You are on page 1of 12

Hakekat Pendidikan IPS

Sumber : http://blog.unila.ac.id/pargito/2010/07/17/hakekat-pendidikan-ips

1. I. PENDAHULUAN

Manusia dalam kehidupannya, sebagai makhluk sosial baik secara individu maupun
kelompok tidak bisa lepas dari interaksi dengan lingkungannya, baik sesama manusia
maupun lingkungan alamnya. Corak hubungan antara manusia dengan lingkungannya
mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan peradaban
manusia. Perubahan dan perkembangan ini juga yang membuat manusia dalam kehidupannya
dihadapkan pada berbagai persoalan sosial.

Persoalan –persoalan kehidupan manusia dilihat dari sisi sosial kian hari makin banyak, dan
semakin komplek. Bahkan akhir-akhir ini dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk
dunia, dan semakin terbatasnya sumber-sumber penghidupan manusia, membuat kehidupan
manusia semakin komplek, kompetetif, dan menjadi tidak menentu (uncertanty). Tidak hanya
keterbatasan manusia secara fisik, karena kepadatan penduduk, tetapi juga persaingan hidup
yang secara sosial semakin sulit. Akibatnya, pendekatan keilmuan tertentu tidak mungkin lagi
untuk mengatasi persoalan-persoalan kehidupan manusia yang terjadi, baik secara lokal,
nasional, maupun global. Persoalan krisis ekonomi, sudah tidak lagi mampu diselesaikan oleh
para ahli ekonomi, tetapi dibutuhkan ahli ilmu politik, ilmu hukum, ilmu geografi, ahli
sejarah, ahli teknologi, informasi dsb. Demikian halnya krisis politik tidak mungkin lagi
diselesaikan oleh para ahli politik, tetapi juga dibutuhkan ahli hukum untuk membantu
menyelesaikan sesuai aturan dan perundangan, ahli ekonomi untuk menyelesaikan tentang
pemenuhan kebutuhan dan gaji dsb. Sama halnya permasalahan banjir secara geografis, tidak
mungkin diselesaikan oleh ahli geografi saja tetapi juga dibutuhkan ahli lainnya seperti ahli
ekonomi, ahli sejarah, ahli politik, ahli hukum dsb, duduk bersama memecahkan persoalan
yang saling terkait satu sama lainnnya. Untuk membangun generasi muda yang peka terhadap
masalah sosial dalam kehidupannya perlu program pendidikan yang tidak hanya membekali
sekedar pengetahuan secara keilmuan, tetapi juga pemaknaan dan aplikasinya atas
pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupannya sehari-hari.

Pendidikan kita seringkali hanya sebatas transfer ilmu dan tidak membangun karakter anak
didik. Siswa tidak diberi kesempatan untuk merefleksikan dan memposisikan dirinya dalam
sistem pendidikan yang semata-mata untuk kepentingan dunia kerja. Kegiatan refleksi yang
di dalam pendidikan itu sangat penting, kini telah kehilangan tempat, karena pendidikan kita
seringkali hanya berupa transfer ilmu…kurikulum berdasarkan kompetensi juga tidak
mengarah ke sana (pembentukan karakter) dan masih berbasis disiplin ilmu… (Pikiran
Rakyat,  29 Nopember  2002:20).

Sementara itu, untuk membekali pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap, serta kemampuan
berfikir kritis dan kreatif dalam rangka mengambil keputusan, dibutuhkan program
pendidikan IPS (social studies). Melalui pendidikan IPS di sekolah diharapkan dapat
membekali pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar ilmu sosial dan humaniora,
memiliki kepekaan dan kesadaran terhadap masalah sosial di lingkungannnya serta mampu
memecahkan masalah sosial dengan baik, yang pada akhirnya siswa yang belajar IPS dapat
terbina menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab. Program pendidikan IPS
(social studies) pada hakekatnya merupakan program pendidikan masalah-masalah sosial di
tingkat sekolah, mulai dari tingkat SD sampai dengan tingkat SMA, dan LPTK (lembaga
pendidikan tenaga kependidikan) yang mempersiapkan tenaga guru di sekolah.

Pendidikan IPS sebagai salah satu komponen programatik di dalam kurikulum sekolah,
sesungguhnya banyak diharapkan untuk mendukung tercapainya tujuan ideal pendidikan.
Karena seperti dikemukakan oleh NCSS (1979:x), bahwa tidak ada satupun cabang
kurikulum sekolah yang lebih sentral daripada PIPS. Sejarah dan pertumbuhan penting dari
PIPS semenjak abad lampau merupakan sebuah catatan yang sangat membanggakan, serta
memberikan suatu keyakinan bahwa PIPS hingga kini tetap sangat dibutuhkan bagi anak.
Stanley (1985:7) di dalam mengantar buletin NCSS no. 75 berjudul “Review of Research in
Social Studies Education 1976-1983”, juga berpandangan bahwa “sungguhpun semua
matapelajaran di sekolah bernilai atau berharga bagi anak, akan tetapi tidak ada yang lebih
mendasar dan lebih penting daripada pendidikan IPS”.

Pendidikan IPS di sekolah adalah merupakan mata pelajaran atau bidang kajian yang
mendudukan konsep dasar berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan
dan pertimbangan psikologis, serta kebermaknaannya bagi siswa dalam kehidupannnya mulai
dari tingkat SD sampai dengan SMA, atau membekali dan mempersiapkan peserta didik
untuk dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, khususnya dalam bidang ilmu sosial
di perguruan tinggi.  Pendidikan IPS (social studies) bukanlah suatu program pendidikan
disiplin ilmu tetapi adalah suatu kajian tentang masalah-masalah sosial yang dikemas
sedemikian rupa dengan mempertimbangkan faktor psikologis perkembangan peserta didik
dan  beban waktu kurikuler untuk program pendidikan.

Perlu diketahui bahwa program pendidikan di tingkat sekolah tidak harus merupakan
program pendidikan disiplin ilmu (disipliner), tetapi dapat secara interdisiplin, hal ini
mengingat pendidikan di tingkat sekolah adalah mempersiapkan siswa untuk terjun di
masyarakat atau melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Untuk itu program pendidikan
IPS disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik di tingkat sekolah dan hakekat ilmu
pengetahuan itu sendiri yang tidak berdiri sendiri (saling terkait), serta keterbatasan
kurikulum/waktu di tingkat sekolah atau disesuaikan kepentingan politik suatu bangsa. Untuk
itu program pendidikan di tingkat sekolah tidak dalam bentuk disiplin ilmu atau bidang studi
tetapi mata pelajaran, dan pada pendidikan yang lebih tinggi menjadi rumpun jurusan atau
program studi. Oleh karena itu, pendidikan IPS di sekolah harus memperhatikan tingkat
perkembangan peserta didik dan kebutuhan siswa dari tingkat SD s/d SMA yang masih
bersifat holistik dan integrated. Di samping itu  bahwa keterbatasan waktu secara kurikuler
juga tidak memungkinkan semua disiplin ilmu di ajarkan di tingkat sekolah.

Pendidikan IPS di sekolah diajarkan mulai tingkat SD s/d SMA.Program pembelajaran IPS
dilakukan secara terpadu, mulai dari terpadu penuh hingga semi terpadu (interkoneksi),
makin tinggi tingkat pendidikannya makin longgar keterpaduannya, hal ini sesuai dengan
hakekat perkembangan psikologis manusia dari yang bersifat holistik hingga spesifik.
Pendidikan terpadu, yaitu dilakukan dengan mengkaitkan bahan, kompetensi, dan kajiannya
baik secara interdisipliner, antar disipliner, maupun mereduksi disiplin ilmu-ilmu sosial
sebagai program pendidikan di tingkat sekolah.

Di berbagai negara maju social studies merupakan program pendidikan yang sangat digemari
oleh mahasiswa dan murid-murid di sekolah, karena melalui social studies dapat belajar
tentang masyarakat dan budaya lain, demokrasi, hak azasi, lokasi, perubahan sosial, transaksi/
perdagangan, transportasi, komunikasi, interaksi, konflik dan berbagai peristiwa  yang terjadi
di muka bumi. Di samping itu melalui social studies dapat belajar tentang ethics, value, serta
berbagai kemampuan berpikir kritis, kreatif, reflektif dan mampu mengambil keputusan
dengan tepat (decission making). Pendidikan IPS bukan hanya mengajarkan pengetahuan
sosial secara konsep keilmuan, tetapi juga makna dari konsep konsep ilmu sosial dan
kemaslahatan kehidupan manusia serta berbagai kemampuan yang dibutuhkan manusia
dalam kehidupannnya, jadi pendidikan IPS lebih menekankan pada pendidikan sesama
(horisontal). Oleh karenanya, program pendidikan IPS banyak dikembangkan pada fakultas
keguruan dan ilmu pendidikan (FKIP), IKIP, STKIP, LPTK lainnya.

Lain halnya dengan social sciences (ilmu-ilmu sosial) yang lebih menekankan pada program
pengembangan pendidikan disiplin ilmu sosial. Program ini banyak dikembangkan di
perguruan tinggi yang secara fakultatif mengembangkan keilmuan disipliner tentang ilmu-
ilmu sosial, Pesan yang disampaikan melalui social science adalah menjadikan ahli dalam
bidang disiplin ilmu sosial, bukan sebagai guru ilmu pengetahuan sosial. Untuk di perguruan
tinggi bidang kajian sosial muncul dalam disiplin ilmu –ilmu sosial dan jurusan atau program
studi ilmu sosial yang tergabung dalam fakultas seperti FISIP, FH, FE. Pengembangan ilmu-
ilmu sosial secara disipliner pada fakultas tersebut merupakan pengembanmgan keilmuan
secara mendalam (vertikal), yaitu untuk pengembangan keilmuan itu sendiri,, bukan untuk
kepentingan khalayak atau program pendidikan.

II . FILSAFAT PENDIDIKAN  IPS

Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya


menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang
lebih luas, dan lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta
pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Seorang guru,
baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat
pendidikan. Seorang guru perlu memahami filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan
senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun
masyarakat yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu
dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan
hidup, dan guru sebagai warga masyarakat juga mempunyai tujuan hidup bersama. Filsafat
pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut
akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu
pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan spekulatif,
mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.

Filsafat adalah pengetahuan yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan manusia secara
kritis. Filsafat disebut juga ilmu pengetahuan yang mencari hakekat dari berbagai fenomena
kehidupan manusia. Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang
seluruh kenyataan (realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional (fikir) atas keseluruhan
realitas untuk mencapai hakikat (= kebenaran) dan memperoleh hikmat (= kebijaksanaan).

Sejarah filsafat Yunani mencatat, bahwa filsafat mencakup seluruh bidang ilmu pengetahuan.
Lambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang  berkembang dan melepaskan diri dari filsafat.
Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat. Sebab
baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis, sistematis,
koheren dan mempunyai obyek material dan formal. Namun yang membedakan di antara
keduanya adalah: filsafat mempelajari seluruh realitas, sedangkan ilmu pengetahuan hanya
mempelajari satu realitas atau bidang tertentu. Semua pengetahuan pada mulanya merupakan
satu kesatuan dan belum terbagi-bagi atau terspesialisasi seperti sekarang. Yang dikenal pada
masa itu hanyalah filsafat, yaitu filsafat alam dan filsafat sosial.

Filsafat adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai
induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu
pengetahuan itu dapat hidup dan berkembang. Filsafat membantu ilmu pengetahuan untuk
bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan ilmunya. Pertanggungjawaban secara
rasional di sini berarti bahwa setiap langkah langkah harus terbuka terhadap segala
pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan secara argumentatif, yaitu dengan
argumen-argumen yang objektif (dapat dimengerti secara intersubjektif).
Dari filsafat itulah kemudian orang mengembangkan berbagai macam ilmu pengetahuan
sesuai dengan spesifikasi dan kelompok pengetahuan, serta kebutuhan manusia pada waktu
itu. Filsafat alam melahirkan ilmu-ilmu alamiah, dan filsafat sosial melahirkan ilmu-ilmu
sosial, kemudian berkembang berbagai cabang ilmu lain sesuai tingkat perkembangan dan
kebutuhan manusia. Jadi filsafat berarti membahas tentang kebijaksanaan dalam memahami
alam semesta baik menyangkut alam itu sendiri secara fisik maupun manusia secara sosial. 
Oleh karenanya cabang filsafat yang paling umum adalah filsafat ilmu alam dan filsafat ilmu
sosial / humaniora.

Filsafat dilihat dari fungsi kajiannya dapat dibagi dua bagian yakni, filsafat teoritis
(mengembangkan teori) dan filsafat praktis (terapan). Filsafat teoritis mencakup: (1) ilmu
pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan dan astronomi; (2) ilmu
eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan methafisika. Filsafat praktis
mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusan rumah tangga; (3) sosial dan politik,
termasuk pendidikan

Kajian filsafat yang lebih spesifik membahas tentang masalah alam maupun sosial secara
epistemologis merupakan filsafat pengetahuan, yaitu yang secara spesifik mengkaji hakekat
ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri
tertentu. Ilmu alam memiliki ciri-ciri ke alaman, sedang ilmu sosial memiliki ciri-ciri sosial
atau berhubungan dengan kehidupan manusia di muka bumi.

Filsafat alam dan filsafat sosial secara akademik dapat dikategorikan sebagai filsafat ilmu
(filsafat yang mengembangkan keilmuan), tetapi bisa juga dikategorikan sebagai filsafat
praktis. Ke duanya berfungsi bagi umat manusia dalam kerangka memerangi masalah atau
membantu pemecahan masalah kehidupan manusia, baik yang menyangkut masalah fisik
alamiah, maupun sosial kemanusiaan (humanities). Dikatakan sebagai naskah akademik
karena memenuhi syarat sebagai filsafat ilmu dan filsafat pengetahuan, yaitu di antaranya 
memiliki kawasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis, serta memiliki warga atau
kelompok  yang berkecimpung bidang tersebut. Pendidikan dikatakan sebagai filsafat praktis
karena memang secara praktikal masuk dalam kawasan pendidikan atau pendidikan bidang
studi tertentu  sebagai synthesa dari ilmu pendidikan dan bidang studi lainnya. Misalnya,
pendidikan IPA maupun IPS di tingkat sekolah juga secara filsafati dapat diterima oleh
umum, yaitu memiliki batasan atau pengertian, memiliki tujuan , memiliki manfaat, dan
adanya kelompok pakar yang memiliki komitmen dan konsern tentang praktik tersebut.
Sehingga secara filsafat praktis juga memiliki kawasan ontologis, epistemologis, dan
aksiologis, serta kelompok masyarakat yang memiliki komitmen yang sama dalam bidang
tersebut taitu para guru atau pendidik lainnya termasuk dosen.
Pengetahuan alam maupun pengetahuan sosial selanjutnya mengalami perkembangan
masing-masing dan membentuk cabang, ranting ilmu dan pengetahuan sesuai dengan
objeknya masing-masing. Ada yang tetap konsisten mengembangkan ilmu pengetahuan
murni (pure science), dan ada juga yang mengembangkan terapan suatu pengetahuan
(applied science). Di antara filsafat terapan yang berkembang dengan pesat adalah filsafat
pendidikan, dan filsafat teknik. Filsafat pendidikan juga mengalami perkembangan sesuai
dengan bidang, materi kajiannya. Ada filsafat ilmu pendidikan itu sendiri, dan ada juga
filsafat pendidikan bidang tertentu, seperti filsafat pendidikan IPA, filsafat pendidikan
Bahasa, filsafat pendidikan IPS, filsafat pendidikan Matematika dsb.

Filsafat pendidikan adalah ilmu yang menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang
bersangkut paut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya, serta hakikat ilmu
pendidikan, yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaan
pendidikan itu sendiri

Filsafat pendidikan secara garis besarnya bukanlah filsafat umum atau filsafat murni tetapi
merupakan filsafat khusus atau filsafat terapan. Apabila dilihat dari sudut karakteristik
objeknya, filsafat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu(1) Filsafat umum atau filsafat
murni,dan (2) filsafat khusus atau filsafat terapan. Filsafat umum mempunyai objek :

a)     Hakikat kenyataan segala sesuatu (metafisika) yang termasuk didalamnya, hakikat
kenyataan secara keseluruhan (Ontologi), Kenyataan tentang alam atau kosmos (Kosmologi)
kenyataan tentang manusia (Humanologi) dan kenyataan tentang tuhan (Teologi)

b)  Hakikat mengetahui kenyataan(Epistemologi)

c) Hakikat menyusun kesimpulan pengetahuan tentang kenyataan (Logika)

d) Hakikat menilai kenyataan (Aksiologi),antara lain tentang hakikat nilai yang berhubungan
dengan baik dan jahat (Etika)serta nilai yang berhubungan dengan indah dan buruk (Estetika)

Berbeda dengan filsafat umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu,
filsafat khusus mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia yang
terpenting Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971).
Kanzen, meninjau ilmu dari segi morfologis atau bentuk subtansinya,sebagi pengetahuan
sistimatis yang dihasilkan dari kegiatan kritis yang tertuju pada penemuan .Ditinjau dari
subtansinya atau isinya, ilmu pendidikan merupakan suatu sistim pengetahuan tentang
pendidikan yang diperoleh melalui riset dan disajikan dalam bentuk konsep-konsep
pendidikan. Dalam arti sempit pendidikan adalah pengaruh yang diupayakan dan rekayasa
sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanyaagar mereka mempunyai
kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-
tugas social mereka atau pendidikan memperhatikan keterbatasan dalam waktu,tempat,bentuk
kegiaatan dan tujuan dalam proses berlangsungnya pendidikan.

Filsafat ilmu pendidikan dibedakan dalam 4 macam,yaitu:

1. Ontology ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat subtansi dan pola organisasi
ilmu pendidikan
2. Epistomologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat objek formal dan material
ilmu pendidikan

3. Metedologi ilmu pendidikan ,yang membahas tentang hakikat cara-cara kerja dalam
menyusun ilmu pendidikan

4. Aksiologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoritis dan
praktis ilmu pendidikan

Filsafat pendidikan yang mengembangkan bidang studi tertentu untuk tujuan pendidikan
dikenal dengan syntectic discipline. Seperti pendidikan IPS, Pendidikan Bahasa, Pendidikan
IPA, Pendidikan matematika merupakan syntectic discipline (sintesa) antara ilmu pendidikan
dengan ilmu yang lain (bidang studi IPS, IPA, Bahasa, Matematika dsb). Jadi pendidikan IPS
ataupun pendidikan bidang studi lainnya yang berada pada rumpun Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (FKIP,STKIP, IKIP) harus mengandung unsur pendidikan dan unsur bidang
studi tertentu. Oleh karenanya jurusan, program studi, dan kompetensi lulusan tertentu di
LPTK (FKIP, IKIP,STKIP) harus mengandung unsur pendidikan dan bidang studi tertentu.

Inilah yang membedakan antara filsafat ilmu pengetahuan murni dengan filsafat ilmu terapan
pendidikan. Filsafat ilmu pengetahuan murni banyak dikembangkan oleh fakultas ilmu-ilmu
murni seperti FISIP, FH, FE, sementara filsafat terapan pendidikan banyak dikembangkan
atau dimanfaatkan pada LPTK (FKIP,IKIP,STKIP).

Ilmu pengetahuan murni (pure science) terutama bertujuan untuk membentuk dan
mengembangkan ilmu pengetahuan itu sendiri secara abstrak (teori) atau vertikal atau
penyempurnaan ilmu itu sendiri, yaitu untuk mempertinggi mutu atau kualitas ilmu itu.
Sedangkan ilmu pengetahuan terapan (applied science) atau praktik bertujuan untuk
mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di dalam masyarakat
(kepentingan khalayak secara hirisontal), yaitu membantu masyarakat di dalam mengatasi
masalah-masalah yang dihadapinya. Selain itu juga dapat dibedakan antara ilmu yang teoritis-
rasional (misalnya dogmatik hukum), maka cara berfikir yang dominan adalah deduktif
dengan mempergunakan silogisme. Cara berfikir deduktif-induktif atau induktif-deduktif
banyak digunakan di dalam ilmu-ilmu teorits-empiris, seperti sosiologi. Di dalam ilmu-ilmu
yang empiris praktis, seperti pekerjaan sosial, atau kesejahteraan sosial (sosiatri), dan
pendidikan IPS lebih banyak digunakan cara berfikir induktif, yaitu berfikir reflektif dari
praktek-praktek pengalamannya dalam mengajar atau layanan sosial lainnya.

Kawasan dan lingkup kajian social studies (pendidikan IPS), baik sebagai bidang kajian
ilmiah (akademik) maupun sebagai bidang kajian praktik pendidikan berkembang sesuai
dengan pemahaman dan latar belakang keahliannya masing-masing. Munculnya dua paham
tentang pendidikan IPS ini merupakan suatu hal yang sangat lumrah, karena pemahaman
seseorang atau kelompok masyarakat tertentu tentang ilmu dan pengetahuan sangat diwarnai
oleh latar belakang dan lingkungan yang membentuk manusia itu sendiri. Kenyataan ini
terjadi pada kajian atau ilmu apapun, sebagai contoh suatu ilmu tertentu memiliki batasan dan
pengertian yang beraneka ragam antara orang satu atau kelompok masyarakat tertentu dengan
lainnya. Persepsi seseorang terhadap suatu ilmu dan pengetahuan tertentu sangat mewarnai
paham dan kepentingan mereka terhadap suatu ilmu dan pengetahuan itu sendiri.

1. a. Pendidikan IPS di tingkat akademik (sebagai kajian akademik)


Sebagaimana telah disinggung pada bagian muka, pembahasan alam semesta,
yang secara keilmuan atau pengetahuan secara akademik banyak di bahas di
tingkat perguruan tinggi, atau para ilmuwan. Masalah filsafat, juga sangat
erat kaitannya dengan apa yang dibicarakan oleh para ilmuwan tentang
metode ilmiah dalam rangka mencari kebenaran. Contohnya, Filsafat ilmu
merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai
hakikat ilmu. Dengan demikian, filsafat ilmu sangatlah penting peranannya
bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Tentu juga, filsafat ilmu sangat
bermanfaat bagi manusia untuk menjalani berbagai aspek kehidupan.
Filsafat ilmu sangat penting peranannya terhadap penalaran manusia untuk
membangun ilmu. Sebab, filsafat ilmu akan menyelidiki, menggali, dan
menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua hakikat ilmu. Dalam
hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan
akar dari semua ilmu dan pengetahuan.

Fungsi filsafat ilmu

 Alat untuk menelusuri kebenaran segala hal-hal yang dapat disaksikan dengan
pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah.
 Memberikan pengertian tentang cara hidup dan pandangan hidup.
 Panduan tentang ajaran moral dan etika.
 Sumber ilham dan panduan untuk menjalani berbagai aspek kehidupan.
 Sarana untuk mempertahankan, mendukung, menyerang atau juga tidak memihak
terhadap pandangan filsafat lainnya.

Filsafat pendidikan ilmu penegetahuan sosial (IPS) pada dasarnya tidak berbeda dengan
filsafat filsafat ilmu pendidikan lainnya, karena filsafat pendidikan IPS juga merupakan
filsafat praktik pendidikan, yaitu praktik tentang pendidikan ilmu-ilmu sosial agar para
peserta didik mampu memahami masalah-masalah sosial dan dapat mengatasinya serta
mengambil keputusan yang tepat terhadap masalah yang dihadapi dalam kehidupannya.
Suatu ilmu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu jika memenuhi syarat-syarat sebagai
ilmu ataupun pengetahuan. Salah satu syarat ilmu pengetahuan adalah adanya identitas atau
konsentrasi kajian yang bersifat khas dari kelompok lainnya dan adanya kelompok
masyarakat yang memiliki kepedulian yang sama untuk  mengembangkan bidang-bidang
yang menjadi komitmennya. Dufty (1986) mengemukakan karakteristik disiplin ilmu dan
biasanya memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. 1. a community of sholars
2. 2. a body of thinking, speaking, writing by these sholars
3. a method of approach to knowledge

Gardner (1975), membedakan selain disiplin dalam arti community of scholars perlu ada
subtantive structure. Substantive structure merupakan kumpulan gagasan yang saling terkait
yang memandu penelitian dalam sebuah disiplin. Jaringan yang saling terkait meliputi teori,
hukum, konsep yang digunakan peneliti untuk memecahkan masalah. Sedangkan syuntectical
structure terkait dengan metode atau cara pembentukan konsep substansi yang baru.
Ilmu pengetahuan sosial (IPS) sebagai kajian akademik merupakan perkembangan ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan bidang praktik pendidikan. Komitmen kelompok
masyarakat yang ingin mengembangkan pengetahuan sosial dan humaniora yang dikemas
secara psikologis untuk tujuan pendidikan, melahirkan IPS. Jadi IPS di sini merupakan
sinthesa kajian pendidikan dan kajian sosial serta humaniora untuk program pendidikan di
tingkat sekolah. IPS bukanlah mengembangkan keilmuan sosial sebagaimana yang dilakukan
oleh para ahli ilmu –ilmu sosial tetapi lebih pada tataran praktik pendidikan ilmu-ilmu sosial
baik secara menyeluruh-sederhana-terpadu (holistik-terpadu/ integrated) maupun secara
terpisah berhubungan (interdisiplin /crossdiscipline) untuk tujuan pendidikan di tingkat
sekolah. Holistik-terpadu tepat untuk tingkat pendidikan SD dan SMP, sementara
inter/crossdiscipline lebih tepat untuk tingkat pendidikan SMA.

IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dengan identitas bidang kajian eklektik yang dinamakan
“an integrated system of knowledge”, synthetic discipline, multidimensional, dan kajian
konseptual sistemik”merupakan kajian baru yang berbeda dari kajian monodisiplin atau
disiplin ilmu tertentu. Pemikiran tentang IPS sebagai kajian akademik (disiplin ilmu) oleh
banyak ahli tentang semakin banyak dan kompleksnya permasalahan sosial dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara serta ketidakmenentuan masa depan (sulit diprediksi), sehingga
dibutuhkan suatu pendekatan pengetahuan terpadu (integrated approach). Tidak ada suatu
disiplin ilmu tertentu dewasa ini yang mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupan
manusia. Misalnya awalnya masalah krisis ekonomi, dalam mengatasinya tidak bisa
diselesaikan melalui pendekatan disiplin ilmu ekonomi saja, tetapi membutuhkan juga
pendekatan disiplin ilmu sosial lainnya seperti ilmu hukum, ilmu politik, ilmu geografi dsb.

Gagasan tentang IPS sebagai kajian akademik (disiplin ilmu) pertama kali dilontarkan oleh
Nu’man sumantri (Pakar IPS Universitas Pendidikan Indonesia yang pertama di Indonesia).
Gagasan tentang pendidikan IPS ini membawa implikasi bahwa IPS memiliki kekhasan
dibandingkan dengan pendidikan disiplin ilmu lain, yakni kajian bersifat terpadu (integrated)
pemecahan  masalah yang menyeluruh), interdiscipliner (memahami ilmu lain),
multidimensional (kompleks), dan bahkan cross discipline (bantuan atau pembanding ilmu
lain).

Soemantri (2001) Memberikan definisi IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dan pendidikan
disiplin ilmu sosial sebagai berikut:

Pendidikan disiplin ilmu adalah suatu batang tubuh disiplin yang menyeleksi konsep,
generalisasi, dan teori dari struktur disiplin ilmu tertentu dan disiplin ilmu pendidikan yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah-psikologis untuk tujuan pendidikan.

Pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial adalah seleksi dari struktur disiplin akademik
ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah-psikologis
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila dan UU
Sisdiknas.

1. b. Pendidikan IPS di tingkat praktik (sebagai mata pelajaran)

Ilmu Pengetahuan Sosial, biasa disingkat IPS, adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi
perilaku dan interaksi manusia di masa kini dan masa lalu. IPS tidak memusatkan diri pada
satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat.
Karena sifatnya yang berupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS
dijadikan sebagai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah
tingkat pertama (SMP/SLTP). Sedangkan untuk tingkat di atasnya, mulai dari sekolah
menengah tingkat atas (SMA/SMU) dan perguruan tinggi, ilmu pengetahuan sosial dipelajari
berdasarkan cabang-cabang dalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau fakultas yang
memfokuskan diri dalam mempelajari hal tersebut. Ilmu pengetahuan sosial (IPS) secara
umum mempelajari berbagai bidang ilmu seperti:

 Sejarah
 Ekonomi
 Geografi
 Sosiologi
 Antropologi
 Psikologi
 Tata Negara

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai program pendidikan yang memuat konsep,
generalisasi dan teori dari ilmu-ilmu sosial yang diberikan di tingkat sekolah, Ujudnya bisa
dalam bentuk program mata pelajaran tersendiri atau dalam bentuk program kelembagaan
atau rumpun bidang kajian ilmu-ilmu sosial, yaitu dalam bentuk fakultas,  jurusan atau
program studi. Sebagai mata pelajaran karena merupakan bentuk penyederhanaan konsep
sosial untuk tingkat pendidikan dasar. Sementara itu, dalam bentuk jurusan atau program
sebagai wadah atau rumpun pendidikan ilmu-ilmu sosial yang biasanya untuk tingkat yang
lebih tinggi (SMA dan LPTK). Hal ini dimaksudkan agar pemahaman tentang masalah sosial
tetap dalam koridor pengetahuan sosial yang saling menunjang dan memiliki sinergisitas
yang baik dalam membentuk pengetahuan sosial. Sehingga, untuk siswa pendidikan dasar
(SD dan SMP) dan pendidikan menengah dan tingkat LPTK  di dalam memahami IPS sesuai
dengan tingkat perkembangan dan pengalaman peserta didik. Mulai dari pendidikan dasar
yang memuat pengetahuan sosial yang sederhana tapi menyeluruh (simple dan holistic)
hingga tingkat pendidikan menengah dan LPTK yang memuat pengetahuan sosial yang
semakin spesifik, mendalam dan luas.

1. HAKEKAT PENDIDIKAN IPS

1. a. IPS Sebagai transmisi Kewarganegaraan (Social studies as citizenship


transmission)

IPS sebagai program pendidikan pelestarian kebudayaan suatu bangsa sudah ada sejak
adanya manusia itu sendiri, model ini berkembang hing tahun 1960 an. Dalam berbagai
literatur program pendidikan citizenship transmission dilakukan dengan memberikan contoh-
contoh dan pemakaian cerita yang disusun untuk mengajarkan kebijakan, cita-cita luhur suatu
bangsa, dan nilai-nilai kebudayaan. Program pendidikan yang seperti ini banyak dilakukan
dalam pembelajaran IPS yang membahas kompetensi sejarah, dan pendidikan
kewarganegaraan. Misalnya ceritera tentang perjuangan pahlawan (heroisme) dan contoh-
contoh moral untuk membangkitkan inspirasi pemuda untuk menilai dan mencapai cita-cita
tinggi yang diwariskan.  Agar program pendidikan transmisi dari yang tua ke yang muda
berhasil (tidak menyimpang dari aslinya), maka pemindahan kebudayaan dilembagakan,
misalnya melalui program pendidikan formal. Inilah yang akhir-akhir ini di Indonesia
menjadi dasar perlunya PKn dan sejarah sebagai mata pelajaran terpisah dari IPS, karena
untuk memudahkan dalam program citizenship transmission. Program pendidikan citizenship
transmission sering juga di asosiasikan sebagai pendidikan nilai-nilai idealistik dan manusia,
sehingga cara ini sering dianggap sebagai indoktrinasi dan propaganda. Misalnya, George
washington tidak pernah berdusta, Lincoln sifatnya sangat jujur, Ir. Soekarno dan
Mohammad Hatta Proklamator Indonesia, Soeharto bapak pembangunan masa orde baru dsb.

Tujuan yang hendak dicapai dari citizenship transmission adalah sbb:

1. pengembangan pengertian patrotisme


2. penembangan penegrtian dasar dan apresiasi terhadap nilai-nilai bangsa, lembaga dan
praktek-praktek.
3. memberi inspirasi pada integrasi pribadi dan tanggungjawab warga negara
4. membentuk pengertian dan apresiasi terhadap nenek moyang bangsa.
5. mendorong partisipasi demokrasi aktif
6. membantu murid-murid mendapatkan kesadaran akan problema-problema sosial.
7. pengemangan dan mempertontonkan  cita-cita yang diinginkan, sikap-sikap, dan
keterampilan bertingkah laku yang sangat diperlukan dalam hubungan baik pribadi-
pribadi dengan yang lain. Tekanan diletakkan pada tingkah laku kebiasaan yang
diinginkan, tidak hanya apresiasi pekerjaan tentang apa yang benar
8. untuk mengerti dan memahami sistem ekonomi yang bebas.

Tema-tema yang dapat digunakan sebagai tujuan instruksional atau kompetensi yang dapat
dikembangkan dalam pendidikan IPS sebagai citizenship transmission adalah sbb:

1. penggunaan secara pandai terhadap sumber-sumber alam


2. pengakuan dan pengertian tentang ketergantungan dunia
3. pengakuan terhadap kehormatan dan hak-hak perorangan/ pribadi
4. menggunakan penelitian untuk memperbaiki kehidupan manusia
5. Memberikan arti penting terhadap paham demokrasi melalui pemakaian yang tepat
terhadap fasilitas pendidikan umum.
6. Menambah keefektifan keluarga sebagai lembaga sosial yang pokok.
7. Pengembangan yang efektif pada nilai-nilai moral dan spiritual
8. Pembagian kekuasaan yang tepat dan bertanggungjawab agar supaya dapat mencapai
keadilan
9. Pemanfaatan yang tepat pada sumber-sumber yang langka untuk mencapai hasil yang
sangat banyak (the widest general of well being)

10. Pencapaian garis batas kesetiaan yang memadai

11. Kerjasama dalam kepentingan perdamaian dan kesejahteraan

12. Tercapainya keseimbangan antara stabilitas sosial dan perubahan sosial

13. Penyebaran dan pendalaman kemungkinan untuk hidup lebih kaya.

Tujuan tujuan instruksional citizenship transmission tentang warga negara yang baik telah
diasumsikan bahwa bahan penting dalam menyiapkan warga negara yang baik adalah
pengetahuan dan apresiasi terhadap nenek moyangnya. Seperti tentang sejarah yang paling
penting, disusun secara kronologis dan yang sudah disyahkan oleh pemerintah. Inilah yang
kadang menjadi perlunya pemikiran baru, kenapa justru cerita sejarah masa lalu dianggap
lebih penting, padahal mereka hidup di masa sekarang dan yang akan datang.
Ada beberapa metode pendidikan IPS sebagai program citizenship transmission yaitu:

1. Direct transmission, yaitu melalui transmisi langsung atau pembelajaran langsung


kontak antara sumber informasi dengan penerima informasi, atau melalui kuliah
langsung.
2. Indirect transmission, yaitu transmisi tidak langsung, misalnya dengan menggunakan
alat bantu atau media.
3. Inquiry oriented transmission, yaitu kecakapan untuk menyelidiki dan mengadakan
riset.

1. b. IPS Sebagai Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial (social studies as social sciences)

Inilah alasan yang sangat kuat terhadap perlunya pendidikan IPS sebagai program pendidikan
ilmu-ilmu sosial adalah karena mengajarkan ilmu-ilmu sosial secara terpisah-pisah
memberatkan siswa sekolah secara kurikuler. Program pembelajaran secara disipliner
(terpisah) hanya akan menambah beban siswa sekolah (SD_SMA) dalam belajar. Karena
tingkat perkembangan psikologi anak usia sekolah belum sepenuhnya spesifik atau menjurus,
tetapi masih holistik, sehingga pendekatan belajar pengetahuan sosial sebaiknya terpadu,
makin dewasa makin spesifik. Oleh karenanya hingga kini masih sering terjadi konflik dan
pertentangan antara kelompok ahli ilmu sosial dalam menyusun materi ilmu sosial sebagai 
program pendidikan IPS. Akan tetapi dalam IPS sebagai program pendidikan ilmu-ilmu
sosial telah terjadi kesepakatan secara aklamasi, yaitu bahwa murid-murid sekolah umum
harus mempelajari struktur dan proses-proses inquiry dari disiplin ilmiah itu (Barr and Barth,
2003). Para ahli ilmu sosial juga menghendaki agar para pemuda melihat dunia ini melalui
kacamata seorang ahli ilmu sosial, agar mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang biasa
diajukan oleh para ahli ilmu sosial. Para ahli ilmu sosial percaya bahwa kalau seorang murid
memperoleh kebiasaan berfikir dan pola pikir yang berkaitan dengan disiplin ilmu sosial
tertentu, dia akan menjadi peka, membuat keputusan yang lebih baik dan akhirnya memahami
susunan dan proses-proses yang terjadi di masyarakat. Profesor Laurent Senesh,
mengemukakan bahwa fungsi utama dari perkembangan cara berfikir analitis ialah dengan
membantu pemuda memahami struktur dari akhir tujuan ilmu sosial education adalah
mengembangkan kemampuan untuk bisa memecahkan problema secara sendiri.

Namun lagi-lagi, bahwa pendidikan suatu ilmu pengetahuan bukanlah hanya bagaimana
mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga harus mengajarkan tentang
makna dan nilai-nilai atas ilmu pengetahuan itu untuk kepentingan kehidupannya ke arah
lebih baik. Inilah di antaranya yang membedakan antara pendidikan disiplin ilmu sosial
tertentu dengan pendidikan IPS (social studies). Pendidikan IPS merupakan kemasan
pengetahuan sosial yang telah dipertimbangkan secara psikologis untuk kepentingan
pendidikan. Jadi tidak seperti pendidikan disiplin ilmu sosial, yang lebih mengutamakan pada
bagaimana mengajarkan ilmu pengetahuan agar menjadi milik peserta didik, hampir
dikatakan tidak ada pesan edukatifnya (pedagogiknya).

1. c. IPS Sebagai Pendidikan Reflektif (social studies as reflective inquiry)

Pendidikan reflektif bukan sekedar mengajarkan disiplin ilmu pengetahuan dan  pemindahan
nilai secara akumulatif, tetapi seperti di kemukakan oleh John Dewey bahwa, kurikulum
sekolah harus berpegang kepada kebutuhan kebutuhan dan minat murid sekolah, tidak perlu
berusaha untuk memindahkan segudang pengetahuan yang tidak perlu dan tidak relevan,
mereka harus menjadi penolong murid untuk hidup lebih efektif dalam kemelut jamannya.
Oleh karenanya sebagaimana rekomendasi dewan nasional (NCSS)bahwa, murid-murid
diarahkan agar menjadi warga negara yang efektif, tidak hanya dengan menghafalkan isi
materi pelajaran saja, tetapi dengan mempraktekan decission makin (pengambilan keputusan)
dalam kehidupannya se hari-hari. Dewan melihat bahan pengajaran bukan sebagai tujuan
akhir semata, melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan sebagai warga negara.
Kewarganegaraan efektif tidak di batasi sebagai kepatuhan atau teguh pada norma-norma
tertentu saja, tetapi dilihat sebagai perkembangan dari judgement kecakapan untuk membuat
keputusan rasional. Pendidikan tidak hanya mempersiapka kehidupan dewasa, pengalaman-
pengalaman edukatif sekarang ini sangatlah penting. Cara terbaik untuk melatih dan
mempersiapkan sikap kewarganegaraan untuk masa mendatang adalah dengan membekali
kesempatan-kesempatan untuk mempraktekkan citizenship pada waktu kini. Oleh karena itu,
pendidikan IPS harus mengajarkan kejadian-kejadian mutakhir dan decission making serta
pengalaman masa lalu. Dengan demikian pendidikan IPS diharapkan dapat mengembangkan
konsep revolusioner tentang studi-studi sosial, Sebagai contoh:

1. Pendidikan IPS harus secara fungsional berhubungan dengan kebutuhan dan minat
dari yang ada sekarang, seperti masalah demokrasi, HAM, keadilan, krisis, konflik,
kesejahteraan, kelangkaan, pengelolaan, wabah, bencana, globalisasi dsb.
2. Isi studi sosial (IPS) harus diatur mengenai topik dan permasalahan permasalahan
yang disajikan, sebaiknya juga subjek yang disajikan ling berhubungan dan
dikombinasikan (terpadu) untuk penyelidikan kontemporer, sehingga dapat tercapai
citizenship yang efektif.
3. Metode pembelajaran IPS jangan drill, expositry, penyingkatan, pengulasan tetapi
problem solving yang terkait dengan kehidupannya.
4. Maslah yang dipelajari haris merupakan seleksi dari beberapa sumber dan
pengetahuan, serta sesuai kebutuhan murid dan masyarakat umunya.

1. IPS Sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social criticism)

Pendidikan IPS sebagai media pengembangan kritisisme murid agak jarang dilakukan oleh
guru, di samping karena takut salah dan kena sanksi, juga relatif sulit. Pendidikan model ini
lebih pada pendidikan kontroversial issue dan pendidikan yang mengutamakan
pengembangan kemampuan pengetahuan dan memupuk keberanian mengemukakan pendapat
atau argumen. Untuk ini pendidikan IPS harus dapat mengembangkan kemampun berfirir
kritis (Critical thinking) dengan berbagai metode pemecahan masalah (problem solving).

1. IPS Sebagai pengembangan pribadi seseorang (social studies as personal


development of the individual)

Pengembangan pribadi seseorang melalui pendidikan IPS tidak langsung tampak hasilnya,
tetapi setidaknya melalui pendidikan IPS akan membekali kemampuan seseorang dalam
pengembangan diri melalui berbagai ketrampilan sosial dalam kehidupannya (social life
skill). Pendidikan IPS di sini harus membekali siswa tentang pengetahuan, ketrampilan, sikap
dan nilai, sehingga semua itu dapat membentuk citra disi siswa menjadi manusia manusia
yang memiliki jati diri yang mampu hidup di tengah masyarakat dengan damai, dan dapat
menjadikan contoh teladan serta memberikan kelebihannnya pada orang lain.

You might also like