You are on page 1of 42

Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH.

Hand Out Pertama


 Perikatan terjemahan dari Verbintenis
 Verbintenis mengandung banyak pengertian, di antaranya:
• Perikatan: masing-masing pihak saling terikat oleh suatu
kewajiban atau prestasi.
(Dipakai oleh Subekti dan Sudikno).
• Perutangan: suatu pengertian yang terkandung dalam
verbintenis. Adanya hubungan hutang piutang antara para
pihak .
(Dipakai oleh Sri Soedewi, Volk Maar, Kusumadi).
• Perjanjian (overeenkomst).

(Dipakai oleh Wiryono Prodjodikoro)


 Perikatan adalah hubungan hukum dalam lingkungan
harta kekayaan antar dua pihak atau lebih yang
menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi
 Istilah yang terbentuk dari definisi diatas, yaitu :
• Pihak yang berhutang (debitur)

• Pihak yang berpiutang (kreditur)

 Prestasi:
• Suatu hal menurut isi perjanjian wajib dipenuhi oleh
pihak yang satu dan merupakan bagian bagi pihak
yang lain.
 Buku III KUH Perdata
 Sistematika Buku III KUHPerdata
 Bagian Umum

• BAB I Perikatan pada Umum

• BAB II Perikatan yang timbul dari Perjanjian

• BAB III Perikatan yang Timbul dari Undang-


undang
• Hapusnya Perikatan
 Bagian Khusus
• BAB V Jual Beli
• BAB XVIII Perdamaian

 Jika ketentuan bagian umum bertentangan dengan


ketentuan bagian khusus, maka yang digunakan adalah
ketentuan yang khusus.
(Lex specialist de rogat lex generalis)
 SebagaiHukum Pelengkap
Jika para pihak membuat ketentuan sendiri, maka para
pihak dapat mengesampingkan ketentuan dalam
Undang-undang.

 Konsensuil

Dengan tercapainya kata sepakat di antara para pihak,


maka perjanjian tersebut telah mengikat.
 Obligatoir

• Sebuah Perjanjian hanya menimbulkan kewajiban


saja, tidak menimbulkan hak milik.
• Hak milik baru berpindah atau beralih setelah
dilakukannya penyerahan atau levering
 Sistem hukum perikatan adalah terbuka, artinya BW atau
KUH Perdata memberikan kemungkinkan bagi setiap
orang untuk mengadakan bentuk perjanjian apapun, baik
yang telah diatur di dalam Undang-undang, peraturan
khusus maupun perjanjian baru yang belum ada
ketentuannya.
Misalnya perjanjian jual beli HP atau komputer,
perjanjian sewa rumah atau kost-kostan, perjanjian jual
beli kendaraan bermotor, dan sebagainya.
 Perikatan bersyarat
 Perikatan dengan ketetapan waktu atau ketentuan waktu
 Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng
(solider)
 Perikatan dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
 Perikatan dengan ancaman hukuman
 Perikatan manasuka
 Perikatan Bersyarat
Merupakan perikatan yang pemenuhan prestasinya
dikaitkan pada syarat tertentu.

 Pengertian Syarat?
Merupakan peristiwa yang akan datang dan belum pasti
terjadi (Pasal 1253 KUH Perdata)
 Syarat dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu:
1. Syarat yang menangguhkan
Artinya apabila syarat tersebut dipenuhi,
maka perikatannya menjadi berlaku.
2. Syarat yang memutuskan atau membatalkan
Artinya apabila syarat tersebut dipenuhi, maka
perikatannya menjadi putus atau batal.
 Perikatan yang bertujuan melakukan sesuatu yang tidak
mungkin dilaksanakan, bertentangan dengan kesusilaan
dan dilarang oleh Undang-undang atau batal hukumnya.
Dengan demikian perikatan yang dikaitkan dengan
syarat-syarat tertentu di atas jadi batal.
Nb:
Syarat yang tidak mungkin terlaksana, artinya secara
obyektif syarat itu tidak mungkin dipenuhi.
 Syarat dibedakan menurut isinya, yaitu:

1. Syarat potestatif

2. Syarat kebetulan

3. Syarat campuran
1. Syarat potestatif
Merupakan syarat yang pemenuhannya tergantung
dari kekuasaan salah satu pihak
2. Syarat kebetulan
Merupakan syarat yang pemenuhannya tidak
tergantung dari kekuasaan kedua belah pihak
3. Syarat campuran
Merupakan syarat yang pemenuhannya tergantung
dari kemauan salah satu pihak, juga bergantung dari
kemauan pihak ketiga bersama-sama.
 Dalam perikatan yang bersyarat, debitur tidak
berkewajiban untuk berprestasi sebelum syarat itu
dipenuhi.
 Jika debitur telah berprestasi sebelum syarat itu
dipenuhi, maka debitur dapat minta kembali prestasinya
sampai syarat itu dipenuhi. Jadi merupakan pembayaran
tidak terutang.
 Perikatan dengan ketetapan waktu
Merupakan perikatan yang pemenuhan prestasinya
dikaitkan pada waktu yang tertentu atau dengan
peristiwa tertentu yang pasti terjadi.
 Ketetapan waktu dibedakan atas dua:
1. Ketetapan waktu yang menangguhkan (Pasal 1268-
1271)
 Ketetapan waktu yang menangguhkan, tidak
menangguhkan perikatannya tapi menangguhkan
pelaksanaanya.
2. Ketetapan waktu yang memutuskan atau
membatalkan
 Perjanjian kerja untuk waktu satu tahun, atau
sampai meninggalnya buruh
 Perikatan dapat sekaligus ditentukan mulainya dan
berakhirnya, yaitu sewa menyewa dimulai desember
yang akan datang sampai satu tahun lamanya. Jika tidak
ditentukan mulainya kapan, maka perikatan segera
berlaku dan kreditur segera minta pemenuhannya.
 Perbedaan perikatan dengan ketetapan waktu dengan
perikatan bersyarat adalah adanya kepastian waktu itu
akan datang.
 Ketetapan waktu dapat tetap.
 penyerahan barang dilakukan tanggal 20 April yang
akan akan datang atau 4 hari lagi.
 Ketetapan waktu dapat tidak tetap.
 A akan memberikan rumah kepada B kalau A mati.
Kematian A adalah pasti, tapi kapan itu terjadi, tidak
dapat ditetapkan.
 Akibat hukum dari perikatan ini bermacam-macam.
Undang-undang menentukan bahwa ketetapan waktu
adalah untuk keuntungan dari debitur, kecuali ditentukan
lain (P.1270).
 Pada umumnya, pembayaran sebelum waktunya dari
debitur tidak dapat dituntut oleh kreditur, juga tidak
akan ditolak oleh kreditur.
 Tapi apabila ketentuan waktu itu untuk keuntungan
kreditur, maka pembayaran sebelum waktunya akan
merugikan debitur.
 Hutang piutang dengan bunga.
 Debitur berhak untuk tidak digugat sebelum waktunya dan
kreditur juga berhak untuk tidak dibayar sebelum waktunya.
 Dalam perikatan dengan ketetapan waktu, pembayaran
sebelum waktunya tidak dapat diminta kembali dan ini berbeda
dengan perikatan bersyarat.
 Ketetapan waktu menangguhkan disebut terme de droit. Harus
dibedakan dengan terme de grace dalam pasal 1266. yang
pertama menangguhkan pelaksanaan prestasi, yang kedua
debitur minta penangguhan pemenuhan prestasi karena telah
ditagih oleh kreditur
 Debitur tidak lagi dapat menarik manfaat dari suatu
ketetapan waktu jika ia telah dinyatakan pailit
(dinyatakan tidak mampu lagi) atau karena kesalahan
jaminan debitur yang diberikan kepada kreditur telah
berkurang atau merosot nilainya.
 Artinya, meskipun batas ketetapan waktu yang
ditentukan itu belum tiba, namun kreditur sudah dapat
menagih karena debitur dinyatakan pailit atau karena
kesalahan jaminan debitur yang diberikan kepada
kreditur telah berkurang atau merosot nilainya.
 Debitur yang belum waktunya datang telah memenuhi prestasi.
Dalam perikatan bersyarat prestasinya dapat dimintakan lagi
dan merupakan pembayaran tidak terutang
 Berlakunya pemenuhan prestasi.
 Dalam perikatan bersyarat pemenuhan prestasi itu berlaku
surut sejak perjanjian itu dibuat karena syaratnya belum pasti
terjadi.
 Dalam perikatan dengan ketetapan waktu pemenuhan prestasi
itu tidak berlaku surut. Ketetapan waktu tidak menangguhkan
perikatan melainkan menangguhkan pelaksanaan.
 Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng
 Pada umumnya para pihak dalam perjanjian terdiri
dari satu orang pihak yang satu dan satu orang pihak
yang lain. Tapi sering terjadi salah satu pihak atau
kedua belah pihak terdiri dari lebih dari satu orang.
• Jika A dan B bersama-sama mempunyai piutang
Rp. 1000,00 untuk X. Artinya, A dan B masing-
masing dapat menuntut kepada X Rp.500,00.
 Sebaliknya, X dan Y hutang kepada A, sehingga A dapat
menuntut kepada X dan Y masing-masing setengah
bagian dari hutang itu.

 Artinya, tiap-tiap kreditur dapat menuntut prestasi


seluruhnya dengan ketentuan masing-masing debitur
dapat dipertanggung gugatkan untuk seluruh
prestasi. Ini dimaksudkan dengan sekali pemenuhan
prestasi, maka hubungannya menjadi lenyap.
Contoh :
 Karena A dan B bersama-sama mempunyai Hak atas
Rp.1000,00. Jika X telah melunasi kepada A maka
tuntutan B kepada X juga akan lenyap. Demikian juga
sebaliknya, jika X dan Y bersama-sama hutang
kepada A Rp.1000,00 maka A telah dibayar lunas
kalau X telah membayar hutang itu seluruhnya.
 Umumnya X dan Y mengadakan perhitungan intern
diantara mereka sendiri. Perhitungan intern inilah yang
dinamakan perikatan yang tanggung menanggung atau
tanggung renteng.
 Perikatan tanggung renteng dapat terjadi karena:
1. Perjanjian
2. Ketentuan UU
 Tanggung renteng
Aktif (Pasal 1278,1279)
Pasif (Pasal 130)
 Artinya, adakalanya terdapat lebih dari seorang
kreditur atau terdapat lebih dari seorang debitur.
Mungkin juga terjadi kombinasi, yaitu lebih dari
seorang kreditur di pihak yang satu dan lebih dari
seorang debitur di pihak yang lain
 Tanggung renteng aktif dalam praktek jarang terjadi.
Tanggung renteng aktif yang timbul dari Undang-undang
juga tidak ada
 Tiap-tiap kreditur dalam tanggung renteng aktif berhak
menuntut pemenuhan seluruh prestasi, dengan
pengertian pelunasan kepada salah satu kreditur
membebaskan debitur dari kewajibannya terhadap
kreditur-kreditur lainnya (P.1278).
 Tanggung renteng pasif dalam banyak hal timbul dari
Undang-undang.
 Mereka yang merampas dan orang yang menyuruh,
bertanggung jawab untuk seluruhnya secara
tanggung renteng.
 Orang yang bersama-sama menerima suatu
barang sebagai pinjaman, maka masing-masing
mereka untuk seluruhnya bertanggungjawab
terhadap orang yang memberi pinjaman (P.1479).
 Tanggung renteng pasif biasanya terdiri dari unsur:
 Dua orang debitur atau lebih

 Kewajiban debitur untuk prestasi yang sama

 Pelunasan salah seorang debitur akan membebaskan


debitur lainnya
 Perikatannya mempunyai dasar atau sebab yang sama.

 Dalam tanggung renteng pasif, kreditur dapat menuntut


pemenuhan prestasi kepada setiap debitur, dalam pengertian
pelunasan dari seorang debitur membebaskan debitur-debitur
lainnya (P.1280)
 Dalam perikatan tanggung renteng terjadi dua pola hubungan:
 Hubungan intern (1278-1291)
 Adalah hubungan antara para kreditur atau debitur
tanggung renteng itu sendiri.
• Artinya, setelah satu debitur melunasi untuk seluruhnya,
mereka dapat memperhitungkan bagiannya masing-
masing kepada debitur yang dilunasinya itu.
 Hubungan ekstren (1292-1295)
 Adalah hubungan antara para kreditur tanggung renteng
dengan debitur
 Dalam hubungan ektern ini, debitur tanggung renteng
tidak mempunyai hak utama
 Untuk diganti. Artinya, kalau ditagih tidak boleh
minta debitur lainnya saja yang ditagih
 Untuk dibagi. Artinya kalau ditagih tidak boleh minta
supaya hutangnya dibagi-bagi saja di antara debitur
lainnya.
 Kadang kala terjadi prestasi itu harus dipenuhi oleh dua atau
lebih debitur atau dapat ditagih oleh dua atau lebih kreditur.
Hal ini dapat terjadi sejak semula dari perikatan atau akibat
dari suatu peristiwa yang kemudian terjadi. Misal pewarisan
 A, B dan C secara tanggung renteng berkewajiban
membayar Rp.500,- dan ternyata A wafat dengan
meninggalkn 5 orang ahli waris. Maka kreditur dapat
menagih B atau C masing-masing Rp.500,- akan tetapi
terhadap ahli waris A kreditur hanya dapat menagih
masing-masing Rp.500,-
 Kalau prestasi tidak dapat dibagi, maka para debitur harus
memenuhi seluruh prestasi sekaligus
 Tanggung renteng selalu dikehendaki, baik oleh
perjanjian maupun Undang-undang.
 Tidak dapat dibagi adalah mengenai prestasinya,
prestasinya yang tidak dapat dibagi. Jadi tanggung
renteng terletak pada subyeknya, tidak dapat dibagi
terletak pada obyeknya atau prestasinya.
 Tanggung renteng adalah akibat perjanjian atau akibat
dari ketentuan Undang-undang.
 Tidak dapat dibagi adalah berdasarkan atas sifat atau
maksud dari perikatan.
 Perikatan yang dapat dibagi adalah perikatan yang
prestasinya dapat dibagi-bagi
 Jika terdapat satu kreditur dan satu debitur, maka
perikatan yang dapat dibagi harus dilaksanakn seperti
perikatan yang tidak dapat dibagi.
 Jika terdapat lebih dari satu kreditur dan lebih dari satu
debitur, maka tiap-tiap kreditur tidak boleh menagih
lebih dari bagiannya. Demikian pula tiap-tiap debitur
tidak perlu memenuhi prestasi lebih dari bagiannya
 Perikatan yang tidak dapat dibagi adalah perikatan yang
prestasinya tidak dapat dibagi-bagi
 Menurut Undang-undang tidak dapat dibagi mempunyai
akibat:
 Kalau debiturnya banyak, tiap-tiap debitur dapat
dipertanggung gugatkan seluruh prestasinya
(berlakunya tidak dapat dibagi yang pasif)
 Kalau krediturnya banyak, tiap-tiap kreditur dapat
menagih prestasi (berlakunya tidak dapat dibagi yang
aktif)
 Pembayaran oleh seorang debitur atau kepada salah
seorang kreditur melenyapkan perikatan.
 Pada umumnya, debitur yang telah melunasi hutangnya
mempunyai hak untuk menagih kepada sesama debitur
yang lain, juga kalau kreditur yang telah menerima
hutang seluruhnya dari debitur berkewajibn untuk
memperhitungkan dengan kreditur-kreditur lain.
 Tidak dapat dibagi di sini hanya mengenai hubungan
dari kreditur kepada debitur dan tidak antara para
kreditur sendiri atau antara debitur sendiri
 Prestasi tidak dapat dibagi karena:
1. Sifatnya
2. Maksud para pihak
 Berdasarkn sifatnya, perikatan tidak dapat dibagi jika
penyerahan suatu barang atau perbuatan dalam
pelaksanaannya tidak dapat dibagi, baik secara nyata
maupun secara perhitungan
 Menurut Assert :
 Hukum suatu benda dapat dibagi jika benda tersebut
tanpa mengubah hakekat dan tidak mengurangi secara
menyolok nilai harganya dapat dibagi dalam bagian-
bagiannya.
 Tanaman, binatang dan kursi tidak dapat dibagi
 Gula, tanah dapat dibagi
 Perikatan untuk berbuat sesuatu tidak dapat dibagi, jika
prestasinya bersifat artistik dan dapat dibagi jika
prestasinya bersifat materiil.
 Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu tidak dapat dibagi
 Kewajiban untuk tidak main musik selama 1 minggu
telah dilanggar jika dalam tenggang waktu tersebut
yang bersangkutan telah main piano walau hanya 1
jam
 Berdasarkn maksud, perikatan tdk dpt dibagi jika
maksud para pihak bahwa prestasinya hrs dilaksanakn
sepenuhny sekalipun perikatan tsb dpt dibagi-bagi
 Penyerahan hak milik suatu benda menurut tujuannya
tdk dapt dibagi sekalipun menurut sifatnya prestasi tsb
dpt dibagi
TERIMA KASIH

You might also like