You are on page 1of 3

Pengaruh Ekonomi Global Terhadap Indonesia

Teori pembangunan yang muncul setelah perang dunia kedua dipicu dengan adanya
konferensi Bretton Woods yang berpengaruh terhadap penciptaan struktur ekonomi dunia
yang terbagi ke dalam dua blok, yaitu blok barat dan kapitalis dengan blok timur dan
negara sosialisnya. Konferensi ini juga memunculkan IMF dan IBRD yang juga dikenal
sebagai bank dunia. Kemudian sistem yang ada di Bretton Woods dibuat untuk menjaga
kestabilan dan keleluasaan aliran perdagangan internasional, yang dalam hal ini diatur
oleh GATT. Jadi pada dasarnya dalam teori pembangunan pada masa ini dengan
diberlakukannya perdagangan internasional diharapkan juga dapat mengalirkan dana
investasi yang diberikan bank dunia kepada negara-negara yang tergabung ke dalam
anggota konferensi tersebut.sehingga aliran dana yang diberikan bank dunia digunakan
sepenuhnya untuk pembangunan negara-negara yang diberikan pinjaman dana. Namun,
konferensi tersebut gagal dalam mengambil saran yang diberikan Keynes untuk
menciptakan suatu organisasi perdagangan bebas yang memiliki kekuatan lebih
dibandingkan GATT yang dapat mendukung negara-negara anggota serta memungkinkan
tejadinya kestabilan harga komoditas. Selain itu Keynes juga memberikan rekomendasi
agar IMF dapat menekan surplus balance-of-payments

ke dalam perdagangan terbuka. Konferensi Bretton Woods secara khusus


mengetengahkan tentang pembangunan ekonomi berdasarkan pengaruh dari lingkungan
internasional, namun Keynes beranggapan bahwa kepemimpinan politik lebih
berpengaruh. Konsep ekonomi pembangunan yang dikemukakan Keynes ini ternyata
diterima baik oleh sistem internasional maupun untuk ekonomi domestik. Gagasan
Keynes tentang hal ini merupakan model pembangunan klasik dan neoklasik yang
mengkhususkan pada pasar bebas. Adapun munculnya model pembangunan klasik dan
neoklasik dipicu dengan ada sistem kapitalisme yang menyebar dibanyak negara di eropa.
Munculnya pemikiran klasik dan neoklasik ini pada dasarnya menentang kemunculan
kapitalisme dimana terdapat suatu relasi produksi yang diciptakan dari hubungan antara
pemilik modal dan buruk pekerja. Namun fokus utamanya lebih kepada banyaknya
pengangguran sebagai akibat dari berkembangnya kapitalisme itu sendiri. Lain halnya
dengan negara dunia ketiga, bagi sebagian negara berkembang sebagai negara tempat
pasar produksi bagi negara kapitalis kebutuhan atas investasi dari pihak asing sangatlah
diperlukan bagi pembangunan di negara-negara tersebut. Dengan masuknya modal asing
ke negara tersebut dapat dikatakan negara investor juga memiliki andil dalam
membangun negara, namun yang terlihat disini dengan adanya hubungan tersebut juga
dapat berarti berlakunya kolonisasi secara tidak langsung melalui modal-modal yang
masuk dari negara lain sehingga pada akhirnya negara investor memiliki pengaruh dalam
pembangunan negara-negara berkembang.Terdapat beberapa dampak yang timbul
khususnya bagi Indonesia, diantaranya :

1. Terjebak dengan skenario neo-liberal Syarat-syarat adanya deregulasi, privatisasi dan


liberalisasi adalah syarat dasar yang ditekankan oleh aliran pendukung neo-liberal, yang
sekarang menguasai perekonomian dunia. Setelah tekanan untuk mengadakan aturan-
aturan hukum yang mendukung pasar bebas, langkah selanjutnya adalah mendorong
swastanisasi. Desakan swastanisasi perusahaan-perushaan milik negara (BUMN) dengan
segala dalihnya semakin menguat di Indonesia.

2. Terjebak perangkap utang Utang luar negeri (ULN) Indonesia sudah sampai pada
tingkat yang mengkhawatirkan. Sampai September 2000 total ULN mencapai US$
149,903 juta (atau Rp. 149 ribu triliun). Jumlah di atas terbagi dalam utang swasta (US$
85,608 juta) dan utang publik (US$ 55,195 juta.

Masalah muncul ketika beban pembayaran cicilan utang luar negeri tersebut
memberatkan APBN, karena hampir 1/3 anggaran negara dipakai untuk membayar
cicilan utang luar negeri. Bahkan, kini Indonesia telah masuk dalam jebakan utang (debt-
trep), karena jumlah utang luar negeri yang didapat lebih kecil dari pada kewajiban
membayar cicilan utang. Sebagai gambaran untuk APBN 2001, Indonesia mendapat
utang baru sebesar Rp. 35,9 triliun, sementara kewajiban untuk membayar cicilan pokok
dan bunga utang mencapai Rp. 38,8 triliun. Dan yang lebih menyesakkan adalah utang
yang dibuat swasta pun pada akhirnya menjadi beban negara lewat skema penalangan
(bail-out), terutama restukturisasi perbankan. Fenomena utang yang “menyesakkan”
bangsa ini terus terjadi pada tahun 2002, 2003, 2004, dan bahkan 2005, setelah bantuan
untuk Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara dari seluruh dunia yang mencapai
total sekitar 10 milyar US dollar, yang sebagian besarnya adalah utang.
3. Terjebak perangkap MNC Konglomerasi para pengusaha makanan asing di Indonesia
juga dapat membahayakan pola konsumsi. Mereka memasarkan minuman soft drink, junk
food, dan memasarkan minuman beralkohol atau rokok yang tidak layak dikonsumsi.
Nestle yang berbasis di Swiss diduga kuat telah merusak pola konsumsi bayi di negara
ketiga dengan memaksa minuman susu formula, dan baru-baru ini memakai bahan-
bahantransgenic.

Sedangkan mengenai kenaikan harga-harga komoditas penting, termasuk juga minyak,


karena disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

(1) Fenomena “supply constraints” beberapa komoditas penting;

(2) Jatuhnya dolar AS (relatif terhadap mata uang lain di dunia);

(3) “Pergeseran aset” karena ketidakpastian pasar keuangan global;

(4) Pasar minyak dunia menipis sejak pertengahan tahun 2007

(5) Faktor gangguan cuaca dan angin topan di Meksiko dan North Sea;

(6) Ekspektasi gangguan produksi minyak karena ketidakstabilan politik

You might also like