba (yang belum dipungut), jika kamu benar-benar orang yang beriman”. Selain
itu rassullah Nabi Muhammad berkata melalui hadisnya “ Jauhilah tujuh perkara yang bisa
membinasakan kamu yaitu menyebabkan kamu masuk neraka atau dilaknati ALLAH. Tujuh
perkara itu ialah mensyirikan ALLAH yaitu menyekutukannya, melakukan perbuatan sihir,
membunuh manusia yang diharamkan ALLAH melainkan dengan hak, memakan harta anak
yatim memakan harta riba, lari dari medan pertempuran dan memitnah perempuan-
perempuan”.

e. Solidaritas Sosial

Solidaritas sosial seorang muslim terhadap sesamanya dapat diibaratkan dalam satu tubuh.
Jika suatu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit juga. Jika seorang
muslim mengalami problem kemiskinan, maka tugas kaum muslimin lainnya untuk
menolong orang miskin itu dengan cara membayar zakat, infak, dan shadaqah. Semua
kekayaan yang kita miliki adalah milik Allah, jadi apapun harta yang telah diberikan pada
manusia, merupakan amanah dari Allah. Siapapun orang yang menggunakan hartanya dijalan
Allah, akan mendapatkan kompensasi di akhirat sebagaimana firman Allah dalam surat Al-
muzzammil ayat 20 yang artinya adalah “apapun yang kamu berikan untuk diri kamu
kebaikan, akan kamu dapatkan di sisi Allah dengan balasan yang lebih baik dan lebih
besar”.

2.2 Manfaat Ekonomi syariah

Apabila mengamalkan Ekonomi Syariah akan mendatangkan manfaat yang besar bagi umat
Islam itu sendiri berupa :

a. Mewujudkan integritas seorang muslim yang khafah, sehingga Islamnya tidak lagi parsial.
Apabila ada orang Islam yang masih bergelut dan mengamalkan ekonomi konvensional
yang mengandung unsur riba, berarti keislamannya belum khafah, sebab ajaran ekonomi
syariah di abaikannya.
b. Menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah melalui bank syariah, asuransi syariah,
reksadana syariah, pegadaian syariah atau Baitul Maal wat Tamwil, mendapatkan
keuntungan di dunia dan di akhirat. Keuntungan dunia berupa keuntungan bagi hasil dan
keuntungan akhirat adalah terbebasnya dari unsur riba yang di haramkan.
c. Praktik ekonominya berdasarkan syariat Islam bernilai ibadah, karena telah mengamalkan
syariat Allah SWT.
d. Mengamalkan ekonomi syariah melalui bank syariah dan lembaga syariah lainnya, berarti
mendukung kemajuan lembaga ekonomi umat islam itu sendiri.
e. Mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau menjadi
nasabah asuransi syariah, berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat islam
itu sendiri, sebab dana yang terkumpul di lembaga keungan syariah itu dapat digunakan
oleh umat islam itu sendiri untuk mengembangkan usaha-usaha kaum muslimin.
f. Mengamalkan ekonomi syariah berarti mendukung gerakan “amar ma’ruf nahi mungkar”,
sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau
proyek –proyek halal. Bank syariah tidak mau membiayai usaha-usaha haram, seperti
pabrik minuman keras, usaha perjudian, usaha narkoba, dan semua usaha yang bernuansa
munkar.
2.3 Perkembangan Perbankan Syariah masa lalu

Dampak yang telah dirasakan oleh Indonesia dari sistem Riba ini yaitu kondisi krisis
ekonomi pada tahun 1997, dimana hutang negara meningkat dari beban bunga yang semakin
meningkat dari waktu ke waktu, sehingga bukannya hutang negara cepat terlunas, malah
sebaliknya semakin membengkak. Islam sebagai agama yang sempurna memberikan solusi atas
permasalahan-permasalahan yang timbul akibat penggunaan instrument bunga dalam perbankan.
Dalam Fiqh muamalah, permasalahan di atas dapat dicegah dan diatasi dengan adanya Bank-
Bank berbasis sistem ekonomi Islam atau dikenal dengan ekonomi syariah yang tidak mengenal
sistem bunga atau riba. Sebuah sistem yang berorientasi pada dunia dan akhirat, yaitu system
perbankan syariah. Eksistensi perbankan syariah di Indonesia diawali oleh terbentuknya PT.
Bank Muamalat Indonesia, Tbk pada tahun 1991 yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia.
Konsep Ekonomi Syariah diyakini menjadi ”sistem imun” yang efektif bagi bank Muamalat
Indonesia sehingga tidak terpengaruh oleh gejolak krisis ekonomi dan ternyata menarik minat
pihak perbankan konvensional untuk mendirikan Bank yang menggunakan sistem syariah. Pada
tahun 1999, perkembangan syariah berkembang luas dan menjadi tren tahun 2004.

2.4 Perkembangan Perbankan Syariah tahun 2009

Perkembangan syariah Indonesia di tahun 2009 bisa dibilang ‘kita tidak kemana-kemana’ yang
berarti tidak adanya kemajuan dari tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari pangsa pasar
perbankan syariah nasional masih saja beringsut-ingsut di angka 2,40 % saat yang lain telah
melesat jauh diatas angka 10%, seperti halnya malaysia, timur tengah, eropa, afrika utara, dan
amerika. Berdasarkan dari data Bank Indonesia tentang Pangsa Perbankan Syariah Terhadap
Total bank bahwa kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah sebagai upaya
pencapain target market share perbankan syariah 5% dari perbankan nasional tahun 2008 dengan
tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap prinsip syariah. Dari
perkembangan perbankan syariah yang telah dihadapi, masih perlu adanya peningkatan dalam
mengahadapi tantangan di tahun 2010.

2.5 Tantangan Perbankan Syariah di tahun 2010


Banyaknya kekurangan dan masalah yang dihadapi hingga tahun 2009, maka banyak pula
tantangan yang harus dihadapi untuk menjadikan perrbankan syariah menjadi lebih baik di tahun
2010. Adapun beberapa tantangan untuk perbankan syariah , yaitu:

a. Regulasi perbakan syariah yang kurang komprehensif, sinkronisasi masalah


perpajakan, aturan pembiayaan berbagi hasil, dan sinergi perbankan syariah melalui
linked program yang masih kurang baik.
b. Potensi pasar perbankan syariah kurang dikembangkannya orientasi syariah,
pelayanan dan profesionalisme, tata kelola, ciri khas syariah dan anggaran sosialisasi
akan produk-produk perbankan syariah.
c. Sumber daya insani, yaitu sumber daya manusia kompeten dan profesional, carier path,
Islamic Banking Culture dan prinsip syariah (transparan, keadilan, dan kesetaraan),
disiplin pasar serta GCG (sidiq, tabligh, amanah dan fatonah) yang kurang terarah.
d. Paradigma bisnis perbankan syariah, dimana kurangnya menjadikan perbankan
syariah bersifat universal untuk semua umat namun tetap berprinsip syariah.
e. Syariah Compliance, yaitu kurangnya pengetahuan syariah bagi karyawan sehingga
peluang terjadinya pelanggaran syariah masih ada. Selain itu tawaran-tawaran produk dan
layanan yang kurang kreatif dan inovatif.
f. Office Chanelling, yaitu kurang optimalisasi fungsi office chanelling melalui pelayanan
pembiayaan yang dapat dilaksanakan oleh staf pembiayaan dari UUS.
g. Sosialisasi perbankan syariah masih kurang di masyarakat. Sehingga masyarakat belum
memiliki pengetahuan serta pemahaman yang baik mengenai perbankan syariah dan
ekonomi Indonesia, maka masyarakat masih ragu terhadap kinerja perbankan syariah.
Sehingga, market share bank syariah masih di bawah bank konvensional.

Tetapi dengan mempersiapkan langkah-langkah dan solusi untuk menghadapi tantangan yang
akan terjadi, diharapkan perbankan syariah akan menjadi lebih berkembang dan lebih baik,
pangsa pasar perbankan syariah semakin meluas serta mampu untuk menuju persaingan
perbankan internasional. Kita harus yakin tahun 2010 membuka peluang besar bagi peningkatan
volume usaha dan kinerja perbankan syariah. Pasalnya, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
setahun ke depan diyakini masih relatif tinggi, seiring dengan credit rating yang mengalami
peningkatan. Belum lagi pendirian bank-bank syariah baru, beberapa di antaranya mulai
beroperasi di akhir tahun 2009 lalu, yang dipastikan akan melebarkan ceruk pasar. Gencarnya
program edukasi dan diseminasi perbankan syariah oleh Bank Indonesia (BI), perbankan syariah
maupun pihak-pihak terkait lainnya makin menciptakan situasi yang kondusif bagi industri padat
modal ini. Bahkan, faktor regulasi yang selama ini menjadi hambatan utama telah teratasi. Pada
tanggal 16 September 2009 lalu, DPR mengesahkan UU No. 42 tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), yang antara lain mengatur perpajakan yang lebih kondusif bagi
perbankan syariah.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Industri perbankan syariah 2010 diperkirakan mengalami pertumbuhan yang lebih baik
dibandingkan 2009. Hal ini merujuk pada hasil analisis terhadap kondisi fundamental
makroekonomi dalam situasi perekonomian dunia yang cenderung pulih, serta dinamika internal
industri perbankan syariah. BI telah menyusun beberapa skenario pertumbuhan perbankan
syariah, yakni skenario pesimis, moderat dan optimis. Perkembangan perbankan syariah 2009
menunjukkan pertumbuhan volume usaha cukup tinggi, yaitu 26,55%, masih relatif tinggi
dibandingkan perbankan konvensional yang sebesar 12,53%. Pencapaian target aset 2010
diharapkan sebesar Rp 97 triliun, dengan angka pertumbuhan industri sebesar 43%. Skenario
proyeksi tersebut menggunakan asumsi ketersediaan faktor-faktor pendukung industri perbankan
syariah. Faktor-faktor tersebut antara lain mencakup pertumbuhan secara un-organic akibat
penambahan pemain barudalam industri; baik bank umum, Unit Usaha Syariah (UUS) maupun
BPR Syariah. Konversi bank umum konvensional yang diakuisisi oleh bank menjadi Bank
Umum Syariah dan diikuti dengan spin off UUS menjadi trend pertumbuhan tahun ini. Pada
tahun 2009, jumlah bank umum syariah yang beroperasi bertambah dengan adanya konversi
usaha 3 bank, yaitu Bank Jasa Artha, Bank Persyarikatan dan Bank Harfa yang masing-masing
diakuisisi oleh BRI, Bukopin dan Panin menjadi Bank Umum Syariah. Pertumbuhan secara un-
organic tersebut juga didukung dengan pertumbuhan organic melalui pertumbuhan volume
usaha yang didukung oleh peningkatan jumlah jaringan kantor bank syariah. Per awal November
2009 silam, masyarakat dapat menikmati layanan jasa perbankan syariah melalui 1.101 kantor
bank syariah yang dioperasikan oleh 6 Bank Umum Syariah dan 25 UUS dan 138 BPR Syariah.
Pulihnya perekonomian global dan domestik menjadi faktor pendorong lainnya. Kinerja ekonomi
nasional 2010 diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan tahun ini. Pertumbuhan konsumsi
swasta yang masih kuat, kinerja ekspor yang membaik dan adanya stimulus fiskal turut
berpengaruh. Jangan diabaikan pula peran vital regulasi. Penetapan UU No. 42 tahun 2009
tentang Amandemen UU PPN dan PPnBM yang efektif berlaku mulai 1 April 2010, yang
melengkapi UU Perbankan Syariah setahun sebelumnya. Peraturan perundang-undangan pajak
yang lama mengandung ketidakpastian dan menjadi arena perseteruan sengit antara pelaku bank
syariah dan otoritas pajak. Acapkali bank syariah dalam posisi yang sulit dan dipaksa
menanggung biaya dari tagihan pajak kurang bayar karena pembiayaan murabahah (jual beli)
dipandang layaknya transaksi jual beli usaha dagang pada umumnya yang harus dikutip PPN,
bukan pembiayaan perbankan. Dalam ketentuan PPN yang lama, manakala terjadi PPN kurang
bayar maka bank harus membayar PPN 10% ditambah denda 48%, dan denda 2% dari dasar
pengenaan PPN. Namun dengan tax neutrality mulai April, setiap pembiayaan di perbankan
syariah sudah diperlakukan sama dengan bank konvensional dalam hal pengenaan pajaknya.
Dalam hal nasabah bertransaksi dengan bank syariah, maka nasabah juga akan mendapatkan
barang modal yang diperlukan langsung dari bank, pajak atas pembiayaan berbasis jual beli
(murabahah) yang tujuannya untuk membeli barang modal pun – yang sebelumnya dibayar dua
kali – cukup dibayar satu kali. Di bawah naungan payung hukum baru ini, industri perbankan
syariah seharusnya dapat lebih leluasa untuk melakukan akselerasi kinerja.

Faktor yang juga berpengaruh ke depannya yakni, insentif kebijakan dan regulasi pada sisi
moneter dan fiskal dari BI dan instansi terkait kepada industri perbankan syariah agar bisa
berkembang lebih optimal. Misalnya saja, pengelolaan dana haji oleh bank syariah, BPD Syariah
holding atau konversi bank. Tantangan penting dalam pengembangan industri keuangan syariah
dalam jangka pendek ini adalah sumber daya manusia (SDM), baik kuantitas maupun kualitas, di
tingkat pelaku/praktisi maupun institusi penunjang termasuk pengawas bank. Bentuk kerjasama
dengan institusi pendidikan dapat dilakukan, misalnya berupa pelatihan
ekonomi/keuangan/perbankan syariah bagi para dosen, rekomendasi kurikulum dan penyediaan
literatur seperti buku teks ekonomi/keuangan/perbankan syariah. Sementara itu, kecukupan
modal menjadi faktor tak terbantahkan. Prospek masuknya pelaku baru diperkirakan akan pula
mendorong bank-bank syariah untuk menambah kapasitas usahanya melalui penambahan modal
seiring dengan upaya perluasan jaringan kantor. Peningkatan modal diharapkan dapat
mendorong perbankan syariah untuk menjaga kecukupan CAR-nya mengingat perluasan
jaringan kantor, yang diharapkan akan berkorelasi positif pada peningkatan dana pihak ketiga,
membuat perbankan syariah tetap memliki financial buffer yang tinggi. Upaya penguatan
permodalan ini secara internal dapat dilakukan melalui devident policy, di samping penambahan
modal baru oleh pemilik atau investor baru. Ke depannya, amat dibutuhkan peningkatan efisiensi
untuk menjaga daya saing dan kinerja industri perbankan syariah. Hal ini antara lain bisa
dilakukan melalui financial deepening dengan memperkaya variasi produk dan jasa yang
ditawarkan. Tentu saja dengan tetap mengedepankan aspek kesesuaian prinsip syariah. Efisiensi
dapat pula ditingkatkan lewat pembiayaan secara cross sector dengan subsistem keuangan
syariah lainnya, misalnya kolaborasi dengan sistem zakat. Intinya, kreativitas diperlukan
meskipun dengan kehati-hatian. Penuntasan segenap pekerjaan rumah itulah yang bisa membawa
perbankan syariah untuk bermetamorfosis secara utuh menjadi “lebih dari sekadar bank”.

3.2 Saran

a. Mendorong perbaikan regulasi perbakan syariah yang lebih komprehensif, sinkronisasi


masalah perpajakan, mendorong aturan pembiayaan berbagi hasil, dan mendorong sinergi
perbankan syariah melalui linked program
b. Potensi pasar perbankan syariah perlu lebih dikembangkan, dengan meningkatkan
orientasi syariah, pelayanan dan profesionalisme, tata kelola, ciri khas syariah dan
peningkatan anggaran sosialisasi akan produk-produk perbankan syariah.
c. Sumber daya insani, yaitu perlu adanya peningkatan dalam sumber daya manusia yang
lebih kompeten dan profesional; mengembangkan carier path yang terarah; menerapkan
Islamic Banking Culture dan prinsip syariah (transparan, keadilan, dan kesetaraan),
disiplin pasar serta GCG (sidiq, tabligh, amanah dan fatonah)
d. Paradigma bisnis perbankan syariah, dimana menjadikan perbankan syariah bersifat
universal untuk semua umat namun tetap berprinsip syariah; tidak lagi mengangkat isu
riba, tatapi isu yang bersifat profesionalosme dan pelayanan.; persaingan sehat antar bank
syariah maupun bank konvensional dimana dijadikan sebagai mitra bisnis; dan
menciptakan sistem perbankan yang rasional, bukan emosional.
e. Syariah Compliance, yaitu meningkatkan pengetahuan syariah bagi karyawan sehingga
peluang terjadinya pelanggaran syariah berkurang. Selain itu menciptakan tawaran-
tawaran produk dan layanan yang kreatif dan inovatif, namun tetap patuh pada aspek
syariah.
f. Office Chanelling, yaitu dengan cara optimalisasi fungsi office chanelling melalui
pelayanan pembiayaan yang dapat dilaksanakan oleh staf pembiayaan dari UUS atau staf
dari bank umum induk yang telah mendapatkan pendidikan syariah.
g. Memaksimalkan sosialisasi perbankan syariah di masyarakat. Dengan masyarakat
sudah memiliki pengetahuan serta pemahaman yang baik mengenai perbankan syariah
dan ekonomi Indonesia, maka masyarakat tidak perlu ragu terhadap kinerja perbankan
syariah. Sehingga, market share bank syariah akan lebih meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin.2008. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta : Sinar Grafika.

http: //www.wikipedia.com, Ekonomi Syariah.24 April 2010.

Noer, Deliar. 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Muhammad Abdul Mannan. 1993. Teori dan Praktek Ekonom Islam. Jakarta: Dana Bhakti
Wakaf.

You might also like