You are on page 1of 19

Pembukaan UUD 1945

PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945, SUATU ANALISIS TEORITIS


PENGANTAR

Kata Undang-Undang Dasar oleh para founding fathers mungkin dimaksudkan sebagai
terjemahan dari grondwet (grond = dasar, wet = undang-undang), atau grundesetz (Grund =
dasar, gesetz = undang-undang), yang membedakannya dengan pengertian konstitusi.
Dalam kepustakaan Belanda (misal L.J. van Apeldoorn), menjelaskan bahwa konstitusi berisi
seluruh peraturan-peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengandung
prinsip-prinsip dan norma-norma hukum yang mendasari kehidupan kenergaraan, sedang
undang-undang dasar hanya memuat bagian yang tertulis saja.
Kelihatannya para penyusun Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, pada tahun 1945,
menganut pola pikir ini, terbukti dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar dikatakan :

Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara itu.
Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang
Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul
dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.

Konstitusi berasal dari kata latin contituere, yang artinya menetapkan atau menentukan. Maka
dalam suatu konstitusi terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dasar dan kewajiban
anggota suatu organisasi, atau warganegara suatu negara, perlindungan terhadap anggota atau
warganegara dari tindak sewenang-wenang sesama anggota atau warganegara maupun dari
penguasa. Konstitusi juga menentukan tatahubungan dan tatakerja antar unit atau lembaga yang
terdapat dalam suatu organisasi atau negara sehingga akan terjalin suatu kerja yang efektif, dan
produktif, sesuai wawasan yang dianutnya.
Begitu banyak definisi tentang konstitusi, namun dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa konstitusi adalah :
1. Keseluruhan peraturan-peraturan dasar suatu bangsa, negara atau organisasi politik, body of
fundamental rules and principles of a nation, state or body politic, baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis;
2. Berisi ketentuan-ketentuan yang menetapkan pendistribusian kekuasaan yang berdaulat pada
unsur, unit dan lembaga secara horisontal maupun vertikal dalam kehidupan bersama dimaksud;
3. Peraturan-peraturan dasar tersebut mengandung prinsip-prinsip dan norma-norma yang
mendasari kehidupan bersama;
4. Mengatur hak dan kewajiban dari segala unsur yang terlibat dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara;
5. Menjamin dan melindungi hak-hak tertentu rakyat atau anggotanya.

Untuk memperluas wawasan tentang makna suatu konstitusi kami kutipkan pendapat Prof. Dr.
Mr. S. Prajudi Atmosudirdjo, bahwa konstitusi suatu negara adalah :
1. Hasil atau produk daripada sejarah dan proses perjuangan bangsa yang bersangkutan; begitu
sejarah perjuangannya begitulah pula konstitusinya;
2. Rumusan daripada filsafat, cita-cita, kehendak, dan program perjuangan suatu bangsa;
3. Cermin daripada jiwa, jalan pikiran, mentalitas dan kebudayaan suatu bangsa. Dari
konstitusinya dapatlah diketahui bagaimanakah suatu bangsa memandang terhadap berbagai
permasalahan hidup di dunia serta sekelilingnya, dan bagaimana jalan yang hendak ditempuh
guna mengatasi masalah-masalah tersebut.
Maka telah sepantasnya bila setiap negara memiliki konstitusinya sendiri, sesuai dengan sejarah
perjuangan bangsanya, sesuai dengan filsafat dan cita-cita, kehendak dan program
perjuangannya, dan sesuai dengan jiwa, jalan pikiran, mentalitas dan kebudayaan bangsanya
sendiri. Bila dalam uraian di bawah ini terdapat kutipan dari beberapa konstitusi negara tertentu
adalah sekedar sebagai bahan perbandingan, dan menggambarkan betapa berbedanya konstitusi
suatu negara dengan konstitusi negara lain.
Konstitusi modern lahir didorong oleh kesadaran manusia akan kedudukan, hak dan kewajiban
dirinya sebagai manusia ciptaan Tuhan. Para filsuf seperti Thomas Hobbes, John Locke, J.J.
Rousseau memberikan saham yang sangat besar bagi kelahiran konstitusi modern ini. Dengan
gagasan-gagasan para filsuf inilah yang kemudian melahirkan konstitusi modern pertama di
Perancis dan Amerika.
Konstitusi modern bukan hanya merupakan usaha manusia dalam melindungi dirinya dari tindak
kesewenang-wenangan penguasa, tetapi lebih bersifat upaya untuk merealisasikan hak asasi
manusia, bagaimana kebebasan individu, dan kesetaraan dalam kehidupan sipil, politik,
ekonomi, sosial dan budaya dapat terselenggara dengan sepatutnya.
Orang mulai bertanya apakah hak penguasa untuk memerintah rakyat ? Siapakah yang
melimpahkan kekuasaan untuk memerintah ini ? Seberapa jauh kewenangan penguasa untuk
mengatur segala segi kehidupan rakyatnya ? dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang
dapat diajukan berkaitan dengan panerapan kekuasaan ini perlu dirumuskan dalam konstitusi
negaranya.

MAKNA DAN KEDUDUKAN PEMBUKAAN UUD 1945 BAGI BANGSA INDONESIA


Adalah sangat arif dan bijaksana bahwa MPR-RI dalam mengadakan perobahan pertama
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, tidak menyentuh Pembukaannya.
Bahkan dalam pembicaraan-pembicaraan yang berlangsung dalam sidang-sidangnya para
anggota MPR yang terhormat bermaksud untuk mempertahankan, untuk tidak merubah
Pembukaan Undang-Undang Dasar tersebut. Ada baiknya bila pada kesempatan ini diberikan
keyakinan bahwa ketetapan MPR-RI tidak merubah Pembukaan UUD 1945 adalah tepat dan
benar ditinjau dari pandangan teori tentang ketatanegaraan, ditinjau dari legalitas hukum di
negara Indonesia, ditinjau dari historis pembentukan dan penyusunannya, dan mungkin dari segi
yang lain.

<strong>Pandangan dari Teori Ketatanegaraan</strong>


Menurut Prof. Dr. Mr. Soepomo, bahwa suatu sistem pemerintahan tergantung pada Staatsidee
atau cita hukum yang dijadikan dasar pemerintahan tersebut. Mr. Soepomo menterjemahkan
Staatsidee ini dengan istilah dasar pengertian negara atau aliran pikiran negara J. Oppenheim
memberikan makna staatsidee ini sebagai hakekat yang paling dalam dari negara – de staats
diepste wezen –, kekuatan yang membentuk negara.
Rudolf Stammler berpendapat bahwa cita hukum ini ialah konstruksi pikiran yang merupakan
keharusan untuk mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat. Cita hukum
ini terletak di luar atau di atas sistem perundang-undangan suatu negara tetapi bersifat regulatif
dan konstitutif terhadap peraturan perundang-undangan dimaksud. Prof. Dr. Hamid S. Attamimi
menerangkan tanpa dasar cita hukum atau staatsidee ini, suatu tatanan hukum yang akan
kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum, dan apakah hukum positif yang berlaku adil atau
tidak adil.
Cita hukum ini akan terwujud dalam bentuk norma hukum negara yang tertinggi –
Staatsgrundnorm – yang oleh Hans Nawiasky disebut norma fundamental negara, atau
Staatsfundamentalnorm. Prof. Mr. Drs. Notonagoro menyebutnya dengan istilah pokok kaidah
fundamentil negara. Begitu penting kedudukan Staatsfundamentalnorm ini bagi existensi suatu
negara, karena akan menjadi jatidiri suatu negara. Perubahan Staatsfundamentalnorm akan
merubah jatidiri suatu negara yang akan berakibat terwujudnya suatu negara yang lain.
Seperti yang dijelaskan dalam Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,
bahwa, pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia, meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,
mewujudkan cita hukum – Rechtsidee – yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang
tertulis – Undang-Undang Dasar – maupun hukum yang tidak tertulis. Dengan demikian tidak
merubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah tepat sekali
ditinjau dari teori ketatanegaraan, karena tidak membubarkan suatu negara dan membentuk
negara baru.

Pandangan dari Legalitas Hukum


TAP MPRS No. XX/MPRS/1966, diantaranya menyebutkan bahwa :
“Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Pernyataan Kemerdekaan yang terperinci yang
mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan yang memuat
Pancasila sebagi Dasar Negara, merupakan suatu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 dan oleh karena itu tidak dapat dirubah oleh siapapun juga, termasuk MPRS hasil
pemilihan umum, yang berdasarkan pasal 3 dan pasal 37 Undang-Undang Dasar berwenang
menetapkan dan merubah Undang-Undang Dasar karena merubah isi Pembukaan berarti
pembubaran Negara…” dengan demikian tidak merubah Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 adalah sesuai dengan hukum yang berlaku di negara Indonesia.
Pandangan dari Histori Perumusan Pembukaan UUD 1945
Tidak dapat dipungkiri bahwa rumusan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ini merupakan
hasil karya para founding fathers atau bapak-ibu bangsa yang telah mengerahkan segenap pikiran
dan tenaga untuk menyumbangkan karya terbaik bagi bakal negara-bangsanya. Dalam situasi
yang penuh dengan resiko dan pengorbanan mereka berani mengambil tindakan yang sangat
menentukan bagi masa depan bangsanya.
Sebagai contoh bahwa perumusan Pembukaan UUD 1945 berlangsung dalam masa akhir
kekuasaan Jepang atas negeri ini, namun rumusan-rumusan Pambukaan UUD 1945, tidak
merujuk pada sistem pemerintahan yang berlaku di Jepang pada waktu itu. Konsekuensinya
tidak kecil, dapat saja mengundang kenpeitai, Pembukaan UUD 1945 adalah karya Jepang atau
sekurang-kurangnya karena tekanan Jepang adalah tidak beralasan.
Untuk memperkuat pendapat di atas dapat dikemukakan di sini pendapat Dr. Taufik Abdullah,
ahli peneliti utama LIPI yang memuat dalam Kompas tanggal 1 Januari 2000, halaman 15 sebagai
berikut :

Sejak awal panitia UUD yang dipimpin Soekarno, menyadari bahwa rancangan UUD harus
sejalan dengan pemikiran dasar Preambule. Kebetulan atau disengaja, yang jelas keseluruhan
“panitia sembilan “ yang memuat rancangan mukadimah/preambule UUD terdiri dari kaum
pergerakan dan wakil NU dan Muhammadiyah. Jadi mereka terdiri dari para “counter elite”
dalam tata masyarakat kolonial. Dipimpin oleh Soekarno, mereka adalah Hatta, Yamin, Sibardjo,
dan maramis, dari kalangan “nasionalis”, Abikusno dan Salim dari “nasionalis Islam” serta kahar
Muzakkir dan Wachid Hasyim dari golongan ulama. Dokumen yang mereka hasilkan bukanlah
sekedar “kompromi” (sesuatu yang kemudian malah dibatalkan, demi persatuan bangsa), tetapi
lebih penting lagi adalah, pantulan dari keyakinan sebagai bangsa”, visi kesejarahan, tujuan
bernegara, landasan kenegaraan.

Para anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia dengan sepenuh hati dan bersungguh-sungguh, atas keahlian dan
keyakinan masing-masing, mencoba untuk merumuskan yang terbaik Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945. Gagasan-gagasan atau dasar fikiran yang beliau-beliau kemukakan masih
tetap aktual sampai pada dewasa ini, seperti misal gagasan yang dikemukakan oleh Mr. M.
Yamin, Prof. Dr. Soepomo, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Bagus Hadikoesoemo, dsb. Masih
tetap menjadi wacana dalam bidang politik dan pemerintahan.
Bahwa terjadi perbedaan pendapat dalam mencoba merumuskan Pembukaan UUD 1945 adalah
wajar-wajar saja. Namun yang penting yang perlu dicatat, adalah kebesaran hati para founding
fathers, bahwa mereka adalah demokrat tulen, yang mau mengorbankan kepentingan pribadi,
meskipun menyangkut masalah yang sangat prinsipiil, demi kepentingan negara bangsa.
Untuk menghormati jasa-jasa para pendiri negara ini sudah sepantasnya bila kita lestarikan
karya agung mereka, sehingga merupakan bukti penghargaan dan penghormatan dapat
menghargai karya-karya para pendahulunya. Maka telah sepantasnya bila kita bangsa Indonesia
tetap bersepakat untuk tidak merubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, sebagai penghargaan dan penghormatan atas karya agung para founding fathers.

GAMBARAN STAATSFUNDAMENTALNORM DALAM PEMBUKAAN UUD

Di atas telah diuraikan betapa penting kedudukan Pembukaan dalam Konstitusi atau Undang-
Undang Dasar, yang sering disebut juga dengan istilah Preambule, atau Mukaddimah. Karena
dalam Pembukaan ini terkandung Staatfundamentalnorm yang merupakan prinsip atau
pandangan filsafati yang melandasi perumusan batang tubuh konstitusi, yang dijadikan pegangan
dalam hidup bernegara. Bahkan karena dalam Pembukaan itu termuat Staatsfundamentalnorm
yang merupakan penjabaran Staatsidee, maka merubah Pembukaan suatu UUD berarti merubah
atau membubarkan suatu negara. Berikut disampaikan contoh Pembukaan konstitusi dari
beberapa negara.

a. Konstitusi Amerika Serikat


Rumusan Preambule Konstitusi Amerika Serikat adalah sebagai berikut :
We the People of the United States, in order to form a more perfect Union, establish Justice,
insure domestic Tranquility, provide for the common defence, promote the general Welfare, and
secure the Blessing of Liberty to ourselves and our Posterity, do ordain and establish this
CONSTITUTION for the United States of America.

Untuk lebih memahami isi Preambule Konstitusi Amerika Serikat ini perlu pula kita fahami
pandangan filsafat yang melandasi Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, yang terdapat dalam
alinea pertama yang berbunyi sebagai berikut :

We hold these to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their
Creator with certain unalienable Rights, that among these are life, Liberty, and the pursuit of
Happiness — that to secure these rights, Government are instituted among Men, deriving their
just powers from the consent of the governed.

Dari alinea pertama Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat, dari Preambule Konstitusi Amerika
Serikat dapat kita temukan prinsip-prinsip dan konsep dasar penyelenggaraan negara Amerika
Serikat. Prinsip dan konsep tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pertama bangsa Amerika mengakui bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang dikaruniai hak-
hak tertentu yang tidak dapat diambil oleh siapapun juga. Diantaranya hak-hak tersebut adalah
hak hidup, hak kebebasan, dan hak mengejar kebahagiaan. Namun dalam langkah selanjutnya
bangsa Amerika tidak peduli lagi peran Tuhan bagi manusia dalam kehidupan kenegaraan. Tuhan
tidak dilibatkan dalam kehidupan bernegara.
2. Sumber kekuasaan pemerintah dalam melaksanakan tugasnya berasal dari rakyat yang
diperintah. Kekuasaan diterapkan berdasar persetujuan yang diperintah. Inilah prinsip
pemerintahan demokrasi, just power from the consent of the governed.
3. Konstistusi yang disusun tersebut diharapkan dapat menciptakan kondisi-kondisi
diantaranya : (a) more perfect union, (b) justice, tranquility, common defence, (c) general welfare,
dan (d) merealisasikan liberty. Jadi sudah sejak awal bangsa Amerika menginginkan persatuan,
keadilan, ketenangan, keamanan, kesejahteraan, dan terealisasikannya kebebasan dalam
kehidupan bernegara. Prinsip-prinsip inilah kemudian dapat kita amati dalam praktek kehidupan
kenegaraan di Amerika Serikat.

b. Undang-Undang Dasar Kerajaan Laos Tahun 1956


Sebagai bahan banding mengenai Pembukaan suatu konstitusi kami ambilkan dari kerajaan Laos.
Sengaja kami pilih kerajaan Laos adalah (1) kerajaan Laos merupakan salah satu negara di Asia
Tenggara, (2) termasuk sebagai negara berkembang, (3) negara yang berbentuk kerajaan
konstitusional, (4) memiliki satu agama negara yakni Buddha.
Berikut disampaikan Pembukaan Undang-Undang Dasar Kerajaan Laos, yang merupakan
terjemahan tidak resmi yang dilakukan oleh Prof. Dr. S. Prajudi Atmosudirdjo, SH dengan
kawan-kawan.

LAOS, sadar akan peranan yang dijamin oleh sejarahnya dan diyakinkan bahwa masa depannya
hanya terletak pada persatuan kembali Propinsi Tanah Air, dengan khidmat menegaskan
persatuan dan kemerdekaannya.
Rakyat Laos menegaskan kesetiaannya kepada Kerajaan dan kepada dinasti SRI BAGINDA
SISAVANG VONG, Raja Laos.
Rakyat menyatakan keinginannya agar diperintah oleh sistem pemerintahan yang demokratis.
Undang-Undang Dasar ini mengakui asas-asas pokok hak-hak Rakyat Laos teristimewa :
- persamaan kedudukan dalam hukum, perlindungan oleh Undang-undang terhadap mata
pencaharian, kebebasan berkata hati dan kebebasan-kebebasan demokratis lain, dengan syarat-
syarat dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Undang-undang :
dan menetapkan untuk mereka sebagai kewajiban mereka :
- berbakti kepada Tanah Air, menghormati suara hati, melakukan solidaritas, memenuhi
kewajiban keluarga, ketekunan dalam pekerjaan dan pelajaran, kejujuran, dan patuh kepada
undang-undang.

Dari pembukaan Undang-Undang Dasar Laos tesebut dapat ditarik suatu gambaran bahwa
Rakyat Laos mendambakan persatuan, hak asasi manusia, pemerintahan yang demokratis,
ketaatan pada Raja dan Undang-undang, serta memiliki sifat-sifat terpuji. Dambaan tersebut
tidak terlepas dari pengalaman sejarah Negara Laos yang cukup panjang, mulai dari pengalaman
penjajahan dari berbagai negara silih berganti, dan perpecahan rakyat Laos sebagai akibat sejarah
masa lampau.

c. Undang-Undang Dasar Negara Indonesia


Marilah sekarang kita mencoba untuk memahami prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang rumusannya adalah sebagi berikut :

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke dapan pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

Marilah kita cermati apa yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar ini.
a. Sumber Kekuasaan
1. Dalam alinea ketiga disebutkan bahwa pernyataan kemerdekaan itu adalah atas berkat rahmat
Allah Yang Maha Kuasa, hal ini bermakna bahwa kemerdekaan yang dinyatakan oleh rakyat
Indonesia itu semata-mata karena mendapatkan rahmat dan ridho Allah Yang Maha Kuasa.
Suatu pengakuan adanya suatu kekuasaan di atas kekuasaan manusia yang mengatur segala hal
yang terjadi di alam semesta ini. Dengan kata lain bahwa kekuasaan yang diperoleh rakyat
Indonesia dalam menyatakan kemerdekaan dan dalam mengatur kehidupan kenegaraan
bersumber dari Allah Yang Maha Kuasa.
2. Sementara itu dalam alinea keempat disebutkan bahwa negara Republik Indonesia tersusun
dalam bentuk kedaulatan rakyat, yang berarti bahwa sumber kekuasaan terletak di tangan rakyat.
Hal ini ditegaskan lebih lanjut dalam Bab I, pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa
“kemerdekaan adalah di tangan rakyat,…..”.
3. Dengan demikian terdapat dua sumber kekuasaan sekaligus, yakni bersumber pada Tuhan dan
bersumber pada rakyat.
4. Sebagai akibat maka perlu adanya suatu pola sistem penyelenggaraan pemerintahan sebagai
penerapan kekuasaan yang bersumber dari dua arah tersebut. Perlu dipikirkan bagaimana
menyusun suatu sistem yang mampu mengintegrasikan kedua sumber kekuasaan yang
bersumber dari Tuhan dan bersumber dari rakyat.

b. Hak Asasi Manusia


Perumusan hak asasi manusia dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar tidak begitu explisit,
namun bila kita cermati secara mendalam nampak dengan jelas bahwa Pembukaan UUD dijiwai
oleh konsep hak asasi manusia. Berikut kami sampaikan beberapa perumusan yang
menggambarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang dapat kita temukan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar.
1. Kemerdekaan yang dinyatakan oleh rakyat Indonesia ini adalah untuk menciptakan kehidupan
kebangsaan yang bebas, salah satu hak asasi manusia yang selalu didambakan, dan dituntut
untuk dapat direalisasikannya.
2. Kemerdekaan negara Indonesia berciri merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Merdeka, adil dan makmur merupakan suatu gambaran hak asasi manusia yakni hak kebebasan
dan hak mengejar kebahagiaan.
3. Keseluruhan alinea pertama merupakan penjabaran hak asasi manusia, yakni kebebasan dan
kesetaraan. Kemerdekaan, perikemanusiaan dan perikeadilan merupakan suatu penjabaran dari
kebebasan dan kesetaraan.

c. Faham Demokrasi
Negara Indonesia dengan jelas menganut faham demokrasi, yang mengakui kedaulatan di tangan
rakyat, serta susunan negara Republik Indonesia terbentuk dalam kedaulatan rakyat, yang
merupakan istilah lain dari demokrasi. Meskipun demokrasi yang diterapkan di negara Indonesia
hendaknya berdasar pada Pancasila.

d. Faham Persatuan
Yang diutamakan dalam kehidupan bernegara adalah keseluruhan rakyat Indonesia. Hal ini
terbukti dari rumusan-rumusan berikut :
1. Tujuan dibentuknya pemerintah negara Indonesia adalah untuk (1) melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3)
mencerdasakan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hal ini menggambarkan
bahwa kepentingan umum diletakkan di atas kepentingan pribadi tanpa kepentingan pribadi
dikorbankan atau diabaikan.
2. Yang ingin diwujudkan dengan berdirinya negara Indonesia ini adalah suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Nampak dalam rumusan tersebut bahwa bukan kepentingan
individu yang ditonjolkan tetapi keseluruhan rakyat Indonesia.
3. Dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan bahwa : “Negara” – begitu bunyinya – “melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan dasar persatuan dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Dalam pembukaan ini diterima
aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa
seluruhnya. Negara, menurut pengertian “pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi
segenap bangsa Indonesia seluruhnya. inilah suatu negara yang tidak boleh dilupakan.

e. Nilai-nilai Dasar yang terkandung dalam Pancasila


Pancasila yang tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar seperti tersebut di alinea
keempat oleh para pakar seperti Prof. Mr. Drs. Notonagoro, Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi, Prof.
Darji Damodiharjo, SH. Dinilai sebagai Staatsidee dan sekaligus sebagai Staatsfundamentalnorm,
mengandung nilai-nilai luhur yang besifat universal, yang tidak perlu diragukan akan
kebenarannya, seperti :
1. Mendudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, yang wajib dan sepantasnya untuk
bersyukur atas segala rahmat-Nya, sehingga merupakan hal yang benar apabila manusia
berterimakasih sayang-Nya, tunduk kepada segala perintah-Nya, serta mengagungkan kebesaran-
Nya.
2. Manusia memandang manusia yang lain dalam kesetaraan, didudukan sesuai dengan kodrat,
harkat, dan martabat sebagai ciptaan Tuhan. Manusia diakui akan hak-haknya, bahkan diakui
adanya perbedaan-perbedaan individu (faham pluralisme), namun perlu disadari bahwa
pluralisme tersebut hendaknya diterapkan dalam konteks bhinneka tunggal ika. Perlu pula
disadari bahwa hak-hak tersebut tiada lain untuk melaksanakan amanah Tuhan untuk
menciptakan kebaikan di dunia, bukan untuk merusak.
3. Bahwa rakyat yang menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan suatu kesatuan yang
memiliki sejarah hidup yang sama hingga terbentuk suatu karakter yang sama, dan memiliki cita-
cita yang sama merupakan suatu kesatuan yang disebut bangsa. Bangsa tersebut terikat oleh
jatidiri, berupa suatu pandangan hidup yang mengandung cita-cita serta norma yang menjadi
acuan dalam bersikap dan bertingkah laku. Adalah suatu hal yang wajar bila suatu bangsa
berusaha untuk mengusahakan terciptanya bangsa yang kokoh dan kuat dengan bersendi pada
jatidirinya.
4. Dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bersama, bangsa Indonesia memilih
suatu cara yang disebut musyawarah untuk mencapai mufakat; suatu cara yang menghormat
kedaulatan setiap unsur yang terlibat dalam kehidupan bersama. Hal inilah yang merupakan
dambaan bagi setiap manusia, didudukan sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya dan
diakui kedaulatannya.
5. Bahwa dalam kehidupan bersama yang diutamakan adalah kesejahteraan bersama,
kemakmuran bersama. Tiada akan ada artinya kesejahteraan dan kemakmuran pribadi tanpa
mengingat kesejahteraan dan kemakmuran pihak lain.
Apabila nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila ini diterapkan secara nyata dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara maka akan tercipta suatu suasana yang selaras atau
harmoni, serasi dan seimbang, sehingga tercipta keadilan.
Selaras atau harmoni menggambarkan suatu situasi yang tertib, teratur, damai, tentram. Dan
sejahtera bahagia. Hal ini disebabkan karena masing-masing unsur yang terlibat dalam
kehidupan bersama memahami dengan sungguh-sungguh kedudukan dan perannya dalam
kehidupan bersama sesuai dengan kodrat dan sifat alami yang dikaruniakan Tuhan. Apa yang
dikerjakan semata-mata demi kemaslahatan ummat manusia dan alam semesta. Situasi yang
semacam ini akan mengatar manusia dalam situasi kenikmatan duniawi maupun ukhrowi.
Dari gambaran tersebut di atas nampak bahwa nilai yang terkandung dalam Pancasila ini bersifat
universal, yang diperjuangkan oleh hampir semua bangsa-bangsa di dunia. Nilai-nilai dasar yang
terkandung dalam Pancasila memiliki daya tahan dan kemampuan untuk mengantisipasi
perkembangan zaman, karena Pancasila sebagai suatu ideologi memiliki persyaratan yang
dituntut bagi suatu ideologi bila ingin tetap menzaman. Apabila kita cermati dengan sungguh-
sungguh, maka Pancasila mengandung nilai-nilai dasar yang sangat sesuai bagi penerapan hak
asasi manusia dan demokrasi.

f. Landasan bagi Negara Kesatuan


Akhir-akhir ini dengan merebaknya gerakan reformasi, yang berciri penunaian hak asasi
manusia, khususnya penuntunan hak kebebasan dan demokrasi, berdampak negatif pula,
diantaranya adalah karena rakyat Indonesia pada umumnya masih belum faham makna hak
asasi manusia dan demokrasi secara tepat dan benar. Sebagai akibat timbul tindakan-tindakan
sesuka hati, tidak tunduk pada peraturan perundang-undangan, sehingga mengarah pada
tindakan yang anarkis. Situasi yang semacam ini akan sangat berbahaya karena akan mengantar
pada situasi disintegrasi negara bangsa, yang akan merugikan perjuangan reformasi. Sebagai
contoh dewasa ini berkembang wacana mengenai bentuk negara. Dengan berdalih
memperjuangkan keadilan sebagai realisasi tuntutan hak asasi manusia, dan dengan bersendi
pada prinsip kebebasan, masyarakat mulai mempersoalkan bentuk negara. Oleh karena itu sudah
sepantasnya pada kesempatan ini perlu dikupas apakah landasan fikir negara kesatuan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Menurut pendapat Carl J. Friedrich bahwa bentuk negara konfederasi, federasi dan kesatuan
merupakan bentuk pembagian kekuasaan secara teritorial, atau territorial devision of power.
Timbul pertanyaan adakah dasar fikiran dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang
melandasi bentuk-bentuk negara tersebut. Namun sebelum kita mencoba menelusuri Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, ada baiknya secara singkat kita uraikan mengenai bentuk negara
konfederasi, federasi, dan negara kesatuan sebagai realisasi territorial division of power.

1. Konfederasi atau Statenbond


Menurut pandapat L.Oppenheim dalam bukunya Edward M. Saint, yang berjudul Political
Institusion, bahwa : “A confederacy consists of number of full sovereign states linked together for
the maintenance of their external and internal independence by a recognized internatyional treaty
into a union with organs of its own, which are vested with a certain power over the members-
states, but not over the citizens of these states.” Oleh Prof. Mariam Budiardjo diterjemahkan
sebagai berikut : “Konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat penuh yang untuk
mempertahankan kemerdekaan extern dan intern, bersatu atas perjanjian internasional yang
diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai
kekuasaan tertentu terhadap negara anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap warganegara
negara-negara itu.”

2. Negara Federal atau Bondstaat


Ada berbagai pendapat mengenai negara federal ini, karena negara ferderal yang satu berbeda
dengan negara yang lain dalam menerapkan division of power. Menurut pendapat K.C. Wheare
dalam bukunya Federal Government, dijelaskan bahwa prinsip federal ialah bahwa kekuasaan
dibagi sedemikian rupa sehingga pemerintahan federal dan pemerintah negara bagian dalam
bidang-bidang tertentu adalah bebas satu sama lain. Misalnya dalam soal hubungan luar negeri
dan soal mencetak uang, pemerintah federal sama sekali bebas dari campur tangan dari
pemerintah negara bagian; sedangkan dalam soal kebudayaan, kesehatan dan sebagainya,
pemerintahan negara bagian biasanya bebas dengan tidak ada campur tangan dari pemerintah
federal. ( Meriam Budiradjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, hal 141).

3. Negara Kesatuan
Menurut C.F. Strong, negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang legislatif tertinggi
dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerinatah
pusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk
menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi. Kedaulatan ke
dalam maupun ke luar sepenuhnya terletak pada pemerintah pusat. Dengan demikian maka
kedaulatannya tidak terbagi. (Meriam Budiardjo, hal 140).
Maka sekarang marilah kita mencoba menelaah ada tidaknya prinsip-prinsip yang terkandung
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengenai bentuk-bentuk negara tersebut.
1. Pada alinea kedua disebutkan : “….. dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke
dapan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, berdaulat, adil dan
makmur.””istilah bersatu, tidak dapat diartikan bahwa kedaulatan negara Indonesia terpusat atau
terdistribusi dalam bentuk negara kesatuan atau federal. apakah kata bersatu memiliki makna
terpusatnya kekuasaan dan kedaulatan dipemerintahan pusat ? hal ini memerlukan argumen
yang cukup.
2. Salah satu unsur atau sila dasar negara Republik Indonesia adalah persatuan Indonesia. Untuk
dapat memahami makna persatuan Indonesia ini perlu ditelusuri terumuskannya sila tersebut.
Untuk itu perlu dicermati pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945.

Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, diantaranya mengusulkan sebagai dasar
negara yang akan dibentuk adalah kebangsaan, sebagai dasar terbentuknya negara kebangsaan,
nationale staat. Berikut kami cukilkan beberapa bagian dari pidato tersebut yang berkaitan
dengan dasar kebangsaan ini.
“ Diantara bangsa Indonesia, yang paling ada desir d`etre ensemble, adalah rakyat Minangkabau,
yang banyaknya kira-kira 2 1/2/ milyun. Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi
Minangkabau bukan satu kesatuan, melainkan hanya satu bagian daripada satau kesatuan.
Penduduk Yogya pun adalah merasa le desir d`etre ensemble, tetapi Yogya pun hanya satu bagian
kecil daripada satu kesatuan. Di Jawa Barat rakyat Pasundan sangat merasakan le desir d`etre
ensemble, tetapi Sunda pun hanya satu bagian kecil daripada kesatuan.”
Dari kutipan pidato tersebut tidak dapat dijadikan landasan bagi bentuk negara kesatuan. Apalagi
kalau kita ikuti lebih lanjut pidato Bung Karno, yang memberikan gambaran bahwa beberapa
contoh yang dikemukakan justru dari bentuk negara federal, seperti Jermaniraya, India, dan
sebagainya. Dengan demikian sila ke-tiga Pancasila tidak menjamin apakah bentuk negara itu
kesatuan atau federal, tetapi yang penting bahwa negara tersebut adalah negara kebangsaan yang
membentuk suatu kesatuan, suatu nation-state.
Untuk mencari landasan bentuk negara yang sebaiknya bagi negara Indonesia, dapat kita cari
dari pengalaman sejarah bangsa, sejak dari zaman penjajahan Belanda, zaman masa perang
kemerdekaan, sampai dewasa ini.
Kita perlu waspada adanya pihak-pihak yang masih ingin menerapkan politik penjajahan, yakni
divide et impera, pecah belah dan kuasai. Untuk menguasai Indonesia secara menyeluruh cukup
sulit dan memerlukan pertimbangan bertubi-tubi, tetapi bila negara Indonesia ini pecah menjadi
negara-negara kecil-kecil, tiada mustahil satu persatu akan lebih mudah untuk dikuasainya.
Dalam perjalanan sejarah negara bangsa Indonesia telah pernah memiliki bentuk negara federal,
yakni sebagai hasil perundingan meja bundar di Negeri Belanda pada tahun 1949. Negara-negara
bagian yang menjadi unsur negara federal tersebut adalah negara-negara bentukan BFO-NICA,
kecuali negara Republik Indonesia yang beribu kota di Yogyakarta. Namun tidak sampai satu
tahun negara federal tersebut telah berubah menjadi negara kesatuan lagi, karena keinginan
bersatu dari negara-negara bagian. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa rakyat
menghendaki kesatuan.
Timbulnya gagasan negara federal adalah didorong oleh keinginan daerah mendapatkan
perlakuan yang adil dalam pembagian rejeki, perlakuan yang adil dihadapan hukum, disamping
mungkin adapula yang didorong oleh suatu prinsip dasar yang perlu diterapkan dalam
pengaturan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dan kalau ini yang menjadi
motivasi keinginan adanya negara federal, kami kira bahwa negara federal tidak menjamin
tercapainya tujuan tersebut. Apakah dengan negara federal ini akan dapat menghapus atau me-
minimized terjadinya KKN, yang diduga sebagai sebab terjadinya ketidak adilan. Apakah efisiensi
kerja dijamin dengan terjadinya federasi ? dan apakah hukum akan dapat dijamin ditegakkan
dengan federasi ? Hal ini telah disadari oleh para founding fathers yang dapat kita temui sikapnya
dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi sebagai berikut :

Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat,
semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin
Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat para
penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-Undang
Dasar tadi tidak ada artinya dalam praktek.

Wacana atau debat mengenai bentuk negara kesatuan atau negara federal telah terjadi pula
dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dalam
Sidangnya yang ke-dua yang berlangsung dari tanggal 10 Juli 1945 sampai tanggal 16 Juli 1945
berikut kami kutipkan beberapa pendapat dari anggota BPUPKI tentang masalah bentuk negara
federasi atau negara kesatuan.

Anggota SOESANTO
Tentang uni atau federasi – sebab dalam rapat yang dahulu ada aliran yang suka kepada federasi
dan yang menyukai uni – di sini pertama saya berpendapat bahwa kita harus memahamkan arti
dan perbedaan antara uni dan federasi itu, yang mengenai 3 macam susunan negara.
Uni : yang berhak untuk berhubungan dengan luar negeri, hanya dan melulu pemerintah pusat.
Federasi yang bercorak Bondstaat : baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berhak
berhubungan dengan luar negeri. Dan pemerintah pusat berhak mengadakan aturan langsung
untuk semua penduduk.
Adapun perbedaan Bondstaat dan Statenbond ialah demikian. Dalam negara yang bersifat
Bondstaat baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berhak berhubungan dengan luar
negeri. Tetapi dalam Statenbond, pemerintah pusat tidak berhak langsung membuat aturan
untuk penduduk, melainkan hanya dengan perantaraan pemerintah daerah. Dengan mengingat
itu saya memilih bentuk uni, seperti juga yang dirancangkan di dalam rancangan Undang-
Undang Dasar yang telah saya usulkan.
Anggota SOEKIMAN
Tentang bentuk “unitaristisch” atau “federalistisch” , Tuan-tuan yang terhormat, juga di dalam
hal ini riwayat menunjukkan sesungguhnya, bahwa pada permulaan hubungan negara-negara
adalah sebagai perserikatan negara-negara, “bondstaat”, kemudian meningkat kepada
“bondstaat” dan pada akhirnya meningkat lagi kepada eenheidsstaat, karena “eenheidsstaat”
sesungguhnya menjamin satu urusan, satu bentuk yang se-efficient-efficient-nya. Kita dapat
melihat contohnya di dalam riwayat Jerman……
Amerika baru bertingkat kedua saja, belum sampai kepada tingkat yang sempurna, yaitu tingkat
yang dinamakan unitaristisch; belum meningkat kepada tingkat penghabisan……. maka lebih
baiklah saya terima bentuk yang paling akhir, yaitu bentuk sebagai eenheidsstaat, yaitu negara
persatuan. Karena di dalam pemandangan saya, untuk mendirikan suatu bondstaat, haruslah
sudah ada staat-staat.

Dari kutipan tersebut di atas nampak bahwa baik dari golongan kebangsaan atau Islam
cenderung untuk memilih bentuk negara kesatuan, dan terbukti bahwa itulah yang menjadi
pilihan para founding fathers, yang akhirnya disepakati oleh BPUPKI.
Menurut hemat kami cara terbaik dalam rangka menentukan bentuk negara adalah adanya
political will yang ditindak lanjuti dengan tindakan yang nyata dan konsekuen dari semua
lembaga negara untuk menciptakan clean government. Dan good governance lebih dahulu upaya
untuk mengadakan perubahan bentuk negara hanya akan mensita pikiran, biaya dan tenaga, yang
masih sangat disangsikan keberhasilannya.
Ada baiknya kalau kita pelajari hasil team reinventing government yang dibentuk oleh Presiden
Bill Clinton untuk memperbaiki sistem pemerintahan di Amerika Serikat. team tersebut
mengusulkan empat langkah dalam rangka memperbaiki sistem pemerintahan Amerika Serikat
dalam menghadapi globalisasi langkah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Konsolidasi, perlu segera diteliti adanya pekerjaan yang tumpang tindih yang perlu diatur lagi,
dan dikaji hal-hal yang terlewat yang belum digarap. Realisasi ini membutuhkan keberanian,
karena pasti akan memakan korban.
2. Otonomi dan desentralisasi. Harus segera diadakan pengaturan urusan-urusan yang harus
didesentralisasi. Hal ini untuk memotong birokrasi, sehingga efisiensi kerja dapat ditingkatkan.
3. Privatisasi, sejauh mungkin melibatkan swasta dalam melaksanakan kegiatan pembangunan.
Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan pengawas.
4. Terminasi, penghentian dari kegiatan yang tidak memiliki makna yang hanya membebani
rakyat.
Untuk merealisasikan langkah atau kebijasanaan tersebut pasti kepentingan pribadi disingkirkan,
yang diutamakan adalah kepentingan rakyat, sehingga memerlukan SDM yang dapat
dihandalkan.

HUBUNGAN DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI


A. HUBUNGAN DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI

1. MAKNA HUBUNGAN DASAR NEGARA DENGAN KONSTITUSI

Berdasarkan teori jenjang kelompok norma diatas, Konstitusi berada

dibawah Dasar negara. Konstitusi dibentuk, berlaku, bersumber, dan berdasar

pada dasar negara. Dasar negara sebagai norma dasar dan norma hukum tertinggi
menjadi sumber normatif bagi pembentukan konstitusi. Konstitusi negara sebagau

hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak tertulis pada hakekatnya berisi

aturan-aturan dasar penyelenggaraan bernegara sebagai pencerminan nilai-nilai

dan norma-norma dalan dasar negara.

Menurut Hamid S. Attamimi, bahwa dasar negara merupakan cita hukum

(Recht-Idee) yang menguasai hukum dasar negara, tertulis maupun tidak tertulis.

Cita hukum bearti gagasan, pikiran, rasa dan cipta mengenai hukum yang

diinginkan masyarakat. Cita hukum akan mengarahkan hukum pada cita-cita dari

suatu masyarakat. Dengan cita hukum maka hukum akan dibuat dan dibentuk

sesuai atau selaras dengan cita-cita dan harapan masyarakat. Dasar Negara

sebagai cita hukum memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu :

a. Fungsi regulatif, artinya cita hukum menguji apakah hukum yang

dibentuk adil atau tidak adil bagi masyarakat.

b. Fungsi Konstitutif, artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar

cita hukum maka hukum yang dibentuk akan kehilangan maknanya

ssebagai hukum.

2. HUBUNGAN DASAR NEGARA PANCASILA DENGAN UNDANG-

UNDANG DASAR 1945


Hubungan antara norma fundamental negara, Pancasila dengan aturan

dasar negara, yaitu undang-undang Dasar 1945 dapat ditemukan pada penjelasan

UUD 1945 (Sebelum di Amandemen), yaitu penjelasan umum Angka II sebagai

berikut :

”Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung

dalam pembukaan di dalam pasal-pasalnya. Pokok-pokok pikiran tersebut

meliputi suasana kebatinan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia.

Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (rechtsidee) yang

menguasai hukum dasar negara baik hukum dasar yang tertulis (UUD)

maupunhukum daras yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan

pokok-pokok pikiran didalam pasal-pasalnya.

Pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 ;

1. Negara persatuan, yaitu negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa

Indonesia Negara yang mengatasi paham golongan dan perseorangan, serta

menghendaki persatuan segenap bangsa Indonesia.

2. Keadilan sosial, yaitu negara mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

3. Kedaulatan rakyat, yaitu Negara berdasar atas paham kedaulatan rakyat,

beardasar atas kerakyatan dan permusyawaratan / Perwakilan.

4. Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 tidak lain adalah pancaran

dari nilai nilai dasar Pancasila. Nilai nilai Pancasila itu selanjutnya dijabarkan

dalam pasal-pasal UUD 1945.

Standar Kompetensi : 4. Menganalisis Hubungan Dasar Negara Dengan Konstitusi

Kompetensi Dasar : 4.2. Menganalisis Substansi Konstitusi Negara

A. SUBSTANSI ISI KONSTITUSI

1. SIFAT DAN FUNGSI KONSTITUSI


Sifat pokok konstitusi negara adalah fleksibel (luwes) dan rigit (kaku).

Konstitusi negara memiliki sifat fleksibel / luwes apabila konstitusi itu

memungkinkan adanya perubahan sewaktu-waktu sesuai perkembangan jaman

/dinamika masyarakatnya. Sedangkan konstitusi negara dikatakan rigit / kaku apabila

konstitusi itu sulit untuk diubah kapanpun.

Fungsi pokok konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian

rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang.

Pemerintah sebagai suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas

nama rakyat, terkait oleh beberapa pembatasan dalam konstitusi negara sehigga

menjamin bahwa kekuasaan yang dipergunakan untuk memerintah itu tidak

disalahgunakan. Dengan demikian diharapkan hak-hak warganegara akan terlindungi.

Sesuai dengan istilah konstitusi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang

diarti kan sebagai 1) Segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan; 2)

Undang-undang Dasar suatu negara. Berdasarkan pengertian tersebut, konstitusi

merupakan tonggak atau awal terbentuknya suatu negara dan menjadi dasar utama

bagi penyelenggara negara. Oleh sebab itu, konstitusi menempati posisi penting dan

strategis dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi juga menjadi tolok

ukur kehidupan berbangsa dan bernegara yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan

para pendahulu sekaligus memuat ide-ide dasar yang digariskan oleh pendiri negara

( the founding fathers ). Konstitusi memberikan arahan kepada generasi penerus

bangsa dalam mengemudikan negara menuju tujuannya.

2. ISI / SUBSTANSI KONSTITUSI

Isi konstitusi umumnya hanya memuat aturan-aturan pokok, hana memuat

garis-garis besar sebagai instruksi kepada pusat dan lain-lain penyelenggara negara

untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Aturan-aturan

asng lebih rinci diserahkan pengaturannya kepada undang-undang yang berada

dibawah konstitusi, yang lebih mudah untuk dibuat, diperbaharui, maupun dicabut.
Menurut Miriam Budiardjo, setiap Undang-undang Dasar / Konstitusimemuat

ketentuan-ketentuan sebagai berikt :

1. Organisasi Negara. Misalnya: pembagian kekuasaan antara badan Eksekutif,

Legeslatif dan Yudikatif. Masalah pembagian kekuasaan antara pemerintah

pusat / pemerintah federal dengan pemerintah daerah / pemerintah negara bagian;

Prosedur penyelesaian masalah pelanggaran yurisdiksi lembaga negara.

2. Hak-hak asasi manusia

3. Prosedur mengubah Undang-undang dasar

4. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari Undang-

undang Dasar.

You might also like