You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al Qur’an dan Nabi dengan sunnahnya merupakan dua hal pokok
dalam ajaran Islam. Keduanya merupakan hal sentral yang menjadi
”jantung” umat Islam. Karena seluruh bangunan doktrin dan sumber
keilmuan Islam terinspirasi dari dua hal pokok tersebut. Oleh karena
sangat wajar dan logis bila perhatian dan apresiasi terhadap keduanya
melebihi perhatian dan apresiasi terhadap bidang yang lain.
Seperti kita ketahui bahwa al-Qur’an merupakan buku petunjuk
(kitab hidayah) khususnya bagi umat Islam serta umat manusia pada
umumnya. Al-Qur’an juga menjadi Manhajul hayah (Kurikulum kehidupan)
bagi manusia di dalam meniti hidup di gelanggang kehidupan ini. Satu hal
yang juga disepakati oleh seluruh ummat Islam ialah kedudukan al-Qur’an
sebagai sumber utama hukum Islam, pembahasan berikut akan
menjelaskan berbagai alasan (hujjah) yang menguatkan kesepakatan
umat tersebut. 
Al-Quran merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad S.A.W. yang merupakan mu’jizat.
Al-Quran juga merupakan petunjuk bagi kehidupan manusia, maka
Al-Quran adalah sebagai sumber hukum Islam. Allah S.W.T berfirman di
dalam Al-Quran :
      
          
        
   
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya.”
Ayat Al Qur’an di atas menjelaskan bahwa kedudukan Al Qur’an
sebagai pedoman bagi kehidupan manusia (Sumber Hukum Islam). Maka
dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Al Qur’an

1
merupakan pedoman yang akan menuntun manusia menuju kebahagiaan
di dunia dan di akhirat.

B. Tujuan Pembahasan
Dalam suatu perbuatan pastinya memiliki suatu tujuan yang
hendak dicapai yang sesuai dengan harapan. Begitu juga dengan
penyusunan makalah ini. Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah Metodologi Studi Islam.
2. Ingin mengetahui pengertian dan Sejarah Al Qur’an
3. Untuk mengetahui isi kandungan Al Qur’an
4. Untuk mengetahui manfaat diturunkannya Al Qur’an bagi manusia

C. Metode Pencarian Data


Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan
beberapa metode. Adapun metode pencarian data yang digunakan
penulis adalah sebagai berikut :
1. Metode Book Survey adalah suatu metode dimana penulis berusaha
menurut kemampuan sendiri dengan memilih buku-buku yang ada
kaitannya dengan masalah-masalah yang akan dibahas dari literature-
literatur, buku-buku dan media bacaan lainnya (Irawati Singgaribun,
1987 : 20).
2. Metode Komparatif adalah suatu metode dimana penulis
membandingkan data yang ada antara data yang satu dengan yang
lainnya setelah mengadakan penelitian dan pertimbangan (M.K. Abdul
Kohor, 1985 : 392).
3. Metode Deskriftif yaitu suatu metode yang berdasarkan fakta dimasa
lampau dan masa sekarang dengan cara mempelajari metode ini
melalui faktor pengumpul data yang didapat dari buku, majalah
ataupun sumber lain yang dapat mendukung paper ini (Arifin, 1987 :
54).

2
D. Sistematika Pembahasan
Dalam menuangkan materi yang penyusun buat ini, menginginkan
hasil yang teratur, baik dan rapi serta sesuai dengan prosedur dan
harapan. Sistematika pembahasan yang dapat penyusun sajikan, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pembahasan
C. Metode Pencarian Data
D. Sistematika Pembahasan
BAB II AL QUR’AN SEBAGAI PEDOMAN BAGI MANUSIA
A. Pengertian Al Qur’an
B. Sejarah Tentang Al Qur’an
C. Isi Kandungan Al Qur’an
D. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum
E. Manfaat Diturunkannya Al Qur’an
F. Nama-nama Lain Dari Al Qur’an
G. Fungsi dan Kedudukan Al Qur'an
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
B. Kata Penutup

3
BAB II
AL QUR’AN SEBAGAI PEDOMAN BAGI MANUSIA

A. Pengertian Al Qur’an
Di kalangan para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat di
sekitar pengertian al-Qur’an baik dari bahasa maupun istilah. As-Syafi’i
misalnya mengatakan bahwa Al-Qur’an bukan berasal dari kata apa pun,
dan bukan pula ditulis dengan hamzah. Lafadz tersebut sudah lazim
dipergunakan dalam pengertian kalamullah (firman Allah) yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Sementara Al-Farra berpendapat bahwa
lafadz al-Qur’an berasal dari kata qarain jamak dari kata qarinah yang
berarti kaitan ; karena dilihat dari segi makna dan kandungannya ayat-
ayat al-Qur’an itu satu sama lain saling berkaitan. Selanjutnya Al-Asy’ari
dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafadz al-Qur’an diambil dari
akar kata qarn yang berarti menggabungkan sesuatu atas yang lain;
karena surah-surah dan ayat-ayat al-Qur’an satu dan lainnya saling
bergabung dan berkaitan.
Pengertian-pengertian kebahasaan yang berkaitan dengan al-
Qur’an tersebut sungguh pun berbeda tetapi masih dapat ditampung oleh
sifat dan karakteristik al-Qur’an itu sendiri, yang antara lain ayat-ayatnya
saling berkaitan satu dan lainnya. Oleh karena itu penulis mencoba pula
untuk memaparkan pengertian al-Qur’an secara etimologis dan
terminologis berdasarkan pendapat beberapa ahli.
Secara etimologis, al-Qur’an merupakan Masdar dari kata kerja
“Qoroa” yang berarti bacaan atau yang ditulis, sedang menurut Quraish
Shihab berarti bacaan yang sempurna.
Secara terminologis para ulama mengemukakan berbagai definisi
sebagai berikut :
Safi’ Hasan Abu Thalib menyebutkan :

4
‫الق ران هو الكت اب م نزل بالفاظه العربية ومعانيه من عند اهلل تع الى عن طريق ال وحي الى الن بي محمد‬

‫عليه الصالة والسالم و هو اسا س الشريعة واصلها االول‬

Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan dengan lafal Bahasa Arab dan
maknanya dari Allah SWT melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW, Ia merupakan dasar dan sumber utama bagi syariat.

Dalam hubungan ini Allah sendiri menegaskan dalam firman-Nya :


      
Artinya “Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf : 2)

Sedangkan menurut Zakaria al-Birri, yang dimaksud al-Qur’an


adalah :
‫الكتاب و يسمى القران هو كالم اهلل تعاىل املنزل على رسوله حممد صلى اهلل عليه و سلم باللفظ العربية و‬

‫املنقول بالتواتر و املكتوب ىف املصاحف‬

Al-Kitab yang disebut al-Qur’an dalah kalam Allah SWT, yang diturunkan
kepada Rasul-Nya Muhammad SAW dengan lafal Bahasa Arab dinukil
secara mutawatir dan tertulis pada lembaran-lembaran mushaf.
Sementara Al-Ghazali dalam kitabnya al-Mustasfa menjelaskan
bahwa yang dimaksud al-Quran adalah :
‫القران و هو قول اهلل تعالى‬

“Al-Qur’an yaitu merupakan firman Allah SWT.”


Dari ketiga definisi di atas, pada dasarnya mengacu pada maksud
yang sama. Definisi pertama dan kedua sama-sama menyebutkan bahwa
al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW dengan menggunakan bahasa Arab. Adapun bedanya definisi
kedua lebih menegaskan bahwa al-Qur’an dinukil secara mutawatir.
Adapun definisi ketiga, yang dikemukakan oleh Al-Ghazali ternyata hanya
menyebutkan bahwa al-Qur’an  merupakan firman Allah SWT, akan tetapi
, Al-Ghazali dalam uraian selanjutnya menyebutkan bahwa al-Qur’an

5
bukanlah perkataan Rasulullah, beliau hanya berfungsi sebagai orang
yang menyampaikan apa yang diterima dari Allah SWT.
‫بل هو خمرب عن اهلل تعاىل انه حكم بكذا و كذا‬

Nabi hanya berfungsi pembawa atau penyampai apa-apa yang diterima


dari Allah, bahwa Allah menetapkan hukum-hukum.
Untuk lebih memperjelas definisi al-Qur’an ini penulis juga nukilkan
pula pendapat Dawud al-Attar. Di mana beliau menyebutkan bahwa,  Al-
Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
secara lafaz (lisan), makna serta gaya bahasa (uslub)-nya, yang
termaktub dalam mushaf yang dinukil secara mutawatir.
Definisi di atas mengandung beberapa kekhususan sebagai
berikut :
a.  Al-Qur’an sebagai wahyu Allah, yaitu seluruh ayat Al-Qur’an adalah
wahyu Allah; tidak ada satu kata pun yang datang dari perkataan atau
pikiran Nabi.
b.  Al-Qur’an diturunkan dalam bentuk lisan dengan makna dan gaya
bahasanya. Artinya isi maupun redaksi Al-Quran datang dari Allah
sendiri.
c.  Al-Qur’an terhimpun dalam mushaf, artinya Al-Qur’an tidak mencakup
wahyu Allah kepada Nabi Muhammad dalam bentuk hukum-hukum
yang kemudian disampaikan dalam bahasa Nabi sendiri.
d.  Al-Qur’an dinukil secara mutawatir, artinya Al-Qur’an disampaikan
kepada orang lain secara terus-menerus oleh sekelompok orang yang
tidak mungkin bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah
orang dan berbeda-bedanya tempat tinggal mereka.
Sebetulnya masih terdapat sejumlah definisi lain yang dirumuskan
oleh para Ulama, tetapi kelihatannya mengandung maksud yang sama
meskipun secara redaksional berbeda.
Dalam kaitannya dengan sumber dalil, al-Qur’an oleh ulama ushul
sering disebut dengan al-Kitab. Umumnya di dalam kitab-kitab ushul, para

6
ulama ushul dalam sistematika dalil yang mereka susun menyebut al-
Quran dengan al-Kitab.
Hal ini tentu saja bisa dipahami, sebab di dalam al-Qur’an sendiri
sering disebut al-Kitab –yang dimaksud adalah al-Qur’an. Seperti firman
Allah :
          
Artinya : Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an


merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW dengan
menggunakan bahasa Arab, yang penukilannya disampaikan secara
mutawatir, dari generasi ke generasi, hingga sampai sekarang ini,
Penukilan al-Qur’an dilakukan oleh para sahabat dengan menghafalnya
dan menyampaikan ke generasi setelah mereka melalui sanad yang
mutawatir. Dengan demikian otentisitas dan keabsahan al-Qur’an dan
terpelihara sepanjang masa serta tidak akan pernah berubah. Hal
dibenarkan oleh Allah dalam firman-Nya :
       
Artinya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr : 9)

B. Sejarah Tentang Al Qur’an


“Qur’an” menurut pendapat yang kuat seperti yang dikemukakan
Dr. Subhi Al Salih berarti “bacaan” asal kata qaraa. Kata Qur’an itu
berbentuk masdar dengan arti islim maf’ul yaitu maqru (dibaca). Di dalam
Al Qur’an sendiri ada pemakaian kata “Qur’an” dalam arti demikian
sebagai tersebut dalam ayat 17, 18 surat (75) Al Qiyaamah:
       
 
Artinya : Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah
selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.

7
Kemudian dipakai kata “Qur’an itu untuk Al Qur’an yang dikenal
sekarang ini. Adapun definisi al Qur’an ialah : “Kalam Allah SWT yang
merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi
Muhammad dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan
mutawatir serta membacanya adalah ibadah.”
Dengan definisi ini, Kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi
selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al Qur’an, seperti Taurat
yang diturunkan kepada Nabi Musa AS, atau Injil yang diturunkan kepada
Nabi ‘Isa AS. Demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah,
seperti Hadits Qudsi, tidak pula dinamakan Al Qur’an.
1. Cara-cara Al Qur’an diwahyukan
Nabi Muhammad SAW dalam menerima wahyu mengalami
bermacam-macam cara dan keadaan, diantaranya :
a. Malaikat memasukan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini
Nabi Muhammad SAW tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau
merasa bahwa itu sudah berada saja dalam qalbunya. Mengenai
hal ini Nabi mengatakan: “Ruhul qudus mewahyukan ke dalam
qalbunya”, Firman Allah SWT QS. Asy Syuura : 51 ;
          
       
     
Artinya “Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah
berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau
dibelakang tabir[1347] atau dengan mengutus seorang utusan
(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa
yang dia kehendaki. Sesungguhnya dia Maha Tinggi lagi Maha
Bijaksana.”
b. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-
laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau
mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
c. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara
inilah yang amat berat dirasakan nabi. Kadang-kadang pada

8
keningnnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di
musim dingin yang sangat.
d. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang
laki-laki seperti keadaan poin b, tetapi benar-benar seperti rupanya
yang asli.

2. Hikmah diturunkan Al Qur’an secara berangsur-angsur


Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 22
tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun
di Madinah. Hikmah Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur itu
ialah :
a. Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan.
b. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh,
sesuai dengan kemaslahatan.
c. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi akan lebih menegaskan dan lebih berpengaruh di hati.
d. Memudahkan menghafal.
e. Di antara ayat-ayat yang merupakan jawaban daripada pertanyaan
atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagai dikatakan
oleh Ibnu ‘Abbas ra. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al Qur’an
diturunkan sekaligus.

3. Ayat-ayat Makkiyyah dan ayat-ayat Madaniyyah


Ditinjau dari segi masa turunnya, maka Al Qur’an itu dibagi atas
dua golongan:
a. Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah atau sebelum Nabi
Muhammad SAW hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat
Makkiyyah
b. Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi
Muhammad SAW hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat
Madaniyyah.

9
Ayat-ayat Makkiyyah meliputi 19/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas
86 surat, sedang ayat-ayat Madaniyyah meliputi 11/30 dari isi Al
Qur’an teridiri dari 28 surat.
Perbedaan ayat-ayat Makkiyyah dengan ayat-ayat Madaniyyah ialah :
No. Ayat-ayat Makkiyyah Ayat-ayat Madaniyyah
Pada umumnya pendek- Ayat-ayatnya panjang-
1.
pendek panjang
Surat-surat Makkiyyah Terdapat perkataan “ya
adalah sebaliknya dari surat- ayyuhalladzina aamanu”
2.
surat Madaniyyah sedikit perkataan “ya
ayyuhannaas”
Pada umumnya Surat-surat Madaniyyah
mengandung hal-hal yang adalah sebaliknya dari
berhubungan dengan surat-surat Makkiyyah
keimanan, ancaman dan
3.
pahala, kisah-kisah umat
yang terdahulu yang
mengandung pengjaran dan
budi pekerti

C. Isi Kandungan Al Qur’an


Al Qur’an adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW yang mengandung petunjuk-petunjuk bagi umat
manusia.
Al Qur’an diturunkan untuk menjadi pegangan bagi mereka, yang
ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Tidak diturunkan hanya
untuk umat atau untuk suatu abad, tetapi untuk seluruh umat manusia
dan untuk sepanjang masa, karena itu luas ajaran-ajarannya adalah
sama dengan luasnya umat manusia.
Al Qur’an mengajarkan supaya manusia tetap suci, tetapi tidak
dengan jalan kebiri. Manusia harus berbakti kepada Tuhan, tetapi jangan
menjadi rahib. Manusia harus berendah hati, tetapi jangan melupakan
harga diri.
Salah satu comtoh ajaran-ajaran Al Qur’an

10
Dalam QS. Al Baqarah ayat 2-4 ditegaskan :
          
     
        
     
Artinya : 2. Kitab[11] (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertaqwa[12], 3. (yaitu) mereka yang beriman[13]
kepada yang ghaib[14], yang mendirikan shalat[15], dan menafkahkan
sebahagian rezki[16] yang kami anugerahkan kepada mereka. 4. Dan
mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan
kepadamu dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu[17], serta
mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat[18].
[11] Tuhan menamakan Al Quran dengan Al Kitab yang di sini berarti yang ditulis, sebagai isyarat
bahwa Al Quran diperintahkan untuk ditulis.
[12] takwa yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-
Nya; dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja.
[13] Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa.
tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.
[14] yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. percaya kepada yang ghjaib
yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera,
Karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah, malaikat-malaikat, hari
akhirat dan sebagainya.
[15] Shalat menurut bahasa 'Arab: doa. menurut istilah syara' ialah ibadat yang sudah dikenal,
yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan
pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan
teratur, dengan melangkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun
yang batin, seperti khusu', memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya.
[16] Rezki: segala yang dapat diambil manfaatnya. menafkahkan sebagian rezki, ialah
memberikan sebagian dari harta yang Telah direzkikan oleh Tuhan kepada orang-orang yang
disyari'atkan oleh agama memberinya, seperti orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum
kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain.
[17] Kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelum Muhammad s.a.w. ialah kitab-kitab yang
diturunkan sebelum Al Quran seperti: Taurat, Zabur, Injil dan Shuhuf-Shuhuf yang tersebut dalam
Al Quran yang diturunkan kepada para rasul. Allah menurunkan Kitab kepada Rasul ialah dengan
memberikan wahyu kepada Jibril a.s., lalu Jibril menyampaikannya kepada rasul.
[18] Yakin ialah kepercayaan yang Kuat dengan tidak dicampuri keraguan sedikitpun. akhirat
lawan dunia. kehidupan akhirat ialah kehidupan sesudah dunia berakhir. yakin akan adanya
kehidupan akhirat ialah benar-benar percaya akan adanya kehidupan sesudah dunia berakhir.

Al Qur’an menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu


mereka yang memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala
perintah-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya.
Ayat-ayat tersebut di atas mengandung 5 prinsip, yaitu :
1. Percaya kepada yang ghaib, yaitu Allah dan para malaikat-Nya.
2. Percaya kepada wahyu yang diturunkan oleh Allah.
3. Percaya kepada adanya akhirat.
4. Mendirikan shalat.

11
5. Menafkahkan sebagian dari rezeki, yang dianugerahkan kepadanya
oleh Allah.
Selain kandungan ayat di atas, kandungan Al Qur’an juga di
dalamnya hal-hal sebagai berikut :
1. Beriman kepada Nabi-nabi
2. Beriman kepada qadar
3. Mengucapkan dua kalimat syahadat
4. Shaum atau puasa
5. Zakat dan
6. Haji

D. Al Qur’an Sebagai Sumber Hukum


Seluruh mazhab dalam Islam sepakat bahwa al-Qur’an adalah
sumber hukum yang paling utama, dengan kata lain, al-Qur’an
menempati posisi awal dari tertib sumber hukum dalam berhujjah. al-
Qur’an dipandang sebagai sumber hukum yang utama dari sumber-
sumber yang ada. Safi’ Hasan Abi Thalib menegaskan :
 
‫يعترب الق ران املص در االول االحك ام الش رعية اما بقية املص ادر فهى تابعة له ومتفرعة عنه ومن مث حيتل املرتبة‬

‫االوىل ىف االستبدال فال جيوز العدول عنه اىل غريه اال اذا خال من حكم للحالة املعروضة‬

Al-Qur’an dipandang sebagai sumber utama bagi h ‫ع‬kum-hukum


syari’at. Adapun sumber-sumber lainnya adalah sumber yang menyertai
dan bahkan cabang dari al-Qur’an. Dan dari sini, jelas bahwa al-Qur’an
menempati posisi utama dalam berargumentasi, tidak boleh pindah
kepada yang lain kecuali apabila tidak ditemukan di dalamnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, jelaslah bahwa al-Qur’an adalah
sumber hukum utama dalam ajaran Islam. Adapun sumber-sumber
lainnya merupakan pelengkap dan cabang dari al-Qur’an, karena pada
dasarnya sumber-sumber lain itu akan kembali kepada al-Qur’an. Al-
Ghazali bahkan mengatakan, pada hakikatnya sumber hukum itu satu,

12
yaitu firman Allah SWT. Sebab sabda Rasulullah bukanlah hukum, tetapi
sabda beliau merupakan pemberitaan tentang bermacam-macam hukum
Allah SWT.
‫ب ان اصل االحك ام واحد وهو ق ول اهلل تع اىل اذ ق ول الرس ول ص لى اهلل تع اىل عليه و س لم ليس حبكم وال‬

‫ملزم بل هو خمرب عن اهلل تعاىل انه حكم بكذه و كذا‬

Dari uraian di atas jelas bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah,


menjadi sumber utama dalam melakukan istinbath hukum. Tidak seorang
pun ulama dan umat Islam yang membantahnya.

E. Manfaat Diturunkannya Al Qur’an


Sesuai definisi di atas maka kita dapat mengetahui manfaat dan
tujuan diturunkannya Al-Quran, diantaranya sebagai berikut:
1. Hudan
Yaitu Al-Quran sebagai bagi kehidupan manusia dari kesesatan
menuju jalan taat kepada Allah.
2. Bayan
Yaitu menjelaskan hukum-hukum untuk menjadi kemaslahatan
bagi seluruh umat manusia.
3. Furqan
Yaitu untuk membedakan antara yang haq dan batil, benar dan
salah.

F. Nama-nama Lain dari Al Quran


Al-Qur'an mempunyai beberapa nama yang
kesemuanya menunjukkan kedudukannya yang tinggi dan luhur, dan
secara mutlak Al-Qur'an adalah kitab samawy yang paling mulia
Karenanya dinamailah kitab samawy itu dengan: Al-Qur'an, Al-
Furqan, At-Tanzil, Adz-Dzikr, Al-Kitab dsb. Seperti halnya Allah juga telah
memberi sifat tentang Al-Qur'an sifat-sifat yang luhur antara lain; nur
(cahaya), hudan (petunjuk), rahmat, syifa' (obat), mau'izhah (nasihat),

13
'aziz (mulia), mubarak (yang diberkahi), basyir (pembawa khabar baik),
nadzir (pembawa khabar buruk) dan sifat-sifat lain yang menunjukkan
kebesaran dan kesuciannya.
Alasan penamaan
1. Alasan dinamainya dengan Al-Qur'an ialah karena banyak (kata-kata
Al-Qur'an) terdapat dalam ayat, antara lain firman Allah SWT:
    
Qâf. Demi Al-Qur'an yang sangat mulia. (QS. Qâf: 1).
Dan Firman-Nya:
      
Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberi petunjuk pada jalan yang amat
lurus. (Al-Isrâ: 9).
2. Alasan Al-Qur'an dinamai dengan Al-Furqan sebagaimana tertera
dalam firman Allah SWT:
       
 
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur'an) kepada
hambanya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.
(Al-Furqan: 1).
3. Alasan Al-Qur'an diberi nama dengan At-Tanzil, sebagaimana tertera
dalam firman Allah SWT:
        

Dan sesungguhnya Al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan
semesta alam, ia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril as). (Asy-
Su'arâ: 192-193).
4. Alasan dinamakan dengan Adz-Dzikr, sebagaimana firman Allah SWT:
       
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr: 9).
5. Sedangkan dinamakan dengan Al-Kitab sebagaimana tertera dalam
firman Allah SWT:

14
         
    
Hâ Mîm. Demi Kitab (Al-Qur'an) yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi. (Ad-Dukhân: 1-3).

G. Fungsi dan Kedudukan Al Qur'an


1. Fungsi Al-Qur’an
a. Pengganti kedudukan kitab suci sebelumnya yang pernah
diturunkan Allah SWT
b. Tuntunan serta hukum untuk menempuh kehidupan
c. Menjelaskan masalah-masalah yang pernah diperselisihkan oleh
umat terdahulu
d. Sebagai Obat
 

Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi obat dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan (Alquran itu) tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”. (Al-
Isra' (17): 82).

 
2. Kedudukan Al Qur’an
a. Kitabul Naba wal akhbar (Berita dan Kabar), QS. An Naba’ (7 : 1-2)
      
1. Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?
2. Tentang berita yang besar

b. Kitabul Hukmi wa syariat (Kitab Hukum Syariah), QS. Al Maidah (5)


: 49-50
       
       
         
       
       
     

15
49. Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka,
supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa
yang Telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari
hukum yang Telah diturunkan Allah), Maka Ketahuilah bahwa
Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah
kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan
Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik.
50. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan
(hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang yakin ?

c. Kitabul Jihad, QS. Al Ankabut (29) : 69


        
 
69. Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan)
kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-
jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-
orang yang berbuat baik.

d. Kitabul Tarbiyah, QS. Ali Imran (3) : 79


        
          
      
 
79. Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan
kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada
manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku
bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah
kamu menjadi orang-orang rabbani[208], Karena kamu selalu
mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.

[208] Rabbani ialah orang yang Sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah
s.w.t.

e. Minhajul Hayah (Pedoman Hidup), 


f. Kitabul Ilmi, QS. Al Alaq (96) : 1-5
        
        

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,

16
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],

[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.


 
e. Al Qur’an Sebagai Minhajul Hayah (Pedoman Hidup)
Konsepsi inilah yang pada akhirnya dapat mengeluarkan
umat manusia dari kejahiliyahan menuju cahaya Islam. Dari kondisi
tidak bermoral menjadi memiliki moral yang sangat mulia. Dan
sejarah telah membuktikan hal ini terjadi pada sahabat Rasulullah
SAW. Sayid Qutub mengemukakan (1993 : 14) :
“Bahwa sebuah generasi telah terlahir dari da’wah –yaitu
generasi sahabat –yang memiliki keistimewaan tersendiri dalam
sejarah umat Islam, bahkan dalam sejarah umat manusia secara
keseluruhan. Generasi seperti ini tidak muncul kedua kalinya ke
atas dunia ini sebagaimana mereka… Meskipun tidak disangkal
adanya beberapa individu yang dapat menyamai mereka, namun
tidak sama sekali sejumlah besar sebagaimana sahabat dalam
satu kurun waktu tertentu, sebagaiamana yang terjadi pada
periode awal dari kehidupan da’wah ini…”

Cukuplah kesaksian Rasulullah SAW menjadi bukti


kemulyaan mereka, manakala beliau mengatakan dalam sebuah
haditsnya:

‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ


َ ُّ ‫صنْي ٍ َرض َي اللَّهُ َعْن ُه َما قَ َال قَ َال النَّيِب‬
ِ
َ ‫عن ع ْمَرا َن بْ َن ُح‬

 ‫ين َيلُو َن ُه ْم‬ ِ َّ ِ َّ ‫يِن‬


َ ‫ين َيلُو َن ُه ْم مُثَّ الذ‬
َ ‫َخْيُر ُك ْم َق ْر مُثَّ الذ‬
“Dari Imran bin Hushain ra, Rasulullah SAW bersabda: ‘Sebaik-baik
kalian adalah generasi yang ada pada masaku (para sahabat) ,
kemudian generasi yang berikutnya (tabi’in), kemudian generasi yang
berikutnya lagi (atba’ut tabiin). (HR. Bukhari)”

Imam Nawawi secara jelas mengemukakan bahwa yang


dimaksud dengan ‘generasi pada masaku’ adalah sahabat Rasulullah
SAW. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga mengemukakan
mengenai keutamaan sahabat:

17
ِ ٍ ِ‫عن أَيِب سع‬
ِ ِّ ‫يد اخْلُ ْد ِر‬
ْ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم الَ تَ ُسبُّوا أ‬
‫َص َحايِب َفلَ ْو‬ َ ُّ ‫ي َرض َي اللَّهُ َعْنهُ قَ َال قَ َال النَّيِب‬ َ َْ
ِ َ‫َن أَح َد ُكم أَْن َفق ِمثْل أُح ٍد َذهبا ما بلَ َغ م َّد أَح ِد ِهم والَ ن‬
)‫صي َفهُ ( رواه البخاري‬ َ ْ َ ُ َ َ ً َ ُ َ َ ْ َ َّ ‫أ‬
Dari Abu Sa’id al-Khudri ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah
kalian mencela sahabat-sahabatku.Karena sekiranya salah seorang
diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, niscaya ia
tidak akan dapat menyamai keimanan mereka, bahkan menyamai
setengahnya pun tidak. (HR. Bukhari).

Sayid Qutub mengemukakan (1993 : 14 – 23) , terdapat tiga hal


yang melatar belakangi para sahabat sehingga mereka dapat menjadi
khairul qurun, yang tiada duanya di dunia ini. Secara ringkasnya
adalah sebagai berikut: pertama, karena mereka menjadikan Al-
Qur'an sebagai satu-satunya sumber petunjuk jalan, guna menjadi
pegangan hidup mereka, dan mereka membuang jauh-jauh berbagai
sumber lainnya. Kedua, ketika mereka membacanya, mereka tidak
memiliki tujuan untuk tsaqofah, pengetahuan, menikmati
keindahannya dan lain sebainya. Namun mereka membacanya hanya
untuk mengimplementaikan apa yang diinginkan oleh Allah dalam
kehidupan mereka. Ketiga, mereka membuang jauh-jauh segala hal
yang berhubungan dengan masa lalu ketika jahiliah. Mereka
memandang bahwa Islam merupakan titik tolak perubahan, yang
sama sekali terpisah dengan masa lalu, baik yang bersifat pemikiran
maupun budaya.
         Dengan ketiga hal inilah, generasi sahabat muncul sebagai
generasi terindah yang pernah terlahir ke dunia ini. Di sebabkan
karena ‘ketotalitasan’ mereka ketika berinteraksi dengan Al-Qur’an,
yang dilandasi sebuah keyakinan yang sangat mengakar dalam lubuk
sanubari mereka yang teramat dalam, bahwa hanya Al-Qur’an lah
satu-satunya pedoman hidup yang

18
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dari hasil pemaparan di atas, maka penyusun dapat mengambil
simpulan sebagai berikut :
1. Al-quran adalah bentuk masdar dari lafadz Qoro’a yang berarti
bacaan, atau yang dibaca. Sedangkan menurut istilah, al-Quran
adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad untuk
disampaikan kepada umat yang berisi petunjuk Ilahi yang abadi unyuk
manusia untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat
2. Kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi selain Nabi
Muhammad SAW, tidak dinamakan Al Qur’an, seperti Taurat yang
diturunkan kepada Nabi Musa AS, atau Injil yang diturunkan kepada
Nabi ‘Isa AS. Demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah,
seperti Hadits Qudsi, tidak pula dinamakan Al Qur’an.
3. Ditinjau dari segi masa turunnya, maka Al Qur’an itu dibagi atas dua
golongan; Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah atau sebelum Nabi
Muhammad SAW hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Makkiyyah;
Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad
SAW hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyyah.
4. Seluruh mazhab dalam Islam sepakat bahwa al-Qur’an adalah sumber
hukum yang paling utama, dengan kata lain, al-Qur’an menempati
posisi awal dari tertib sumber hukum dalam berhujjah. al-Qur’an
dipandang sebagai sumber hukum yang utama dari sumber-sumber
yang ada.
5. Al-Qur'an mempunyai beberapa nama yang
kesemuanya menunjukkan kedudukannya yang tinggi dan luhur, dan
secara mutlak Al-Qur'an adalah kitab samawy yang paling mulia;

19
Karenanya dinamailah kitab samawy itu dengan: Al-Qur'an, Al-
Furqan, At-Tanzil, Adz-Dzikr, Al-Kitab.
6. Kedudukan Al Qur’an; 1. Kitabul Naba wal akhbar (Berita dan Kabar),
QS. An Naba’ (7 : 1-2); 2. Kitabul Hukmi wa syariat (Kitab Hukum
Syariah), QS. Al Maidah (5) : 49-50; 3. Kitabul Jihad, QS. Al Ankabut
(29) : 69; 4. Kitabul Tarbiyah, QS. Ali Imran (3) : 79; 5. Minhajul Hayah
(Pedoman Hidup),  6. Kitabul Ilmi, QS. Al Alaq (96) : 1-5.

B. Kata Penutup
Manusia adalah tempatnnya salah dan dosa dan tidak ada

manusia yang mencapai kesempurnaan. Pribahasa mengatakan “Tak ada

gading yang tak retak”. Begitu juga dengan penyusunan makalah ini

banyak kekurangan dan kesalahannya, penyusun mohon maaf yang

sebesar-besarnya kepada segenap pembaca dari kekhilafan penyusun

dalam penyusunan makalah ini.

Dan tak lupa ucapan puji dan syukur Allahamdulillah atas Hidayah

dan Innayah Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah

ini walaupun masih banyak kekurangannya.

Ciamis, Januari 2010

Penyusun

20

You might also like