You are on page 1of 17

Fungsi Dan Kedudukan Bahasa Indonesia

Bahasa indonesia merupakan bahasa resmi Republik Indonesia (RI) dimana tercantum
dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang tertulis
bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Bahasa Indonesia juga disiratkan dalam
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 pada bagian ketiga yang berbunyi “KAMI POETRA
DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN,
BAHASA INDONESIA”.

Sejak awal kemerdekaan, bahasa Indonesia telah mengalami pekembangan karena


didorong oleh bebeapa faktor, seperti saya kutip dari buku “sejarah nasional Indonesia”
faktor pertama yaitu bangkitnya semangat kebangsaan Indonesia yang telah mengatasi
kedaerahan dan kesukuan. Faktor kedua karena telah terbitnya kitab “logat melayu” pada
tahun 1901 karangan Van Ophuyzen, yang digunakan di sekolah-sekolah yang
mengajarkan bahasa melayu. Faktor ketiga adalah didirikannya Commissie voor de
Volkslecture pada tahun 1908, yang kemudian menjadi Balai Pustaka. Hal ini mendorong
perkembangan dibidang bahasa dan sastra, terutama dengan lahirnya kelompok
“Pujangga baru”.

Faktor-faktor diatas medasari terpenuhinya fungsi bahasa tersebut sebagai bahasa baku
yang telah memperkuat sikap masyarakat Indonesia terhadapnya. Jika melihat dari
kedudukannya, Bahasa Indonesia ialah status relatif bahasa Indonesia sebagai lambang
nilai budaya Indonesia yang dirumuskan atas dasar nilai sosial Indonesia.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :

1. Bahasa resmi kenegaraan dimana kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa


daerah.
2. Bahasa pengantar resmi di dalam dunia pendidikan.
3. Alat penghubung resmi pada tingkat nasional.

Namun jika melihat dari kondisi negara Indonesia yang memiliki keanekaragaman suku
dan bahasa, wajarlah penerapan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari menjadi
sulit dikarenakan keanekaragaman bahasa daerah itu sendiri. Masyarakat Indonesia lebih
terbiasa menggunakan bahasa daerahnya sendiri ketimbang menggunakan Bahasa
Indonesia yang merupaka bahasa kenegaraan.

http://azizturn.wordpress.com/2009/09/12/fungsi-dan-kedudukan-bahasa-indonesia/

walaupun sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjadikan bahasanya


sendiri sebagai bahasa resmi.

Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa sebagai


bahasa negara apabila (1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar
penduduk negara itu, (2) secara geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh
penyebarannya, dan (3) bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu.
Bahasa-bahasa yang terdapat di Malaysia, Singapura, Filipina, dan India tidak
mempunyai ketiga faktor di atas, terutama faktor yang nomor (3). Masyarakat
multilingual yang terdapat di negara itu saling ingin mencalonkan bahasa daerahnya
sebagai bahasa negara. Mereka saling menolak untuk menerima bahasa daerah lain
sebagai bahasa resmi kenegaraan. Tidak demikian halnya dengan negara Indonesia.
Ketig faktor di atas sudah dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan, tidak
hanya itu. Sebelumnya bahasa Indonesia sudah menjalankan tugasnya sebagai
bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Dengan demikian, hal yang
dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita tidak merupakan persoalan. Oleh
sebab itu, kita patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.

Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan


di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam

kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai


(1) bahasa resmi kenegaraan,
(2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
(3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan


(4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern.

Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah memang
sebagai ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai
bahasa negara.

Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa


resmi kenegaran ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi
kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala
upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.

Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang


dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya dituliskan di dalam bahasa
Indonesia. Pidato-pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka menuanaikan
tugas pemerintahan diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Indonesia. Sehubungan
dengan ini kita patut bangga terhadap presiden kita, Soeharto yang selalu
menggunakan bahasa Indonesia dalam situsi apa dan kapan pun selama beliau
mengatasnamakan kepala negara atau pemerintah. Bagaimana dengan kita?
Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bhasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan
perguruan tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan
rendah yang anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah)
menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan. Hal
ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.

Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di


lembaga pendidikan tersebut, maka materi pelajaran ynag berbentuk media cetak
hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan
menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri.
Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu peningkatan perkembangan bahasa
Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek). Mungkin pada
saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai bahasa iptek yang sejajar
dengan bahasa Inggris.

Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk


kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, bahasa
Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan
informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan
penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan
penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan
dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh orang kedua (baca: masyarakat).

Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi,


bahasa Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu,
yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah
mungkin dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia
dengan bahasa lain selain bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali
mengajarkan menari Bali kepada orang Jawa, Sunda, dan Bugis dengan bahasa Bali?
Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi
modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi,
baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah
maupun media cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa Indonesia. Pelaksanaan
ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang
dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.

Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa


Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Perbedaan dari Segi Ujudnya

Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial dalm rangka


peringatan Hari Hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda Usaha
wanita dalam rangka peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai
kalimat-kalimat yang semacam ini.

“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari yang bersejarah. Sampeyan tentunya udah
tau, bukan? Kalau kagak tau yang kebacut, gitu aja”.
Kalimat yang semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada waktu kita membaca
surat-surat dinas, dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan pemerintah.

Di sisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah
atau suku yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti ‘kepingin’,
‘paling banter’, ‘kesusu’ dan ‘mblayu’? Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan
komunikasi, kita tidak akan menggunakan kata-kata yang tidak akan dimengerti oleh
lawan bicara kita sebagaimana contoh di atas. Kita juga tidak akan menggunakan
struktur-struktur kalimat yang membuat mereka kurang memahami maksudnya.

Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedan ujud antara bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca
pada contoh di atas, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana
yang pernah juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan seeorang lain daerah
atau lain suku? Perbedaan secara khusus memang ada, misalnya penggunaan
kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan pembicaraannya berbeda.
Dalam lapangan politik diperlukan kosakata tertentu yang berbeda dengan kosakata
yang diperlukan dalam lapangan administrasi. Begitu juga dalam lapangan ekonomi,
sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum terdapat kesamaan. Semuanya
menggunakan bahasa yang berciri baku. Dalam lapangan dan situasi di atas tidak
pernah digunakan, misalnya, struktur kata ‘kasih tahu’ (untukme mbe r itahuk an),
‘bikin bersih’ (untukme mbe r sihk an), ‘dia orang’ (untukme re k a), ‘dia punya harga’
(untukhar ganya), dan kata ‘situ’ (untuk Saudara, Anda, dan sebagainya), ‘kenapa’
(untukme ngapa), ‘bilang’ (untukme ngatak an), ‘nggak’ (untuktidak), ‘gini’ (untuk

begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak baku.
Perbedaan dari Proses Terbentuknya
Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua kedudukan
bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional, sebenarnya sudah terlihat di
dalam uraian pada butir 1.2 dan 1.3. Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat
ditelaah hal berikut.

Sudah kita pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya
kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia
pada waktu itu. Putra-putra Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu
yang mutlk untuk mewujudkan suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh
bercerai kta runtuh” benar-benar diresapi oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa
untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran yang menunjangnya. Dari sekian
sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah srana komunikasi yang disebut
bahasa. Dengan pertimbangan kesejarahan dan kondisi bahasa Indonesia yang

lingua franca itu, maka ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.

Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi.


Terbentuknya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dilatarbelakangi oleh
kondisi bahasa Indonesia itu sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya
ke hampir seluruh wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya.
Di samping itu, pada saat itu bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakainya
sebagai bahasa pemersatu bangsa, sehingga pada saat ditentukannya sebagai
bahasa negara/resmi, seluruh pemakai bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai
penduduk Indonesia itu menerimanya dengan suara bulat.

Dengan demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa Indonesia tersebut


dilatarbelakangi oleh proses pembentukan yang berbeda.
Perbedaan dari Segi Fungsinya

Setelah kita menelaah uraian terdahulu, kita mengetahui bahwa fungsi kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali dengan fungsi kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah
pemakaian dan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dipakai, kiranya sudah kita ketahui.

Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan dengn tanggung jawab
kita terhadp pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila kita menggunakan bahasa
Indonesia sebagai fungsi tertentu, terdapat kaitan apa dengan kita? Kita berperan
sebagai apa sehingga kita berkewajiban moralmenggunakan bahasa Indonesia
sebagai fungsi tertentu? Jawaban atas pertanyaan itulah yng membedakan tanggung
jawab kita terhadap pemakaian fungsi-fungsi bahasa Indonesia baik dalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara/resmi.

Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi dipakai sebagai alat


penghubung antarsuku, misalnya, karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup
di wilayah tanah air Indonesia. Sehubungan dengan itu, apabila ada orang yang
berbangsa lain yang menetap di wilayah Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia,
dia tidak mempunyai tanggung jawab moral untuk menggunakan bahasa Indonesia
sebagai fungsi tersebut.

Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina,
tetapi karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai
Ketua Lembaga Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada
anggotnyan berkewajiban moral untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak
perduli apakah dia lancar berbahasa Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah
semua pengikutnya keturunan Cina yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.

Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku,


karena dia berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia; sedangkan
seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia
sebagai warga negara Indonesia yang menjalankan tugas-tugas ‘pembangunan’
Indonesia.

Pengertian, Ciri, dan Penggunaan Kalimat Efektif

Filed Under : Catatan Kuliah 02 Pebruari 2009

Pengertian Kalimat Efektif


Kalimat efektif adalah kalimat yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang
disampaikan sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain.

Kalimat efektif syarat-syarat sebagai berikut:


1.secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.
2.mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau
pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau penulisnya.

Ciri-Ciri Kalimat Efektif

1.Kesepadanan
Suatu kalimat efektif harus memenuhi unsur gramatikal yaitu unsur subjek (S), predikat
(P), objek (O), keterangan (K). Di dalam kalimat efektif harus memiliki keseimbangan
dalam pemakaian struktur bahasa.

Contoh:
Budi (S) pergi (P) ke kampus (KT).

Tidak Menjamakkan Subjek


Contoh:
Tomi pergi ke kampus, kemudian Tomi pergi ke perpustakaan (tidak efektif)
Tomi pergi ke kampus, kemudian ke perpustakaan (efektif)

2.Kecermatan Dalam Pemilihan dan Penggunaan Kata


Dalam membuat kalimat efektif jangan sampai menjadi kalimat yang ambigu
(menimbulkan tafsiran ganda).

Contoh:
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (ambigu dan tidak
efektif).
Mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah
(efektif).

3.Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif maksudnya adalah hemat dalam mempergunakan kata,
frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu, tetapi tidak menyalahi kaidah tata
bahasa. Hal ini dikarenakan, penggunaan kata yang berlebih akan mengaburkan maksud
kalimat. Untuk itu, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan untuk dapat melakukan
penghematan, yaitu:
a. Menghilangkan pengulangan subjek.
b. Menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata.
c. Menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
d. Tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak.

Contoh:
Karena ia tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (tidak efektif)
Karena tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (efektif)

Dia sudah menunggumu sejak dari pagi. (tidak efektif)


Dia sudah menunggumu sejak pagi. (efektif)

4.Kelogisan
Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat dengan mudah dipahami dan penulisannya
sesuai dengan ejaan yang berlaku. Hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki
hubungan yang logis/masuk akal.

Contoh:
Untuk mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini. (tidak efektif)
Untuk menghemat waktu, kami teruskan acara ini. (efektif)

5.Kesatuan atau Kepaduan


Kesatuan atau kepaduan di sini maksudnya adalah kepaduan pernyataan dalam kalimat
itu, sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kepaduan kalimat, yaitu:
a. Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak
simetris.
b. Kalimat yang padu mempergunakan pola aspek + agen + verbal secara tertib dalam
kalimat-kalimat yang berpredikat pasif persona.
c. Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata seperti daripada atau tentang
antara predikat kata kerja dan objek penderita.

Contoh:
Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian kita orang-orang kota yang telah
terlanjur meninggalkan rasa kemanusiaan itu. (tidak efektif)
Kita harus mengembalikan kepribadian orang-orang kota yang sudah meninggalkan rasa
kemanusiaan. (efektif)
Makalah ini membahas tentang teknologi fiber optik. (tidak efektif)
Makalah ini membahas teknologi fiber optik. (efektif)

6.Keparalelan atau Kesajajaran


Keparalelan atau kesejajaran adalah kesamaan bentuk kata atau imbuhan yang digunakan
dalam kalimat itu. Jika pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga menggunakan
verba. Jika kalimat pertama menggunakan kata kerja berimbuhan me-, maka kalimat
berikutnya harus menggunakan kata kerja berimbuhan me- juga.

Contoh:
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (tidak efektif)
Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (efektif)

Harga sembako dibekukan atau kenaikan secara luwes. (tidak efektif)


Harga sembako dibekukan atau dinaikkan secara luwes. (efektif)

7.Ketegasan
Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan terhadap ide pokok dari
kalimat. Untuk membentuk penekanan dalam suatu kalimat, ada beberapa cara, yaitu:

a. Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat).
Contoh:
Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain.
Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini. (ketegasan)

Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan
kemampuan yang ada pada dirinya.
Harapan presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya. (ketegasan)

b. Membuat urutan kata yang bertahap.


Contoh:
Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada
anak-anak terlantar. (salah)
Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada
anak-anak terlantar. (benar)

c. Melakukan pengulangan kata (repetisi).


Contoh:
Cerita itu begitu menarik, cerita itu sangat mengharukan.

d. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan.


Contoh:
Anak itu bodoh, tetapi pintar.
e. Mempergunakan partikel penekanan (penegasan), seperti: partikel –lah, -pun, dan –
kah.
Contoh:
Dapatkah mereka mengerti maksud perkataanku?
Dialah yang harus bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas ini.

http://adegustiann.blogsome.com/2009/02/02/pengertian-ciri-dan-penggunaan-kalimat-
efektif/
Dalam menulis karangan, wacana, artikel atau apapun yang berkaitan dengan tulis
menulis maka kita harus mengetahui jenis-jenis paragraph antara lain :
1. Paragraf deduktif adalah kalimat utama di awal (umum-khusus)
Cirri-ciri paragraph deduktif adalah
a. Definisi
b. Pernyataan
c. Pendapat
Contoh : Masalah yang kita hadapi sebenarnya adalah penyaluran dan pemasaran
produksi beras. Supaya produksi semakin meningkat tidak berhenti, penyaluran dan
pemasaran harus tetap dilaksanakan. Sekarang yang melakukan dan pemasaran adalah
bulog.

2. Paragraf induktif adalah kalimat utama diakhir


Cirri-ciri paragraph induktif
1. Definisi
2. Pernyataan
3. Pendapat
4. Kesimpulan
Contoh : Budi seorang lulusan STM yang kini memiliki bengkel besar ia mengatakan ia
berasal dari keluarga kurang mampu yang tidak memiliki modal. Ternyata kuncu sukses
bukan karena banyaknya modal tetapi karena keuletan.

3. Paragraf Campuran (deduktif-induktif) adalah kalimat utama diawal ditegaskan lagi


diakhir.
Contoh : Bagi manusia bahasa merupakan alat komunikasi yang sungguh penting.
Dengan bahasa manusia dapat menyampaikan isi hati kepada sesamanya. Dengan bahasa
itu pula manusia mewarisi dan mewariskan, menerima dan member pengetahuan kepada
sesamanya. Bahkan dengan bahasa pula manusia dapat mengekspresikan jiwa seninya.
Dengan demikian jelaslah bahwa bahasa merupakan sarana komunikasi yang sangat
penting dalam kehidupan manusia.

Menyusun Karangan Ilmiah


April 19, 2009 by petitevirus

Nih, berikut gw copas cara menulis karangan ilmiah, mudah-mudahan bermanfaat


PROSES PENYUSUNAN KARANGAN ILMIAH
1. Asas-asas Mengarang Secara Jelas
Di Amerika Serikat dalam tahun 1944 didirikan Robert Gunning Associates, sebuah
badan usaha yang memberikan Penyuluhan Keterbacaan (Readability counseling) dan
kursus/latihan dalam penulisan yang jelas (clear writing) kepada berbagai penerbit dan
surat kabar. Pendirinya Robert Gunning kemudian mengarang buku-buku berjudul
Principles of Clear Writing, Clear News Writing, The Technique of Clear Writing.
Berikut ini adalah sepuluh asas mengarang secara jelas yang dikemukakannya.
1. Keep sentences short
2. Prefer the simple to the complex
3. Prefer the familiar word
4. Avoid unnecessary words
5. Put action in your verbs
6. Write like you talk
7. Use terms you reader can picture
8. Tie in with your reader’s experience
9. Make full use of variety
10. Write to express not impress

1. Usahakanlah kalimat-kalimat yang pendek


Panjang rata-rata kalimat dalam suatu karangan merupakan sebuah tolok ukur yang
penting bagi keterbacaan. Kalimat-kalimat harus selang-seling antara panjang dan
pendek. Penulisan kalimat yang panjang harus diimbangi dengan kalimat-kalimat yang
pendek sehingga meningkatkan kejelasan karangan.

2. Pilihlah yang sederhana daripada yang rumit


Kata-kata yang sederhana, kalimat yang sederhana, bahasa yang sederhana lebih
meningkatkan keterbacaan suatu karangan.

3. Pilihlah kata yang umum dikenal


Dalam mengarang pakailah kata-kata yang telah dikenal masyarakat umum sehingga ide
yang diungkapkan dapat secara mudah dan jelas ditangkap pembaca

4. Hindari kata-kata yang tidak perlu


Setiap perkataan harus mempunyai peranan dalam kalimat dan karangan. Kata-kata yang
tak perlu hanya melelahkan pembaca dan melenyapkan perhatiannya.

5. Berilah tindakan dalam kata-kata kerja Anda


Kata kerja yang aktif, yang mengandung tindakan, yang menunjukkan gerak akan
membuat suatu karangan hidup dan bertenaga untuk menyampaikan pesan/warta yang
dimaksud. Kalimat ‘Bola itu menjebol gawang lawan’ lebih bertenaga dari “Gawang
lawan kemasukan bola itu”
6. Menulislah seperti Anda bercakap-cakap
Perkataan tertulis hanyalah pengganti perkataan yang diucapkan lisan. Dengan
mengungkapkan gagasan seperti halnya bercakap-cakap, karangan menjadi lebih jelas.

7. Pakailah istilah-istilah yang pembaca Anda dapat menggambarkannya


Perkataan yang konkret lebih jelas bagi pembaca daripada perkataan yang abstrak.
Sebagai contoh, “factory town” (kota dengan banyak pabrik) lebih mudah ditangkap
maksudnya daripada istilah “industrial community” (masyarakat industri).

8. Kaitkan dengan pengalaman pembaca Anda


Istilah-istilah yang abstrak memang berguna untuk proses pemikiran, tetapi licin untuk
berkomunikasi karena terbuka bagi macam-macam penafsiran. Karangan yang jelas ialah
bilamana dapat dibaca dan dipahami pembaca sesuai dengan latar belakang
pengalamannya.

9. Manfaatkan sepenuhnya keanekaragaman


Karangan tidak boleh senada, datar, sepi sehingga membosankan pembaca. Harus ada
variasi dalam kata, frase, kalimat maupun ungkapan lainnya. Kata Disraelli,
“Keanekaragaman dalam karangan adalah sumber kesenangan dalam pembacaan”

10. Mengaranglah untuk mengungkapkan, bukan untuk mengesankan


Maksud utama mengarang ialah mengungkapkan gagasan, dan bukannya menimbulkan
kesan pada pihak pembaca mengenai kepandaian, kebolehan, atau kehebatan diri
penulisnya.( Widyamartaya, 1997: 87)
(Disarikan dari buku Robert Gunning, The Technique of Clear Writing, 1952, Part Two).

Penggunaan Bahasa Tulis

I. Dalam menggunakan kata dan frase


1. hendaknya dihindari pemakaian kata atau frase tutur dan kata atau frase setempat,
kecuali bila sudah menjadiperkataan umum.
2. hendaknya dihindarkan pemakaian kata atau frase yang telah usang atau mati
3. hendaknya kata atau frase yang bernilai rasa digunakan secara cermat, sesuai dengan
suasana dan tempatnya.
4. hendaknya kata-kata sinonim dipakai secara cermat pula karena kata-kata sinonim
tidak selamanya sama benar arti pemakaiannya.
5. hendaknya istilah-istilah yang sangat asing bagi umum tidak dipakai dalam karangan
umum
6. hendaknya dihindari pemakaian kata asing atau kata daerah bila dalam bahasa
Indonesia sudah ada katanya, jangan menggunakan kata asing hanya karena terdorong
untuk bermegah dan berbahasa tinggi
7. untuk memperkecil banyaknya kata kembar dan kata bersaingan, dan untuk
menghindari beban atau pemberat yang tidak perlu dalam pemakaian bahasa, sebaiknya
dipedomani kelaziman dan ketentuan ejaan
Sumber : W. J. S Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang Mengarang, cetakan
ke-2, 1979
II. Dalam menyusun kalimat
1. gunakanlah kalimat-kalimat pendek
2. gunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang
3. gunakan bahasa sederhana dan jernih pengutaraannya
4. gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk
5. gunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat pasif
6. gunakan bahasa padat dan kuat
7. gunakan bahasa positif, bukan bahasa negatif
Sumber : H. Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik dan Komposisi, cetakan ke-3, 1984

Langkah-langkah Pembuatan
Langkah-langkah pokok pembuatan karangan ilmiah adalah sebagai berikut :
a. Memilih sebuah pokok soal (topik) yang dapat ditulis sesuai dengan minat Anda, minat
pembaca, arti penting topik, fasilitas, dan kesempatan
b. Mencari sumber yang autoratif
c. Membatasi pokok soal yang akan dibicarakan agar pengumpulan data, informasi, dan
fakta serta pengolahannya terfokus dan agar karangan dapat dikembangkan secara
memadai, yaitu pernyataan-pernyataan pendirian didukung dengan hal-hal yang konkret
dan spesifik
d. Menentukan suatu tesis percobaan (tentative) atau garis besar acuan sementara yang
menjadi arah umum dan tujuan yang hendak dicapai
e. Mencari di perpustakaan judul-judul buku dan artikel yang membicarakan topik yang
telah dipilih dan dibatasi.
f. Mengumpulkan/meminkjam buku-buku dan bacaan yang lain yang akan dipakai
sebagai sumber. Pertama-tama kumpulkan semua bacaan/buku yang diperkirakan dapat
menjadi sumber (working bibliography); working bibliography masih akan dipilihuntuk
menyusun final bibliography, yaitu sejumlah buku sumber yang sungguh-sungguh akan
dipakai untuk menulis karangan ilmiah
g. Mencatat tiap judul buku/bacaan pada sebuah kartu bibliography, lengkap dengan data
tentang nama pengarang dan publokasinya. Kartu-kartu bibliografi ini diperlukan untuk
menyusun catatan kaki,/catatan akhir dan daftar pustaka/daftar acuan kelak.
h. Membaca buku-buku/bacaan-bacaan sumber dengan membuat catatan-catatan,
misalnya catatan dengan sistem kartu. Catatan ini dapat berupa kutipan, sitiran, ringkasan
atau komentar pribadi.
i. Menata bahan-bahan yang terkumpul berupa catatan-catatan menjadi suatu garis besar
(kerangka karangan, outline). Setelah bahan-bahan itu ditata, akan terlihat bagian yang
sudah cukup bahannya, bagian yang belum cukup bahannnya, dan bagian yang masih
perlu ditambah dengan bahan yang lain. Dalam hal terakhir ini, Anda harus membaca
buku-buku lain lagi serta mengadakan pengamatan, wawancara dan sebagainya.
j. Merumuskan tesis final
k. Menyusun kerangka karangan yang final.
l. Menulis draft pertama karangan (karangan sementara). Pengantar (introduksi) tidak
selalu yang pertama kali disusun. Mungkin saja batang tubuh karangan ditulis terlebih
dahulu, kemudian penutupnya berupa ringkasan atau kesimpulan. Setelah itu, baru
disusun pengantarnya. Logikanya ialah bahwa setelah mengetahui kemana pembaca
harus diantar, dengan mudah kita menuliskan pengantarnya.

Dalam menulis karangan sementara ini, kutipan, catatan kaki atau catatan akhir
hendaknya diletakkan pada tempatnya dan ditulis dengan jelas dan setepat-tepatnya.
Baris-baris karangan sementaraini sebaiknya cukup longgar untuk memberi tempat
kepada koreksi-koreksi perbaikan. Dalam membuat draft pertama, perhatikanlah petunjuk
berikut ini

1. Selalu berpegang teguh pada topik (kerangka acuan).


2. kata-kata dan susunan kalimat sederhana, dan pembicaraan dari butir ke butir mudah
diikuti.
3. Menggunakan pernyataan-pernyataan positif (afirmatif). Jangan mengatakan apa yang
tidak benar dan tidak disarankan, melainkan apa yang benar, baik dan disarankan.
4. Tiap kata digunakan dengan sadar akan arti dan maknanya (denotasi dan konotasinya).
5. Menggunakan tanda baca dan cara penulisan menurut ejaan yang resmi dan berlaku.
6. Membaca kembali segala sesuatu yang telah dituliskan, dan memperbaiki rumusan-
rumusan yang kurang jelas, kurang tepat, atau yang boros kata.
7. Selalu mengusahakan dan dipenuhinya asas-asas kesatu-paduan, pertautan dan harkat

m. Merivisi karangan sementara dengan memperhatikan hal-hal berikut


1. Apakah pengantar (introduksi) cukup kuat dan menyatakan tesis dengan jelas?
2. Apakah karangan ditulis dengan mengikuti kerangkanya?
3. Apakah paragraf-paragrafnya bertautan?
4. Apakah tesis dijabarkan dengan pikiran-pikiran utama yang jelas dan apakah tiap
pikiran utama didukung dengan bukti yang konkret?
5. Terlalu banyakkah kutipan yang dipakai?
6. Apakah gagasan-gagasan orang lain diakui demikian dengan sistem catatan yang jelas?
Apakah karangan bersih dari plagiarisme?
7. Apakah bahasanya sederhana, mudah dipahami dan tidak berbelit?
8. Apakah konsistensi dalam segala hal dijaga?
9. Apakah cara penulisan kata, pemakaian huruf, dan tanda baca sesuai dengan EYD?
10. Apakah daftar pustaka tersusun secara cermat dan konsisten?
11. Apakah penutup cukup menarik?

PENYAJIAN KARYA ILMIAH


Penyajian karya ilmiah harus enak dan nyaman untuk dinikmati. Pembaca karya ilmiah,
harus merasakan adanya daya lukis, daya kupas, dan daya tafsir yang memadai atas setiap
satuan dan keseluruhan uraian, seperti :
1. tepat, konsisten, dan lengkapnya deskripsi data
2. kemampuan deskripsi data memberikan “isyarat” ke tahap berikutnya.
3. tepat, konsisten, dan lengkapnya analisis data
4. tepat dan lengkapnya kesimpulan setiap satuan dan keseluruhan analisis data
5. tepat dan jelasnya kesimpulan menjawab masalah penelitian/tujuan penulisan karya
tulis; hipotesis yang diajukan.
6. tepat dan mengenanya implikasi yang dikemukakan serta saran-saran yang diberikan
(implikasi merupakan dampak teoritis terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, atau
penerapan praktis pada pemecahan masalah dan penentuan kebijakan. Saran hendaknya
bersifat operasional. Dapat juga diberikan saran untuk penelitian lanjutan dan
pengembangan ilmu dan peningkatan pembinaan).
7. tertatanya segala sesuatu (asas organisasi), dan sifat-sifat penanganan penulisan yang
bersungguh-sungguh, bertanggung jawab dan kolaboratif.

Ada berbagai bentuk organisasi laporan penelitian dan sejenisnya. Namun bentuk-bentuk
organisasi itu pada dasarnya sama, yakni terdiri atas tiga bagian : Bagian Awal, Bagian
Teks dan Bagian Akhir.
1. Makalah Mahasiswa
Dalam makalah mahasiswa, data yang diolah disajikan sekurang-kurangnya dengan
tatanan sebagai berikut :
a. judul/halaman judul
b. kerangka makalah
c. isi, terdiri dari
(1) pernyataan tesis (gagasan pokok) makalah pada pengantar
(2) penjabaran gagasan pokok makalah pada batang tubuh
(3) kesimpulan dan pernyataan ulang gagasan pokok makalah pada penutup
d. catatan akhir (bila dipakai system ini)
e. lampiran (kalau ada)
f. daftar pustaka
2. Laporan Resmi Menurut Edward P. J. Corbett
Edward P. J. Corbett menyarankan bentuk penyajian laporan resmi sebagai berikut :
a. surat penyerahan (a letter of transmittal)
b. halaman judul ( a title page)
c. daftar isi (a table of contents)
d. daftar ilustrasi, table, bagan, dan grafik (a table of illustrations, tables, charts, and
graphs)
e. sari laporan (an abstract of the report)
f. pengantar laporan (an introduction to the report)
g. batang tubuh laporan (the body of the report)
h. daftar kesimpulan (a list of conclusions)
i. daftar saran (a list of recommendations)
j. lampiran-lampiran (appendices)
k. daftar bacaan atau daftar acuan (bibliography or list of references).
l. Indeks (index)
3. Laporan Penelitian Menurut Slamet Soeseno
Dalam bukunya yang berjudul Teknik Penulisan Ilmiah Populer, Slamet Soeseno
memberikan langkah-langkah penyusunan naskah ilmiah, seperti :
a. perumusan masalah
b. studi literature dan pengamatan kenyataan
c. perumusan hipotesis dan uji kebenarannya
d. penulisan laporan penelitian, dengan penyajian sebagai berikut :
1. judul (berikut nama penulis dan tempat tugas pekerjaannya)
2. abstract atau sari (inti sari tulisan hasil penelitian yang hendak disajikan)
3. pendahuluan (informasi latar belakang dan identifikasi masalah yang membawa
kepada pembicaraan tentang masalah dan pemecahannya)
4. tubuh utama (batang tubuh), berisi
a. bahan dan metode penelitian yang dipakai
b. uraian pelaksanaan dan tafsiran maupun rekaannya
5. penutup, berisi
a. hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan dan saran
b. ucapan terima kasih kepada mereka yang telah membantu terlaksananya penelitian
6. referensi atau acuan (daftar acuan)
e. pengkajian kebenaran dalam seminar
4. Laporan penelitian Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Untuk laporan penelitian, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa mengemukakan
bentuk penyajiannya sebagai berikut :
a. judul, pelaksana, penerima laporan
b. kata pengantar
c. daftar isi
d. daftar table
e. abstrak
f. bab pendahuluan
g. bab pengolahan data
h. bab kesimpulan
i. bab hambatan dan saran
j. daftar pustaka
k. lampiran
5. Penyusunan Laporan Menurut John P. Riebel
Dalam bukunya How to Write Reports, Papers, Theses, Articles (1978), John P. Riebel
memberikan langkah-langkah penyusunan laporan sebagai berikut :
a. menganalisis masalah (analyzing the problem)
b. merencanakan penanganan masalah (planning the treatment of the problem)
c. menyelidiki masalah (investigating the problem)
d. merancang produk (designing the product)
e. menyusun produk (constructing the product)
f. mengecek laporan (checking the results)
g. mengubah/membenahi produk (modifying the product)
h. menyiapkan produk akhir (preparing the final product).

Penjelasan

a. Menganalisis Masalah
(1) Siapa yang akan membaca laporan?
(2) Apakah tujuan laporan?
(3) Tindakan apa yang diinginkan perusahaan?
(4) Bagaimana ruang lingkup/cakupan laporan
(5) Apakah yang telah diminta secara khusus?
(6) Dalam berapa lama laporan harus diselesaikan?
(7) Manakah petunjuk-petunjuk atau perintah khusus yang harus dipertimbangkan?
b. Merencanakan Penanganan Masalah
(1) Informasi, apa saja harus dimasukkan : fakta, informasi, hasil-hasil, kesimpulan,
saran, atau gabungan semua itu?
(2) Apa yang telah diketahui; apa yang tidak diketahui?
(3) Manakah unsur-unsur yang lebih penting dan yang kurang penting?
(4) Manakah studi atau laporan-laporan sebelumnya yang dapat membantu?
(5) Siapa yang dapat membantu?
(6) Manakah urutan sementara yang akan diikuti untuk penyelidikan?

c. Menyelidiki Masalah
(1) Apakah datanya teliti (cermat)?
(2) Apakah datanya lengkap?
(3) Apakah ada cukup data untuk tulisan yang dimaksud?
(4) Apakah semua tahap yang penting telah diliput?
(5) Manakah fakta-fakta dan hasil-hasil yang paling penting?
(6) Apakah kesimpulan sunguh-sunngu muncul dari data?
(7) Apakah yang harus ditekankan: data, metode, hasil, ataukah kesimpulan?
(8) Apakah sifat laporan memerlukan bahwa semua tahap disajikan dengan terperinci?

d. Merancang Produk
(1) Bagaimana penataannya sehingga tujuan laporan akan terpenuhi dengan sebaik-
baiknya?
(2) Seberapa jauh pembaca dapat memahami kata-kata teknis
(3) Bagaimanakah penataan bahan yang sebaik-baiknya agar laporan berguna berguna
sebesarnya dan menghemat waktu pembaca sebanyak-banyaknya?
(4) Manakah bentuk khusus yang akan mendukung dengan sebaik-baiknya penggunaan
laporan kelak?
(5) Apakah diperlukan suatu pernyataan pelimpahan (penugasan), tujuan dan ruang
lingkup?
(6) Apakah kerumitan maslah memerlukan daftar isi, indeks atau ringkasan
(7) Untuk kejelasan maksud, data spesifik, contoh-contoh, detail-detail dan ilustrasi-
ilustrasi manakah yang diperlukan?
(8) Fakta-fakta yang ahrus ditafsirkan?
(9) Manakah bagian-bagian yang harus ditekankan?

e. Menyusun Produk
(1) Ikutilah penataan yang sudah ditentukan
(2) Janganlah menyia-nyiakan waktu untuk bagaimana mulai, kembali ke permulaan
kelak
(3) Menulislah dengan secepat-cepatnya tanpa terlalu memusingkan pemakaian kata
setepat-tepatnya dan pemakaian ejaan dan tanda baca secermat-cermatnya. Pilihlah kata,
ejaan, dan tanda baca dicek kemudian hari
(4) Bekerjalah bertahap jika laporannya panjang dan kompleks
(5) Masukkanlah segala sesuatu yang penting; laporan dapat diperpendek kelak
f. Mengecek Laporan
1. Penataan atau tatanan
a. Apakah topiknya jelas sejak permulaan?
b. Apakah ada pemborosan ruang pada permulaan laporan?
c. Apakah topiknya dikemukakan bertahap secara jelas?
d. Apakah ada hubungan tahap yang satu dengan tahap yang lain jelas?
e. Apakah kesimpulan memberikan pandangan yang diinginkan pembaca?

2. Isi
a. Apakah bahannya cukup lengkap untuk memenuhi tujuan laporan?
b. Apakah perlu lebih banyak contoh , perincian kata, atau ilustrasi?
c. Apakah fakta-fakta perlu interpretasi lebih banyak?
d. Apakah pokok-pokok yang utama sudah cukup ditekankan?

3. Bentuk
a. Apakah bentuk laporan memudahkan bagian-bagiannya dicapai?
b. Apakah awal dan akhir tiap paragrap ditunjukkan dengan menggunakan judul dan
spasi secukupnya?
c. Apakah bentuk laporan sudah selesai dengan koordinasi dan subordinasi bahan-
bahannya?
d. Apakah perlu daftar isi, indeks dan ringkasan?

4. Gaya Tulis
a. Apakah gaya tulisnya memudahkan pembacaan yang cepat?
b. Apakah arti yang setepatnya terungkapkan/tersampaikan?
c. Apakah laporan jelas untuk rujukan di kemudian hari?
d. Apakah ada kata-kata usang yang harus dihilangkan?
e. Apakah kalimat-klaimatnya langsung dan berhasil guna?
f. Apakah ejaan dan tanda baca betul?
g. Mengubah/Membenahi Produk

• Adakah perubahan, penambahan, atau penghapusan yang perlu dalam isi laporan
• Ubahlah, jika perlu, penataan laporan
• Ubahlah, jika perlu, ejaan, tanda baca, dan gaya tulisnya
• Ubahlah, jika perlu bentuknya

i. Menyiapkan Produk Akhir


(1) Gunakanlah bahan-bahan kertas yang baku
(2) Siapkanlah laporan yang rapi dan teliti bentuknya
(3) Hanya perubahan-perubahan kecil saja diperbolehkan pada naskah jadi.

http://petitevirus.wordpress.com/2009/04/19/menyusun-karangan-ilmiah/

You might also like